You are on page 1of 15

Kebijakan Penguatan Lembaga Pemberdayaan dalam Meningkatkan

Partisipasi Pemberdayaan Masyarakat di Perdesaan


Oleh Gede Sandiasa*1 dan Ida Ayu Putu Sri Widnyani*2

abstraction
Increased community capacity in development participation is strongly influenced
by community values and involvement in development. It is also influenced by
the ability of the community to solve various development problems and social
problems, which can be done independently without the interference of others. To
achieve these conditions, communities and development components must be
empowered, both through self-existing institutions and empowerment that can be
done by the government through policies, non-governmental organizations and
private parties. The purpose of community empowerment is 1) to establish an
Independent Individual; 2) forming a better work ethic; 3) increasing public
awareness of self and environmental potential; 4) training and improving the
community's ability to make planning and accountability; 5) improving people's
thinking ability in finding solutions to any development problems and 6)
Minimizing poverty in the regions.
To achieve the effectiveness of community empowerment there should be
community involvement, government, non-governmental organizations and
private parties. programs are based on community aspirations, supported by the
development of social systems and local wisdom combined with the concept of
sustainable development.

Keywords: community empowerment; people participation; government


policy and local wisdom
*1Staf Pengajar Fisip Universitas Panji Sakti
*2Staf Pengajar Fisip dan Pasca Sarjana Universitas Ngurah Rai Denpasar

1. Pendahuluan
Tantangan pemberdayaan masyarakat di masa mendatang yang dapat dilihat
dari pertentangan dunia global dan tradisi yang berakar pada kearifan lokal, sikap
kebertahanan masyarakat tradisional yang bertolak belakang dengan kemajuan
yang masyarakat inginkan. Tuntutan dan tekanan ekonomi, sosial dan budaya
nasional dan internasional. Menurunnya nilai kebersamaan dan ketidak pedulian
antar sesama dan lingkungannya. Di samping itu berbagai kebijakan pemerintah
dalam upaya pemberdayaan masyarakat, tidak melibatkan sepenuhnya aspirasi
masyarakat, tentang apa yang diinginkan dan bisa dilakukan masyarakat, yang
sifatnya membangun kepedulian dan kemampuan pembangunan dari masyarakat
itu sendiri. Tugas para fasilitator pemberdayaan adalah meningkatkan kemampuan
Locus Majalah Ilmiah Fisip Vol 8 No. 1- Agustus 2017| 1
dan ketrampilan yang sudah dimiliki masyarakat dalam menyelesaikan berbagai
persoalan masyarakat. Pemberdayaan masyarakat mestinya dilakukan sebagai
antisipasi terhadap berbagai permasalahan sosial yang berkembang, dengan
memperhatikan kebutuhan dan kepentingan masyarakat dalam menghadapi
persoalan-persoalan sosial tersebut. Dengan demikian pentingnya partisipasi
masyarakat dalam membangun komunitas sosial merupakan bagian yang selama
ini sering ditinggalkan dan berdampak pada ketidak-perdulian masyarakat
terhadap perkembangan sosial dan lingkungannya, sehingga masyarakat kurang
mampu mengantisipasi perubahan yang terjadi (Sardini & Suswantoro, 2016: 72).
Kebijakan yang bersifat bantuan dan pemaksaan penggunaan teknologi
terapan modern yang diserap dari negara-negara maju, yang nota bene bukan
ketrampilan yang masyarakat pahami banyak mengalami kegagalan. Adapun
kebijakan-kebijakan yang telah dilaksanakan di Indonesia yang kurang memberi
motivasi kemandirian pada masyarakat, seperti pemberian kredit lunak tanpa
dibekali ketrampilan bidang usaha dan pencatatan keuangan yang baik,
menambah beban utang bagi masyarakat, dan ketergantungan pada pemerintah,
termasuk kebijakan BLT (bantuan langsung tunai), program Jaminan
Kesehatan Bali Mandara (JKBM); Kebijakan Beras miskin dan kebijakan lainnya,
yang kurang mendidik dan menumbuhkan kemandirian masyarakat. Di sisi lain
perberdayaan dapat dimaknai sebagai pertarungan antar otonomi (Friedman, 1992
dalam (Wrihatnolo & Dwijowijoto, 2007) konsep ini tidak saja mengandung
makna keberpihakan kepada masyarakat, secara total terutama pada masyarakat
yang tergolong sebagai masyarakat miskin. Pertarungan ini tidak saja
mengesankan pada kemampuan kemandirian pada masyarakat miskin di bidang
ekonomi, tetapi juga meningkatnya kemampuan masyarakat dalam membuat
keputusan, untuk memberikan solusi pada setiap persoalan yang mereka hadapi.
Peran pemerintah dalam pemberdayaan dapat dilakukan dalam dua sisi, yaitu
pemenuhan pada kebutuhan dasar masyarakat melalui sistem layanan publik dan
peningkatan kualitas sumberdaya manusia masyarakat miskin itu sendiri.
Disebutkan oleh UI Haq, 1995 (dalam Wrihatnolo & Dwijowijoto, 2007) bahwa
tujuan pokok pembangunan adalah memperluas pilihan-pilihan manusia, dalam

Locus Majalah Ilmiah Fisip Vol 8 No. 1- Agustus 2017| 2


pengertian ini memiliki dua sisi, yaitu pertama, pembentukan kemampuan
manusia yang dapat terefleksikan pada kesehatan, pengetahuan, dan keahliannya
yang selalu meningkat, kedua penggunaan kemampuan yang dimilikinya untuk
bekerja dalam upaya memenuhi kebutuhan, menikmati kehidupan dan selalu
berusaha aktif dalam berbagai kegiatan sosial, budaya dan politik. Paradigma
pembangunan manusia demikian menerapkan konsep holistik yang memiliki
empat unsur penting, yaitu 1) peningkatan produktivitas; 2) pemerataan
kesempatan; 3) kesinambungan pembangunan dan 4) pemberdayaan manusia
(Wrihatnolo & Dwijowijoto, 2007).
Berdasarkan latar belakang di atas, dalam tulisan ini dapat diajukan pokok
permasalahan yang menarik untuk dilakukan pengkajian secara mendalam, yaitu:
1) Bagaimana kebijakan publik dapat mendorong percepatan pemberdayaan
masyarakat;
2) Peran Sentral Lembaga Pemberdayaan Masyarakat dan Kearifan Lokal dalam
Pemberdayaan Masyarakat; dan
3) Dampak Kebijakan Publik terhadap partisipasi masyarakat dalam Program
Pemberdayaan Masyarakat.

2. Diskusi Teoritis dan Pembahasan


2.1. Kebijakan Publik dalam Pemberdayaan Masyarakat
Filisofis pengembangan dan pemberdayaan masyarakat adalah “help people
to the help himself (membantu masyarakat untuk membantu dirinya sendiri),
dengan demikian titik sentral membangun masyarakat adalah menjadikan
keterlibatan masyarakat dalam proses pembangunan dikarenakan kemampuannya
yang telah berkembang dan bertumbuh akibat kerelaannya untuk belajar dari
pengalaman, dari pelatihan pihak lain serta keinginannya untuk keluar dari segala
persoalan yang melilit dirinya, yang dapat pula berkembang untuk meningkat
kemampuannya memberikan bantuan dan kemampuan lebih dalam ikut serta
membantu masyarakat lainnya. Adapun yang menjadi inti dari pengembangan
masyarakat (Aziz, dkk, 2005) adalah 1) peletakan sebuah tatanan sosial, di mana
masyarakat secara adil dan terbuka dapat melakukan usaha-usaha sebagai

Locus Majalah Ilmiah Fisip Vol 8 No. 1- Agustus 2017| 3


perwujudan atas kemampuan dan potensi dirinya, sehingga segala kebutuhannya
dapat terpenuhi; 2) tidak merupakan proses pemberian sesuatu dari pihak yang
memiliki kepada pihak yang tidak memiliki sesuatu, hal ini dapat berupa bantuan
dana segar, kepada masyarakat yang prosesnya dapat menghilangkan kemampuan
kemandirian dalam masyarakat, dan dapat menimbulkan ketergantungan; 3)
pemberdayaan mesti dilihat sebagai proses pembelajaran “learning process”
kepada masyarakat agar dapat menyimak dan belajar secara mandiri dalam upaya
memperbaiki kualitas hidup mereka; 4) pengembangan masyarakat memerlukan
keterlibatan penuh dari masyarakat itu sendiri, partisipasi tidak saja pada
perwujudan kehadirannya dalam proses pembangunan, akan tetapi bentuk
kontribusi yang nyata dalam setiap proses pemberdayangan dan pengembangan
masyarakat bersangkutan; 5) pengembangan masyarakat harus dipahami, sebagai
usaha memperdayakan masyarakat “people empowerment”, dapat dilakukan
dengan merubah cara pandang masyarakat “mind site” dari menerima apa adanya,
menjadi kreatif, aktif dan produktif dalam mencari penyelesaian pada setiap
persoalan yang mereka hadapi.

2.2. Peran Sentral Lembaga Pemberdayaan Masyarakat dan Kearifan


Lokal
Hasil studi mengungkapkan bahwa program pembangunan pedesaan
memiliki hubungan signifikan terutama terhadap peran LSM (Lembaga swadaya
masyarakat dalam pengembangan program pertanian, program kesehatan,
pengembangan sumber daya manusia, pengembangan masyarakat dan program
promosi industri dan perdagangan. Temuan yang kedua Partisipasi anggota
masyarakat pada berbagai tahap program dan jenis partisipasi dapat mempercepat
pencapaian tujuan pemberdayaan masyarakat. Rekomendasi dalam penelitian ini
adalah agar pemerintah berkolaborasi dengan LSM melalui Agenda Transformasi
Pertanian (ATA) mengenai identifikasi proyek, perancangan dan implementasi
program pembangunan pedesaan. (Olanrewaju & Chukwudi, 2017).
Oleh karena itu tidak kalah pentingnya dalam upaya memberdayakan
masyarakat adalah kelembagaan sosial kemasyarakatan, yang telah tumbuh dan

Locus Majalah Ilmiah Fisip Vol 8 No. 1- Agustus 2017| 4


berkembang sejak lama dalam masyarakat memiliki kemampuan untuk
melakukan perubahan. Namun demikian meskipun banyak terdapat lembaga
sosial kemasyarakatan, fungsi mereka belum maksimal dalam memberikan
kontribusi pada peningkatan kesejahteraan dan keberdayaan pada masyarakat, hal
ini sering terjadi karena sifat kelembagaan tersebut, berfungsi untuk dapat
menyelenggarakan bagian tertentu dari kepentingan masyarakat, yang tidak
didukung oleh tatanan nilai dan aturan yang dapat mendorong kemajuan
masyarakat di berbagai aspek kehidupan masyarakat, misalnya berkaitan dengan
keagamaan, ritual dan adat istiadat, dalam keadaan demikian fungsi lembaga ini
menjadi sangat terbatas. Adapun sebenarnya fungsi lembaga dalam masyarakat
menurut Aziz, dkk (2005) antara lain;
1) Membangun dan memelihara perspektif menyeluruh
2) Melaksanakan rekrutmen dan pengembangan kepemimpinan kelembagaan
3) Membuat mekanisme kontrol untuk mengatur saling keterkaitan antar
organisasi formal dan informal melalui sistem manajemen strategis (Aziz, dkk,
2005: 11)
Selanjutnya terdapat nilai-nilai yang mengikat kelembagaan
kemasyarakatan, yang dapat menjadi roh dan kejiwaan berbagai organisasi
swadaya masyarakat dan diterapkan dalam upaya dapat menyelesaikan berbagai
persolan masyarakat, yang dikenal dengan kearifan lokal. Nilai-nilai ini dapat
menjadi sarana dan tatanan kemasyarakatan yang bisa mondorong perubahan pada
struktur dan budaya masyarakat. Tetapi tidak sedikit nilai-nilai yang dianut oleh
kelompok masyarakat tertentu dapat menghambat dan menjadi halangan dalam
mewujudkan kemandirian dan kesejahteraan masyarakat. Dalam peradaban
masyarakat Bali terdapat berbagai kearifan lokal, yang dapat mendorong
kemajuan dan kemandirian masyarakat. Di mana kebudayaan dan nilai-nilai yang
dijunjung masyarakat Bali banyak dipengaruhi oleh peradaban Umat Hindu, yang
banyak bersumber pada konsep tri hita karana. Di mana dalam masyarakat
menyikapi berbagai persoalan sosial hendaknya berlandasakan pada konsep dan
prinsip harmoni. Keseimbangan ini harus diwujudkan dalam tata pergaulan
manusia dengan sesamanya (pawongan), mewujudkan keyakinan dan

Locus Majalah Ilmiah Fisip Vol 8 No. 1- Agustus 2017| 5


kepercayaannya pada Tuhan juga berlandaskan pada harmoni manusia dengan
Tuhannya (prahyangan), serta harmoni dengan lingkungan dan alam semesta (tata
palemahan), yang diharapkan akibat tindakan dan perbuatan manusia diharapkan
lingkungan dan alam sekitarnya memberikan manfaat kepada manusia serta
sebaliknya manusia dengan segala sikap, perbuatan serta tindakannya dapat
memberi dampak pada lestarinya alam semesta beserta isinya. Keseimbangan
manusia dengan Tuhannya melalui peningkatan rasa bhaktinya kepada Tuhan,
diharapkan dapat memberi kesempatan pada manusia untuk bertindak dan berbuat
berlandaskan pada kebenaran yang hakiki, yang dapat direfleksikan pada
perbuatannya yang seimbang dalam menyikapi dan bertindak pada manusia
lainnya, hal ini dapat menghadirkan perilaku yang bijaksana, serta mampu
mengatur tatanan sosial kemasyarakatan melalui berbagai kebijakan yang benar
dan dirasa adil oleh seluruh komponen masyarakat. Sedangkan pada penerapan
konsep palemahan, mensyaratkan dalam setiap kebijakan pembangunan dan sosial
selalu mengedepankan model pembangunan berkelanjutan. “sustainable
development” yang dapat memberikan dampak dan rasa aman bagi generasi
selanjutnya.
Pengawasan dan kepentingan penerapan tri hita karana ini, dilaksanakan
oleh kesatuan masyarakat adat, yang disebut dengan desa pakraman (desa adat
dalam penjelasan UUNo. 6 tahun 2014). Desa adat memiliki fungsi pemerintahan,
keuangan desa, pembangunan desa, serta mendapat fasilitas dan pembinaan dari
pemerintah kabupaten/kota. Oleh karenanya di masa depan desa dan desa adat
dapat melakukan perubahan wajah desa dan tata kelola pembangunan yang
berdaya guna, serta pembinaan masyarakat dan pemberdayaan masyarakat di
wilayahnya.

Locus Majalah Ilmiah Fisip Vol 8 No. 1- Agustus 2017| 6


2.3. Dampak Kebijakan Publik pada Partisipasi Masyarakat dalam
Pemberdayaan Masyarakat Desa.
a) Kebijakan Publik dalam Meningkatkan Partisipasi Masyarakat
Pembangunan berbasis pada manusia “people oriented” atau
pengembangan berorientasi manusia “the People Oriented Development” (POD),
yang dapat diarahkan pada keyakinan setiap orang yang terlibat akibat aspirasi
yang bersangkutan merasa terpenuhi, terwujud dalam penjaringan ide dan
gagasan, serta dalam bentuk program yang dapat meningkatkan rasa memiliki
masyarakat bersangkutan. Adapun POD ini bertujuan :
1) Untuk memastikan tercapainya pembangunan holistik berkelanjutan
masyarakat.
2) Pengembangan masyarakat dan bukan pengembangan individu,
3) Membentuk pilihan dengan penduduk desa daripada memberikan solusi untuk
mereka,
4) Meminimalkan faktor eksternal daripada menciptakan ketergantungan pada
input (Olanrewaju & Chukwudi, 2017: 44).
Melihat tujuan di atas diharapkan keterlibatan masyarakat secara maksimal
untuk mencari solusi secara bersama-sama, bukan bersifat individual,
mengembangkan masyarakat bukan individu, mencari solusi dari dalam
masyarakat bukan pemberian dari luar, bersifat holistik dan tidak menciptakan
ketergantungan pada imput dari luar.
Hal ini dapat mendukung pendekatan pembangunan dan pemberdayaan
masyarakat desa di kawasan perdesaan melalui pendekatan pembangunan
partisipatif (UU No. 6/2014). Menurut Undang-undang ini bahwa pembangunan
perdesaan meliputi:
1) Penggunaan dan pemanfaatan wilayah desa dalam rangka penetapan kawasan
pembangunan sesuai dengan tata ruang kabupaten/kota;
2) Pelayanan yang dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
pedesaan;

Locus Majalah Ilmiah Fisip Vol 8 No. 1- Agustus 2017| 7


3) Pembangunan infrastruktur, peningkatan ekonomi perdesaan, dan
pengembangan teknologi tepat guna; dan
4) Pemberdayaan masyarakat desa untuk meningkatkan akses terhadap
pelayanan dan kegiatan ekonomi.
Selain itu pemberdayaan juga mengarah pada terwujudnya demokrasi dan
transfaransi ditingkat masyarakat, serta menciptakan akses agar masyarakat lebih
berperan aktif dalam kegiatan pembangunan (penjelasan UU No. 6 / 2014). Hal
ini juga didukung hasil penelitian Kahika & Karyeija, di mana hasil penelitian
menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara “technical roles, political
role, civil society roles and private sector role dalam implementasi kebijakan.
Dalam hal ini peneliti menyarankan inovasi yang efektif dalam pengembangan
lembaga ekonomi dengan perencanaan yang melibatkan berbagai aktor kunci dan
stakeholder di tingkat lokal (Kahika & Karyeija, 2017). Dengan demikian factor
keterlibatan dan partisipasi masyarakat dalam berbagai komponen (stakeholders)
sangat menentukan keberhasilan pelaksanaan pembangunan dan pemberdayaan
masyarakat.

b) Fungsi Kebijakan Publik dalam Pemberdayaan Masyarakat.


UU No. 6 tahun 2014, tentang desa, khususnya pada pasal 1 ayat 12
menyebutkan tentang Pemberdayaan Masyarakat Desa adalah merupakan upaya
pengembangan kemandirian dan kesejahteraan masyarakat, dengan meningkatkan
pengetahuan, sikap, keterampilan, perilaku, kemampuan, kesadaran, serta
memanfaatkan sumberdaya melalui penetapan kebijakan, program, kegiatan dan
pendampingan yang sesuai dengan esensi masalah prioritas kebutuhan masyarakat
desa. Juga dalam pasal 18 disebutkan bahwa pemberdayaan masyarakat desa
berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul dan adat istiadat desa. Menyimak
beberapa ketentuan tersebut, kebijakan pemerintah memahami betul apa yang
menjadi kebutuhan masyarakat, hanyalah masyarakat bersangkutan yang
mengetahui apa yang menjadi titik persoalan masyarakat dan bagaimana cara
menyelesaikan, berdasarkan kemampuan yang ada. Dengan pemahaman yang
demikian maka kebijakan pemerintah, mestinya selalu berlandaskan pada pokok

Locus Majalah Ilmiah Fisip Vol 8 No. 1- Agustus 2017| 8


persoalan yang dihadapi masyarakat, dengan menerapkan teknik dan ketrampilan
yang sudah mereka miliki, dengan tentunya ditingkatkan kemampuan teknik
tersebut melalui pendekatan teknologi yang bisa diberikan oleh pemerintah
maupun lembaga pemberdayaan masyarakat desa. Dengan begitu teknologi yang
diterapkan tidak jauh dari kemampuan masyarakat yang sudah dimiliki, dan
diterapkan dalam lembaga lokal “local genious”, seperti desa adat” yang telah
banyak terbukti membantu mewujudkan masyarakat dalam kemandirian, baik
secara sosial, budaya maupun bidang ekonomi, sebagai contoh dalam
pengembangan Lembaga Perkreditan desa (LPD) oleh masyarakat Bali yang
pendirian maupun pengawasannya melalui mekanisme dan awig-awig desa adat.
Selanjutnya kebijakan pemberdayaan masyarakat secara rinci dapat diarahkan
pada tujuan-tujuan sebagai berikut:
1) Membentuk Individu Mandiri. Pengembangan sumberdaya manusia dalam
pengertian ekonomi, dapat digambarkan sebagai akumulasi modal manusia
(human capital), yang dapat terwujud dalam bentuk peningkatan
pengetahuan, keterampilan dan kapasitas dari seluruh penduduk dalam suatu
masyarakat (Daulay, editor, 2012). Konsep penerapan pendidikan di sini
tidak saja pada upaya pencapaian kemandirian penduduk saja, pemberian dan
upaya memperoleh pendidikan lanjutan lalu diberhentikan, akan tetapi
pendidikan terus menerus atau seumur hidup. Dengan demikian proses
perkembangan masyarakat yang dipengaruhi oleh hasil pendidikan dapat
berjalan sepanjang hayat, seiring dengan perkembangan berbagai persoalan
yang dihadapi penduduk terus meningkat baik dari sisi kuantitas maupun
kualitas. Di samping itu learning process ini terus berkembang dan menjadi
on going dari generasi ke generasi lainnya, dari suatu kelompok masyarakat
ke kelompok lainnya, satu kelompok masyarakat mandiri dapat memberi
pengaruh pada kemandirian kelompok masyarakat lainnya.
2) Membentuk etos kerja yang lebih baik;
Tidak ada satu pun teori yang bisa menjelaskan semua fenomena dan
bagaimana membuat yang lemah menjadi lebih kuat dan lebih baik.
Terkadang etos kerja dipengaruhi oleh kepercayaan, seperti agama.

Locus Majalah Ilmiah Fisip Vol 8 No. 1- Agustus 2017| 9


Terkadang hal itu dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi di sebuah
komunitas (Irham, 2012). Weber memberikan definisi berkaitan dengan etos
sebagai keyakinan yang berfungsi sebagai panduan tingkah laku seseorang,
sekelompok atau sebuah institusi. Dengan demikian etos kerja dapat diberi
arti sebagai doktrin tentang kerja yang diyakini oleh seseorang atau
sekelompok orang sebagai hal yang baik /benar dan diwujudkan nyata dalam
perilaku kerja sehari-hari (Irham, 2012).
Dalam konsep dan pemahaman masyarakat Hindu, disebutkan bahwa sumber
daya manusia yang berkualitas adalah kualitas sumber daya manusia yang
fisik dan non fisik. Kualitas fisik bercirikan; kesehatan prima; tubuh fisik
tegap tinggi dan lain-lain. Kualitas non fisik, orang itu bekerja keras tanpa
pamrih, bekerja positif (subakarma) hasil kerja, untuk kebaikan orang lain,
juga etika, jujur dll. Pemaparan di atas dapat membuktikan etos kerja sebagai
potensi budayawi untuk membentuk manusia yang berkualitas dan lain-lain.
Akat orang yang suka bekerja keras dan memiliki ketekunan akan mencapai
keberhasilan, tekun bekerja, tekun belajar, berdisiplin, dan memiliki kualitas
srddha yang mantap akan sukses dalam berbagai aspek kehidupan (Titib,
1996: 322).
3) Membentuk masyarakat yang memiliki kesadaran tinggi terhadap potensi diri
dan lingkungan sekitarnya. Pemberdayaan pada masyarakat ditujukan untuk
meningkatkan kesadaran terhadap penting mengenal potensi diri, dan
memanfaatkan potensi diri dalam mengelola lingkungan sekitarnya, yang
dapat memberikan manfaat kesejahteraan pada masyarakat dengan tanpa
mengurangi manfaat dan kualitas lingkungan sekitarnya. Dalam hal ini perlu
adanya peningkatan kualitas komunikasi lokal, melalui kearifan lokal yang
ada. Komunikasi lokal menikmati status kredibilitas yang tinggi karena
dikenal dan dikendalikan secara lokal. penduduk lokal sering ragu dengan
media massa yang dikuasai eksternal, memandangnya hanya sebagai
propaganda pemerintah. Sementara itu komunikasi masyarakat lokal (adat)
memiliki khalayak yang jauh lebih luas, karena bisa menjangkau mereka yang
tidak membaca atau menulis (Oyesomi, et all, 2017)

Locus Majalah Ilmiah Fisip Vol 8 No. 1- Agustus 2017| 10


4) Melatih dan memampukan masyarakat dalam menyusun perencanaan dan
pertanggugjawaban. Dalam sekup wilayah yang terbatas dan sempit,
kemampuan masyarakat bisa jadi tidak diragukan, namun kadang keluasan
permasalahan yang dihadapi, maka kapasitas masyarakat dan kelompoknya
maupun kelembagaannya perlu ditingkatkan, sehingga dapat mengerjakan
hal-hal yang lebih luas, komprehensif, menyangkut berbagai aspek kehidupan
masyarakat dan dapat menjamin keberlanjutannya, oleh sebab itu kemampuan
masyarakat dalam merencanakan kegiatan dan program pemberdayaan perlu
pula ditingkatkan yang didukung dengan upaya memunculkan dan
meningkatkan rasa tanggungjawab sosial, ekonomi dan lingkungan, sehingga
program pemberdayaan berlandaskan pada upaya bersama, sinergitas
kelompok, yang dapat menghadirkan kemandirian secara permanen, dan
partisipasi seluruh masyarakat dalam setiap bidang kegiatan dan keterlibatan
secara terus menerus dalam proses pembelajaran system sosial
“understanding how to incorporate learning into activities” (Porno & Boren,
2017) .
5) Meningkatkan kemampuan berpikir dalam mencari solusi pada setiap
permasalahan yang dihadapi. Pemberdayaan dan melibatkan “empowerment
and engagement” merupakan tujuan strategi global dalam pencapaian
terpadu, berpusat pada masyarakat “people-centred” (Boudioni, et all, 2017)
Pemberdayaan masyarakat Desa bertujuan memampukan masyarakat desa
dalam melakukan aksi bersama sebagai suatu kesatuan tata kelola
Pemerintahan Desa, kesatuan tata kelola lembaga kemasyarakatan Desa dan
lembaga adat, serta kesatuan tata ekonomi dan lingkungan (PP No. 43 Tahun
2014)
6) Memperkecil angka kemiskinan di daerah.
Angka kemiskinan di daerah, senantiasa menjadi persoalan di daerah, seperti
juga dengan pemerintah Kabupaten Buleleng, menurut data kemiskinan di
Kabupaten Buleleng mencapai 37.550 jiwa dari keseluruhan jumlah
penduduk pada tahun 2016 atau sekitar 5,79 %. Persoalan kemiskinan ini
harus dapat diselesaikan dan ditangani semua pihak termasuk partisipasi dari

Locus Majalah Ilmiah Fisip Vol 8 No. 1- Agustus 2017| 11


masyarakat miskin itu sendiri. Hal ini didukung oleh hasil penelitian yang
menemukan bahwa pemerintah harus komitmen terhadap partisipasi
masyarakat yang hakiki “genuine commnunity participation” dan selalu dapat
merangkul dan menuntut keterlibatan masyarakat dalam proses pembangunan
mereka sendiri “their own development” (France & dipholo, 2017).
Selanjutnya dalam Kebijakan Pemerintah disebutkan tujuan kebijakan
dalam Pemberdayaan Masyarakat desa, sesuai ketentuan ayat (1) pasal 127 dari
PP No. 43 tahun 2014 dilakukan dengan: a). mendorong partisipasi masyarakat
dalam perencanaan dan pembangunan Desa yang dilaksanakan secara swakelola
oleh Desa; b). mengembangkan program dan kegiatan pembangunan Desa secara
berkelanjutan dengan mendayagunakan sumber daya manusia dan sumber daya
alam yang ada di Desa; c). menyusun perencanaan pembangunan Desa sesuai
dengan prioritas, potensi, dan nilai kearifan lokal; d). menyusun perencanaan dan
penganggaran yang berpihak kepada kepentingan warga miskin, warga disabilitas,
perempuan, anak, dan kelompok marginal; e). mengembangkan sistem
transparansi dan akuntabilitas dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa dan
pembangunan Desa; f). mendayagunakan lembaga kemasyarakatan Desa dan
lembaga adat; g. mendorong partisipasi masyarakat dalam penyusunan kebijakan
Desa yang dilakukan melalui musyawarah Desa; h). menyelenggarakan
peningkatan kualitas dan kapasitas sumber daya manusia masyarakat Desa; i).
melakukan pendampingan masyarakat Desa yang berkelanjutan; dan j).
melakukan pengawasan dan pemantauan penyelenggaraan Pemerintahan Desa dan
pembangunan Desa yang dilakukan secara partisipatif oleh masyarakat Desa.
Dengan demikian keterlibatan masyarakat dan komponen pembangunan
lainnya, sangat dibutuhkan, mengingat demikian komplek permasalahan yang
dihadapi masyarakat yang tidak berdaya, dari persoalan akses pelayanan, bidang
kelembagaan, bidang perencanaan, kualitas sumber daya manusia, lingkungan dan
kelemahan dalam partisipasi.

Locus Majalah Ilmiah Fisip Vol 8 No. 1- Agustus 2017| 12


3. Penutup
3.1. Simpulan
a) Peran sentral kebijakan publik yang berlandaskan pada aspirasi
masyarakat dapat mendorong percepatan tercapainya tujuan
kebijakan perberdayaan masyarakat di perdesaan.
b) Keterlibatan lembaga swadaya masyarakat dengan berlandaskan
pada nilai-nilai kearifan lokal dapat meningkatkan kepercayaan
masyarakat terhadap keberhasilan program pemberdayaan
masyarakat. Diperkuat dengan kebijakan pemerintah, dalam
menerapkan teknologi tepat guna dapat membantu peningkatan
kemampuan dan kapasitas masyarakat secara individu maupun
kelompok, baik melalui lembaga yang dibentuk pemerintah maupun
lembaga swadaya yang dibentuk sendiri oleh masyarakat.
c) Ketepatan kebijakan pemerintah dalam pemberdayaan masyarakat,
dapat mendorong partisipasi aktif masyarakat. Pemrberdayaan yang
tepat dapat mencapai tujuan, yaitu : 1) membentuk Individu
mandiri; 2) membentuk etos kerja yang lebih baik; 3) meningkatkan
kesadaran masyarakat terhadap potensi diri dan lingkungan; 4)
pelatihan dan meningkatkan kemampuan masyarakat dalam
membuat perencanaan dan pertanggugjawaban; 5) meningkatkan
kemampuan berpikir masyarakat dalam mencari solusi pada setiap
permasalahan pembangunan dan 6) Memperkecil angka kemiskinan
di daerah.

3.2. Saran dan Rekomendasi


a) Kebijakan pemerintah dan tindakan lembaga pemberdayaan
masyarakat, harus selalu mengacu pada kebutuhan dan kemampuan
dasar dari masyarakat yang akan diberdayakan.
b) Komponen-komponen pemberdayaan dan nilai-nilai lokal
pendukung harus terus digali dan dikembangkan, guna terjadinya
sinergitas program pemberdayaan dengan nilai-nilai kearifan lokal
Locus Majalah Ilmiah Fisip Vol 8 No. 1- Agustus 2017| 13
yang dianut masyarakat, dalam upaya meningkatkan keyakinan dan
kepercayaan terhadap keberlanjutan program-program
pemberdayaan masyarakat.
c) Untuk dapat lebih tajam memahami fungsi dan peran kebijakan
publik dalam pemberdayaan masyarakat, terkait dengan peran
penting keterlibatan dan partisipasi masyarakat perlu dilaksanakan
penelitian lebih lanjut.

Daftar Pustaka

Aziz, Moh. Ali, Suhartini, A Halim (ed), 2005. Dakwah Pemberdayaan


Masyarakat. LKiS, Yogyakarta

Boudioni, Markella, Susan McLaren, & Graham Lister, 2017. “The Role of
Citizenship, Culture and Voluntary Community Organisations towards
Patient Empowerment in England and Greece”. In International Journal of
Caring science January-April Vol. 10/Issue 1/ page 30-312.
www.internationaljournalofcaringscience.org

Daulay, Asrul, editor, 2012. Pendidikan & Pemberdayaan Masyarakat, Esay-


Esay Pemikiran Pemberdayaan dari Aspek Manejerial Kecerdasan dan
Kepribadian. Fakultas Tarbiyah IAIN Sumatra Utara, Perdana Mulya
Sarana, Medan.

Forno, Carla Andrea Millares & Amy E. Boren, 2017. “Creating Community
Capacity through Youth Empowerment: A Case Study of Rural Nicaragua”.
In Journal Yout Deelopment Vol. 12 Issue 2 ISSN 2325-4017

France, Keneilwe Molosi, & Kenneth Dipholo, 2017. “Assessing the role of Local
Institutions in Participatory development: The case of Khwee and Sehunong
settlements in Botswana”. In Africa’s Public Service Delivery and
Performance Review ISSN: (Online) 2310-2152, (Print) 2310-2195

Irham, Mohammad, 2012. “Etos Kerja Dan Korelasinya Dengan Peluang Dan
Tantangan Profesionalitas Masyarakat Muslim Di Era Modern”. Dalam
Jurnal Subtantia, Vol. 14 No. 2 Oktober 2012.

Kahika, Giles & Gerald K. Karyeija, 2017. “Institutional roles and the
implementation of local economic Development, Kasese district, Uganda. In
Africa’s Public Service Delivery and Performance Review ISSN: (Online)
2310-2152, (Print) 2310-2195

Olanrewaju , I. A. Jacobs T . O. & P. O. Chukwudi, 2017. “Comparative


Assessment Of Rural Development Programs Of Selected Ngos In Plateau
Locus Majalah Ilmiah Fisip Vol 8 No. 1- Agustus 2017| 14
State, Northcentral, Nigeria” . In Journal rural Social Science. 332 (1),
2017 pp.40-55

Oyesomi, Kehinde, Abiodun Salawu, & Bankole Olorunyomi, 2017. “Indigenous


Communication:Socio-Economic Characteristics Influencing Contemporary
Female Political Participation”. In Journal of international women’s Studies
Vol. 18.No.4 august 2017

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2014 Tentang


Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa

Sardini, Nur Hidayat & Gunawan Suswantoro ed, 2016. 60 Tahun Jimly
Asshiddiqie: Menurut Para Sahabat. Yayasan Pustaka Obor Indonesia,
Jakarta

Titib, I Made, 1996. Weda Sabda Suci Pedoman Praktis Kehidupan. Paramita
Denpasar

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa

Wrihatnolo, Randy R. dan Riant Nugroho Dwidjowijoto, 2007. Manajemen


Pemberdayaan. PT elex Media Kompuindo, Jakarta

Locus Majalah Ilmiah Fisip Vol 8 No. 1- Agustus 2017| 15

You might also like