You are on page 1of 2

‫هلل َك ِثيْرً ا‬ ِ ِ ‫ هللَا ُ َأ ْك َب ُر هللَا ُ َأ ْك َب ُر هللَا ُ َأ ْك َب ُر هللَا ُ َأ ْك َب ُر َك ِبيْرً ا َو ْال َح ْم ُد‬،ُ‫ هللَا ُ َأ ْك َب ُر هللَا ُ َأ ْك َب ُر هللَا ُ َأ ْك َبر‬،ُ‫هللَا ُ َأ ْك َب ُر هللَا ُ َأ ْك َب ُر هللَا

َا ُ َأ ْك َبر‬
َ‫ ال‬،ُ‫اب َوحْ َده‬ َ ‫ َو َه َز َم ْاَألحْ َز‬،ُ‫ َوَأ َع َّز ُج ْندَ ه‬،ُ‫ص َر َعبْدَ ه‬ َ ‫ َو َن‬،ُ‫صدَ َق َوعْ دَ ه‬ َ ،ُ‫ الَ ِإل َه ِإالَّ هللا ُ َوحْ دَ ه‬،ً‫هللا ب ُْك َر ًة َوَأصِ ْيال‬ ِ ‫ان‬ َ ‫َو ُسب َْح‬
‫هلل ْال َح ْم ُد‬ ‫َأ‬ ‫َأ‬
ِ ‫ هللَا ُ ْك َب ُر َو‬،ُ‫ الَ ِإل َه ِإالَّ هللا ُ َوهللا ُ ْك َبر‬،‫ِإل َه ِإالَّ هللا ُ َوالَ َنعْ ُب ُد ِإالَّ ِإيَّاهُ م ُْخلِصِ ي َْن لَ ُه ال ِّدي َْن َولَ ْو َك ِر َه ْال َكافِر ُْو َن‬
ُ‫ َنحْ َم ُده‬.‫اس‬ ِ ‫ت للِ َّن‬ ْ ‫ص َي ِام َو ْالقِ َي ِام َو َج َعلَ َنا َخي َْر ُأ َّم ٍة ُأ ْخ ِر َج‬ ِّ ‫لى ال‬ َ ‫ان َوَأ َعا َننا َ َع‬ َ ‫ض‬ َ ‫هلل الَّذِيْ َو َّف َق َنا ِِإل ْت َم ِام َشه ِْر َر َم‬ ِ ِ ‫اَ ْل َحمْ ُد‬
ُ‫ َوَأ ْش َه ُد َأنَّ م َُحم ًَّدا َع ْب ُده‬، ُ‫ك ْال َح ُق ْالم ُِبيْن‬ ُ ِ‫ْك لَ ُه ْال َمل‬ َ ‫ َوَأ ْش َه ُد َأنْ الَ ِإل َه ِإالَّ هللا ُ َوحْ دَ هُ الَ َش ِري‬.ِ‫َعلَى َت ْوفِ ْيقِ ِه َوهِدَ ا َي ِته‬
‫ان ِإلَى‬ ٍ ‫صحْ ِب ِه َوال َّت ِاب ِعي َْن َو َمنْ َت ِب َع ُه ْم بِِإحْ َس‬ َ ‫صالَةُ َوال َّسالَ ُم َعلَى َس ِّي ِد َنا م َُح َّم ٍد َو َعلَى آلِ ِه َو‬ َّ ‫ َوال‬.‫َو َرس ُْول ُ ُه َخا َت ُم ال َّن ِب ِّيي َْن‬
‫اع ِت ِه لَ َعلَّ ُك ْم ُترْ َحم ُْو َن‬ َ ‫ َوَأ ُح ُّس ُك ْم َعلَى َط‬،‫از ْال ُم َّتقُ ْو َن‬ َ ‫هللا َف َق ْد َف‬ِ ‫ ُأ ْوصِ ْي ُك ْم َو َن ْفسِ يْ ِب َت ْق َوى‬،‫هللا‬ ِ َ‫ َف َيا عِ َباد‬:‫ َأمَّا َبعْ ُد‬،‫َي ْو ِم ال ِّدي َْن‬
‫ضان الَّذِي‬ َ ‫ِيم َش ْه ُر َر َم‬ ‫هَّللا‬ َ ‫هلل م َِن ال َّشي‬ ُ ‫ َأع‬:‫آن ْال َعظِ يْم‬ ِ ْ‫َقا َل هللا ُ َت َعالَى فِي ْالقُر‬
ِ ‫ ِبسْ ِم ِ الرَّ حْ َم ِن الرَّ ح‬،‫ان الرَّ ِج ِيم‬ ِ ‫ْط‬ ِ ‫ُوذ ِبا‬ ِ
‫ان َم ِريْضا ً َأ ْو َعلَى‬ َ ‫قان َف َمنْ َش ِهدَ ِم ْن ُك ُم ال َّشه َْر َف ْل َيصُمْ ُه َو َمنْ َك‬ ‫ُأ‬
ِ ْ‫ت م َِن ْالهُدَى َو ْالفُر‬ ٍ ‫اس َو َبيِّنا‬ ِ ‫ْن ِز َل فِ ْي ِه ْالقُرْ آنُ ه ًُدى لِل َّن‬
‫َّام ُأ َخ َر ي ُِري ُد هَّللا ُ ِب ُك ُم ْاليُسْ َر َوال ي ُِر ْي ُد ِب ُك ُم ْالعُسْ َر َولِ ُت ْكمِلُوا ْال ِع َّد َة َولِ ُت َك ِّبرُوا هَّللا َ َعلَى َما َهدَا ُك ْم َولَ َعلَّ ُك ْم‬ ‫َأ‬
ٍ ‫َس َف ٍر َف ِع َّدةٌ مِنْ ي‬
َ ‫َت ْش ُكر‬
‫ُون‬

Sumber: https://nu.or.id/khutbah/khutbah-idul-fitri-tiga-ciri-sukses-ramadhan-di-
momen-lebaran-4YkAc

Jika standar capaian tertinggi puasa adalah takwa, maka tanda-tanda bahwa kita
sukses melewati Ramadhan pun tak lepas dari ciri-ciri muttaqîn (orang-orang yang
bertakwa). Semakin tinggi kualitas takwa kita, indikasi semakin tinggi pula kesuksean
kita berpuasa. Demikian juga sebaliknya, semakin hilang kualitas takwa dalam diri
kita, pertanda semakin gagal kita sepanjang Ramadhan. Lantas, apa saja ciri-ciri
orang bertakwa? Ada beberapa ayat Al-Qur’an yang menjelaskan ciri-ciri orang
takwa. Salah satu ayatnya terdapat dalam Surat Ali Imran: ‫ون فِي السَّرَّ ا ِء َوالضَّرَّ ا ِء‬ َ ‫الَّذ‬
َ ُ‫ِين ُي ْنفِق‬
َ ‫ــاس َوهَّللا ُ ُيحِبُّ ْالمُـحْ سِ ن‬
‫ِــين‬ َ ‫ْظ َو ْال َعـــاف‬
ِ ‫ِين َع ِن ال َّن‬ َ ‫ِين ْال َغي‬
َ ‫(“ َو ْال َكاظِ م‬Yaitu) orang-orang yang
menafkahkan (hartanya) pada saat sarrâ’ (senang) dan pada saat dlarrâ’ (susah), dan
orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah
menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” (QS Ali Imran: 134) Jamaah shalat
Idul Fitri hafidhakumullah, Ayat tersebut memaparkan tiga sifat yang menjadi ciri
orang bertakwa. Pertama, gemar menyedekahkan sebagian hartanya dalam kondisi
senang ataupun sulit. Orang bertakwa tidak akan sibuk hanya memikirkan diri
sendiri. Ia mesti berjiwa sosial, menaruh empati kepada sesama, serta rela berkorban
untuk orang lain dalam setiap keadaan. Bahkan, ia tidak hanya suka memberi kepada
orang yang dicintainya, tapi juga kepada orang-orang memang membutuhkan. Dalam
konteks Ramadhan dan Idul Fitri, sifat takwa pertama ini sebenarnya sudah mulai
didorong oleh Islam melalui ajaran zakat fitrah. Zakat fitrah merupakan simbol
bahwa “rapor kelulusan” puasa harus ditandai dengan mengorbankan sebagian
kekayaan kita dan menaruh kepedulian kepada mereka yang lemah. Ayat tersebut
menggunakan fi’il mudhari’ yunfiqûna yang bermakna aktivitas itu berlangsung
konstan/terus-menerus. Dari sini, dapat dipahami bahwa zakat fitrah hanyalah awal
atau “pancingan” bagi segenap kepedulian sosial tanpa henti pada bulan-bulan
berikutnya. Ciri kedua orang bertakwa adalah mampu menahan amarah. Marah
merupakan gejala manusiawi. Tapi orang-orang yang bertakwa tidak akan
mengumbar marah begitu saja. Al-kâdhim (orang yang menahan) serumpun kata
dengan al-kadhîmah (termos). Kedua-duanya mempunyai fungsi membendung: yang
pertama membendung amarah, yang kedua membendung air panas. Selayak termos,
orang bertakwa semestinya mampu menyembunyikan panas di dadanya sehingg
orang-orang di sekitarnya tidak tahu bahwa ia sedang marah. Bisa jadi ia tetap
marah, namun ketakwaan mencegahnya melampiaskan itu karena tahu mudarat
yang bakal ditimbulkan. Termos hanya menuangkan air panas pada saat yang jelas
maslahatnya dan betul-betul dibutuhkan. Patutlah pada kesempatan lebaran ini,
umat Islam mengontrol emosinya sebaik mungkin. Mencegah amarah menguasai
dirinya, dan bersikap kepada orang-orang pernah membuatnya marah secara wajar
dan biasa-biasa saja. Ramadhan semestinya telah melatih orang untuk berlapang
dada, bijak sana, dan tetap sejuk menghadapi situasi sepanas apa pun. Ciri ketiga
orang bertakwa adalah memaafkan kesalahan orang lain. Sepanjang Ramadhan,
umat Islam paling dianjurkan memperbanyak permohonan maaf kepada Allah
dengan membaca: ‫ك َعفُ ٌّو ُتحِبُّ ْال َع ْف َو َفاعْ فُ َع ِّني‬ َ ‫“ اللَّ ُه َّم ِإ َّن‬Wahai Tuhan, Engkau Maha
Pengampun, menyukai orang yang minta ampunan, ampunilah aku.” Kata ‘afw
(maaf) diulang tiga kali dalam kalimat tersebut, menunjukkan bahwa manusia
memohon dengan sangat serius ampunan dari Allah SWT. Memohon ampun
merupakan bukti kerendahan diri di hadapan-Nya sebagai hamba yang banyak
kesalahan dan tak suci. Cara ini, bila dipraktikkan dengan penuh pengahayatan,
sebenarnya melatih orang selama Ramadhan tentang pentingnya maaf. Bila diri kita
sendiri saja tak mungkin suci dari kesalahan, alasan apa yang kita tidak mau
memaafkan kesalahan orang lain? Maaf merupakan sesuatu yang singkat  namun
bisa terasa sangat berat karena persoalan ego, gengsi, dan unsur-unsur nafsu
lainnya. Amatlah arif ulama-ulama di Tanah Air yang menciptakan tradisi
bersilaturahim dan saling memaafkan di momen lebaran. Sempurnalah, ketika kita
usai membersihkan diri dari kesalahan-kesalahan kepada Allah, selanjutnya kita
saling memaafkan kesalahan masing-masing di antara manusia. Sudah berapa kali
puasa kita lewati sepanjang kita hidup? Sudahkah ciri-ciri sukses Ramadhan tersebut
melekat dalam diri kita? Wallahu a’lam bish shawab. ‫آن ْال َعظِ ي ِْم‬ ِ ْ‫ك هللا ُ لِيْ َولَ ُك ْم فِي ْالقُر‬
َ ‫ار‬
َ ‫َب‬
‫ َو َت َق َّب َل ِم ِّنيْ َو ِم ْن ُك ْم ِتالَ َو َت ُه ِإ َّن ُه ه َُو ال َّس ِم ْي ُع ْال َعلِ ْي ُم‬.‫لح ِكي ِْم‬
َ ‫ت َوذ ِْك ِر ْا‬ ِ َ ‫و َن َف َعنِيْ َوِإيَّا ُك ْم ِب َما فِ ْي ِه م َِن ْاآليا‬.َ

Sumber: https://nu.or.id/khutbah/khutbah-idul-fitri-tiga-ciri-sukses-ramadhan-di-
momen-lebaran-4YkAc

You might also like