You are on page 1of 8

REPRESENTASI KULIT PUTIH KOREA SEBAGAI STANDAR

KECANTIKAN DI INDONESIA
(Analisis Semiotika Roland Barthes pada Iklan Wardah Perfect Bright Tone Up Cream)
REPRESENTATION OF KOREAN WHITE SKIN AS BEAUTY STANDARD IN INDONESIA
(Semiotics Analysis of Roland Barthes on Advertisement of “Wardah Perfect Bright Tone Up
Cream”)
Lulu Hasnawati Azizah1, Arie Prasetio, S.Sos., M.Si2
Prodi Ilmu Komunikasi, Fakultas Komunikasi dan Bisnis, Universitas Telkom, Indonesia
1
luluhasnawati@student.telkomuniversity.ac.id,2arieprasetio@telkomuniversity.ac.id

Abstract
The word ‘beauty’ has its own definition according to people, especially women. ‘Beauty’ oftenly associated to
outward appearance, such as hair, eyes, nose, and it is more popularly associated to skin color. Indonesia is famous
for its own natural skin colors, which are tan and olive skin color. Unfortunately, now those two skin colors are the
things that avoided by Indonesian women because of the entry of foreign culture through television media, such as
advertisement, and one of which is Korean culture or also known as Korean Wave. This culture constructs new
meaning to the definition of beauty among Indonesia women, where there is a beauty standard said that beauty comes
from a Korean white skin. One of the advertisement in Indonesia which follows the trend is Wardah Perfect Bright
Tone Up Cream, starring the real Korean model, Ayana Moon Jihye. Researches want to see the representation of
beauty standard in Indonesia through this advertisement with the viewpoint of Indonesians, using the constructivist
paradigm, and semotic analysis of Roland Barthes. The result of this research is this advertisement shows the
representation of beauty standard of Korean white skin, where that skin color can please others, brings confident and
good career, and modern. This research emphasizes that this advertisement represents a skin color that deviates with
the true and natural color of Indonesian women

Keywords: Semiotic, Beauty, Advertisement, White skin

Abstrak
Kata ‘cantik’ memiliki definisinya sendiri bagi masyarakat, terutama perempuan. ‘Cantik’ sering dikaitkan dengan
penampilan luar, seperti rambut, mata, hidung, dan yang lebih popular adalah kecantikan yang dihubungkan dengan
warna kulit. Indonesia terkenal dengan kecantikan warna kulit aslinya yang berupa sawo matang dan kuning langsat.
Sayangnya, kini dua warna kulit tersebut menjadi hal yang paling dihindari oleh perempuan di Indonesia karena
masuknya budaya-budaya luar melalui media televisi, seperti iklan, salah satunya adalah budaya Korea atau disebut
juga dengan Korean Wave. Kebudayaan ini mengkonstruksi makna kecantikan perempuan Indonesia, dimana terdapat
standar kecantikan berasal dari kulit putih seperti orang Korea. Salah satu iklan yang mengikuti tren tersebut adalah
Wardah Perfect Bright Tone Up Cream yang mana menampilkan model orang Korea asli, yakni Ayana Moon Jihye.
Peneliti ingin melihat representasi standar kecantikan Korea di Indonesia melalui iklan tersebut dengan pandangan
orang Indonesia, menggunakan paradigma konstruktivis dan analisis semiotika Roland Barthes. Hasil dari penelitian
ini menunjukkan bahwa iklan menunjukkan representasikan standar kecantikan kulit putih Korea, dimana warna kulit
tersebut dapat menyenangkan hati orang lain, percaya diri, memiliki karir yang baik, dan modern. Penelitian ini
menegaskan bahwa iklan ini merepresentasikan warna kulit yang menyimpang dengan warna kulit asli perempuan
Indonesia.

Kata Kunci: Semiotika, Kecantikan, Iklan, Kulit Putih


I. PENDAHULUAN
Definisi ‘cantik’ berbeda-beda bagi semua orang, terumata para perempuan. Masyarakat lebih sering
mengidentikkan kata ‘cantik’ dengan penampilan luar atau fisik seorang perempuan. Salah satunya, ‘cantik’ kerap
kali dilihat berdasarkan jenis warna kulit. Di Indonesia sendiri mayoritas perempuannya memiliki kulit berwarna
sawo matang dan kuning langsat. Dua warna kulit ini menjadi salah satu daya tarik bagi para orang dari negara
lain dan melihatnya sebagai sebuah kecantikan. Begitu juga yang dinyatakan oleh Wirasari (2016) bahwa warna
kulit yang tidak putih merupakan sebuah kecantikan khas perempuan Indonesia. Wirasari pun menjelaskan bahwa
kecantikan alami ini juga mengandung unsur-unsur kebudayaan, seperti perempuan Jawa yang memiliki ciri khas
yang lembut.

Seiring dengan perkembangan zaman, teknologi pun lahir di tengah masyarakat sebagai media penyampaian
pesan. Berbagai informasi disebarkan oleh media massa, termasuk informasi mengenai kecantikan. Namun,
kecantikan yang ditunjukkan oleh media tidak selamanya berdasarkan kehidupan nyata. Media memiliki pengaruh
yang besar terhadap konstruksi pikiran masyarakat. Hal ini disampaikan oleh Donald Ellis (dalam Watie, 2010)
dimana media utama dapat membentuk pola perilaku dan pemikiran. Ketika terjadi sebuah perubahan terjadi di
media, pada saat itu juga media tengah mengkonstruksi pengelolaan perilaku dan pemikiran masyarakat.

Saat ini, media di dunia tengah terkena ‘demam’ kebudayaan Korea yang menyebar luas termasuk ke
Indonesia. Kebudayaan Korea yang masuk ke berbagai negara dikenal sebagai Korean Wave atau Hallyu. Gun Joo
dan Won (dalam Wahidah et al., 2020) mengartikan bahwa Korean Wave merupakan gelombang kebudayaan
Korea, seperti drama, film, musik K-Pop, makanan, produk kecantikan, hingga pariwisata. Wahidah et al., (2020)
pun mengungkapkan bahwa trend kecantikan Korea diperkuat dengan penampilan para bintangnya, yang sering
diperlihatkan ketampanan atau kecantikannya, memiliki badan yang ideal, dan berkulit putih. Penampilan para
bintang Korea yang membuat perempuan Indonesia menjadikannya sebagai standar kecantikan. Dilansir dari
https://www.indozone.id/beauty, ZAP Beauty Index, dari klinik kecantikan ZAP, menyatakan bahwa survei yang
dilakukan pada tahun 2019 dan diikuti oleh 6.460 responden menunjukkan 82,5% perempuan Indonesia
mengartikan kulit putih dan glowing sebagai cantik.
Iklan merupakan salah satu media massa yang kerap menampilkan standar kecantikan tersebut. Dilansir dari
https://www.republika.co.id/berita, penelitian di Amerika mengungkapkan bahwa lebih dari 80% kosmetik yang
dijual di pasaran tidak menghasilkan efek apapun bagi kulit pemakai. Masih dari situs yang sama, hanya 18% dari
iklan tersebut yang membuktikan benar adanya atau memiliki efek berarti terhadap kulit pemakai. Produk
kecantikan Wardah, yang bernama Perfect Bright Tone Up Cream menjadi salah satu iklan yang ditayangkan di
televisi. Dalam iklan, diklaim bahwa produk ini mengandung 5 kali pencerah lebih banyak sehingga mampu
membuat wajah menjadi tampah lebih cerah seketika. Namun, dalam iklan tersebut Wardah menampilkan model
orang Korea asli, yakni Ayana Moon Jihye, yang memiliki kulit putih alami. Berbeda dengan kenyataan aslinya di
Indonesia, dimana kulit alami perempuan di Indonesia berwarna sawo matang atau kuning langsat. Wardah pun
menunjukkan bahwa kecantikan seorang perempuan berasal dari kulit putih dan cerah.

Audio, visual, dan gerakan atau gesture dalam iklan Wardah Perfect Bright Tone Up Cream mengandung
makna-makna yang akan dianalisis oleh peneliti menggunakan analisis semiotika Roland Barthes. Aspek-aspek
tersebut akan dianalisis berdasarkan semiotika Roland Barthes, dimana makna akan disignifikasi secara dua tahap
melalui denotasi dan konotasi, yang juga akan berhubungan dengan mitos pada akhirnya.

1.1 Fokus Penelitian


Berdasarkan pada pendahuluan, maka fokus penelitian ini adalah meninjau representasi kulit putih Korea
yang dianggap sebagai standar kecantikan dalam iklan di Indonesia, yakni Wardah Perfect Bright Tone Up
Cream. Penelitian ini tidak menggunakan konsep kecantikan yang berlaku di Korea, tetapi peneliti akan
menggunakan sudut pandang masyarakat Indonesia terhadap kulit putih Korea yang dianggap cantik dan
dijadikan standar.

1.2 Tujuan Penelitian


Tujuan dari penelitian ini adalah :
a. Untuk mengetahui simbol atau tanda yang mengandung makna representasi kulit ptuih Korea sebagai
standar kecantikan dalam iklan Wardah Perfect Bright Tone Up Cream.
b. Unuk mengetahui makna kecantikan yang ditampilkan dalam iklan Wardah Perfect Bright Tone Up
Cream, yakni berkulit putih seperti orang Korea dalam sudut pandang orang Indonesia yang dianggap
dan dijadikan standar kecantikan.

II. TINJAUAN LITERATUR


2.1. Iklan
Iklan merupakan salah satu praktik dari komunikasi massa. “Iklan adalah segala bentuk komunikasi ide,
barang, atau layanan non-pribadi berbayar oleh sponsor yang teridentifikasi” (Schultz dalam Aisyah et al., 2021).
Lukitaningsih (2013) pun berpendapat bahwa iklan merupakan bentuk informasi produk maupun jasa yang
ditujukan kepada konsumen maupun sponsor yang menyampaikan pesan melalui suatu media.

2.2. Kecantikan
Kecantikan berasal dari kata “cantik” yang merupakan kata sifat. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia,
cantik memiliki arti elok dan molek jika berkenaan dengan wajah dan gender perempuan. Menurut Wolf (Dalam
Aprilita & Listyani, 2016), mengungkapkan bahwa konsep cantik berbeda-beda sesuai dengan konstruksi dari
pemikiran masyarakat itu sendiri. Masyarakat membuat konstruksi yang dipengaruhi oleh pengetahuan dan
keyakinan yang diterima oleh masyarakat itu sendiri. Konstruksi tersebut pun seolah-olah menjadi sebuah
pedoman bagi mereka sebagai contoh untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Adapun simbol-simbol
kecantikan yang dijelaskan oleh Sari (2019) bahwa sejumlah orang melakukan rekonstruksi untuk
mencapai sebuah kepentingan. Simbol ini pun memiliki makna yang terlihat ataupun yang tersembunyi.
Melalui simbol-simbol kecantikan ini pun lahirlah sebuah konsep dimana tubuh seseorang yang
menjadi idaman masyarakat, khususnya para perempuan. Hal ini secara tidak langsung membentuk
persepsi ‘tubuh yang ideal’ pada kalangan perempuan Indonesia.

2.3. Korean Wave


Valentina & Istriyani (2017) mendefinisikan Korean Wave atau Hallyu sebagai globalisasi budaya Korea
Selatan. Istilah tersebut didasari dari persebaran budaya Korea Selatan secara mendunia, termasuk Indonesia. Di
dalam jurnalnya, Valentina dan Istriyani (2017) juga menjelaskan asal mula Korean Wave yang diperkenalkan
oleh media Cina, yang terpapar ledakan kebudayaan Korea pada akhir tahun 1990-an. Gun Joo dan Won (dalam
Wahidah et al., 2020) mengungkapkan bahwa Korean Wave disebabkan oleh drama, film, musik K-pop, gim,
makanan, pakaian, produk kecantikan, bahkan pariwisata. Larasati (2018) memperkirakan Korean Wave mulai
muncul di Indonesia pada tahun 2002, melalui drama Korea yang berjudul Endless Love yang ditayangkan oleh
salah satu stasiun TV nasional Indonesia. Kemudian, eksistensi K-pop pun mulai muncul dan menyalip
kepopuleran K-drama. Larasati (2018) pun juga menyampaikan bahwa pada tahun 2012, industri musik Korea
Selatan mulai mengalami peningkatan popularitas yang tinggi di berbagai negara. Tak hanya sampai disitu saja,
Korean Wave pun menjadi referensi pakaian oleh masyarakat di Indonesia

2.4. Semiotika Roland Barthes


Barthes (dalam Asriningsari & Umaya, 2010:29) menyatakan bahwa penggunaan bahasa atau perangkat
untuk menguraikan bahasa dan hasilnya berupa konotasi yang mengembangkan cara manusia memaknai tandai.
Selanjutnya, Barthes (dalam Asriningsari & Umaya, 2010:32) berpendapat bahwa teks adalah tanda yang dapat
berekspresi dan dilihat sebagai : (1) wujud yang mengandung unsur kebahasaan ; (2) bertumpu pada kaidah
pemahamannya ; dan (3) sebagian kebudayaan menjadi pertimbangan di faktor pencipta dan pembaca. Barthes
(dalam Wibowo, 2013:21-22) menjelaskan bahwa modelnya dikenal sebagai signifikasi dua tahap (two order of
signification). Signifikasi tahap pertama adalah hubungan antara signifier, yakni ekspresi dan signified, yakni konten
di dalam sebuah tanda terhadap realitas eksternal. Dari hal tersebut, Barthes menyatakan makna yang terlihat atau
paling nyata dari tanda sebagai denotasi. Wibowo (2013:22) menjelaskan bahwa signifikasi tahap kedua, tanda
bekerja dengan mitos. Menurut Wibowo (2013:22), mitos adalah pemahaman suatu kebudayaan mengenai mengenai
aspek-aspek mengenai realita atau gejala alam. Di zaman ini, mitos lebih mengacu pada standar kecantikan,
feminimitas, maskulinitas, dan masih banyak lagi diluar hal-hal supranatural.

III.METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan paradigma konstruktivisme. Menurut Crotty (dalam Creswell, 2016:11),
manusia senantiasa terlibat dan berusaha untuk memahami dunianya berdasarkan perspektif historis yang pernah
mereka alami dan kondisi lingkungan sosial di sekitar mereka. Creswell (2016:10-11) pun menuturkan bahwa makna-
makna subjektif diarahkan pada sebuah objek yang sering dinegosiasi secara sosial dan historis, dimana makna
tersebut harus diinteraksikan dengan mereka, yakni individu yang mengembangkannya. Oleh karena itu, penelitian
ini menggunakan paradigma konstruktivis karena peneliti berusaha untuk memahami dan menelusuri makna-makna
yang dikonstruksi media, khususnya makna standar kecantikan yang ditemukan dalam iklan Wardah Perfect Bright
Tone Up Cream.

Peneliti pun menggunakan metode kualitatif dan analisis semiotika Roland Barthes, yang menjabarkan
makna dengan dua tahap signifikasi, yakni denotasi dan konotasi. Selain itu, terdapat mitos yang bekerja pada tahap
kedua signifikasi. Subjek pada penelitian ini adalah iklan Wardah Perfect Bright Tone Up Cream dan objek yang akan
diteliti berupa makna yang merepresentasikan standar kecantikan kulit putih Korea dalam iklan tersebut melalui aspek
audio dan visual. Dalam penelitian ini pun terdapat 5 unit analisis yang diambil dari potongan iklan. Teknik
pengumpulan data penelitian ini dibagi menjadi data primer, dimana berupa dokumentasi iklan Wardah Perfect Bright
Tone Up Cream dan data sekunder, yang berupa studi pustaka. Teknik analisis data berasal dari video iklan, dengan
melakukan screenshot atau menangkap gambar berdasarkan tanda atau simbol yang diamati, kemudian hasil
tangkapan gambar tersebut dianalisis menggunakan teori semiotika Roland Barthes. Teknik keabsahan data berupa
triangulasi teori dan sumber.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1. Hasil Penelitian
No Shot Deskripsi
1 Model iklan, Ayana Moon Jihye, tengah keluar dari
kantor dengan sedikit bergegas, namun tetap ceria dan
ramah. Narator menyapanya, “Hai, Ayana!”, lalu
dibalas dengan “Annyeong!” oleh Ayana.

2 Ayana berjalan menuju sebuah toko kopi dan menyapa


baristanya sambil mengangkat tangan, serta terus
berjalan cepat. Barista tersebut tersenyum dan
memberikan Ayana kopi. Narator pun bertanya
kepadanya, “Hari ini kita ikut kamu ya! Abis ini mau
kemana?”, lalu dijawab oleh Ayana dengan, “Mau ke
acara penting.” Naratot kembali bertanya, “Kapan?”
lalu Ayana pun kembali menjawab, “Sekarang.”
3 Ayana kembali berjalan dengan cepat, lalu menyapa
seorang florist. Narator pun bertanya kepada Ayana,
“Emang sempet siap-siap?”, Ayana pun menjawab
sambil mengeluarkan produk Wardah Perfect Bright
Tone Up Cream,”Kan, ada ini.”

4 Ayana tengah mempraktekan cara pemakaian produk


Wardah Perfect Bright Tone Up Cream yang mampu
membuat wajah menjadi tiga kali lebih putih dan cerah
seketika. Perubahan yang terjadi pun kulit Ayana
menjadi semakin putih dan cerah. Narator
menarasikan, “Dari tren kecantikan Korea, hadir
Wardah Perfect Bright Tone Up Cream baru! Halal,
membuat wajahmu satu.. dua.. tiga kali lebih bright
seketika.”

5 Ayana memperlihatkan kulit putihnya yang semakin


putih dan cerah setelah memakai produk Wardah
Perfect Bright Tone Up Cream. Narator pun
menarasikan, “Gak ada kesempatan yang lewat. Feel
the brighter you!”

4.2. Pembahasan
Media massa, salah satunya iklan memiliki peran yang cukup besar untuk membentuk dan menyebarkan
ideologi dan makna baru kepada masyarakat. Perempuan dengan kulit putih menjadi suatu ideologi yang kerap
diperlihatkan oleh iklan, kemudian masuknya budaya Korea pun membuat ideologi tersebut berkembang menjadi
sebuah standar kecantikan di Indonesia. Dalam iklan Wardah ditampilkan dengan jelas bahwa kulit putih Korea
mendefinisikan arti kata cantik. Hal ini pun semakin dipertegas dengan penggunaan model iklan orang Korea asli,
yakni Ayana Moon Jihye. Signifikasi makna yang menunjukkan representasi standar kulit putih Korea terbagi
menjadi tiga bagian, yakni pemaknaan tingkat pertama atau denotasi, pemaknaan tingkat kedua atau konotasi,
dan mitos.

4.2.1 Denotasi
Tanda-tanda yang menunjukkan pemaknaan tingkat pertama atau denotasi dalam iklan ini adalah tanda
yang terlihat sesuai dengan realitanya. Dalam shot 1, denotasi yang terlihat adalah Ayana keluar dari kantor
dengan sedikit bergegas tapi ia tidak menunjukkan wajah yang panik, melainkan ceria dan ramah, serta ia
menyapa narator dengan menggunakan bahasa Korea dari “hai”, yakni “Annyeong”. Shot 2 menunjukkan
denotasi, dimana Ayana berjalan menuju kedai kopi dan ia juga menyapa baristanya, lalu ia diberikan segelas
kopi oleh barista tersebut. Dalam shot ini, Ayana mengatakan bahwa ia akan pergi ke acara penting saat itu
juga. Shot 3 menunjukkan denotasi bahwa Ayana tengah berjalan kembali dengan cepat sambil menyapa
seorang florist. Ia tidak khawatir saat narator menanyakan apakah ia memiliki waktu yang cukup untuk siap-
siap karena ia memiliki produk Wardah Perfect Bright Tone Up Cream. Shot 4 menunjukkan denotasi
mengenai cara penggunaan produk Wardah Perfect Bright Tone Up Cream, dengan hanya tiga kali totolan
dan wajah akan terlihat lebih putih dan cerah. Shot 5 menunjukkan denotasi, dimana wajah Ayana yang
terlihat lebih putih dan cerah setelah menggunakan produk tersebut dalam waktu yang singkat.

4.2.2 Konotasi
Pemaknaan tingkat kedua atau disebut dengan konotasi merupakan pemaknaan yang bersifat subjektif dan
tersirat. Tanda-tanda atau simbol yang menunjukkan konotasi dalam iklan ini terlihat dimana iklan
menampilkan model, yakni Ayana Moon Jihye yang memiliki kulit putih yang menjadi dambaan perempuan
di Indonesia. Ucapan “Annyeong!” menjadi pembuktian bahwa Ayana merupakan orang Korea asli yang
ditampilkan oleh iklan produk ini. Selain itu, pada shot 2 dan shot 3 seorang perempuan berkulit putih
layaknya orang Korea asli dapat menyenangkan hati dan membuat orang lain tersenyum disekitarnya. Dalam
iklan ini pun digambarkan bahwa perempuan yang memiliki kulit putih Korea cenderung percaya diri, pintar,
dan feminim berdasarkan warna pakaian yang dikenakan, yang diartikan melalui warna pakaiannya, yakni
biru dan pink.

Pada shot 4, narator pun mengatakan bahwa produk ini lahir dari tren kecantikan Korea, dimana
menegaskan produk ini mendukung standar kecantikan kulit putih Korea sebagai kulit idaman perempuan
Indonesia. Ayana pun mengenakan produk ini hanya dengan tiga kali totolan saja, kemudian wajahnya
menjadi lebih putih dan cerah seketika. Narasi “Gak ada kesempatan yang lewat,” dapat diartikan pula bahwa
produk ini merupakan produk yang dapat digunakan secara instan untuk mendapatkan kulit putih dan cerah,
serta tidak menganggu kegiatan atau aktivitas yang lain. Narator pun kembali berkata, “Feel the brighter
you!” yang berarti “Rasakan dirimu yang lebih cerah!”. Hal tersebut dapat dimaknai dengan ketika seseorang
telah menggunakan produk tersebut, maka ia dapat merasakan hasil kulit yang lebih cerah seperti model.
Namun, hal tersebut cukup bertentangan dengan kondisi kulit perempuan asli Indonesia yang tidak secerah,
apalagi putih seperti orang Korea asli.

Peneliti juga menemukan tanda-tanda seperti kedai kopi, kopi, kantor, dan toko bunga yang dapat
menandakan bahwa produk tersebut merupakan produk yang digunakan
Teknik pengambilan gambar pun menggunakan medium long shot dan close up, serta sudut eye level angle
dapat membuat penonton terfokus kepada penonton untuk melihat secara jelas kulit putih Korea dari Ayana.

4.2.3. Mitos
Representasi standar kecantikan telah ditunjukkan oleh iklan Wardah Perfect Bright Tone Up Cream.
Meskipun banyak unsur yang membentuk dan mendefinisikan kata ‘cantik’ yang berbeda-beda, tetapi media
memiliki pengaruh yang besar terhadap pembentukan atau konstruksi makna ‘cantik’ sehingga menimbulkan
sebuah standarisasi. Masuknya Hallyu atau Korean wave mempengaruhi dampak terhadap cara pandang serta
asumsi masyarakat Indonesia terhadap budaya Korea. Trend yang dibawa oleh Korean wave membuat
masyarakat, terutama para perempuan di Indonesia berasumsi bahwa perempuan dengan kulit yang putih
seperti orang Korea adalah definisi dari kata ‘cantik’. Penggunaan produk kosmetik pun semakin meningkat
karena produsen-produsen kosmetik seolah-olah menjanjikan konsumennya akan memiliki kulit putih seperti
orang Korea setelah menggunakan produknya—sama halnya seperti pesan yang disampaikan dalam image
iklan Wardah Perfect Bright Tone Up Cream.
Standar kecantikan yang dimiliki oleh orang-orang Indonesia adalah memiliki kulit putih layaknya orang
Korea. Hal ini dikarenakan mereka mengasumsikan bahwa perempuan yang memiliki kulit putih Korea
merupakan orang yang cerdas dan berkarir karena ia mampu merawat dirinya kapanpun dan dimanapun dan
memiliki gaya hidup yang modern. Selain itu, perempuan dengan kulit putih Korea dapat menarik perhatian
orang lain dan membuat mereka senang setelah melihat keputihan dan kecerahan kulit tersebut. Iklan ini pun
menampilkan model orang Korea asli, yakni Ayana Moon Jihye. Hal ini menunjukkan bahwa iklan Wardah
Perfect Bright Tone Up Cream mengandung tanda atau simbol standarisasi kecantikan kulit putih Korea,
dimana masyarakat Indonesia lebih memandang perempuan dengan kulit putih Korea karena dianggap cantik
dan dapat menyenangkan hati orang lain yang melihatnya.
Iklan Wardah Perfect Bright Tone Up Cream telah mengembangkan mitos mengenai standar kecantikan
bagi perempuan Indonesia. Hal ini dikarenakan iklan mampu mengkonstruksi makna, seperti makna
kecantikan bagi para penontonnya. Menurut Winarni (2010), iklan membuat konsumen merasa tertipu karena
pemahaman terhadap bahasa yang digunakan dalam iklan belum dipahami secara benar. Jika produsen iklan
tidak dapat membuat iklan sesuai dengan realita, maka iklan dapat membuat sebuah konstruksi makna yang
menyinggung realita tersebut dan menimbulkan sebuah mitos.

V. KESIMPULAN DAN SARAN


5. 1. Kesimpulan
Kecantikan yang dimiliki oleh Ayana, yang terlihat dari warna kulitnya dianggap sebagai simbol kecantikan dan
menjadi dambaan oleh perempuan Indonesia, namun hal tersebut sangat bersinggungan dengan warna kulit asli orang
Indonesia. Perempuan-perempuan di Indonesia menganggap bahwa standar kecantikan yang harus dimiliki adalah
memiliki kulit putih seperti orang Korea agar dapat dilirik oleh orang lain disekitarnya dan menyenangkan hati mereka.
Perempuan dengan kulit putih Korea juga memiliki standar yang tinggi, dimana ia memiliki karir dan bergaya hidup
yang modern. Hal ini menunjukkan bahwa iklan Wardah Perfect Bright Tone Up Cream merepresentasikan standar
kecantikan kulit putih Korea di Indonesia, yang ditampilkan langsung dengan menggunakan model orang Korea asli
kepada penonton, terutama perempuan di Indonesia yang memiliki warna kulit yang bertentangan.
5. 2. Saran
5.2.1. Saran Akademis
Tanda atau simbol yang ditunjukkan dalam iklan sangat banyak, baik dalam bentuk verbal maupun
nonverbal. Untuk penelitian yang akan dilakukan kedepannya, dapat dilakukan dengan objek, teknik, dan
paradigma yang berbeda untuk mengungkapkan makna dibalik simbol yang ditunjukkan. Peneliti berharap
penelitian-penelitian yang akan dilakukan di masa depan dapat memperkaya informasi dan pengetahuan baru
terkait pemaknaan dalam iklan.
5.2.2. Saran Praktis
Peneliti berharap penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan atau referensi bagi para pengiklan agar lebih
realistis dan kreatif dalam pembuatan iklannya. Hal ini ditujukan agar penyampaian isi pesan yang terdapat dalam
iklan dapat diterima oleh masyarakat lain dan tidak menimbulkan prasangka terhadap suatu hal. Selain itu, peneliti
juga berharap agar konsumen dapat lebih bijak dalam menangkap dan mempersepsikan bentuk informasi yang
ditayangkan oleh iklan.

REFERENSI
Aisyah, S., Ali, Y., Sudarso, A., Febrianty, Sitanggang, A. O., Alfathoni, M. A. M., Hendra, H., & Rosita, Y. D.
(2021). Dasar-Dasar Periklanan (A. Karim (ed.); 1st ed., Issue 1). Yayasan Kita Menulis.
Aprilita, D., & Listyani, R. H. (2016). Representasi Kecantikan Perempuan dalam Media Sosial Instagram ( Analisis
Semiotika Roland Barthes pada Akun @ mostbeautyindo , @ Bidadarisurga , dan @ papuan _ girl ).
Paradigma, 04(3), 1–13.
Asriningsari, A., & Umaya, N. M. (2010). SEMIOTIKA, TEORI DAN APLIKASI PADA KARYA SASTRA. IKIP
PGRI SEMARANG PRESS.
Larasati, D. (2018). Globalization on Culture and Identity: Pengaruh dan Eksistensi Hallyu (Korean-Wave) Versus
Westernisasi di Indonesia. Jurnal Hubungan Internasional, 11(1), 109.
https://doi.org/10.20473/jhi.v11i1.8749
Lukitaningsih, A. (2013). IKLAN YANG EFEKTIF SEBAGAI STRATEGI KOMUNIKASI PEMASARAN Ambar
Lukitaningsih Fakultas Ekonomi Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa Yogyakarta. Jurnal Ekonomi Dan
Kewirausahaan, 13(2), 116–129. https://ejurnal.unisri.ac.id/index.php/Ekonomi/article/view/670
Sari, I. P. (2019). Rekonstruksi dan Manipulasi Simbol Kecantikan. Hawa, 1(1), 1–18.
https://doi.org/10.29300/hawapsga.v1i1.2221
Valentina, A., & Istriyani, R. (2017). Gelombang Globalisasi ala Korea Selatan. Jurnal Pemikiran Sosiologi, 2(2),
71. https://doi.org/10.22146/jps.v2i2.30017
Wahidah, A., Nurbayani, S., & Aryanti, T. (2020). Korean Wave: Lingkaran Semu Penggemar Indonesia. Sosietas,
10(2), 887–893. https://ejournal.upi.edu/index.php/sosietas/article/view/30111
Watie, E. D. S. (2010). Representasi Wanita Dalam Media Massa Masa Kini. THE MESSENGER, 11(2), 1–10.
https://journals.usm.ac.id/index.php/the-messenger/article/view/297
Wibowo, I. S. W. (2013). SEMIOTIKA KOMUNIKASI : Aplikasi Praktis Bagi Penelitian dan Skripsi Komunikasi
(2nd ed., Vol. 1, Issue 1). Mitra Wacana Media.
Winarni, R. W. (2010). Representasi Kecantikan Perempuan Dalam Iklan. Deiksis, 2(2), 134–152.

You might also like