PROSIDING
aE
Pertemuan dan Prese
Standardisasi 2014
Penelitian dan Pengembangan Standardisasi
Meningkatkan Daya Saing Produk Nasional
dalam Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN
(MEA) 2015
~~
¥ = Ey,
BSN)
Jakarta. 13 November 20141
2
3
4
5
6
7
ISSN 0853-9677
PROSIDING
PERTEMUAN DAN PRESENTAS| ILMIAH
STANDARDISASI
Jakarta, 13 November 2014
PEMBINA
Drs. Kukuh S. Achmad, M.Sc {
(Deputi Bidang Penelitian dan Kerjasama Standardisasi)
PENYUNTING AHLI
Prot. Dr. ir. Tien R. Muchtadi, MS
Prot. Ir. Himawan Adinegoro, M.Sc
Prot: ir. Sasi Kirono, M.Sc
Prot. Dr. Yeyet Catryati S, Apt
Prof. I. Jimmy Pusaka, M.Sc
Prot. Dr. Ir. Carunta M, Firdausy, MA
Prof. Dr. Ir. Suprapto, M.Sc, FPE, IPM
8
9
10
"1
12
13
4
Prof. Dr. Ir. Agus Taufik Mulyono, MT
Drs. Sunarya, Apt, DFT, MIFST, Ph.D
Dr. Rosmawaty Peranginangin
. Udin S. Nugraha, MS, Ph.D
‘Suryadi, M.Sc
Tience Darmiati, M.Sc
Ir, Abdul RivaiKATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan yang Maha Esa atas berkah dan
rahmat-Nya sehingga kegiatan Pertemuan dan Presentasi limiah Standardisasi
(PPIS) yang dilaksanakan di Jakarta Convention Center (JCC) pada tanggal 13
November 2014 dapat terselenggara dengan baik
Di era perdagangan bebas saat ini, standar menjadi salah satu aspek
penting. SNI yang merupakan standar nasional bangsa, perlu memperoleh
dukungan dari berbagai pihak agar dapat memperoleh kepercayaan masyarakat dan
dunia. Melalui penelitian dan pengembangan di bidang standardisasi, dinarapkan
dapat berkontribusi terhadap pengembangan SNI. Oleh karena itu, dalam
Penyelenggaraan Pertemuan dan Presentasi limiah Standardisasi ini, kami
mengangkat tema “Penelitian dan Pengembangan Standardisasi Meningkatkan
Daya Saing Produk Nasional dalam Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN
(MEA) 2015".
Prosiding ini menyajikan 26 makalah hasil seleksi dari penyunting makalah
yang mencakup aspek standar, mutu, penilaian kesesuaian, pengujian, dan
metrologi di berbagai bidang. Selain itu, prosiding ini juga memuat hasil diskusi
selama kegiatan berlangsung,
Kami mengucapkan terima kasih kepada Pimpinan BSN, khususnya Kepala
Puslitbang Standardisasi BSN, Mitra Bestari selaku tim penilai dan semua pihak
yang telah membantu terselenggaranya Pertemuan dan Presentasi tlmiah
Standardisasi (PPIS) tahun 2014. Harapan kami, semoga prosiding ini dapat
bermanfaat bagi pengembangan standardisasi di Indonesia.
Jakarta, November 2014
Puslitbang Standardisasi- BSNDAFTAR ISI_
Kata Pengantar
Daftar Isi
1
10,
"1
ie
13,
Evaluasi Ruang Dengung Sebagai Ruang Uji Absorpsi Bunyi
dengan Metode ASTM C423
Fefen Suhedi
Evaluasi Penyebab Kegagalan Bangunan Turap di Sebuah Sungai
dengan Aplikasi SNI 03-2847-2002
Tri Handayani
Minimalisasi Ground Vibration Peledakan dengan Pendekatan
Konsep Interferensi Gelombang Berdasarkan SNI 7571:2010
Basu Mandhira, Aref Pranowo, dan Dwi Handoyo Marmer
Pengecekan Antara Pressure Balance Standart Sebagai
Implementasi Jaminan Mutu Laboratorium Tekanan Puslit
Metrologi LIP! sesuai dengan SNI ISO/IEC 17025:2008
‘Adindra Vickar Ega dan R. Rudi Anggoro Samodro
Penentuan Batasan Kendali dalam Jaminan Mutu Pengukuran Laju
Aliran Air dengan Pengukur Aliran Jenis Turbin pada Rentang Ukur
130 ~1300 Liter/Menit
Jalu Ahmad Prakosa dan Bernadus H. Sirenden
Pengaruh Arus Terhadap Nilai Resistansi dari Resistor ‘Standar 1
ma
Muhammad Azzumar dan Agah Faisal
Penguatan Pelapisan Polyurethane pada Material Roda Gigi Sproket
Sasi Kirono
Aplikas! SNI 02-0331-2011 dan Metalografi untuk Menentukan
Kualitas Cangkul Produksi Industri Kecil di Jawa Barat
ham Hatta
Penerapan Model Persamaan Distribusi Titik Didih untuk
Menentukan Sifat Penguapan Biodisel pada Distilasi ASTM D1160
‘sesuai Standar SNI
Muhammad Fuad
Kajian Penyakit Rabies di DKI Jakarta
Inanusantri
Kajian Kasus Kematian Unggas di DKI Jakarta
Inanusantri dan Erawati
Teknologi Pelilinan dan Tingkat Ketuaan Sebagai Standar
Penanganan Pascapanen Manggis untuk Pemasaran Ekspor
Kun Tanti Dewandari dan Dondy ASB
Aplikasi ASTM untuk Pengujian Ketahanan Korosi AIMg2 dan
Stainless Stee!
10
2
43
55
67
78
88
104
118
129
139
150
een14
15
16
17
18
19
20
21
24
25
26
Rosika Kriswarini, Dian Anggraini, Yanlinastuti, dan Maman Kartaman
Kajian Mutu Sol Luar untuk Sepatu Pengaman
Hesty Eka Mayasari dan Aprial Purwanto
Integrasi Sistem Manajemen Mutu dalam Peningkatan Kinerja
PTBBN-BATAN
Masripah dan Farida
Aplikasi SNI 19-3964-1995 dalam Pengukuran Timbulan dan
Komposisi Sampah di Kawasan Perkantoran dan Wisma (Studi
Kasus : Werdhapura Village Center, Kota Denpasar)
Made Widiadnyana Wardiha dan Aris Prinandono
Pengaruh Intellectual Capital terhadap Pengembangan Mutu Produk
dan Dampaknya Terhadap Daya Saing pada Industri Kecil dan
Menengah di Kota Jambi
‘Susi Desmaryani
Karakterisasi Mutu Fisikokimia Gelatin Kaki Ayam
Miskiyah dan Juniawati
Penerapan Standar ASTM F1182-07(2013) untuk Perlindungan
Korosi pada Pelat Baja Kapal AISI E 2512 di Air Laut
‘Amin Suhadi dan Lia Pongsapan
Evaluasi Pengelolaan Sistem Informasi Administrasi Kependudukan
Kemendagri dengan Indeks Keamanan Informasi SNI ISO/IEC
27001:2008
‘Agus Fanar Syukri dan Almira Uswatun Khusna
Pengembangan Perangkat Renograf untuk Diagnosis Fungsi Ginjal
dan Brakiterapi Afterloading Untuk Terapi Kanker Serviks Karya
Anak Bangsa
Jepri Sutanto
Penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI) pada Usaha Tani Padi
Organik Desa Lubuk Bayas Sebagai Model Pertanian Bioindustri di
Kabupaten Serdang Bedagai
Wasito dan Miskiyah
Pengembangan Kebutuhan SNI Energi Surya dan Fotovoltaik
‘Sebagai Energi Terbarukan Mendukung Program Smart Grid dan
Masyarakat Ekonomi ASEAN
Bendjamin B. Louhenapessy
Kajian Standar’ Nasional Indonesia Biji Lada Putih di Provinsi
Kepulauan Bangka Belitung
Bayu Saputra
Kebutuhan Pengembangan Standar Nasional Indonesia (SNI) pada
Kegiatan Ekonomi Utama (KEU) Pertanian Pangan dalam
Mendukung Program MP3E!
Ary Budi Mulyono
Perumusan Strategi Pengendalian Mutu Produksi CPO (Studi Kasus
Hal
187
168
177
192
214
222
234
252
266
280
314
328
340Hal
‘Sebuah PKS di Sumatera Utara) z
Donald Siahaan, Christin Imelda Girsang dan Endang Gumbira Said
Hasil Diskusi/Tanya Jawab 365Prosiding PP! Standardisasi 2014 — Jakarta, 13 November 2014
KARAKTERISASI MUTU FISIKOKIMIA GELATIN KAKI AYAM
Miskiyah dan Juniawati*
Abstrak
Kaki ayam tergolong limbah pada, industri pemotongan ayam, walaupun sebagian
masyarakat masih memanfaatkannya untuk olahan pangan, Salah satu upaya
Pemanfaatan kaki ayam adalah dengan melakukan proses ekstraksi menjadi gelatin.
Gelatin merupakan suatu jenis protein yang diekstraksi dari jaringan kolagen kulit,
tulang atau ligamen (jaringan ikat) hewan. Gelatin mempunyai tingkat penggunaan dan
nilai jual yang cukup tinggi, yang berfungsi sebagai bahan pengisi, pengemulsi,
Pengikat, pengendap, pemerkaya gizi. Tujyan penelitian adalah mempelajari potensi
gelatin yang diperoleh dari kaki ayam melalui proses ekstraksi dan karakteristik mutu
fisikokimianya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa gelatin kaki ayam mempunyai
Potensi untuk dikembangkan menjadi salah satu alternatif sumber gelatin selain sapi
dan ikan. Ketersediaan bahan baku kaki ayam yang melimpah dan relatif murah,
sehingga diperlukan biaya yang cukup murah untuk bahan bakunya. Proses ekstral
Gelatin cukup sederhana dan dapat dilakukan dalam skala rumah tanga. Hasil analisis
‘Menunjukkan bahwa karakteristik mutu fisik dan kimia gelatin kaki ayam secara umum
memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan dalam standar mutu SNI gelatin. Gelatin
kaki ayam memiliki derajat keputihan 54,27, viskositas 10 cPs, pH 6,86, kelarutan
93,62%, kadar air 6,13 %, kadar abu 0,86 %, kadar protein 88,17 %, kadar lemak
4,08%,
Kata kunci: gelatin, kaki ayam, ekstraksi, karateristik fisixo kimia
Abstract
Barefoot is waste in chicken slaughter industry, although some people still use it as
food product. One effort to utilize barefoot is extracted it becomes gelatine. Gelatine is
@ protein substance derived from collagen, a natural protein present in tendons,
ligaments, and tissues of mammals. Gelatine has high utilization and sale value as
filer, ernulsifier, binder, precipitater, enricher. This research was aimed to study about
Potency of gelatine from barefoot that obtained by extraction process and to study its
physicochemical characteristic. The results show that gelatin from barefoot is potential
‘0 develop as an alternative source of gelatine beside cow and fish. The availabilty of
barefoot is quite abundant and cheap, so fairy low cost of raw material. Extraction
Proccess is simple and can do in home industry. Physicochemical characteristic of
barefoot gelatine commonly was appropriated with the requirements of SNI of gelatine.
Barefoot gelatine has whiteness level 54,27, viscocity 10 cPs, pH 6,86, solubility 93,62
%, moisture 6,13 %, ash 0,86%, protein 88,17 %, fat 4,08 %.
Keywords: gelatine, barefoot, extraction, physicochemical characteristic
“Balai Besar Penelitian dan Pengembangan PertanianProsiding PPI Standardisasi 2014 - Jakarta, 13 November 2014
4. PENDAHULUAN
Kaki ayam merupakan salah satu limbah yang dihasilkan dari Rumah Pemotongan
‘Ayam (RPA) dalam jumlah yang cukup besar. Jumlah pemotongan ayam broiler di
Indonesia pada tahun 2011 sebanyak 1.270.440 ton (1.270.440.000 kg). Bila berat
ayam potong 1,5 kg per ekor maka jumlah ayam yang dipotong pada tahun 2011
adalah 846,960.000 ekor dan jumlah potongan kaki ayam yang dinasilkan
1.693.920.000 potong (Huda et al, 2013).
Kaki ayam terdiri dari Komponen kulit, tulang, otot dan kolagen yang berpotensi
untuk diolah menjadi produk yang mempunyai nilai tambah. Kaki ayam mempunyai
kadar protein 84%-90%, 1-2% mineral, dan air dalam jumiah kecil (Poppe, 1992)
Kolagen merupakan protein utama yang menyusun sekitar 30 % dari total protein pada
tubuh hewan (Pati et al, 2010). Kolagen banyak terdapat pada jaringan tubuh seperti
kulit dan tulang (Lanza et al, 2007). Tingginya kandungan protein pada kaki ayam
khususnya protein kolagen (Brown ef al, 1997) membuka peluang untuk diolah lebih
lanjut menjadi gelatin.
Gelatin merupakan produk alami yang diperoleh melalui hidrolisis parsial
kolagen dari kulit, tulang dan jaringan serat putih (white fibrous) hewan (Morisson et al,
1999). Gelatin termasuk protein yang unik karena mampu membentuk gel yang
thermo-reversible dengan suhu leleh yang dekat dengan suhu tubuh, serta larut dalam
air. Gelatin merupakan polipeptida dengan bobot molekul tinggi, antara 20,000 g/mol
‘sampai 250,000 g/mol (Krenan, 1994 datam Sulistyawati, 2009).
Gelatin sebagai hidrokoloid yang berasal dari hewan sangat efektif dalam
membentuk gel. Satu bagian gelatin dapat mengikat 99 bagian ait untuk membentuk
gel. Efektifitas gelatin sebagai pembentuk ge! berasal dari susunan asam aminonya
yang unik. Gelatin berbeda dengan hidrokoloid lain, karena kebanyaken hidrokoloid
adalah polisakarida seperti karagenan dan pektin sedangkan gelatin merupakan
protein yang mudah dicema mengandung semua jenis asam amino esensial kecuali
triptofan (Mariod dan Adam, 2013). Susunan asam aminonya mempunyai kemiripan
dengan kolagen, dimana glisin sebagai asam amino utama (2/3 dari selurun asam
amino penyusunnya) dan 1/3 asam amino yang tersisa diisi oleh prolin dan
hidroksiprolin (Chaplin, 2005).
Gelatin mempunyai sifat larut dalam air, asam asetat dan pelarut alkohol
seperti gliserol, propilen glikol, sorbitol dan manitol, tetapi tidak larut dalam alkohol,
aseton, karbon tetraklorida, benzen, petroleum eter dan pelarut organik lainnya
‘Selanjutnya pemanasan dilakukan untuk melarutkan gelatin sekurang-kurangnya 49°C
atau biasanya pada suhu 60-70°C (Montero et al, 2000). Reaksi pembentukan gel oleh
gelatin bersifat reversible karena bila gel dipanaskan akan terbentuk sol dan sewaktu
didinginkan akan terbentuk gel lagi. Keadaan tersebut yang membedakan gelatin
dengan gel dari pektin, alginat, pati, albumin telur dan protein susu yang bentuk geinya
bersifat irreversible (Parker, 1982),
Penggunaan gelatin pada industri makanan adalah sebagai penstabil
Pengental (tickenner), pengemulsi (emulsifier), pembentuk gel, pengikat air,
Pengendap, dan pembungkus makanan (edible coating) (Damanik, 2005) pada bahan
baku makanan seperti permen, krim, karamel, selai, yoghurt, susu olahan, dan sosis
215Prosiding PPI Standardisasi 2014 — Jakarta, 13 November 2014
Selain itu, pada bidang farmasi dan _medis, gelatin digunakan sebagai matriks untuk
implan pada pemberian injeksi mikrosfer dan infus intravena (Pollack, 1990),
Pembuatan cangkang kapsul keras maupun lunak, pelapis vitamin dan tablet,
Pengembang plasma dan perawatan luka. Gelatin yang rendah kalori digunakan
dalam bahan makanan untuk meningkatkan kadar protein. Tujuan penelitian adalah
memperoleh teknik ekstraksi gelatin kaki ayam dan mempelajari karakteristik mutu
fisikokimianya,
2. METODE PENELITIAN
Peneltian dilaksanakan di Laboratorium Balai Besar Penelitian dan Pengembangan
Pascapanen dari bulan Maret sampai dengan Juni 2013,
2.1 Materi
Bahan yang digunakan dalam Penelitian antara lain kaki ayam broiler, asam asetat 1%,
dinatrium tetraborat, asam sulfat Pekat, katalis selenium, asam borat 4%, indikator
campuran antara indikator bromcresol green dan metil merah dengan perbandingan
10:2, natrium hidroksida 30%, natrium hidroksida 1%, natrium hidroksida 10%, natrium
hidroksida 50%, asam_ klorida 0,1 N, asam klorida 3%, asam_ klorida 25%, asam
klorida 2 N, asam klorida 6 N, Pereaksi Luff-Schoor,, kaliumiodat, asam ‘sulfat 25%,
kalium jodida 20%, larutan kanji 0,5%, natrium tiosulfat 0,1 N, heksan, etanol dan
akuades.
Peralatan yang digunakan dalam penelitian pH meter, neraca analitik Sartorius
8T-224S, cawan porselen, oven Memmert, tanur, desikator, tabu Kjedahi, alat
dekstruksi Digestor Stove HYP-1008, alat destilasi Automatic Nitrogen Determinator
KDN-103F, Soxtech SZC-D, erlenmeyer asah 250 mL, erlenmeyer 250 mL, blender,
‘hot plate, pendingin tegak, kertas Saring, piala gelas, buret, gelas ukur, pipet volumetri
‘5 mL dan pipet tetes dan alat gelas lainnya.
2.2 Metodologi
Pembuatan Gelatin
Kaki ayam dicuci terlebin dahulu kemudian direndam dalam asam asetat 1% dé ngan
Perbandingan 1:3 (berativolume; wiv) selama 24 jam. Setelah 24 jam kaki ayam
tersebut dicuc! kembali, Kemudian diekstrak dengan akuades dalam waterbath pada
suhu 70°C selama 20 menit (lakukan 2x ‘ekstraksi). Hasil ekstraksi kemudian disaring
dengan kain kassa hingga diperoleh gelatin cair. Gelatin cair dikeringkan dalam loyang
alumunium menggunakan oven Pada suhu 70 °C selama 24 jam hingga terbentuk
lapisan tipis. Gelatin yang sudah kering dihaluskan dengan blender lalu dianalisis.
Analisis Sampel ‘
Hasil ekstraksi gelatin selanjutnya dikerakterisasi mutu fisikokimia. Pengujian kadar air
(BSN, 1992), Abu (BSN, 1992), protein (mefode semi-mikro Kjeldahl), \emak
(ekstraksi), karbohidrat (Luft-Schroo)), pH, viskositas, dan kelarutan. Hasil analisis
Selanjutnya dibandingkan dengan standar gelatin SNI 06-3735:1995,
216Prosiding PPI Standardisasi 2014 — Jakarta, 13 November 2014
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Pengembangan Produksi Gelatin
Kebutuhan gelatin di Indonesia sebenamya cukup tinggi, namun hingga saat ini belum
diperoleh data adanya industri yang memproduksi gelatin. Selama ini kebutuhan
gelatin diimpor dari beberapa negara seperti Cina, Australia, dan beberapa negara
Eropa. Befdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) 2007, jumlah impor gelatin
mencapai 2.715.762 kg dengan nilai 9.535.128 dolar AS. Sumber utama gelatin adalah
dari tulang dan kulit sapi serta babi. Produksi gelatin dari bahan baku kulit babi
mencapai 44%, kulit sapi 28%, tulang sapi 27% dan porsi lainnya 1% (GME, 2009).
‘Terdapat bahan baku lainnya yang berpotensi digunakan untuk membuat gelatin, yaitu
tulang ikan, dan kaki ayam (kaki).
Aspek religi, sosial dan kesehatan merupakan kendala penggunaan gelatin dari
‘sumber mamalia. Adanya larangan mengkonsumsi bahan-bahan dari babi (Islam dan
Yahudi), Sapi (Hindu), penyakit sapi gila (mad cow) dan BSE (Bovine Spongiform
Encephalopathy) merupakan kendala pemakaian gelatin dari sapi dan babi. Dengan
demikian periu dilakukan eksplorasi sumber gelatin alternatif yang potensial untuk
mengganti peranan gelatin mamalia (babi dan sapi) dalam beberapa penggunaan.
Data statistik Konsumsi Pangan tahun 2012 (Kementan, 2012) menyebutkan
bahwa produksi ayam pedaging per tahun sekitar 1.273.000 ton, jika berat 1 potong
kaki diasumsikan 0,6% dari berat karkas ayam, maka ketersediaan bahan baku kaki
er tahun diperkirakan mencapai 7.638 ton. Dengan demikian jika 20% bahan baku
kaki ayam dimanfaatkan untuk pembuatan gelatin, diperkirakan terdapat keters
bahan baku sebesar 1.527,6 ton.
Gelatin sebagai hidrokoloid dapat digunakan sebagai bahan tambahan pangan,
farmasi dan industri fotografi. Pada industri pangan, penggunaan gelatin
dikelompokkan menjadi 4 kelompok produk pangan yaitu : a) produk konfeksionari dan
jelly, b) produk olahan susu, c) produk olahan daging, d) aplikasi gelatin terhidrolisis
(Nishimoto et al. 2005). Pada industri farmasi, gelatin digunakan sebagai bahan
pembentuk kapsul lunak maupun keras, sebagai bahan pengikat pada sediaan tablet,
sebagai bahan enkapsulan dan mikroenkapsulan (Nishimoto et al, 2005). Pada
industri fotografi, gelatin digunakan sebagai bahan pembuatan film.
3.2. Karakteristik Fisikokimia Gelatin
Proses pembuatan gelatin dilakukan melalui tahap pengembungan yang bertyjuan
untuk menghilangkan kotoran. Pada tahap ini perendaman dapat dilakukan dengan
larutan asam organik seperti asam asetat, sitrat, fumarat, askorbat, malat, suksinat,
tartarat dan asam lainnya yang aman dan tidak menusuk hidung. Selain itu bisa juga
direndam dengan asam anorganik seperti asam hidroklorat, fosfat, dan sulfat. Pelarut
alkali seperti sodium karbonat, sodium hidroksida, potassium karbonat dan potassium
hidroksida juga bisa digunakan untuk meréndam (Choi dan Regestein, 2000)
Gelatin merupakan senyawa turunan yang dinasilkan dari serabut kolagen
Jaringan pengikat yang dihidrolisis dengan asam atau basa berdasarkan kekuatan
ikatan kovalen silang protein dan jenis bahan yang diekstrak (Gilsenanet al, 2000).
Penggunaan asam sebagai pelarut akan menghasilkan jumlah kolagen yang lebihProsiding PPI Standardisasi 2014 ~ Jakarta, 13 November 2014
banyak dengan waktu ekstraksi yang sama (Ward dan Court, 197). Asam mampu
Mengubah serat kolagen triple heliks menjadi rantai tunggal. Hal ini menyebabkan
pada waktu yang sama jumlah kolagen yang dihidrolisis oleh larutan asam akan lebih
banyak daripada menggunakan larutan basa. Tahapan selanjutnya, kult diekstraksi
dengan air dan dipanaskan. Ekstraksi berujuan untuk mengkonversi kolagen menjadi
gelatin. Suhu minimum dalam proses ekstraksi adalah 40-50°C hingga suhu 100°C
(Viro, 1982). Selanjutnya dikeringkan dalam oven pada suhu 60 - 70°C (Peluet ai,
1994, Montero ef al, 2000)
CrosHr40Ns1Oxe + H2O Croat ysiNs:Ore
Kolagen Gelatin
Gambar 1. Reaksi pembentukan gelatin
Tabel 1 Karakterisasi fisik gelatin kaki ayam
Parameter Rata-rata
Derajat keputihan 84,27
Viskositas cPs 10
pH 86
Kelarutan (%) 93,62
‘Tabel 1 merupakan karakteristik fisik gelatin kaki ayam. Apabila dibandingkan
dengan spesifikasi gelatin untuk farmasi (Tabel 2), maka gelatin kaki ayam mempunyai
kisaran pH yang memenuhi persyaratan. Nilai kadar abu memenuhi syarat SNI
(maksimum 3,25%). Nilai kadar abu yang kecil diduga dipengaruhi olen kandungan
bahan baku, metode penyaringan, dan ekstraksi yang dilakukan (Suryani dan Dewi,
1998). Penghilangan mineral dari tulang dalam proses ekstraksi terjadi saat
demineralisasi dengan CH;COOH. Selama perendaman dengan larutan asam terjadi
teaksi antara asam asetat dengan kalsium phosphat. Hasil reaksi keduanya
menghasilkan garam kalsium yang larut sehingga semakin banyak kalsium yang luruh
maka kadar abu gelatin yang diperoleh semakin rendah
Tabel 2 Spesifikasi gelatin untuk farmasi
Parameter Kelas Mutu Mutu Mutu’
khusus 1 fl i
Kadar air (%) 14 14 14 14
Viskositas (cPs) 47 42 37 32
Kadar abu (%) 1.0 4,0 2.0 20
pH 55-70 | 5,5-7,.0 5,5-7,0 55-70
‘Sumber: Peranginanginet al, 2005
218Prosiding PPI Standardisasi 2014 — Jakarta, 13 November 2014
Hasil pengukuran viskositas gelatin yang diperoleh lebih tinggi dari spesifikasi
gelatin untuk farmasi (Tabel 2). Nila viskositas dipengaruhi oleh pH, suhu, Konsentrasi,
dan teknik periakuan seperti penambahan elektrolt lain dalam larutan gelatin. Sem:
tinggi konsentrasi gelatin maka viskositasnya semakin meningkat. Demikian juga
semakin panjang rantai asam amino maka nilai viskositas semakin besar (Stainsby,
197). Panjang rantai asam amino ditentukan oleh suhu ekstraksi. Penggunaan suhu
yang terlalu tinggi mengakibatkan terjadinya hidrolisis lebih lanjut pada kolagen yang
sudah menjadi gelatin, sehingga akan memutuskan rangkaian asam amino yang
mengakibatkan turunnya viskositas. Kelarutan gelatin sangat tinggi (83,62%),
dipengaruhi oleh sifat fisika dan kimia zat terlarut dan pelarut, suhu, tekanan, pH
larutan.
Tabel 3 Karakteristik kimia gelatin
Parameter Kaki ayam| ‘SNI 06-3735:1995
Kadar air (%) 6,13 < 16,00
Kadar Abu (%) 0,86 < 3,25
Kadar Protein (%) 88,17 87,62
Kadar Lemak (%) 4,08 < 5,00
Kadar abu menunjukkan kandungan garam-garam mineral yang terdapat pada
suatu bahan. Tabel 3 menunjukkan bahwa gelatin mengandung garam mineral
sebanyak 0,86 %. Sebagian besar garam mineral yang terdapat pada gelatin kaki
ayam adalah kalsium. Hal ini disebabkan oleh reaksi pelarut asam, dimana pelarut
asam bereaksi dengan kalsium pada tulang sehingga melarutkan kalsium menjadi ion
Ca” yang kemudian larut dalam pelarut. Semakin tinggi konsentrasi pelarut asam yang
digunakan maka kadar abu gelatin akan semakin rendah. Hal ini dikarenakan semakin
tinggi konsentrasi pelarut asam maka kalsium yang terlarut pada pelarut akan semakin
banyak. sehingga jumiah kalsium pada ossein akan semakin berkurang. Berkurangnya
kalsium pada ossein inilah yang menyebabkan penurunan dari nilai kadar abu sendir.
Karena kalsium yang ikut terekstrak menjadi lebih sedikit (Huda dkk 2013).
Tabel 3 menunjukkan bahwa kaki ayam mempunyai potensi untuk diproses
lebih tanjut menjadi gelatin. Gelatin kaki ayam memiliki kandungan protein yang cukup
tinggi dan memenuhi persyaratan standar gelatin (SNI 06-3735:1995). Protein
merupakan salah satu parameter yang penting dalam produksi gelatin. Nilai kadar
protein hasil analisis tidak berbeda jauh dengan kadar protein gelatin komersial
(85.99%) dan gelatin standar (87.26%) (Sopian, 2002). Kadar protein yang tinggi
diduga disebabkan karena kandungan kolagen yang tinggi. Pada hewan darat
mengandung kolagen 24% dibandingkan pada ikan 19,86% (Johns, 1977).
Gelatin bermutu tinggi ditandai dengan rendahnya kadar lemak. Persyaratan
mutu gelatin untuk kadar lemak adalah di bawah 5% (Said, 2011). Kadar lemak yang
terkandung dalam gelatin dipengaruhi oleh konsentrasi CH;COOH ketika perendaman.
Diduga larutan asam akan menyebabkan terbukanya struktur ikatan pada protein,
dengan perendaman akan terlarut lebih banyak protein yang akan mengikat molekulProsiding PPI Standardisasi 2014 — Jakarta, 13 November 2014
temak dan pada penetralan, lemak tersebut akan terbuang bersama protein sehingga
kadar lemak menjadi lebih rendah.
4. KESIMPULAN
1. Gelatin asal kaki ayam mempunyai potensi untuk dikembangkan menjadi salah
satu alterriatit’ sumber gelatin selain sapi dan ikan. Hal ini didukung oleh
ketersediaan bahan baku kaki ayam yang melimpah dan relatif murah,
2. Proses ekstraksi gelatin cukup sederhana dan dapat dilakukan dalam skala rumah
tangga.
3. Hasil analisis menunjukkan bahwa karakteristik mutu fisik dan kimia gelatin kaki
ayam secara umum memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan dalam standar
mutu SNI gelatin. Gelatin kaki ayam memiliki derajat keputihan 54,27, viskositas 10
Ps, pH 6,86, kelarutan 93,62%, kadar air 6,13 %, kadar abu 0,86 %, kadar protein
88,17 %, kadar lemak 4,08 %.
5. DAFTAR PUSTAKA
Brown, E.M., King, G., dan Chen, J.M. 1997, “Model of The Helical Portion of A Type |
Collagen Microfibril", Jalca, 92:1-7.
Chaplin, M. 2005. Gelatin. wwwi/lsbuc.ac.uk. diakses tanggal 6 Februari 2013.
Choi, SS dan JM Regenstein. 2000. Physicochemical and Sensory Characteristics of
Fish Gelatin. Journal of Food Science :65: 194-199
Damanik, A., 2005, Gelatin Halal Gelatin Haram. Jumal Halal :36. LP POM, Jakarta
Gilsenan, P. M. dan Ross-Murphy, S. B. 2000. Rheological Characterisation of Gelatins
from Mammalian and MarineSources. Food Hidrocolloids : 143: 191-195
Huda, W.N., Windi A, Edhi N. 2013. Kajian Karakteristik Fisik Dan Kimia Gelatin
Ekstrak Tulang Kaki Aya (Gallus Gallus Bankiva) dengan Variasi Lama
Perendaman dan Konsentrasi Asam. Jumal Teknosains Pangan Volume 2
No.3.
Johns, A 1977. Gelatin Handbook. wwwgelatin-gmia.com/GMIA
~Gelatin_Manual_2012.paf. diakses tanggal 6 Februari 2013.
Mariod, A.A. and Adam, H.F. 2013. Review: Gelatin, Source. Extraction And Industrial
Applications. Acta Science Polonarum Technology Aliment. Volume 12(2):135-
147.
Montero, P dan MC Gomez-Guillen. 2000. Extacting Condition for Mergin
(Lepidorhombus bosci) Skin Collagen Affect Functional Properties of Resulting
Collagen. Journal of Food Science : 55; 2. 1-5.
Morrison N.A., Clark R.C., Chen Y.L,, Talashek T., Sworn G., 1999. Gelatin alternatives
for the food industry. Progr. Colloid Polym. Sci. 114, 127-131
Nishimoto M., Sakamoto R., Mizuta S., Yoshinaka R., 2005. Identification and
characterization of molecular species of collagen in ordinary muscle and skin of
the Japanese fl under (Paralichthys olivaceus). J. Food Chem. 90, 151-158
220Prosiding PPI Standardisasi 2014 — Jakarta, 13 November 2014
Parker, A. L. 1982. Principle of Biochemistry. Word Publishers Inc. Maryland. USA.
Pelu H, Harwanti, S dan Chasanah, E. 1998. Ekstraksi Gelatin dari Kulit Ikan Tuna
Melalui Proses Asam. Jurnal penelitian Perikanan Indonesia : IV: 2: 66-74.
Peranginangin R, Mulyasari, A. Sari dan Tazwir. 2005. Karakterisasi Mutu Gelatin yang
Diproduksi dari Tulang Ikan Patin (Pangsius hypopthamus)secara Ekatraksi
‘Asam. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia : 11:4.
Poppe, NR. 1977. Uses of Gelatin in Edible Products, dalam Ward, AG and Courts,
‘A(eds). The Science Technology of Gelatin. Academic Press. London.
Pollack, S. V., 1990, Silicone, Fibrel, and Collagen Implantation for Facial Lines and
Wrinkles, Journal of Dermatology and Surgical Oncology: 16: 957-961
Said MI, S Triatmodjo, Y Erwanto dan A Fudholi. 2011. Karakteristik Gelatin Kulit
Kambing yang Diproduksi melalui Proses Asam Basa. J Agritech : 31:3:0216-
0455,
‘Sopian, |. 2002. Analisis Sifat Fisik, Kimia, dan Fungsional Gelatin yang Diekstrak dari
Kult dan Tulang Pari. Skripsi. Fakuttas Teknologi Pertanian, IPB. Bogor.
Viro, F. 1992. Gelatin in Hui, Y. H. (Ed.).Encyclopedia of Food Science and
Technology. ol. 2. Toronto: John Willey and Sons Inc.
Ward Ag dan Court A. 1977. The Science and Technology of Gelatine. Academic Press.
London.
Sulistyawati, F. 2009. Kekuatan Gel Gelatin Tipe B dalam Formulasi Granul terhadap
Kemampuan Mukoadhesif. Jumal. On line. http://journal.ui.ac .id/ index.php /
health’ article/download/321/317. Diakses 17 April 2013.