Professional Documents
Culture Documents
php/jie
Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam, 6(02), 2020, 116-128
Konsep Etika Bisnis Islami dalam Kitab Sahih Bukhari dan Muslim
A. DarussalamTajang1, Andi Zulfikar Darussalam , A. Syathir Sofyan2 , Trimulato3
1,2
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam UIN Alauddin Makassar
3
Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Alauddin Makassar
*Email korenpondensi: a.zulfikar@uin-alauddin.ac.id / andizulfikar945@gmail.com
Abstract
This article verifies that hadith of Prophet Muhammad SAW. do not limit someone’s wealth amount (results)
from a business activity, but limit how method (process) to acquire (result) of a business activity. It indicates
that in business activity, hadis of Prophet Muhammad SAW. put more emphasis in importance of process
(business ethics) compared to result, in order that there is none who would do evil deed or there is none who
would suffers evil deed. This article shows that process of a business activity shall be based on business ethics.
Business ethics are gathered from guideline from the Prophet Muhammad SAW. emphasized on two important
things; firstly, conducting business activity with reasonable business behavior, secondly, avoiding disgraced
business behavior. The business ethics have been practiced by Prophet Muhammad SAW. in conducting
business activities before his appointment as Prophet. The main source of this study is texts (the Prophet’s
utterance) that contained in (hadis books) Sahih al-Bukhari and Sahih Muslim. Beside of that, in order to make
more deeper comprehension on those texts, supporting sources are used such as syarah al-hadith book and fiqh
books. In order to read those texts are taken thematically (maudu’iy) and also to be enriched by theories and
methodologies from other disciplines such as history.
Saran sitasi: Darussalam, A. Z., Tanjang, A. D., Sofyan, A. S., & Trimulato (2020). Konsep Etika
Bisnis Islami dalam Kitab Sahih Bukhari dan Muslim. Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam, 6(02), 116-128.
doi: http://dx.doi.org/10.29040/jiei.v6i2.1085
DOI: http://dx.doi.org/10.29040/jiei.v6i2.1085
ٍ َر ُسو َل ا ِ َصﲆ ا ُ َلَ ْي ِه َو َس َﲅ قَا َل َﻻ يُ َتلَقى الر ْك َب ُان ِل َب ْيع upah, yang kedudukannya dapat dianggap sebagai
penasehat atau penolong, tidaklah termasuk dalam
ٌ ِ َ َو َﻻ ي َ ِب ْع ب َ ْعضُ ُ ْﲂ َ َﲆ ب َ ْيع ِ ب َ ْع ٍض َو َﻻ تَنَا َج ُشوا َو َﻻ ي َ ِب ْع
اﴐ larangan tersebut.
ِل َبا ٍد َو َﻻ ت َُﴫوا ْاﻻ ِب َل َوالْغَﲌَ َ فَ َم ْن ابْتَا َعهَا ب َ ْعدَ َذ ِ َ فَه َُو Berdasarkan penjelasan di atas dapat dinyatakan
bahwa makelar atau agen yang dilarang adalah agen
ِ َﲞ ْ ِﲑ الن َظ َرْ ِن ب َ ْعدَ ْن َ ْﳛلُﳢَ َا فَا ْن َر ِضﳱَ َا ْم َسكَهَا َوا ْن atau makelar yang mendapatkan keuntungan yang
berlipat, yaitu mendapat upah dari orang yang
(Al-Bukhari, 1897; Al-ﲯ َطهَا َردهَا َو َصا ًا ِم ْن ت َ ْم ٍر َِ menjadikannya sebagai penghubung dan
Naisabury, 1993) mendapatkan keuntungan dari menaikkan harga di
atas standar yang ditetapkan pemilik barang.
Nabi SAW bersabda: "Janganlah mencegat pedagang 3.2.3. Penjualan dengan Cara Mulamasah
untuk memborong barang-barangnya (sebelum Bunyi hadis:
sampai ke pasar); jangan membeli barang yang
sedang dibeli orang lain; jangan menipu; orang kota
ن َر ُسو َل ا ِ َصﲆ ا ُ َلَ ْي ِه َو َس َﲅ ﳖَ َ ى َع ْن الْ ُم َﻼ َم َس ِة
hendaknya tidak memborong dagangan orang dusun (Al-Bukhari, 1897) َوالْ ُمنَاب َ َذ ِة
(dengan maksud monopoli dan menaikkan harga);
jangan menahan susu unta atau kambing yang akan
Rasulullah SAW melarang jual beli Mulamasah
dijual supaya kelihatan susunya banyak. Jika dia
(yaitu: jual beli dengan sistem menyentuh pakaian
membeli dan memerahnya setelah membeli, maka dia
tanpa melihatnya) dan Munabadzah.
boleh memilih dari dua keadaan, jika ia suka, maka
dia boleh ditahannya namun jika tidak suka dia boleh
Penjualan dengan cara mulamasah adalah
mengembalikannya dengan satu sha' kurma
penjualan dengan cara sentuhan. Penjualan seperti ini
(pengganti susu dan perahannya)."
termasuk salah satu jenis bentuk transaksi yang sering
dilakukan masyarakat Arab Jahiliah. Adapun bentuk
Penjualan dengan cara hadir libad adalah
penjualan mulamasah adalah, ketika kedua belah
penjualan atau transaksi perdagangan yang
pihak, baik penjual maupun pembeli sedang
melibatkan pihak ketiga yang berfungsi sebagai
melakukan tawar menawar terhadap suatu komoditi
penghubung. Misalnya, seorang yang tinggal di kota
atau barang, kemudian calon pembeli menyentuh
menjadi agen (sebagai penghubung) bagi orang yang
barang tersebut, baik dia menyentuhnya dengan
tinggal di desa, dimana orang desa tersebut
sengaja maupun tidak sengaja, maka dia harus
mempercayakan penjualan barang-barangnya kepada
membeli barang tersebut, apakah pemilik barang
orang yang tinggal di kota.
tersebut rela untuk menjualnya atau tidak (Ya’qub,
Menurut kebiasaan yang berlaku pada
1984).
masyarakat Arab pada waktu itu adalah orang yang
Penjualan dengan cara mulamasah dapat
bertindak sebagai penghubung mendapat keuntungan
dilakukan dalam bentuk yang lain, sebagaimana yang
dari kedua pihak, yaitu mendapat keuntungan dari
dinyatakan oleh Ibnu Qudamah (w. 620 H), misalnya,
pihak penjual (orang yang tinggal di desa) dan
seorang penjual berkata kepada calon pembeli, “Jika
Penjualan dengan cara munabadzah merupakan Bentuk penjualan semacam ini sangat umum di
suatu bentuk transaksi jual beli yang dikenal bangsa negara Arab pada waktu itu. Imam Ahmad Ibn ‘Ali
Arab pada zaman jahiliah, Adapun yang dimaksud Ibn Hajar Abu al-Fadhl al-'Asqalani (w. 852 H)
dengan penjualan dengan cara munabadzah adalah menjelaskan bahwa orang Arab pada zaman jahiliah
seorang penjual berkata kepada calon pembeli," Jika mempunyai kebiasaan memperjualbelikan daging
saya melemparkan suatu barang kepada anda, maka sampai kepada habal al-habalah. Selanjutnya Ibn
transaksi jual beli harus berlangsung diantara kita” Hajar al-'Asqalani menyatakan bahwa yang dimaksud
(Al-Nawawi, 1924). penjualan habal al-habalah adalah menjual anak
Penjualan dengan cara munabadzah dapat juga unta dari unta yang masih berada dalam kandungan
dilakukan dengan cara lain, misalnya, pada saat (Al-Asqalani, t.th). Hal ini menunjukkan bahwa
penjual dan calon pembeli melakukan tawar menawar habal al-habalah adalah cucu dari unta yang sedang
terhadap suatu komoditi, kemudian penjual mengandung. Cara penjualan seperti mengandung
melemparkan komoditi tersebut kepada calon unsur ketidakpastian atau gharar. Oleh karena itu
pembeli, maka calon pembeli tersebut harus membeli dapat dipahami kalau transaksi seperti ini dilarang
barang yang dilemparkan kepadanya itu, dan dia oleh Rasulullah karena mengandung unsur perkiraan
tidak mempunyai pilihan lain kecuali menerima dan spekulasi.
transaksi jual beli tersebut. 3.2.6. Penjualan dengan Cara Hashah
Bentuk lain dari penjualan dengan cara Bunyi hadis:
munabadzah adalah seorang penjual berkata kepada ِﰊ ه َُرْ َر َة قَا َل ﳖَ َ ى َر ُسو ُل ا ِ َصﲆ الهم َل َ ْي ِه َو َس َﲅ َع ْن
calon pembeli, jika saya melemparkan suatu barang
kepada anda, maka itu berarti saya menjual barang (Al-Naisabury, 1993) ح َصاة َ ْب َ ْيع ِ الْغ ََر ِر َو َع ْن ب َ ْيع ِ ال
tersebut dengan harga sekian, penjualan tersebut
menjadi sah, meskipun orang tersebut tidak Abu Hurairah berata, Rasulullah SAW melarang jual
memegang atau melihat barang tersebut. Penjualan beli gharar dan jual beli al-hashah.
seperti ini terdapat penipuan atau kecurangan di
dalam pelaksanaannya, sehingga Rasulullah SAW. Penjualan dengan cara hashah adalah salah satu
melarang penjualan dengan cara munabadzah. bentuk transaksi jual beli yang dilakukan bangsa
Semua bentuk penjualan dengan cara Arab pada masa jahiliah. Adapun bentuk penjualan
munabadzah tersebut merupakan bentuk pemaksaan seperti ini adalah penjual dan pembeli bersepakat atas
terhadap orang lain (calon pembeli). Di samping itu jual beli terhadap suatu komoditi atau barang tertentu
penjualan dengan cara tersebut merupakan perbuatan dengan harga tertentu pula. Transaksi jual beli
zalim dimana calon pembeli dipaksa untuk dilakukan dengan cara lemparan batu kecil (hashah)
Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam, ISSN: 2477-6157 ; E-ISSN 2579-6534
Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam, 6(02), 2020, 124
yang dilakukan salah satu pihak kepada pihak lain 3.2.8. Penjualan dengan Cara Muhaqalah
atau sebaliknya. Lemparan batu kecil inilah yang Bunyi hadis:
dijadikan pedoman atas berlangsungnya transaksi ﷲ َع ْن ُه ن ُه قَا َل ﳖَ َ ى َر ُس ْو ُل
ُ ﴇ َ ِ َع ْن َ ِس ْ ِن َما ِ ٍ َر
tersebut.
Komoditi yang terkena lemparan hashah (batu (Al-Naisabury, ِ َ َن الْ ُم َ اق ِ ﷲ َلَ ْي ِه َو َس َﲅ َع
ُ ﷲ َصﲆِ
kecil) mengharuskan pemiliknya untuk melakukan 1993)
transaksi. Penjualan dengan cara hashah seperti ini dari Anas bin Malik RA ia berkata: Rasulullah saw
sebenarnya termasuk dalam katagori penjualan melarang jual beli muhaqalah (yaitu; jual beli buah
dengan cara gharar karena adanya unsur kesamaran yang masih di atas pohonnya).
di dalamnya. Cara seperti ini juga diharamkan oleh
Rasulullah SAW karena sama buruknya dengan Sistem muhaqalah ini dilakukan dengan cara
penjualan secara munabadzah dan mulamasah yang menjual padi yang belum jelas baiknya (belum
telah dibicarakan sebelumnya. masak) dan masih berada di pohon serta belum
3.2.7. Penjualan dengan Cara Muzabanah dipanen kemudian dijual untuk memperoleh makanan
Bunyi hadis: (beras) dengan takaran tertentu. Rasulullah SAW.
melarang cara penjualan seperti ini. Dalam hal ini
َع ْن َ ِفع ٍ َع ْن َع ْب ِد ا ِ قَا َل ن الن ِﱯ َصﲆ الهم َلَ ْي ِه َو َس َﲅ dapat dinyatakan bahwa semua bentuk-bentuk
ﳖَ َ ى َع ِن الْ ُم َزابَنَ ِة ْن ي َ ِ َع ثَ َم َر َ ائِ ِط ِه ا ْن َﰷن َْت َ ْﳔ ًﻼ ِب َت ْم ٍر transaksi muhaqalah, didasari oleh spekulasi atau
perkiraan dalam proses jual belinya dan kemudian
َك ْي ًﻼ َوا ْن َﰷ َن كَ ْر ًما ْن ي َ ِ َع ُه ِ َ ِزب ٍب كَ ْي ًﻼ َوا ْن َﰷ َن َز ْر ًا hanya menguntungkan satu pihak. Oleh karena itu
Al-Bukhari, ) ﳇّ ِه ِ ُ َ ِ ْن ي َ ِ َع ُه ِ َك ْ ِل َط َعا ٍم ﳖَ َ ى َع ْن َذ dapat dimaklumi kalau hal seperti itu dilarang oleh
Rasulullah SAW. Di samping itu, penawaran seperti
(1897
itu tidak akan bebas dari pertikaian dan perselisihan
yang akan membawa kemudaratan dalam ekonomi
dari Abdullah dia berkata; Rasulullah SAW melarang
dan sosial.
jual beli Muzabanah yaitu seseorang menjual hasil
3.2.9. Transaksi Tadlis
kebunnya. Kalau kurma, maka dibayar dengan kurma
Bunyi hadis:
kering dengan takaran yang sama, kalau anggur,
maka dibayar dengan anggur kering dengan takaran ن َر ُسو َل ا ِ َصﲆ الهم َلَ ْي ِه َو َس َﲅ َمر َ َﲆ ُص ْ َﱪ ِة َط َعا ٍم
yang sama, kalau tanaman (gandum), maka dijualnya
dengan pembayaran makanan dengan takaran yang
َ فَ ْد َ َل ي َ َد ُه ِفﳱَا فَ َالَ ْت َصا ِب ُع ُه بَلَ ًﻼ فَقَا َل َما ه ََذا
sama, beliau melarang semua itu. َصا ِح َب الط َعا ِم قَا َل َصاب َ ْت ُه الس َما ُء َ َر ُسو َل ا ِ قَا َل
Bentuk penjualan dimana buah masih berada di
فَ َﻼ َج َعلْ َت ُه فَ ْو َق الط َعا ِم َ ْﰾ َ َرا ُه الن ُاس َم ْن غَش فَلَ ْ َس
pohon telah ditaksir dan dijual dan hal itu sebagai alat (Al-Naisabury, 1993).ِم ّا
penukar untuk memperoleh kurma dan anggur kering.
Rasulullah SAW pernah melewati setumpuk
Sederhananya menjual buah segar untuk memperoleh
makanan, lalu beliau memasukkan tangannya ke
buah yang kering. Nabil melarangnya karena didasari
dalamnya, kemudian tangan beliau menyentuh
atas perkiraan semata dan dapat merugikan satu pihak
sesuatu yang basah, maka pun beliau bertanya, “Apa
jika perkiraannya ternyata keliru.
ini wahai pemilik makanan?” Sang pemiliknya
Jabir meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW.
menjawab, “Makanan tersebut terkena air hujan
melarang penjualan dengan cara muzabanah. Dalam
wahai Rasulullah.” Beliau bersabda, “Mengapa
hal ini dapat dinyatakan bahwa semua bentuk-bentuk
kamu tidak meletakkannya di bagian makanan agar
transaksi muzabanah, didasari oleh spekulasi atau
manusia dapat melihatnya? Ketahuilah, barangsiapa
perkiraan dalam proses jual belinya dan kemudian
menipu maka dia bukan dari golongan kami.
hanya menguntungkan satu pihak. Oleh karena itu
dapat dimaklumi kalau hal seperti itu dilarang oleh Transaksi tadlis adalah transaksi penipuan. Jika
Rasulullah SAW. Di samping itu, penawaran seperti pada transaksi gharar masing-masing pihak belum
itu tidak akan bebas dari pertikaian dan perselisihan atau tidak tahu kualifikasi dari barang. Adapun pada
yang akan membawa kemudaratan dalam ekonomi transaksi tadlis, ada salah satu pihak yang tidak
dan sosial. mengetahuinya.
Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam, ISSN: 2477-6157 ; E-ISSN 2579-6534
Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam, 6(02), 2020, 125
Kondisi ideal dalam pasar dapat tercapai Cara seperti ini dilakukan untuk
apabila penjual dan pembeli mempunyai informasi menyembunyikan gandum dan barang-barang lainnya
yang sama tentang barang yang akan untuk menaikkan harga dengan sengaja. Penjualan ini
diperjualbelikan. pernah dilakukan oleh pedagang-pedagang di
3.2.10. Transaksi Najasyi Madinah untuk menaikkan harga barang-barang
Bunyi hadis: keperluan sehari-hari untuk memperoleh keuntungan
َع ِن ا ْ ِن ُ َﲻ َر َر ِﴈ الهم َعﳯْ م َما قَا َل ﳖَ َ ى الن ِﱯ َصﲆ الهم yang besar.
Rasulullah SAW juga melarang
(Al-Bukhari, 1897)ج ِش ْ َلَ ْي ِه َو َس َﲅ َع ِن الن menyembunyikan takaran gandum dan beliau
Ibnu Umar RA berkata: Rasulullah SAW melarang menjelaskan bahwa orang yang menyembunyikan
berjualan dengan najasyi (memuji barang dagangan takaran gandum termasuk orang yang berkelakuan
secara berlebihan). buruk karena merasa sedih dengan harga yang rendah
Perbuatan najasyi dilakukan oleh seseorang dan merasa senang dengan harga yang tinggi.
untuk melariskan barang dagangannya dengan jalan Rasulullah SAW tidak pernah memperbolehkan
memuji-muji barangnya secara berlebihan yang individu atau kelompok tertentu berlaku sebagai
disertai sumpah palsu, demi untuk menarik perhatian pengontrol tunggal terhadap apapun yang dianggap
konsumen agar membeli barang dagangannya. Bisa bermanfaat bagi masyarakat. Penjualan dengan cara
juga dilakukan dengan menyuruh orang lain memuji al-hadir al-libad dan talaqqi jalab dilarang oleh
barangnya atau bersekongkol dengan temannya agar Rasulullah SAW dengan alasan yang sama yaitu
pura-pura menawar dengan harga tinggi guna karena keduanya berbahaya bagi kemaslahatan umat.
mempengaruhi orang lain untuk membeli. Orang Ahmad Musthafa Afifi berpendapat bahwa negara
yang menawar dengan harga tinggi tersebut tidak mempunyai hak melarang untuk berlanjutnya sistem
bermaksud untuk membeli barang yang ditawarnya monopoli yang dianggap merugikan masyarakat
tersebut. Ia hanya ingin menipu orang lain yang (Afifi, t.th).
benar-benar ingin membeli. Perbuatan seperti ini 3.2.12. Mengurangi Takaran
dilarang oleh Rasulullah SAW dengan menyatakan Bunyi hadis:
tidak dibenarkan untuk menawar barang dagangan ليه وسﲅ لَما قَ ِد َم الن ِﱮ صﲆ ﷲ: عن ن عباس قال
dengan maksud agar orang lain menawar dengan
harga lebih tinggi.” َعز َو َ ل ُ الْ َم ِدينَ َة َﰷنُوا ِم ْن ْخ َ ِث الن ِاس َك ْي ًﻼ فَ ْ َز َل ا
Seseorang yang menawar barang dagangan (Al-◌ َ ِ َ)ويْ ٌل ِلْ ُم َط ِفّ ِف َﲔ( فَ ْح َس ُنوا ْال َك ْ َل ب َ ْعدَ َذ
dengan maksud agar orang lain menawar dengan
Bukhari, 1897)
harga yang lebih tinggi merupakan suatu tindakan
yang tercela. Tindakan seperti itu merupakan
dari Ibnu Abbas RA beliau berkata: tatkala Nabi
tindakan penipuan batil yang sama sekali tidak
SAW datang di kota Madinah (saat itu penduduk
dibenarkan dalam agama. Rasulullah SAW sangat
Madinah adalah orang-orang yang paling buruk
mencela penipuan seperti ini dengan menyatakan
atau curang dalam timbangan atau takaran).
bahwa orang yang suka menipu tempatnya di neraka,
Kemudian Allah Azza wa Jalla menurunkan ayat,
barang siapa yang melakukan perbuatan yang tidak
"Celakalah orang yang curang." Kemudian setelah
sesuai dengan apa yang aku perintahkan, maka amal
turun peringatan ini mereka memperbaiki muamalah
tersebut pasti ditolak” (Al-Bukhari, 1897).
di dalam takaran.
3.2.11. Menimbun Barang untuk Menaikkan
Harga (Ihtikar)
Rasulullah SAW menekankan betapa pentingnya
Bunyi hadis:
penggunaan ukuran dan timbangan yang tepat
ن َم ْع َم ًرا قَا َل قَا َل َر ُسو ُل ا ِ َصﲆ الهم َلَ ْي ِه َو َس َﲅ َم ِن sehingga beliau menyetujui penggunaan timbangan
(Al-Naisabury, 1993)ٌ.طئ ِ ا ْح َ َك َر فَه َُو َا dan ukuran yang umum dikenal dengan Mud dan
sha’. Penggunaan ukuran dan timbangan yang jelas
Ma’mar berkata; Rasulullah SAW pernah bersabda: diharuskan agar tidak terjadi perselisihan dalam
“barang siapa yang melakukan praktik ihtikar transaksi jual beli, apalagi jika transaksi jual beli
(monopoli) maka dia adalah seseorang yang yang dilaksanakan tersebut merupakan transaksi
berdosa.”
Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam, ISSN: 2477-6157 ; E-ISSN 2579-6534
Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam, 6(02), 2020, 126
dengan cara salam atau salaf, dimana segala bahwa fungsi utama uang adalah untuk memperlancar
sesuatunya harus terukur dengan jelas, baik dalam arus perdagangan (Al-Qardawi, 2009).
kualitas, kuantitas, ukuran, dan timbangan, maupun Yusuf al-Qardhawi menyatakan bahwa para ahli
tentang waktu penyerahannya. ekonomi kontemporer banyak membahas tentang riba
Ibn Abbas meriwayatkan bahwa Rasulullah dan bahayanya bagi kehidupan masyarakat, baik
SAW menyatakan bahwa barang siapa yang membeli dalam segi kemasyarakatan, ekonomi, dan politik.
kurma dengan berhutang, maka dia harus menentukan Sebagian mereka termasuk Lord Kent, seorang
ukuran yang jelas, timbangan yang jelas, dan batas ekonom Inggris, berkata ”Masyarakat kita akan
pembayaran yang jelas” (Al-Nawawi, 1924). berjalan pada porosnya jika mereka bisa menurunkan
Ibn ‘Umar meriwayatkan bahwa Rasulullah nilai riba sampai ke derajat nol persen (Al-Qardawi,
SAW menyampaikan kepada umatnya bahwa ukuran 2009). Demikian juga pandangan Murasa
yang digunakan di Madinah dan timbangan di Sarkaniputra yang menyatakan bahwa kegiatan
Makkah boleh dipercaya. Menurut riwayat Ibn Abbas ekonomi akan berjalan dengan baik jika dan hanya
(w. 126 H), Rasulullah SAW menyampaikan kepada jika tingkat bunga pinjaman nol persen (Murasa
umatnya bahwa umat sebelumnya ada yang bekerja Sarkaniputra, 2004).
dalam penimbangan lalu berlaku sewenang-wenang Namun demikian, perlu juga mengetahui
dalam hal tersebut, maka itulah yang membinasakan argumen-argumen pihak yang membolehkan riba.
mereka. Dengan kata lain, Rasulullah SAW memberi Menurut mereka, pemilik uang wajar mendapat
peringatan kepada umatnya bahwa penipuan- bunga sebagai pengganti uang yang disimpan sebagai
penipuan telah membinasakan umat terdahulu. modal. Menurut mereka meskipun pemilik uang
3.2.13. Pengharaman Riba sangat membutuhkan uang itu, pemilik uang rela
Bunyi hadis: menunggu dan menyimpannya. Karena
ول ا ِ َصﲆ الهم َلَ ْي ِه َو َس َﲅ ا ه َُب ِ ه َِب ُ قَا َل َر ُس pengorbanannya ini, wajar jika ia mendapatkan bunga
dari modal simpanannya. Dengan perkataan lain,
َوالْ ِفض ُة ِ لْ ِفض ِة َوالْ ُﱪ ِ لْ ُ ِّﱪ َوالش ِع ُﲑ ِ لش ِع ِﲑ َوالت ْم ُر ِ لت ْم ِر bunga adalah bonus bagi masa penantian terhadap
َْوالْ ِملْ ُح ِ لْ ِملْ ِح ِم ًْﻼ ِب ِمث ٍْل يَدً ا ِب َي ٍد فَ َم ْن َزا َد ِو ْاس َ َﱱا َد فَقَد modal yang ditanamnya.
Argumen dari pandangan ini sangat lemah.
. (Al-Bukhari, 1897)ْر َﰉ ا ْ ٓ ِ ُذ َوالْ ُم ْع ِطي ِف ِه َس َوا ٌء Sebab, tabungan sebagai hasil dari ”menunggu” atau
mengorbankan kebutuhan tidak sama statusnya pada
Rasulullah SAW bersabda: emas ditukar dengan setiap orang. Kadang-kadang, seseorang telah
emas, perak ditukar dengan perak, gandum ditukar berhasil memenuhi kebutuhannya sesuai dengan
dengan gandum, jawawut ditukar dengan jawawut, standar sehingga ia tidak lagi membutuhkan uangnya
kurma ditukar dengan kurma, garam ditukar dengan di bank, tidak terdapat unsur ”penantian” dan
garam, tidak mengapa jika sama takarannya dan ”penundaan” terhadap pemenuhan kebutuhannya.
langsung serah terima (tunai). Barangsiapa Lalu, atas dasar apakah orang ini mendapatkan riba?
melebihkan atau lebih, maka ia telah melakukan Yusuf al-Qardhawi menyatakan bahwa tidak
praktik riba, baik yang mengambil atau yang mungkin mengasumsikan bunga sebagai imbalan
memberi. penantian dan pengorbanan. Misalnya; seseorang
menyimpan uang sebesar satu milyar rupiah dengan
Riba berasal dari kata riba-yarbu-riban yang bunga sepuluh persen setahun, maka bunga yang
berarti bertambah dan berkembang (Faris, t.th). diperolehnya dalam setahun berjumlah seratus juta
Menurut Fudhail Ilahi riba adalah tambahan dari rupiah. Mungkinkah dikatakan bahwa ini adalah uang
penukaran salah satu dari dua barang yang sejenis pengganti bagi penundaan belanjanya?. Wajarkah
(Fudhail, 1986). Seluruh agama samawi mengecam jika ini dikatakan sebagai ganti rugi atas dibatasi
dan mengharamkan riba. Yahudi juga mengharamkan keinginannya untuk membelanjakan uang satu milyar
riba antara sesama mereka walaupun mereka rupiah? dan logiskah, jika seseorang menghabiskan
membolehkan untuk orang non-Yahudi. Agama uang satu milyar rupiah dalam setahun? jika tidak
Kristen juga mengharamkan riba. Pengharaman riba mungkin, maka ia tidak berhak mendapatkan seratus
tidak hanya dilakukan oleh para agamawan, bahkan juta rupiah dalam jangka waktu setahun” (Al-
filosof pun mengutuk riba. Aristoteles menyatakan Qardawi, 2009).