Professional Documents
Culture Documents
Ada 2 hal baru dalam Akuntan Muda edisi Juni 2011 ini. Pertama adalah perubahan ukuran kertas yang sekarang menggunakan ukuran A4. Ukuran ini lebih umum kita gunakan daripada ukuran A5 yang kami gunakan sebelumnya. Perubahan ini dibuat dengan harapan versi cetak Akuntan Muda yang di-print oleh masing-masing pembaca menjadi lebih nyaman untuk dibaca. Kedua, Akuntan Muda sekarang juga berisi kolom yang didedikasikan khusus untuk sistem informasi. Pertanyaan yang sering muncul terkait sistem informasi adalah di mana akuntansinya? Oke, kami tidak memiliki dasar yang cukup baik untuk menjawab pertanyaan ini dari sudut pandang keilmuan ataupun filsafat ilmu. Hanya saja, kami memandang bahwa sistem informasi sebagai sarana penghasil informasi adalah penting untuk dipelajari oleh akuntan, sebanding dengan pentingnya seorang chef memahami alat-alat dapur (i.e. microwave, blender) yang ia gunakan untuk menghasilkan makanan. Sebuah sistem yang baik akan menghasilkan informasi yang benar, berguna, dan dapat diandalkan. Akuntan, secara umum, tentu saja berkepentingan langsung terhadap pengembangan sistem yang baik. Selamat mempelajari sistem informasi! ^_^
arie rahayu
Penasihat Prof. Dr. Zaki Baridwan, MSc.; Prof. Dr. Suwardjono, MSc. Redaksi: Arie Rahayu, Arif Perdana, Hesty Wulandari, Yeni Januarsi Blog: E-mail: http://akuntanmuda.wordpress.com/ akuntanmuda@yahoo.com atau akuntan.muda@gmail.com
Foto diambil dari website Microsoft Office: http://office.microsoft.com/en-us/ Akuntan Muda Halaman 1
Daftar Isi
1 Pengantar 2 Daftar Isi 3 Hipotesis Pasar Efisien dan Anomali Pasar Modal 6 Tanya Uni Hesty: Bagaimana Seharusnya Penelitian Mahasiswa D3 vs. Mahasiswa S1 9 PSAK No.1 (Revisi 2009): Komponen Laporan Keuangan Lengkap, Penyajian Laporan Keuangan, dan Extraordinary Items 17 Biaya Tetap versus Biaya Variabel 21 Paradoks Produktivitas dan Tata Kelola Sistem Informasi 26 Yuk Bikin Paper: #2 Mencari Literatur
Akuntan Muda
Halaman 2
secara penuh informasi yang tersedia (Fama 1970). Mengapa efisiensi pasar ini sangat diperlukan? Efisiensi pasar berkaitan erat dengan alokasi dana dan pertumbuhan ekonomi. Pasar yang tidak efisien akan mengakibatkan adanya kesalahan dalam alokasi dana investasi pada aset-aset tertentu secara berlebihan atau berkekurangan. Sementara itu secara agregat kondisi ini akan berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi dimana pemerintah akan mengalami permasalahan dalam pengalokasian sumber daya akibat adanya kesalahan dalam pengalokasian modal (misalloacation of capital) dari para investor. Hipotesis mengenai pasar yang efisien merupakan suatu kerangka yang ideal dan diharapkan dapat terjadi di pasar modal, meskipun pada kenyataannya pasar tidak dapat efisien secara penuh. Kondisi ini dapat terjadi dikarenakan adanya biaya atas analisa dan pengumpulan informasi, biaya investasi, dan terbatasnya modal yang dimiliki oleh para investor (Singal 2003). Faktor-faktor di atas selanjutnya akan berakibat pada munculnya berbagai keganjilan atau anomali pasar. Anomali ini akan mengakibatkan terjadinya kesalahan dalam penetapan harga-harga sekuritas. Keadaan ini terjadi sebagai akibat dari adanya kesalahan-kesalahan dan asumsi-asumsi yang digunakan oleh pasar. Dengan demikian anomali pasar tidak sepenuhnya dapat hilang, dikarenakan faktor-faktor yang Akuntan Muda Halaman 3
mempengaruhinya tetap ada ditambah lagi dengan faktor keperilakuan dari pihak investor dalam menyikapi informasi yang diberikan oleh pasar. Jones (1996 dalam Jogiyanto 2005, h.96) mendefinisi anomali pasar sebagai teknik atau strategi yang tampaknya bertentangan dengan pasar efisien. Anomali kalender merupakan salah satu dari beberapa anomali pasar yang mengganggu hipotesis pasar efisien bentuk lemah. Berdasarkan penelitian-penelitian tentang anomali kalender yang dilakukan pada beberapa pasar modal di dunia seperti di Amerika, Kanada, Perancis, Italia, Hongkong, China, India, Bangladesh, Singapura, Mesir dan sebagainya menunjukkan bahwa keganjilan ini terjadi secara berulang-ulang sehingga dapat dikatakan sebagai sebuah fenomena yang menarik untuk diamati di pasar modal. Keberadaan anomali ini akan menyebabkan kenaikan dan penurunan harga-harga saham yang berimplikasi pada keuntungan/return investasi di pasar modal dapat diprediksi oleh para investor. Adanya pola-pola pergerakan return saham yang dapat diprediksi akibat pengaruh anomali kalender mengakibatkan return yang terjadi tidak lagi bersifat acak/random. Pola pergerakan return ini dapat diamati oleh para investor sehingga mereka dapat memanfaatkannya untuk mendapatkan return yang tidak normal. Return saham yang seharusnya acak dan tidak dapat diprediksi sesuai dengan hipotesis pasar efisien bentuk lemah akan menjadi bertentangan akibat adanya anomali tersebut. Hartono (2005, h. 18) mengatakan bahwa pasar dikatakan efisien dalam bentuk lemah apabila harga sekuritas mencerminkan secara penuh informasi masa lalu. Jika pasar efisien secara bentuk lemah, maka nilai-nilai masa lalu tidak dapat digunakan untuk memprediksi harga sekarang. Anomali atau keganjilan yang terjadi di pasar modal dapat diakibatkan oleh adanya pengaruh hari dan bulan di dalam kalender. Hingga saat ini masih fenomena tersebut masih banyak menarik minat peneliti untuk mempelajarinya secara mendalam. Alat analisis yang digunakan juga bergam. Mulai dari penggunaan persamaan regresi biasa (ordinary least squares), analysis of
Akuntan Muda
Halaman 4
variances, Kruskal-Wallis, Mann-Whitney, Wilcoxon hingga yang terakhir menggunakan generalised autoregressive conditional heteroskedasticity. Penelitian-penelitian yang dilakukan di sejumlah pasar modal dunia memiliki hasil yang beragam tentang anomali pasar modal. Beberapa penelitian tersebut menemukan anomali sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Efek hari dalam minggu (day-of-the-week effect) Efek Senin (Monday effect) Efek Rabu (Wednesday effect), Efek Jumat (Friday effect) Efek akhir minggu (weekend effect) Efek hari libur (holiday effect) Efek bulan dalam tahun (month-of-the-year effect)
Berbagai anomali di atas secara umum terjadi di hampir seluruh pasar modal di dunia, perbedaan yang terjadi hanya pada level dan bentuk anomali apa saja yang terjadi. Anomali tersebut akan menyesuaikan dengan beberapa faktor seperti: aspek kultural masyarakat, masa pelaporan pajak, penerbitan laporan keuangan, dan akhir tahun fiskal. (Oleh: Arif Perdana)
R_f_r_nsi:
Fama, E.F., (1970), Efficient Capital Markets: A Review of Theory & Empirical Work. Journal of Finance, Vol. 25, No. 2, tersedia di : http://dv1litvip.jstor.org/stable/2325486 Hartono, Jogiyanto, (2005), Pasar Efisien secara Keputusan, Jakarta : Gramedia. Singal, Vijay, (2003), Beyond the Random Walk: A Guide to Stock Market Anomalies and Low-Risk Investing, New York: Oxford Universty Press.
Akuntan Muda
Halaman 5
mahasiswa S1 seringkali terlalu rendah untuk level mereka (lebih cocok untuk dijadikan penelitian oleh mahasiswa D3) atau sebaliknya, judul yang diajukan oleh mahasiswa D3 malah kadang terlalu tinggi (lebih cocok dijadikan skripsi atau malah tesis).
dimasing-masing
jenjang
Selain belum adanya standar, kadang sebagai dosen, saya dan kolega sering
SD sudah mulai bisa mengeja atau membaca sedikit demi sedikit maka siswa TK baru diajarkan untuk mengenal huruf. Siswa yang baru belajar mengenal huruf tentu saja tidak bisa dipaksa untuk membaca satu paragraf kalimat dan sebaliknya bagi mereka yang sudah belajar membaca, tentu saja huruf-huruf menjadi hal yang sudah tidak perlu lagi diajarkan, melainkan perlu didorong untuk membaca lebih banyak tulisan lagi. JIka dipindahkan kembali ke dalam analogi penelitian maka seharusnya
memakai perhitungan statistik cukup dengan memakai saja perhitungan seperti yang
sederhana
perhitungan
statistik deskriptif. Yang paling penting untuk diingat adalah bahwa mereka sedang belajar meneliti, sehingga tidak perlu menuntut mereka terlalu tinggi. Jadi, kalaupun tugas akhir mahasiswa D3 lebih mirip dengan laporan magang dan PKL pada mahasiswa S1, itu seharusnya masih bisa dimaklumi. Kalau meminta mereka untuk bisa memahami dan
melakukan penelitian dengan pengujian statistik yang rumit itu? Menurut saya itu belum saatnya, namun juga bukan berarti hal ini menjadi pembatas untuk mereka yang ingin melakukan penelitian yang levelnya diatas level D3. Jika mahasiswa D3 baru belajar meneliti maka mahasiswa S1 sudah sampai ke taraf belajar untuk meneliti dengan baik. Apa yang dimaksud dengan meneliti dengan baik itu? Kalau menurut saya, belajar meneliti dengan baik itu berarti memiliki pemahaman terhadap jenis penelitian yang mereka lakukan; hubungan antara penelitian yang mereka lakukan dengan bidang keilmuan yang mereka pelajari, bagaimana sifat
mahasiswa D3 tidak terlalu dituntut untuk melakukan penelitian yang canggih, cukup yang sederhana saja. Lalu, bagaimana defenisi dari kata-kata sederhana itu sendiri? Menurut saya, dalam taraf ini, mereka cukup sampai pada taraf
memahami tentang aktivitas penelitian itu sendiri seperti belajar menyusun latar belakang yang baik; menemukan literatur yang bisa disadur dengan pas; serta menyimpulkan hasil penelitian mereka dengan baik. Untuk level D3, mereka cukup melakukan penelitian yang bersifat deskriptif dan kualitatif saja, misalnya dengan melakukan penelitian yang
bersifat studi kasus, melakukan replikasi penelitian dan menggantinya dengan sampel yang berbeda, atau jika harus
Akuntan Muda
Halaman 7
apa saja yang ada di dalam penelitian tersebut; bagaimana mendefenisikannya; bagaimana ia harus diuji, bagaimana sampel dipilih hingga bagaimana
penelitian
yang menggunakan
model
penelitian tertentu, atau penelitian yang sudah mulai menggunakan pengujian statistik yang lebih kompleks. Namun demikian, bukan berarti penelitian dengan menggunakan pengujian statistik menjadi harga mati sebuah untuk mengatakan sebuah penelitian menjadi rumit atau tidak. Penelitian yang bersifat studi kasuspun banyak yang tidak kalah rumit asal dilakukan dengan kajian yang
kesimpulan terhadap penelitian tersebut harus diambil. Sehingga untuk mendukung tujuan agar mahasiswa S1 sampai ke tahap ini, mereka dengan sudah mata penelitian, mulai kuliah dan
diperkenalkan statistik,
metodologi
rancangan skripsi. Mereka yang sudah mulai belajar mengeja dan membaca, sudah mulai bisa diminta untuk membaca baris demi baris, hingga meningkat ke paragraf dan
seharusnya sebuah penelitian dilakukan oleh mahasiswa D3 dan S1, kita jangan pernah melupakan bahwa yang penting dari sebuah penelitian itu adalah
kemudian meningkat menjadi halaman atau bahkan menjadi bab. Begitu juga dalam melakukan penelitian, mereka yang sedang belajar meneliti dengan baik, seharusnya sudah mulai bisa diminta untuk melakukan penelitian yang tidak sederhana lagi, seperti melakukan
kontribusinya terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan penelitian itu sendiri dan kontribusinya terhadap
Akuntan Muda
Halaman 8
PSAK NO.1 (Revisi 2009) Komponen Laporan Keuangan Lengkap, Penyajian Laporan Keuangan, dan Extraordinary Items
1. Pendahuluan
Jika seorang investor ingin mengambil keputusan bisnis, maka salah satu
perusahaan. Kenapa laporan keuangan? Laporan keuangan merupakan salah satu media utama yang dapat digunakan oleh perusahaan untuk mengkomunikasikan informasi keuangannya kepada pihak luar. Laporan ini juga merekam peristiwa kejadian bisnis dalam bentuk unit moneter. Dengan disediakannya laporan keuangan maka keadaan ekonomi perusahan (yang dituangkan ke dalam bentuk angka-angka moneter) tercermin dalam laporan keuangan tersebut. Untuk menganalisis laporan keuangan perusahaan, tentu saja diperlukan komponen-komponen laporan keuangan yang lengkap. Dalam kaitannya dengan komponen laporan keuangan, Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) telah mensahkan PSAK 1 (Revisi 2009) tentang penyajian laporan keuangan pada tanggal 15 Desember 2009 yang merupakan revisi dari PSAK 1 tahun 1998. Pada kesempatan ini, akan dipaparkan tentang beberapa perubahan-perubahan yang terkait dengan PSAK 1 tantang penyajian laporan keuangan yang akan dimulai dari istilah-istilah apa saja yang berubah, disusul dengan komponen laporan keuangan yang lengkap, dan bagaimana bentuk penyajian laporan keuangan, dan alasan mengapa pos luar biasa (extraordinary items) tidak diperbolehkan lagi disajikan dalam laporan keuangan.
Akuntan Muda
Halaman 9
Beberapa perubahan istilah diantaranya adalah a. Penggantian istilah kewajiban pada PSAK 1 (Revisi 1998) menjadi liabilitas pada PSAK 1 (Revisi 2009). b. Penggantian istilah aktiva pada PSAK 1 (Revisi 1998) menjadi aset pada PSAK 1 (Revisi 2009). c. Penggantian istilah neraca pada PSAK 1 (Revisi 1998) menjadi laporan posisi keuangan pada PSAK 1 (Revisi 2009) Satu hal penting dalam kaitannya dengan istilah, PSAK 1 (Revisi 2009) tidak lagi memperkenankan penggunaan istilah Pos Luar Biasa, sedangkan PSAK 1 (1998) masih memperkenankan penggunaan istilah tersebut. Pertanyaannya adalah, mengapa pos luar biasa tidak diperkenankan lagi ada? Sayangnya, PSAK 1 (Revisi 2009) tidak menjelaskan alasan mengapa pos luar biasa dihilangkan. Alasan akan hal ini berdasar pandangan penulis akan dibahas pada bagian 5.
Akuntan Muda
Halaman 10
Jika kita bandingkan antara PSAK 1 (Revisi 1998) dengan PSAK No. 1 (Revisi 2009), terkait komponen laporan keuangan, maka terdapat dua perbedaan utama yaitu: 1. perubahan pada laporan laba rugi, dimana sebelumnya hanya mensyaratkan laporan laba rugi, sekarang harus menyajikan laporan laba rugi komprehensif 2. PSAK 1 (Revisi 1998) tidak mensyaratkan adanya laporan posisi keuangan pada awal periode komparatif yang disajikan ketika entitas menerapkan suatu kebijakan akuntansi Akuntan Muda Halaman 11
secara restrospektif atau membuat penyajian kembali pos-pos laporan keuangan, atau ketika entitas mereklasifikasi pos-pos dalam laporan keuangannya.
Perlu ditekankan bahwa antara laporan laba rugi dengan laporan laba rugi komprehensif memiliki perbedaan. Laporan laba rugi adalah total pendapatan dikurangi beban, tidak termasuk komponen-komponen pendapatan komprehensif lain. Sedangkan laporan laba rugi komprehensif termasuk didalamnya laporan laba rugi dan pendapatan komprehensif. Pendapatan komprehensif mencakup (paragraf 7): a. perubahan dalam surplus revaluasi (lihat PSAK 16 (Revisi 2007): Aset Tetap dan PSAK 19 (Revisi 2009): Aset Tidak Berwujud) b. keuntungan dan kerugian aktuarial atas program manfaat pasti yang diakui sesuai dengan PSAK 24: Imbalan Kerja c. keuntungan dan kerugian yang timbul dari penjabaran laporan keuangan dari entitas asing (lihat PSAK 10 (Revisi 2009): Pengaruh Perubahan Nilai Tukar Valuta Asing) d. keuntungan dan kerugian dari pengukuran kembali aset keuangan yang dikategorikan sebagai tersedia untuk dijual (lihat PSAK 55 (Revisi 2006) : Instrumen Keuangan: Pengakuan dan Pengukuran) e. bagian efektif dari keuntungan dan kerugian instrumen lindung nilai dalam rangka lindung nilai arus kas (lihat PSAK 55 (Revisi 2006) : Instrumen Keuangan : Pengakuan dan Pengukuran)
pemilik dalam kapasitasnya sebagai pemilik, serta arus kas sedangkan menurut PSAK 1 (1998), informasi yang disajikan dalam laporan keuangan meliputi: aset, kewajiban, ekuitas, pendapatan dan beban, serta arus kas. b. PSAK 1 (Revisi 2009) tidak mengatur kapan entitas sebaiknya mengeluarkan laporan keuangan, sedangkan PSAK 1 (1998) mengatur bahwa entitas sebaiknya mengeluarkan laporan keuangan paling lama 4 bulan setelah tanggal neraca. c. Paragraf 84 PSAK 1 (Revisi 2009) tidak memperkenankan penyajian pos luar biasa dalam laporan laba rugi komprehensif (akan dibahas spada bagian berikutnya). d. Dalam paragraf 78 PSAK 1 (Revisi 2009) mensyaratkan bahwa seluruh pos penghasilan dan beban yang diakui dalam satu periode dapat disajikan dengan dengan memilih salah satu format berikut: Dalam bentuk satu laporan laba rugi komprehensif, atau Dalam bentuk dua laporan, yaitu: i. Laporan yang menunjukkan komponen laba rugi (laporan laba rugi terpisah), dan ii. Laporan yang dimulai dengan laba rugi dan menunjukkan komponen pendapatan komprehensif lain (laporan laba rugi komprehensif)
Survey dari 600 perusahaan besar menunjukkan bahwa lebih dari 40% perusahaan melaporkan restructuring charges, sekitar 20% melaporkan baik extraordinary items atau perubahan discontinued operation, dan banyak perusahaan yang mencatat assets write-down atau laba penjualan aset.
Akuntan Muda
Halaman 13
Secara konsep, pos luar biasa merupakan transaksi dan kejadian yang tidak berulang yang berbeda secara signifikan dari kegiatan normal perusahaan. Untuk menentukan apakah suatu kejadian dikatakan luar biasa harus dikaitkan dengan kegiatan normal perusahaan atau dikaitkan dengan karakteristik perusahaan. Sebagai contoh, kerugian akibat terjadinya gempa bagi perusahaan yang terletak di negara Jepang (sering dilanda gempa) akan menjadi kejadian yang biasa saja, tetapi kerugian yang diderita oleh perusahaan di Indonesia (yang jarang terjadi gempa) dapat dikatakan sebagai kejadian yang luar biasa. Ini mengandung makna kriteria luar biasa akan berbeda antara satu perusahaan dengan perusahana lainnya sehingga perlu menetapkan suatu kriteria untuk dapat mengkategorikan suatu kejadian masuk dalam pos luar biasa. Suatu aktivitas dikategorikan sebagai pos luar biasa jika memenuhi 2 persyaratan berikut: 1. Bersifat tidak normal; kejadian atau transaksi yang bersangkutan memiliki tingkat abnormalitas yang tinggi dan tidak mempunyai hubungan dengan kegiatan normal perusahaan. 2. Tidak sering terjadi; kejadian atau transaksi yang bersangkutan tidak sering terjadi dalam kegiatan normal perusahaan. Sebagai pertimbangan lain, untuk menentukan apakah peristiwa atau transaksi dikatagorikan sebagai pos luar biasa maka entitas perlu mempertimbangkan lingkungan tempat entitas tersebut beroperasi. Sebagai contoh Weyerhaeuser Company (forest and lumber) memasukan pos luar biasa atas terjadinya aktivitas volkanik pada gunung St. Helens sejumlah $36 juta. Erupsi volkanik ini menghancurkan logistik, bangunan, equipment, sistem transportasi, dan kayu. Bagi Weyerhaeuser Company kerugian yang ditimbukan oleh aktivitas volkanik tersebut sangat jarang terjadi dan bersifat tidak normal sehingga dapat diklasifikasikan sebagai extraordinary items, tetapi mungkin saja bagi perusahaan lain yang terletak didaerah rawan terjadinya aktivitas volkanik, kerugian sebagai akibat adanya aktivitas volkanik tidak dapat dikatagorikan sebagai extraordinary items. Dalam kaitannya dengan pos luar biasa, Paragraf 84 PSAK 1 (Revisi 2009) Tidak diperkenankan lagi penyajian pos-pos penghasilan dan beban sebagai pos luar biasa dalam laporan laba rugi komprehensif, laporan laba rugi terpisah (jika disajikan), atau catatan atas laporan keuangan. Aturan ini menunjukkan bahwa memang standar kita sudah
Akuntan Muda
Halaman 14
tidak lagi memperkenankan disajikannya pos luar biasa dalam laporan keuangan. sebelumnya, penyajian pos luar biasa dalam laporan laba rugi perusahaan diatur berdasarkan PSAK No. 25 mengenai Laba atau Rugi Bersih untuk Periode Berjalan, Kesalahan Mendasar, dan Perubahan Kebijakan Akuntansi, paragraf 10 - 14. Pertanyaan yang timbul adalah mengapa pos luar biasa tidak diperkenankan lagi disajikan dalam laporan keuangan? Jika melihat ke belakang ketika terjadi tragedi serangan teroris di Amerika tanggal 11 september 2001 dan peristiwa terjadinya badai Katrina tahun 2005, seluruh media di Amerika mengkatagorikan dua peristiwa tersebut sebagai extraordinary. Namun FASBs Emerging Issues Task Forces (EITF) menyatakan bahwa melampirkan kerugian yang berasal dari kejadian tanggal 11 September akan menjadi tidak efektif dalam mengkomunikasikan akibat dari adanya serangan tanggal 11 September sehingga hal ini bertentangan dengan tujuan luas dari disediakannya laporan keuangan yaitu mengkomunikasikan secara efektif dan jelas (informasi laporan keuangan). Alasan lain yang dikemukakan oleh EITF adalah sulitnya menangkap akibat-akibat finansial dari serangan teroris pada satu item laporan keuangan. Sementara menurut IAS, dikeluarkannya extraordinary items dari laporan keuangan karena terdapat kesulitan dalam memisahkan efek-efek finansial dari satu kejadian dengan kejadian lain secara objektif. Secara umum, alasan eliminasi extraordinary items dari laporan keuangan dapat dirangkum sebagai berikut: 1) Terdapat kesuliatan untuk menentukan apakah suatu peristiwa/transaksi dapat dikatagorkan sebagai pos luar biasa. Hal ini disebabkan karena kriteria penentuan pos luar biasa masih membutuhkan judgement. 2) Terdapat kesulitan untuk memisahkan efek finansial yang terjadi karena adanya serangan teroris dengan efek finansial yang terjadi karena adanya kegiatan ekonomi yang lemah sebelum terjadinya serangan teroris. Dengan kata lain, terdapat kesulitan untuk memisahkan efek finansial akibat adanya kejadian yang diduga sebagai extraordinary dengan kejadian lain sebelum adanya extraordinary.
Akuntan Muda
Halaman 15
3) Memisahkan kos yang termasuk dalam extraordinary item dengan yang tidak termasuk dalam extraordinary items bukan saja merupakan hal yang tidak praktis2 , tetapi juga merupakan hal yang tdak berguna bagi pengguna laporan keuangan yang berfokus pada informasi yang dapat membantu prediksi future earnings dan akibat cash flow dari adanya kejadiankejadian tersebut. Sehingga udaha untuk memisahkan kos dalam ordinary atau extraordinary akan menghalangi (bukan meningkatkan) komunikasi informasi keuangan 4) Salah satu katagori extraordinary items adalah tidak sering terjadi (infrequently in practice) sehingga karena tidak sering terjadi makan sebaiknya dieliminasi.
Secara umum penulis sependapat dengan Massoud et al. (2007) bahwa memang sudah saatnya extraordinary items dihilangkan karena telah cukup lama manfaat dari disajikannya extraordinary item menjadi tidak jelas. Mengapa? Dengan mengklasifikasikan suatu kejadian dalam extraordinary items tidak akan mengubah efek bottom-line atas kejadian tersebut terhadap organisasi, karena extraordinary items hanya sebagian kecil dari semua pos yang ada dalam kaporan keuangan yang bisa dijadikan pertimbangan organisasi. (Oleh: Yeni Januarsi)
Referensi
Massoud, Raiborn, and Humphrey. 2007. Extraordinary Items: Time To Eliminate The Classification. CPA Journal Burke, J.A. 2006. An Extraordinary Decision Leads to Extraordinary Changes. CPA Journal Ikatan Akuntan Indonesia. 2009. Standar Akuntansi Keuangan per 1 Juli 2009. Salemba Empat. Jakarta Kieso, Weygandt, and Warfields. 2010. Intermediate Accounting. Wiley.
Dalam PSAK 1 (revisi 2009) dinyataka definisi tidak praktis jika entitas tidak dapat menerapkannya setelah melakukan segala upaya yang rasional
Akuntan Muda
Halaman 16
sederhana, biaya merupakan sejumlah pengorbanan (baik yang berupa uang ataupun yang bisa diubah atau dikonversikan dengan sejumlah uang) yang kita keluarkan untuk memperoleh atau menghasilkan sesuatu. Sebagai contoh, untuk mendapatkan ilmu pengetahuan di kampus, kita mengorbankan uang kuliah, uang buku, fotokopi, ongkos angkutan umum, hingga uang yang tiap bulan dibayarkan untuk sewa rumah. Di antara berbagai macam biaya tadi, di bagian paling dasar dari biaya terdapat biaya yang bernama biaya tetap dan biaya variabel. Kedua biaya ini merupakan jenis biaya yang hampir selalu ada dalam berbagai komposisi biaya, terutama digunakan untuk menghasilkan sebuah produk. Meskipun seringkali berjalan beriringan, kedua biaya ini sebenarnya memiliki karakteristik yang berlawanan.
yang kita lakukan? Biaya tetap dan unit yang diproduksi atau aktivitas yang dilakukan memiliki hubungan yang terbalik. Hubungan terbalik ini maksudnya adalah semakin banyak unit yang kita produksi atau semakin banyak aktivitas yang kita lakukan maka biaya tetap per unit atau per aktivitas yang kita lakukan akan semakin kecil jumlahnya.
Contoh I:
Jika dihubungkan dengan aktivitas produksi, kita bisa mengambil contoh sebuah gudang yang disewa untuk lokasi pabrik dengan biaya sewa Rp 100.000.000 per tahun. Pada tahun awal, ketika produksi belum dimulai, kita mengeluarkan biaya sewa sejumlah Rp.100 juta per tahun. Ketika mulai berproduksi, kita tetap membayar jumlah yang sama. Bahkan ketika jumlah produksi semakin banyak, jumlah sewa pabrik yang kita bayarkan masih sama. Skema biaya tetap dalam produksi dapat dilihat pada tabel dibawah ini : Tabel 1 Contoh Perhitungan Biaya Tetap Jumlah Unit yang Biaya Sewa per Tahun Diproduksi Rp 100.000.000 Rp 100.000.000 Rp 100.000.000 200 500 2500 unit Rp. 500.000 Rp. 200.000 Rp. 40.000 Biaya sewa gudang per
Contoh 2
Adapun contoh nonproduksi dari biaya tetap adalah biaya abonemen pada tagihan listrik dan telepon. Biaya abonemen ini adalah jumlah biaya yang harus kita bayarkan setiap bulannya meskipun pada bulan itu kita tidak menyalakan satu alat listrik pun di rumah atau tidak melakukan satu percakapan lewat telepon.
sedangkan untuk biaya secara total jumlahnya akan menyesuaikan dengan banyaknya jumlah unit yang diproduksi ataupun jumlah aktivitas yang dilakukan. Jika biaya tetap memiliki hubungan terbalik dengan jumlah unit yang diproduksi atau aktivitas yang dilakukan maka, secara total, biaya variabel memiliki hubungan searah dengan jumlah unit yang diproduksi atau aktivitas yang dilakukan. Hubungan searah ini maksudnya adalah semakin banyak unit yang kita produksi atau semakin banyak aktivitas yang kita lakukan, maka akan semakin banyak biaya variabel yang kita keluarkan.
Contoh 3 :
Untuk memasarkan produk yang kita buat, kita menyewa tenaga penjual dengan membayarkan komisi sebanyak Rp.10.000 dari tiap barang yang berhasil ia jual. Jika si penjual hanya mampu menjual 10 buah produk dengan harga satuan Rp.100.000, maka besarnya biaya komisi yang harus kita keluarkan untuk si penjual adalah : Rp10.000 x 10 = Rp.100.000. Jika dalam sebulan ia mampu menjual hingga 200 unit, maka biaya komisi yang harus kita keluarkan adalah Rp.10.000 x 200 = Rp. 2.000.000. Selanjutnya, besarnya biaya komisi yang akan kita keluarkan adalah sebesar jumlah unit yang mampu dijual si penjual kita kalikan dengan biaya komisi per unit yang kita berikan. Untuk lebih jelasnya, kita bisa melihat skema perhitungan biaya variabel pada tabel di bawah ini: Tabel 2 Contoh Perhitungan Biaya Variabel Total Biaya Komisi yang Biaya Komisi per Unit Rp. 10.000 Rp. 10.000 Rp. 10.000 Jumlah Unit yang Terjual Dikeluarkan 10 200 750 Rp. 100.000 Rp. 2.000.000 Rp. 7.500.000
Contoh 4
Contoh lain dari biaya variabel adalah pulsa telepon genggam. Banyaknya pulsa yang kita habiskan adalah sebanyak jumlah sms yang kita kirimkan x tarif yang dikenakan untuk tiap sms serta jumlah menit yang kita habiskan untuk menelpon x tarif menelpon per menit.
Akuntan Muda
Halaman 19
Akuntan Muda
Halaman 20
penggunaan sistem tersebut. Tulisan ini akan memberikan gambaran mengenai aspek
managerial yang mempengaruhi kesuksesan penerapan sistem teknologi informasi. Keller bukunya (2004) yang dalam berjudul
Technology Paradise Lost: Why Companies Will Spend Less to Get More from Information Tidak sedikit perusahaan yang mengalami kegagalan dalam implementasi teknologi informasi (TI) atau sistem teknologi informasi (STI), termasuk juga yang berkaitan dengan sistem informasi Technology mengungkapkan secara jelas bagaimana peran STI dalam korporasi modern saat ini, terutama untuk
akuntansi. Ada beberapa penyebab yang dapat ditelusuri. Secara garis besar ada yang bersifat teknis dan non-teknis. Sisi teknis berkaitan dengan teknologi yang berada di belakang sistem tersebut, sementara sisi non teknis berada pada aspek keperilakuan dan managerial dalam
Investasi-invetasi di bidang STI seringkali tidak diikuti dengan hasil yang maksimal bagi perusahaan, baik dari sisi
Akuntan Muda
Halaman 21
yang akan diterima oleh suatu entitas bisnis. Berkaitan dengan hal ini muncul terminologi productivity paradox. Istilah productivity paradox pertama kali
benar dan tidak juga sepenuhnya salah. Beberapa sektor produksi ada yang mengalami peningkatan dalam
produktivitas dalam kaitannya dengan penggunaan STI, namun ada juga yang tidak menunjukkan perubahan yang
dikemukakan oleh Steven Roach dalam penelitiannya yang berjudul America's Technology Dilemma: A Profile of the Information Economy yang dipublikasikan pada tanggal 22 April 1987 (Brynjolfsson & Hitt 1998). Kesimpulan mengenai
berarti. Hasil survey yang dilakukan oleh Federal Reserve Board, Information
Technology and Productivity: Where Are We Now and Where Are We Going, pada tahun 2002 menemukan bahwa
productivity paradox diperoleh karena adanya peningkatan yang sangat besar dalam teknologi komputasi, namun
peningkatan produktivitas hanya terjadi pada beberapa sektor industri seperti industri perakitan komputer, sekuritas (keuangan), pabrikan semikonduktor,
demikian tidak diimbangi dengan imbas yang dihasilkan dari sisi kinerja ekonomi, khususnya untuk sektor ekonomi yang didominasi oleh pekerja informasi.
telekomunikasi, dan grosir. Produktivitas terbesar yang dicapai oleh industriindustri tersebut berada dalam rentang
waktu 6 tahun sejak tahun 1995 hingga 2000 (Keller 2004). Argumen yang kontra productivity paradox datang dari
productivity paradox bermunculan, ada yang mendukung dan ada juga yang menentang. Argumen yang mendukung dikemukakan oleh Carr (2003) yang menyatakan bahwa investasi dalam
Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) pada tahun 2003 yang menganjurkan investasi besarbesaran dalam TI karena akan berdampak pada produktivitas dan pertumbuhan GDP seperti yang telah dialami oleh Amerika. U.S. Department of Commerce dalam laporannya melaporkan Digital bahwa Economy pergerakan 2002, dan
bidang teknologi seringkali tidak sejalan dengan hasil yang dapat diperoleh. STI tidak lagi menjadi sesuatu yang strategis bagi perusahaan dan telah menjadi suatu komoditas. penelitian Sejumlah survey dan bahwa
menemukan
Akuntan Muda
pengeluaran dan penggunaan STI. Salah satunya adalah penciptaan bidang-bidang kerja yang bergaji tinggi yang
berhubungan dengan penyediaan jasa dan penjualan STI. (Keller 2004). Survey yang dilakukan oleh OECD dan U.S. Department of Commerce ini melihat imbas STI secara lebih luas dalam konteks negara dan bukan pada tingkatan perusahaan. Jika dilihat secara lebih luas, dapat
yang memanfaatkan STI dalam proses bisnisnya seharusnya menjadi pelajaran berharga bagi perusahaan-perusahaan
yang belum mendapatkan hasil yang maksimal dalam investasi di bidang STI. Productivity paradox yang menjadi bahan perdebatan sesungguhnya berada pada lingkup perusahaan atau industri tertentu saja dan bukan berada pada lingkup yang lebih luas seperti negara dan regional tertentu. Oleh karena itu fenomena productivity paradox sebenarnya tidak dapat digeneralisasikan
disimpulkan STI
besar dalam produktivitas perekonomian saat ini. Pertanyaan penting yang patut dikemukakan berkaitan dengan productivity paradox adalah mengapa ada sebagian perusahaan yang berhasil menikmati keuntungan dari investasi STI yang mereka lakukan sementara ada sebagian lain yang mengalami kegagalan. Kegagalan sebagian perusahaan dalam memanfaatkan STI
Mengapa ada sebagian perusahaan berhasil menikmati keuntungan dari investasi STI yang mereka lakukan, sementara ada sebagian yang lain
sebagai
salah
proses
mengalami kegagalan?
sebenarnya
terjadi
karena
kesalahan
dalam pengelolaan STI itu sendiri dan tidak adanya ukuran yang jelas bagaimana Akuntan Muda Halaman 23
mengukur kesuksesan implementasi STI. Kegagalan dalam STI umumnya terjadi karena proses perencanaan dan analisis masalah yang salah sehingga hasil
mengenai tata kelola teknologi informasi (IT governance) kini berkembang. Ada berbagai definisi yang dikemukakan
berkaitan dengan tata kelola TI. Ross & Weill (2004) Mendefinisikan tata kelola TI sebagai spesifikasi atas rerangka dalam pengambilan pendelegasian keputusan keputusan, dan
kepemimpinan juga memainkan peranan yang amat penting. Keterlibatan dan partisipasi sangat manajemen menentukan puncak akan
wewenang
kesuksesan
teknologi informasi. Definisi ini lebih menekankan kepada sistem dan proses dalam pengambilan keputusan yang
menemukan terdapat keterkaitan yang erat antara kesuksesan implementasi STI dengan hubungan eksekutif yang
berhubungan dengan kesuksesan dalam penggunaan teknologi. Definisi lainnya yang lebih luas dikemukakan oleh The IT Governance Institute (ITGI), tata kelola TI didefinisikan sebagai tanggung jawab eksekutif dan dewan komisaris yang melibatkan organisasional, kepemimpinan, dan proses struktur untuk
didalamnya melibatkan CEO dan CIO (Feeny et al. 1992; Earl & Feeny 1995; Chen & Preston, 2007). Dari sisi
pengukuran kesuksesan, STI tidak hanya diukur dari perspektif keuangan, namun juga harus diukur dari persepektif non keuangan lainnya seperti kepuasan
pelanggan, kepuasan karyawan, akurasi proses bisnis, dsb. Pengukuran kesuksesan STI yang hanya diukur dari perspektif keuangan tidak tepat, karena dua variabel ini tidak selalu berhubungan secara langsung. Berkaitan dengan adanya kesalahan dalam pengelolaan dan pengukuran
Mekanisme tata kelola TI memiliki tiga komponen yaitu struktur, proses dan mekanisme relasional (Van Grembergen & De Haes 2008). Struktur meliputi
organisasi, lokasi fungsi TI, eksistensi, dan kejelasan tugas serta tanggung jawab dari peran TI yang beragam dalam organisasi. Proses merujuk pada pengambilan
strategis, pengendalian dan rerangka proses. Mekanisme relasional merupakan komponen yang melengkapi rerangka tata kelola TI. Mekanisme sangat dibutuhkan dalam tataran operasional, tata kelola TI tidak akan berhasil meskipun tanpa telah adanya memiliki
Grembergen & De Haes 2008). Aspek managerial terutama yang berkaitan dengan tata kelola teknologi informasi memegang peranan penting dalam kesuksesan implementasi STI.
mekanisme
struktur dan proses yang baik. Mekanisme ini meliputi partisipasi bisnis/TI, dialog strategis, pelatihan, pembelajaran dan komunikasi. Dalam tataran operasional, panduan operasional tata kelola TI dapat menggunakan COBIT, CMMi, COSO,
memanfaatkannya dengan benar, sama sekali tidak bermanfaat bagi perusahaan. (Oleh: Arif Perdana)
Referensi:
Brynjolfsson, Erik & Lorin M. Hitt. 1998. Beyond the Productivity Paradox: Computers are the Catalyst for Bigger Changes. Forthcoming in the Communications of the ACM. Carr, Nicholas. G. 2003. IT Doesnt Matter. Harvard Business Review. May 2003. USA: Harvard Business School Press. Chen. Daniel Q & David S. Preston. 2007. Understanding CIO Role Effectiveness: the Antecedents and Consequents. Proceedings of the 40th Hawaii International Conference on System Sciences 2007 Earl M.J. and David.F. Feeny. 1995. Is Your CIO Adding Value, The McKinsey Quarterly. Feeny, David. F. et.al. 1992. Understanding the CEO/CIO Relationship. MIS Quarterly, Vol. 16 Issue 4. Keller, Erik. 2004. Technology Paradise Lost: Why Companies Will Spend Less to Get More from Information Technology. Greenwich, CT: Manning Publications Co vanGrembergen, Wim & Steven De Haes. 2008. Implementing Information Technology Governance: Models, Practices, and Cases. United States of America: IGI Global. Weill, Peter and J.W. Ross. 2004. IT Governance: How Top Performers Manage IT Decision Rights for Superior Results, Watertown, MA: Harvard Business School Press. Akuntan Muda Halaman 25
Ball, R., dan P. Brown. 1968. An empirical evaluation of income accounting number. Journal of Accounting Research 6 (20): 159-178.
Akuntan Muda
Halaman 26
normatif dan penelitian Ball dan Brown (bersama dengan penelitian William H. Beaver [1968]2) merupakan pionir penelitian akuntansi positif. Paper-paper serupa yang dibuat kemudian (replikasi) tidak memiliki peran sepenting peran paper Ball dan Brown (1968) walaupun bukan tidak mungkin paper-paper yang lebih baru tersebut justru menggunakan metode yang lebih canggih. 2) Pemaparan ide, pemikiran, dan aspek penelitian. Kualitas kedua ini terkait dengan bagaimana peneliti mengkomunikasikan penelitiannya ke pembaca melalui tulisan. Selain melakukan penelitian dengan benar, paper yang baik juga memudahkan pembaca untuk memahami penelitiannya. Ini berarti paper yang baik umumnya memiliki ciri-ciri berikut ini: Argumen dipaparkan secara runut. Pemikiran disampaikan dalam bahasa yang baik dan benar serta lugas. Kalimat yang digunakan tidak canggung ataupun ambigu. Aspek-aspek penelitian disajikan dalam cara-cara yang memudahkan pembaca mengerti penelitian tersebut. Kedua kualitas di atas memastikan bahwa kita mempelajari penelitian yang benar dan penting dengan relatif mudah. Benar di sini berarti penelitian dilakukan dengan benar, bukan penelitian yang dilakukan secara serampangan atau yang punya banyak kekeliruan. Penelitian yang tidak dilakukan dengan benar membuat hasilnya tidak dapat dipercaya dan, oleh karenanya, tidak dapat dijadikan dasar bagi penelitian lain, termasuk penelitian kita. Selain itu, kita juga perlu melandaskan penelitian kita pada penelitian yang penting. Hal ini terkait dengan keterandalan/reliabilitas asumsi yang kita gunakan, argumen yang kita bangun, model yang kita adopsi atau adaptasi, dan sebagainya. Prinsipnya, informasi atau pengetahuan tangan pertama itu lebih baik daripada turunan/derivasinya. Misalnya, ketika kita meneliti manipulasi aktivitas real dan mengadopsi Model Roychowdhury maka pengetahuan yang diperoleh dari mempelajari paper Roychowdhury (2006)3 akan jauh lebih
Beaver, W.H. 1968. The information content of annual earnings announcements. Journal of Accounting Research 6: 67-92. 3 Roychowdhury, S. 2006. Earnings management through real activities manipulation. Journal of Accounting and Economics 42: 335-370.
Akuntan Muda
Halaman 27
baik daripada mempelajari paper lain yang sekedar mengutip atau juga menggunakan model Roychowdhury (2006). Sementara itu, kualitas pemaparan dan penulisan ide, pemikiran, dan aspek penelitian yang baik akan memudahkan kita memahami penelitian itu sendiri. Misalnya saja, Roychowdhury (2006) bahkan menjelaskan mengapa ia keluar dari kebiasaan umum dengan menambahkan konstan/intercept yang tidak terskala (unscaled) ke dalam modelnya. Penjelasan ini terdapat pada footnote 18, Roychowdhury (2006).
It is general convention in the literature to include a scaled intercept, 1 ,
when estimating nondiscretionary accruals. This avoids a spurious correlation between scaled CFO and scaled sales due to variation in the scaling variable, total assets. I also include an unscaled intercept, , to ensure that the mean abnormal CFO for every industry-year is zero. Including the intercepts allows the average for a
particular industry-year to be non-zero even when the primary explanatory variables in the model, sales and change-in-sales, are zero. Eliminating the unscaled intercept does not materially affect the results, nor does retaining the unscaled intercept, but eliminating the scaled intercept 1 .
Kedua kualitas yang dimiliki oleh paper yang baik tersebut memastikan bahwa kita mempelajari penelitian yang dilakukan dengan benar dan mudah memahaminya. Ini sangat berguna buat orang yang relatif baru dalam melakukan penelitian.4 Topik-topik berat seperti relevansi nilai, manipulasi laba, dan lainnya akan menjadi sangat masuk akal dan mudah dipahami bila kita mempelajarinya melalui literatur yang berkualitas. Tulisan ini berusaha memberi gambaran jenis-jenis literatur yang baik dan, oleh karenanya, perlu kita pelajari ketika sudah menentukan topik penelitian.5
Bila kita masih baru dalam melakukan penelitian (e.g. saat menyusun skripsi) maka kita tidak/belum memiliki standar tertentu dan cenderung menganggap semua referensi sebagai benar dan baik. Masalahnya, hal ini membuat kita mudah terjebak ke dalam referensi yang tidak benar dan baik dan, kemudian, melakukan penelitian dengan tidak benar dan baik pula. Oleh karena itu, sangat penting bagi kita untuk mengembangkan otot-otot standar mutu yang baik dalam penelitian dengan cara mempelajari literatur yang berkualitas. 5 Jenis-jenis paper ini tidak mutually exclusive melainkan overlapping. Paper seminal, misalnya, sebenarnya bahkan merupakan bentuk khusus dari paper klasik.
Akuntan Muda
Halaman 28
Pertanyaan penting sebelum kita melakukan sesuatu adalah kenapa? Jadi, kenapa kita perlu baca paper teranyar? 6 Kita belum tahu topik itu mau dibawa ke mana dan apa yang mau dilakukan dengannya. Ini terjadi bila kita hanya memiliki topik namun belum punya gambaran spesifik tentang apa yang mau kita teliti. Seumpama kita tertarik isu manipulasi laba (earnings management). Namun kita belum tahu isu spesifik manipulasi laba yang ingin atau bisa kita teliti, model yang perlu digunakan, perkembangan isu manipulasi laba itu sendiri, dan lain-lain. Paper teranyar memberi gambaran terkini tentang berbagai alternatif yang bisa kita pilih dalam aspek-aspek tadi serta menunjukkan kelebihan dan kelemahan suatu alternatif. Ini merupakan fitur yang tidak bisa anda peroleh dengan paper selain paper teranyar. Contoh: Pengukuran akrual diskresioner oleh Cohen et al. (2007: p. 10-11)7
We use a cross-sectional model of discretionary accruals, where for each year we estimate the model for every industry classified by its 2-digit SIC code. Thus, our approach partially controls for industry-wide changes in economic conditions that affect total accruals while allowing the coefficients to vary across time (Kasznik 1999, DeFond and Jiambalvo 1994).
12
Our primary model is the modified cross-sectional Jones model (Jones 1991) as described in Dechow et al. (1995). .... ...We also repeat our tests by using a measure based on the performance-matched discretionary accruals advanced in Kothari, Leone, and Wasley (2005).
13
[footnote 12] We obtain qualitatively the same results when we use a time-series approach which assumes temporal stationarity of the parameters for each firm.
Untuk kepentingan pembahasan, esai ini menggunakan working paper Daniel A. Cohen, Aiyesha Dey, dan Thomas Z. Lys, Real and Accrual-based Earnings Management in the Pre- and Post-Sarbanes Oxley Periods, versi Juni 2007 sebagai contoh. Working paper versi 2007 ini sudah tidak tersedia di SSRN, namun anda bisa menggunakan versi 2008 yang bisa diunduh secara bebas di SSRN: http://papers.ssrn.com/sol3/papers.cfm?abstract_id=1280711 7 Cohen, D.A., A. Dey, dan T.Z. Lys. 2007. Real and accrual-based earnings management in the pre- and postSarbanes-Oxley periods. Working paper.
Akuntan Muda
Halaman 29
[footnote 13] A caveat: various studies in the literature raise the concern that discretionary accruals measured using the Jones model might be capturing
nondiscretionary components, and these errors in discretionary accruals are likely to be correlated with stock prices and performance measures in general. While this concern is valid and we acknowledge this limitation in measuring discretionary accruals, note that we use discretionary accruals as a dependent variable and not as an explanatory variable. If indeed discretionary accruals are measured with error, the only consequence in our case will be a lower explanatory power of the model, i.e., we eill obtain lower R-squares. Otherwise, using discretionary accruals measured using the Jones model as a dependent variable is not likely to introduce any bias in our results.
Berdasar penjelasan dalam paper Cohen et al. (2007) tersebut, kita bisa membuat gambaran mengenai pengukuran akrual diskresioner sebagaimana Orat-Oret 1 berikut.
Orat-oret 1
Model Jones
1991
Dechow et al.
1995
modifikasi cross-sectional atas Model Jones Kasznik (serta DeFond dan Jiambalvo 1994)
1999
pengestimasian model dilakukan untuk setiap industri berdasar klasifikasi 2-digit kode SIC Kothari et al.
2005
Pembahasan ukuran manipulasi laba oleh paper Cohen et al. (2007) secara implisit menggambarkan perkembangan model akrual diskresioner dan alasan penggunaan aspekaspeknya. Paper Cohen et al. (2007) menunjukkan perkembangan pengukuran akrual
Akuntan Muda
Halaman 30
diskresioner dari model Jones (1991)8 yang dimodifikasi oleh Dechow et al. (1995)9 dan kemudian pendekatan kontekstualnya diperbaiki oleh Kothari et al. (2005).10 Paper ini menjelaskan alasan mengapa pengestimasian model dilakukan untuk setiap industri yang diklasifikasi dengan 2-digit kode SIC (Kasznik 1999).11 Paper ini juga menjelaskan mengapa ia tetap menggunakan model Jones meskipun model ini banyak dikritik atas kekeliruan dalam menangkap komponen akrual diskresioner (lihat footnote 13). Di samping itu, Cohen et al. (2007) menunjukkan bahwa mereka juga menguji hipotesis dengan menggunakan ukuran akrual diskresioner tercanggih yang ada (Kothari et al. 2005) walaupun mereka tidak secara spesifik menjelaskan alasan penggunaannya. Oleh karena itu, mempelajari paper teranyar sangat bermanfaat untuk dengan cepat memperoleh gambaran alternatif aspek penelitian yang ada. Gambaran mengapa sebaiknya kita menggunakan atau tidak menggunakan suatu model, meneliti atau tidak meneliti suatu variabel, dan lain-lain. Dengan mempelajari beberapa paper teranyar saja, kita sudah bisa memperoleh gambaran mengenai apa yang sebaiknya kita lakukan atau tidak lakukan serta memperoleh gambarang mengenai aspek-aspek apa saja yang harus kita perhatikan dalam penelitian kita. Kita perlu tahu apakah ide penelitian kita sudah diteliti atau belum. Kadang kala peneliti sudah memiliki gambaran umum terkait ide penelitiannya. Namun demikian, (hampir) tidak ada gunanya mengerjakan ulang apa yang telah diteliti peneliti lain. Selain tidak/kurang berguna secara keilmuan, meneliti hal yang sama dengan peneliti lain itu juga tidak/kurang berguna bagi si peneliti itu sendiri. Hal ini dikarenakan biasanya jurnal (yang bagus) tidak bersedia menerima naskah artikel penelitian yang sama sehingga hampir bisa dipastikan naskah itu tidak akan terpublikasi. Oleh karenanya, kita perlu mengecek apakah ide penelitian yang kita usulkan telah dikerjakan peneliti lain atau belum. Pengecekan ini dilakukan dengan melihat apakah ada paper-paper teranyar yang mengusung ide penelitian yang sama dengan yang kita ajukan. Bila tidak/belum ada maka
Jones, J.J. 1991. Earnings management during import relief investigation. Journal of Accounting Research 29 (2): 193-228. 9 Dechow, P.M., R.G. Sloan, dan A.P. Sweeney. 1995. Detecting earnings management. The Accounting Review 70 (2): 193-225. 10 Kothari, S.P., A.J. Leone, dan C.E. Wasley. 2005. Performance matched discretionary accrual measures. Journal of Accounting and Economics 39: 163-197. 11 Kasznik, R. 1999. On the association between voluntary disclosure and earnings management. Journal of Accounting Research 37: 57-81.
8
Akuntan Muda
Halaman 31
kita bisa terus melanjutkan penelitian kita. Namun, bila sudah ada yang mengerjakan maka sebaiknya kita memikirkan hal tambahan yang bisa kita berikan pada penelitian yang telah ada tersebut sehingga penelitian kita menjadi baru atau sedikitnya berkontribusi lebih terhadap penelitian yang sudah ada. Kita perlu tahu perkembangan teranyar suatu topik. Ketika kita meneliti, kita perlu tahu sampai di mana perkembangan suatu ilmu pengetahuan dan apa kontribusi penelitian kita terhadap ilmu pengetahuan yang telah ada. Pemahaman atas perkembangan ilmu pengetahuan dan kontribusi penelitian kita terhadapnya memerlukan pengetahuan atas penelitian-penelitian teranyar. Apakah kita mengkonfirmasi suatu teori? Apakah penelitian kita menambah pemahaman atas suatu isu? Apakah penelitian kita justru mengangkat suatu isu yang selama ini tidak pernah diperhatikan? Pertanyaan-pertanyaan ini hanya bisa terjawab bila kita memiliki pemahaman yang lengkap atas topik yang kita teliti. Bagaimana topik ini dibangun, bagaimana ia berkembang, dan, untuk kepentingan pembahasan kita, sejauh mana topik ini telah berkembang? Di sisi lain, secara teknis, kita perlu melakukan ini sebagai landasan latar belakang penelitian kita. Latar belakang penelitian menceritakan mengapa penelitian kita penting dan perlu untuk dilakukan. Ini, sekali lagi, menuntut pemahaman yang lengkap atas topik yang kita teliti dan sejauh mana perkembangannya saat ini. Paper terbaru biasanya memberi gambaran yang cukup lengkap atas perkembangan suatu topik. Contoh: Motivasi penelitian Cohen et al. (2007, p. 4-5)
The primary purpose of this paper is to examine the extent of earnings management in the period leading to the scandals and prior to SOX and the changes in such activities after the passage of SOX. Our examination of changes in firms earnings management activities is motivated in part by the literature documenting that managerial propensity to manage earnings and to avoid negative earnings surprises has increased significantly over time (Brown 2001, Bartov et al. 2002, Lopez and Rees 2001, Matsumoto 2002, Brown and Caylor 2003). Our main objective is to examine whether the degree of earnings management increased over time and reached a zenith in the period surrounding the corporate accounting scandals and declined after the passage of SOX. Consistent with the literature, we examine earnings management activities using discretionary accruals. However, in addition to using accrual-based accounting estimates
Akuntan Muda
Halaman 32
and methods, firms are likely to employ real operational activities to manipulate earnings numbers as well (Healy and Wahlen 1999, Fudenberg and Tirole 1995, Dechow and Skinner 2000). In fact, in their survey Graham et al. (2005) report....
Orat-oret 2 menggambarkan peta penelitian tren manipulasi laba terkait Sarbanes Oxley Act (SOX). Cohen et al. (2007) bertujuan menguji apakah derajat manipulasi laba meningkat dari waktu ke waktu dan mencapai puncaknya di periode skandal akuntansi serta kemudian menurun setelah berlakunya SOX. Berdasar tujuan ini, mereka memberi gambaran penelitian manipulasi laba yang melatari ide atau isu penelitian. Cohen et al. (2007) menyebutkan bahwa kecenderungan memanipulasi akuntansi dan untuk menghindari laba negatif (i.e. rugi) meningkat dari waktu ke waktu sebelum SOX. Hal ini ditunjukkan oleh hasil penelitian Brown (2001), Bartov et al. (2002), Lopez dan Rees (2001), Matsumoto (2002), dan Brown dan Caylor (2003). Sementara itu, pola manipulasi faktor real, yang juga merupakan bentuk manipulasi laba, belum diketahui. Namun demikian, menurut penelitian terkait, manipulasi faktor real merupakan hal yang juga digunakan managemen dalam memanipulasi laba. Pendukung argumen keberadaan manipulasi faktor real ini antara lain Healy dan Wahlen (1999), Fudenberg dan Tirole (1995), Dechow dan Skinner (2000), serta hasil survei yang dilakukan oleh Graham et al. (2005).
Orat-oret 2
sebelum Naik
Manipulasi akuntansi
(Brown 2001, Bartov et al. 2002, Lopez and Rees 2001, Matsumoto 2002, Brown and Caylor 2003)
?
SOX
?
Dechow and Skinner 2000, Graham et al. 2005)
(Riset terkait: Healy and Wahlen 1999, Fudenberg and Tirole 1995,
Akuntan Muda
Halaman 33
Tips Memilih Paper Teranyar yang Berkualitas Idealnya, kita merujuk pada paper yang sudah dipublikasi di jurnal. Hal ini karena suatu jurnal memiliki reputasi tertentu yang (diharapkan dan dianggap) bisa menjamin kualitas paper/artikel yang terbit di dalamnya. Artikel yang terbit di The Accounting Review, misalnya, dapat dipastikan memiliki kualitas yang sangat baik, entah itu dari segi isi/kandungan (content) maupun dari segi pemaparan. Hal ini karena The Accounting Review, yang merupakan salah satu jurnal top di Amerika Serikat, akan sangat serius dalam proses reviewnya dan dengan standar kualitas yang begitu tinggi.12 Namun demikian, tidak mudah mempublikasi paper di jurnal dan dalam kasus jurnal top, prosesnya berlangsung cukup lama. Review di suatu jurnal ternama bisa berjalan sampai dengan 2 tahun sehingga ketika penelitian itu dipublikasi di jurnal, sebenarnya ia tidak lagi merupakan topik teranyar. Paper Cohen et al. (2007) yang menjadi contoh kita, misalnya, telah dipresentasi pada AAA 2006 Financial Accounting and Reporting Section (FARS) Meeting Paper, namun baru berhasil dipublikasi di jurnal, The Accounting Review, pada tahun 2008. Oleh karenanya, kita tidak bisa menggunakan paper/artikel dari jurnal sebagai referensi kita akan paper atau penelitian teranyar. Lalu, bagaimana caranya mencari penelitian teranyar? Kita bisa mencari
penelitian/paper yang sedang dikerjakan alias working paper. Satu tempat yang menyenangkan untuk mencari working paper ini adalah SSRN. SSRN berupa database besar di mana kita bisa mencari paper berdasar pengarang, judul, topik/tema, dan periode pengunggahan (uploading) paper. Namun demikian, kita perlu berhati-hati dalam memanfaatkan SSRN. Hal ini karena SSRN bersifat terbuka sehingga semua orang dan siapa saja dapat membuat akun serta mengunggah paper. Ini berarti paper di SSRN tidak memiliki standar kualitas tertentu, berbeda dengan refereed atau peer-reviewed journal. Namun demikian, kita masih bisa memperkirakan kualitas suatur working paper berdasar penulis ataupun institusinya. Ini dikarenaka seorang penulis/peneliti berkualitas biasanya akan menulis paper berkualitas pula. Demikian juga dengan institusi berkualitas, mereka biasanya memiliki sistem yang baik
12
Akuntan Muda
Halaman 34
sehingga paper-paper yang dihasilkan akan memiliki kualitas yang baik. Oleh karenanya, ada baiknya memilih paper dengan ciri-ciri berikut: ditulis oleh peneliti ternama ditulis oleh peneliti yang pernah publikasi di jurnal top ditulis oleh pengarang yang berasal dari universitas ternama merupakan working paper universitas ternama
2) Paper Klasik
Ketika seseorang menyebut paper klasik maka umumnya ia merujuk ke suatu paper yang pasti dibaca dan dikutip orang pada bidang penelitian tertentu. Singkatnya, suatu paper yang sangat berpengaruh. Misalnya, ketika kita mendengar paper Towards a Positive Theory of the Determination of Accounting Standards yang ditulis Ross L Watts dan Jerold L. Zimmerman pada tahun 1978 maka kita tidak memiliki keraguan sedikit pun bahwa paper ini merupakan bacaan wajib bagi orang-orang yang ingin mempelajari akuntansi positif. Namun demikian, tidak ada standar atau kriteria khusus mengenai paper klasik. Penetapan apakah suatu paper sudah tergolong klasik atau belum biasanya dilakukan secara subjektif dengan mengikuti kaidah-kaidah tertentu. Salah satu contoh usaha formal penetapan apakah suatu paper sudah tergolong klasik dilakukan oleh Association for the Advancement of Artificial Intelligence (AAAI) melalui AAAI Classic Paper Award. AAAI Classic Paper Award13 menyebutkan bahwa penghargaan ini diberikan pada paper yang sangat berpengaruh dalam bidang artificial intelligence. Penentuan apakah suatu paper klasik atau tidak dilihat melalui dampak paper terkait, seperti: Memulai area atau sub-area penelitian baru,14
13
Sumber: http://www.aaai.org/Awards/classic.php
Akuntan Muda
Halaman 35
Memungkinkan munculnya pengaplikasian-pengaplikasian penting, Menjawab suatu isu atau pertanyaan yang telah lama belum memiliki penjelasan atau jawaban yang memuaskan ataupun mengklarifikasi sesuatu isu yang belum jelas (murky), Membuat satu kemajuan besar yang menentukan sejarah dalam subarea terkait, Diakui sebagai paper penting dan digunakan oleh area lain, baik di dalam atau di luar bidang artificial intelligence, Sangat banyak dikutip. Sekarang, bagaimana caranya kita mengetahui apakah suatu paper itu tergolong klasik atau tidak? Satu cara yang mudah adalah dengan bertanya pada dosen atau peneliti yang berkutat dalam bidang penelitian terkait. Sementara cara lain yang kurang praktis adalah dengan melihat paper yang mereview literatur di bidang tertentu. Paper ini, yang sering disebut paper review literatur, memberi gambaran perkembangan penelitian di bidang terkait lengkap dengan berbagai aspeknya. Satu paper review literatur yang terkenal adalah paper S.P. Kothari (2001) berjudul Capital Markets Research in Accounting.15|16 Bila kita mempelajari paper review literatur maka kita bisa membuat perkiraan paper yang menjadi landasan dalam bidang tertentu. Di sisi lain, paper klasik tidak berjumlah banyak dan biasanya memiliki bahasan yang bersifat umum seperti teori akuntansi positif, hubungan angka akuntansi dengan nilai saham, dan sebagainya. Padahal, umumnya, kita memiliki topik penelitian yang sudah sangat spesifik seperti relevansi nilai (value relevance), manipulasi laba,
pengungkapan/disclosure, dan sebagainya. Oleh karenanya, kita perlu mencari paper semiklasik. Paper semi-klasik adalah paper yang memiliki karakteristik paper klasik namun tidak memiliki pengaruh sekuat dan seluas paper klasik. Lantas, bagaimana mencari/mengetahui suatu paper semi-klasik? Satu cara yang relatif mudah adalah dengan mencari, berdasar topik tertentu, daftar artikel yang dipublikasi di jurnal top, kemudian perhatikan referensinya. Kita akan menemukan beberapa paper yang
14 15
Aspek ini dibahas lebih mendalam di bagian Paper Seminal. Kothari, S.P. 2001. Capital markets research in accounting. Journal of Accounting and Economics 31: 105-231. 16 Paper ini dapat diperoleh dengan googling Kothari Capital Markets Research.
Akuntan Muda
Halaman 36
direferensi oleh hampir semua artikel jurnal top dalam paper kita. Inilah paper semi-klasik. Berikut ini adalah contoh paper semi-klasik di beberapa bidang: No. 1) 2) Bidang Manipulasi laba Relevansi nilai Paper Earnings Management during Import Relief Investigation oleh Jennifer J. Jones (1991) Earnings, Book Values, and Dividends in Equity Valuation oleh James A. Ohlson (1995)17
3) Paper Seminal
Merriam-Websters 11th Collegiate Dictionary:
Seminal =
2: containing or contributing the seeds of later development : CREATIVE, ORIGINAL book* *a seminal
Paper seminal adalah paper klasik yang (dianggap) memulai perkembangan suatu topik. Paper seminal paling terkenal di akuntansi mungkin adalah paper Ball dan Brown (1968) yang berjudul An Empirical Evaluation of Accounting Income Numbers.18 Paper ini mengubah tren penelitian akuntansi yang semula normatif menjadi positivis. Berikut adalah gambaran American Accounting Association (AAA) mengenai paper seminal yang tercermin dalam penghargaan Seminal Contributions to Accounting Literature Award: 19
Suatu kontribusi seminal adalah karya yang telah teruji oleh waktu (memiliki dampak yang panjang sejak ditulisnya hingga saat ini, paper harus berumur minimal 15 tahun) dan yang memiliki kontribusi fundamental bagi penelitian-penelitian sesudahnya. Seminal didefinisi sebagai (i) memiliki
17
Ohlson, J.A. 1995. Earnings, book values, and dividends in equity valuation. Contemporary Accounting Research 11 (2): 661-687. 18 Anda bisa memperoleh paper ini dengan googling Ball and Brown 1968. 19 Sumber: http://aaahq.org/awards/award2.htm
Akuntan Muda
Halaman 37
karakter suatu prinsip, sumber, atau kuasa memulai/mengawali; (ii) mengandung atau berkontribusi kepada bibit pengembangan riset berikutnya. Sejauh ini, AAA telah menganugerahkan penghargaan Seminal Contributions to Accounting Literature Award ini kepada paper-paper berikut: 2007 "Relevance Lost: The Rise and Fall of Management Accounting" by H. Thomas Johnson and Robert S. Kaplan Harvard Business School Press 1987 2004 "Towards a Positive Theory of the Determination of Accounting Standards" by Ross L. Watts and Jerold L. Zimmerman The Accounting Review (January) 1978 1994 "Economic Incentives in Budgetary Control Systems" by Joel S. Demski and Gerald A. Feltham The Accounting Review (April) 1978 1989 "Information Content of Annual Earnings Announcements" by William H. Beaver Journal of Accounting Research 1968 1986 "An Empirical Evaluation of Accounting Income Numbers" by Ray Ball and Philip Brown Journal of Accounting Research 1968
Kenapa kita perlu mempelajari paper seminal? Penting sekali untuk mengetahui sejarah suatu penelitian dan mengapa ia dimulai sehingga anda bisa mengetahui konteks penelitian itu dibuat dan menyesuaikannya dengan konteks penelitian anda. Paper seminal, sebagai paper pembaharu di bidang riset tertentu, biasanya membuat argumentasi yang kuat dan komprehensif mengapa penelitian tertentu harus dilakukan. Misalnya, paper Ball dan Brown (1968) menjelaskan mengapa penting sekali untuk melakukan penelitian positivis, tidak hanya penelitian normatif. Sementara, paper-paper sesudahnya, secara umum, tidak lagi memuat argumentasi serupa karena telah mendasarkan diri pada argumentasi paper seminal dan hasil penelitiannya. Contoh: Paper Ball dan Brown (1968, p.159-160)
Akuntan Muda
Halaman 38
Accounting theorists have generally evaluated the usefulness of accounting practices by the extent of their agreement with a particular analytic model. The model may consist of only a few assertions or it may be a rigorously developed argument. In each case, the method of evaluation has been to compare existing practices with the more preferable practices implied by the model or with some standard which the model implies all practices should possess. The shortcoming of this method is that it ignores a significant source of knowledge of the world, namely, the extent to which the predictions of the model conform to observed behavior. It is not enough to defend an analytical inquiry on the basis that its assumptions are empirically supportable, for how is one to know that a theory embraces all of the relevant supportable assumptions? And how does one explain the predictive powers of propositions which are based on unverifiable assumptions such as the maximization of utility functions? Further, how is one to resolve differences between propositions which arise from considering different aspects of the world? The limitations of a completely analytical approach to usefulness are illustrated by the argument that income numbers cannot be defined substantively, that they lack meaning and are therefore of doubtful utility. The argument stems in part from the patchwork development of accounting practices to meet new situations as they arise. Accountants have had to deal with consolidations, leases, mergers, research and development, price-level changes, and taxation charges, to name just a few problem areas. Because accounting lacks an all-embracing theoretical framework, dissimilarities in practices have evolved. As a consequence, net income is an aggregate of components which are not homogenous. It is thus alleged to be a meaningless figure, not unlike the difference between twenty-seven tables and eight chairs. Under this view, net income can be defined only as the result of the application of a set of procedures {X1, X2, ...} to a set of events {Y1, Y2, ...} with no other definitive substantive meaning at all. Canning observes: What is set out as a measure of net income can never be supposed to be a fact in any sense at all except that it is the figure that results when the accountant has finished applying the procedures which he adopts. The value of analytical attempts to develop measurements capable of definitive interpretation is not at issue. What is at issue is the fact that an analytical model does not itself assess the significance of departures from its implied measurements. Hence it is dangerous to conclude, in the absence of further empirical testing, that a lack of substantive meaning implies a lack of utility.
Akuntan Muda
Halaman 39
An empirical evaluation of accounting income numbers requires agreement as to what real-world outcome constitutes an appropriate test of usefulness. Because net income is a number of particular interest to investors, the outcome we use as a predictive criterion is the investment decision as it is reflected in security prices. Both the content and the timing of existing annual net income numbers will be evaluated since usefulness could be impaired by deficiencies either.
Ketika komunitas akademik akuntansi dipenuhi oleh pemikiran-pemikiran normatif, Ball dan Brown (1968) mengajukan penelitian positif mereka. Pertama-tama, sebelum mengajukan hasil penelitian, mereka harus mampu meyakinkan komunitas akademik bahwa penelitian positif itu sendiri penting untuk dilakukan. Ball dan Brown (1968) kemudian mengajukan argumen mengapa penelitian positif penting.
Orat-oret 3
Penelitian Normatif Praktik Asumsi akuntansi
model analitis
praktik ideal
praktik
Penelitian positif
Keputusan investasi
Akuntan Muda
Halaman 40
Orat-oret 3 menggambarkan letak perbedaan penelitian normatif dan penelitian positif menurut Ball dan Brown (1968). Penelitian normatif dianggap gagal menilai perbedaan signifikan antara praktik akuntansi senyatanya dengan model praktik ideal yang diajukan para peneliti normatif. Hal ini menunjukkan kekurangan penelitian normatif dalam fungsinya menilai praktik akuntansi. Sementara itu, penelitian positif mengatasi kelemahan tersebut dengan mempelajari bagaimana perilaku pengguna akuntansi terhadap hasil praktik akuntansi tertentu (e.g. angka laba). Perilaku pengguna akuntansi ini (dianggap) relevan untuk dijadikan patokan/benchmark penilaian kebermanfaatan akuntansi karena para pengguna inilah yang bisa merasakan seberapa jauh atau besar kebermanfaatan akuntansi. Bila suatu angka akuntansi tertentu dianggap tidak berguna maka ia tidak akan digunakan, vice versa.20 Tantangan: Bikin oret-oretmu sendiri untuk kasus definisi laba yang diceritakan dalam paper Ball and Brown (1964) sebagaimana dikutip dalam artikel ini. Serupa dengan kasus pada paper klasik, tidak banyak paper yang tergolong seminal. Hal ini menyulitkan kita ketika melakukan penelitian yang temanya cukup sempit. Solusinya, serupa dengan kasus paper klasik, kita mencari penelitian yang mengawali suatu subtopik tanpa terlalu memperhatikan pengaruhnya dalam penelitian akuntansi secara umum. Penelitian oleh Linda Elizabeth DeAngelo (1981) dengan judul Auditor Size and Audit Quality, misalnya, mengawali penelitian kaitan kualitas auditor dengan ukuran auditor tersebut (salah satunya dikotomi Big 4 nonBig 4). Namun demikian, mencari paper jenis ini lebih sulit daripada mencari paper semi-klasik. Satu cara yang direkomendasi adalah bertanya pada dosen anda atau dengan membaca paper yang mereview literatur dalam topik terkait. bersambung... (Oleh: Arie Rahayu)
20
Penelitian positif semacam ini tentu saja juga memiliki kelemahannya sendiri. Kelemahan ini timbul dari 2 asumsi yang sesungguhnya digunakan agar penelitian positif ini benar-benar mencapai tujuannya. Pertama, investor mengambil keputusan sesuai dengan cara yang diekspektasi oleh peneliti akuntansi positif. Misalnya, investor melakukan analisis fundamental sebagaimana yang dibayangkan peneliti akuntansi, investor menilai saham secara individual, investor berperilaku rasional, dan lain-lain. Kedua, ada kesesuaian sudut pandang investor dan akuntan terkait peran angka akuntansi tertentu. Misal, laba memang dipandang memiliki makna (absolut) tertentu bukan sekedar menilai bagaimana laba digunakan oleh investor lain yaitu angka laba itu penting per se, bukan penting karena ia mempengaruhi tren harga saham (di sini yang penting adalah pengaruh praktis laba terhadap saham).
Akuntan Muda
Halaman 41