You are on page 1of 7

View metadata, citation and similar papers at core.ac.

uk brought to you by CORE


provided by Agroland

J. Agroland 15 (4) : 257 - 263, Desember 2008 ISSN : 0854 – 641X

EFEKTIVITAS BAHAN ORGANIK DAN TINGGI GENANGAN


TERHADAP PERUBAHAN Eh, pH, DAN STATUS Fe, P, Al TERLARUT
PADA TANAH ULTISOL

The Effectivity Of Organic Matter and Water Depth on Soil Eh and pH


Changes and Soluble Fe, P and Al Status in Ultisol
Muhammad Basir Cyio1)
1)
Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian, Universitas Tadulako, Jl. Soekarno-Hatta Km 5 Palu 94118,
Sulawesi Tengah Telp./Fax : 0451-429738. E-mail: basircyio@yahoo.com

ABSTRACT

The aim of the research was to determine the value of redox potential (Eh), soil reaction (pH)
and status of soluble soil Fe, P and Al as a result of organic matter addition under submerged condition
in Ultisol Kulawi. It is expected that the research results could add more information; be used as
consideration; and basis for effective paddy field management resulting in maximal production. The
experimental research was conducted in March-June 2007. The sampled soil location was in Kulawi
sub district, Donggala Regency, Central Sulawesi Province. Soil analysis was carried out in Soil
Science Laboratory of Agricultural Faculty Tadulako University. The experiment used a Completely
Randomized Block Design with factorial experiment. The first factor was various water depths: muddy
(TG1), 10 cm (TG2), and 15 cm (TG3). The second factor was organic matter levels: 0 t ha-1 (BO1) and
15 t ha-1 (BO2). The various water depths and organic matter levels significantly increased the
availability of phosphorous and significantly reduced the solubility of Fe and Al. Soil submergence
with organic matter addition could improve soil fertility. The water depth of 10 cm with 20 t ha -1
organic matter was very effective in the paddy field management. With such condition soil pH
increased close to neutral, available P improved, and Eh, soluble Fe and Al reduced.

Keywords : Organic matter, redox potential, and soil reaction

PENDAHULUAN redoks (Eh) dan keasaman tanah (pH) tanah


yang merupakan dua faktor utama yang saling
Tingkat kesuburan tanah yang rendah berkaitan dalam mempengaruhi kelarutan dan
pada areal persawahan merupakan akibat dari ketersediaan hara dan transformsinya di
kondisi kemasaman tanah yang disertai dalam tanah serta bepengaruh terhadap
dengan tingginya sifat toksisitas Fe dan Al pertumbuhan dan produksi tanaman padi.
yang berakibat pada kahatnya Ca, Mg, dan P Salah satu dinamika ion yang paling
karena proses fiksasi yang distimulasi aktivitas menonjol dalam penggenangan tanah masam
ion H+. Tanah-tanah pada sistem persawahan, adalah kelarutan besi dari ion Fe+3 menjadi
penggenangan akan mendorong perubahan Fe+2 yang berpotensi menyebabkan keracunan
elektrokimia yang mempengaruhi penyediaan pada tanaman padi, yang bila tidak
dan pengambilan hara (Ponnamperuma, terkendalikan dapat menurunkan produksi
1985). Perubahan sifat-sifat kimia dimaksud rata-rata 60%. Perubahan bentuk Fe+3 menjadi
antara lain terjadinya perubahan potensial Fe+2 terjadi karena adanya perubahan suasana

257
oksidatif menjadi reduktif. Reaksi tersebut organik (Ponnamperuma, 1976). Perubahan
melibatkan aktivitas mikroba tanah sifat fisik tanah sangat variatif, terutama
menstimulasi proses reduksi Fe+3 menjadi dalam hal kepadatan yang menstimulasi
Fe+2, meningkatkan pH, menurunkan Eh, dan terjadinya peningkatan berat jenis volum (ρ)
terjadi peningkatan ketersediaan P. Reaksi sehingga difusi mengalami penurunan
reduksi besi dapat digambarkan berikut ini 104 kali lebih rendah dibandingkan dengan
(Yoshida, 1981). difusi di atmosfer karena adanya perubahan
besaran ratio Dw/Da oksigen (O2) dan
Fe(OH)3 + 3H+ aktifitas mikroba Fe+2 + 3 H2O karbondioksida (CO2) sekitar 1.13 X 104
(Ponnamperuma, 1984).
Tingginya aktivitas ion Fe2+ sebagai pemicu Tanah sulfat masam dalam kondisi
terjadinya fiksasi hara P sehingga teroksidasi yang diberi bahan organik dan
ketersediaannya berbanding terbalik dengan disertai dengan penggenangan mampu
tingkat aktivitas ion Fe2+ tetapi berbanding menetralkan ion Al3+ dan meningkatkan pH
lurus dengan perubahan nilai Eh. Ponnamperuma, tanah, namun kondisi demikian sifatnya
Castro dan Valencia (1969) menyatakan sementara. Bila tanah dalam kondisi
umumnya potensial redoks mengalami teroksidasi kembai, pirit melepaskan proton
penurunan dari 700 mV sampai –300 mV, (H+) dan pH tanah sawah akan turun kembali.
sedangkan pH tanah berubah dari 4,5 menjadi Terjadinya deplesi oksigen pada subsoil
6,5 – 7,0. Patrick dan Redy (1978) akibat dominannya pori mikro menyebabkan
menjelaskan adanya perubahan pada tanah aktivitas mikroorganisme anarob seperti
tergenang yang disertai dengan perubahan Bacillus polymixa, Clostridium butyricum dan
elektrokimia yang dapat merugikan tanaman. Clostrydium saccharobutyricum menjadi aktif
Potensial redoks merupakan sifat elektrokimia (Hamman dan Ottow, 1974) dan menurut
yang dapat dipakai sebagai indikasi dalam Benkiser et al. (1982), bakteri anerob tersebut
mengukur derajat anaerobiosis tanah dan tidak menggunakan O2 sebagai akseptor
tingkat transformasi biogeokimia yang terjadi elektron, melainkan memanfaatkan ion Fe3+.
(Patrick dan Mahapatra, 1968; Ponnamperuma, Penelitian ini bertujuan untuk
1972). Kondisi anaerob, mikroorganisme mengetahui perubahan pH, Eh dan status
fakultatif dan obligat akan menggunakan Fe, Al, dan P yang larut dalam tanah akibat
oksidan anorganik selain oksigen sebagai variasi tinggi genangan yang disertai
akseptor elektron, seperti NO3- Mn4+, Fe3+, pemberian bahan organik (pupuk kandang
CO2, N2 dan H+, yang kemudian akan 15 t ha-1), yang diharapakan menjadi tambahan
direduksi berturt-turut menjadi N2, Mn2+, informasi untuk bahan pertimbangan
Fe2+, H2S, CH4, NH4+, dan NH2 (Patrick dan pemilihan langkah pengelolaan
dan Reddy, 1978) yang juga telah diperoleh lahan sawah yang efektif pada tanah-tanah
dari hasil kajian Basir-Cyio (2001) dan Ultisol, khususnya lahan sawah yang
Darman (2003). memiliki kesamaan karakteristik dengan
Tanah-tanah sawah yang dikelola Ultisol Kulawi.
secara periodik, selain berpengaruh terhadap
sifat fisika, juga terhadap sifat kimia dan BAHAN DAN METODE
biologi tanah, baik terhadap pori makro dan
mikro (Darman, 2003) maupun sifat kimia Kegiatan penelitian ini dilaksanakan
berupa deplesi O2, Eh, pH dan Fe3+ menjadi pada Maret sampai bulan Juni 2007 yang
Fe2+ (Tisdale et al., 1985) dan bahka terjadi sampel tanahnya diambil dari lahan sawah
tingkat pelepasan CO2, CH4, H2S, dan asam di Kecamatan Kulawi, Kabupaten Donggala,

258 258
Sulawesi Tenhah. Sampel tanah penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN
dianalisis di Laboratorium Ilmu Tanah,
Fakultas Pertanian, Universitas Tadulako. Sifat Fisika-kimiawi Ultisol Kulawi
Bahan dan alat yang digunakan antara lain, Dari hasil analisis awal tanah
adalah contoh tanah Ultisol yang diambil menujukkan bahwa sifat fisik tanah memiliki
pada lapisan olah 0-30 cm, polybag, tekstur Lempung dengan masing-masing
timbangan, dan alat tulis menulis. Untuk fraksi, Pasir 46,01%, Debu 34,88%, Liat
kepentingan analisis, digunakan bahan kimia 20,11% dengan tingkat permeabilitas 4,18 cm
dan alat-alat laboratorium sesuai dengan jam-1 (sedang), sedangkan berat jenis volume
kebutuhan, di antaranya pH/Eh meter (ρ) 1,33 g cm-1 dengan ruang pori tanah
dan spektrofotometer. 48,96%. Kondisi pH tergolong sangat masam
Penelitian ini menggunakan pendekatan di mana pH-H2O 4,22, pH-KCl 3.21). Ultisol
eksperimentatif dengan Rancangan Acak Kulawi memiliki kandungan bahan organik
Lengkap (RAL) yang menggunakan dua yang tergolong sangat rendah dengan
factor, yakni variasi tinggi genangan (TG) C hanya 1,96%; Ntot 0.12% (rendah); C/N
dan bahan organik (BO). Faktor pertama ratio 18,01; Pter 5,61 ppm (sangat rendah);
masing-masing TG1 (macak), TG2=10 cm, KTK 8,55 me/100 g (rendah); Ca tersedia
dan TG3 = 15 cm yang lama penggenangannya 1,21 me/100 g (sangat rendah); Mg 0,33
untuk setiap perlakuan 6 minggu, sedangkan me/100 g (sangat rendah); K tersedia 0,19
faktor kedua masing-masing BO1 tanpa bahan me/100 g (rendah); Na 0,07 me/100 g (sangat
organik dan BO2 15 t ha-1. Berdasarkan rendah); Aldd dan Hdd masing-masing 4,02
masing-masing taraf dari kedua faktor dan 2,61 me/100 g (sangat tinggi).
tersebut maka terdapat 6 kombinasi perlakua Dari hasil analisis tersebut terlihat
yang akan diulang 3 kali sehingga terdapat bahwa secara umum, Ultisol Kulawi tidak
18 unit percobaan. jauh beda dengan karakteristik Ultisol yang
Contoh tanah yang digunakan dalam tersebar di Indonesia, baik yang ada di Pulau
penelitian adalah tanah yang diambil Jawa-Madura, maupun yang ada di
pada lapisan olah kedalaman 0-40 cm, Kalimantan, dan Sulawesi. Dengan kondisi
dan termasuk tanah bereaksi masam yang fisika-kimiawi seperti itu, Ultisol Kulawi
diambil secara purposive untuk mempelajari masuk katagori kesuburan yang rendah
perubahan Eh dan pH, serta Fe dan Al sehingga memerlukan treatment khusus
terlarut, termasuk tingkat ketersediaan P yang dalam pengelolaannya agar hasil maksimal
diberi perlakuan variasi tinggi genangan dan yang diharapkan dapat tercapai. Simoen
plus minus bahan organik dari pupuk (1986); Basir-Cyio (2000) dan Darman
kandang. Sebelum digunakan, contoh tanah (2003) menemukan hal yang sama dari sisi
penelitian terlebih dahulu dikeringudarakan, sifat kimiawi, khsususnya kation Al, Fe,
lalu kemudian ditumbuk, diayak, selanjutnya dan Mn yang umumnya dominan pada tanah
dianalisis pendahuluan untuk mengetahui yang memiliki nilai pH tanah masam hingga
sifat fisiko-kimiawi. sangat masam (pH < 4,5). Perubahan pH
tanah hingga mendekati kondisi netral
Dalam penelitian ini telah ditetapkan
atau minimal pada nilai 6,0, kation-kation Al,
variabel yang diamati, yakni nilai Eh, pH,
Fe, dan Mn dapat diminimalkan tingkat
P total, P tersedia, Al-dd, H-dd, dan Fe
kelarutannya sehingga potensinya dalam
terlarut, yang dalam menganalisinya digunakan mengikat hara P dapat ditekan, yang secara
prosedur dan standar pengujian yang langsung meningkatkan ketersediaan P, Ca,
telah ditetapkan. Mg, Mo, dan N.

259
Kondisi pH yang tergolong rendah 8
disebabkan adanya aktivitas ion H+ pada
6
permukaan koloida tanah, baik pada

pH-Tanah
permukaan partikel liat maupun bahan 4
organik walaupun ion Al bukan satu-satunya
2
yang menstimulasi tingkat kemasaman tanah.
0
Efektivitas Penggenangan dan Bahan TG-1 TG-2 TG-3

Organik terhadap pH dan Eh. 0 t/ha 4.3 4.7 5.1


15 t/ha 5.6 5.9 6.7
Berdasarkan analisis ragam diperoleh Variasi Tinggi Genangan (cm)
data bahwa peningkatan pH dan Eh pada
penggenangan 0 (macak) berbeda nyata dengan 0 t/ha 15 t/ha

penggenangan dengan ketinggian 10 dan Gambar 1. Dinamika pH dan Eh Tanah pada


15 cm (Gambar 1). Hasil uji BNJ taraf 5% Berbagai Tinggi Genangan yang
menunjukkan bahwa pada tinggi genangan diberi Bahan Organik
10 dan 15 cm menstimulasi perubahan nilai
Peningkatan nilai pH disebabkan
pH dan Eh tanah. Peningkatan pH semakin
adanya kontribusi bahan organik yang
meningkat dengan semakin meningkatnya
melepaskan ion OH- karena terjadi proses
tinggi genangan, dan peningkatan tersebut
reduksi. Dalam konidis demikian, pH pada
semakin bertambah dengan adanya bahan
tanah masam dapat meningkat hingga 6,5 bila
organik. Sebaliknya, Eh tanah mengalami
tergenang beberapa minggu yang disertai
penurunan dengan bertambahnya tinggi
dengan pemberian bahan organik. Keberadaan
genangan, dan penurunannya semakin tajam
ion Fe+3 dalam tanah tereduksi akan berubah
dengan penambahan bahan organik 15 t ha-1.
menjadi Fe+2 sehingga berpeluang melepaskan
Perubahan tersebut disebabkan adanya
OH- (Bohn, 1986) dengan reaksi sebagai
kontribusi bahan organik ke dalam larutan
berikut:
tanah, baik gugus hidroksil maupun senyawa
karbosil lainnya yang dapat memberi
Fe (OH)3 + e Fe (OH)2 + OH-
keseimbangan terhadap aktivitas ion H+ yang
menyebabkan menurunnya konsentrasi
Di samping itu, beberapa bentuk reaksi
ion H+. Penurunan tersebut juga mendorong
sebagai pemicu mobilitasi dan reaktivitas
berkurangnya jumlah elektron dalam larutan
senyawa dalam tanah dikemukakan oleh Starr
tanah. Jumlah elektron berbanding lurus
(1986) tentang pergerakan Nitrogen dalam
dengan potensial redoks sehingga penurunan tanah dengan reaksi sebagai berikut:
jumlah elektron secara otomatis akan
menurunkan pula nilai Eh. Reddy dan NO3- + H2O + 4e NO2- + 2 OH-
Patrick, Jr (1986) menegaskan indikator nilai
Eh pada tanah-tanah yang dalam kondisi Berdasarkan kedua reaksi tersebut maka
reduktif. Proses penggenangan akan terlihat adanya pelepasan ion OH- yang dapat
menyebabkan terjadinya deplesi O2, dan meningkatkan pH tanah karena terjadi
penurunan tersebut akan diikuti oleh keseimbangan antara ion H+ dengan ion OH-
penurunan Eh. Semakin lama suatu tanah baik dari perubahan feri menjadi fero maupun
tergenang semakin tinggi deplesi O2 dan dari nitrat menjadi nitrit, yang keduanya
semakin menurun pula Eh tanah, bahkan bisa memberi kontribusi gugus hidroksil ke dalam
sampai pada nilai Eh -350 mV. larutan tanah.

260 260
Efektivitas Penggenangan dan Bahan tambahan bahan organik, yakni dari macak
Organik terhadap Fe, P dan Al ke ketinggian genangan 10 cm mencapai
41,21 ppm dan pada ketinggian genangan
Hasil pengamatan dan analisis ragam
15 cm turun sebesar 45,78 ppm. Hal serupa
pengaruh variasi tinggi genangan terhadap
terjadi pula pada penurunan tingkat kelarutan
Fe, Al, dan P berpengaruh nyata walaupun,
Aldd. Dari kondisi macak ke tinggi genangan
dan hasil uji BNJ taraf nyata α 5%
10 cm tanpa bahan organik terjadi penurunan
menujukkan bahwa semakin tinggi genangan
sekitar 0,04 me/100g dan semakin menurun
semakin menurun tingkat kelarutan Fe dan
tingkat kelarutannya dengan bertambahnya
Al, yang disertai dengan peningkatan
tinggi genangan 15 cm, yakni 0,14 me/100g.
ketersediaan P dalam larutan tanah, dan
Pada penambahan bahan organik, kelarutan
perbuahan itu semakin bertambah dengan
Aldd semakin menurun. Dari kondisi macak
adanya pemberian bahan organik.
ke tinggi kegangan 10 cm dan 15 cm terjadi
Perubahan suasana oksidatif ke
penurunan tingkat kelarutan masing-masing
reduktif mengakibatkan terjadinya perubahan
bentuk Besi, dari Feri tereduksi menjadi 0,11 dan 0,18 me/100g.
Kondisi ini menjastifikasi bahwa
fero dan masuk ke dalam larutan tanah.
dengan tinggi genangan yang disertai dengan
Menurut Ponnamperuma (1976), besi larut
pemberian bahan organik menstimulasi proses
dalam tanah dengan penggenangan mula-
reduksi melalui bantuan mikroorganisme tanah.
mula meningkat kemudian terus meningkat
Besi yang direduksi masuk ke dalam tanah,
hingga mencapai keadaan yang stabil. Dari
berdifusi kemudian dioksidasi ke air
hasil perccobaan pada variasi tinggi genangan
genangan sehingga menghasilkan karat-karat
dan pembearian bahan organik 15 t ha-1
berwarna coklat kemerah-merahan (Takai dan
menstimulasi penurunan kelarutan Fe. Ini
Kamura, 1976). Beberapa hasil penelitian
terlihat pada tinggi genangan dari macak ke
menunjukkan bahwa perubahan feri menjadi
tinggi genangan 10 dan 15 cm dan semamin
fero mulai terjadi pada nilai Eh +300 mV
menurun dengan adanya pemberian bahan
dengan pH 6, Eh +100 mV pada pH 7,
organik 15 t ha-1. Penurunan terjadi masing-
Eh - 100 mV dengan pH 8 (Gotah dan
masing 4,55 dan 10,35 ppm. Penurunan
Patrick, 1974).
tersebut semakin meningkat dengan adanya

Tabel 1. Dinamika Status Fe, Al dan Pada Berbagai Tinggi Genangan


Bahan
Bahan Organik (t ha-1)
Variasi Tinggi Organik (t ha-1)
Genangan (cm) 0 15 Aldd (me/100g)
Fe (ppm) P2O5 (ppm) Fe (ppm) P2O5 (ppm) 0 15
0 (Macak) 169,82a 12.36a 145,34a 14,35a 0.76 a
0,69a
A α B λ A B
10 165,27b 15.29b 104,13b 17,56b 0.72b 0,58b
A α B λ A B
15 159,47c 17.69c 99,56 c
18,87c 0.62c 0,51c
BNJ 3,50 0,50 3,50 0,50 0,03 0,03
Keterangan : Angka-angka yang ditandai huruf dan simbol yang sama pada baris (Kapital) dan kolom yang sama tidak
berbeda nyata pada taraf uji BNJ 5%

261
Hasil pengamatan P tersedia akibat ketersediaan P dalam bentuk senyawa
variasi tinggi genangan terlihat mengalami ortofosfat yang terwedia bagi tanaman.
peningkatan dengan meningkatnya tinggi
genangan, dan semakin meningkat dengan
adanya penambahan bahan organik. Peningkatan KESIMPULAN DAN SARAN
ketersediaan P cukup tinggi terjadi pada
variasi genangan macak ke ketinggian 10 cm Kesimpulan
yakni sebesar 2,93 ppm, dan pada tinggi Dari hasil yang diperoleh dalam
genangan 15 cm P tersedia menjadi 5,33 ppm. penelitian ini maka dapat disimpulkan
Pada unit pengamatan yang disertai dengan beberapa hal sebagai berikut: 1). Tingginya
pemberian bahan organik 15 t ha-1 terjadi tingkat kelarutan Al dan Fe tanah Ultisol
peningkatan P tersedia dari macak ke tinggi Kulawi merupakan kendalam dalam
genangan 10 cm sebesar 3,21 ppm, dan pengelolaannya, yang diindikasikan dengan
pada tinggi genangan 15 cm, ketersedian rendahnya nilai pH dan tingginya nilai Eh.
P menjadi 4,52 ppm. Akibatnya, ketersediaan hara, khususnya
Tinggi genangan telah menstimulasi P menjadi menurun sehingga menghambat
aktivitas mikroorganisme tanah, sekaligus proses pertumbuhan tanaman padi. 2) Dengan
mendorong terjadinya proses reduksi besi treatment variasi tinggi genangan yang
Fe3+ menjadi Fe2+ di samping mengurangi disertai dengan pemberian bahan organik
tingkat kelarutan Al sehingga baik Fe dapat mereduksi tingkat kelarutan Al dan
maupun Al berada pada ambang minimal Fe yang diindikasikan dengan meningkatnya
dalam memfiksasi hara P (Lynsay, 1979). pH dan menurunnya nilai Eh. Penurunan
Hara-hara yang terikat dengan Fe-P dan Al-P tingkat kelarutan tersebut menjadi
akan dilepas sehingga P menjadi tersedia, minim kemampuannya dalam memfiksasi
dengan reaksi sebagai berikut (Russel, 1973; P sehingga lebih tersedia bagi tanaman.
Lynsay, 1981; Darman, Basir-Cyio, 2000; 3) Tinggi genangan antara 10-15 cm dapat
dan Darman, 2003). menurunkan tingkat kelarutan Al dan Fe,
FePO4 + 2H+ Fe3 + H2PO41- meningkatkan pH dan menurunkan Eh, serta
terikat tersedia meningkatkan kersediaan hara P.
+
AlPO4 + 2H Al + H2PO41-
3+
Saran
terikat tersedia
Masih perlu ada variasi jenis dan
Dari reaksi tersebut terlihat bahwa dengan takaran bahan organik dengan kombinasi
ditekannya tingkat kelarutan Aldd dan Fe ke tinggi genangan air antara 10 sampai 15 cm
dalam larutan tanah semakin kecil untuk mengetahui efektivitas takaran dan
kapasitasnya dalam memfiksasi hara P, jenis bahan organik dalam mereduksi
sehingga secara langsung meningkatkan kelarutan Al dan Fe pada Ultisol Kulawi.

262 262
DAFTAR PUSTAKA

AARD. 1992. Agency For Agriculture Research and Development Indonesia Wageningen. Acid Sulphate Soil in
The Humid Tropics: Water and Soil Fertility

Basir-Cyio, M. 1997. Reduksi Fluks Metan, Ketersediaan dan Serapan Hara Serta Hasil Padi Kultivar Ir64
Akibat Pemupukan Kalium dan Sulfur Pada Aeric Tropaquept. J. Agroland 15(II): 18 – 25

Basir-Cyio,M. 2000. Pengaruh Tinggi Genangan Terhadap Karakteristik Tanah Sawah Ultisol Kulawi.
Jurnal Komunika, Lemlit, Universitas Tadulako.

Benckiser, G., J.G.G Ottow, S. Santiago, and I. Watanabe. 1982. Physicochemical Characterization of Iron Toxid
Soil in Asian Countries. IRRI RES. Series 88 : 1 -11.

Darman, S. 2003. Pengaruh Penggenangan dan Pemberian Bahan Organic Terhadap Potensial Redoks, pH,
Status Fe, P, dan Al Dalam Larutan Tanah Ultisol Kulawi. J. Agroland 10 No (2); 119-125.

Soepardi, S. 1983. Suasana Disawahkan dan Tidak Disawahkan Sehubungan dengan Pupuk P, Pertemuan
Teknis Za dan TSP. Petrokimia Gresik, 36 hal.

Gotoh, S.H. & Patrick, Jr., 1972. Transformation of Manganese in Water Logged Soil as Affected by Eh & pH.
Soil Scisoc. Amer. Porc. 34 : 738 – 742

Hamman. R and J.C.G. Ottow, 1974. Reductive Dissolution of Fe by Saccarolytic Clostridia and Bacillus
polymixa Under Anaerobic Condition. Institut For Microbiology, Fachbereich Biology, Technische,
Hochschule Federal Republic Of Germany.

Hanson, E. 1996. Diagnosing and Avoiding Nutrient Deficiencie. Department of Horticulture MSUE Bulletin E-
852, Major Revision.

Hanson, E. 1996. Fertilizer Recommendations for Michigan Fruit Crops. Department of Horticulture MSUE
Bulletin E-852, Major Revision.

Lynsay, W.L., 1979. Chemical Equalibria in Soil. Jhon Willey & Sons, Inc. Toronto. 449 hal.

Ponnamperuma, F.N., 1984. Effects Of Flooding on soils in T.T. Koslowski (Ed). Flooding and Plant Growth,
P. 10 – 45, Academic Press. Inc.New York.

Tatu, I. Z. 2001. Kajian Penggenangan Terhadap Potensial Redoks, Keasaman, dan Status Fe, P, Al Terlarut
Tanah Ultisol Kulawi. Faperta, Univ. Tadulako. Unpublish.

Smith, R.C. 2007. Fertilizing Trees. http://www.ag.ndsu.edu/. Diakses pada 24 Desember 2008.

263

You might also like