Professional Documents
Culture Documents
Adoc - Pub Optimasi Proses Hidrolisis Kimiawi Dan Enzimatis T
Adoc - Pub Optimasi Proses Hidrolisis Kimiawi Dan Enzimatis T
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2008
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Tesis
Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
Magister Sains pada
Departemen Biokimia
Disetujui
Komisi Pembimbing
Diketahui
Prof. Dr. drh. Maria Bintang, MS. Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS.
Halaman
1 Komposisi kimiawi tandan kosong kelapa sawit ............................................ 6
2 Hasil optimum hidrolisis kimia TKKS .......................................................... 39
3 Hasil perolehan etanol optimum secara enzimatis.......................................... 47
4 Perbandingan hasil kimia dan enzimatis ........................................................ 48
xiii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 TKKS .................................................................................................... 5
2 Struktur selulosa ........................................................................................ 7
3 Susunan dinding Sel .................................................................................. 8
4 Struktur hemiselulosa ................................................................................ 9
5 Struktur lignin ........................................................................................... 10
6 Skema jalur fermentasi alkohol oleh khamir .............................................. 16
7 Rancangan Fermentor Batch ...................................................................... 28
8 Miselium JPP Omphalina sp dalam media PDA ........................................ 29
9 Miselium JPP Omphalina sp dalam media PDB ........................................ 30
10 Miselium spora Trichoderma dalam media PDA ....................................... 31
11 Bakteri selulolitik asal rayap pada media Hans .......................................... 31
12 Saccharomyses cerevisiae pada media YEDP padat ................................... 32
13 Saccharomyses cerevisiae pada media YEDP cair ..................................... 32
14 TKKS setelah delignifikasi ........................................................................ 33
15 Komposisi kimia TKKS ............................................................................. 34
16 Kadar gula pereduksi TKKS terdelignifikasi dengan variasi waktu
hidrolisis dan konsentrasi HCl ................................................................... 37
17 Kadar gula pereduksi TKKS tanpa delignifikasi dengan variasi
waktu hidrolisis dan konsentrasi HCl ........................................................ 38
18 Kadar gula pereduksi TKKS terdelignifikasi dengan variasi waktu
hidrolisis dan konsentrasi H2SO4 ............................................................... 38
19 Kadar gula pereduksi TKKS tanpa delignifikasi dengan variasi
waktu hidrolisis dan konsentrasi H2SO4 ..................................................... 39
20 Optimasi waktu hidrolisis dengan H2SO4 2N ............................................ 41
21 Penurunan kadar gula pereduksi, pH, kenaikan volume gas CO2 dan
produksi etanol oleh S. cerevisiae .............................................................. 42
22 Penurunan kadar gula pereduksi, pH, kenaikan volume gas CO2 dan
produksi etanol oleh Trichoderma sp dan S. cerevisiae secara simultan ..... 43
23 Penurunan kadar gula pereduksi, pH, kenaikan volume gas CO2 dan
produksi etanol oleh bakteri selulolitik dan S. cerevisiae secara simultan ... 44
xiv
24 Penurunan kadar gula pereduksi, pH, kenaikan volume gas CO2 dan
produksi etanol oleh Trichoderma sp dan S. cerevisiae secara terpisah ...... 45
25 Penurunan kadar gula pereduksi, pH, kenaikan volume gas CO2 dan
produksi etanol oleh bakteri selulolitik dan S. cerevisiae secara terpisah ... 46
26 Tahapan hidrolisis selulosa oleh enzim dan sistem sakarifikasi dan
fermentasi simultan selulosa menjadi etanol .............................................. 47
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Diagram alir penelitian ........................................................................... 57
2 Proses delignifikasi oleh jamur pelapuk putih
Omphalina sp .......................................................................................... 58
3 Optimasi hidrolisis secara kimiawi dan fermentasi etanol ...................... 59
4 Diagram alir fermentasi secara simultan oleh Trichoderma sp
atau bakteri selulotik dan Saccharomyces cerevisiae................................ 60
5 Diagram alir fermentasi secara terpisah/sekuensial oleh bakteri selulolitik
atau Trichoderma sp dan Saccharomyces cerevisiae................................ 61
6 Data dan hasil Analisis Kandungan Kimia Kayu ..................................... 62
7 Data perhitungan kadar gula pereduksi TKKS terdelignifikasi dan tanpa
delignifikasi dengan variasi waktu dan konsentrasi H2SO4 ...................... 64
8 Data perhitungan kadar gula pereduksi TKKS terdelignifikasi dan tanpa
delignifikasi dengan variasi waktu dan konsentrasi HCL ......................... 65
9 Data kurva standar glukosa pada λ 550.................................................... 66
10 Kurva standar glukosa pada λ 550 ........................................................... 66
11 Data perhitungan gula pereduksi pada variasi waktu hidrolisis
dengan H2SO4 ......................................................................................... 67
12 Data perhitungan sampel pada fermentasi secara enzimatis
dan kimiawi ............................................................................................ 68
13 Data perhitungan sampel pada fermentasi enzimatis secara simultan
dengan bakteri selulolitik ........................................................................ 69
14 Data perhitungan sampel pada fermentasi enzimatis secara simultan dengan
isolat Trichoderma sp ............................................................................. 69
15 Data perhitungan sampel pada fermentasi enzimatis secara terpisah dengan
isolat Trihoderma sp ............................................................................... 70
16 Data perhitungan sampel pada fermentasi enzimatis secara terpisah dengan
isolat bakteri selulolitik ........................................................................... 70
17 Daftar Persentase Etil Alkohol berdasarkan BJ pada suhu 20 0 C.............. 71
xvi
PENDAHULUAN
Latar Belakang
menyebabkan pencemaran udara yang cukup tinggi. Oleh karena itu perlu dicari
bahan bakar alternatif yang salah satunya adalah bioetanol (Irawati, 2006).
Menurut Bruce dan Palfreyman (1998) etanol dapat diproduksi dari
sumber daya yang dapat diperbaharui seperti biomasa yang dikategorikan ke
dalam bahan-bahan berbasis gula (gula tebu, gula bit dan sorgum manis), pati
(biji-bijian yaitu : jagung, gandum, beras, serta umbi-umbian : yaitu kentang,
ketela pohon, ubi jalar) dan lignoselulosa (kayu, jerami, bagase dan sebagainya).
Penggunaan bahan baku berbasis gula dan pati memang lebih mudah pada proses
pembuatan etanol, akan tetapi penggunaan bahan baku tersebut bersaing dengan
pemanfaatannya yang lebih utama yaitu sebagai sumber bahan makanan.
Penggunaan bahan baku lignoselulosa, selain lebih murah, potensinya lebih besar
dan tidak bersaing dengan pemanfaatan lain.
TKKS mempunyai potensi untuk digunakan sebagai sumber glukosa
melalui proses hidrolisis dengan asam atau enzim. Larutan gula yang dihasilkan
selanjutnya dapat dikonversikan menjadi berbagai produk seperti alkohol, aseton-
butanol atau biopolimer yang mempunyai nilai ekonomis jauh lebih tinggi
(Darnoko, 1992). Pemanfaatan limbah kelapa sawit dengan cara demikian
diharapkan dapat memberikan nilai tambah yang cukup besar (Darnoko, 1992).
Pemanfaatan TKKS pada saat ini merupakan kebutuhan yang sangat mendesak
karena melalui program langit biru yang dicanangkan pemerintah, pembakaran
TKKS tidak diizinkan lagi, karena cara penanganan limbah tersebut dapat
mengganggu lingkungan.
Proses hidrolisis selulosa dapat dilakukan dengan menggunakan dua cara,
yaitu hidrolisis menggunakan asam kuat atau enzim. Penggunaan asam kuat pada
proses hidrolisis mempunyai banyak persoalan teknis dan ekonomis misalnya
penggunaan peralatan yang harus tahan terhadap asam, permasalahan pemilihan
asam, selain menghasilkan rendemen yang kecil. Penggunaan bahan kimia juga
dapat menyebabkan pencemaran lingkungan. Sedangkan hidrolisis menggunakan
enzim (kompleks selulase maupun xilanase), walaupun masih jauh dari
penyelesaian karena laju hidrolisisnya rendah, tetapi lebih disukai karena lebih
ramah lingkungan. Selain itu hidrolisis enzimatis dapat dilakukan pada suhu ruang
3
dan tekanan rendah, yang artinya tidak memerlukan penggunaan energi, juga
produk yang dihasilkan lebih spesifik (Irawati, 2006).
Kendala yang dihadapi dalam hidrolisis serbuk TKKS dengan cara
enzimatik dan kimiawi menyebabkan rendahnya laju hidrolisis, salah satunya
adalah adanya kandungan lignin dalam serbuk TKKS tersebut. Oleh karena itu
perlu dilakukan penelitian mengenai perlakuan delignifikasi atau penghilangan
lignin dari serbuk TKKS sebelum perlakuan fermentasi untuk meningkatkan
kemampuan hidrolisis dari enzim. Penghilangan lignin dapat dilakukan secara
kimia maupun secara biologi. Cara biologi (biodelignifikasi) selain lebih murah,
juga ramah terhadap lingkungan, sering dilakukan dengan menggunakan jamur,
yaitu jamur pelapuk putih (white-rot fungi) yang mampu mendegradasi lignin
(Kirk dan Chang, 1990).
Fermentasi gula pereduksi menjadi etanol dilakukan dengan menggunakan
yeast yaitu Saccharomyces cerevisiae. Penggunaan yeast pada fermentasi etanol,
lebih disukai jika dibandingkan penggunaan bakteri. Hal ini disebabkan karena
yeast mempunyai sel yang lebih besar dan dinding sel yang lebih padat, sehingga
lebih mudah pada saat pemanenan dan daur ulang yeast. Selain itu yeast tidak
mudah terkontaminasi oleh bakteri maupun virus lain (Jeffries, 2000).
Proses hidrolisis TKKS perlu diawali dengan perlakuan pendahuluan yaitu
proses delignifikasi dengan menggunakan jamur pelapuk putih (JPP). JPP dari
kelas Basidiomycetes diketahui memiliki kemampuan dalam mendegradasi lignin.
Penetrasi hifa jamur pelapuk putih akan menghancurkan lignin dan membentuk
rongga berwarna keputihan, karena jamur tersebut memproduksi multi enzim
ekstra seluler (Kirk dan Chang 1990; Basuki, 1994). Pendekatan biokonversi
untuk memanfaatkan limbah TKKS diharapkan dapat memberikan nilai tambah
yang lebih tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses dan kondisi
pengolahan bahan lignoselulosa TKKS agar diperoleh produk glukosa yang
optimum untuk menghasilkan etanol.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai cara
optimalisasi hidrolisis serbuk TKKS menjadi glukosa secara kimiawi dan
enzimatis untuk menghasilkan etanol, sehingga dapat meningkatkan nilai ekonomi
limbah padat pengolahan CPO.
4
Tujuan Penelitian
Penelitian bertujuan untuk :
1. Mengetahui potensi pemanfaatan limbah padat TKKS menjadi glukosa yang
dapat digunakan untuk produksi etanol.
2. Untuk mengetahui proses dan kondisi optimum hidrolisis kimiawi dan
enzimatis TKKS menjadi glukosa.
3. Mengetahui kondisi fermentasi etanol menggunakan substrat glukosa hasil
hidrolisis TKKS.
Hipotesis
Dalam penelitian ini dirumuskan hipotesis :
1. Glukosa dapat dihasilkan dari hidrolisis TKKS baik secara kimia maupun
enzimatis.
2. Dapat dilakukan optimalisasi hidrolisis TKKS menjadi glukosa.
3. Glukosa hasil hirolisis TKKS dapat dijadikan sebagai sumber karbon untuk
fermentasi etanol
Manfaat
1. Penanganan limbah padat TKKS melalui proses biokonversi dapat
mengurangi pencemaran lingkungan
2. Memanfaatkan limbah padat TKKS yang melimpah menjadi glukosa dan
etanol yang lebih berguna serta mempunyai nilai tambah komersial yang
tinggi.
5
TINJAUAN PUSTAKA
Gambar 1 TKKS
Selulosa
Selulosa merupakan konstituen utama kayu sekitar 40-45% bahan kering
kayu baik pada kayu berdaun jarum maupun lebar. Di dalam dinding sel kayu,
selulosa berfungsi untuk memberikan kekuatan. Selulosa merupakan bahan kimia
organik yang memiliki berat molekul tinggi dan merupakan homopolimer rantai
panjang dengan monomer glukosa yang saling berikatan dengan ikatan β-1,4
glikosida (Janes, 1969). Struktur selulosa dapat dilihat pada Gambar 2.
Serat selulosa terdapat di dalam dinding sel tanaman dan material vegetatif
lainnya. Susunan dinding sel terdiri dari lamela tengah (M), dinding primer (P),
serta dinding sekunder yang terbentuk selama pertumbuhan dan pendewasaan sel
dan terdiri dari lamela transisi (S1), dinding sekunder utama (S2), dan dinding
sekunder bagian dalam (S3) (Gambar 3). Dibandingkan dengan dinding primer,
dinding sekunder lebih tebal dan mengandung mayoritas selulosa (Judoamidjojo
et al. 1989).
8
Hemiselulosa
Hemiselulosa adalah polisakarida yang berikatan dengan selulosa pada
bagian tanaman yang telah mengalami delignifikasi. Hemiselulosa terutama
terdapat pada bagian lamela tengah dari dinding sel tanaman (Gong dan Tsao,
1981).
Hemiselulosa merupakan heteropolimer bercabang dari glukosa, xylosa,
galaktosa, dan arabinosa (Cowling didalam Gaden et al. 1976). Rantai urutan
hemiselulosa hanya terdiri dari satu macam monomer (homopolimer), misalnya
9
xylan dan dapat juga dua atau lebih monomer, misalnya glukomanan (Fengel dan
Wegener, 1989). Struktur hemiselulosa dapat dilihat pada Gambar 4.
Lignin
Lignin merupakan fraksi non karbohidrat yang bersifat kompleks dan sulit
dikarakterisasi. Pada dasarnya lignin merupakan polimer aromatik heterogen
dengan sistem jaringan yang bercabang serta tidak memiliki bentuk yang tetap
(Mc Donald dan Franklin, 1969). Lignin tersusun dari molekul-molekul yang
memiliki bobot molekul yang tinggi dengan unit dasar fenilpropana yang
dihubungkan dengan ikatan-ikatan karbon (C-C) dan eter (C-O-C) yang relatif
stabil (Casey, 1980).
Polimer lignin tidak dapat dikonversi ke monomernya tanpa mengalami
perubahan pada bentuk dasarnya (Casey, 1980). Lignin yang melindungi selulosa,
bersifat tahan terhadap hidrolisa disebabkan oleh adanya ikatan arilalkil dan
ikatan eter. Pada suhu tinggi, lignin dapat mengalami perubahan struktur dengan
membentuk asam format, metanol, asam asetat, aseton, vormil dan lain-lain.
Sedangkan bagian lainnya mengalami kondensasi (Judoamidjojo, 1989).
10
Jamur pelapuk putih (white-rot fungi) adalah jamur yang beperan dalam
menguraikan bahan yang mengandung lignoselulosa. JPP secara cepat dan
ekstensif dapat menguraikan lignin dibandingkan dengan jamur pelapuk lunak
(soft-rot fungi), jamur pelapuk coklat (brown-rot fungi) (Bratasida, 1992; Singh &
Roymoulik, 1992). JPP termasuk dalam kelas basidiomycetes dan kelas ini
memiliki keragaman spesifik terbesar. Jamur ini umumnya mempunyai miselium
bersepta dan dikenal sebagai jamur yang membentuk tubuh buah yang besar dan
tinggi yang disebut basidiokarp. Pada basidiokarp ini terdapat kumpulan
basidiospora yang berbentuk gada (basidium). Miselium primer dihasilkan apabila
basidiospora berkecambah. Peleburan hifa primer akan menghasilkan miselium
sekunder. Miselium sekunder akan berkembang menjadi miselium tersier dan
membentuk basidiokarp (Suwanto et al. 1987).
JPP merupakan satu-satunya organisme yang mampu mendegradasi lignin
secara sempurna menjadi CO2 dan H2O (Buckley dan Dobson, 1998).
Keunikannya dalam kemampuan mendegradasi lignin sangat selektif sehingga
relatif tidak merusak serat selulosa (Srebotnik dan Messner, 1994). Walaupun
11
demikian beberapa jenis JPP ada juga yang dapat menguraikan selulosa dalam
jumlah banyak (Blanchette dan Burnes, 1988). Degradasi lignin dapat terjadi pada
daerah yang terbatas atau pada daerah yang luas. Degradasi lignin pada daerah
terbatas akan membentuk rongga, sedangkan pada daerah yang luas akan terjadi
perubahan warna putih dan kerapuhan (Fengel dan Wegener, 1989).
JPP dapat menyebabkan dekomposisi lignin, selulosa dan hemiselulosa
dengan memanfaatkannya sebagai sumber karbon kompleks atau sumber energi
(Setliff dan Eudy, 1980). Untuk memanfaatkan komponen tersebut, JPP harus
mengekresikan enzim-enzim yang dapat merombak hemiselulosa, selulosa dan
lignin menjadi unsur-unsur yang dapat diserap oleh dinding selnya. Kemampuan
JPP mendegradasi lignin dikarenakan produksi enzim ligninolitik. Enzim tersebut
antara lain lignin peroksidase, mangan peroksidase dan lakase (Buckley dan
Dobson, 1998; Hatakka, 1994; Kirk dan Chang, 1990). Mekanisme degradasi oleh
JPP dapat dibagi menjadi dua tahap yaitu tahap awal dan tahap lanjutan. Pada
tahap awal akan terjadi degradasi lignin oleh enzim yang dihasilkan JPP. Aktivitas
enzim ini akan menyebabkan kayu melunak dan pecah. Pada tahap lanjutan, JPP
menembus dan berkoloni di dalam sel-sel kayu, kemudian mengeluarkan enzim
yang berdifusi melalui lumen sel dan menyerang dinding sel (Sachs et al. 1990).
Penurunan berat dapat dijadikan parameter infeksi JPP pada suatu bahan.
Hal ini disebabkan lignin dan hemiselulosa terdegradasi oleh JPP menjadi suatu
polimer sederhana atau monomer. Degradasi akan menyebabkan penurunan kadar
lignin dan selulosa sehingga terjadi penurunan berat bahan secara langsung.
Semakin tinggi tingkat kerusakan oleh JPP maka penurunan berat akan semakin
besar. Selain penurunan dapat terjadi perubahan warna akibat degradasi pigmen
(zat ekstraktif) oleh jamur JPP mengakibatkan perubahan warna menjadi putih
(Warlinda, 2006).
Kemampuan ligninolitik beberapa jenis jamur terutama JPP digunakan
untuk mendegradasi lignin tanpa mengurangi kadar karbohidrat seperti pada
proses bio-pulping, bio-bleaching, dan pemanfaatan residu hutan serta komponen
lignoselulolitik lain sebagai pakan ternak. Di alam, JPP berperan sebagai
organisme saprofit yang berperan penting dalam siklus karbon (Boddy dan
Rayner, 1988).
12
Hidrolisis Lignoselulosa
Hidrolisis Kimiawi
Hidrolisis Enzimatik
Hidrolisis secara enzimatik dari selulosa adalah salah satu diantara proses-
proses biokonversi limbah yang sangat potensial. Akan tetapi, proses hidrolisis
tersebut dihambat oleh struktur kimianya sendiri dan adanya ikatan alami selulosa
dengan hemiselulosa dan lignin, sehingga rendemen gula yang diperoleh
umumnya rendah. Perlakuan pendahuluan untuk melemahkan ikatan ini
diperlukan dalam pemecahan masalah ini. Berbagai metode telah dicoba untuk
meningkatkan laju hidrolisis lignoselulosa (Enari, 1983).
Caminal et al. (1985) mempelajari hidrolisis enzimatik selulosa oleh
enzim selulase dengan perlakuan pendahuluan perendaman dalam asam sulfat
70% (w/v) dilanjutkan represipitasi dengan metanol. Bahan yang digunakan untuk
13
Trichoderma sp.
Fermentasi Alkohol
Jalur HDP
Glukosa 2 piruvat
Piruvat
2 NAD 2 NADH dekarboksilase CO2
etanol 2 asetaldehida
Alkohol dehidrogenase
asetaldehid
CH3-CO-KoA + NADH2 CH3CHO + KoA + NAD
dehidrogenase
Piruvat
CH3CO COO H CH3CHO + CO2
dekarboksilase
Alkohol
CH3CHO + NADH2 CH3CH2OH + NAD+
dehidrogenase
efek Pasteur. Fenomena ini disebabkan dalam keadaan anaerob khamir melakukan
fermentasi, dan jika dalam keadaan aerob khamir melakukan respirasi (Timotius,
1982).
Bahan dan peralatan yang digunakan dalam penelitian ini harus selalu
dalam keadaan steril. Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah
serbuk tandan kosong kelapa sawit yang diperoleh dari Perkebunan Kertajaya, PT.
Perkebunan Nusantara VIII, Banten Jawa Barat. Sedangkan inokulum yang
digunakan adalah Jamur Pelapuk Putih (JPP) Omphalina sp, Trichoderma sp,
bakteri selulolitik dan ragi Saccharomyces cerevisiae yang menjadi koleksi
Laboratorium Mikroba dan Bioproses, Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan
Indonesia. Bahan penunjang lain yang digunakan dalam penelitian ini seperti
potato desktrose agar (PDA), potato dekstrose broth (PDB), Media Hans dan
Media YMA.
Bahan kimia yang digunakan adalah H2SO4 pekat, NaOH, HCl pekat
sedang bahan kimia untuk analisis komponen kimiawi terdiri dari DNS (Dinitro
Salicylic acid), fenol, Na2 SO3, kalium Natrium Tartrat.
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi autoklaf, oven,
Refluks, penanggas, desikator, shaker inkubator, neraca halus, neraca kasar,
pompa vacum, ayakan 50 mesh, vortex, kromatografi gas, spektrofotometer UV-
VIS, pH-meter, erlenmeyer, gelas ukur, tabung reaksi, pipet, gelas piala, cawan
petri, jarum inkubasi, plastik tahan panas, kapas, lakmus, kertas saring, karet,
paralon dan lain-lain.
21
METODE KERJA
PEMBUATAN MEDIA
Media Hans dibuat dengan cara melarutkan : 0,5 gram K2HPO4, 0,5 gram
KH2 PO4, 1 gram (NH4)2 SO4, 0,1 gram Ca Cl2, 6 gram Na Cl, 0,1 gram yeast
ekstrak, 10 gram selulosa dan 20 gram agar ke dalam 1 L akuades lalu
disterilisasi, kemudian dituang ke dalam cawan petri yang sudah steril. Media
yang sudah dingin siap untuk ditanam inokulum (Rao, 1982).
Media YEDP dibuat dengan cara melarutkan 10 gram yeast ekstrak, 20 gram
pepton, 20 gram glukosa, 18 gram agar ke dalam 1 L akuades lalu disterilisasi,
kemudian dituang ke dalam cawan petri yang sudah steril. Media yang sudah
dingin siap untuk ditanam inokulum (Granot et al. 2003)
Media PDB dibuat dengan cara sebagai berikut. Kentang dikupas, dibersihkan,
dicacah dan ditimbang sebanyak 200 g, dicampur dengan 1 L air direbus hingga
mendidih. Setelah mendidih air rebusan kentang disaring dan dimasukkan ke
dalam erlenmeyer 1 liter dicampur dengan 20 g sukrosa teknis dan diaduk hingga
larut, kemudian dibagi ke dalam erlenmeyer 250 mL, lalu disteril, kemudian
didinginkan. Media yang sudah dingin siap untuk ditanam (Fassatiova, 1986)
Media Hans Cair dibuat dengan cara melarutkan komposisi bahan kimia media
Hans padat tanpa agar, lalu disterilisasi, kemudian didinginkan. Media cair yang
sudah dingin siap untuk ditanam (Rao, 1982).
Media YEDP Cair Dibuat dengan cara melarutkan komposisi bahan kimia
media YEDP padat tetapi tanpa agar, lalu disterilisasi, kemudian didinginkan.
Media yang sudah dingin siap untuk ditanam (Granot et al. 2003).
22
Sedang kultur bakteri selulolitik dari cawan petri (stok kultur) sebanyak 1
ose dipindahkan ke dalam erlenmeyer 100 mL yang berisi media Hans cair dan di
inkubasi pada suhu kamar selama 3 hari, sambil dikocok dengan kecepatan 120
rpm sebagai stok kerja untuk proses hidrolisis secara enzimatis (Rao, 1982).
Sedang pada isolat Saccharomyces cerevisiae, sebanyak 2 ose isolat per 75
ml media YEDP cair steril diinokulasi ke dalam botol jar di inkubasi pada suhu
kamar selama 3 hari, sambil dikocok dengan kecepatan 120 rpm sebagai stok
kerja untuk proses fermentasi (Granot et al. 2003).
PROSES DELIGNIFIKASI
Proses Delignifikasi oleh Jamur Pelapuk Putih Omphalina sp (Akhtar et al,
1997)
TKKS yang telah dicacah direndam air satu malam, lalu ditiriskan, kemudian
dimasukkan ke dalam plastik tahan panas masing-masing sebanyak 240 gram per
bungkus dan disterilisasi (tiga kali ulangan). Setelah dingin sebanyak 100 ml
inokulum JPP Omphalina sp dari medium PDB (stok kerja) diinokulasikan ke
dalam TKKS tersebut dan diinkubasikan selama 20 hari dalam suhu ruang (27OC)
sampai miselium JPP Isolat A-1 omphalina menyelimutinya, setelah itu
dikeringkan dalam oven suhu 60OC atau dijemur di bawah sinar matahari, setelah
kering digiling dengan alat pen mill, dengan kehalusan 40 mesh (Lampiran 2).
Sebelum dan sesudah delignifikasi dianalisis kadar air, lignin dan selulosa.
TKKS) dilakukan dengan Metode Dinitro Salisilic acid (DNS) (AOAC, 2005).
Hidrolisis dioptimalkan dengan menaikkan suhu 200 C menggunakan H2SO4 2N
dengan waktu hidrolisis 5; 7,5; 10; 12,5; dan 15 menit. Analisis kadar gula
pereduksi. Berdasarkan hasil analisis gula pereduksi ( % terhadap TKKS ),
hidrolisis optimum percobaan dilanjutkan dengan perbesaran skala 50 kali. Filtrat
yang dihasilkan digunakan sebagai substrat untuk proses fermentasi selanjutnya
(Xiang, 2003).
Sebelum proses fermentasi, filtrat hasil dari hidrolisis dibuat dalam kondisi
overliming terlebih dahulu yaitu dengan menambahkan Ca(OH)2 hingga pH 12,
dipanaskan dalam oven suhu 60o selama 20 jam, disaring, pH diturunkan kembali
menjadi 5,0, lalu disterilisasi (Millati et al. 2002). Proses fermentasi dilakukan
sebagai berikut 1000 ml filtrat ditambah 10% (v/v) inokulum cair Saccharomyces
cerevisiae dengan waktu inkubasi 120 jam. Tiap 24 jam contoh disampling,
kemudian dianalisis kadar gula pereduksi (metode DNS), pH (pH meter), etanol
(metode hidrometer) dan volume CO2.
ANALISIS
Analisis Bahan Baku dan Produk
Analisis Selulosa (TAPPI Method T203, Anom 1983)
Sebanyak 0,5 g serbuk TKKS dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 mL,
ditambahkan 6 mL NaOCl, 1 mL asam asetat 10% dan 30 mL akuades, kemudian
direfluks selama + 4 jam pada suhu 75 OC, dan setiap 2 jam ditambah 6 mL
NaOCl, 1 mL asam asetat dan 25 mL akuades. Setelah 4 jam diangkat, disaring,
divakum dan dicuci dengan akuades dingin dibilas dengan aseton dan eter
dikeringkan dalam oven selama 3 jam, didinginkan dan ditimbang hingga bobot
tetap.
Bobot awal − Bobot akhir
% Kadar selulosa = x 100%
Bobot awal
kedalam penangas air dengan suhu 70 + 2 0 C dan digoyang setiap 30 menit. Pada
menit ke 45, 90, dan 150, ditambahkan 1 ml larutan B dan erlenmeyer digoyang-
goyang setiap penambahan larutan B. Sesudah 4 jam erlenmeyer dimasukan ke
dalam penangas air es dan ditambahkan 15 ml akuades es. Seluruh isi erlenmeyer
disaring menggunakan cawan saring yang sudah diketahui berat kosongnya.
Untuk membersihkan seluruh isi erlenmeyer, dilakukan pencucian dengan 100 ml
larutan asam asetat 1%. Cawan saring dihisap dan dicuci dengan 2-5 ml aseton
yang dibiarkan menetes keluar karena beratnya, kemudian dihisap lagi selama 3
26
menit. Selanjutnya cawan saring beserta isinya dikeringkan dalam tanur pada suhu
100-105 0 C dan ditimbang sampai beratnya konstan.
berat holoselulosa
% kadar holoselulosa = x 100
berat serbuk bebas ekstraktif
refluks, divakum, dicuci dengan akuades panas sampai bebas asam, endapan
dikeringkan dalam oven selama 3 jam, kemudian ditimbang hingga bobot tetap.
Bobot refluks 4jam x Bobot refluks 8 jam
% Kadar lignin = x 100%
Bobot sebelum diekstrak x bobot hasil ekstrak
Analisis Kadar air (AOAC, 1984)
Kadar air ditentukan dengan cara menimbang 5 gram sampel lalu dikeringkan
dalam oven 105OC selama 2-3 jam, sampel yang telah kering kemudian
didinginkan dalam desikator selama satu jam dan ditimbang. Perlakuan ini
dilakukan secara berulang sehingga mendapatkan bobot tetap.
Bobot awal - Bobot akhir
% kadar air = x 100%
Bobot awal
Tempat Fermentasi
Berlangsung
Saluran
Sampling
Fermentor
Gambar 9. Rancangan fermentor Fermentor
Batch
Penampungan air
Proses Delignifikasi
Pada penelitian ini dilakukan proses delignifikasi TKKS menggunakan jamur
pelapuk putih Omphalina sp dengan konsentrasi inokulum + 2,5% (b/v). Pada proses
delignifikasi (penguraian lignin), komponen utama dinding sel yang terlibat adalah
selulosa, hemiselulosa dan lignin (Zabel dan Morrell, 1992) sedangkan kondisi
delignifikasi yang diinginkan adalah penurunan kandungan lignin setinggi-tingginya
dan selulosa serendah rendahnya (Kirk dan Chang, 1990).
Jamur pelapuk putih Omphalina sp yang digunakan untuk proses delignifikasi
ditumbuhkan pada 100 ml media PDB. Isolat dengan pertumbuhan yang baik
digunakan sebagai sumber inokulum. Isolat diinokulasikan ke serbuk TKKS dalam
wadah kantung plastik yang telah disterilkan, kemudian di inkubasi pada suhu kamar
selama + 3 minggu. Berdasarkan hasil pengamatan secara visual, pertumbuhan
miselium pada umur 7 hari baru tumbuh pada bagian atas TKKS dan pada umur 14
hari miselium tampak semakin melebar. Sedangkan setelah inkubasi 20 hari jumlah
pertumbuhannya telah memenuhi permukaan serbuk hingga bagian dalam (Gambar
14 ). Pertumbuhan miselium jamur paling banyak adalah pada bagian permukaan,
sedang bagian dalam lebih sedikit dibanding pada bagian permukaan. Kemungkinan
hal ini disebabkan pada bagian dalam tumpukan serbuk TKKS tidak terdapat cukup
udara untuk proses respirasi jamur.
49.07 47.18
50
40
% Kadar
30 25.53
22.74
16.33 17.78
20
10 3.56 4.83
0
Lignin Hemiselulosa Selulosa Kadar Air
karena struktur lignin yang kompleks dengan berat molekul yang besar, sehingga sulit
didegradasi oleh jamur (Hartoyo, 1989). Penelitian terdahulu (Away dan Goenadi,
1995) menunjukkan bahwa JPP dapat menurunkan kadar lignin TKKS secara drastis.
Rendahnya lignolisis hasil penelitian ini kemungkinan karena kemampuan lignolisis
enzim yang digunakan pada penelitian ini lebih rendah. Kemungkinan hal ini menjadi
salah satu penghambat proses lignolisis
Kadar Hemiselulosa
Dalam proses delignifikasi TKKS, kandungan hemiselulosa bahan ikut
terdegradasi (Gambar 15). Hasil hemiselulosa setelah inkubasi 20 hari (22,74%)
mengalami penurunan yang relatif besar dibanding hemiselulosa tanpa delignifikasi
(25,53%). Degradasi hemiselulosa yang lebih cepat diduga karena hemiselulosa
adalah komponen yang lebih sederhana dibandingkan dengan lignin. Menurut Zabel
dan Morell (1992), hemiselulosa adalah komponen dinding sel yang seringkali
didegradasi terlebih dulu oleh JPP, dimungkinkan karena memiliki rantai yang lebih
pendek dibanding selulosa, daya larut, dan lokasi yang terbuka di sekitar mikrofibril
selulosa.
Kadar Selulosa
Komponen kimia TKKS yang paling penting untuk pembuatan etanol adalah
selulosa. Semakin tinggi kandungan selulosa bahan, akan semakin baik untuk bahan
baku pembuatan etanol. Penggunaan jamur sebagai pendegradasi lignin untuk
delignifikasi diharapkan hanya mendegradasi lignin dan tidak secara simultan
mendegradasi selulosa, sehingga residu hasil degradasi dapat mengandung selulosa
setinggi mungkin dan lignin serendah mungkin. Berdasarkan Gambar 15 kadar
selulosa TKKS setelah delignifikasi 20 hari (49,07%) mengalami kenaikan
dibandingkan tanpa delinifikasi (47,18 %), kemungkinan disebabkan oleh
penurunan kadar komponen lain dari TKKS selain selulosa akibat degradasi oleh
kapang. Karena TKKS selain mengandung komponen dinding sel struktural (lignin,
hemiselulosa dan selulosa), juga mengandung zat ekstraktif dan sedikit abu. Zat
36
ekstraktif dalam kayu sekitar 3-10% dari bobot kering kayu. Menurut Rayner dan
Boddy (1989) zat ekstraktif terdiri dari lilin, lemak, asam lemak, alkohol, steroid,
komponen dengan kandungan karbon tinggi dan resin. Zat ekstraktif mungkin dapat
digunakan oleh kapang selama pertumbuhannya, sehingga persentasenya dalam
bahan yang mengalami degradasi diduga menurun. Jadi untuk satu gram contoh
TKKS hasil inkubasi memiliki persentase komponen dinding sel struktural lebih
tinggi dibandingkan dengan kontrol yang zat ekstraktifnya diduga masih tinggi.
Selain itu, penurunan salah satu komponen mengakibatkan perubahan pada kadar
komponen lain (lignin, hemiselulosa dan selulosa), karena penghitungan kadar
dilakukan berdasarkan basis persentase berat dengan menghitung kadar komponen.
Akibatnya, apabila salah satu komponen turun, komponen lain akan naik, begitu
pula sebaliknya. Komponen lignin dan hemiselulosa menurun setelah delignifikasi,
sedang komponen selulosa memperlihatkan kenaikan. Lignin dan hemiselulosa pada
penelitian ini mengalami penurunan yang relatif kecil, sehingga diharapkan selulosa
yang terdapat pada bagian dalam dinding sel belum terdegradasi. Hal ini didukung
oleh pendapat Zabel dan Morrell (1992), bahwa degradasi komponen oleh jamur
pelapuk putih dimulai dari hemiselulosa, lignin dan akhirnya selulosa.
Kadar Air
Kadar air merupakan parameter kunci untuk proses delignifikasi dan air
mampu mempengaruhi pertumbuhan kapang, substrat, aktivitas enzim, laju tansfer
massa oksigen dan karbon dioksida. Kandungan air dari substrat yang kecil akan
menghambat pertumbuhan miselium, mengurangi aktivitas enzim dan aksesibilitas
nutrien ( substrat ). Berdasarkan Gambar 15 kadar air TKKS setelah delignifikasi 20
hari ( 3,56 % ) mengalami penurunan dibandingkan tanpa delignifikasi ( 4,83 % ).
37
0,42
Kadar Gula Pereduksi (%) terhadap TKKS
0.45
0.4 [ HCl ]
0.35
0.1N
0.3
0.5N
0.25
1N
0.2
2N
0.15
1%
0.1
0.05
0
20 40 60 120 360
Waktu Hidrolisis (menit)
Gambar 16 Kadar gula pereduksi TKKS terdelignifikasi dengan variasi waktu dan
konsentrasi HCl
38
0.3
0,26 [ HCl ]
0
20 40 60 120 360
Waktu Hidrolisis (menit)
Gambar 17 Kadar gula pereduksi TKKS terdelignifikasi dengan variasi waktu dan
konsentrasi HCl.
1.2
1,01
1
Kadar Gula Pereduksi
[ H2SO4 ]
(% terhadap TKKS)
0.8 0.1N
0.5N
0.6 1N
2N
0.4 1%
0.2
0
20 40 60 120 240
0.5 0,47
0.45 [ H2SO4 ]
Gambar 19 Kadar gula pereduksi TKKS Tanpa delignifikasi dengan variasi waktu
dan konsentrasi H2SO4
Hasil optimum hirolisis kimiawi TKKS terdelignifikasi dan tanpa delignifikasi dapat
dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Hasil Optimum Hidrolisis Kimiawi TKKS
Hasil Hidrolisis Kimia TKKS Pada Kondisi Optimum dengan H2SO4 2N suhu
200OC
Optimasi waktu hidrolisis dengan H2SO4 2N menghasilkan kadar gula
pereduksi tertinggi pada hidrolisis selama 10 menit, dengan nilai konversi selulosa
sebesar 30,86 persen. Berdasarkan hasil tersebut hidrolisis dilanjutkan dengan
memperbesar volume hidrolisis hingga lima puluh kalinya agar diperoleh filtrat
dalam jumlah yang lebih banyak, filtrat tersebut digunakan sebagai substrat untuk
fermentasi etanol, karena glukosa adalah sumber energi utama bagi S. cerevisiae
41
35 120
30 100
pH
60
15
40
10
1.07
5 20
0 0
0 1 2 3 4 5
waktu inkubasi (hari)
Gambar 21 Penurunan kadar gula pereduksi , pH, kenaikan volume gas CO2 dan
produksi etanol oleh S. cerevisiae
0,33
Gambar 22 Penurunan kadar gula pereduksi, pH, kenaikan gas CO2 dan produksi
etanol oleh isolat Trichoderma sp dan S. cerevisiae secara simultan
Hasil analisis secara simultan menggunakan isolat Trichoderma sp dan
Saccharomyces cerevisiae pada Gambar 23 memperlihatkan penurunan kadar gula
pereduksi selama fermentasi. Sementara produksi etanol mencapai maksimum ( 0,33
% ) pada 72 jam, pH menurun terus hingga 5 hari (5,7-5.0). Jumlah gas CO2 yang
terbentuk optimum pada hasi ke-4, hal tersebut kemungkinan gula pereduksi yang
optimum di hari ketiga dijadikan substrat untuk pertumbuhan S. cerevisiae.
44
0,27
Gambar 23 Penurunan kadar gula pereduksi, pH, kenaikan gas CO2 dan produksi
etanol oleh isolat bakteri selulolitik dan S.cerevisiae
Proses enzimatis secara simultan menggunakan isolat bakteri selulolitik dan
S. cerevisiae (Gambar 23) memperlihatkan bahwa kadar gula pereduksi menurun
selama fermentasi, sementara produksi etanol mencapai maksimum (0,27 %) pada 72
jam, pH menurun terus hingga 5 hari.
Hidrolisis dan fermentasi dapat dilangsungkan secara simultan. Selama
hidrolisis glukosa dapat langsung dikonversi menjadi etanol sehingga mengurangi
akumulasi selobiosa dan glukosa dan akibatnya mempercepat hidrolisis selulosa
menjadi glukosa (Wright et al. 1988)
45
Metode Terpisah
0,27
Gambar 24 Penurunan kadar gula pereduksi pH, kenaikan gas CO2 dan produksi
etanol oleh Trichoderma dan S.cerevisiae secara terpisah
Hasil analisis proses enzimatis secara terpisah oleh isolat Trichoderma sp.
dan Sascharomyces cerevisiae (Gambar 24) tersebut memperlihatkan bahwa kadar
gula pereduksi setelah ditambah isolat Trichoderma dengan waktu inkubasi awal (48
jam) meningkat. Hal ini mungkin terjadi karena pada 48 jam pertama proses utama
adalah pembentukan gula pereduksi. Setelah ditambahkan S. cerevisiae dan waktu
inkubasi dilanjutkan hingga 144 jam menurun, sementara produksi etanol maksimum
0,27 % pada 120 jam, pH menurun hingga hari ke 4 dan pada hari ke 5 dan ke 6 tetap
( 4,22 ). Jumlah gas CO2 terbentuk optimum pada hari ke-5.
46
3 5.45
2.5 5.40
pH
1.5
5.25
1
5.20
0.5 0,20 5.15
0 5.10
0 1 2 3 4 5 6
Gambar 25 Penurunan kadar gula pereduksi pH, kenaikan gas CO2 dan produksi
etanol oleh isolat bakteri selulolitik S.cerevisiae secara terpisah
Gambar 26 Tahapan hidrolisis selulosa oleh enzim dan sistem sakarifikasi dan
fermentasi sinambung/simultan selulosa menjadi etanol (Koesnandar,
2001).
Terpisah
- Trichoderma sp + S. cerevisiae 0,27
- Bakteri selulolitik + S. cerevisiae 0,20
Berdasarkan data dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa metode
fermentasi secara simultan lebih baik dibanding secara terpisah. Isolat Trichoderma
sp menghasilkan kadar etanol yang lebih tinggi dibandingkan dengan isolat bakteri
selulolitik asal rayap. Hal ini mungkin disebabkan metabolisme jamur Trichoderma
48
Perbandingan hasil analisis dengan cara kimia dan enzimatis dapat dilihat
pada Tabel 4.
KIMIA
ENZIMATIS
( H2SO4 2N, 10 menit )
SIMULTAN TERPISAH
Gula
Etanol
Pereduksi Gula Gula
(%) Etanol Etanol
(%) Pereduksi Pereduksi
(%) (%)
g/L g/L
Simpulan
1. Proses delignifikasi menggunakan Omphalina sp menghasilkan penurunan lignin
( 17,78% ) menjadi ( 16,33% ) penurunan hemiselulosa ( 25,53% menjadi 22,74
% ) dan peningkatan selulosa ( 47,18 % menjadi 47,18 % ).
2. Hidrolisis kimiawi maksimum diperoleh pada penggunaan H2SO4 2N, 10 menit,
200 oC. Hasil hidrolisis pada kondisi ini menghasilkan gula perduksi ( 30,86% )
yang setelah difermentasi menghasilan etanol sebesar 1,82 %.
3. Hidrolisis enzimatis maksimum diperoleh pada penggunaan Trichoderma sp dan
S. cerevisiae secara simultan. Hasil hidrolisis pada kondisi ini menghasilkan gula
pereduksi 1,46 g/L dan etanol 0,33%.
Saran
Perlu penelitian dengan skala lebih besar untuk mengkaji kelayakan sistem
produksi etanol dengan hidrolisis secara kimiawi pada kondisi optimal hasil dari
penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Abasseed AE, Lee YY. 1991. Effect of transient heat transfer and on particle size
acid hydrolisis of hardwood cellulose. Bioresource Tech. 35 : 15-21.
[Anonim]. 1984. Annual Book of ASTM Standards. D-1102 s.d 1110 Standard
Method of Wood Chemistry. Philladelphia. USA.
Away, Y dan D.H. Goenadi. 1995. Isolasi dan seleksi fungsi pelapuk putih dari
tandan kosong kelapa sawit. Menara Perkebunan. 63 (3) : 88 – 101.
Blanchette RA, Burner TA. 1988. Selection of White Rot Fungi for Biopulping,
Biomass 15 : 93-101.
Boddy L, Rayner ADM. 1988. Fungal Decomposition of Wood. Its Biology and
Ecology, New York. John Willey and Sons.
Bruce, Palfreyman 1998. Forest Products Biotechnology. Taylor and Francis Ltd.
London.
Casey JP. 1980. Pulp and Paper Chemistry and Chemical Technology. Third
Edition , Vol. I. John Wiley and Sons, New York.
Campbell IM. 1983. Biomass, Catalysts and Liquid Fuels Technomic Publishing
Co. Inc. Pensylavia.
Eaton RA dan Hale MDC. 1993. Wood : Decay, Pets and Protection Chapman
and Hall. London.
52
Enari TM. 1983. Microbial Cellulase. Dalam W.M. Fogarty (Edt), Microbial
Enzymes and Biotecnology. Appl. Sci. New York.
Gaden EL, Mandels MH, Reese ET, Spano LA (ed). 1976. Enzymatic conversion
of Cellulosic material. Technology and Application. Biotech Bioeng,
Symp. 6. John Wiley, Interscience, New York.
Gong CS, Tsao GT. 1981. Cellulase and biosynthesis regulation. Didalam
Perlman, D. (ed). Annual Report on Fermentation Process. Academic
Press, New York.
Goering, HK, Van Soest PJ. 1970. Forage Fiber Analysis. U.S. Departemen
Agriculture, Agrie, Handb. 379: 1-19
Hartoyo. 1989. Pengetahuan Dasar Kayu sebagai Sumber Serat. Makalah Seminar
Alih Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Industri Pulp Kertas dan Papan
Serat, Bogor. Oktober, 1989.
Hatakka A. 1994. Lignin Modifying enzyme from selected white rot fungi :
production and role in lignin degoradation FEMS Microbial RW, 13 :
125-135.
Hoitink HA, Keener HM. 1993. Science and Engineering of Compositing Design,
Environment, Microbiological and Utilization Aspect. The Statement
University, Columbus, P. 24-36
.
53
Irawati D. 2006. Pemanfaatan Serbuk Kayu untuk produksi etanol, Tesis. FMIPA
Institut Pertanian Bogor. Bogor
Janes RL. 1969. Chemistry of Wood Fiber. Di dalam Mc. Donald (ed). Pulp and
Paper Manufacture. Vol I. Mc Graw Hill Book Co., New York.
Kirk TK, Chang HM. 1990. Biotechnology in Pulp and Paper Manufacture.
Butter Worth-Hernemann, USA. 232-235.
Mc. Donald. RG, Franklin JN. 1969. Pulp and Paper Manufacture. Vol. I : Tech.
Pulping Wood. Mc Graw Hill Book Company, New York.
Millati R, Niklasson C, Taherzadeh MJ. 2002. Effect of pH, time and temperature
of overliming on detoxification of dilute acid hydrolyzates for
mentation by Saccharomyces cerevisiae J. Proses Biochemistry
38: 515-522.
Nishida T.Kashino Y. Mimura A. Dan Takahara Y. 1988. Mokuzai Gakkaishi vol
34(6): 15-18.
54
Papaviizas GC. 1985. Trichoderma and Gliocladium : ecology and potential for
biocontrol, Ann.Rev. Phytapathology, 23 : 3-54.
Peni SP. 1995. Tandan Sawit untuk kertas kraft. Trubus. 311 : 52-54
Prihandana R, et al. 2007. Bioetanol Ubi Kayu Bahan Bakar Masa Depan. Agro
Media Pustaka. Jakarta
Schafer A et al. 1996 Hemicellulose degradating bacteria and yeast form the
termite gut. J.Appl Bacteriol 80 : 471-478
Setliff EC, Eudy WW 1980. Screening white rot fungi for their capacity delignity
wood. dalam : Krik TK., Higuicy, I., dan Ching, H., : Lignin
biodegrodation : microbiology, Chemistry and Potential. App. Vol. I.
CRC. Press.
55
Singh SP, Roymoulik 1992. Role of Biotechnology in the Pulp and Paper
Industry..A. Review. Part 1 : Biopulping J. IPPTA. 4 (4) : 53-56.
Tsao GT, Ladisch M, Ladisch C, Hsu TA, Dale B, Chou T. 1978. Fermentation
substrat from cellulosic material. Di dalam Perlman, D. dan G.T. Tsao
(ed). Annual Report on Fermentation Process. Vol 2. Academic Press,
New York.
Warlinda Y. 2006. Optimasi produksi enzim ligninolitik oleh jamur pelapuk putih
(JPP) Isolat A-1 dengan substrat tandan kosong kelapa sawit (TKKS),
Skripsi. FMIPA. Universitas Pakuan, Bogor.
Zabel RA, Morell JJ. 1992. Wood Microbiology : Decay and Its Prevention
Academic Press, Inc, California.
Lampiran 1. Diagram Alir Penelitian
Hasil Fermentasi
Tiap 24 jam diukur gula
pereduksi, etanol, pH dan CO2
Tiap 24 jam diukur gula pereduksi,
etanol, pH dan CO2
57