You are on page 1of 87
~ LAPORAN PENELITIAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEBERHASILAN PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH (Analisis Sosio - Ekonomi - Budaya) Oleh: Dra, Harsasi, MPd Drs. Muh. Dawam, SPd LEMBAGA PENELITIAN - UNIVERSITAS TERBUK A 2002 Lembar Pengesahun Laporan Penelitian Lembaga Penelitian — UT 1. a, Judul Penelitian _ + Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan peloksanaan otonomi daerah (Anslisis Sosio - Ekonomi - Budaya) b. Bidang Penelitian Stuai Indonesia ¢. Klasifikasi Penelitian Penelitian Mula d Bidang IImu Sosial — Ekonomi 2 Ketua Peneliti a, Nama lengkap dan yelar + Dra. Harsasi, MPd b NIP 130 529 684 ¢. Golongan Kepangkatan Penata Muda Tk 1/1 d._Jabatan Akademik Asisten Abli ‘e. Fakultas / Unit Kerja UPAJJ — UT Surakarta 3. Anggota Tim Peneliti a. Jumlah Anggota orang b. Narna Anggota/Unit Kerja 1 Drs, Muh, Dawam, SPd 2. 4, Lama Penelitian 10 bulan 5, Biaya Penelitian Rp. 2.177.000 (Dua juta seratus twjub puluh tujuh ribu rupiah) 6, Suinber Biaya Pusat Studi Indonesia Pondok Cabe, 20 Desember 2001 Ketua Peneliti fa. Harsasi, MPd NIP : 130529684 no D, MM 130236551 Menyetujui Kepala Pusat Studi Indonesia 7 Durri Andriani, Ph.D NIP: 151569965, ABSTRAK Tdentitas Bidang IImu: sosial - ekonomi Judul: Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan pelaksan: (Analisis Sosio - Fkonomi - Budayst) Penulis: ABC ‘YVahun: 2002 Sumber abstraksi: Laporan Hasil Penelitian Lokasi Laporan: Lembaga Penelitian, Perpustakaan - UT otonomi daeraels Abstraksi Peliknya permasalahan otda secara tidak langsung menunjukan bakwa salah satu agenda yang sangat penting saat ini yaitu realisasi.p Bahkan kajian otda sempat memicu kontroversi ketika strategy’ dan Kebijaksanaan pemerintah ul pada sisi “artifistal” kemerdekaan. Pating tidak, hal ini terlihat dari aT TimorPimur beberapa waktu flu dalam hal kaitan dengan otonomi diperluas (yang akhirnya justru merdeka dan lepas dari Indonesia sebagian rakyat Aceh, termasuk pula di sejurnlah daerah lain ui referendum atau kemerdekaan, erta sisi harapan Padahal sisi identifikasi awal otda febih mengacu pada bag masing-daerah lebih bisa berperan dan lebih proaktif untuk mengerabang! potensi yang ada demi peningkatan har: ra makro. Oleh karena itu, kajian tentang otda harus dilihat secara makro, dan bukannya hanya mengacu pada muatan politis yang justru akan lebih memperkeruh stabilitas sorpol dar kerawanan sosial. Kekhawatiran terliadap muatan politis ini sungat beralasan sebab singat tila diharapkan akan muncul Kembali pergolakan, Oleh Karena itu pemerintal memang perlu untuk mengklarifikasikan tentang steateyi dan kebijaksanaan ota, Kan semust Joining power 8 Problemaika dibalik strategi otda pada dasamya lebih mengacu pada realitas v ketimpangan asser, potensi, sumber daya dan juga laju kemakmuzan, serta kontribus mal. Ole! sawp itu, pemerintahan menekankan pada aspek strategi perimbangan KeuangaflAocralt-pusdy schingga diharapkan terjadi Keterpaduan dan proporsionalitas e yang mengacu pada-sisi perbaikan niiai ekonomi daerah yang secara eksplisit akan lebih meningkatkan bargaining dan perbaikan income riil masyarakatnya Realitas telah menunjukan bahwa kebijaksenaan orde baru dalam Kasitikasi ( otda telah meningkatkan ketimpangan antar daetah kaya dan miskin. Oleh Karena itu, tidak mengierankan kalau kemudian muncul tuntutan tentang model otda ya sekiranya lebih memacu darganing antar daerah yaitu mulai dari konsep otda yang diperluas, sistem negara federasi, sampai yang sangat ckstrim yaitu py 0) mis (referendum untuk kemerdekaan, lihat kasus Timor- imate deur DAFTAR ISI Halaman Judul Lembar Pengesahan Abstrak Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah C. Tujuan Penelitian D. Manfaat Penelitian BAB Ml Tinjauan Pustaka A. Reformasi - Otonomi B. Urgensi SDM Daerah C. Perkembangan Otda BAB [Il Metodologi Penelitian A. Bidang Penelitian B. Bentuk Penelitian C. Sumber Data D. Tekhnik Analisis BAB IV Hasil Penelitian dan Pembahasen A. Proses otda B. Aspek Urusan / Kewenangan C. Aspek Kelembagaan D. Aspek Personel (SDM) E. Analisis BAB V Kesimpulan A. Kesimpulan Daftar Pustaka iii 80 DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Distribusi rencana PMA yang disetujui pererintah pusat menurut pulau (dalam proses) Tabel 3.1 PDRB Jawa Tengah tahun 1984 - 1999 (miliar rupiah) ‘Tabel 4.1 Bagi hasil SDA untuk dacrah propinsi dan kabupaten /kota Tabel 4.2 Perbedaan sikap birokrat konservatif dan proaktif Tabel 4.3 Perbandingan UU Otda Tabel 4.4 Bagian pusat - daerah dari PRB, BPHTB, SDA Tabel 4.5 Analisis SWOT atas keberhasilan otda Hi) DAFTAY, GAMBAR Gambar 1.1 Keterkaitan antara sosio-kulieral-historis Gambar 3. Model analisis interaktit SWOT dan Otonomi dacrah Gambar 4. Format tatanan pemerintah dati kedua UU orda BaB PENDAHULUAN Bab ini membahss secara spesifis tentang later belakany, perumusan masalah, ‘ujuan penelitian dan manfaat peneliti Spesifikasi tethadap masing-masing pokoh bahasan dalam bab ini akan memperjelas proses penelitian, A. Latar Belakang Kajian terhadap otonomi daerah dalam tiga tahun terakhie marak diticarakan, Paling tidak, ini sangoy erkait dengan kebijakan pemesiniah momberikan otonomi ceralk (pemeriatshan) yang seluasclnisnya dan adanva eterkaitan dengan potensi pengembaugan perekonomian daerah sebagai “ba ian integral” dari perekonomian pusat Perdebatan (yang kemmudian just let menjurus pada Kontrovers) tentang otonomi daevah {olda) tidak akan terjadi apabila dalam perkembangan berlakunya otda sejak orde baru matupu melahirkan value kemakmuran merata Realita bahwa strategi kebijeksanaan otda selama ini elu -mampu meminimalisasi Ketirpangan aular deerah, Arcinya, daerah yang satu merasa “tereksploitasi”, sementara potensi kekayasn alamaya justra terkuras demi kemakmuran daersh lain Usgensi terhadap pengembangan otda seharusnya memberikan nitai Kontribusi yang optimal pads perekoneminn iniernalnva schingun memungkinian pada tara pencapaian kesejahteraan yung lebih baik tanpa mecasa tereksploitasi Dengan kata lain kebijaksanaan olde telap barus metibatkaa fabtor internat dan if eksternal, yang tak lain merupakan potensi peluang dan sekaligus ancaman yang harus di-manage secava profesional Artinya sisi kebijaksamaun otda bukan merupakan suata strateyi disintegrasi, akan tetapi harus lebih mengacu pada nilai integritas, yaitu tidak saia integritas ekonomi, tapi juga dalam ial sosial-potivik, sexta budaya, Oleh karena itu strategi dan kebijaksanan otda harus dikaji secara makro, bukannya hanya tertokus pada aspek politis saja! Dengan kata lain, Sebijaksanaan otda tidak harus diartikan pada aspek hemerdekaan yang kemudian lebih mengacu pada disimegrasi Konseptual otda sebetusnya mengacu 2 hal, yaitu: (1) konsep sistem ‘otonom: daerah yang diperluas, dan (2) konsep negara federasi (Nopatre, 1999) Orientasi terhadap kebijaksansun orda menjadi suatu kekuatan bagi daerah ferufama setelah SI MPR tahus 3998 memberi power yaity dalam bentuk perimbangen keuangan pusat dan daerah, Artinya, bahwa otea yang diperluas akan sangat memungkinkan dacrah untuk melakukan optimalisasi semua resonrces-nya Simanfjuntak (7999) menegaskan dari Safian teoritis dan empiris ~ menunjuken adanya 6 faktor batasan utama bagi realise oda yaitu: aspek urusan/kewenangan, aspek kelembagaau, aspek personel, aspek perwakilan, aspek manajemen, dan aspek keuangan, Hal inj menunjuken babwa kajian tente eksploirasi finansial hanyalah bayian terkecil dari aspek otds, -meskipun| mempunyai nilai yang tidak Kalnh pentingnya (lerwama bagi sosiaiisasi dan kesejahteraan takyat) Kajian terhacap “aspek finansis!” ini pada casarnya harus tetap.mengaci pada mitai leoritis Keusnwan publik yang secara eksplisit justry menekenkan es Le 7 aspek periberdayaan-cfektifitas kontrol yaitu: “i doesn't matter where the money comes from, regardless whoever collects. Phe important thing is how ta cnnarod it 10 be effectivelly usecé” (ibid, 1998). Konsekuensi wrhedap otéa secare tidak Jangsung sempat menimbulkan kekhawatiran tentang bagaimana peran pemerintah anti, terutama terkait dengan aspek minimatisasi “vower" Bai ini pada dasarnya sejalan dengan penegasan Juora (2999) bahia ates akan menimbulkan 3 konsekuensi cil, yaltu pertanta: berkurangnys potensi SDM Pusat (nilai implikasinya yaily pada “penyeburan” SDM daeraly), hed minimalisasi_kekuase gti akibat terjadinya pelimpaban wewenung (konsekuensi dari arus reformasi), dan Aetiga: kemungkinan terul enya gap antar daerah karena upaya stirvived dan aspek core cmperence yang berheda Meski memicu kekhawatiran, ota tezap tidak akan dapat memindahkkan eran pusat daiam 4 bidang, yaite dalam hal pertahanan - keamanan, Iuar negeri idang peraditan dan scktor moneter, Dengan kata lain, semua bidang daput divpayakan untuk ditakukan proses desentralisasi (dan amu dipionomikun secura pays Br fersebul. Selain itn, hat realisast ova Juas), dengan pengecualian dalam 4 bida juga tetap harus mempertimbangkan beberapa aspek yaiu historis, efisiensi, akuuntabilitas dan sosio-kultural (fihat Argan J./) Bagan 1.1 keterkaitan antars sosio-kultural-historis de [menus] * ¥ Internal Resources ——— Dari bagan has bisa disimpulkan otda m clibatkan berbagai faktor, yaitu tak saja internal, tetapi juga eksterma! dalam tingkup yang Iuas. Konsekuensi terhadap berbagai faktor itu secara e an bagi akses splisit akan_-memungkin Pemberdayaan ekonomi daerah sehinyga redisteibusi resources bisa dilakukan secara optimal dan tidak lagi mengactr paca strategi “eksploitasi”, baik SDM. finansiil, SDA, maupun eksploitas! busaya Dengan kata lain, otda raernpakan suatu langkah positif bx an k pemberdayaan ekonomi daerah demi periwts anigan pusat-daerah, Selain itan dan daya itu, momentum pemberian otda harus menjadi suatu pemicu keban saing semua daerah sehingga akan meningkatkan nilai competitive udvantage antar daerah uniuk memacu kebang! jan dan kinerja daya saing davral secara makro, 8, Rumusan Masatuls Strateyi dan kebijaksanaan pemveniah dalam bentuk pemberian of femme prinsip nyata dan bertanggung jawab (proses awalnya bart dilak akan dengan penyerahan urusan pemeriniah pusat kepada 26 Daerah Tingkat Hf percontohan sejak tanggal 25 April 1995) temyats belum mampe merberikan hasil optimal, bahkan cenderung memicu sejamiah keinginan untuk melepaskan diri dari bagian Indonesia karena adanya sisi kesenjengan yang semakin huat (terufama dikaitkan dengan aspek eksploitasi dan ke: ceraan masyarakat daerah, that misal Kasus ‘Timor-Timer dan tunturan Aceh Oleh karen itu, imusen masala penelitian ini adalah: 7 1 agapa cenderung terjadi eksploitasi sumber daya, bak SDM atau SDA / Deere a af daerah, sementara kontribusi terhadap kesejahteran ma-yarakatuya | gen relasit rendah? \ 2, Mengapa cenderang muncul ras ketidakpuasan terbadap hasit pembangunan, terutama yang terkait dengan kebijaksanaan ofda? 3. Faktor apa yang menjadi penyebab terjadinya kecenderungan ketimpangan | antar daeraiy selama ini? 4. Bagaimana pengaruh, baik secara langsung atau tidak lanysung dari realitas ketimpangan anizs daerah tersebut? 5. Bagaimana altematif solusi untuk mer realitas kecenderungan tesjadiny | ntisipasi dan atau meminimatisasi | an tersebut? etimpang Tujuan Penelitian | , Sesuai dengan permasalahan yang telah dikemukakan penelitian ini bertujuan untuk mengetahui_kecenderungan terindinya fakta ketimpanvan antar daerah dan Kegagalan otda, serta faktor-faktor aa yang menjadi penycbabnya. Kansekuensi teshadap milai identitikasi permasaialian tersebul tentunya aia dapat dirumnuskan berbagai upaya dan sicategi peagenibangan otda yang secara tudak langsung akan dapat memacu kinerja perckonomian «lan PAD (orientasi otda dan perimba keuangan pusat - daerah) sert men 1 pendapatan masyarakat, Secara spesitis dala tujuan penetitian ini a 1. Untuk mengidentitikasi faktor-fakior yang menjadi pe (dan atau kegagalan) pelaksanaan otda 2. Untuk mengetahui berbayai faktor yang mempengaruhi Kondisi ketimpanyan antar daerah. 3. Untuk memahami adanya potensi pengaruh yang muncul dari kecenderungan ketimpangan dan kegagalan otonomi daerah 4, Untuk menentukan ragam alternatif solusi vang kiranya bisa meminimalisasi (dan atau menghambat) munculnya hal faktor-faktor penghambat pelaksanaan otonomi daerah dan dampak negatif yang muncul dari kegagalan tersebut. jambat pelaksanaan . Manfaat Penelitian Melihat kecenderungan terjadinya ketimpangan antar daerah yang makin kuat dan realita eksploitasi sumber daya (yaitu SDA - SDM) antar daerah serta urgensi pengembangan dan nilai pemberdayaan daerah untuk lebih menin wkatkan Kinerja perekonomian (daerah dan nasional), pendapatan asli daerah (PAD) dan memacu perbaikan income perkapita masyarakat serta hal penyerapan TK, maka penelitian yang terkai dengan strategi evaluasi Kebijaksanaan olda akan memberikan nile kontribusi makro yang berkelanjutan, tidak saja bagi pemda setempat, masyari setempat, tapi juga pemerintah pusat selaku kontroler, mediator, dan stabilisato Oleh karena itu, manfiat penelitian ini adalah 1. Memberi gambaran yang jebih jelos dan komprehensif tentang takto yang menjadi penghambat pelaksanaan dan atau ki otonomi daerah lan pelaksanaan 2. Memberikan suatu Klarifikasi tentang berbayal faktor yang mempengaruhi kondisi ketimpangan antar daerah, aru yang men 3. Memberikan suatu pemahainan tentang adanya potensi pe dari kecenderungan ketimpanyan dan kegagatan otonomi dacrah 4. Memberikan suatu alternatit solusi yang sekiranya dapat meminimaiisasi dan atau menghambat) munculnya fakior-faktor penghambat pelaksanaan otonom: daerah dan dampak negatif yang muncul dari kegagalan tersebu BAB IE TINJAUAN PUSTAKA patombab ini membahas tentang berbagai faktor yang menjadi pemicu daiam pelaksanaan otda, yaitu tidak saja faktor internal tapi juga eksternal, Hal pembalasan dalam bab ini yaitu terditi dari aspek retivemasi ~ otonomi, urgensi SDM dacrah, den perkembangan otda Reformasi - Otonomi “Ulam (2000) menegaskan ahwa otda tak bisa terlepas dati agenda reformasi dan ‘reform | merupakan satah satu ba Reformasi berarti menata ulang dal m vangka menuju arah perbaikan negara, hakekatnya melakukan perbaikan pada tiga unsur dasar kehidupan bernegara: (1) Sistem (Koustitusi dan Sistem Hukum Nasional), (2) Pemerintahan atau Penyelenggara Negara dan (3) Rakyat/Masyarskat, Alasan rasional atas reformasi sistem diperlukan yaitu karena sistem penyelenggarsan pemerintahan yang mendasarkan pada konstitusi UUD 45 sudah kurang cocok dengan dinamika perkembangan masyarakat. Selain itu reformasi penyetenggara pemerintahan mutlak diperiukan, Karena pemerintahan di masa lalu mengandung berbagai hambatan yang ki rang kondusif bagi proses penyelenggaraan pemerintahan, misainys seperti kasus kolusi, korups , nepotisme dan berbagai moral husurd yang lainnya, Mi akat atau rakyat juga harus direformasi karena adanya keadaan dan juga prilaku yang tidak sehat seperti kebedohan, kemistinan dan ketidaksabaran atau emostonal yang cenderung sangat kontradiktif Artinya, reformasi harus berlangsung pada tiga tataran tersebut secara komprehensif, sistematis dan konstitusional Terkait dengan urgensi reformasi terhadap sejumlah aspek datas, maka proses pelaksanaan otda berdasarkan UU No.2 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan ‘uga UU No.25 tahun 1999 tentang Perimban: 1 Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daefah pada dasarnya merupakan salah perangkat vang penting dalam kerangka perbaikan: sistem pe! saraan pemerintahan, ichususnya yaitu dalam menyangkut hubungan pemerint {pusat) dan dae Wloka), Disamping berbagai produk konstitusionil “dan perundang-undangan lainnya, Berdasar Undang-Undang tersebut, pelaksanaan otda akan menimbutkan implikasi yang luas baik di bidang politik, hukum/perundang-undangan, ekonomi dan sosial budaya. 1, Pengertian an asas otonomi Secara eksplisit, otda yaitu kewenang: daerah otonom untuk mengatut dan mengurus kepentingan masyara’ setempat menurut nilai prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat s ai dengan peraturan ps -undangan Mengacu paca nilai semangat kedua Und: dang gersebut maka tujyan ota yaitu dalam rangka menciptakan suatu kehidupan politik yang lebih demokratis, menciptakan sistem yang lebih menjamin bagi akses pemerataan dan keadilan, memungkinkan tiap daerah menggali potensi natural dan kultural yang dimtiiki dan kesiapan menghadapi tantangan era globalisasi, serta yang sangai penting adalah terpeliharanya Negara Ke atuan Republik Indonesia, Dengan kate lain otda yaitu sisi acuan pemerintah yang ingin melaksanakan pasal 18 UUD 1943 yaitu dengan melaksanakan otonomi yang luas, nyata dan bertan; ngjawab. Terkait dengan pengertian dan asas otonomi bahwa pada kedua Undang- ‘Undang tersebut terdapat tiga hal yang sangat substantif, yaitu menyangkut pembagian kewenangan, legislasi dan keuangan daerah, Pembabasan lebih detail atas ketiganya yaitu: a, Pembagian Kewenangan Kewenangan penyelenggaraan pemerintahan secara umum dibagi menjadi tiga, yaitu 1. Kewenangan daerah Adapun kewenangan daerah dapat digolongkan menjadi tiga, vaitu ertama: kewenangan maksimum: selurud bidang pemerintahan keeval kewenangan dalam bidang politik luar negeri, hal pertahanan keamanan. peradilan, moneter dan fiskal, agama, serta ke enangan bidang lainnya kedua: kewenangan minimum : pekerjaan umum, kesehatan, pendidiken dan kebudayaan, pertanian, perhubungan, inclustri dan hal perdagangan. aman modal, lingkungan hidup, pertanahan, koperasi dan te kerja, dan ketiga: kewenangan lainnya, misainya: (1) mengelola sumber li wilayatinya, (2) lingkun; aya nasional dan juga aspeic kelestari kewenangan di witayah laut: dalam eksplorasi, cksploitasi, konser pengelolaan kekayaan laut, aspek pengaturan kepentingan administrate, Kkan hukum terhadap peraturan yang pengaturan tata euang dan pene, dilimpahkan kewenangannyz oleh pemerintah dan juga (3) kepegawaian daerah: yaitu kewenangan untuk melakukan pengangkatan, pemindah pemberhentian, penetapan pensiun, gaji tunjangan dan hal kesejakteraan pegawai, serta pendidikan don pelatihan sesuai dengan kebutukan dan kemampuan daerah 2. Kewenangan Propinsi Kewena ingan Propinsi meliputi, pertama: kewenanyon propinsi sebagai daerah otonom mencakup kewenangan dalam hal pemerimahan yang bersifat lintas kabupaten dan kota, serta kewenangan dalam bidang pemerintahan tertentu lainnya, kedua: hal kewenangan propinsi sebagai daerah otonom termasuk juga kewenangan yang tidak atau belum dapat dilaksanakan oleh daerah Kabupaten dan daerah kota, dan yang Ketiga: kewenangan propinsi sebagai satwan wilayah admivistrasi_mencekup kewenangan dalam bidang pemerintahan yi ition kan kep gubernur seleku wakil pemerintah Kewenangan propinsi s i dacrahh otonom secara I diatur dalam PP No.25 tahun 2000 yang dikenal dengan 20 kewenangan jenangan tersebutt yaitu meliputi bidang: pertanian, sosial, kelautan, penataan ruang, pertambangan dan energi, pemukiman, kehutanan dan perkebunan, pekerjaan umum, perindustrian-perdagangan, pechubungan, perkoperasian, lingkungan hidup, penanaman modal. pengembangan otda, ketenagakerjaan, perimbangan keuangan, Kesehatan, hukwi dan b, perundang-undangan, pendidikan dan kebudavaan, politik dalam n dan administrasi publik Kewenangan Pemerintah (Pusat) Kewenangan Pemerintah (Pusat) bisa digoton kan menjadi dua, Pertama: bal kewenangan urium yaitu politik dalam negeri, pertahanian keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, dan yang kedwa: kewen lainnya yaitu menyangkut kebijakan tentang perencanaan nasional dan per ndalian pembangunan nasional secara makro. dana perimbangan keuangan, sistem adminisirasi negara dan aspek lembaue perekonomman negara, pembinaan dan hal proses pemberdayaan SOM, pendavagunaan sumber daya alam serta teknologi tingyi yang strategis, konservasi ¢: standardisasi nasional Kedua Legistasi. Dalam rangka pelaksanaan otda, daerah berwenar untuk menetapkan berbagai peraturan yanz disebut Peraturan Daerah (Pera), Beberapa hal pentin menyangkut Perda dalam Undang-Undang No.22 tahun 1999. antara lain: 1. Kepala Daerah menetapkan perda atas persetujuan dari DPRD dalam rangka penyelenggaraan otda dan juga penjabaran lebih kanjut dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi 2. Perda tak boleh bertentangan dengan hal kepentingan umum, Perda Jain dan juga peraturan perurdang-undangan yang lebih ting Perda dapat memuat hal ketentuan tentang pembebanan biaya paksaan penegakkan hukum, se(uruhnya atau sebagian kepada pelany 4. Perda dapat memuat ancaman pidana kurungan paling la balan atau denda seban ama enim Lina jute -banyaknya Rp. $.000.000,00 rupiah) dengan atau tidak merampas barang tertentu untuk Dacr kecuali jika ditentukan lain dalam peraturan perundang-undangaa. ¢. Keuangan Daerah, Masalah yang sangat penting dalam aspek kerangka otda adalah menyangkut pembagian/perimbangan pusat dan daerah, Perimbanyan keuangan pusat dan daerah sangat penting karena sesungguhnya keadi!an harus meiiputi dua ha keadilan politik dan keadilan ekonomi, Dalam kerangka itulah pengaturan masalah ini termuat dalam kedua Undang- Undang tersebut dan lebih spesifik diatur dalam berbagai_ peraturan perundnag-undangan fainnya, Beberapa hal penting vang termaktub dalam undang-undang tersebut, antara lain 1, Hal pembiayaan penyel an pemerintah, yaitu terdiri dari pertama: penyelenggaraun tugas Pemerintah Daerah dan DPRID dibiayai dari den atas beban APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) dan yang kedua: penyclenggaraan tugas pemerintah di daerah dibiayai dari dan atas beban APBN 2. Sumber pendapatan daerah, terdiri dari pertama: pendapatan asli daerah (PAD), yaitu : hasil pajak daerah, hasil ret-ibusi daerah, hasil perusahaan miliki Daerah, dan hasil pengelolean kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah, kedua: dana perimbangan, ketiga: pinjaman daetah, dan keempar: lain-lain pendapatan daerah yang sal menurut perundangan. 3. Hal prosentase dana perimbangan terdiri dari pertama: dana perimbanean (1) bagian daerah dari sisi penetimaan Pajak dan Bumi Bangunan (PBB), Bea perolehan Hak atas Tanah dan Rangunan, dan jugs penerimaan dari sumber daya alam, (2) dana alokasi umum (DAU) yang dalam beberapa pemberitaan disinyatir telah terjadi kebocoran dalam jumlah yang sangat besar, dan (3) dana alokasi khusus, kedwa: bagian daerah dari Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan sektor pedesaan, perkotaan dan perk-bunan serta Bea petolehan Hak atas Tanah dan bangunan, diterima kings oleh deraly penghasit, Ketiga: bagian daerah dari penerimaan Pajak Bemi dan Bangunan sektor pertambangan serta kehutanan dan penerimaan dari sumber days alain diterima oleh daerah penghasil dan daerah yang lainnya untuk pemerataan sesuai dengan peraturan perundang-undangan, keempat: hasil penerio Negara dari Pajak Bumi dan iangunan di bagi dengan nilai imbatan 10% untuk Pemerintah Pusat dan sisa 90% untuk daerai, kelimaz penes Negara dari Bea Perolehan hak atas Tanah dan Bangunan dibagi deng imbangan 20% untuk Pemerintah Pusat dan 80% untuk daerah, keenum: 10% penerimaan PBB dan jugt 20% penerimaan Bea Perolehan Hak ites Tanah dan Bangunan yang menjadi bagian Pemerintah Pusat dibagikan kepada seluruh Kabupaten das Kota, Ketisjuh: penerimaan negara dari sumber daya alam sektor kehutanan, sektor pertambangan umum dan juga sektor perikanan dibagi dengan nilai imbangan 20% untuk Pemerintah Pusat dan sisa 80% untuk pemerintal daerah, kedelapan: penerimasn Negara dari sumber daya alam sektor pertambangan minyak dan gas alam yang dihasilkan dari wilayah daerah bersangkutan dibagi dengan imbangan sebagai berikut: (1) penerimaan ‘Negara dari pertambangan minyak bumi yang berasal dari wilayah dacral setelah dikurangi komponen pajak sesuat dengan ketentuan yang berlaku dibagi dengan imbangan 85% untuk Pemerintah Pusat dan 15% untuk daerah, dan (2) penerimaan negara dai nilai pertambangan gas sam yang berasal dari wilayah daerah setelah dikurangi hal Komponen pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku dibagi dengan nilai imbangan 70% untuk Pemerintah Pusat dan 30% untuk daerah. Jika dicermati dari beberapa hal penting yang terkandung dalam kerangka otda, maka otonomi diberikan kepada daerah meliputi empat aspek wlan yaitu otonomi politik, otonomi hukum, otonomi ekonomi dan otonomi budaya. Otonomi Politik menyangkut proses-proses pengambilan keputussin poitik terutama menyangkut hat p nentuan kepemimpinan daerah, Qtonomi hukum menyangkut aspek Kewenangan penyusunan peraturan daerah sesuai dengan nilai kebutuhan dalam penyelenggaraan otonomi. Otonomi ekonomi menyangkut kewenangan pengelolian dan penggalian sumber daya ekonomi dan keuangan di dacrah, Terakhir, sedangkan otonomi bday, menya kewenangan memelihara tradisi dan kultural di daerah Dari kedua Undang-Undang tencang otda tersebut, dapat disimputkan bahwa Pemerintah Pusat dengan kewe! angannya bertindak sebagai interegator di bidang politik, hukum, keamanan, sosial budaya dan juga bertindak sebagai stabilizer di bidang pembagian’perimbangan kevangan pusat dan daerah. . Implikasi politik, hukum, dan ekenomi Jika proses otonomisasi bisa berjalan baik, difarapkan akan erimplkasi secara positip yaitu baik di bidang politik, hukum, ekonomi, sosial aan jes budaya. Harapan ini tidak lain adalah sesuai dengan sebayaimana yang telah dimaksudkan daluin konsideran iedua_undang-und tumbuhnya kehidupan politik yang demokratis, tumbuhnya aspek pemerataan dan adilan, teraktuali asinya pot rah, kesiapan si dan keanekaragaman menghadapi globelisasi, adanya sistem - proses pembanguran yang merata di seluruh daerah, munculnya kepemimpinan ¢ erah (Kepala J DPRD) yang legitimate dan adanya tertib hukum. Realisasi otda akan memberikan dampak positif di bidang ekonomi bagi perekonomian dacrah, jika prakteknya mendapat dukuny a penuh oleh daerah, Untuk # perlit aspek kesiapan daerah otonom. Dengan kata lain, ota merupakan peluang yang harus cimanfaatkan, baik oleh pemerintah daerah maupun masyarakat, Untuk antisipasi pelaksanaan ofonomi, maka diperlukan berbayai kesiapan, seperti 1, Hal proses perencanaan pembangunan daerah yang terarah, te perencanaan dan penyusunan APBD. Alasan rasioan alas aspek ini yailss karena APBD merupakan sisi kebijakan pembangunan dacrah secara makto yang bersifat iahunan, Kemampuan Pemda dalam membangun dapat dilihat ari nilai kemampuan mengelola anggaran pembangunannya secare lebih efisien. Perencanaan prograny/proyek pembangunan disesuaikan dengan kemampuan pemerintah daerak dalam menggali sumber pendapatan daerah sendiri, yaitu seperti misalnya PAD 2. Periu kesiapan SDM aparatur Pemda, Ini merupakan hal yang sanga mendesak karena menjadi unsur penting atas keberhasilan otda. Aparatur pemerintah daerah yang meiakukan Kebijakan otda kepada masyarakat di daerahnya. Oleh sebab itu, SDM pemda perlu ditingkatkan kualitas keahliannya atau spesialisasinya masing-masing sesuai dengan sisi Kebutuban pembangunan di daerahaye. Selain aspek kesiapan SDM aparatur birokrasi daerah, proses peningkatan kualitas SDM di daerah juga akan menunjang pervepatan pembangunan ekonomi daerah, Akses partisipasi yang tinggi rakyat secara langsung akan memberi dampak pada peningkatan kesejahteraan mereka. Artinya, dengan SDM yang berkualitas, perekonomian di daerah akan semakin kreatif dan berkembang dengan terciptanya berbagai peluang ckonorai/bisnis, Hal int kaligus menunjukan dahwa jiku SDM tidak disiapkan, maka suaiu daerah akan Kebanjiran SDM dari daerah lain, yang didorong intensitas mobilitas tenaga kerja yang profesional dan berkualitas antardaeralt otonom sangat tinge’. Di samping kuelitas SDM, Pemda juga perlu untuk mempersiapkan berbagai infrastruktur sebagai perangsang bagi calon investor untuk dapat menanamkan modainya di daerah. 4, Peran DPRD dalam peluksanaan otonomi daerah sangat penting. DPRD berwenang mengawasi berbagei proyek pembangunian dan juga kevangan daerah melalui APBD yang telah disetujui DPRD. DPRD memiliki peran yang sangat besar yaitu menjadi spuring partner yany baik bagi Kepala Daerah, Secara politis nasib otda digantungkan kepada Kepala Daerah dan DPRD yang bersangkutan Adanya berbagai pertimbangan yang menjadi faktor dalam menunjang keberhasilan realisasi otda, maka sangat beralasan jika indikator dalam agenda pelaksanaan pembangunan menjadi suatu batasan minimal yang harus dicapai Terkait hal ini, behwa beberapa indikator ekonomi keberhasilan suatu daerah melaksanakan otda yaitu 1, Terjadi peningkatan pertuinbuhan ekonomi daerah (PRB) riil. Dengan meningkatoya PDRB riil, maka akan mendorong peningkatan pendapatan per kapita. 2. Terjadinya kecenderungan peningkatan inves (PMA) maupun domestik (PMDN), 3. Kecenderungan semakin berkembangnya prospek bisnisiusaha di daerah 4. Adanya Kecenderungan meningkainya Kreatifitas Pemda den ju masyarakatnya asi baik itu investesi asing B. Urgensi SDM Daerah I, Dari penjabacan digtos menunjukitn bahwa SDM menjadi salah satu faktor ins L atas pelaksanaan otda. Meskipun demixian pengalihan sum dacrah 1 daya kepad yang secara normatif merupakan faktor kunci keberhasilan otda. teenyata tetap saja smenyimpan sisi-sisi tersembunyi yang justru dapat menghamiat pemandirian dan demokratisasi di daerah (Utomo, 2000). Oleh karena it agar kebijakan pengalihan sumber daya dapat mencapai suatu hasil sesuai yang diinginkan, daerah Propinsi maupun Daerah Kabupater’Kota perlu melakukan upaya-upaya persiapan secara matang. Adapun persiapan yang selayaknya ditempuh adalah melakukan evaluasi cetladap sisi potensi keuan jan dan aset daerah, yang meliputi sumber-sumber dan besarnya pendapatan caerah saat ini maupun ase! Pusat seria sumber-sursber dan besamya pendapatan daerah yang akan d ahkan kepada daerah 1. Hubungan Kewenangan Pemerintah Daerah Yang perlu dicermati disini adalah bahwa lahirnya UL) Nomor 22 tahun 1999 akan menyebabkan urusan pemerintahan menumpuk i Kabupaten/Kota. Konsekuensinya, beban kerja KabupatervKota akan semakin berat yang jika tak bisa dilaksanakan dengan baik justru akan mengakibatkan nilai kerug masyarakat paca urumnya, Untuk mengantisipasi hal ini, maka UU Nomor tahun 1999 menyatakan bahwa : kewenangan pemerintahan yang diserahkan ke daerah dalam rangka cesentralisas! harus disertai penyerahan cin pengalihan 1 SDM ses pembiayaan, sarana dan prasarana, sei i de 0 Kewenangan vang diserahkan tersebut (pa 8). Secara filosofis, pasal ini dimaksudkan sebagai menunjang keberhasilan otda Sebagaimana dikemukakan oleh Riwukaho (1988), terdapat empat faktor s otonomi, vakni SDM, /syarat yang perlu diperhatikan dalam menjalankan tug: keuangan, peralatan, serta organisai dan manajemen, Dengan kata fain, bahwa implementasi pasal 8 UU Nomor 22 tahun 1999 secara baik akan menjadi conditiv sine qua non bagi keberhasilan kebijakan desentralisasi di indonesia, Logikanya, bahwa penambahan kewenangan yang disertai deng, o penambahan akan menimbulkan permasalahan yang fundamental Meski demikian harus diakui bahwa tidak semua Kabupaten/Kota mampu menyelenggarakan kewenangan sebagaimana diinginkan oleh UU. Hal pangkal permasalahannya tidak saja terletak paca kewajiban untuk menyetenggarakan kewenangan yang jumlahaya membengh cara tiba-tiba, tetapi melekat juga pada proses, pengaiihan berbagai sumber daya dari Pusat ke Daerait. Deny kata lain, terdapat indikasi kekurangsiapan Kabupaten/Kota dalam menerapkan otonomi Iuas menurut UU Nomor tahun 1999, Hal indikasi kekurangsiapan daerah ini secara umum tercermin pada tiga dimensi, yaita SDM, finansial atau keuangan, serta manajemen (lermasuk didalamnya teknologi atau metodolog Pada dimensi SDM, telal banyak dikeluhkan mengenai kualitas kondisi PNS di Indonesia yang masih cuikup memprihatinkan, Bahwa data tabun 1991 menunjukkan hanya 7 % pegawai bergelar Sarjana (SI keatas), 9,8 % bergelar sarjana muda, serta 58,6 % berpendidikan SLTA dan sisanya berpendidikan SLTP dan SD. Disisi lain, dapat dikatakan telly berkenb ny kecenderungan birokratisasi parkinsonian (Parkinson's Law), dimana terjadi laju pertumbuhan jumlah personil dan pemekaran struktur dalam birokrasi secara tidak terkendali Pemekaran yang terjadi bukan karena tuntutan fir pi sematta-mata untuk memenuhi tuntutan struktur. sh Disamping itu, terdapat pula hal kecenderungan terjadinya biroktetis orwellian yakni suatu proses pertumbuhan kekuasaan birokrasi atas masyarakat, sehingga kehidupan masyarakat menjadi dikendalikan oleh birokrast ¢Durwin dalam Arfani, 1996). Akibatnya, bicokrasi Indonesia menjadi makin membesar (big bureaucracy) dan cenderung inefecktit - inefisien, Pada kondisi demikian, sangat sulit diharapkan daerah sinp daa mampu melaksanakan kewenangan= kewenangan barunya secara optimal fakia ens Selanjytnya pada dimensi fin k menuniukkan bahwa perimbangan keuangan antara Pusat dan Dacrait selamna ini bel menuajukkan keserasian hubungan, Artinya, nilai sumber pembiayaan asti di daerah (PADS) masih terlalu rendah dan tergantung kepada bantuan pemerintih Pucat Dari hasil penelitian yang pernah dilakukan UGM dan Depdagri misalnya, cari 229 Kabupaten/Kota yang diteliti, tercatat 71,23 % iwemiliki PAD kurang dari 20% kemudian 22,26 % ber-PAD antara 20,1 % hingga 40 %, serta harya 5,83 % yang memiliki PAD lebih dari 40% (Sulistvo, 7995). Kondisi serupa juga ditunjukkan oleh Kano (1995), ba wwa dari seluruh penerimaan kotor seluruh Kabupaten/Kota di Indonesia, sebesar 70 % merupakan grunt dan subsidi yang 1 ini tidak sexy disediakan pemerintah Pusat dan Peapinsi. Jika perimba direvisi secara adil - proporsional, mustuhil pula kewenangan Kabupaten’Kota dapat berjalan secara efektif dan efisien. Adapun pada dimensi manajemen, kelemahan daerah dapat diama secara kualitatif dalam hat masih tingginys ketidakpuasan masyarakat terhadap jasa pelayanan publik yang diteriman: a, Faktor penyebab dari rendahnya kinera ini dapat berasal dari kurat a akses pengyt an teknologi canggih, penetapan prosedur pelayanan yar Kurang tepat, lemahnya koordinasi internal, kurang terkendalikannya fakta pemborosan - pembocoran, dan sebagainya. Menging kenyataan bahwa Kabupaten/Kota masih menghadapi + keterbatasan maka Nomor 22 tahun 1999 memberikan elternatif kebijakan manakala daerah belum siap atau belum mampu melaksanakan hal kewenangan tertentu, Alternatif yang ditawarkan adalah diperkenankan ba Kabupaten/Kota untuk melimpahke atau mengalihkan kewenangan tersebut kepada Propinsi, dengan catatan bahwa kewenangan tadi tidak termasu TH kewenangan wajib sebagaimana ditetapkan dalam pasal 11, Yang terpenting dart hal ketentuan ini adalah agar tidak sampai terjadi Kekosongan dalam sisi penyefengyaraan jenis pelayanan tertentu kepada masyeraket Satu hal yang perlu ditekankan disini edatah bahwa kewenangan propinsi yang merupakan penyalihan dari KabupatenKola ini tiduk bersitat pervsanen Propinsi justrw harus membina - membaniu Kabupaten/ota yang bersangkutan hingga mampu untuk menyelenggsiaksn sendiri kewenangan tersebu. Bentuk bantuan Propinsi kepada Kabupater/Kota ini dapat berupa hal bantuan teknis, Bantuan dana, bantuan mangjemen, maupuni batuan personil, Actinya pada saat Kabupaten/Kota sudah diengeap lebih m pu makai Kewenangan tersebut harus dikembalikan. Hal mekanisme pengalihan kewenangan Kabupaten’Kota kepada Propinsi ini menurut konsep Menteri Negara Otonomi Daerah harus dilakukan sebagai berikut : 1) Bupati/Watikota harus menyanipaikan pada Gebernur dan Presiden, 2) Presiden menugaskan DPOD untuk mengkaji, 3) Presiden dapat menolak atau menyetujui berdasarkan saran OPOD, 4) Jika ditolak, 1 ka hal kewenangan tersebut tetap dilaksaenkan oleh Kabupaten/Kota, dan 5) Jika hal itu disetujui, kewenangan tersebut dfiaksanakan oleh Propinsi Pengaturan mekanisine diatas secara rasional memang cukuip bai namun sobstansial masih mengandung beberapa hal keburasgan, Dafa hubungan ini, beberapa kritik perlu dikemukakan mencakup erapat hal yaitw Pertama: pedoman tenteng tata casa pengalihan kewenangan tersebut belum menetapkan alasan-alasan atau Jandasan pemikiran yang dapat dijadikan konsiderasi bagi Kabupaten/Kot untuk mer kew fihkan sebag anya. Hal demikfan dapat peluang negatit yang dimanfaatkan Kabuparen‘Kota untek 7 mengalihkan setiap kewenangan yang tak disukai atau yang tidak memberikan Komtribusi terhadap penerimaan daciahaya. Oleh Karena ily, perlu ditentukan krriteria-kriteria yang obyektif untuk menjamin babwa hat penyalihan tersebut ‘benar-benar dipertukan Kedua: penjelasan pada pas al 9 UU Nomor 22 tahun 1999 menegaskan tentang perlunya nilai pernyataan Kabupaten/Kota yang bersanykutan sebeluin dilaksanakannys pengalihan Kewenangan, Ketentuan ini belum jes dar’ sisi pelaku dan bentuk hukumnya, Dar’ sisi pelaku, apakal pernva nia cukup dilakukan Bupati/Walikota ataukah memeriukan persetujuan DPRD. Sementaia dari sisi bentuk hut umniya, apakeh pemyataan fadi harus dituangkan dalam perda, Keputusan Kepala Daerah, rexomendasi, atau cukup surat dinas biasa Hal-hal seperti ini jelas membutultkan Klacifikast agar tidak terjadi kerancuan sistem pemerintahan dacrab, khususnya dalam sistem tata naskah peraturan perundangan Ketlgaz eberadaan Propinsi sebagai pihak yang menerima pengalihan, terkesan tak diperhatikan proses pertimbanga Artinya peran propmsi baru terbatas menerima usutan dari Bupati/Walikola, namun tidak disertakan proses penetapannya. Dalam hal pemberdayaan - demokratisasi deerah, ketentuan ini bisa dikatakan tidak layok. Oleh kacena itu, meski unsur Propinsi sesumgguhnya sudah terwaXili dalam DOPOD melatui Asosiasi Pemerintats Daerah tapi Propinsi sebagai Kesatuan dacral otonom tetap perlu untuk lebik dilibatkan dalam proses Pengambitan keputusan yang menyangkut pengalihan kewenangan tersebur. Keemput: daiam konsep Menteri Negera Otonomi Daerah dinyatak 7 bahwa jike usulan pengeliban kewenangan ditolak, kewenangan tersebut tetap dilaksanakan oleh Kabupater/Kota Permasalahannya jika kewenangan itu tetap ada i Kabupaten/Kota, sedang Kabupaten/iKota Dersangkutan secara obyehtif tak memiliki kemampuan, maka akan terjadi hal kemandegan penyelengearaan ‘ewenaugan den pelayanan tertentu. Ofeh Karena itu akan sangat baik jika sejak saat ini pemerintah telah menetapkan kondis kondisi cbyektif yang

You might also like