You are on page 1of 79
LAPORAN AKHIR POLA PERILAKU KORUPSI PARA KORUPTOR DI INDONESIA DAN POLA PENANGANAN KASUS-KASUS KORUPSI OLEH KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI (KPK) KAJIAN PSIKOLOGI POLITIK Oleh: DR. ZAINAL ABIDIN, M.SI Dibiayai oleh Hibah Dana Fakultas Psikologi Universitas Padjadjaran Tahun Anggaran 2002/2013 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS PADJADJARAN JATINANGOR 2013 LEMBAR PENGESAHAN PENELITIAN DANA BANTUAN DARI FAKULTAS PSIKOLOGI UNPAD. TAHUN ANGGARAN 2012 = 2013 1. Judul Penelitian Pola Perilaku Korupsi Para Koruptor Di Indonesia Dan Pola Penanganan_Kasus-Kasus Korupsi Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kajian Psikologi Politik 2. Peneliti Utama Dr. Zainal Abidin, M.Si. 3. Jenis Kelamin Laki-laki 4. Unit Kerja : Psikologi Klinis 5. Alamat Unit Kerja Fakultas Psikologi UNPAD, jl Raya Bandung ~ Sumedang KM 21, Jatinangor §-Alamat Rumah Peneliti | Kaum Tengah No 277, Banjaran, Bandung 7, Telpon Peneliti 20818102123 8. Alamat Email ‘anlabidin22@ gmail.com dan znlabidin@unpad.ac id 9. Lama Penelitian £10 bulan 10. Total Biaya Penelitian/Pengabdian Masyarakat: Rp. 5.000.000,00 Menyetujui Jatinangor, 9 Maret 2013 Ketua Bagian Klinis Peneliti Utama, Fakultas Psikologi UNPAD ot Drs, H.R.A. Suherman, M.Si Dr. Zainal Abidin, M.Si 19511020 8198503 1001 19620922 199203 1001 Mengetahui Ketua Pusat PPM FAPSI UNPAD, Eka Riyanti Purboningsih, S, Psi,, M. Psi NIP 19820109 200604 2 001 Abstrak Korupsi di Indonesia pasca Orde Baru (1998) hingga kini (Era Reformasi) menunjukkan peningkatan yang luar biasa, terutama dalam kualitas dan besaran uang yang dikorupsi. Semakin banyak politisi, pejabat, bahkan Polisi, jaksa, hakim, pengacara, dan pengusaha yang terlibat dalam korupsi, dan mereka telah dijadikan tersangka oleh Komisi Pemberan-tasan Korupsi (KPK) dan sebagian telah divonis hukuman di pengadilan. Penelitian ini hendak mencari dan menemukan jawaban tethadap 2 Pertanyaan berikut: Apakah ada pola-pola umum tertentu yang dilakukan oleh para koruptor dalam melakukan korupsi, sehingga tindakan-tindakan mereka dapat diidentifikasi dan dibuktikan secara legal oleh KPK? Bagaimana sesungguhnya pola kerja KPK dalam menyelidiki, menyidik, dan mempidanakan para pelaku korupsi? Kasus-kasus korupsi yang ditangani oleh KPK adalah kasus-kasus yang termasuk dalam korupsi politik (political corruption). Oleh sebab itu, perspektif yang digunakan dalam penelitian ini adalah psikologi polit: kni suatu_pendekatan psikologi dalam menjelaskan fenomena dan perilaku politik, termasuk korupsi politik. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis isi (content analysis) dan data utama yang digunakan bersumber dari media massa serta laporan hasil kinerja KPK sebagaimana dirilis dalam website KPK dan berita media tentang KPK. Hasil penelitian ‘menunjukkan bahwa, pertama, terdapat perbedaan pola perilaku korupsi oleh para pelaku, tergantung pada institusi dan peran mereka (apakah mereka berasal dari politisi, pejabat pemerintah, kepala daerah, atau penegak hokum). Kedua, ada pola-pola kerja tertentu yang dilakukan oleh KPK dalam menangani kasus-kasus korupsi tersebut. Pola itu sampai saat ini relative objektif dan professional, tetapi ketika menangani kasus Anas Urbaningrum polanya menimbulkan kontroversi. Hasil penelitian ini secara teoritis diharapkan dapat memberikan pemahaman dan penjelasan mengenai pola-pola korupsi dan penangananya di Indonesia dan secara praktis dapat menjadi masukan untuk KPK dalam meningkatkan penanganan kasus-kasus korupsi di tanah air ini. Key words: korupsi, analisis isi, KPK, psikologi politik Abstract Corruption in post-New Order (1998) until right now (Reform Order) increase remarkably, either in the quality or amount of money that was corrupted. A growing number of politicians, officials, and even the police, prosecutors, judges, lawyers, and entrepreneurs who are involved in corrupt acts have been charged and punished by the Corruption Eradication Commission (KPK). This research have sought to find answers to the following 2 questions: How does the work patterns of the Commission (KPK) in investigating and penalizing the corrupt actors? Is there a common pattern done by the corruptors so that they can be identified by the Commission? Based on the number of cases of corruption and corruptor's handling by KPK, | am trying to find an understanding of patterns of corruption committed by the corruptors and Commision’s work patterns in dealing with corruption. Corruption cases handled by the KPK is political corruption (political corruption). Therefore, the perspective used in this study is political psychology, which is an psychological approach in explaining political nhenomena, including political corruption The method used in this research is the analysis of the script or documentation that comes from the media (news paper, magazines), and websites of the Commission. The results show that there are certain patterns of work done by the Commission and these patterns vary depending on the case and corruption done by corruptors. Pattern of corrupt behavior varies, depending on the profession and the institution where the activities of the corruptors. In addition to the system where the corrupt activity done, there are the psychological motives that drive them to do corrupt, such as the motive power. The results of this study are theoretically expected to provide an understanding and explanation of the patterns of corruption and it's handing in Indonesia. Practically, the results could contribute to the Commission to resolve the cases of corruption in this country. Key words: corruption, content analysis, KPK, political psychology KATA PENGANTAR Alhamdulillah, berkat Rahmat dan Kekuasaan yang telah diberikan Allah SWT, akhirnya penulisan laporan penelitian ini dapat terselesaikan Kasus-kasus Korupsi selalu menarikdan sekaligus menjengkelkan penulis. Menarik karena menggambarkan tentang perilaku orang-orang yang terpikat dan terjerat oleh kekuasaan duniawi dan akhirnya terjerumus dalam pencurian materi yang bukan haknya. Menjengkelkan, karena meski mereka mengetahui (dan mungkin juga menyadari) apa yang mereka telah perbuat, tetapi mereka selalu menyangkal di hadapan publik dan di pengadilan. Nyaris tidak pernah ada koruptor yang mengaku bahwa dia telah melakukan korupsi. Bahkan ketika mereka dalam posisi tak berdaya oleh bukti-buktt yang memberatkan, dengan segala cara mereka terus melawan dan meyakinkan publik dan Pengadilan, bahwa mereka tidak bersalah. Penelitian ini berusaha mengungkap pola-pola korupsi yang dilakukan oleh para koruptor dan pola-pola yang dilakukan oleh KPK dalam menangani para koruptor tersebut. Diharapkan hasil penelitian ini bermanfaat, paling tidak sebagai masukan untuk penyusunan kebijakan- kebijakan tentang penanggulangan korupsi Penelitian ini tidak mungkin terlaksana tanpa bantuan sejumlah pihak. Oleh sebab itu, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada 1, Dekan Fakultas Psikologi UNPAD yang telah memberi dana untuk penelitian ini 2. Ketua PPM Fakultas Psikologi UNPAD yang telah memberi kemudahan kepada penulis dalam menyelesaikan penulisan laporan penelitian ini Waasalam Zainal abidin Daftar Isi Halaman Sampul .. Lembar Pengesahan .. Abstrak ... Abstract... Kata Pengantar..... Daftar Isi . BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang....... 1.2 Identifikasi dan Rumusan Permasalahan ... 1.3 Tyjuan Peneliuan 1.4 Manfaat Penelitian BAB II Tinjauan Pustaka 2.1. Korupsi . 2.1.1. Jenis-jenis korupsi 2.1.2. Korupsi menurut UU Anti-Korup: 2.1.3, Sebab-sebab korups.... 2.1.4, Dampak korupsi 2.2. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 2.2. Psikologi Politik BAB III Metode Penelitian 3.1 Metode dan sumber data 22 3.2 Teknik analisis data BAB IV Hasil dan Pembahasan 41 Hasil dan pembahasan tentang pola perilaku KOrUpSi sess... 26 4.1,1, Pola korupsi anggota DPR . 26 4.1.2. Pola korupsi Menteri 36 4.1.3, Pola korupsi Gubernur 40 4.1.4, Pola korupsi Bupati/Wali kota 4.5. Pola korupsi aparat penegak hokum .. 4.2. Hasil dan pembahasan tentang pola kerja KPK 4.2.1. Pola kerja KPK .... 4.2.2. Tim kerja dalam KPK .. 4.2.3, Perkembangan pola kerja KPK .. 64 BAB V Kesimpulan dan Saran 5.1, Kesimpulan 5.2. Saran 70 Daftar Pustaka .. vii BAB | Pendahuluan 1.1, Latar Belakang Harapan segenap lapisan masyarakat Indonesia setelah runtuhnya Orde Baru antara lain adalah terciptanya pemerintahan yang demokratis, bersih, adil, dan bebas dari korupsi. Pemerintahan yang demikian diharapkan akan berdampak pada kehidupan masyarakat Indonesia yang lebih baik, antara lain memiliki kebebasan Politik, bebas dari rasa takut, bebas dari kemiskinan, dan tentu saja hidup lebih makmur dan sejahtera. Akan tetapi, tumbangnya Grue Baru aan Gibentuknya pemerintahan Reformasi tidak serta-merta tercipta pemerintahan yang dicita-citakan. Sebaliknya, meski di bidang politik ada perubahan yang lebih baik (yakni, dalam hubungannya dengan kebebasan berpolitik dan berserikat), di bidang-bidang lain terdapat sejumlah peristiwa yang kontra-produktif. Sebut saja misalnyaymakin maraknya konflik antar kelompok dan antar etnis, anarkisme massa, dan semakin tumbuh Pesatnya perilaku dan kebiasaan korupsi di lingkungan birokrasi, bisnis, dan Politik.Kasus-kasus korupsi dewasa ini jauh lebih banyak terjadi dibandingkan pada masa Orde Baru. Jika pada jaman Orde Baru korupsi dilakukan secara sembunyi- sembunyi di kalangan eksekutif (birokrasi) dan yudikatif, tetapi dewasa ini ilakukan secara transparan dan menyebar ke lembaga-lembaga legislatif dan dunia bisnis. Oleh sebab itu, atas desakan masyarakat dan para aktivis Reformasi, pada awal tahun 2000 pemerintah mengusulkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk membentuk sebuah komisi yang diharapkan mampu memberantas korupsi. Komisi itu diberi nama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sejak berdirinya KPK bulan Desember 2002 hingga akhir Desember 2012, sudah ratusan pejabat, birokrat, politisi, penegak hukum, dan pengusaha ditangkap oleh KPK dan diadili serta diberi hukuman oleh Pengadilan Tinggi Negeri (PTN) dan sejak tahun 2008 oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Pengadilan TIPIKOR). Untuk memberi pelajaran dan efek jera kepada para koruptor dan bakal koruptor sampai ke daerah-daerah di luar Pulau Jawa, sejak 2012KPK menangani kasus-kasus korupsi bukan hanya yang terjadi di pusat kekuasaan (di Jakarta), tapi juga di seluruh daerah di Indonesia. Perburuan dan penangkapan yang dilakukan oleh KPK terhadap Bupati Buol (Amran Batalipu), Sulawesi Tengah, adalah salah satu contoh Kinerja KPK dewasa ini dalam memberantas korupsi. Akan tetapi, meski KPK sudah menjalankan fungsinya selama lebih 10 tahun, dan telah ratusan koruptor dijadikan tersangka dan terpidana,kasus-kasus korupsi menurun, melainkan terus meningkat. Seolah tidak takut akan konsekwens: hukum yang dapat menimpa mereka, para pelaku korupsi terus melakukan korupsi Menurut hasil kajian Indonesia Corruption Watch atau ICW (dalam Kompas, 5/8/2010), telah terjadi peningkatan tajam tren korupsi semester | tahun 2010 dibandingkan tahun 2009 dalam: - Jumlah kasus: terjadi peningkatan lebih dari dua kali lipat: 86 kasus (2009) menjadi 176 kasus (2010). - Kerugian negara: tahun 2009 kerugian mencapai Rp 1,17 triliun, lalu meningkatmen-capai Rp 2,1 triliun. ~ Pelaku: terjadi peningkatan dari 217 menjadi 441 tersangka Temuan ICW tersebut berasal dari data pertengahan (semester 1) tahun 2010. Diperkirakan bahwa sesudah semester 2 tahun 2010 hingga saat ini, kasus- kasus baru terus bertumbuhan, Kasus Buol yang melibatkan Bupati Amran Batalipu dan pengusaha dari Jakarta Hartati Murdaya; kasus Hambalang, Diknas, dan PON Riau yang melibatkan para petinggi Partai Demokrat dan pejabat daerah -- adalah contoh-contoh kasus yang sangat menonjol yang terjadi antara tahun 2010-2012. Kasus-kasus korupsi yang mengandung unsur politik tersebut (political corruption) kini sedang ditangani oleh KPK. Semakin banyaknya kasus korupsi di Era Reformasi dan banyaknya koruptor yang ditangani oleh KPK dan divonis oleh pengadilan, menjadi alasan pentingnya melakukan penelitian mengenai pola perilaku korupsi di indonesia dan pola Penanganan _kasus-kasus korupsi oleh Komisi KPK. Peneliti ingin mencari tahu tentang bagaimana pola-pola korupsi yang dilakukan oleh para pelaku korupsi dan bagaimana KPK menangani kasus-kasus korupsi tersebut. 1.2. _ Identifikasi dan Rumusan Permasalahan Berdasarkan pada uraian di atas maka dapat didentifikasi bahwa masalah Penelitian yang dicari jawabannya dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Pola-pola seperti apa saja yang dilakukan oleh para pelaku korupsi dalam melakukan korupsi? Apakah pejabat, politisi, dan aparat penegak hukum yang terlibat korupsi memiliki pola korupsi yang sama atau berbeda? 2. Pola-pola seperti apa yang dilakukan oleh KPK dalam menangani kasus- kasus korupsi tersebut? Apakah KPK memiliki metode atau pola penanganan korupsi? Apakah ada perbedaan dalam menangani kasus-kasus korupsi yang dilakukan oleh para pelaku korupsi tersebut (pejabat, politisi, dan penegak hukum)? 1.3. Tujuan Penelitian Penelitian ini pada dasarnya bertujuan untuk: (1) mengidentifikasi sejumlah Pola korupsi yang dilakukan oleh para koruptor di Indonesia dan (2) mengetahui Pola-pola KPK dalam menangani kasus-kasus korupsi yang dilakukan oleh para koruptor. 1.4. Manfaat Penelitian Penelitian mengenai korupsi bukanlah sesuatu yang baru dilakukan. Ada banyak lembaga, baik lembaga akademis (perguruan tinggi), non-govermental organization (NGO), organisasi bisnis, maupun pemerintah yang melakukan penelitian mengenai korupsi. Penelitian-peneitian tersebut dilakukan dengan beragam pendekatan, antara lain politik, ekonomi, hukum, dan budaya. Akan tetapi, penelitian dengan pendekatan psikologi relatif jarang ditemukan. Peneltian ini hendak mengungkap_perilaku korupsi dan penanganan atas perilaku korupsi tersebut dari perspektif psikologi politik. Penelitian ini diharapkan memiliki manfaat, baik praktis maupun teoritis. Secara praktis hasil penelitian ini ahovankan dapat menjadi masukan untuk KPK dan pemerintah sebagai bahan pertimbangan dalam menyusun kebijakan mengenai penanganan dan prevensi korupsi. Secara teoritis, penelitian ini bermanfaat untuk menjadi rujukan kajian- kajian tentang perilaku korupsi, khusunya dari perspektif psikologi. BAB II Tinjauan Pustaka 2.1. Korupsi Korupsi berasal dari bahasa Latin, corruptus atau corrumpere, yang artinya: menyalahgunakan, menyimpang, menghancurkan, atau mematahkan. Makna kata korupsi, dengan demikian, memang negatif, bersifat destruktif dan merugikan. Ada Penyimpangan dan penyalahgunaan, yakni penyalahgunaan kekuasaan atau wewenang, dan tujuannya untuk mendapatkan keuntungan atau meningkatkan dan memperluas kekuasaan. !tulah cehahnya mengapa banyak definisi tentang korupsi mengacu pada penyimpangan atau penyalahgunaan kekuasaan. Misalnyadefinisi yang dirumuskan oleh Collin Nye, bahwa korupsi merupakan ...."behaviour which deviates from the formal duties of a public role because of private- regarding (personal, close family, private clique) pecuniary or status gains; or violates rules against the exercise of certain types of private- regarding influence” (Nye 1967:417).Mushtaq Khan mendefinisikan korupsi sebagai “behaviour that deviates from the formal rules of conduct governing the actions of someone in a position of public authority because of private-regarding ‘motives such as wealth, power, or status” (Khan 1996:12). Definisi lain ditulis oleh Voy sbb: Corruption is the use of power for profit, preferment, or prestige, or for the benefit of a group or class, in a way that constitutes a breach of law or of standards of high moral conduct." (Voy, 1970)".Definisi ini serupa dengan yang dibuat oleh World Bank. Pada tahun 2000 World Bank mendefinisikan korupsi sebagai berikut: corruption is the abuse of public power for private benefit. (the World Bank, 2000). Definisi yang dirumuskan oleh World Bank tersebut seolah menjadi standar internasional untuk merumuskan korupsi. Sejumiah penullis dan peneliti tentang korupsi biasanya mendefinisikan korupsi sebagai “... the misuse of public office for private gain (klitgaard et. al., 2000; Svensson, 2005) Definisi-definisi di atas pada dasarnya menjelaskan bahwa korupsi paling tidak memiliki 4 komponen, yakni (1) ada penyalahgunaan wewenang atau kekuasaan, (2) dilakukan untuk mendapatkan keuntungan pribadi atau kelompok, (3) merupakan pelanggaran hukum atau penyimpangan moral, dan (4) terjadi dalam public office setting. Yang dimaksud dengan public office setting bukan hanya kantor-kantor birokrasi pemerintahan eksekutif, tetapi juga termasuklegislatif, yudikatif, partai- partai politik, lembaga-lembaga hukum, dan __ perusahaan-perusahaan swasta.Misalnya, di perusahaan-perusahaan swasta para pengusaha memberi suap kepada para pejabat, politisi, dan aparat penegak hukum untuk mempermudah dan memperiancar usaha mereka. Di partai-partai politik para politisi bekerja sama dengan pejabat pemerintah dan perusahaan swata melakukan korupsi untuk memenangkan pemilu atau pilkada. Dalam sistem peradilan para hakim, jaksa, polisi, pembela, dan petugas-petugas pengadilan meminta dan menerima suap dari terdakwa kasus-kasus kriminal dan korupsi, dengan imbalan pembebasan atau keringanan hukuman. 2.1.1 Jenis-jenis korupsi Sedikitnya terdapat dua jenis korupsi dilihat dari besaran uang yang dikorupsi dan asal atau kelas para pelaku korupsinya. Pertama, bureaucratic corruption. Dinamakan bureaucratic corruption karena settingnya adalah dilingkungan birokrasi dan pelakunya adalah para birokrat.Begovic (2005) menyebut jenis korupsi ini administrative corruption. Karena pelaku korupsi birokratis ini mayoritas adalah pegawai atau birokrat kecil, maka jenis korupsi ini sering disebutpetty corrupion (korupsi kelas teri). Petty corruptin adalah suatu i yang dilakukan oleh para pegawai rendahan dengan cara antara lain mencuri properti kantor dan menerima atau meminta suap dalam jumlah yang relatif kecil dari anggota masyarakat. Para pelakunya antara lain pegawai kecil di lingkungan pemerintah atau polisi lalu lintas yang bertugas di jalan raya. Meski |, tetapi jika dilakukan oleh banyak uang yang diminta dan diterima relatif ke« petugas, maka jumlahnya menjadi sangat besar. Di samping itu, korbannya pun biasanya adalah orang-orang yang berasal dari masyarakat kecil (kelas menengah ke bawah), sehingga jumlah uang yang harus dibayar oleh mereka, sangat berarti buat mereka. Oleh sebab itu, korupsi jenis ini termasuk merusak, karena dapat menurunkan kredibilitas lembaga atau departemen pemerintah, menghilangkan kepercayaan kepada penegakan hukum (Khan, M.H. 2006), dan menyusahkan serta merugikan rakyat kecil Jenis korupsi kedua adalah political corruption. Disebut political corruption karena pelakunya melibatkan para politisi di parlemen (DPR dan MPR), para pejabat tinggi di pemerintahan, dan para penegak hukum. Alkotsar (2008) mendefi-nisikan korupsi politik sebagai perbuatan yang dilakukan oleh mereka yang, memiliki kedudukan politik baik karena dipilih maupun ditunjuk. Kedudukan politik para pelaku dapat sebagai presiden, kepala pemerintahan, para menteri, anggota parlemen yangseringkali mengunakan fasilitas dan kemudahan politis yang melekat dalam diri mereka.Akan tetapi, pada prakteknya, perilaku korupsi mereka seringkali melibatkan para pengusaha.Keterlibatan para pengusaha dalam praktek korupsi politik karena kepentingan mereka dalam mengembangkan dan memperluas usaha mereka.Untuk merealisasikan hal itu mereka memerlukan kekuatan politik dan hukum (yang dimiliki oleh para pejabat, politisi, dan aparat penegak hukum). Korupsi politik sering disebut juga grand corruption (korupsi kelas kakap), yakni korupsi yang besaran uang yang dijadikan transaksinya relatif besar dan/atau pelakunya memiliki kedudukan tinggi di masyarakat, dunia usaha, dan pemerintahan. Garapan atau sasaran korupsinya adalah proyek-proyek besar dan kontrak-kontrak penting. Korupsi tingkat tinggi ini disebut juga “kroniism”, karena melibatkan kongkalikong antara para pengusaha besar dan pejabat atau politisi Para pengusaha memberi suap atau gratifikasidalam jumlah besar kepada para Politisi dan pejabat, agar mereka menyusun kebijakan-kebijakan publik yang menguntungkan para pemberi suap atau gratifikasi. Akibatnya, kebijakan-kebijakan Pemerintah selalu mengutungkan para pengusaha dan negara serta masyarakat dirugikan dalam jumiah besar. Misalnya, kebijakan tentang alih fungsi hutan yang merusak alam dan menimbulkan konflik sosial, Oleh sebab itu, kerusakan dan kerugian yang ditimbulkan oleh korupsi jenis ini sangat besar. Bukan saja negara diugikan dan para pelaku diuntungkan secara pribadi dan kelompok, tapi juga Kerugian pada mayarakat secara keseluruhan. Kualitas suatu proyek menjadi sangat buruk karena korupsi yang dilakukan oleh mereka, dan pelayanan pemerintah kepada masyarakat jadi berkurang karena kebijakan yang seringkali merugikan masyarakat luas tapi menguntung golongan masyarakat tertentu. Kerusakan lingkungan pun besar, tapi pengusaha tidak ditindak karena pemerintah sudah mendapatkan upeti dari mereka. ‘Namun, di Indonesia batas antara petty corruption (atau bureaucratic corruption)dan grand corruption(atau political corruption) bisa sangat tipis. Contohnya kasus fenomenal korupsi yang dilakukan Gayus Tambunan dan DhanaWidyatmika, yang ditangani oleh KPK. Baik Gayus maupun Dhana adalah Pegawai pajak golongan Illa yang baru beberapa tahun bekerja sebagai pegawai negeri sipil (PNS) di Kantor Pajak Jakarta. Akan tetapi, jumlah uang yang menjadi objek korupsi mereka relatif besar. Jumlah uang yang dikorupsi oleh Gayus di atas 100 milyar rupiah, dan oleh Dhana 60 milyar rupiah! Ditinjau dari posisi atau jabatannya, yakni sebagai birokrat atau pegawai rendahan, mereka dapat dikategorikan sebagai petty corruptor, tapi jika dilihat dari besaran uang yang dikorupsi oleh mereka, dapat dikelompokkan sebagai grand corruptor.Akibatnya, yang menangani kedua kasus tersebut adalah KPK, karena prioritas KPK adalah menangani kasus-kasus korupsi politik (political corruption) dan korupsi kelas kakap (grand corruption). Korupsi Menurut UU Anti-Korupsi Di Indonesia sebetulnya telah ada rumusan hukum dalam bentuk Undang- Undang (UU) yang dapat dijadikan sebagai acuan untuk menentukan atau memberi batasan tentang korupsi. UU yang dimaksud adalahUUNo 31 tahun 1991 jo UU No 20 Tahun 2001. Menurut UU ini terdapat 30 bentuk / jenis tindak pidana korupsi sebagaimana tercermin dalam 30 pasal dalam UU itu. Ke-30 bentuk tindak pidana tersebut dapat dikelompokkan lagi menjadi 7, yaitu Kerugian keuangan Negara, yaitu “melakukan penyalahgunaan dan penggelapan barang atau harta benda milik negara sehingga menyebabkan kerugian negara.” Jenis tindak pidana ini dilakukan bukan hanya oleh para birokrat/pejabat dan politisi, tetapi juga oleh para para pengusaha. Akibatnya, secara langsung negara dan masyarakat dirugikan karena perbuatan mereka tersebut. Suap menyuap, yaitu menerima atau memberi hadiah dan janji agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu tindakan untuk kepentingan pihak yang memberi suap. Memberi suap biasanya dilakukan dengan tujuan mempermudah suatu urusan dan seringkali bertentangan dengan prosedur yang seharusnya. Sedangkan menerima suap dilakukan untuk mendapatkan keuntungan ekonomi atau mendapatkan fasilitas yang berasal dari orang yang memberi suap. Penggelapan dalam jabatan? antara lain “melakukan pemalsuan buku-buku atau daftar-daftar untuk pemeriksaan administrasi pegawai negeri atau penyeleng- gara negara” dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain. Contoh korupsi jenis antara Iain adalah birokrat/pejabat yang melakukan manipulasi pembukuan atau laporan keuangan agar diperoleh keuntungan pribadi atau kelompok dengan cara melanggar hukum. Pemerasan, yaitu “memaksa atau meminta seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan”, sehingga orang itu merasa terancam dengan paksaan atau permintaan itu. Pada prakteknya Permintaan secara paksa maupun secara halus dapat menyebabkan orang lain memberi atau terpaksa memberi karena takut, merasa tidak nyaman, atau terancam. Perbuatan curang, yaitu melaporkan pembayaran atau pengeluaran suatu Proyek tidak secara sebenarnya, tetapi dilebih-lebihkan, dan kelebihannya digunakan untuk kepentingan pribadi atau kelompok. Namun, membiarkan orang lain melakukakan perbuatan curang pun termasuk dalam kategori perbuatan curang. Benturan kepentingan dalam pengadaan, yaitu ‘turut serta dalam pemborongan, Pengadaan, atau persewaan, yang pada saat dilakukan perbuatan, untuk seluruh atau sebagian dikerjakan dalam waktu yang bersamaan”. Jenis tindakan koruptif ini antara lain berupa penunjukan perusahaan milik sendiri, teman, atau keluarga yang tidak didasarkan pada lelang terbuka atau profesionalisme perusahaan yang ditunjuk, melainkan berdasarkan pertemanan atau kekerabatan (kolusi atau nepotisme). Gratifikasi, yaitu menerima hadiah, meski diketahui bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya Meski sudah ada dimensi-dimensi dan indikator-indikator korupsi seperti dideskripsikan di atas, tapi seringkalitidak mudah secara hukum membuktikan bahwa suatu perilaku dapat dikategorikan korupsi atau bukan korupsi. Seorang Pejabat menerima uang Rp 5 juta dari seorang pengusaha setelah pejabat itu ‘mengurus administrasi perizinan usaha untuk si pengusaha itu. Apakah di dalam peristiwa itu ada unsur suap menyuap atau gratifikasi (korupsi)? Seringkali pejabat dan pengusaha mempersepsi pemberian itu sebagai suatu bentuk ucapan terima kasi. Jadi, menurut mereka, bukan suatu korupsi atau pelanggaran hukum. Alasan 10 lainnya berkaitan dengan tidakada kemungkinan penanganan hukum dalam peristiwa itu, karena jumlah transaksinya yang relatif kecil. Apakah hukum dapat berurusan dengan kasus gratifikasi atau suap jika jumlah transaksinya “hanya” sebesar Rp 5 juta?itulah sebabnya bahwa korupsi bukan hanya persoalan hukum, tetapi juga dengan nilai-nilai moral! 2.1.3. Sebab-sebab korupsi klitgaard (1998) mendefinisikan korupsi dalam bentuk rumus berikut: C = M + DA, Maksudnya, Korupsi (C = corruption) terjadi karena adanya monopoli (M = monopoly) dan kewenangan (D = discretionary power), serta_minimnya akuntabilitas (A = accountability). Dengan perkataan lain, semakin besar monopoli dan kewenangan yang dimiliki oleh seseorang, tapi semakin kecil akuntabilitas yang. dimiliki oleh orang itu, maka semakin besar kemungkinan dia melakukan korupsi. Rumus ini bukan hanya berlaku secara individu, tapi juga secara institusional, Yang dimaksud dengan monopoli bukan hanya dalam hal ekonomi, tapi juga politik (monopoli politik). Misalnya, anggota parlemen bukan hanya memiliki wewenang, tapi juga monopoli, antara lain dalam hal pengesahan anggaran keuangan dan undang-undang.Maka, jika akuntabilitas mereka rendah, besar kemungkinan mereka melakukan korupsi! Dalam definisi atau rumus yang ditulis oleh Klitgaard tadi terkandung factor- faktor penyebab munculnya korupsi, yakni adanya monopoli (baik ekonomi maupun politi), kewenangan atau kekuasaan (yang mudah disalahgunakan), dan minimnya akuntabilitas. Dengan demikian, untuk menghilangkan atau menghapus korupsi maka kurangi monopoli, kontrol kewenangan, dan tingkatkan akuntabilitas! ‘Apa yang dikemukakan oleh Klitgaard ini masuk akal. Akan tetapi, apakah penyebab korupsi memang sesederhana itu, sehingga penanganannya pun relatifsederhana? a Kenyataannya, penyebab munculnya korupsi jauh lebih kompleks diban- dingkan yang dikemukakan oleh Klitgaard. Sejumiah faktor diduga kuat dapat mendorong individu melakukan korupsi. Faktor-faktor tersebut baik bersifat ekonomi maupun non-ekonomi (Rose-Ackerman, S. ed., 2006). Faktor-faktor non- ekonomi diantaranya adalah: sosial, sejarah, politi, budaya, hukum, psikologi agama, dan lain-lain. Berikut akan dideskripsikan sejumlah faktor yang dapat menyebabkan korupsi, sebagaimana disinyalir oleh Lambsdorff (2008), 3. Size of public sector. Banyaknya departemen-departemen pemerintah menye- babkan bukan hanya inefisiensi tetapi juga pembengkakan jumlah pegawai atau birokrat. Akibatnya, selain alokasi anggaran negara tersedot ke dalam belanja dan gaji pegawal, gaji birokrat dan pejabat pun menjadi rendah, sehingga kinerja mereka menjadi buruk, Dalam kondisi demikian, ada peluang dan dorongan bagi birokrat dan pejabat untuk melakukan korupsi. Ada orelasi antara rendahnya gaji pegawai dengan korupsi (Svenson, 2005) Kebutuhan ekonomi para birokrat makin hari makin meningkat sejalan dengan bertambahnya anggota keluarga mereka (istri atau suami dan anak-anak), sedangkan gaji mereka tidak mengalami kenaikan yang signifikan. Kondisi ini dapat mendorong para birokrat melakukan korupsi 5. Regulatory quality. Peraturan pemerintah yang buruk memungkinkan peluang untuk korupsi, Peraturan-peraturan yang mewajibkan Intervensi pemerintah kepada sektor-sektor tertentu yang kurang relevan dan tidak perlu, membuka Peluang bagi para birokrat untuk melakukan korupsi, misalnya dalam bentuk Penyuapan dan gratifikasi. ©. Lack of economic competition. Kompetisi mendorong pemerintah untuk memperhatikan kualitas produk/layanan, bukan pada imbalan_pribadi Kurangnya atau tidak adanya kompetisi membuat birokrat cepat puas diri Oleh sebab itu, perlu diciptakan kompetisi dalam birokrasi agar terjadi 12 persaingan sehat dalam pelayanan publik dan kinerja birokrasi, dan terhindar dari dorongan untuk melakukan korupsi Government structure. Demokrasi dapat menurunkan korupsi, meski tidak secara langsung, dan harus melalui proses yang cukup panjang. Meski demikian, struktur pemerintah yang demokratis menjadi salah satu syarat untuk meminimalisir korupsi, dibandingkan struktur pemerintahan yang non- demokratis Forms of democration. Demokrasi parlementer lebih efektif dalam menurunkan korupsi dibandingkan demorasi presidensial yang powerful. Dalam demokrasi parlementer, kontrol atas jalannya pemerintahan dilakukan secara kelompok (parlemen), sedangkan dalam demokrasi presidential peran pemerintah dikendalikan oleh seorang presiden, yang seringkali dimanfaatkan oleh kroni-kroninya, sehingga dalam menjalankan roda pemerintahannya menjadi korup. Voting system. Persaingan diantara para politisi untuk merebut kekuasaan mendorong mereka menjadi lebih berkualitas, lebih kreatif, tapi juga dapat memicu korupsi. Untuk meraih kekuasaan, para politisi sering menggunakan ang untuk membeli suara, demikian juga untuk mempertahankannya Pesaingnya pun melakukan hal yang sama untuk merebut kekuasaan Decentralization. Desentralisasi dapat menjadi alat untuk menurunkan korupsi karena dapat mendorong pemerintah untuk lebih dekat dengan rakyat dan rakyat dapat mengontrol langsung kinerja pemerintah. Sejumlah peneliti seperti Root (1999), Treisman (1999), dan Fisman dan Gatti (2002) menunjukan adanya korelasi antara korupsi dan jumlah populasi suatu wilayah. Semakin kecil suatu wilayah pemerintahan, semakin kurang tingkat korupsinya. Culture. Reformasi tidak akan berperan banyak jika kultur yang dapat mendorong korupsi tetap dipertahankan. Salah satu unsur yang terdapat dalam kultur korupsi adalah kepercayaan (trust) dan penerimaan terhadap B hirarki. Tingkat kepercayaan yang rendah dapat meningkatkan korupsi, karena tidak mendorong terjalin kerja sama yang baik antara masyarakat dan pemerintah. Penelitian yang dilakukan oleh La Porta, dkk (1995) di 33 negara menunjukkan adanya korelasi antara kepercayaan (trust) dengan tingkat korupsi. Kepercayaan dapat mencegah korupsi karena para birokrat dapat bekerjasama secara lebih baik dengan masyarakat. Hoffstede (1997) menunjukkan bahwa semakin lebar power distance antar anggota masyarakat atau antara rakyat dan pemerintah, semakin besar tingkat korupsi. Power yang tidak terdistribusi secara merata mendorong korupsi. Penerimaan terhadap hirarki, juga mendorong korupsi. Pengakuan bahwa kelompok tertentu ditakdirkan menjadi pimpinan dan kelompok lain sebagai bawahan, menjadikan masyarakat apatis dan toleran terhadap korupsi. Values. Nilai-nilai tradisional seperti “familiism” mendorong korupsi (Lipset dan Lenz, 2000). Karena alasan keluarga, rekruitmen pegawai atau birokrat tidak didasarkan pada kompetensi dan profesionalisme, tetapi karena kekerabatan. Kenaikan jabatan atau pangkat tidak didasarkan pada kualitas kerja, tatapi karena persaudaraan atau pertemanan. Demikian juga dalam pemenenangan tender untuk suatu proyek -- dalam kondisi seperti itu, korupsi menjadi sangat besar peluangnya Gender. Penelitian yang dilakukan oleh Swami dkk (2001) dan Dollar dkk (2001) di 66 negara menunjukkan bahwa persentase perempuan di dunia kerja dan di parlemen memiliki efek negatif terhadap korupsi. Artinya, lembaga- lembaga yang didominasi oleh laki-laki sangat besar kemungkinannya untuk lebih korup dibandingkan dengan lembaga-lembaga di mana jumlah dan peran perempuan relatif besar. Geography and history. Melimpahnya sumber daya alam secara signifikan berkorelasi dengan tingkat korupsi. Sumber daya alam yang kaya menyebabkan masyarakat kurang dapat menghargai kerja keras (malas) dan suka mencari jalan pintas. Demikian juga dengan sejarah kolonialisme. 14 Negara-negara bekas jajahan tertentu berkorelasi dengan korupsi. Negara- negara bekas jajahan Inggris relatif lebih bersih dari korupsi ibandingkan bekas jajahan negara-negara seperti Spanyol, Jerman, Perancis, atau Belanda. 2.1.4. Dampak korupsi Sebagaimana telah dideskripsikan di awal bab ini, korupsi bersifat destruktif, terutama membawa dampak buruk pada bangsa atau masyarakat. Beberapa dampak korupsi yang dapat diidentifikasi diantaranya adalah sebagai berikut: Dampakpada sistem politik dan hukum.Korupsi, jika sudah mencapai tahap kronis,menjadi ancaman untuk penegakan demokrasi dan hambatan dibangunnya good governance. Demokrasi mempersyaratkan bekerjanya sistem eksekutif, legislatif, dan yudikatif secara_sinergis, sehingga sistem pemerintahan dapat berjalan secara efektif dan efisien. Akan tetapi korupsi, terutama korupsi politik membuat fungsi lembaga-lembaga tersebut menjadi tidak jelas dan saling bersinerji bukan untuk menjadi efektif dan efisien, melanikan unruk melakukan korupsi. Akibatnya, rakyat meragukan efektivitas pemerintahan demokrasi karena dinilai hanya mengun-tungkan para elit politik dan birokrasi serta sebagian pengusaha yang dekat dengan lingkaran elit tersebut, tetapi membuat sebagian rakyat menderita. Korupsi dalam pemilihan umum dan di DPR dapat mengurangi akuntabilitas partai-partai politik dan lembaga DPR dan mengurangi kualitas kebijakan politik yang mereka buat. Korupsi di pengadilan menyebabkan hilangnya kepercayaan publik kepada penegakan hukum (Khan, MH. 2006). Dampak pada kondisi ekonomi.Korupsi menyebabkan biaya operasional atau produksi menjadi sangat tinggi karena sebagian permodalan digunakan untuk menyuap para elit politik dan pemerintah.Korupsi pun menyebabkan ketidak- 15 pastian dalam menjalankan bisnis atau usaha.Korupsi menyebabkan rendahnya kompetisi dan berakibat pada menurunya kualitas produksi. Dalam konteks perdagangan internasional, korupsi mengakibatkan terhambatnya perkembangan usaha dan menghambat daya saing dengan produk-produk Negara-negara lain. Korupsi pun menyebabkan sebagian modal dilarikan ke luar negeri untuk menghindari konsekwensi hukum di dalam negeri.Di samping itu, korupsi pun menjadikan sebagian rakyat menjadi sengsara.World bank mengungkapkan adanya hubungan antara tingkat korupsi suatu Negara dengan tingkat kemiskinan di Negara itu (www.worldbank.com). Dampak pada lingkungan.Korupsi memfasilitasi_ dan mengakibatkan kerusakan lingkungan. Kebijakan-kebijakan yang dibuat berdasarkan kongkalikong antara_ para pilitisi di parlemen, para pejabat di pemerintahan, dan para pengusaha yangmengharap-kan keuntungan yang sebesar-besarnya, seringkali tidak mengindahkan dan bahkan lingkungan. Kebijakan-kebijakan tersebut hanya memberi keuntungan ekonomi yang besar pada mereka (terutama para pengusaha), tetapi sering mengorbankan lingkungan alam dan social.Kebijakan- kebijakan tersebut boleh jadi bermanfaat untuk jangka pendek, tetapi untuk jangka panjang menjadi sangat destruktif arena kerusakan alam akibat kebijakan- kebijakan tersebut. Dampak di bidangkesehatan.Salah satu tugas dan kewajiban pemerintah adalah melindungi dan menyejahterakan rakyatnya. Maka, pelayanankesehatan kepada masyarakat menjadi salah satu prioritas yang harus dikerjakan oleh pemerintah. Akan tetapi, anggaran kesehatan seringkali tidak seluruhnya sampai ke masya-rakat, karena sebagian disalahgunakan oleh para pengelolalnya untuk kepentingan pribadi dan kelompok.Akibatnya, hak masyarakat kecil (miskin) dan masyarakat di pedalaman untuk mendapatkan pelayanan kesehatan secara mudah, terkendala karena anggaran-nya sebagian dikorupsi oleh para koruptor. 16 Dampak di bidang pendidikan.Salah satu indicator sekaligus pendorong kemajuan suatu bangsa adalah pendidikan.Maka, alokasi anggaran pendidikan dalam APBN idealnya harus relative besar. Meski pemerintah setiap tahun mengalokasikan sebagian dari APBN untuk pendidikan terus meningkat, tetapi pada prakteknya, anggaran tersebut tidak seluruhnya sampai kepada masyarakat, karena disalahgunakan oleh para pejabat yang mengelola._ dan melaksanakannya.Penggunaan anggaran pendidikan tidak efisien, tidak tepat sasaran, dan menjadi ajang atau objek korupsi.Akibatnya, pendidikan masih tertinggal dari Negara-negara maju.Mutu pendidikan rendah. Korupsi menjadi salah satu factor penyebab utama rendahnya kualitas pendidikan dan kemajuan bsuatu bangsa Dampak pada rasa keadilan.Korupsi menyebabkan hilangnya rasa keadilan.Korupsi_berartimenyalahgunakan kewenangan untuk mendapatkan keuntungan yang sebetulnya bukan menjadi haknya. Hak orang lain, hak rakyat, atau Negara, disalahgunakan untuk kepentingan pribadi atau kelompok Danmasyarakat yang berhak justru tidak mendapatkan apa-apa yang seharusnya diterima.Masyarakat_ yang sering menjadi korban pada umumnya adalah masyarakat miskin, yang tidak memiliki akses terhadap kekuasaan, baik kekuasaan Politik, ekonomi, dan budaya.Ketidakadilan ini menggejala baik dalam bidang hukum, ekonomi, pendidikan, kesehatan, dan semua bidang kehidupan. Sebagaimana ditulis oleh Transparency International (TI): Corruption is one of the greatest challenges of the contemporary world. It undermines good government, fundamentally distorts public policy, leads to the misallocation of resources, harms the private sector and private sector development and particularly hurts the poor’ (Transparency International, 1998) Vv 2.2. Komisi Pemberantasan Korupsi(KPK) Bagaimana_memberantas dan menanggulangi korupsi yang bersifat destruktif dan jahat itu?Di Indonesia lembaga yang memiliki kewenangan yang sangat besar dalam menangani dan memberantas korupsi adalah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Meski ada lembaga-lembaga _penegak hukumlainyang memiliki kewenangan dalam memberantas korupsi seperti kejaksaan dan kepolisian, tetapi yang paling besar wewenangnya dalam pemberantasan itu adalah KPK. Untuk kasus-kasus besar, terutama yang berkaitan dengan korupsi politik, dit ngani oleh KPK Hinge saat Politisi, menteri, pengusaha, kepala daerah (gubernur dan bupati serta wali kota), hakim, jaksa, pengacara, polisi, yang ditangkap atau diputuskan sebagai tersangka, terdakwa, dan terpidana.Oleh sebab itu, tidak ada lembaga yang sangat ditakuti oleh para pelaku korupsi dan khususnya pelaku korupsi politik atau grand corruption, selain KPK! KPK didirikan pada tanggal 27 Desember 2002 berdasarkan perintah Undang-Undang Nomor 30 tahun 2002.Alasan utama didirikannya komisi ini adalah selain makin ganasnya korupsi di Indonesia paska tumbangnya pemerintahan Orde Baru (Mei 1998), juga semakin rendahnya kepercayaan terhadap lembaga-lembaga penegak hukum seperti kepolisian, kejaksaan, dan kehakiman, Lembaga-lembaga tersebut dinilai tidak bersih, korup, dan tidak mampu menangani kasus-kasus korupsi yang semakin merajalela di Indonesia.Pemerintah kemudian mengusulkan UU tentang KPK ke DPR dan melalui sidang yang alot, dan DPR akhirnya menyetujui serta mensahkannya ‘Sebagai sebuah lembaga yang superbody, KPK memiliki tugas dan wewe- nang yang sangat besar. Tugas dan wewenang KPK antara lain adalah sebagai berikut: 18 1. Koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi; 2. Supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi; 3. Melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi; 4, Melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi; dan 5. Melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara. Dalam melaksanakan tugas koordinasi tersebut, KPK memiliki wewenang sebagai berikut: 1. Mengkoordinasikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi; 2. Menetapkan sistem pelaporan dalam kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi; 3. Meminta informasi tentang kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi kepada instansi yang terkait; 4. Melaksanakan dengar pendapat atau pertemuan dengan instansi_ yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi; dan 5. Meminta laporan instansi terkait mengenai pencegahan tindak pidana korupsi. (Sumber: http://www. kpk.go.id/modules/edito/content.php?: Disebabkan oleh besar dan luasnya wewenang KPK dalam memberantas korupsi, maka ada upaya-upaya untuk melemahkan dan bahkan melenyapkan KPK.Sejumlah anggota parlemen yang terancam oleh kiprah KPKmewacanakan untuk melemahkan dan bahkan menghapus KPK.Mereka misainya melemparkan gagasan bahwa KPK merupakan lembaga ad hoc, sementara, sehingga dapat dihapuskan.Namun, UU KPK dan Tindak Pidana Korupsi tidak mencantumkan di salah satu pasal pun bahwa KPK adalah lembaga ad hoc.Ini berarti bahwa tidak 19 dapat diinterpretasikan bahwa KPK bersifat sementara, dapat dibubarkan, Upaya Pelemahan lainnya dalam bentuk penarikan sejumlah penyidik KPK yang berasal dari unsur kepolisian (POLRI), sehingga kinerja KPK dalam menangani kasus-kasus Korupsi menjadi terhambat dan tumpul. Meski demikian, hingga saat ini, KPK terus berfungsi dan bekerja dengan baik. Kepercayaan dan dukungan luas dari masya- ‘akat pun tidak pernah surut untuk menjadikan KPK sebagai lembaga pemberantas korupsi yang ditakuti oleh para koruptor. ‘ologi Politik Psikologi politik dapat didefinisikan sebagai kajian Psikologi_ mengenai perilakiy individu at: Kelompok individu daiam setcingpoutk (Cottam, et al, 2004).Psikologi politik pun dapat didefinisikan sebagai aplikasi teori-teori, metode- metode, dan prinsip-prinsip psikologi untuk menganalisis Persoalan-persoalan dan isu-isu politik (Cottam, et.al., 2004), In! Berarti bahwa objek kajian psikologi politik mencakup baik individu maupun kelompok individu dalam kaitanya dengan politik atau persoalan- Persoalan dan isu-isu politik.Dalam konteks ini psikologi politik beririsan dengan disiplin-disiplin ilmu tain, teruatama ilmu politik.|imu politik mengkaji isu-isu dan Persoalan-persoalan politik seperti sistem politik, peran lembaga-lembaga Pemerintah (DPR, eksekutif, yudikatif], kebijakan, partai politik, media, dan lain- [ain.Yang_membedakan psikologi politik dari ilmu politik terutama adalah Perspektifnya. Meski objek kajiannya relative sama dengan ilmu politik, tapi Psikologi politik sebagai bagian dari ilmu_psikologi, mengkaji ‘objeknya dari erspektif psikologi, dari teori-teori psikologi. Delam kaitannya dengan penelitian ini, maka korupsi sebagai suatu gejala ang Berkaitan dengan politik coba dijelaskan dengan menggunakan teor:teori dan Pendekatan psikologi-Teor-teori yang digunakan diantaranya adalah teori tentang Perilaku individu dalamkelompok (intragroup behavior) dan antar kelompok (intergroup behavior). Asumsinya, perilaku korupsi tidak hanya didorong oleh 20 factor internal (psikologis), tapi juga terkait dengan system atau lingkungan {kelompok) di mana pelaku berada.Maka sejumlah teori yang dapat digunakan untuk menjelaskan perilaku korupsi diantaranya adalah: obedience, conformity, compliance, power, diffusion of responsibility, conflict, dan lain-lain. 21 BAB III Metode Penelitian 3.1, Metode dan Sumber data Pendekatan yang digunakan dalam penelitian adalah pendekatan kualitatif, lebih tepatnya metode analisis isi (content analysis). Menurut Harold D. Lasswell(dalam Amundsen, dkk., 2000),metode analisis isi dapat digunakan untuk suatu penelitian yang menggunakan informasi tertulis atau tercetak di media massa. Dengan demikian, metode ini sesuai dengan tujuan penelitian ini yang menggunakan informasi dari media massa sebagai data utamanya. Penggunaan metode ini pun sesuai dengan area masalah dan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam penelitian ini hanya dapat dijawab dengan menggunakan metode analisis isi Sumber data dalam penelitian ini adalah berita-berita, artikel-artikel, opini- opini mengenai korupsi dari media massa, baik cetak maupun internet. Media cetak diantaranya adalah: Kompas, Tempo, dan Media Indonesia. Sedangkan dari internet adalah www.kompas.com, www.tempo.co, www.mediaindonesia.com, www.detik.com; www.republika.co.id;www.antaranews.com; dan website-website KPK(Komisi Pemberantasan Korupsi) (www.kpk.go.id), ICW (Indonesia Corruption Watch) (www.antikorupsi.org), dan Til (Transparency international Indonesia) (www.ti.or.id). Kasus-kasus yang dijadikan sebagai fokus kajian adalah berasal dari tahun 2005 sampai 2013.Kasus-kasus tersebut pada umumnya telah dan sedang ditangani oleh KPK dan termasuk dalam kategori political corruption atau juga grand corruption. Ciri-ciripolitical corruptionantara lain adalah: pelakunya merupakan pemegang wewenang atau kekuasaan politik dan/atau pemerintah; pada umumnya dilakukan secara kolektif (melibatkan pelaku-palaku lain, baik dari kalangan pemerintah atau partai politik maupun swasta); besaran uang yang menjadi objek korupsi _relatif besar (itulah sebabnya disebut grand corruption). Kasus-kasus korupsi seperti itu merupakan kasus-kasus yang ditangani oleh KPK. 22 Alasan kenapa berita dari media menjadi sumber data dalam penelitian ini adalah karena kasus yang dianalisis relatif sensitif, sehingga sulit bagi peneliti untuk mendapatkan data secara langsung di lapangan. Kesulitan bukan saja karena terbatasnya biaya, dan kendala di lapangan, tetapi juga rentang waktu kasus-kasus dari 10tahun korupsi dan penanganannya oleh KPK berlangsung selama lebil {antara tahun 2005 — Januari 2013). Hanya melalui berita dari media massa maka data dalam penelitian ini dapat diperoleh. Data yang berupa pemberitaan media massa, terutama media massa yang bersifat investigatif, memiliki kelebihan, yakni mampu menjelaskan sebuah realitas di balik kasus yang tampak di permukaan. Terutama jika kasus yang diberitakan itu adalah beriia tentang kurupsi. Sebagaimana diungkapkan oleh Amundsen, dkk (2000, h. 37) berikut ini: “The media are important sources of information also for social science research on corruption when it comes to establishing facts. Media are also important subjects of research on corruption, mainly for political scientist. Some forms of corruption may be considered as a kind of political scandals, and the political effects may often be quite similar to the publication of private misbehavior of politicians or their families.” Meski demikian, diakui oleh peneliti bahwa data dari media massa bisa bias karena pemberitaan tentang suatu kasus boleh jadi tidak sepenuhnya objektif diungkap oleh wartawan. Cara pengungkapan dan pemberitaan mereka antara lain dipengaruhi olehvisi dan misi yang dimiliki oleh media-media tersebut, oleh ketertarikan mereka pada skandal-skandal tertentu agar dapat rating tinggi, dan oleh ideologi yang dimiliki oleh mereka dan melandasi pemberitaan mereka Namun, peneliti meyakini bahwa di balik bias-bias tersebutterdapat satu kebenaran, yakni apa pun visi dan misi atau ideologi yang melandasi media-media tersebut, mereka pada umumnya memiliki idealisme dalam mengurangi atau memberantakan korupsi, sehingga kalaulah adaperbedaan-pemberitaan tertentu 2B dalam pemberitaan mereka, peneliti dapat menangkap esensi yang mereka beritakan. 3.2. Teknik anali data Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis tekstual. Teks-teks atau naskah-naskah yang berupa pemberitaan media tentang korupsi sejak tahun 2005 dikumpulkan dan dibuat kliping, agar mudah membaca dan menganalisisnya. Sedangkan teks-teks yang berasal dari internet dikumpulkan dalam sejumiah file yang isinya berupa hasil copy dan paste dari banyak berita yang berasal dari www.komps wasuicon File-file tersebut disimpan dalam 1 folder dan sebagian dicetak untuk memudahkan membaca dan menganalisisnya. Setiap naskah dibaca berulang-ulang dan kalimat- kalimat terentu yang penting dan relevan dengan penelitian ini memudahkan pengkategorisasian. Ketegorisasi data dibuat berdasarkan pada tema-tema tertentu. Misalnya kategori pelaku korupsi didasarkan pada jenis-jenis pekerjaanmereka, seperti politisi (anggota DPR),menteri, kepala daerah (gubernur, bupati/wali kota), penegak hukum (hakim, jaksa, terdakwa, pengacara, pegawai MA dan pengadilan tinggi, dll); tipe-tipe korupsi yang dilakukan oleh para pelaku korupsi (misalnya, suap-menyuap; gratifikasi; penyalahgunaan APBN dan APBD); pola-pola khas yang dilakukan oleh para pelaku korupsi; dan lain-lain. Setelah itu, hasil kategorisasi tersebut lalu dideskripsikan dan diinterpretasikan sehingga menjadi sebuah narasi tentang perilaku korupsi dan penanganannya di Indonesia. Langkah analisis berikutnya adalah menemukan pola perilaku korupsi yang umumnya dilakukan oleh para pelaku korupsi tersebut. Misalnya, apakah mereka pada umumnya melakukan korupsi secara sendiri-sendiri atau secara kolektif (bersama-sama)? Jika secara kolektif, siapa saja yang terlibat di dalamnya? Apakah 24 mereka melakukan korupsi karena peran atau pekerjaan mereka (sebagai anggota parlemen, pejabat, atau aparat penegak hukum)atau karena faktor-faktor lain? Analisis berikutnya ditujukan untuk menemukan pola kerja KPK dalam menangani kasus-kasus korupsi. Oleh sebab itu, langkah analisisnya terutama difokuskan pada kinerja, capaian kerja,dan apa yang telah dan akan dikerjakan olehKPK dalam menangani kasus-kasus korupsi sejak terbentuknya KPK pada tanggal 27 Desember 2002 sampai sekarang (Februari 2013). Sumber datanya bukan hanya berasal dari web KPK, tapi juga data-data yang telah dikemukakan oleh KPK (antara lain, melalui juru bicara KPK) di sejumlah media massa. 2s BAB IV Hasil dan Pembahasan 4.1 Hasildan pembahasan tentang pola perilaku korupsi Berikut adalahhasil analisis dan pembahasan tentang sebagian kasus korupsi yang ditangani oleh KPK sejak tahun 2005 sampai Februari 2013. Secara berturut-turut akan ditampilkan dalam bentuk table disertai pembahasannya tentang kasus-kasus korupsi yang pelakunya berasal dari beragam profesi atau institusi, mulai dari anggota DPR, menteri dan mantan menteri, gubernur, bupati dan wali kota, serta aparat penegak hukum (hakim, jaksa, polisi, dan juga pengacara). Tidak semua kasus korupsi yang telah ditangoni oleh KPK diana! oleh peneliti dalam penelitian ini.Dari 980 kasus korupsi yang ditangani oleh KPK (www.kpk.go.id) peneliti memilih 40-an kasus yang paling kontroversial dan menarik perhatian publik.Analisis dan pembahasan selanjutkan adalah mengenai pola kerja KPK dalam menangani kasus-kasus korupsi_tersebut.Akan dideskripsikan, bagaimana pola kerja KPK dan bagaimana KPK menangai kasus- kasus korupsi yang sangat ganas di negeri ini 4.1.1. Pola Korupsi Anggota DPR Table 4.1. Kasus-kasus korupsi anggota DPR Anggota Kasus dan Tahun Kejadian Pelaku lain yang | Lamanya DPR terlibat | hukuman Adiwarsita | Pada tanggal 12 Oktober 2005 ia _| Tiga pengurus APHI | Oleh | Adinegoro bersama 3 pengurus Asosiasi yakni: Yusran Sarief | Pengadilan GOLKAR Pengusaha Hutan Indonesia Zain Mashur,dan | Negeri Jakarta (APHI) divonis hukuman penjara. | Abdul Fattah Adiwarsita 6 Sebagai Ketua APH! ia dinyatakan tahun; Yusran bersalah karena telah Sarief Zain | menyalahgunakan dana foto Mashur, dan udara APHI yang tidak pernah Abdul Fatah dilaksanakannya. Dana itu malah masing-masing dialihkan untuk perusahaan dan 4 tahun vyayasan lain milik APH. 26 merugikan Keuangan negara hhingga Rp95 miliar dan US$5,6 Juta Ditangkap Tim Eksekusi Kejaksaan Agung (Kejakgung) setelah beberapa hari menghilang (18/9/2007). Nurdin terkait kasus korupsi dalam pengadaan minyak goreng yang terjadi ketika dia ‘menjabat sebagai Ketua Umum Koperasi Distribusi Indonesia {KD!). la telah menyelewengkan dana Bulog sebesar Rp169 milyar dengan cara mendepositokan | uang hasil penjualan minyak _goreng ke sejumiah bank® Dibebaskan oleh Pengaditan| Negeri Jakarta Selatan, tapi divonis oleh MA 2 tahun pada tanggal 13 Agustus 2007 | Razak (Anggota Menerima hadiah Rp 25 juta dan bilvet giro Re 1.277 milyar dari Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Batepen) untuk menggolkan anggaran Batepen, Uang diserahkan oleh Hieronimus dan Sugiyo (2007, vonis: 2008 Hieronimus dijatuhi dan Sugiyo Noor Adenan divonis 3 tahun, Hieronimus 4,5, tahun, Sugiyo 3 tahun Menerima suap terkait pembelian kapal patroli di Direktorat Jenderall Perhubungan Laut (2008, vonis: 2009) Chandra Antonio Tan (Rekanan Pemprov Sumsel). Yusuf Erwin Faishal dan Sarjan Taher (anggota DPR); Gubernur Sumsel 6 tahun; Yusuf Erwin 4,5 tahun; | Chandra: 3 tahun Menerima uang senilai Rp 3 miliar terkait dana stimulus proyek pembangunan dermaga di kawasan timur Indonesia. Suap diberikan pengusaha Hontjo Kurniawan kepada Abdul melalui Kepala Bagian Tata Usaha Distrik Navigasi Tanjung Priok Departemen Perhubungan Darmawati Dareho. Berturut- turut uang yang diberikan ialah US$ 80 ribu, Rp 32 juta, USS 70 ribu, USS 90 ribu dan Rp 54,5 juta. (2009, vonis 2009) Darmawati Dareho (staf Dephub) dan Hontjo Kurniawan (Komisaris PT Kurnia | Jaya Wira Bakti, rekanan Dephub), sebagai penyuap Abdul Hadi Vonis Abdul hadi 3 tahun; vonis, Darmawati 3 tahun; vonis, Hontjo 3,5 tahun Menerima suap pengalihan fungsi hutan lindung di Kab Bintan, menerima cek terkait pelepasan kawasan hutan lindung Tanjung 7 ‘Atirwan (Sekda Kab Bintan, Riau), karena menyuap Al Ami Nasution anggota AlAmin divonis 10 tahun, dan Aairwan 2,5 Pantal Air Telang Kab Banyuasin, | DPR ‘tahun dan meminta komisi kepada PT Almega Geosistem dan PT Data Script. Dalam proyek tersebut Al Amin menerima uang Rp 186 juta dan Rp 650 juta. (2008, vonis: 2009) | Sarjan Tahir | Sarjan dinyatakan terbukti Chandra, calon Sarjan divonis (Anggota DPR) | menerima uang sebesar Rp 360 | investor pelabuhan | 4,5 tahun; PD juta terkait rekomendasi ali —_| tanjung api-api, Chandra: 3 | fungsi hutan lindung Panta Air | Sumsel. Sebanyak Rp. | tahun Telang menjadi Pelabuhan Tanjung 5 miliar dikucurkan Api-api, Banyuasin, Sumatera | Chandra guna Selatan(2008, vonis: 2009) meloloskan proyek di komisi IV DPR, termasuk Sarjan, Yusuf E. Falsal, A | Chesputra, dl. Yusuf Erwin | Menerima suap Alhfungsi hutan | Chandra Antonio Tan | 4,5 tahun Faishal mangrove untuk pelabuhan (Rekanan Pemprov | Chandra: 3 (anggota DPR) | Tanjung Api-Api di Kab Banyuasin, | Surmse!) tahun (PxB) Sumsel (2008, vonis: 2009) \Azwar ‘Azwar Chesputra,Hilman Indra, Rekanan pertama: | Anwar divonis Chesputra. _| dan Fachri Andi Leluasa (disebut | Anggoro Widjaya, | 4 tahun; {anggota DPR) | Tim Gegana), dinyatakan | rekanan Dephut. Dia | Anggoro | menerima suap dari Anggoro menyuap dan buron; Widjojo dalam proyek Sistem | melibatkan Anggodo | Chandra 3 | Komunikasi Radio Terpadu (SKRT) | juga kepada Tim tahun dan program alth fungsihutan | Gegana. lindung di Sumatra Selatan | Dalam proyek SKRT di Rekanan kedua: | Departemen Kehutanan, Azwar | Chandra, calon Chesputra menerima 5 ribu dolar_| investor pelabuhan, Singapura, Hilman Indra 140 ribu | tanjung api-api, dolar Singapura, dan Fachri Andi | Sumsel. Sebanyak Rp. Leluasa 30 ribu dolar Singapura. | 5 miliar dikucurkan Dalam proses alih fungsihutan | Chandra guna | lindung Pantai Air Telang, meloloskan proyek ini Sumatra Selatan, menjadi di komisiV DPR, Pelabuhan Tanjung Api Api, telah | termasuk Sarjan, terjadi aliran dana dalam bentuk | Yusuf €. Faisal, Azwar cek senilai Rp 5 miliar Chesputra, dll Hilma Indra Idem idem’ Hilma divonis (anggota DPR) 4 tahun; | | Anggoro buron; 28 Chandra 3 tahun Fachri Andi idem idem Fachri divonis Leluasa 4 tahun; (anggota ‘Anggoro DPR) buron; Chandra 3 tahun ‘Anthoni Aliran dana Bank indonesia ke | Miranda tahun; Zeidra sejumlah anggota DPR tahun 2003,| Gultom dan Nunun 2,5 Abidin untuk pemenangan Miranda Nunun tahun; (anggota Gultom sebagai Deputi Gubernur_ | Nurbaeti Miranda3 | DPR) Senior BI tahun 2004, Uang | tahun GOLKAR dibagikan oleh Nunun Nurbaeti (2008, vonis: 2009) Paskah Aliran dana Bank indonesia ke | Miranda Vonis: 1tahun | Suretta sejumlah anggot2 DPR tahun 2002 4 bulan, (Anggota untuk pemenangan Miranda Nunun 2,5 DPR, Gultom sebagai Deputi Gubernur tahun; kemudia Senior BI tahun 2004. Uang Miranda 3 Menteri dibagikan oleh Nunun Nurbaeti tahun Bappenas) _| (2008, vonis: 2009) Hamka Aliran dana Bank Indonesia ke | Miranda Vonis 2,5 Yandhu sejumlah anggota DPR tahun 2003,) Gultom dan tahun; Nunun (Anggota DPR) | untuk pemenangan Miranda Nunun 2,5 tahun; GOLKAR Gultom sebagai Deputi Gubernur | Nurbaeti Miranda 3 Senior BI tahun 2004. Uang tahun dibagikan oleh Nunun Nurbaeti (2008, vonis: 2009) Dudhie Aliran dana Bank Indonesia ke | Miranda Vonis 2 tahun; Makmun sejumlah anggota DPR tahun 2003,| Gultom dan Nunun 25 Murod untuk pernenangan Miranda Nunun tahun; Miranda {anggota DPR) | Gultom sebagai Deputi Gubernur | Nurbaeti 3tahun Senior BI tahun 2004. Uang dibagikan oleh Nunun Nurbaeti (2008, vonis: 2009) Endin Aliran dana Bank Indonesia ke | Miranda Vonis i tahun; Soefihara sejumlah anggota DPR tahun 2003,, Gultom dan Nunun 2,5 (anggota DPR) | untuk pemenangan Miranda Nunun tahun; Gultom sebagai Deputi Gubernur | Nurbaeti Miranda 3 Senior BI tahun 2004. Uang tahun dibagikan oleh Nunun Nurbaeti (2008, vonis: 2009) 29 Udju Djuhaeri (anggota DPR) Aliran dana Bank Indonesia ke sejumlah anggota DPR tahun 2003, untuk pemenangan Miranda Gultom sebagai Deputi Gubernur Senior BI tahun 2004. Uang dibagikan oleh Nunun Nurbaeti (2008, vonis: 2009) Miranda Vonis 2 tahun; Gultom dan Nunun 2,5 Nunun tahun; Nurbaeti Miranda 3, tahun Wa Ode Nurhayati (Anggota DPR dari PAN) Menerima suap terkait bengalokasian Dana Penyesuaian Infrastruktur Daerah (DPID) dan melakukan tindak pidana Pencucian uang atas kepemilikan tang sebesar Rp 50,5 miliar dalam rekening-nya.Wa Ode dianggap mene-rima pemberian hadiah atau janii berupa wane cenilai an 6 95 ‘miliar dari tiga pengusaha, yakni Fahd Et Fou, Paul Nelwan, dan ‘Abram Noch Mambu melalui Haris, Surah-man. Pemberian tersebut terkait dengan upaya Wa Ode selaku anggota Panita Kerja Transfer Daerah Badan Anggaran DPR dalam meng-upayakan Kabu- Paten Aceh Besar, Pidie Jaya, Sener Meriah, dan Minahasa masuk dalam daftar daerah penerima alokasi DPID 2011, Fahd EI Fouz, Paul Nelwan, dan Abram Noch Mambu melalui Haris Surahman adala engusaha yang didaki ‘menyuap Wa Ode 6 tahun; Fahd | 2,5 tahun; Haris masih jadi saksi | Muhammad Nazaruddin Anggota DPR dari Partai Demokr | at) Menerinva suap berupa cek senilai Rp 4,6 miliar dari PT Duta Graha indah, pemenang tender Proyek wisma atlet. Cek tersebut diketahui meru-pakan sebagian commitment fee yang disepakati Naza-ruddin dengan pihak PT Dat Kasus-kasus lain yang melibatkan Nazarudin dan mungkin akan diproses, antara lain: tindak pidana pencucian uang terkait pembelian saham perdana PT Garuda Indoneisa (masih dalam Penyidikan), kasus Hambalang (Penyelidi-kan), kasus pengadaan Proyek wisma atlet (penyelid- 30 Sejumlah nama ikut disebut dalam butusan Nazaruddin selain nama tiga terpidana kasus wisma atlet, yakni Mindo Rosalina Manula, Mohamad Elidris, dan Dudung Purwadi. Nama ama selain itu yang disebut adalah Direktur PT DGI Oudung Purwadi Angelina Sondakh selaku anggota DPR, Menteri Pernuda dan Olahrga Andi 4 tahun 10 | bulan; Mindo 2,5 tahun; Angelna 4,5 tahun; Tkan}, Kasus Korupsi wisma atlet SEA Games yang menjerat Angelina Sondakh (penyidi-kan), pengadaan alat labora-torium di sejumiah universitas (penyidi- kan), dan kasus proyek Revita- lisasi Sarana dan Prasarana Pendidikan Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Ke-pendidikan (Ditjen PMPTK) di Kementerian Pendidikan Nasional tahun anggaran 2007 (penyelidikan) Mallarangeng, Ketua Komisi X DPR Mahyuddin, dan ketua Komite Pembangunan Wisma Atlet di Palembang, Rizal Abdullah. | yang membantu memenangkan | dalam proyek pengadaan Al- PT Abadhi Aksara Indonesia Quran pada 2011 dengan ‘anggaran Rp 22,8 miliar. Dendy juga menjabat Direktur PT Sinergi Pustaka Indonesia yang memenangi proyek serupa pada 2012 dengan anggaran Rp 110 miliar-Sementara untuk proyek Angelina ‘Menerima pemberian berupa uang| Staf pemasaran Grup | Angie divonis Sondakh senilai total Rp 2,5 miliardan | Permai, Mindo 4,5 tahun; (Angie) 1.200.000 dollar AS dari Grup | Rosalina Manulang, | Mindo 2,5 (Anggota DPR tahun | dariPartai | Angie menyanggupi untuk perusahaan Demokrat) | mengairing anggaran proyek beberapa kali perguruan tinggi diKementerian_ | menyerahkan uang, Pendidikan Nasional sehingga | kepada Angie dapat disesuaikan dengan permintaan Grup Permai. Uang Rp 2,5 miliar dan 1.200.000 dollar AS yang diterima Angie merupakan realisasiatas janji Grup Permai untuk memberikan fee lima persen dar nilai proyek. Pemberian fee it disepakati dalam beberapa kali pertemua Angie dengan staf pemasaran Grup Permai, Mindo Rosalina Manulang Zulkarnaen | Diduga menerima suap terkait | Anak Zulkarnaen | Sedang dalam Djabbar pembahasan anggaran Djabbar, Dendy persidangan di (Anggota pengadaan Alquran di menjabat Direktur | pengadilan DPR dari Kementrian Agama. Anaknya, | PT Sinergi Pustaka | Tipikor Golkar) Dendy, diduga menjadi perantara | indonesia 31 pengadaan laboratorium komputer, Dendy dan ayahnya diduga juga sebagai perantara yang membantu PT BKM ‘memenangkan proyek senilai Rp 31 miliar pada 2010-2011. Te! 26 Juli 2012 KPK resmi Selain Emir, yang | Pencegahan ke lzederik Emir | mengumumkan status tersangka | dicegah kelucy luar negeri Moeis Ectue Komisi XI DPRRL.teederik | negeri:Zuiansyah | diperpanjang | (Anegota DPR | Emir Moeis dalam kasus dugaan | Putra adalah ada bulan Jan dariPOIP) | korupsi proyek PembangkitListrik | Direktur Utama PT 2013, Sampai | Tenaga Uap (PLTU) Tarahan, Artha Nusantara | skrg belum | jamPung Selatan tahun 2004. | Utamadan Reza __| ditangkap KPK ‘Muis diduga menerima sesuatu | Roetam Moena? tau janji sebesar USD300 ribu | selaku general dari PT Al selaku koorporasi manager PT | pemenang tender nembaneinan 11 | PLIU bernilaitriliunan rupiah itu, | Marine Lutfhi Hasan] Dugaan penerimaan ‘suap Tersangkal lainnya | in process Ishaq kebijakan impor daging sapi adalah: Ahmad (Anggota DPR | Luthfimenyanggupi akan Fathanah serta dua Gan Presiden / menggolkan kebijakan impor | direktur PT indoguna, | PKs) daging yang menguntungkan PT | Arya Abdi Effendi dan Idoguna Utama dengan cara Juard Effendi | menambah kuota impor untuk Perusahaan itu. Melalui Ahmad Fathonah, Luthfi diduga (akan) | menerima Rp 1 milyar dari Rp 40 | milyar yang (Jan 2013) nas Anas ditetapkan sebagai tersang- | Muhammad In process; | Urbaningrum | ka karena diduga telst menerima | Nazaruddin, dan (anggota DPR | hadial atau janji terkait dengan | kemungkinonan mat dan mengun- | proyek pembangunan Pusat | banyak oknur lagi durkan diri | Pendidikan dan Pelatinan Sekolah | yang terlibat setelah jadi | Olahraga Nasional (P3SON) di Ketua Umum | Hambalang, Jawa Barat. Peneri Po) aan hadiah atau janji ini terjadi saat Anas masihmenjabat sebagai Anggota DPR periode | 2009-2014 KPK mengaku telah menemukan dua alat bukti untuk menetapkan Anas sebagai tersangka, Tapi Juru Bicara KPK Johan Budi tidak _menjelaskan_secara_gamblang, 32 Penerimaan apa yang telah didapat Anas dari mega proyek ituDia hanya _menjelaskan, "Berdasarkan surat perintah Penyidikan disangkakan melang Bar Pasal 12 huruf (a) atau (b) atau ‘pasa 12. Undang-Undong | Nomor 31 tahun 1999. tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah dlubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 juncto Pasal $5 ayat (1) ke-1 Kitab | Undang-Undang Hukum Pidana," | Pembahasan: Dari table di atas, dapat diidentifinasi Pola-pola korupsi yang dilakukan oleh para anggota DPR 1. Sebagian besar kasus korupsi yang dilakukan oleh anggota DPR adalah Penyuapan (dan gratifikasi2). Mereka menerima imbalan (berupa uang)dari institust-institusi (batk perusahaan maupun kementerian dan Pemda) atau individucindividu (para pengusaha) yang berurusan dengan DPR. Urusan mereka beragam, balk yang berhubungan dengan penetapan anggaran_ maupun Perainan danpembuatan atau revisi_undang-undang(UU)_tertentu. Jka epentingannya adalah penetapan atau penambahan anggaran Pemerintah, maka yang memberi suap biasanya adalah pejabat di kementrian dan kepala deerah. Jka berkaitan dengan penyususnan kebijakan atau UU, maka pemberi Swap selain pejabat dari pemerintahan, juga dari swasta, BUMN dan juga Bank Indonesia (BI).Namun suap terhadap anggota DPR pun diberikan pada saat Pemilihan pimpinan suatu institusi, misalnya pimpinan BI. 2. Korupsi yang melibatkan Presiden Partai Kesejahteraan Sosial (PKS), yang. juga Snggota DPR, yakni Luthfi Hasan, perlu dicermati. Pola korupsi ini menarik Karena melibatkan pimpinan puncak sebuah partai politik dan sekaligus juga adalah anggota DPR. Kasus ini dapat menjadi petunjuk kemungkinan terjadinya asus-kasus serupa di partai-partai_politik _lainnya, yakni adanya 33 ‘ongkalikongantara partai politik dengan pejabat-pejabat di kementerian dan Pengusaha, dengan imbalan finansial yang diberikan oleh pengusaha tersebut. Kemungkinan terjadinya kasus-kasus serupa (yakni, suap menyuap) terutama Pada saat partai-partai politik membutuhkan dana untuk persiapan kampanye Pemilu. Kemungkinan itu lebih besar lagi peluang terjadinya jika pimpinan Partai dengan petinggi kementerian (entah menteri, dirjen, irjen, atau pejabat di bawahnya) berasal dari partai yang sama. Hal inidikarenakan ada factor Pertemanan(“kroniisme”) dan kepentingan bersama. Motifnya baik untuk kepentingan pribadi maupun untuk partai. Kasus dugaan korupsi Anas Urbaningrum merupakan kasus yang paling banyak menyita perhatian public sejak sebelum ditetapkan sampai sesudah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada tanggal 22 Februari 2013. Kasus ini menarik bukan karena keberanian KK menetapkan Anas, pemimpin partai politik besar di Indonesia, sebagai tersangka. Bukan juga karena kemungkinan akanber- akhimya karier Anas sebagai politisi. “muda yang cemerlang Melainkankarenadugaan intervensi politik oleh elit Partai Demokrat (PD), khususnya Ketua Pembina PD dan sekaligus Presiden RI, yakni Susilo Bambang Yudoyono (SBY). Ditambah dengan perlawanan Anas terhadap “intervensi” itu semakin menambah daya tarik kasus ini Dugaan sebagian public yang diwakili oleh sejumlah pengamat tentang adanya intervensi itu, sangat masuk akal, mengingat sejumlah peristiwa politik dan pernyataan-pernyataan sejumlah petinggi PD tentang status hukumAnas.Peristiwa-peristiwa itu antara lain: “pengambil-alihan”kekuasaan ketua umum PD yang dipegang Anas oleh Dewan Tinggi yang dipimpin sendiri oleh SBY; permintaan agar para petinggi partai dan Ketua-Ketua DPD untuk ‘menanda tangani pakta integritas; pernyataan sejumlah elit partai tentang Anas yang tinggal menunggu vonis KPK; permintaan SBY kepada KPK untuk segera menentukan status hukum Anas; permintaan SBY agar Anas fokus ke kasus hukum di KPK, padahal sebetulnya saat itu belum ada kasus hukumnya; 34 kasus-kasus lainnya, tanpa memerinci apa saja_bukti-bukti itu, Hal ini menambah beredarya spekulasi liar di masyarakat_ mengenai adanya ‘menjadi rekanan proyek pemerintah yang ditangai oleh para pelaku korupsi fersebut, tanpa melalui tender atau, jika melalui tender,melalui_proses penyuapan, BliMenurut — hasit Survey Soegeng Sarjadi_ Syndicate (888) (2012, dalamhttp://www.antaranews.com/berita lembaga-terkorup jlembaga DPR erupakan lembaga paling tinggi tingkat Korupsi pengadaan Al-Quran, impor aging sapi, dan Kasus Hambalang — anggota DPR selalu terlibat. Ini bisa dipahami ‘mengingat wewenang atau kekuasaan DPR sangat besar, yakni dalam hal legislasi, penentuan atau Persetuluan anggaran, dan pengawasan (http Llwww.dor-po id/id/tentang.- dpr/tugas-dan-wewenang). Padahal, ‘menurut teori, bentuk pemerintahan yang 35 4. dikuasai oleh parlemen (DPR) akan relative lebih bersih dibandingkan yang dikuasai oleh presiden (presidentil) (Lamdorft, 2008). Akan tetapi, secara psikologis kekuasaan yang dimiliki oleh kelompok (parlemen) justru akan kontra produktif jika di dalam kelompok itu jumlah anggotanya relative banyak (ratusan orang). Kelompok sebesar itu justru akan memyebabkandiffusion of responsibility dansocial loafing, bukannya social facilitation. Akibatnya, mereka seolah tidak memiliki tanggung jawab, baik secara moral maupun legal Hukuman terlama dialami oleh Al Amin Nasution (10 tahun), sedangkan terendaholeh Endin Soefihara (1 tahun). Hukuman Al Amin jauh lebih berat dibandingkan terhadap pelaku-pelaku korupsi lain yang merugikan uang Negara lebih besar, misalnya Nazaruddin (4,5 tahun) dan Wa Ode Nurhayati (6 tahun). Sebagai perbandingan, misalnya, jumlah uang yang menjadi objek korupsi Wa Ode sebesar kurang lebih Rp 50,5 M,dan pasal yang dikenakannya juga lebih bervariasi, yakni adanya pencucian uang. Sedangkan uang yang menjadi objek korupsi Al Amin “hanya” sebesar Rp. 836 juta. Akan tetapi, hukuman Al Amin. jauh lebih lama dibandingkan hukuman yang ditimpakan pada Wa Ode. Ini berarti bahwa hukuman belum mempertimbangkan keadilan. Hakim perlu membandingkan lamanya hukuman antara satu kasus dengan kasus-kasus lainnya 1.2. Pola Korupsi Menteri Table 4.2. Kasus-kasus korupsi menteri Nama | Kasus dan Tahun Pelaku lain yang | Lamanya Menteri Kejadian terlibat hukuman lSaid Agil Husin Al_ | Menyalahgunakan Dana Dirjen Bimas Islam | 5 tahun; Munawar ‘Abadi Umat (DAU) dan Biaya | Penyelenggara Haji | Taufik Kamil 4 tetas Penyelenggaraan Ibadah Haji | (BIPH) Taufik Kamil | tahun (BPIH). Bersama Taufik Kamil (Dirjen BIPH), ia telah menempatkan dana hasil efisiensi BPIH di luar 36 rekening DAU. Kerugian Negara dari BIPH mencapai Rp. 35,7 miliar, sedangkan dari DAU berjumlah Rp 240,22 miliar. (Ditahan 2005; Vonis: 2006) Rokhmin Dahuri | Selamamenjabat menteri, _ | Dasirwan (Pimpro (Menteri Kelautan| Rokhmin pada 2002-2004 _| pengadaan alat lab dan Perikanan) | mengumpulkan dana didua | Bada Riset Depar- | Tirtawinata rekening Depar-temen hingga temen KLeautan | 6 tahun ‘mencapai jumlah Rp 31 miliar.| dan Perikanan); Total kerugian negara dan rekanan Badan diperkirakan mencapai Rp 15 | Riset Departemen miliar, untukpengadaan alat | Kelautan dan lab Badan Riset Departemen | Perikanan atau Kelautan dan Perikanan. DP, Tirta Winata, (2006, vonis: 2007) Hari Sabarno 2 di (Menteri Dalam | daerah agar mengadakan | Daud (rekanan). —_| 2,5 tahun Negeri) mobil pemadam kebakaran | Terlibat dalam penjara dengan spesifikasi yang hanya] kasus int pun ditambah diproduksi perusahaan milik | Gubernur Dani denda Rp 150 Hengky. Arahan tersebut | Setawan (Jabar) | juta; Hengky disampaikan melalui | dan Saleh Djasit | Samuel radiogram yang ditanda | (Riau), dan mereka | divonis 18 tangani Oentarto atas lebih dulu diadili | tahun persetujuan Hari ( dan divonis (2008 fi dan 2009) ‘Achmad Suyudi | Penunjukan langsung PT Budiarto Maliang, | Vonis: 2 tahun (Menteri Kimia Farma Trade and Komisaris PT Kimia | 3 bulan, | Kesehatan) Distribution sebagai rekanan | Farma Trading dan | denda 100 | dalam proyek pengadaan | Distribution (KFTD). | juta; Budiarto | sejumlah alat kesehatan di 5 tahun dan 32 rumah sakit di sejumlah denda Rp 100 | daerah di Indonesia bagian juta | timur pada tahun 2003 senilai Rp 71M (2009, vonis 2010). Paskah Pada saat menjabat anggota | Miranda Gultom | Vonis: 1 tahun | Suzetta, DPR, terkait kasus suap dan Nunun 4 bulan; (Menteri pemilihan Deputi Gebernur | Nurbaeti dan Nunun 2,5 Bappenas) Senior Bank Indonesia (DGS | sejumlah anggota | tahun; (GoLKaR) Bi) pada tahun 2004, yang | OPR Miranda 3 melibatkan sejumlah | ‘tahun menteri dan Miranda | Gultom dengan Nunun Nurbaeti. (2010. Vonis: 37 2011) ] Andi Andi diduga terlibat dalam Nazarudin Sedang dalam Mallarangeng ‘tindak pidana korupsi terkait (bendahara Partai Proses (Menpora)(PD) | pembangunan pengadaan Demokrat), staf pemeriksaan ‘Sarana dan prasarana ‘menpora, serta sebagai Hambalang tahun anggaran beberapa orang tersangka 2010-2012. ta adalah rekanan pengusaha Menteri pertama yang Pembangunan | dinyatakan sebagai Proyek Hambalang, | tersangka pada saat masih__| terlibat,

You might also like