You are on page 1of 17

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengeringan
2.1.1 Pengertian Pengeringan
Pengeringan merupakan operasi pengurangan kadar air bahan padat
sampai batas tertentu sehingga bahan tersebut bebas terhadap serangan
mikroorganisme, enzim, dan insekta yang merusak. Secara lebih luas, pengeringan
merupakan proses yang terjadi secara simultan antara perpindahan panas dari
udara pengeringan ke bahan yang dikeringkan dan terjadi penguapan uap air dari
bahan yang dikeringkan. Pengeringan dapat terjadi karena adanya perbedaan
kelembapan antara udara kering dengan bahan yang dikeringkan (Mujumdar,
2006).
Pengeringan adalah pemisahan air dari bahan yang mengandung air dalam
jumlah kecil dengan mengalirkan udara melalui bahan. Pengeringan adalah
mengeluarkan atau menghilangkan sebagian air dari suatu bahan pangan dengan
cara menguapkan sebagian air yang terkandung dalam bahan pangan dengan
menggunakan energi panas. Penghilangan kadar air dengan tingkat kadar air yang
sangat rendah mendekati kondisi “bone dry” (King, 1971).
Pengeringan merupakan metode untuk mengeluarkan atau menghilangkan
sebagian air dari suatu bahan dengan cara menguapkannya hingga kadar air
keseimbangan dengan kondisi udara normal atau kadar air yang setara dengan
nilai aktivitas air yang aman dari kerusakan mikrobiologis, enzimatis dan kimiawi
(Treybal, 1981).
Pengeringan (drying) zat padat berarti pemisahan sejumlah kecil air atau
zat cair lain dari bahan padat, sehingga mengurangi kandungan sisa zat cair di
dalam zat padat itu sampai suatu nilai terendah yang dapat diterima. Pengeringan
biasanya merupakan alat terakhir dari sederetan operasi, dan hasil pengeringan
biasanya siap untuk dikemas (Mc. Cabe, 1993).
Secara umum, perbedaan pengeringan (drying) dan peguapan
(evaporation) adalah jumlah air yang diuapkan dari material. Pada proses drying
hanya mengurangi sejumlah kecil kadar air dari material sementara evaporation
mengurangi kadar air dari materialdalam jumlah yang besar. Pada beberapa kasus,
kadar air dalam padatan dikurangi secara mekanik dengan proses pemerasan,
sentrifuging, dan berbagai cara lain (Geankoplis, 1993).

3
Dalam operasi pengeringan pada sistem udara-air ada beberapa definisi
yang lazim digunakan. Perhitungan teknis biasanya didasarkan pada satuan massa
gas bebas uap. Uap yang dimaksud adalah bentuk gas dari komponen yang juga
terdapat dalam fasa cair. Sedangkan gas adalah komponen yang hanya terdapat
dalam bentuk gas saja (Geankolis, 1993).
Menurut Mc.Cabe.2002 pengaturan suhu dan lamanya waktu pengeringan
dilakukan dengan memperhatikan kontak antara alat pengering dengan alat
pemanas baik itu berupa udara panas yang dialirkan maupun alat pemanas
lainnya. Tujuan pengeringan antara lain:
1. Agar produk dapat disimpan lebih lama.
2. Mempertahankan daya fisiologik bahan
3. Mendapatkan kualitas yang lebih baik
4. Menghemat biaya pengangkutan.
2.1.2 Klasifikasi Proses Drying
Menurut pengoprasiannya, drying dibagi menjadi dua proses yaitu
kontinyu (sinambung) dan batch. Operasi drying secara batch dalam
kenyataannya merupakan operasi semibatch, dimana sejumlah bahan yang akan
dikeringkan, ditebarkan dalam suatu aliran udara yang kontinyu sehingga
sebagian kandungan air diuapkan. Dalam operasi secara kontinyu, bahan yang
akan dikeringkan dan udara mengalir secara kontinyu melewati suatu peralatan.
Untuk mengurangi suhu pengeringan, beberapa pengering beroperasi dalam
vakum (Mc. Cabe, 1993).
Beberapa pengering dapat menangani segala jenis bahan, tetapi ada pula
yang sangat terbatas dalam hal umpan yang ditanganinya. Pokok pengering
(dryer) dibagi menjadi dua jenis yaitu, pengering (dryer) dimana zat yang
dikeringkan bersentuhan langsung dengan gas panas (biasanya udara) disebut
pengering adiabatik (adiabatic dryer) atau pengering langsung (direct dryer) dan
pengering (dryer) dimana kalor berpindah dari zat ke medium luar, misalnya uap
yang terkondensasi, biasanya melalui permukaan logam yang bersentuhan disebut
pengering non adiabatik (non adiabatic dryer) atau pengering tak langsung
(indirect dryer) (Mc. Cabe, 1993).

3
2.1.3 Prinsip Prinsip Pengeringan
Berbagai jenis bahan yang dikeringkan di dalam peralatan
komersial dan banyaknya macam peralatan yang digunakan orang, maka
tidak ada satu teori pun mengenai pengeringan yang dapat meliputi semua
jenis bahan dan peralatan yang ada. Variasi bentuk dan ukuran bahan,
keseimbangan kebasahannya (moisture), mekanisme aliran bahan
pembasah tersebut, serta metode pemberian kalor yang diperlukan dipilih
sebagai variabel dalam proses pengeringan.
Menurut Mc. Cabe (1993), prinsip–prinsip yang perlu diperhatikan
dalam pembuatan alat pengering antara lain:
1. Pola suhu di dalam pengering
2. Perpindahan kalor di dalam pengering
3. Perhitungan beban kalor
4. Satuan perpindahan kalor
5. Perpindahan massa di dalam pengering
Menurut Buckle et al, 1987, prinsip pengeringan biasanya akan
melibatkan dua kejadian, yaitu panas harus diberikan pada bahan yang
akan dikeringkan, dan air harus dikeluarkan dari dalam bahan. Dua
fenomena ini menyangkut perpindahan panas ke dalam dan perpindahan
massa keluar. Faktor-faktor yang mempengaruhi dalam kecepatan
pengeringan adalah:
1) Luas permukaan
Pada umumnya, bahan pangan yang dikeringkan mengalami
pengecilan ukuran, baik dengan cara diiris, dipotong, atau digiling. Proses
pengecilan ukuran dapat mempercepat proses pengeringan dengan
mekanisme sebagai berikut:
a. Pengecilan ukuran memperluas permukaan bahan. Luas permukaan bahan
yang tinggi atau ukuran bahan yang semakin kecil menyebabkan
permukaan yang dapat kontak dengan medium pemanas menjadi lebih
baik,
b. Luas permukaan yang tinggi juga menyebabkan air lebih mudah berdifusi
atau menguap dari bahan pangan sehingga kecepatan penguapan air lebih

3
cepat dan bahan menjadi lebih cepat kering.
c. Ukuran yang kecil menyebabkan penurunan jarak yang harus ditempuh
oleh panas. panas harus bergerak menuju pusat bahan pangan yang
dikeringkan. Demikian juga jarak pergerakan air dari pusat bahan pangan
ke permukaan bahan menjadi lebih pendek.
2) Perbedaan suhu sekitar
Pada umumnya, semakin besar perbedaan suhu antara medium
pemanas dengan bahan pangan semakin cepat pindah panas ke bahan
pangan dan semakin cepat pula penguapan air dari bahan pangan. Semakin
tinggi suhu udara, semakin banyak uap air yang dapat ditampung oleh
udara tersebut sebelum terjadi kejenuhan. Dapat disimpulkan bahwa udara
bersuhu tinggi lebih cepat mengambil air dari bahan pangan sehingga
proses pengeringan lebih cepat.
3) Kecepatan aliran udara
Udara yang bergerak atau bersirkulasi akan lebih cepat mengambil
uap air dibandingkan udara diam. Pada proses pergerakan udara, uap air
dari bahan akan diambil dan terjadi mobilitas yang menyebabkan udara
tidak pernah mencapai titik jenuh. Semakin cepat pergerakan atau sirkulasi
udara, proses pengeringan akan semakin cepat. Prinsip ini yang
menyebabkan beberapa proses pengeringan menggunakan sirkulasi udara.
4) Kelembaban Udara
Kelembaban udara menentukan kadar air akhir bahan pangan
setelah dikeringkan. Bahan pangan yang telah dikeringkan dapat menyerap
air dari udara di sekitarnya. Jika udara disekitar bahan pengering tersebut
mengandung uap air tinggi atau lembab, maka kecepatan penyerapan uap
air oleh bahan pangan tersebut akan semakin cepat. Proses penyerapan
akan terhenti sampai kesetimbangan kelembaban nisbi bahan pangan
tersebut tercapai. Kesetimbangan kelembaban nisbi bahan pangan adalah
kelembaban pada suhu tertentu dimana tidak terjadi penguapan air dari
bahan pangan ke udara dan tidak terjadi penguapan air dari bahan pangan
ke udara dan tidak terjadi penyerapan uap air dari udara oleh bahan
pangan.

3
5) Lama Pengeringan
Lama pengeringan menentukan lama kontak bahan dengan panas.
Karena sebagian besar bahan pangan sensitif terhadap panas maka waktu
pengeringan yang digunakan harus maksimum, yaitu kadar air bahan akhir
yang diinginkan telah tercapai dengan lama pengeringan yang pendek.
Pengeringan dengan suhu yang tinggi dan waktu yang pendek dapat lebih
menekan kerusakan bahan pangan dibandingkan dengan waktu
pengeringan yang lebih lama dan suhu lebih rendah.
2.1.4 Mekanisme Pengeringan
Mekanisme pengeringan adalah bagian terpenting dalam teknik
pengeringan karena dengan mengetahui mekanisme pengeringan dapat
diperkirakan jumlah energi dan waktu proses optimum untuk tujuan
pengawetan dengan pengeringan. Energi yang dibutuhkan dalam
pengeringan terutama adalah berupa energi panas untuk meningkatkan
suhu dan menambah tenaga pemindahan air. Waktu proses erat kaitannya
dengan laju pengeringan dan tingkat kerusakan yang dapat dikendalikan
akibat pengeringan (Afrianti, 2008).
Air dalam padatan ada yang terikat baik atau tidak terikat. Metode
untuk menghilangkan kadar air terikat yaitu penguapan. Penguapan terjadi
ketika tekanan uap dari kelembaban pada permukaan padat sama dengan
tekanan atmosfer. Hal ini dilakukan dengan meningkatkan suhu
kelembaban ke titik didih. Fenomena semacam ini terjadi di pengering
roller. Jika bahan kering adalah panas sensitif, maka temperatur dimana
penguapan terjadi yaitu, titik didih dapat diturunkan dengan menurunkan
tekanan. Jika tekanan diturunkan di bawah titik tripel, maka tidak ada fase
cair dapat eksis dan kelembaban dalam produk beku. Penambahan panas
menyebabkan sublimasi es langsung ke uap air seperti dalam kasus
pengeringan beku (Mujumdar, 2006).
Dalam penguapan, pengeringan dilakukan dengan konveksi, yaitu
dengan melewatkan udara hangat di atas produk. Udara didinginkan oleh
produk, dan kelembaban ditransfer ke udara dengan produk dan dibawa
pergi. Dalam hal ini tekanan uap jenuh uap air di atas padatan kurang dari
tekanan atmosfir. Sebuah kebutuhan awal untuk pemilihan jenis pengering

3
yang cocok desain dan ukuran adalah penentuan karakteristik pengeringan.
Informasi yang juga diperlukan adalah karakteristik penanganan,
keseimbangan kelembaban padat, dan kepekaan bahan terhadap suhu,
bersama dengan batas-batas suhu dicapai dengan sumber panas tertentu.
Perlakuan pengeringan padatan dapat dicirikan dengan mengukur
hilangnya kadar air sebagai fungsi dari waktu. Metode yang digunakan
adalah perbedaan kelembaban, berat, dan intermiten berat (Mujumdar,
2006).
Produk yang mengandung air berperilaku berbeda pada
pengeringan sesuai dengan kadar air mereka. Selama tahap pertama dari
pengeringan laju pengeringan konstan permukaan berisi air bebas.
Penguapan berlangsung, dan
penyusutan mungkin terjadi sebagai kelembaban permukaan ditarik kembali
kepermukaan padat (Mujumdar, 2006).
Dalam tahap laju pengeringan langkah untuk mengendalikan difusi
uap air pada antarmuka udara kelembaban dan tingkat dimana permukaan
untuk difusi akan dihapus. Menjelang akhir periode laju konstan, air harus
diangkut dari bagian dalam solid ke permukaan oleh gaya kapiler dan laju
pengeringan mungkin masih konstan. Bagaimanapun, dihitung terhadap
luas permukaan keseluruhan solid, laju pengeringan jatuh meskipun tarif
per satuan luas permukaan basah padat tetap konstan. Hal ini
menimbulkan ke tahap pengeringan kedua atau bagian pertama dari
periode laju jatuh, periode pengeringan permukaan tak jenuh. Bagian dari
kurva mungkin hilang sepenuhnya, atau mungkin merupakan periode
tingkat seluruh jatuh (Mujumdar, 2006).
2.1.5. Mekanisme Proses Zat Padat dalam Pengering
Menurut Mc. Cabe (1993), dalam pengering adiabatik, zat padat
bersentuhan dengan gas menurut salah satu cara berikut:
1. Gas ditiupkan melintasi permukaan hamparan atau lembaran zat padat,
atau melintas satu atau dua sisi lembaran atau film sinambung. Proses ini
disebut pengeringan dengan sirkulasi silang (cross circulation drying).
2. Gas ditiupkan melalui hamparan zat padat butiran kasar yang ditempatkan
di atas ayakan pendukung. Cara ini disebut pengeringan sirkulasi silang.

3
Di sini kecepatan gas harus rendah untuk mencegah terjadinya halangan
aliran terhadap partikel zat padat.
3. Zat padat disiramkan ke bawah melalui suatu arus gas yang bergerak
perlahan-lahan ke atas. Terkadang pada proses ini terjadi pengahalangan
aliran partikel halus oleh gas yang tidak dikehendaki.
4. Gas dialirkan melalui zat padat dengan kecepatan yang cukup untuk
memfluidisasikan hamparan.
5. Zat padat seluruhnya dibawa ikut dengan arus gas kecepatan tinggi dan
diangkut secara pneumatik dari piranti pencampuran ke pemisahan
mekanik.
Dalam pengering non-adiabatik, satu-satunya gas yang harus
dikeluarkan adalah uap air ataupun pelarut. Pengering non-adiabatik
dibedakan terutama
menurut caranya zat padat itu berkontak dengan permukaan panas atau sumber
kalor lainnya, seperti berikut:
1. Zat padat dihamparkan di atas suatu permukaan horizontal yang stasioner
atau bergerak lambat dan dipanaskan hingga kering. Pemanasan
permukaan itu dapat dilakukan dengan listrik atau dengan fluida
perpindahan kalor seperti uap atau air panas. Atau, pemberian kalor itu
dapat pula dilakukan dengan pemanas radiasi yang ditempatkan di atas zat
padat itu.
2. Zat padat itu bergerak di atas permukaan panas, yang biasanya berbentuk
silinder, dengan bantuan pengaduk atau screw conveyor ataupun paddle
conveyor.
Zat padat penggelincir dengan gaya gravitasi di atas permukaan
panas yang miring atau dibawa naik bersama permukaan itu selama suatu
waktu tertentu dan kemudian dihancurkan lagi (Mc. Cabe, 1993).
2.1.6. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengeringan
1. Luas Permukaan
Menurut King (1971), makin luas permukaan bahan makin cepat bahan
menjadi kering. Air menguap melalui permukaan bahan, sedangkan air yang ada
di bagian tengah akan merembes ke bagian permukaan dan kemudian menguap.

3
Untuk mempercepat pengeringan umumnya bahan pangan yang akan dikeringkan
dipotong-potong atau di iris-iris terlebih dulu. Hal ini terjadi karena:
(1) Pemotongan atau pengirisan tersebut akan memperluas permukaan
bahan dan permukaan yang luas dapat berhubungan dengan medium
pemanasan sehingga air mudah keluar.
(2) Potongan-potongan kecil atau lapisan yang tipis mengurangi jarak
dimana panas harus bergerak sampai ke pusat bahan pangan. Potongan
kecil juga akan mengurangi jarak melalui massa air dari pusat bahan yang
harus keluar ke permukaan bahan dan kemudian keluar dari bahan
tersebut.

2. Perbedaan Suhu dan Udara Sekitarnya


Semakin besar perbedaan suhu antara medium pemanas dengan bahan
pangan makin cepat pemindahan panas ke dalam bahan dan makin cepat pula
penghilangan air dari bahan. Air yang keluar dari bahan yang dikeringkan akan
menjenuhkan udara sehingga kemampuannya untuk menyingkirkan air berkurang.
Jadi dengan semakin tinggi suhu pengeringan maka proses pengeringan akan
semakin cepat. Akan tetapi bila tidak sesuai dengan bahan yang dikeringkan,
akibatnya akan terjadi suatu peristiwa yang disebut "Case Hardening", yaitu suatu
keadaan dimana bagian luar bahan sudah kering sedangkan bagian dalamnya
masih basah (Perry dan Green, 1984).
3. Kecepatan Aliran Udara
Makin tinggi kecepatan udara, makin banyak penghilangan uap air dari
permukaan bahan sehinngga dapat mencegah terjadinya udara jenuh di permukaan
bahan. Udara yang bergerak dan mempunyai gerakan yang tinggi selain dapat
mengambil uap air juga akan menghilangkan uap air tersebut dari permukaan
bahan pangan, sehingga akan mencegah terjadinya atmosfer jenuh yang akan
memperlambat penghilangan air. Apabila aliran udara disekitar tempat
pengeringan berjalan dengan baik, proses pengeringan akan semakin cepat, yaitu
semakin mudah dan semakin cepat uap air terbawa dan teruapkan (Fadilah, 2010).
4. Tekanan Udara

3
Semakin kecil tekanan udara akan semakin besar kemampuan udara untuk
mengangkut air selama pengeringan, karena dengan semakin kecilnya tekanan
berarti kerapatan udara makin berkurang sehingga uap air dapat lebih banyak
tertampung dan disingkirkan dari bahan pangan. Sebaliknya jika tekanan udara
semakin besar maka udara disekitar pengeringan akan lembab, sehingga
kemampuan menampung uap air terbatas dan menghambat proses atau laju
pengeringan (King, 1971).
5. Kelembapan Udara
Semakin lembab udara maka semakin lama pengeeringan
sedangkan semakin kering udara maka makin cepat pengeringan. Karena
udara kering dapat mengabsorbsi dan menahan uap air. Setiap bahan
mempunyai keseimbangan kelembaban dengan nisbi masing-masing.
Kelembaban pada suhu tertentu dimana bahan tidak akan kehilangan air
(pindah) ke atmosfer atau tidak akan mengambil uap air dari atmosfer.
Menurut Treybal (1981), mekanisme keluarnya air dari dalam bahan
selama pengeringan adalah sebagai berikut:
1. Air bergerak melalui tekanan kapiler.
2. Penarikan air disebabkan oleh perbedaan konsentrasi larutan disetiap
bagian bahan.
3. Penarikan air ke permukaan bahan disebabkan oleh absorpsi dari lapisan-
lapisan permukaan komponen padatan dari bahan.
4. Perpindahan air dari bahan ke udara disebabkan oleh perbedaan tekanan
uap.
2.2 Tray Dryer
Tray dryer merupakan jenis pengering langsung, batch, dan
konveksi. Bahan diletakkan di wadah dan disangga. Metode pengeringan
dengan tray dryer merupakan metode pengeringan yang sudah lama tetapi
sering digunakan untuk pengeringan bahan padatan, butiran, serbuk atau
granula yang jumlahnya tidak terlalu besar. Umumnya alat berbentuk
persegi dan didalamnya berisi rak-rak yang digunakan sebagai tempat
bahan yang akan dikeringkan. Ukuran bahan tetap selama pengeringan.
Kondisi wadah adalah diam, sedangkan cara berkontak gas adalah dengan
aliran sejajar sehingga memungkinkan masuknya aliran gas ke dalam

3
ruangan antara padatan yang dekat permukaan. Menurut Hardjono (1989),
Tray dryer memiliki kelebihan dan kekurangan sebagai berikut:
Kelebihan:
1. Cocok untuk segala jenis bahan.
2. Moisture content akhir lebih rendah.
3. Cocok untuk penelitian skala laboratorium.
Kekurangan:
1. Konsumsi energi lebih tinggi.
2. Loading dan off loading dikerjakan secara manual.
2.3 Pola Suhu dalam Pengering
Gejala perubahan suhu dalam pengering ditentukan oleh sifat
bahan umpan dan kandungan zat cairnya, temperatur medium pemanas,
waktu pengeringan, serta temperatur akhir yang dapat ditoleransi dalam
peneringan zat padat tersebut. Pola perubahan suhu tersebut dapat dilihat
pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Pola suhu dalam pengering a) batch b) continue (Treybal, 1981)

Dalam pengering batch yang menggunakan medium pemanas


dengan suhu tetap (Gambar 2.1-a), temperatur zat padat yang basah itu
meningkat dengan cepat dari nilai awal T sa menjadi temperatur penguapan
Tv. Pada pengering non-adiabatik yang tidak menggunakan gas pengering,
Tv dapat dikatakan sama dengan titik didih zat cair pada tekanan yang
terdapat dalam pengering. Jika digunakan gas pengering, atau jika
pengeringan berlangsung adiabatik, Tv adalah temperatur wet bulb (yang
sama dengan temperatur jenuh adiabatik apabila gasnya adalah udara dan
zat cair yang diuapkan adalah air. Penguapan berlangsung pada Tv selama
beberapa waktu. Artinya, sebagian besar zat cair itu diuapkan pada

3
temperatur jauh di bawah temperatur medium pemanas. Menjelang tahap
akhir pemanasan itu, temperatur zat padat naik sampai T sb yang dapat lebih
tinggi sedikit atau bahkan jauh lebih tinggi dari Tv (Treybal, 1981).
Waktu pengeringan yang ditunjukkan pada Gambar 2.1-a, mungkin
hanya beberapa detik saja, tapi mungkin pula mencapai beberapa jam. Zat
padat tersebut dapat berada pada temperatur Tv selama sebagian besar
siklus pengeringan, atau mungkin pula hanya pada sebagian kecil dari
siklus tersebut. Temperatur medium pengering dapat konstan, namun
dapat pula diatur untuk berubah selama berlangsungnya proses
pengeringan (Treybal, 1981).
Dalam pengeringan kontinyu, setiap partikel atau elemen zat padat tersebut
mengalami suatu siklus yang serupa dengan Gambar 2.1-b selama proses
pengeringannya dari masuk pengering sampai keluar. Dalam operasi keadaan
tunak, temperatur pada setiap titik di dalam pengering kontinu selalu konstan,
tetapi berubah sepanjang pengering itu. Pada gambar 2.1-b terlihat pola
temperatur dalam pengering counter current adiabatik. Pemasukan zat padat serta
pengeluaran gas berlangsung di sebelah kiri, sedang pemasukan gas dan
pengeluaran zat padat di sebelah kanan. Di sini pun zat padat mengalami
pemanasan cepat dari temperatur Tsa ke Tv. Temperatur penguapan Tv juga konstan
karena temperatur bola basah tidak berubah. Hal ini tidak berlaku jika ada kalor
yang ditambahkan secara tidak langsung pada zat padat. Di dekat pemasukan gas,
zat padat itu mungkin dipanaskan sampai melebihi Tv. Gas panas masuk
pengering pada suhu Tha biasanya dengan kelembaban (humidity) rendah. Gas
tersebut mendingin, mula-mula cepat, tetapi lalu agak perlahan karena gaya
dorong perbedaan temperatur makin berkurang. Kelembabannya meningkat
dengan teratur berhubung makin banyaknya zat cair yang menguap ke dalam gas
tersebut (Treybal, 1981).
2.4 Perpindahan Kalor dalam Pengeringan
Pengeringan zat padat basah menurut definisinya adalah suatu proses
termal. Walaupun prosesnya bertambah rumit karena adanya difusi di dalam zat
padat atau melalui gas, pengeringan bahan dapat dilakukan dengan terus
memanaskannya sampai diatas titik didih zat cair, misalnya dengan mengontakkan
zat padat tersebut dengan uap yang sangat panas (superheated steam). Dalam

3
sebagian besar proses pengeringan adiabatik, difusi selalu ada tetapi biasanya laju
pengering itu dibatasi oleh perpindahan kalor, bukan perpindahan massa. Karena
itu, sebagian besar pengering dirancang hanya atas dasar perpindahan kalor saja
(Coulson dan Richardson, 2002).
Dalam perhitungan pengering berlaku persamaan dasar perpindahan kalor
seperti persamaan:
qT = U x A x ∆T............................................................(2.1)
dimana:
U = koefisien perpindahan kalor overall
A = luas perpindahan kalor
∆T = beda temperatur rata-rata

Terkadang A dan ΔT diketahui dan kapasitas pengering dapat diperkirakan


dari nilai U menurut perhitungan ataupun pengukuran, tetapi sering terdapat suatu
ketidakpastian yang tidak dapat diabaikan karena luas nyata perpindahan kalor.
Fraksi perpindahan panas yang berada dalam kontak dengan zat padat di dalam
pengering umpamanya sudah diperkirakan, luas total permukaan zat padat yang
terkena pada permukaan panas, atau gas panas pun sulit diperkirakan (Coulson
dan Richardson, 2002).
Oleh karena itu, banyak pengering yang dirancang atas dasar koefisien
perpindahan kalor volumeterik Ua, dimana a adalah luas bidang perpindahan kalor
per satuan volume pengering. Persamaan yang menentukan adalah:
qT = Ua x V x ∆T……………………………...............(2.2)
dimana:
Ua = koefisien perpindahan kalor volumetrik
V = volume pengering
∆T = beda temperatur rata-rata

Menurut Coulson dan Richardson 2002, oleh karena pola suhu cukup
kompleks, beda suhu rata-rata untuk pengering tersebut secara keseluruhan sulit
didefinisikan. Karena itu koefisien perpindahan kalor sulit ditaksir dan terbatas
penggunaannya. Suatu persamaan umum yang sangat berguna untuk perhitungan
ini adalah perpindahan kalor dari gas ke partikel bola tunggal atau bola tersisih
seperti berikut:

3
( )( )
0,5 1/ 3
ho Dp DpG Cp μ
= 2 + 0,6 x f
....................................(2.3)
kf μf kf

Terlihat bahwa untuk kebanyakan pengering tidak ada suatu korelasi


umum yang dapat digunakan, dan setiap koefisiennya harus ditentukan melalui
eksperimen. Koefisien-koefisien empirik biasanya didasarkan atas definisi yang
bersifat agak sembarang mengenai luas permukaan perpindahan kalor dan
perbedaan suhu rata-rata (Coulson, 2002).
2.5 Kesetimbangan Fasa Uap dan Fasa Cair dalam Pengeringan
Data kesetimbangan fasa untuk zat padat lembab umumnya diberikan
sebagai hubungan antara kelembaban relatif gas dan kandungan zat cair di dalam
zat padat, dalam massa zat cair per satuan massa zat padat bone dry. Contoh
hubungan kesetimbangan tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.2. Hubungan
kesetimbangan ini tidak bergantung pada temperatur. Absis kurva tersebut dapat
dengan mudah dikonversikan menjadi kelembaban absolut dalam massa uap per
satuan massa gas kering (Kirk dan Othmer, 1982).

Gambar 2.2 Kurva kesetimbangan moisture pada suhu 25oC (Kirk dan Othmer,
1982)

Bila suatu zat padat basah dikontakkan dengan udara yang humiditasnya
lebih rendah dari kandungan moisture zat padat tersebut, seperti terlihat pada

3
kurva kesetimbangan kelembaban, zat padat tersebut akan melepaskan sebagian
kandungan moisture-nya dan semakin kering sehingga kelembabannya sama
dengan kelembaban udara. Bila udara itu lebih lembab dari zat padat yang berada
dalam kesetimbangan dengan udara tersebut, zat padat akan menyerap moisture
dari udara sampai tercapai kesetimbangan (Kirk dan Othmer, 1982).
Dalam fasa fluida pengering, difusi ditentukan oleh perbedaan konsentrasi,
dinyatakan dalam fraksi mol. Dalam fasa zat padat basah, perhitungan-
perhitungan pengeringan selalu dinyatakan dalam massa air per satuan massa zat
padat bone dry (Geankoplis, 1993).
2.6 Laju Pengeringan
Setiap material yang akan dikeringkan memiliki karakteristik kinetika
pengeringan yang berbeda-beda bergantung terhadap struktur internal dari
material yang akan dikeringkan. Kinetika pengeringan memperlihatkan perubahan
kandungan air yang terdapat dalam material untuk setiap waktu saat dilakukan
proses pengeringan. Dari kinetika pengeringan dapat diketahui jumlah air dari
material yang telah diuapkan, waktu pengeringan, konsumsi energi. Menurut Mc.
Cabe (1993), parameter-parameter dalam proses pengeringan untuk mendapatkan
data kinetika pengeringan adalah:
1. Moisture Content (X)
Moisture Content (X) menunjukkan kandungan air yang terdapat dalam
material untuk tiap satuan massa padatan. Moisture content (X) dibagi dalam 2
macam yaitu basis kering (X) dan basis basah (X’). Moisture content basis kering
(X) menunjukkan rasio antara kandungan air (kg) dalam material terhadap berat
material kering (kg). Sedangkan moisture content basis basah (X’) menunjukkan
rasio antara kandungan air (kg) dalam material terhadap berat material basah (kg).
Persamaan untuk menghitung moisture content basis kering adalah:
W −Ws
X t= ............................................................ (2.4)
Ws
Dimana,
Xt = moisture content basis kering
W = berat bahan basah (kg)
Ws = berat bahan kering (kg)
2. Drying Rate (N, kg/m2s)

3
Drying rate (N, kg/m2s) menunjukkan laju penguapan air untuk tiap satuan
luas dari permukaan yang kontak antara material dengan fluida panas. Persamaan
yang digunakan untuk menghitung laju pengeringan menurut Treybal (1981)
adalah:
Ws dX t
R=- ..............................................................(2.5)
A dt

Dimana,
R = laju pengeringan (kg H2O yang diuapkan/jam.m2)
Ws = berat bahan kering (kg)
A = luas permukaan bahan (m2)
Xt = moisture content basis kering (kg H2O/kg bahan kering)
T = waktu (jam)
Menurut Taib (1988), untuk mengetahui laju pengeringan perlu
mengetahui waktu yang dibutuhkan untuk mengeringkan suatu bahan dari kadar
air tertentu sampai kadar air yang diinginkan pada kondisi tertentu, maka bisa
dilakukan dengan cara:
3. Drying Test
Drying test yaitu hubungan antara moisture content suatu bahan vs waktu
pengering pada temperatur, humidity, dan kecepatan pengering tetap. Kandungan
air dari suatu bahan akan menurun karena adanya pengeringan, sedangkan
kandungan air yang hilang akan semakin meningkat seiring dengan penambahan
waktu hingga pada waktu (t) tertentu padatan mencapai keseimbangan kadar air
dan proses pengeringanpun berhenti. Untuk hubungan antara laju pengeringan
(drying rate) terhadap waktu adalah pada tahap awal, laju pengeringan akan
berjalan meningkat untuk selanjutnya menuju pada skala konstan dan menurun
bahkan berhenti dikarenakan padatan telah mencapai keseimbangan dengan air.

3
Gambar 2.3 Kurva hubungan moisture content suatu bahan dan drying rate
terhadap waktu (Perry dan Green, 1984)

4. Menggunakan Kurva Laju Pengeringan


Kurva laju pengeringan menunjukkan hubungan antara laju pengeringan
vs kandungan air, kurva ini terdiri dari 2 bagian yaitu periode kecepatan tetap dan
pada kecepatan menurun.

3
17

Gambar 2.4 Kurva hubungan laju pengeringan terhadap moisture content suatu
bahan (Treybal, 1981)

Dalam penelitian tentang pengeringan bunga rosella oleh Yuariski dan Suherman
(2012), laju pengeringan konstan (constant drying rate) tidak diperoleh. Yang
diperoleh hanyalah falling rate (hubungan antara X (moisture content) vs dx/dt (laju
pengeringan pada berbagai suhu). Hal ini terjadi karena kelopak bunga rosella yang
dikeringkan termasuk jenis tanaman agrikultur. Dimana pada umumnya pengeringan
tanaman agrikultur tidak diperoleh laju pengeringan konstan. Periode falling rate
banyak ditemukan pada pengeringan produk biologikal. Laju pengeringan selama
periode falling rate disebabkan karena gradien konsentrasi dari kandungan air di
dalam matriks buah. Pergerakan kandungan air internal ini sebagai hasil dari
beberapa mekanisme yaitu difusi cairan, aliran kapiler, aliran yang disebabkan
shrinkage, dan gradien tekanan.

You might also like