~
LAPORAN PENELITIAN
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
KEBERHASILAN PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH
(Analisis Sosio - Ekonomi - Budaya)
Oleh:
Dra, Harsasi, MPd
Drs. Muh. Dawam, SPd
LEMBAGA PENELITIAN - UNIVERSITAS TERBUK A
2002Lembar Pengesahun
Laporan Penelitian Lembaga Penelitian — UT
1. a, Judul Penelitian _ + Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan
peloksanaan otonomi daerah (Anslisis Sosio -
Ekonomi - Budaya)
b. Bidang Penelitian Stuai Indonesia
¢. Klasifikasi Penelitian Penelitian Mula
d Bidang IImu Sosial — Ekonomi
2 Ketua Peneliti
a, Nama lengkap dan yelar + Dra. Harsasi, MPd
b NIP 130 529 684
¢. Golongan Kepangkatan Penata Muda Tk 1/1
d._Jabatan Akademik Asisten Abli
‘e. Fakultas / Unit Kerja UPAJJ — UT Surakarta
3. Anggota Tim Peneliti
a. Jumlah Anggota orang
b. Narna Anggota/Unit Kerja
1 Drs, Muh, Dawam, SPd
2.
4, Lama Penelitian 10 bulan
5, Biaya Penelitian Rp. 2.177.000 (Dua juta seratus twjub puluh
tujuh ribu rupiah)
6, Suinber Biaya Pusat Studi Indonesia
Pondok Cabe, 20 Desember 2001
Ketua Peneliti
fa. Harsasi, MPd
NIP : 130529684
no D, MM
130236551
Menyetujui
Kepala Pusat Studi Indonesia
7
Durri Andriani, Ph.D
NIP: 151569965,ABSTRAK
Tdentitas
Bidang IImu: sosial - ekonomi
Judul: Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan pelaksan:
(Analisis Sosio - Fkonomi - Budayst)
Penulis: ABC
‘YVahun: 2002
Sumber abstraksi: Laporan Hasil Penelitian
Lokasi Laporan: Lembaga Penelitian, Perpustakaan - UT
otonomi daeraels
Abstraksi
Peliknya permasalahan otda secara tidak langsung menunjukan bakwa salah
satu agenda yang sangat penting saat ini yaitu realisasi.p Bahkan
kajian otda sempat memicu kontroversi ketika strategy’ dan Kebijaksanaan pemerintah
ul pada sisi “artifistal” kemerdekaan. Pating tidak, hal ini terlihat dari
aT TimorPimur beberapa waktu flu dalam hal kaitan dengan otonomi
diperluas (yang akhirnya justru merdeka dan lepas dari Indonesia
sebagian rakyat Aceh, termasuk pula di sejurnlah daerah lain ui
referendum atau kemerdekaan,
erta sisi harapan
Padahal sisi identifikasi awal otda febih mengacu pada bag
masing-daerah lebih bisa berperan dan lebih proaktif untuk mengerabang!
potensi yang ada demi peningkatan har: ra makro. Oleh karena itu,
kajian tentang otda harus dilihat secara makro, dan bukannya hanya mengacu pada
muatan politis yang justru akan lebih memperkeruh stabilitas sorpol dar kerawanan
sosial. Kekhawatiran terliadap muatan politis ini sungat beralasan sebab singat tila
diharapkan akan muncul Kembali pergolakan, Oleh Karena itu pemerintal memang
perlu untuk mengklarifikasikan tentang steateyi dan kebijaksanaan ota,
Kan semust
Joining power 8
Problemaika dibalik strategi otda pada dasamya lebih mengacu pada realitas v
ketimpangan asser, potensi, sumber daya dan juga laju kemakmuzan, serta kontribus
mal. Ole! sawp itu, pemerintahan menekankan pada aspek strategi perimbangan
KeuangaflAocralt-pusdy schingga diharapkan terjadi Keterpaduan dan proporsionalitas e
yang mengacu pada-sisi perbaikan niiai ekonomi daerah yang secara eksplisit akan
lebih meningkatkan bargaining dan perbaikan income riil masyarakatnya
Realitas telah menunjukan bahwa kebijaksenaan orde baru dalam Kasitikasi (
otda telah meningkatkan ketimpangan antar daetah kaya dan miskin. Oleh Karena itu,
tidak mengierankan kalau kemudian muncul tuntutan tentang model otda ya
sekiranya lebih memacu darganing antar daerah yaitu mulai dari konsep otda yang
diperluas, sistem negara federasi, sampai yang sangat ckstrim yaitu py
0)
mis
(referendum untuk kemerdekaan, lihat kasus Timor-
imate deurDAFTAR ISI
Halaman Judul
Lembar Pengesahan
Abstrak
Daftar Isi
Daftar Tabel
Daftar Gambar
BAB I Pendahuluan
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
D. Manfaat Penelitian
BAB Ml Tinjauan Pustaka
A. Reformasi - Otonomi
B. Urgensi SDM Daerah
C. Perkembangan Otda
BAB [Il Metodologi Penelitian
A. Bidang Penelitian
B. Bentuk Penelitian
C. Sumber Data
D. Tekhnik Analisis
BAB IV Hasil Penelitian dan Pembahasen
A. Proses otda
B. Aspek Urusan / Kewenangan
C. Aspek Kelembagaan
D. Aspek Personel (SDM)
E. Analisis
BAB V Kesimpulan
A. Kesimpulan
Daftar Pustaka
iii
80DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Distribusi rencana PMA yang disetujui pererintah pusat menurut
pulau (dalam proses)
Tabel 3.1 PDRB Jawa Tengah tahun 1984 - 1999 (miliar rupiah)
‘Tabel 4.1 Bagi hasil SDA untuk dacrah propinsi dan kabupaten /kota
Tabel 4.2 Perbedaan sikap birokrat konservatif dan proaktif
Tabel 4.3 Perbandingan UU Otda
Tabel 4.4 Bagian pusat - daerah dari PRB, BPHTB, SDA
Tabel 4.5 Analisis SWOT atas keberhasilan otda
Hi)DAFTAY, GAMBAR
Gambar 1.1 Keterkaitan antara sosio-kulieral-historis
Gambar 3. Model analisis interaktit SWOT dan Otonomi dacrah
Gambar 4. Format tatanan pemerintah dati kedua UU ordaBaB
PENDAHULUAN
Bab ini membahss secara spesifis tentang later belakany, perumusan masalah,
‘ujuan penelitian dan manfaat peneliti
Spesifikasi tethadap masing-masing pokoh
bahasan dalam bab ini akan memperjelas proses penelitian,
A. Latar Belakang
Kajian terhadap otonomi daerah dalam tiga tahun terakhie marak
diticarakan, Paling tidak, ini sangoy erkait dengan kebijakan pemesiniah
momberikan otonomi ceralk (pemeriatshan) yang seluasclnisnya dan adanva
eterkaitan dengan potensi pengembaugan perekonomian daerah sebagai “ba
ian
integral” dari perekonomian pusat
Perdebatan (yang kemmudian just let menjurus pada Kontrovers)
tentang otonomi daevah {olda) tidak akan terjadi apabila dalam perkembangan
berlakunya otda sejak orde baru matupu melahirkan value kemakmuran merata
Realita bahwa strategi kebijeksanaan otda selama ini elu -mampu
meminimalisasi Ketirpangan aular deerah, Arcinya, daerah yang satu merasa
“tereksploitasi”, sementara potensi kekayasn alamaya justra terkuras demi
kemakmuran daersh lain
Usgensi terhadap pengembangan otda seharusnya memberikan nitai
Kontribusi yang optimal pads perekoneminn iniernalnva schingun memungkinian
pada tara pencapaian kesejahteraan yung lebih baik tanpa mecasa tereksploitasi
Dengan kata lain kebijaksanaan olde telap barus metibatkaa fabtor internat dan
ifeksternal, yang tak lain merupakan potensi peluang dan sekaligus ancaman yang
harus di-manage secava profesional
Artinya sisi kebijaksamaun otda bukan merupakan suata strateyi
disintegrasi, akan tetapi harus lebih mengacu pada nilai integritas, yaitu tidak saia
integritas ekonomi, tapi juga dalam ial sosial-potivik, sexta budaya, Oleh karena itu
strategi dan kebijaksanan otda harus dikaji secara makro, bukannya hanya tertokus
pada aspek politis saja! Dengan kata lain, Sebijaksanaan otda tidak harus diartikan
pada aspek hemerdekaan yang kemudian lebih mengacu pada disimegrasi
Konseptual otda sebetusnya mengacu 2 hal, yaitu: (1) konsep sistem
‘otonom: daerah yang diperluas, dan (2) konsep negara federasi (Nopatre, 1999)
Orientasi terhadap kebijaksansun orda menjadi suatu kekuatan bagi daerah
ferufama setelah SI MPR tahus 3998 memberi power yaity dalam bentuk
perimbangen keuangan pusat dan daerah, Artinya, bahwa otea yang diperluas akan
sangat memungkinkan dacrah untuk melakukan optimalisasi semua resonrces-nya
Simanfjuntak (7999) menegaskan dari Safian teoritis dan empiris ~
menunjuken adanya 6 faktor batasan utama bagi realise
oda yaitu: aspek
urusan/kewenangan, aspek kelembagaau, aspek personel, aspek perwakilan, aspek
manajemen, dan aspek keuangan, Hal inj menunjuken babwa kajian tente
eksploirasi finansial hanyalah bayian terkecil dari aspek otds, -meskipun|
mempunyai nilai yang tidak Kalnh pentingnya (lerwama bagi sosiaiisasi dan
kesejahteraan takyat)
Kajian terhacap “aspek finansis!” ini pada casarnya harus tetap.mengaci
pada mitai leoritis Keusnwan publik yang secara eksplisit justry menekenkan
es
Le
7aspek periberdayaan-cfektifitas kontrol yaitu: “i doesn't matter where the money
comes from, regardless whoever collects. Phe important thing is how ta cnnarod it
10 be effectivelly usecé” (ibid, 1998). Konsekuensi wrhedap otéa secare tidak
Jangsung sempat menimbulkan kekhawatiran tentang bagaimana peran pemerintah
anti, terutama terkait dengan aspek minimatisasi “vower"
Bai ini pada dasarnya sejalan dengan penegasan Juora (2999) bahia ates
akan menimbulkan 3 konsekuensi cil, yaltu pertanta: berkurangnys potensi SDM
Pusat (nilai implikasinya yaily pada “penyeburan” SDM daeraly), hed
minimalisasi_kekuase gti akibat terjadinya pelimpaban wewenung
(konsekuensi dari arus reformasi), dan Aetiga: kemungkinan terul
enya gap antar
daerah karena upaya stirvived dan aspek core cmperence yang berheda
Meski memicu kekhawatiran, ota tezap tidak akan dapat memindahkkan
eran pusat daiam 4 bidang, yaite dalam hal pertahanan - keamanan, Iuar negeri
idang peraditan dan scktor moneter, Dengan kata lain, semua bidang daput
divpayakan untuk ditakukan proses desentralisasi (dan amu dipionomikun secura
pays Br
fersebul. Selain itn, hat realisast ova
Juas), dengan pengecualian dalam 4 bida
juga tetap harus mempertimbangkan beberapa aspek yaiu historis, efisiensi,
akuuntabilitas dan sosio-kultural (fihat Argan J./)Bagan 1.1 keterkaitan antars sosio-kultural-historis de
[menus]
*
¥
Internal Resources
———
Dari bagan has bisa disimpulkan otda m
clibatkan berbagai faktor, yaitu
tak saja internal, tetapi juga eksterma! dalam tingkup yang Iuas. Konsekuensi
terhadap berbagai faktor itu secara e
an bagi akses
splisit akan_-memungkin
Pemberdayaan ekonomi daerah sehinyga redisteibusi resources bisa dilakukan
secara optimal dan tidak lagi mengactr paca strategi “eksploitasi”, baik SDM.
finansiil, SDA, maupun eksploitas! busaya
Dengan kata lain, otda raernpakan suatu langkah positif bx
an k
pemberdayaan ekonomi daerah demi periwts anigan pusat-daerah, Selain
itan dan daya
itu, momentum pemberian otda harus menjadi suatu pemicu keban
saing semua daerah sehingga akan meningkatkan nilai competitive udvantage antar
daerah uniuk memacu kebang!
jan dan kinerja daya saing davral secara makro,8, Rumusan Masatuls
Strateyi dan kebijaksanaan pemveniah dalam bentuk pemberian of
femme
prinsip nyata dan bertanggung jawab (proses awalnya bart dilak
akan dengan
penyerahan urusan pemeriniah pusat kepada 26 Daerah Tingkat Hf percontohan
sejak tanggal 25 April 1995) temyats belum mampe merberikan hasil optimal,
bahkan cenderung memicu sejamiah keinginan untuk melepaskan diri dari bagian
Indonesia karena adanya sisi kesenjengan yang semakin huat (terufama dikaitkan
dengan aspek eksploitasi dan ke:
ceraan masyarakat daerah, that misal Kasus
‘Timor-Timer dan tunturan Aceh
Oleh karen itu, imusen masala
penelitian ini adalah:
7
1 agapa cenderung terjadi eksploitasi sumber daya, bak SDM atau SDA / Deere a
af daerah, sementara kontribusi terhadap kesejahteran ma-yarakatuya | gen
relasit rendah? \
2, Mengapa cenderang muncul ras ketidakpuasan terbadap hasit pembangunan,
terutama yang terkait dengan kebijaksanaan ofda?
3. Faktor apa yang menjadi penyebab terjadinya kecenderungan ketimpangan
| antar daeraiy selama ini?
4. Bagaimana pengaruh, baik secara langsung atau tidak lanysung dari realitas
ketimpangan anizs daerah tersebut?
5. Bagaimana altematif solusi untuk mer
realitas kecenderungan tesjadiny
|
ntisipasi dan atau meminimatisasi |
an tersebut?
etimpang
Tujuan Penelitian
| , Sesuai dengan permasalahan yang telah dikemukakan penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui_kecenderungan terindinya fakta ketimpanvan antar daerah dan
Kegagalan otda, serta faktor-faktor aa yang menjadi penycbabnya. Kansekuensi
teshadap milai identitikasi permasaialian tersebul tentunya aia dapat dirumnuskan
berbagai upaya dan sicategi peagenibangan otda yang secara tudak langsung akandapat memacu kinerja perckonomian «lan PAD (orientasi otda dan perimba
keuangan pusat - daerah) sert
men
1 pendapatan masyarakat, Secara spesitis
dala
tujuan penetitian ini a
1. Untuk mengidentitikasi faktor-fakior yang menjadi pe
(dan atau kegagalan) pelaksanaan otda
2. Untuk mengetahui berbayai faktor yang mempengaruhi Kondisi ketimpanyan
antar daerah.
3. Untuk memahami adanya potensi pengaruh yang muncul dari kecenderungan
ketimpangan dan kegagalan otonomi daerah
4, Untuk menentukan ragam alternatif solusi vang kiranya bisa meminimalisasi
(dan atau menghambat) munculnya hal faktor-faktor penghambat pelaksanaan
otonomi daerah dan dampak negatif yang muncul dari kegagalan tersebut.
jambat pelaksanaan
. Manfaat Penelitian
Melihat kecenderungan terjadinya ketimpangan antar daerah yang makin kuat
dan realita eksploitasi sumber daya (yaitu SDA - SDM) antar daerah serta urgensi
pengembangan dan nilai pemberdayaan daerah untuk lebih menin
wkatkan Kinerja
perekonomian (daerah dan nasional), pendapatan asli daerah (PAD) dan memacu
perbaikan income perkapita masyarakat serta hal penyerapan TK, maka penelitian
yang terkai
dengan strategi evaluasi Kebijaksanaan olda akan memberikan nile
kontribusi makro yang berkelanjutan, tidak saja bagi pemda setempat, masyari
setempat, tapi juga pemerintah pusat selaku kontroler, mediator, dan stabilisato
Oleh karena itu, manfiat penelitian ini adalah
1. Memberi gambaran yang jebih jelos dan komprehensif tentang takto
yang menjadi penghambat pelaksanaan dan atau ki
otonomi daerah
lan pelaksanaan
2. Memberikan suatu Klarifikasi tentang berbayal faktor yang mempengaruhi
kondisi ketimpangan antar daerah,aru yang men
3. Memberikan suatu pemahainan tentang adanya potensi pe
dari kecenderungan ketimpanyan dan kegagatan otonomi dacrah
4. Memberikan suatu alternatit solusi yang sekiranya dapat meminimaiisasi
dan
atau menghambat) munculnya fakior-faktor penghambat pelaksanaan otonom:
daerah dan dampak negatif yang muncul dari kegagalan tersebuBAB IE
TINJAUAN PUSTAKA
patombab ini membahas tentang berbagai faktor yang menjadi pemicu daiam
pelaksanaan otda, yaitu tidak saja faktor internal tapi juga eksternal, Hal pembalasan
dalam bab ini yaitu terditi dari aspek retivemasi ~ otonomi, urgensi SDM dacrah, den
perkembangan otda
Reformasi - Otonomi
“Ulam (2000) menegaskan ahwa otda tak bisa terlepas dati agenda
reformasi dan ‘reform
| merupakan satah satu ba
Reformasi berarti menata ulang dal
m vangka menuju arah perbaikan negara,
hakekatnya melakukan perbaikan pada tiga unsur dasar kehidupan bernegara: (1)
Sistem (Koustitusi dan Sistem Hukum Nasional), (2) Pemerintahan atau
Penyelenggara Negara dan (3) Rakyat/Masyarskat, Alasan rasional atas
reformasi sistem diperlukan yaitu karena sistem penyelenggarsan pemerintahan
yang mendasarkan pada konstitusi UUD 45 sudah kurang cocok dengan dinamika
perkembangan masyarakat.
Selain itu reformasi penyetenggara pemerintahan mutlak diperiukan,
Karena pemerintahan di masa lalu mengandung berbagai hambatan yang ki
rang
kondusif bagi proses penyelenggaraan pemerintahan, misainys seperti kasus
kolusi, korups
, nepotisme dan berbagai moral husurd yang lainnya, Mi
akat
atau rakyat juga harus direformasi karena adanya keadaan dan juga prilaku yang
tidak sehat seperti kebedohan, kemistinan dan ketidaksabaran atau emostonalyang cenderung sangat kontradiktif Artinya, reformasi harus berlangsung pada
tiga tataran tersebut secara komprehensif, sistematis dan konstitusional
Terkait dengan urgensi reformasi terhadap sejumlah aspek datas, maka
proses pelaksanaan otda berdasarkan UU No.2 tahun 1999 tentang Pemerintahan
Daerah dan
‘uga UU No.25 tahun 1999 tentang Perimban:
1 Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Daefah pada dasarnya merupakan salah perangkat vang
penting dalam kerangka perbaikan: sistem pe!
saraan pemerintahan,
ichususnya yaitu dalam menyangkut hubungan pemerint
{pusat) dan dae
Wloka), Disamping berbagai produk konstitusionil “dan perundang-undangan
lainnya, Berdasar Undang-Undang tersebut, pelaksanaan otda akan menimbutkan
implikasi yang luas baik di bidang politik, hukum/perundang-undangan, ekonomi
dan sosial budaya.
1, Pengertian
an asas otonomi
Secara eksplisit, otda yaitu kewenang:
daerah otonom untuk mengatut
dan mengurus kepentingan masyara’
setempat menurut nilai prakarsa sendiri
berdasarkan aspirasi masyarakat s
ai dengan peraturan ps
-undangan
Mengacu paca nilai semangat kedua Und:
dang gersebut maka tujyan ota
yaitu dalam rangka menciptakan suatu kehidupan politik yang lebih demokratis,
menciptakan sistem yang lebih menjamin bagi akses pemerataan dan keadilan,
memungkinkan tiap daerah menggali potensi natural dan kultural yang dimtiiki
dan kesiapan menghadapi tantangan era globalisasi, serta yang sangai penting
adalah terpeliharanya Negara Ke
atuan Republik Indonesia, Dengan kate lainotda yaitu sisi acuan pemerintah yang ingin melaksanakan pasal 18 UUD 1943
yaitu dengan melaksanakan otonomi yang luas, nyata dan bertan;
ngjawab.
Terkait dengan pengertian dan asas otonomi bahwa pada kedua Undang-
‘Undang tersebut terdapat tiga hal yang sangat substantif, yaitu menyangkut
pembagian kewenangan, legislasi dan keuangan daerah, Pembabasan lebih
detail atas ketiganya yaitu:
a, Pembagian Kewenangan
Kewenangan penyelenggaraan pemerintahan secara umum dibagi menjadi
tiga, yaitu
1. Kewenangan daerah
Adapun kewenangan daerah dapat digolongkan menjadi tiga, vaitu
ertama: kewenangan maksimum: selurud bidang pemerintahan keeval
kewenangan dalam bidang politik luar negeri, hal pertahanan keamanan.
peradilan, moneter dan fiskal, agama, serta ke
enangan bidang lainnya
kedua: kewenangan minimum : pekerjaan umum, kesehatan, pendidiken
dan kebudayaan, pertanian, perhubungan, inclustri dan hal perdagangan.
aman modal, lingkungan hidup, pertanahan, koperasi dan te
kerja, dan ketiga: kewenangan lainnya, misainya: (1) mengelola sumber
li wilayatinya, (2)
lingkun;
aya nasional dan juga aspeic kelestari
kewenangan di witayah laut: dalam eksplorasi, cksploitasi, konser
pengelolaan kekayaan laut, aspek pengaturan kepentingan administrate,
Kkan hukum terhadap peraturan yang
pengaturan tata euang dan pene,dilimpahkan kewenangannyz oleh pemerintah dan juga (3) kepegawaian
daerah: yaitu kewenangan untuk melakukan pengangkatan, pemindah
pemberhentian, penetapan pensiun, gaji tunjangan dan hal kesejakteraan
pegawai, serta pendidikan don pelatihan sesuai dengan kebutukan dan
kemampuan daerah
2. Kewenangan Propinsi
Kewena
ingan Propinsi meliputi, pertama: kewenanyon propinsi
sebagai daerah otonom mencakup kewenangan dalam hal pemerimahan
yang bersifat lintas kabupaten dan kota, serta kewenangan dalam bidang
pemerintahan tertentu lainnya, kedua: hal kewenangan propinsi sebagai
daerah otonom termasuk juga kewenangan yang tidak atau belum dapat
dilaksanakan oleh daerah Kabupaten dan daerah kota, dan yang Ketiga:
kewenangan propinsi sebagai satwan wilayah admivistrasi_mencekup
kewenangan dalam bidang pemerintahan yi
ition
kan kep
gubernur seleku wakil pemerintah
Kewenangan propinsi s
i dacrahh otonom secara I
diatur dalam PP No.25 tahun 2000 yang dikenal dengan 20 kewenangan
jenangan tersebutt yaitu meliputi bidang: pertanian, sosial, kelautan,
penataan ruang, pertambangan dan energi, pemukiman, kehutanan dan
perkebunan, pekerjaan umum, perindustrian-perdagangan, pechubungan,
perkoperasian, lingkungan hidup, penanaman modal. pengembangan
otda, ketenagakerjaan, perimbangan keuangan, Kesehatan, hukwi danb,
perundang-undangan, pendidikan dan kebudavaan, politik dalam n
dan administrasi publik
Kewenangan Pemerintah (Pusat)
Kewenangan Pemerintah (Pusat) bisa digoton
kan menjadi dua,
Pertama: bal kewenangan urium yaitu politik dalam negeri, pertahanian
keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, dan yang kedwa: kewen
lainnya yaitu menyangkut kebijakan tentang perencanaan nasional dan
per
ndalian pembangunan nasional secara makro. dana perimbangan
keuangan, sistem adminisirasi negara dan aspek lembaue perekonomman
negara, pembinaan dan hal proses pemberdayaan SOM, pendavagunaan
sumber daya alam serta teknologi tingyi yang strategis, konservasi ¢:
standardisasi nasional
Kedua Legistasi.
Dalam rangka pelaksanaan otda, daerah berwenar
untuk menetapkan
berbagai peraturan yanz disebut
Peraturan Daerah (Pera), Beberapa hal
pentin
menyangkut Perda dalam Undang-Undang No.22 tahun 1999.
antara lain:
1. Kepala Daerah menetapkan perda atas persetujuan dari DPRD dalam
rangka penyelenggaraan otda dan juga penjabaran lebih kanjut dari
peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi
2. Perda tak boleh bertentangan dengan hal kepentingan umum, Perda
Jain dan juga peraturan perurdang-undangan yang lebih ting
Perda dapat memuat hal ketentuan tentang pembebanan biaya paksaan
penegakkan hukum, se(uruhnya atau sebagian kepada pelany
4. Perda dapat memuat ancaman pidana kurungan paling la
balan atau denda seban
ama enim
Lina jute
-banyaknya Rp. $.000.000,00rupiah) dengan atau tidak merampas barang tertentu untuk Dacr
kecuali jika ditentukan lain dalam peraturan perundang-undangaa.
¢. Keuangan Daerah,
Masalah yang sangat penting dalam aspek kerangka otda adalah
menyangkut pembagian/perimbangan pusat dan daerah, Perimbanyan
keuangan pusat dan daerah sangat penting karena sesungguhnya keadi!an
harus meiiputi dua ha
keadilan politik dan keadilan ekonomi, Dalam
kerangka itulah pengaturan masalah ini termuat dalam kedua Undang-
Undang tersebut dan lebih spesifik diatur dalam berbagai_ peraturan
perundnag-undangan fainnya, Beberapa hal penting vang termaktub dalam
undang-undang tersebut, antara lain
1, Hal pembiayaan penyel an pemerintah, yaitu terdiri dari pertama:
penyelenggaraun tugas Pemerintah Daerah dan DPRID dibiayai dari den
atas beban APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) dan yang
kedua: penyclenggaraan tugas pemerintah di daerah dibiayai dari dan atas
beban APBN
2. Sumber pendapatan daerah, terdiri dari pertama: pendapatan asli daerah
(PAD), yaitu : hasil pajak daerah, hasil ret-ibusi daerah, hasil perusahaan
miliki Daerah, dan hasil pengelolean kekayaan daerah yang dipisahkan
dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah, kedua: dana perimbangan,
ketiga: pinjaman daetah, dan keempar: lain-lain pendapatan daerah yang
sal menurut perundangan.
3. Hal prosentase dana perimbangan terdiri dari pertama: dana perimbanean
(1) bagian daerah dari sisi penetimaan Pajak dan Bumi Bangunan (PBB),
Bea perolehan Hak atas Tanah dan Rangunan, dan jugs penerimaan dari
sumber daya alam, (2) dana alokasi umum (DAU) yang dalam beberapa
pemberitaan disinyatir telah terjadi kebocoran dalam jumlah yang sangat
besar, dan (3) dana alokasi khusus, kedwa: bagian daerah dari Penerimaan
Pajak Bumi dan Bangunan sektor pedesaan, perkotaan dan perk-bunan
serta Bea petolehan Hak atas Tanah dan bangunan, diterima kings
oleh deraly penghasit,Ketiga: bagian daerah dari penerimaan Pajak Bemi dan Bangunan sektor
pertambangan serta kehutanan dan penerimaan dari sumber days alain
diterima oleh daerah penghasil dan daerah yang lainnya untuk pemerataan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan, keempat: hasil penerio
Negara dari Pajak Bumi dan iangunan di bagi dengan nilai imbatan 10%
untuk Pemerintah Pusat dan sisa 90% untuk daerai, kelimaz penes
Negara dari Bea Perolehan hak atas Tanah dan Bangunan dibagi deng
imbangan 20% untuk Pemerintah Pusat dan 80% untuk daerah, keenum:
10% penerimaan PBB dan jugt 20% penerimaan Bea Perolehan Hak ites
Tanah dan Bangunan yang menjadi bagian Pemerintah Pusat dibagikan
kepada seluruh Kabupaten das Kota,
Ketisjuh: penerimaan negara dari sumber daya alam sektor kehutanan,
sektor pertambangan umum dan juga sektor perikanan dibagi dengan nilai
imbangan 20% untuk Pemerintah Pusat dan sisa 80% untuk pemerintal
daerah, kedelapan: penerimasn Negara dari sumber daya alam sektor
pertambangan minyak dan gas alam yang dihasilkan dari wilayah daerah
bersangkutan dibagi dengan imbangan sebagai berikut: (1) penerimaan
‘Negara dari pertambangan minyak bumi yang berasal dari wilayah dacral
setelah dikurangi komponen pajak sesuat dengan ketentuan yang berlaku
dibagi dengan imbangan 85% untuk Pemerintah Pusat dan 15% untuk
daerah, dan (2) penerimaan negara dai nilai pertambangan gas sam yang
berasal dari wilayah daerah setelah dikurangi hal Komponen pajak sesuai
dengan ketentuan yang berlaku dibagi dengan nilai imbangan 70% untuk
Pemerintah Pusat dan 30% untuk daerah.
Jika dicermati dari beberapa hal penting yang terkandung dalam kerangka
otda, maka otonomi diberikan kepada daerah meliputi empat aspek wlan
yaitu otonomi politik, otonomi hukum, otonomi ekonomi dan otonomi
budaya. Otonomi Politik menyangkut proses-proses pengambilan keputussin
poitik terutama menyangkut hat p
nentuan kepemimpinan daerah, Qtonomi
hukum menyangkut aspek Kewenangan penyusunan peraturan daerah sesuai
dengan nilai kebutuhan dalam penyelenggaraan otonomi. Otonomi ekonomi
menyangkut kewenangan pengelolian dan penggalian sumber daya ekonomidan keuangan di dacrah, Terakhir, sedangkan otonomi bday, menya
kewenangan memelihara tradisi dan kultural di daerah
Dari kedua Undang-Undang tencang otda tersebut, dapat disimputkan bahwa
Pemerintah Pusat dengan kewe!
angannya bertindak sebagai interegator di
bidang politik, hukum, keamanan, sosial budaya dan juga bertindak sebagai
stabilizer di bidang pembagian’perimbangan kevangan pusat dan daerah.
. Implikasi politik, hukum, dan ekenomi
Jika proses otonomisasi bisa berjalan baik, difarapkan akan erimplkasi
secara positip yaitu baik di bidang politik, hukum, ekonomi, sosial aan jes
budaya. Harapan ini tidak lain adalah sesuai dengan sebayaimana yang telah
dimaksudkan daluin konsideran iedua_undang-und
tumbuhnya kehidupan politik yang demokratis, tumbuhnya aspek pemerataan
dan
adilan, teraktuali
asinya pot rah, kesiapan
si dan keanekaragaman
menghadapi globelisasi, adanya sistem - proses pembanguran yang merata di
seluruh daerah, munculnya kepemimpinan ¢
erah (Kepala J DPRD)
yang legitimate dan adanya tertib hukum.
Realisasi otda akan memberikan dampak positif di bidang ekonomi bagi
perekonomian dacrah, jika prakteknya mendapat dukuny a penuh oleh
daerah, Untuk
# perlit aspek kesiapan daerah otonom. Dengan kata lain, ota
merupakan peluang yang harus cimanfaatkan, baik oleh pemerintah daerah
maupun masyarakat, Untuk antisipasi pelaksanaan ofonomi, maka diperlukan
berbayai kesiapan, seperti1, Hal proses perencanaan pembangunan daerah yang terarah, te
perencanaan dan penyusunan APBD. Alasan rasioan alas aspek ini yailss
karena APBD merupakan sisi kebijakan pembangunan dacrah secara makto
yang bersifat iahunan, Kemampuan Pemda dalam membangun dapat dilihat
ari nilai kemampuan mengelola anggaran pembangunannya secare lebih
efisien. Perencanaan prograny/proyek pembangunan disesuaikan dengan
kemampuan pemerintah daerak dalam menggali sumber pendapatan daerah
sendiri, yaitu seperti misalnya PAD
2. Periu kesiapan SDM aparatur Pemda, Ini merupakan hal yang sanga
mendesak karena menjadi unsur penting atas keberhasilan otda. Aparatur
pemerintah daerah yang meiakukan Kebijakan otda kepada
masyarakat di daerahnya. Oleh sebab itu, SDM pemda perlu ditingkatkan
kualitas keahliannya atau spesialisasinya masing-masing sesuai dengan sisi
Kebutuban pembangunan di daerahaye.
Selain aspek kesiapan SDM aparatur birokrasi daerah, proses peningkatan
kualitas SDM di daerah juga akan menunjang pervepatan pembangunan
ekonomi daerah, Akses partisipasi yang tinggi rakyat secara langsung akan
memberi dampak pada peningkatan kesejahteraan mereka. Artinya, dengan
SDM yang berkualitas, perekonomian di daerah akan semakin kreatif dan
berkembang dengan terciptanya berbagai peluang ckonorai/bisnis, Hal int
kaligus menunjukan dahwa jiku SDM tidak disiapkan, maka suaiu daerah
akan Kebanjiran SDM dari daerah lain, yang didorong intensitas mobilitas
tenaga kerja yang profesional dan berkualitas antardaeralt otonom sangat
tinge’. Di samping kuelitas SDM, Pemda juga perlu untuk mempersiapkan
berbagai infrastruktur sebagai perangsang bagi calon investor untuk dapat
menanamkan modainya di daerah.
4, Peran DPRD dalam peluksanaan otonomi daerah sangat penting. DPRD
berwenang mengawasi berbagei proyek pembangunian dan juga kevangan
daerah melalui APBD yang telah disetujui DPRD. DPRD memiliki peran
yang sangat besar yaitu menjadi spuring partner yany baik bagi Kepala
Daerah, Secara politis nasib otda digantungkan kepada Kepala Daerah dan
DPRD yang bersangkutan
Adanya berbagai pertimbangan yang menjadi faktor dalam menunjang
keberhasilan realisasi otda, maka sangat beralasan jika indikator dalam agenda
pelaksanaan pembangunan menjadi suatu batasan minimal yang harus dicapaiTerkait hal ini, behwa beberapa indikator ekonomi keberhasilan suatu daerah
melaksanakan otda yaitu
1, Terjadi peningkatan pertuinbuhan ekonomi daerah (PRB) riil. Dengan
meningkatoya PDRB riil, maka akan mendorong peningkatan pendapatan
per kapita.
2. Terjadinya kecenderungan peningkatan inves
(PMA) maupun domestik (PMDN),
3. Kecenderungan semakin berkembangnya prospek bisnisiusaha di daerah
4. Adanya Kecenderungan meningkainya Kreatifitas Pemda den ju
masyarakatnya
asi baik itu investesi asing
B. Urgensi SDM Daerah
I,
Dari penjabacan digtos menunjukitn bahwa SDM menjadi salah satu faktor ins
L
atas pelaksanaan otda. Meskipun demixian pengalihan sum dacrah
1 daya kepad
yang secara normatif merupakan faktor kunci keberhasilan otda. teenyata tetap saja
smenyimpan sisi-sisi tersembunyi yang justru dapat menghamiat pemandirian dan
demokratisasi di daerah (Utomo, 2000). Oleh karena it agar kebijakan pengalihan
sumber daya dapat mencapai suatu hasil sesuai yang diinginkan, daerah Propinsi
maupun Daerah Kabupater’Kota perlu melakukan upaya-upaya persiapan secara
matang. Adapun persiapan yang selayaknya ditempuh adalah melakukan evaluasi
cetladap sisi potensi keuan
jan dan aset daerah, yang meliputi sumber-sumber dan
besarnya pendapatan caerah saat ini maupun ase! Pusat seria sumber-sursber dan
besamya pendapatan daerah yang akan d
ahkan kepada daerah
1. Hubungan Kewenangan Pemerintah Daerah
Yang perlu dicermati disini adalah bahwa lahirnya UL) Nomor 22 tahun
1999 akan menyebabkan urusan pemerintahan menumpuk i Kabupaten/Kota.
Konsekuensinya, beban kerja KabupatervKota akan semakin berat yang jika takbisa dilaksanakan dengan baik justru akan mengakibatkan nilai kerug
masyarakat paca urumnya, Untuk mengantisipasi hal ini, maka UU Nomor
tahun 1999 menyatakan bahwa : kewenangan pemerintahan yang diserahkan ke
daerah dalam rangka cesentralisas! harus disertai penyerahan cin pengalihan
1 SDM ses
pembiayaan, sarana dan prasarana, sei i de
0 Kewenangan vang
diserahkan tersebut (pa
8). Secara filosofis, pasal ini dimaksudkan sebagai
menunjang keberhasilan otda
Sebagaimana dikemukakan oleh Riwukaho (1988), terdapat empat faktor
s otonomi, vakni SDM,
/syarat yang perlu diperhatikan dalam menjalankan tug:
keuangan, peralatan, serta organisai dan manajemen, Dengan kata fain, bahwa
implementasi pasal 8 UU Nomor 22 tahun 1999 secara baik akan menjadi
conditiv sine qua non bagi keberhasilan kebijakan desentralisasi di indonesia,
Logikanya, bahwa penambahan kewenangan yang disertai deng,
o penambahan
akan menimbulkan permasalahan yang fundamental
Meski demikian harus diakui bahwa tidak semua Kabupaten/Kota mampu
menyelenggarakan kewenangan sebagaimana diinginkan oleh UU. Hal pangkal
permasalahannya tidak saja terletak paca kewajiban untuk menyetenggarakan
kewenangan yang jumlahaya membengh
cara tiba-tiba, tetapi melekat juga
pada proses, pengaiihan berbagai sumber daya dari Pusat ke Daerait. Deny
kata lain, terdapat indikasi kekurangsiapan Kabupaten/Kota dalam menerapkan
otonomi Iuas menurut UU Nomor
tahun 1999, Hal indikasi kekurangsiapandaerah ini secara umum tercermin pada tiga dimensi, yaita SDM, finansial atau
keuangan, serta manajemen (lermasuk didalamnya teknologi atau metodolog
Pada dimensi SDM, telal banyak dikeluhkan mengenai kualitas kondisi
PNS di Indonesia yang masih cuikup memprihatinkan, Bahwa data tabun 1991
menunjukkan hanya 7 % pegawai bergelar Sarjana (SI keatas), 9,8 % bergelar
sarjana muda, serta 58,6 % berpendidikan SLTA dan sisanya berpendidikan
SLTP dan SD. Disisi lain, dapat dikatakan telly berkenb
ny kecenderungan
birokratisasi parkinsonian (Parkinson's Law), dimana terjadi laju pertumbuhan
jumlah personil dan pemekaran struktur dalam birokrasi secara tidak terkendali
Pemekaran yang terjadi bukan karena tuntutan fir
pi sematta-mata untuk
memenuhi tuntutan struktur.
sh
Disamping itu, terdapat pula hal kecenderungan terjadinya biroktetis
orwellian yakni suatu proses pertumbuhan kekuasaan birokrasi atas masyarakat,
sehingga kehidupan masyarakat menjadi dikendalikan oleh birokrast ¢Durwin
dalam Arfani, 1996). Akibatnya, bicokrasi Indonesia menjadi makin membesar
(big bureaucracy) dan cenderung inefecktit - inefisien, Pada kondisi demikian,
sangat sulit diharapkan daerah sinp daa mampu melaksanakan kewenangan=
kewenangan barunya secara optimal
fakia ens
Selanjytnya pada dimensi fin k menuniukkan bahwa
perimbangan keuangan antara Pusat dan Dacrait selamna ini bel menuajukkan
keserasian hubungan, Artinya, nilai sumber pembiayaan asti di daerah (PADS)
masih terlalu rendah dan tergantung kepada bantuan pemerintih Pucat Darihasil penelitian yang pernah dilakukan UGM dan Depdagri misalnya, cari 229
Kabupaten/Kota yang diteliti, tercatat 71,23 % iwemiliki PAD kurang dari 20%
kemudian 22,26 % ber-PAD antara 20,1 % hingga 40 %, serta harya 5,83 %
yang memiliki PAD lebih dari 40% (Sulistvo, 7995). Kondisi serupa juga
ditunjukkan oleh Kano (1995), ba
wwa dari seluruh penerimaan kotor seluruh
Kabupaten/Kota di Indonesia, sebesar 70 % merupakan grunt dan subsidi yang
1 ini tidak sexy
disediakan pemerintah Pusat dan Peapinsi. Jika perimba
direvisi secara adil - proporsional, mustuhil pula kewenangan Kabupaten’Kota
dapat berjalan secara efektif dan efisien.
Adapun pada dimensi manajemen, kelemahan daerah dapat diama
secara
kualitatif dalam hat masih tingginys ketidakpuasan masyarakat terhadap jasa
pelayanan publik yang diteriman:
a, Faktor penyebab dari rendahnya kinera ini
dapat berasal dari kurat
a akses pengyt
an teknologi canggih, penetapan
prosedur pelayanan yar
Kurang tepat, lemahnya koordinasi internal, kurang
terkendalikannya fakta pemborosan - pembocoran, dan sebagainya.
Menging
kenyataan bahwa Kabupaten/Kota masih menghadapi +
keterbatasan maka
Nomor 22 tahun 1999 memberikan elternatif kebijakan
manakala daerah belum siap atau belum mampu melaksanakan hal kewenangan
tertentu, Alternatif yang ditawarkan adalah diperkenankan ba
Kabupaten/Kota
untuk melimpahke
atau mengalihkan kewenangan tersebut kepada Propinsi,
dengan catatan bahwa kewenangan tadi tidak termasu
TH kewenangan wajib
sebagaimana ditetapkan dalam pasal 11, Yang terpenting dart hal ketentuan iniadalah agar tidak sampai terjadi Kekosongan dalam sisi penyefengyaraan jenis
pelayanan tertentu kepada masyeraket
Satu hal yang perlu ditekankan disini edatah bahwa kewenangan propinsi
yang merupakan penyalihan dari KabupatenKola ini tiduk bersitat pervsanen
Propinsi justrw harus membina - membaniu Kabupaten/ota yang bersangkutan
hingga mampu untuk menyelenggsiaksn sendiri kewenangan tersebu. Bentuk
bantuan Propinsi kepada Kabupater/Kota ini dapat berupa hal bantuan teknis,
Bantuan dana, bantuan mangjemen, maupuni batuan personil, Actinya pada saat
Kabupaten/Kota sudah diengeap lebih m
pu makai Kewenangan tersebut harus
dikembalikan. Hal mekanisme pengalihan kewenangan Kabupaten’Kota kepada
Propinsi ini menurut konsep Menteri Negara Otonomi Daerah harus dilakukan
sebagai berikut : 1) Bupati/Watikota harus menyanipaikan pada Gebernur dan
Presiden, 2) Presiden menugaskan DPOD untuk mengkaji, 3) Presiden dapat
menolak atau menyetujui berdasarkan saran OPOD, 4) Jika ditolak, 1
ka hal
kewenangan tersebut tetap dilaksaenkan oleh Kabupaten/Kota, dan 5) Jika hal
itu disetujui, kewenangan tersebut dfiaksanakan oleh Propinsi
Pengaturan mekanisine diatas secara rasional memang cukuip bai
namun
sobstansial masih mengandung beberapa hal keburasgan, Dafa hubungan ini,
beberapa kritik perlu dikemukakan mencakup erapat hal yaitw
Pertama: pedoman tenteng tata casa pengalihan kewenangan tersebut
belum menetapkan alasan-alasan atau Jandasan pemikiran yang dapat dijadikan
konsiderasi bagi Kabupaten/Kot untuk mer kew
fihkan sebag
anya.
Hal demikfan dapat peluang negatit yang dimanfaatkan Kabuparen‘Kota untek
7mengalihkan setiap kewenangan yang tak disukai atau yang tidak memberikan
Komtribusi terhadap penerimaan daciahaya. Oleh Karena ily, perlu ditentukan
krriteria-kriteria yang obyektif untuk menjamin babwa hat penyalihan tersebut
‘benar-benar dipertukan
Kedua: penjelasan pada pas
al 9 UU Nomor 22 tahun 1999 menegaskan
tentang perlunya nilai pernyataan Kabupaten/Kota yang bersanykutan sebeluin
dilaksanakannys pengalihan Kewenangan, Ketentuan ini belum jes dar’ sisi
pelaku dan bentuk hukumnya, Dar’ sisi pelaku, apakal pernva
nia cukup
dilakukan Bupati/Walikota ataukah memeriukan persetujuan DPRD. Sementaia
dari sisi bentuk hut
umniya, apakeh pemyataan fadi harus dituangkan dalam
perda, Keputusan Kepala Daerah, rexomendasi, atau cukup surat dinas biasa
Hal-hal seperti ini jelas membutultkan Klacifikast agar tidak terjadi kerancuan
sistem pemerintahan dacrab, khususnya dalam sistem tata naskah peraturan
perundangan
Ketlgaz
eberadaan Propinsi sebagai pihak yang menerima pengalihan,
terkesan tak diperhatikan proses pertimbanga
Artinya peran propmsi baru
terbatas menerima usutan dari Bupati/Walikola, namun tidak disertakan proses
penetapannya. Dalam hal pemberdayaan - demokratisasi deerah, ketentuan ini
bisa dikatakan tidak layok. Oleh kacena itu, meski unsur Propinsi sesumgguhnya
sudah terwaXili dalam DOPOD melatui Asosiasi Pemerintats Daerah tapi Propinsi
sebagai Kesatuan dacral otonom tetap perlu untuk lebik dilibatkan dalam proses
Pengambitan keputusan yang menyangkut pengalihan kewenangan tersebur.Keemput: daiam konsep Menteri Negera Otonomi Daerah dinyatak
7
bahwa jike usulan pengeliban kewenangan ditolak, kewenangan tersebut tetap
dilaksanakan oleh Kabupater/Kota Permasalahannya jika kewenangan itu tetap
ada i Kabupaten/Kota, sedang Kabupaten/iKota Dersangkutan secara obyehtif
tak memiliki kemampuan, maka akan terjadi hal kemandegan penyelengearaan
‘ewenaugan den pelayanan tertentu. Ofeh Karena itu akan sangat baik jika sejak
saat ini pemerintah telah menetapkan kondis
kondisi cbyektif yang