You are on page 1of 17

2.

Kondisi Tanah Anisotropik

Tergantung dari permeabilitasnya. Tanah diasumsikan anisotropik, walaupun homogen. Sebagian besar lapisan tanah memang anisotropik, dengan koefisien permeabilitas maksimum bila arah alirannya sejajar lapisan dan minimum bila arahnya tegak lurus lapisan. Arah-arah aliran tersebut berturut-turut dinotasikan dengan x dan z, yaitu: kx = kmaks dan kz = kmin Dalam hal ini, bentuk umum dari hukum Darcy menjadi: vx = kxix = k x vz = kziz = k z
h x
h z

(2.18a) (2.18b)

Demikian juga untuk suatu arah s, yang membentuk sudut dengan sumbu x, koefisien permeabilitas didefinisikan dengan persamaan: vs = k Sekarang:
h h x h z = + s x s z s
h z

yaitu:
vs v v = s cos + z sin ks kx kz

Komponen-komponen kecepatan aliran juga dihubungkan sebagai berikut: vx = vs cos vz = vs sin Oleh sebab itu:
1 cos 2 sin 2 = + ks kx kz

atau
s2 x2 z2 = + ks kx kz

(2.19)

Persamaan 2.19 ini menunjukkan arah permeabilitas yang bervariasi, yang digambarkan sebagai elips pada Gambar 2.11. Berdasarkan bentuk umum dari hukum Darcy (Persamaan 2.18), persamaan kontinuitas (Persamaan 2.6) dapat ditulis sebagai berikut:
kx 2h 2h + kx 2 = 0 x 2 z

(2.20)

atau
2h 2h + =0 k z 2 z 2 x k x

Substitusi:
xt = x kz kx

(2.21)

persamaan kontinuitas menjadi:


2h 2h + =0 2 x 1 z 2

yang merupakan persamaan kontinuitas untuk tanah isotropik pada bidang x, z. Dengan demikian, Persamaan 2.21 menghasilkan suatu faktor skala pada sumbu x untuk mentransformasikan daerah aliran anisotropik menjadi daerah aliran isotropik khalay, di mana persamaan Laplace dapat berlaku. Bila jaringan aliran untuk daerah transformasi sudah digambar, maka jaringan aliran untuk daerah sesungguhnya dapat digambar juga dengan menggunakan kebalikan dari faktor skala di atas. Namun demikian, biasanya data yang penting diperoleh dari penampang transformasi. Transformasi dapat juga dilaukan pada arah z. Nilai koefisien permeabilitas yang berlaku pada penampang transformasi dinyatakan sebagai koefisien isotropik ekivalen.
k' =

(kxkz )

(2.23)

Pembuktian Persamaan 2.23 telah diberikan oleh Vreedenburgh [2.8]. Adapun kebenaran dari Persamaan 2.23 ini dapat ditunjukkan dengan menggunakan sebuah elemen jaringan aliran yang arah alirannya searah sumbu x. Elemen tersebut digambarkan dalam skala transformasi dan dalam skala sesungguhnya

pada Gambar 2.12 dengan arah transformasi sumbu x. Kecepatan aliran vx dapat dinyatakan dalam k' (untuk penampang transformasi) atau kx (untuk penampang sesungguhnya), yaitu:
v x = k ' h h = k x x t x

di mana,
h = x t h kz k x x

Jadi:
k' = k x kz = kx

(kxkz )

2.6

Kondisi Tanah Tidak Homogen

Pada Gambar 2.13 terlihat dua lapisan isotropik berturut-turut dengan tebal lapisan H1 dan H2 dan koefisien permeabilitas k1 dan k2. Batas antara kedua lapisan tersebut merupakan garis batas horisontal. (Bila lapisan tanah tersebut antisotropik, k1 dan k2 merupakan koefisien isotropis ekivalen untuk lapisanlapisan tersebut). Kedua lapisan tersebut dapat dianggap sebagai satu lapisan homogen antisotropik dengan tebal lapisan (H1 + H2) dan koefisien permeabilitas untuk arah horisontal dan vertikal berturut-turut k x dan k z . Untuk rembesan satu-dimensi dengan arah horisontal, garis-garis ekipotensial untuk setiap lapisan adalah vertikal. Jika h1 dan h2 merupakan energi total di suatu titik pada masing-masing lapisan di atas, maka pada suatu titik di garis batas lapisan, h1 = h2. Dengan demikian, setiap garis vertikal yang melalui lapisan tersebut merupakan garis ekipotensial. Oleh sebab itu, gradien hidrolik pada kedua lapisan tanah tersebut, dan pada ekivalen lapisan tunggalnya, adalah sama. Gradien hidrolik yang sama ini dinotasikan dengan ix.

Aliran horisontal total per satuan waktu dinyatakan sebagai:


q x = (H1 + H2) k x i x = (H1k1 + H2k2)ix

kx =

H1k 1 + H 2 k 2 H1 + H 2

(2.24)

Untuk rembesan satu-dimensi vertikal, kecepatan aliran pada setiap lapisan dan pada lapisan tunggal ekivalennya harus sama jika syarat kontinuitas dipenuhi. Maka:
v z = k z i z = k 1i 1 = k 2 i 2

di mana i x adalah gradien hidrolik rata-rata pada kedalaman lapisan (H1 + H2). Sehingga:
i1 = kz kz i z dan i 2 = iz k1 k2

Kehilangan tinggi energi total pada kedalaman (H1 + H2) sama dengan jumlah kehilangan tinggi energi total pada setiap lapisan, yaitu:
i z ( H 1 + H 2 ) = i1H1 + i2H2

H1 H 2 = k zi z k + k 1 2

kz =

( H1 + H 2 )

H1 H 2 k + k 1 2

(2.25)

Pernyataan yang sama untuk k x dan k z berlaku untuk berapa pun banyaknya jumlah lapisan tanah. Selain itu dapat dilihat bahwa k x harus selalu lebih besar dari k z , sebab rembesan lebih mudah terjadi searah dengan lapisan (searah sumbu x) daripada tegak lurus lapisan (searah sumbu z). 2.7 Kondisi Transfer

Kondisi transfer adalah keadaan di mana rembesan terjadi secara diagonal pada batas antara dua lapisan tanah isotropik 1 dan 2 yang masing-masing memiliki koefisien permeabilitas k1 dan k2. Dari Gambar 2.14 terlihat bahwa arah rembesan yang mencapai titik B pada batas lapisan ABC membentuk sudut
1

terhadap

garis normal di B. Kecepatan aliran yang mencapai B adalah v1. Komponenkomponen v1 adalah v1s untuk yang sejajar batas lapisan dan v1n untuk yang tegak lurus batas lapisan. Arah rembesan yang meninggalkan titik B membentuk sudut 2 terhadap garis normal, dan kecepatan alirannya v2. Komponen-komponennya adalah v2s dan v2n. Untuk tanah 1 dan 2 berturut-turut: 1 = k1h1 dan Pada titik B,h1 = h2; maka:
1 2 = k1 k 2
2

= k2h2

Dengan diferensiasi terhadap s, (arah sepanjang batas lapisan):


1 1 1 2 = k 2 s k 2 s

jadi:
v1s vs = k1 k2

Untuk kontinuitas aliran melalui batas lapisan, komponen normal dari kecepatan aliran harus sama, yaitu: v1s = v2n sehingga:
1 v1s 1 v 2s = k 1 v1n k 2 v 2 n

Dengan demikian didapat:


tan 1 k 1 = tan 2 k 2

(2.26)

Persamaan 2.26 ini menunjukkan perubahan arah garis aliran yang melewati titik B. Persamaan ini berlaku untuk setiap garis aliran yang melalui batas lapisan. Persamaan 2.13 dapat ditulis sebagai berikut: = sehingga:
n s

q=

n kh s

(2.26)

Jika 1 dan h masing-masing memiliki nilai yang sama untuk kedua lapisan, maka
n n k1 = k2 s 1 s 2

dan jelas bahwa bentuk bujursangkar hanya mungkin terjadi pada satu lapisan. Jika:
n =1 s 1

maka
k n = 1 s 2 k 2

(2.27)

Bila perbandingan permeabilitas (k1/k2) lebih kecil dari 1/10, maka jaringan aliran pada tanah dengan permeabilitas yang lebih tinggi mungkin tidak perlu ditinjau. 2.8 Rembesan Melalui Bendungan Tanah

Ini adalah sebuah contoh rembesan bebas (unconfined seepage), di mana daerah aliran hanya dibatasi oleh permukaan freatik dengan tekanan atmosfir. Sebelum jaringan aliran dapat digambar, harus ditentukan titik awal garis aliran teratas, yang terletak pada muka air tersebut. Gambar 2.15 memperlihatkan suatu bendungan tanah homogen isotropik dengan dasar yang kedap air. Garis batas AB yang kedap air tersebut merupakan garis aliran, sedangkan CD adalah garis aliran terbatas. Setiap titik pada lereng BC memiliki tinggi energi total yang konstan, sehingga BC merupakan garis ekipotensial. Bila muka air di hilir diambil sebagai datum, maka tinggi energi total pada garis ekipotensial BC adalah h, yaitu perbedaan tinggi antara muka air di hulu dengan muka air di hilir tanggul. Permukaan pelepasan (discharge surface) AD merupakan garis ekipotensial dengn tinggi energi total nol untuk kasus seperti pada Gambar 2.15.-Setiap titik di garis aliran teratas memiliki tekanan nol

(tekanan atmosfir), maka tinggi energi totalnya sama dengan tinggi elevasi. Oleh sebab itu, jarak-jarak vertikal Az pada setiap perpotongan antara garis aliran teratas dengan garis-garis ekipotensial adalah sama. Pada permukaan pelepasan pada bendungan tanah harus dibuat sebuah saringan yang baik. Saringan ini berguna untuk membuat rembesan tetap berada di dalam bendungan, sebab bila air merembes ke luar bendungan melalui lereng sebelah hilimya, maka akan terjadi erosi pada lereng tersebut. Pada Gambar 2.15, saringan yang digunakan adalah saringan-tanah horisontal (horizontal underfilter). Bentuk saringan yang lain diperlihatkan pada Gambar 2.19a dan 2.19b. Pada gambar ini diperlihatkan bahwa permukaan pelepasan AD bukan merupakan garis aliran maupun garis ekipotensial, sebab terdapat komponen-komponen kecepatan aliran normal dan tangensial pada AD. Kondisi-kondisi batas untuk daerah aliran ABCD pada Gambar 2.15 dapat ditulis sebagai berikut: Garis ekipotensial BC: Garis ekipotensial AD: Garis aliran CD: Garis aliran AB: Transformasi Konformal r = w2 Untuk menyelesaikan masalah bendungan ini, digunakan teori variabel kompleks (complex variable theory). Diambil bilangan kompleks w = + i sebagai fungsi analitis dari r = x + iz . Dengan mempertimbangkan fungsi: r = w2 Maka: (x + iz) = ( + i )2 = ( x=
2 2

= kh =0 = q (juga, = kz) =0

+ 2i - 2) (2.28) (2.29)

Dengan menyamakan bagian-bagian riil dan imaginer, maka: -


2

z = 2

Persamaan-persamaan

2.28

dan

2.29

merupakan

persamaan

untuk

mentransformasikan titik-titik pada bidang r ke bidang w. Tinjaulah transformasi garis lurus 2.16a). Dari Persamaan 2.29: =
z 2n

= n, di mana n = 0, 1, 2, 3, (Gambar

maka Persamaan 2.28 menjadi: x=


z2 n2 2 4n

(2.30)

Persamaan 2.30 menunjukkan kumpulan parabola-parabola yang sefokus. Untuk nilai z yang positif, didapat parabola-parabola seperti yang diplot pada Gambar 2.16b (untuk nilai n tertentu seperti di atas). Sekarang tinjaulah transformasi garis lurus = m, di mana m = 0, 1, 2, ..., 6 (Gambar 2.16a). Dari Persamaan 2.29: =
z 2m

dan Persamaan 2.28 menjadi; x = m2


z2 4m 2

(2.31)

Persamaan 2.31 menunjukkan kumpulan parabola-parabola sefokus seperti parabola-parabola hasil Persamaan 2.30. Untuk nilai z yang positif, didapat parabola-parabola seperti yang diplot pada Gambar 2.16b untuk nilai m tertentu seperti di atas. Dua kumpulan parabola-parabola seperti yang diplot pada Gambar 2.16b tersebut memenuhi syarat sebuah jaringan aliran. Aplikasi pada Potongan Bendungan Tanah Daerah aliran pada bidang w yang memenuhi kondisi batas untuk potongan bendungan tanah (Gambar 2.15) ditunjukkan pada Gambar 2J7a. Dalam kasus ini dipakai fungsi transformasi: r = Cw2 di mana C adalah konstanta, sehingga Persamaan 2.28 dan 2.29 menjadi:

x = C(

- 2)

z = 2C Persamaan garis aliran teratas dapat diturunkan dengan mensubstitusikan: =q = kz sehingga: z = 2Ckzq C = 2kq
2 2 2 x = 2kq ( k z q )

Dengan demikian:
1

x=

1 q k 2 z 2 k q

(2.32)

Kurva yang didapatkan dari Persamaan 2.32 dinyatakan sebagai parabola dasar Kozeny dan digambarkan pada Gambar 2.17b, dengan titik awal A. Untuk z = 0, nilai x menjadi: x0 =
q 2k

q = 2kx0

(2.33)

di mana 2x, adalah jarak direktriks parabola dasar tersebut. Jika x = 0, nilai z menjadi: z0 =
q = 2x0 k

Dengan mensubstitusikan Persamaan 2.33 ke dalam Persamaan 2.32, didapat: x = x0


z2 4x 0

(2.34)

Dengan Persamaan 2.34 ini parabola dasar dapat digambar, dengan terlebih dulu mengetahui satu titik awal parabola tersebut. Timbul suatu keadaan yang tidak konsisten sehubungan dengan adanya kenyataan bahwa transformasi konformal garis lurus = kh (garis ekipotensial hulu) merupakan sebuah parabola, padahal sesungguhnya garis ekipotensial hulu

potongan bendungan tanah adalah lereng hulu itu sendiri. Kemudian, setelah rnelalui telaah yang mendalam dan luas tentang masalah bendungan, Casagrande [2.1] menganjurkan agar titik awal parabola dasar diambil di titik G (Gambar 2.18) di mana GC = 0,3 HC. Kemudian koordinat G disubstitusikan ke dalam Persamaan 2.34, sehingga nilai x0 dapat ditentukan. Akhirnya parabola dasar tersebut dapat digambar. Garis aliran teratas harus memotong lereng hulu dengan sudut siku-siku, selain itu harus diadakan koreksi CJ untuk parabola dasar tersebut (dengan perasaan). Kemudian jaringan aliran dapat diselesaikan, seperti pada Gambar 2.18. Kalau permukaan pelepasan AD tidak horisontal, seperti pada Gambar 2.19, diperlukan koreksi KD untuk parabola dasar. Tabel 2.4 Koreksi Aliran Hilir pada Parabola Dasar Diperbanyak dari A. Casagrande (1940) Seepage through Dams, dalam Contributions to Soil Mechanics 1925-1940, seizin Boston Society of Civil Engineers. a/a 30o (0,36) 60o 0,32 90o 0,26 120o 0,18 150o 0,10 180o 0o

Sudut a digunakan untuk menggambarkan arah permukaan tempat keluarnya air relatif terhadap AB. Koreksi dapat dilakukan dengan bantuan perbandingan harga MD/MA = a/a, yang diberikan oleh Casagrande untuk rentang nilai a (Tabel 2.4). Kontrol Rembesan dalam Bendungan Tanah Pada desain bendungan tanah, sedapat mungkin dipilih jenis tanah yang pada dasarnya ditujukan untuk memperkecil pengaruh merusak dari rembesan air. Bila terdapat gradien hidrolik yang tinggi, rembesan air kemungkinan dapat mengikis saluran-saluran di dalam bendungan, terutama bila tanahnya tidak dipadatkan dengan sempurna, yang pada akhirnya akan merusak stabilitas bendungan. Proses erosi yang terjadi pada bendungan ini disebut erosi bawah-tanah (piping). Suatu

potongan seperti ditunjukkan pada Gambar 2.20a memiliki inti (central core) di tengah-tengahnya, dengan permeabilitas rendah. Hal ini dimaksudkar memperkecil volume rembesan. Pada dasamya, semua tinggi energi total hilang di inti tersebut dan bila inti tersebut sempit, akan terjadi gradien hidrolik yang tinggi. Selain itu ada bahaya erosi yang khusus, yang terjadi pada batas antara inti dengan tanah di dekatnya yang permeabilitasnya tinggi. Oleh sebab itu dilakukan pencegahan terhadap bahaya ini dengan membangun cerobong drainasi (Chimney drain) pada batas hilir dari inti (Gambar 2.20a). Saluran tersebut dirancang sebagai suatu saringan penahan bagi partikel-partikel tanah yang berasal dan inti. Selain itu saluran tersebut juga berfungsi sebagai penahan lereng hilir tanggul agar tetap dalam keadaan tidak jenuh air. Sebagian besar bagian-bagian bendungan tanah adalah tidak homogen, yang mcnyebabkan pembuatan jaringan alirannya lebih sulit. Penggambaran parabola dasar untuk garis aliran teratas yang dijabarkan di atas hanya berlaku untuk bagian yang homogen, tetapi pernyataan bahwa jarak vertikal antara titik perpotongan garis ekipotensial dengan garis aliran teratas berlaku juga untuk bagian yang tak-homogen. Kondisi transfer (Persamaan 2.26) harus dipenuhi untuk semua daerah batas. Dalam kasus seperti pada Gambar 2.20a (ada inti dengan permeabilitas rendah), penggunaan Persamaan 2.26 menunjukkan bahwa semakin rendah perbandingan permeabilitasnya, semakin rendah pula posisi garis aliran teratas pada daerah hilir (tanpa chimney drain). Kalau tanah dasar/pondasinya lebih lolos air daripada bendungannya, diperlukan kontrol terhadap rembesan yang mengalir di dasar bendungan (underseepage). Rembesan seperti ini dapat dihilangkan dengan melapisi tanah dasar dengan lapisan yang kedap air (Gambar 2.20b) Pelaksanaan kontrol rembesan yang sangat baik diberikan oleh Cedergren

Persyaratan Saringan Saringan yang digunakan untuk mengontrol rembesan harus memenuhi dua syarat sebagai betikut: 1. Ukuran pori hams cukup kecil untuk mencegah adanya partikel-partikel yang terbawa (ke tanah di dekatnya). 2. Permeabilitasnya harus cukup tinggi agar aliran air dapat melewati saringan dengan cepat. Kriteria di bawah ini juga menjadi persyaratan saringan:

( D15 ) f ( D 85 ) s ( D15 ) f ( D15 ) s ( D 50 ) f ( D 50 ) s

< 4 sampai 5

(2.35)

< 4 sampai 5

(2.36)

< 25

(2.37)

di mana f adalah notasi untuk saringan dan s adalah notasi untuk tanah yang berdekatan. Persamaan 2.35 adalah persyaratan untuk mencegah terjadinya erosi bawah-tanah, sedangkan Persamaan 2.36 dan 2.37 adalah persyaratan untuk memastikan apakah permeabilitas saringan sudah cukup tinggi untuk kepentingan drainasi. Ketebalan dari saringan ditentukan berdasarkan Hukum Darcy. Saringan yang terdiri dari dua atau lebih lapisan dapat juga digunakan, lapisan yang terhalus merupakan bagian hulu dari saringan. Saringan seperti ini dinamakan graded filter. Dalam hal tertentu geotekstil dapat digunakan sebagai alternatif untuk saringan butiran. Contoh Soal 2.4. Suatu penampang bendungan tanah homogen dan tidak isotropik ditunjukkan rada Gambar 2.21a. Koefisien permeabilitas dalam arah x dan z masing-masing 4,5 x 10 m/det dan 1,6 x 10-8 m/det. Buatlah jaringan aliran dan hitung besarnya

rembesan yang melalui bendungan tersebut. Berapakah tekanan air pori pada titik P? Faktor skala untuk transformasi dalam arah x adalah:
kz 1,6 = = 0,60 kx 4,5

Permeabilitas isotropik ekivalennya adalah: k' = =

(kxkz )
(4,5 x 1,6 ) x 10 8 = 2,7 x 10-8m/det .

Penampangnya digambarkan dalam skala transformasi seperti diperlihatkan pada Gambar 2.21b. Fokus parabola dasar terletak pada titik A. Parabola dasar tersebut melalui titik G sedemikian rupa sehingga: GC = 0,3 HC = 0,3 x 27,00 = 8,10 m Koordinat titik G adalah: x = 40,80; z = +18,00 Substitusikan koordinat-koordinat ini ke dalam Persamaan 2.34: -40,80 = x0 = x0 Diperoleh: x0 = 1,90 m. Dengan menggunakan Persamaan 2.34 koordinat-koordinat beberapa titik pada parabola dasar dapat dihitung yang disajikan di bawah ini: x z 1,90 0 0 3,80 -5,00 7,24 -10,00 9,51 -20,00 12,90 -30,00 15,57
18 ,00 2 4x 0

Parabola dasarnya digambarkan pada Gambar 2.21b. Kemudian dilakukan pada aliran hulu dan jaringan alirannya dibuat secara lengkap, yang menjamin bahwa interval titik-titik potong ekipotensial berikutnya dengan garis aliran adalah sama. Pada jaringan aliran ini terdapat 3,8 alur aliran dan 18 penurunan ekipotensial. Oleh sebab itu akan didapatkan besarnya rembesan (per satu an panjang) yaitu:

q = k'h

Nf Nd
3,8 = 1,0 x 10-7 m3/detik 1 8

= 2,7 x 10-8 x 18 x

Besarnya rembesan dapat juga dihitung dari Persamaan 2.33 (tanpa harus menggambarkan jaringan aliran): q = 2k' x0 = 2,7 x 10-8 x 18 x
3,8 = 1,0 x 10-7 m3/detik 1 8

Permukaan AD ditetapkan sebagai datum Suatu garis ekipotensial RS digambarkan melalui titik P (posisi transformasi). Dengan melihat gambar dapat diketahui tinggi energi total P yaitu 15,60 m. Pada titik P tinggi elevasinya 5,50 m, oleh sebab itu tinggi tekanannya adalah 10,10 m dan tekanan air porinya adalah: up = 9,8 x 10,10 = 99 kN/m2 Sebagai alternatif, tinggi tekanan pada titik P dapat langsung ditentukan dari jarak vertikal P di bawah titik potong garis ekipotensial RS dengan garis aliran teratas yaitu titik R. Contoh Soal 2.5. Gambarkan jaringan aliran untuk penampang bendungan tanah yang tidak homogen yang ditunjukkan pada Gambar 2.22, dan hitung besarnya rembesan yang melalui bendungan tersebut. Zona 1 dan 2 adalah isotropik dengan koefisien permeabilits masing-masing 1,0 x 10-7 m/detik dan 4,0 x 10-7 m/detik. Perbandingan k2/k1 = 4. Parabola dasar tidak dapat digunakan pada kasus ini. Tiga kondisi dasar yang harus dipenuhi dalam suatu jaringan aliran adalah: 1. Interval vertikal antara titik-titik potong garis ekipotensial dengan garis aliran teratas harus sama. 2. Jika bagian jaringan aliran pada zona 1 berupa bujursangkar maka bagian jaringan aliran pada zona 2 harus berupa persegi panjang kurvilinear dengan perbandingan panjang/lebar sebesar 4.

3. Untuk masing-masing garis aliran, kondisi transfer (Persamaan 2.26) harus dipenuhi pada batas antar zona. Jaringan aliran ditunjukkan pada Gambar 2.22. Pada jaringan aliran ini ada 3,6 alur aliran dan 8 penurunan ekipotensial. Besamya rembesan per satuan panjang diberikan oleh persamaan di bawah ini: q = k1h
Nf Nd
3,6 = 7,2 x 10-7 m3/detik 8

= 1,0 x 10-7 x 16 x

(Jika bentuk bujursangkar digunakan pada zona 2, maka bentuk persegi panjang dengan panjang/lebar 0,25 harus digunakan pada zona 1, dan k 2 harus digunakan pada persamaan rembesan). 2.9 Grouting

Permeabilitas tanah berbutir-kasar dapat diperkecil dengan cara grouting. Proses tersebut terdiri dari penyuntikan suatu cairan yang sesuai, dikenal dengan sebutan grout, ke dalam pori-pori tanah. Grout tersebut secara berangsur-angsur akan mengeras, sehingga dapat mencegah atau memperkecil rembesan air. Grouting juga menghasilkan kenaikan kekuatan tanah. Cairan yang digunakan untuk grouting meliputi campuran semen dan air, suspensi lempung, larutan kimia, seperti sodium silikat atau damar sintetis, dan emulsi bitumen. Penyuntikan (injection) biasanya dilakukan ke dalam suatu pipa yang dimasukkan ke dalam tanah atau ditempatkan ke dalam lubang bor dan di tahan dengan sebuah selubung. istribusi ukuran partikel tanah menunjukkan jenis grout yang akan digunakan. Partikel-partikel suspensi dalam grout, seperti semen atau lempung, akan merembes poripori tanah bila ukuran pori-pori tanah lebih besar dari ukuran partikel tersebut; pori-pori yang lebih kecil dari ukuran ini akan menghalangi partikel untuk menembus tanah. Grout semen dan lempung hanya cocok untuk kerikil dan pasir kasar. Untuk pasir sedang don pasir halus, grout yang digunakan adalah jenis larutan atau emulsi.

uasnya perembesan untuk suatu tanah tertentu tergantung pada viskositas grout dan tekanan pada waktu penyuntikan. Faktor-faktor ini menentukan jarak yang dibutuhkan antara titik-titik penyuntikan. Tekanan penyuntikan harus dipertahankan di bawah tekanan tanah di atasnya, bila tidak akan terjadi pengangkatan (heaving) permukaan tanah dan celah-celah (fissures) di dalam tanah akan terbuka. Untuk tanah yang memiliki variasi ukuran butiran yang besar, adalah bijaksana untuk menggunakan penyuntikan primer dengan grout yang viskositasnya relatif tinggi untuk mengatasi pori-pori yang besar, kemudian diikuti dengan penyuntikan sekunder dengan grout yang viskositasnya relatif rendah untuk pori-pori yang lebih kecil. 2.10 Pengangkatan Akibat Pembekuan Pengangkatan akibat pembekuan (frost heave) adalah peristiwa naiknya permukaan tam .1 akibat aksi bunga es (frost). Pembekuan air disertai dengan kenaikan volume sebesar kurang lebih 9%. Karena itu pada tanah jenuh, volume pori-pori di atas daerah pembekuan alLin naik sebesar 2,5% sampai 5% tergantung dari besarnya angka pori. Bagaimanapun juga, pada keadaan tertentu, kenaikan volume yang lebih besar dapat terjadi akibat terbentuknya lensa-lensa es di dalam tanah. Pada tanah yang memiliki tingkat kejenuhan tinggi, air pori di dekat permukaan tanah akan membeku bila suhunya lebih rendah dari 0oC. Makin dalam tanah yang ditinjau, makin tinggi suhunya, tetapi selama suhu tanah masih di bawah 0oC daerah pembekuan akan meluas ke bawah secara bertahap. Batas penetrasi bunga es di Inggris Raya biasanya diasumsikan sebesar 0,5 m meskipun pada kondisi-kondisi khusus kedalaman ini bisa mencapai 1 m. Suhu yang menyebabkan pembekuan air di dalam pori-pori tanah tergantung pada ukuran pori-pori. Makin kecil pori-pori, makin rendah suhu pembekuan. Oleh karena itu air pada mulanya membeku pada pori-pori yang lebih besar, dan tetap tidak beku pada pori-pori yang lebih kecil. Pada saat temperatur turun di bawah nol, maka daya hisap air akan menjadi lebih besar dan air berpindah ke arah es pada poripori yang lebih besar, ditarik oleh gaya-gaya permukaan kristal es, kemudian

membeku dan menambah volume es. Perpindahan yang berkelanjutan secara bertahap mengakibatkan terbentuknya lensa-lensa es dan naiknya permukaan tanah. Proses tersebut akan berlanjut hanya bila bagian dasar zona pembekuan berada dalam zona kenaikan kapiler, sehingga air dapat berpindah ke ltas dari bawah muka air tanah. Besamya pengangkatan akibat pembekuan akan turun dengan turunnya derajat kejenuhan tanah. Jika terjadi pencairan es, tanah yang sebelumnya membeku akan mengandung air yang berlebihan sehingga menjadi lembek dan kekuatannya berkurang. Pada kasus tanah berbutir-kasar tanpa atau dengan sedikit butiran halus, secara virtual pori-porinya cukup besar untuk terjadi pembekuan pada keseluruhan tanah dan satu-satunya kenaikan volume diakibatkan oleh naiknya volume air pada waktu pembekuan sebesar 9%. Pada tanah dengan permeabilitas sangat rendah, perpindahan air dibatasi oleh lambatnya laju aliran. Akibatnya pembentukan lensa-lensa es juga terbatas. Akan tetapi, adanya celah-celah dapat memperbesar laju perpindahan. Kondisi terburuk pada perpindahan air terjadi pada tanah yang memiliki persentase partikel berukuran lanau yang tinggi; tanah seperti itu biasanya memiliki jaringan yang pori-porinya kecil, walaupun, pada saat yang sama, permeabilitasnya tidak terlalu rendah. Tanah bergradasi baik diperhitungkan mudah membeku jika lebih dari 3% partikelnya lebih kecil dari 0,02 mm. Tanah bergradasi buruk diperhitungkan mudah membeku jika lebih dari 10% partikelnya lebih kecil dari 0,02 mm.

You might also like