You are on page 1of 50

HASIL BELAJAR MANDIRI MANAGEMEN SYOCK Definisi Syok adalah suatu sindrom klinis akibat kegagalan akut fungsi

sirkulasi yang menyebabkan ketidakcukupan perfusi jaringan dan oksigenasi jaringan, dengan akibat gangguan mekanisme homeostasis. Berdasarkan penelitian Moyer dan Mc Clelland tentang fisiologi keadaan syok dan homeostasis, syok adalah keadaan tidak cukupnya pengiriman oksigen ke jaringan. Sirkulasi darah berguna untuk mengantarkan oksigen dan zat-zat lain ke seluruh tubuh serta membuang zat-zat sisa yang sudah tidak diperlukan. Syok merupakan keadaan gawat yang membutuhkan terapi yang agresif dan pemantauan yang kontinyu atau terus-menerus di unit terapi intensif. Syok secara klinis didiagnosa dengan adanya gejala-gejala sebagai berikut: 1. Hipotensi: tekanan sistole kurang dari 80 mmHg atau MAP (mean arterial pressure / tekanan arterial rata-rata) kurang dari 60 mmHg, atau menurun 30% lebih. 2. Oliguria: produksi urin kurang dari 30 ml/jam. 3. Perfusi perifer yang buruk, misalnya kulit dingin dan berkerut serta pengisian kapiler yang jelek. Penyebab Syok Syok dapat disebabkan oleh kegagalan jantung dalam memompa darah (serangan jantung atau gagal jantung), pelebaran pembuluh darah yang abnormal (reaksi alergi, infeksi), dan kehilangan volume darah dalam jumlah besar (perdarahan hebat).

Tahapan Syok Keadaan syok akan melalui tiga tahapan mulai dari tahap kompensasi (masih dapat ditangani oleh tubuh), dekompensasi (sudah tidak dapat ditangani oleh tubuh), dan ireversibel (tidak dapat pulih). Tahap kompensasi adalah tahap awal syok saat tubuh masih mampu menjaga fungsi normalnya. Tanda atau gejala yang dapat ditemukan pada tahap awal seperti kulit pucat, peningkatan denyut nadi ringan, tekanan darah normal, gelisah, dan pengisian pembuluh darah yang lama. Gejala-gejala pada tahap ini sulit untuk dikenali karena biasanya individu yang mengalami syok terlihat normal. Tahap dekompensasi dimana tubuh tidak mampu lagi mempertahankan fungsifungsinya. Yang terjadi adalah tubuh akan berupaya menjaga organ -organ vital yaitu dengan mengurangi aliran darah ke lengan, tungkai, dan perut dan mengutamakan aliran ke otak, jantung, dan paru. Tanda dan gejala yang dapat ditemukan diantaranya adalah rasa haus yang hebat, peningkatan denyut nadi, penurunan tekanan darah, kulit dingin, pucat, serta kesadaran yang mulai terganggu. Tahap ireversibel dimana kerusakan organ yang terjadi telah menetap dan tidak dapat diperbaiki. Tahap ini terjadi jika tidak dilakukan pertolongan sesegera mungkin, maka aliran darah akan mengalir sangat lambat sehingga menyebabkan penurunan tekanan darah dan denyut jantung. Mekanisme pertahanan tubuh akan mengutamakan aliran darah ke otak dan jantung sehingga aliran ke organ -organ seperti hati dan ginjal menurun. Hal ini yang menjadi penyebab rusaknya hati maupun ginjal. Walaupun dengan pengobatan yang baik sekalipun, kerusakan organ yang terjadi telah menetap dan tidak dapat diperbaiki.

STADIUM-STADIUM SYOK Syok memiliki beberapa stadium sebelum kondisi menjadi dekompensasi atau irreversible sebagaimana dilukiskan dalam gambar berikut: Stadium 1 ANTICIPATION STAGE

Gangguan sudah ada tetapi bersifat lokal. Parameter-paramater masih dalam batas normal. Biasanya masih cukup waktu untuk mendiagnosis dan mengatasi kondisi dasar.

Stadium 2. PRE-SHOCK SLIDE

Gangguan sudah bersifat sistemik. Parameter mulai bergerak dan mendekati batas atas atau batas bawah kisaran normal. Sadium 3 COMPENSATED SHOCK

Compensated shock bisa berangkat dengan tekanan darah yang normal rendah, suatu kondisi yang disebut "normotensive, cryptic shock" Banyak klinisi gagal mengenali bagian dini dari stadium syok ini. Compensated shock memiliki arti khusus pada pasien DBD dan perlu dikenali dari tanda-tanda berikut: Capillary refill time > 2 detik; penyempitan tekanan nadi, takikardia, takipnea, akral dingin. Stadium 4 DECOMPENSATED SHOCK, REVERSIBLE

Di sini sudah terjadi hipotensi. Normotensi hanya bisa dipulihkan dengan cairan intravena dan/atau vasopresor

Stadium 5 DECOMPENSATED IRREVERSIBLE SHOCK

Kerusakan mikrovaskular dan organ sekarang menjadi menetap dan tak bisa diatasi. Jenis Syok Syok digolongkan ke dalam beberapa kelompok yaitu : 1. SYOK HIPOVOLEMIK Defenisi Syok hipovolemik merupakan salah satu jenis syok yang disebabkan oleh hilangnya darah, plasma, atau cairan interstitiel dalam jumlahyang besar. Hilangnya darah dan plasma menyebabkan hipovolemia secara langsung. Hilangnya cairan interstitiel menyebabkan hipovolemia secara tidak langsung dengan memicu terjadinya difusi plasma dari intravaskuler ke ruang

ekstravaskuler. Syok hipovolemik mulai berkembang ketika volume intravaskuler berkurang sekitar 15 %. Syok hipovolemik pada anak merupakan tipe syok yang paling sering terjadi, berhubungan dengan pengurangan volume intravaskuler.

Dehidrasi dan trauma merupakan penyebab yang paling sering pada syok hipovolemik. Angka Kejadian Berdasarkan pengalaman pada tahun 1900-an, banyaknya angka kejadian perlukaan yang mengancam jiwa menyebabkan terjadinya perkembangan yang signifikan mengenai prinsip-prinsip resusitasi pada syok akibat perdarahan. Selama Perang Dunia I, W. B. Cannon merekomendasikan untuk menunda resusitasi cairan hingga penyebab syok hemoragiknya diatasi dengan cara bedah. Kristaloid dan darah sering digunakan selama Perang Dunia II sebagai penatalaksanaan pada pasien-pasien yang tidak stabil kondisinya. Angka kematian dari syok hemoragik yang traumatik adalah 10 13 Etiologi Syok hipovolemik yang dapat disebabkan oleh hilangnya cairan intravaskuler, misalnya terjadi pada :
y

Kehilangan darah atau syok hemoragik karena perdarahan yang mengalir keluar tubuh seperti hematothoraks, ruptur limpa, dan kehamilan ektopik terganggu.

Trauma yang berakibat fraktur tulang besar, dapat menampung kehilangan darah yang besar. Misalnya, fraktur humerus menghasilkan 5001000 ml perdarahan atau fraktur femur menampung 10001500 ml perdarahan.

Kehilangan cairan intravaskuler lain yang dapat terjadi karena kehilangan protein plasma atau cairan ekstraseluler, misalnya pada:

y y y

Gastrointestinal: peritonitis, pankreatitis, dan gastroenteritis. Renal: terapi diuretik, krisis penyakit Addison. Luka bakar (kombustio) dan anafilaksis.

Klasifikasi Syok hipovolemik memiliki beberapa bentuk sebagai berikut: Syok hemoragik, mungkin merupakan bentuk syok yang diteliti secara mendalam sebab mudah dieksperimenkan pada hewan percobaan. Dengan perdarahan dengan derajat sedang (5-15 ml/kgBB), tekanan nadi berkurang namun rata-rata tekanan arteri dapat tetap normal. Pada perdarahan yang berat, tekanan darah selalu menurun drastis. Setelah perdarahan, protein plasma yang hilang dari darah secara periodik digantikan dengan sintesis protein baru di hati sehingga konsentrasinya dalam darah menjadi normal kembali dalam 3-4 hari. Peningkatan eritropoietin yang bersirkulasi meningkatkan pembentukan sel darah merah, namun dibutuhkan 4-8 minggu untuk mengembalikan jumlah sel darah merah menjadi normal. Syok traumatik, terjadi saat otot dan tulang mengalami kerusakan. Bentuk syok ini biasanya terjadi pada peperangan atau pada korban kecelakaan lalu lintas. Perdarahan pada bagian tubuh yang cedera marupakan penyebab paling utama pada syok. Jumlah darah yang hilang di bagian tubuh yang cedera dapat diperkirakan. Misalnya, otot paha dapat mengakomodasikan 1 liter darah yang terekstravasasi, dengan peningkatan 1 cm pada diameter paha. Kerusakan pada tulang dan otot merupakan masalah tambahan yang serius pada saat syok disertai dengan kerusakan yang meluas pada otot (crush syndrome). Ketika tekanan pada jaringan menigkat dan terjadi perfusi kembali, radikal bebas dapat masuk dan merusak jaringan tersebut (reperfused-induced injury). Peningkatan kalsium di dalam sel yang rusak dapat mencapai kadar to ksik. Sejumlah besar kalium masuk ke dalam sirkulasi. Mioglobin dan produk lain yang berasal dari jaringan yang mengalami reperfusi dapat terakumulasi di ginjal di mana filtrasi glomerulus berkurang akibat hipotensi, dan tubulustubulus dapat tersumbat sehingga terjadi anuria.

Syok surgikal, terjadi akibat kombinasi makanisme syok, dengan proporsi yang beraneka ragam, dari perdarahan eksternal, perdarahan di jaringan yang mengalami cedera, dan dehidrasi. Syok luka bakar, terjadi kondisi kehilangan plasma dari permukaan tubuh yang terbakar hematokrit cenderung meningkat, mengakibatkan terjadinya

hemokonsentrasi berat.Selain itu, terjadi perubahan metabolisme yang kompleks. Dengan demikian, ditambah dengan rentannya terjadi infeksi pada bagian tubuh yang terbakar dan kerusakan ginjal, angka kematian saat terjadi luka bakar derajat tiga (75 % permukaan tubuh terbakar) adalah mendekati 100 %. Patofisiologi Secara umum, mekanisme syok memiliki tiga tahapan sebagai berikut : 1. Tahap nonprogresif, merupakan tahap di mana terjadi mekanisme refleks kompensasi dan perfusi ke organ-organ vital dipertahankan. Pada fase ini, terjadi berbagai jenis mekanisme neurohumoral yang membantu

mempertahankan curah jantung dan tekananan darah. Termasuk refleks baroreseptor, pelepasan katekolamin, aktivasi jaras renin-angiotensisn, pelepasan hormon antidiuretik, dan stimulasi simpatik secara umum. Efek yang ditimbulkan berupa takikardi, vasokonstriki pembuluh darah perifer, dan retensi cairan pada ginjal. Vasokonstriksi pembuluh darah k utaneus mengakibatkan kulit menjadi dingin dan pucat pada perlangsungan syok. Pembuluh darah koroner dan serebral kurang sensitif terhadap refleks simpatis sehingga diameternya, aliran darahnya, dan penghantaran oksigen ke organ yang dialiri pembuluh darah tersebut cenderung normal. 2. Tahap progresif, ditandai dengan hipoperfusi jaringan dan meburuknya kondisi imbalans sirkulasi dan metabolik, termasuk asidosis. Apabila penyebab syok tidak tertangani dengan baik, dapat terjadi penyebaran hipoksia jaringan. Pada kondisi di mana terjadi defisit oksigen yang
9

persisten, respirasi aerob interseluler berganti dengan respirasi anaerob yang menghasilkan asam laktat berlebih. Asidosis laktat yang menurunkan pH jaringan dan mengurangi respon vasomotor menyebabkan terjadinya dilatasi arteriol-arteriol, dan darah mulai memenuhi mikrosirkulasi. Hal tersebut tidak hanya memperburuk curah jantung, tetapi juga

menempatkan sel-sel endothelial rentan akan resiko terjadinya trauma anoksia dengan DIC. Dengan terjadinya penyebaran hipoksia, organ-organ vital mulai mengalami kegagalan. Secara klinis, pasien akan mengalami penurunan kesadaran disertai penurunan produksi urin. 3. Tahap ireversibel, merupakan tahap syok akhir. Kerusakan fungsi sel yang meluas ditunjukkan oleh pengerutan sel lisosom, yang akan memperberat status syok. Fungsi kontraksi miokardium sebagian memburuk karena adanya sintesis nitrit oksida. Pada tahap ini, terjadi kegagalan fungsi ginjal akibat nekrosis tubular akut. Komplikasi syok yang memiliki mortalitas tinggi adalah kerusakan paru-paru dengan terjadinya sindrom kegagalan pernapasan akut. Hipovolemia diawali oleh mekanisme kompensasi tubuh. Denyut jantung dan resistensi vaskuler meningkat sebagai akibat dari dilepaskannya katekolamin dari kelenjar adrenal. Curah jantung dan tekanan perfusi jaringan meningkat. Sehingga terjadi penurunan tekanan hidrostatik kapiler, cairan interstitiel berpindah ke dalam kompartemen pembuluh darah. Hati dan limpa menambah volume darah dengan melepaskan sel-sel darah merah dan plasma. Sistem kardiovaskuler berespon dengan cara melakukan redistribusi darah ke otak, jantung, dan ginjal dan perfusi berkurang pada kulit, otot, dan saluran gastrointestinal. Di ginjal, renin menstimulasi dirilisnya aldosteron dan retensi natrium (dan menahan air), di mana hormon antidiuretik (ADH atau vasopressin) dari kelenjar ptiuitari posterior meningkatkan retensi air.

10

Sistem hematologi mengaktivasi kaskade koagulasi dan mengkontraksikan pembuluh darah yang terluka dengan pelepasan tromboksan A2 yang lokal. Selain itu, trombosit teraktivasi dan membentuk sebuah bekuan yang imatur di sumber perdarahan. Pembuluh darah yang rusak mengekspos kolagen, yang secara signifikan menyebabkan deposisi fibrin dan stabilisasi bekuan darah tersebut. Dibutuhkan kurang lebih 24 jam untuk menyelesaikan fibrinasi bekuan darah dan bentuk yang matang. Bagaimanapun, mekanisme kompensasi ini terbatas. Apabila cairan dan darah berkurang dalam jumlah yang besar atau berlangsung terusmenerus, mekanisme kompensasi pun gagal, menyebabkan penurunan perfusi jaringan. Terjadi gangguan dalam penghantaran nutrisi ke dalam sel dan terjadi kegagalan metabolisme sel. Pada syok, konsumsi oksigen dalam jaringan menurun akibat berkurangnya aliran darah yang mengandung oksigen atau berkurangnya pelepasan oksigen ke dalam jaringan. Kekurangan oksigen di jaringan menyebabkan sel terpaksa

melangsungkan metabolisme anaerob dan menghasilkan asam laktat. Keasaman jaringan bertambah dengan adanya asam laktat, asam piruvat, asam lemak, dan keton (Stene-Giesecke, 1991). Yang penting dalam klinik adalah pemahaman kita bahwa fokus perhatian syok hipovolemik yang disertai asidosis adalah saturasi oksigen yang perlu diperbaiki serta perfusi jaringan yang harus segera dipulihkan dengan penggantian cairan. Asidosis merupakan urusan selanjutnya, bukan prioritas utama. Gejala dan Tanda Klinis Gejala syok hipovolemik cukup bervariasi, tergantung pada usia, kondisi premorbid, besarnya volume cairan yang hilang, dan lamanya berlangsung. Kecepatan kehilangan cairan tubuh merupakan faktor kritis respons kompensasi. Pasien muda dapat dengan mudah mengkompensasi kehilangan cairan dengan jumlah sedang dengan vasokonstriksi dan takhikardia. Kehilangan volume yang cukup besar dalam waktu lambat, meskipun terjadi pada pasien usia lanjut, masih
11

dapat ditolerir juga dibandingkan kehilangan dalam waktu yang cepat atau singkat. Apabila syok telah terjadi, tanda-tandanya akan jelas. Pada keadaan hipovolemia, penurunan darah lebih dari 15 mmHg dan tidak segera kembali dalam beberapa menit. Pada penderita yang mengalami hipovolemia selama beberapa saat, dia akan menunjukkan adanya tanda-tanda dehidrasi seperti: 1. Turunnya turgor jaringan 2. Mengentalnya sekresi oral dan trakhea, bibir dan lidah menjadi kering; 3. Bola mata cekung. Akumulasi asam laktat pada penderita dengan tingkat cukup berat, disebabkan oleh metabolisme anaerob. Asidosis laktat tampak sebagai asidosis metabolik dengan celah ion yang tinggi. Selain berhubungan dengan syok, asidosis laktat juga berhubungan dengan kegagalan jantung (decompensatio cordis), hipoksia, hipotensi, uremia, ketoasidosis diabetika (hiperglikemi, asidosis metabolik, ketonuria), dan pada dehidrasi berat. Tempat metabolisme laktat terutama adalah di hati dan sebagian di ginjal. Pada insufisiensi hepar, glukoneogenesis hepatik terhambat dan hepar gagal melakukan metabolisme laktat. Pemberian HCO3 (bikarbonat) pada asidosis ditangguhkan sebelum pH darah turun menjadi 7,2. Apabila pH 7,07,15 dapat digunakan 50 ml NaHCO3 8,4% selama satu jam. Sementara, untuk pH 8,9 Pemeriksaan Laboratorium-Hematologi Pemeriksaan laboratorium sangat bermanfaat untuk menentukan kadar

hemoglobin dan nilai hematokrit. Akan tetapi, resusitasi cairan tidak boleh ditunda menunggu hasil pemeriksaan. Hematokrit pasien dengan syok

hipovolemik mungkin rendah, normal, atau tinggi, tergantung pada penyebab syok. Jika pasien mengalami perdarahan lambat atau resusitasi cairan telah diberikan, nilai hematokrit akan rendah. Jika hipovolemia karena kehilangan
12

volume cairan tubuh tanpa hilangnya sel darah merah seperti pada emesis, diare, luka bakar, fistula, hingga mengakibatkan cairan intravaskuler menjadi pekat (konsentarted) dan kental, maka pada keadaan ini nilai hematokrit jadi tinggi. Adapun pemeriksaan penunjang lainnya adalah melalui pemeriksaan patologi anatomi. Pada umumnya, syok menyebabkan hipoperfusi jaringan pada organorgan tertentu, begitu pula dengan syok hipovolemik. Otak dapat mengalami ensefalopati iskemik. Jantung dapat mengalami nekrosis koagulasi yang tersebar atau fokal atau menunjukkan perdarahan subendokardial, atau nekrosis pita kontraksi. Walaupun kelainan pada jantung tidak diagnostik untuk syok (gambaran tersebut dapat terlihat pada kondisi reperfusi jantung setelah terjadinya trauma ireversibel), gambaran tersebut biasanya lebih meluas pada saat terjadinya syok. Ginjal biasanya menunjukkan trauma nekrosis tubuler yang meluas (nekrosis tubuler akut), oleh karena itu oligouria, anuria, dan gangguan elektrolit mencetuskan gejala-gejala klinis yang utama. Paru-paru jarang mengalami dampak dari syok karena lebih resisten terhadap trauma hipoksik. Perubahanperubahan yang terjadi pada kelenjar adrenal adalah yang terlihat pada semua bentuk stress, yaitu deplesi sel lemak korteks. Hal ini tidak menunjukkan adanya adrenal exhaustion tetapi cenderung kepada konversi dari sel-sel vakuola yang relatif inaktif daripada sel-sel yang aktif secara metabolik yang menggunakan cadangan lemak untuk sintesis steroid. Saluran gastrointestinal dapat ditemukan bercak-bercak perdarahan mukosa dan nekrosis, sebagaimana dengan terjadinya enteropati hemoragik. Hati dapat mengalami proses perubahan komposisi lemak dan dengan defisit perfusi yang berat terjadi nekrosis hemoragik sentral.

13

Diagnosa Banding Syok hipovolemik menghasilkan mekanisme kompensasi yang terjadi pada hampir semua organ tubuh. Hipovolemia adalah penyebab utama syok pada trauma cedera. Syok hipovolemik perlu dibedakan dengan syok hipoglikemik karena penyuntikan insulin berlebihan. Hal ini tidak jarang terjadi pada pasien yang dirawat di Unit Gawat Darurat. Akan terlihat gejala-gejala seperti kulit dingin, berkeriput, oligurik, dan takhikardia. Jika pada anamnesa dinyatakan pasien sebelumnya mendapat insulin, kecurigaan hipoglikemik sebaiknya dipertimbangkan. Untuk membuktikan hal ini, setelah darah diambil untuk pemeriksaan laboratorium (gula darah sewaktu), dicoba pemberian 50 ml glukosa 50% intravena attau 40 ml laruan dextrose 40% intravena. Penatalaksanaan Manajemen cairan adalah penting dan kekeliruan manajemen dapat berakibat fatal. Untuk mempertahankan keseimbangan cairan maka input cairan harus sama untuk mengganti cairan yang hilang. Cairan itu termasuk air dan elektrolit. Tujuan terapi cairan bukan untuk kesempurnaan keseimbangan cairan, tetapi penyelamatan jiwa dengan menurunkan angka mortalitas. Perdarahan yang banyak (syok hemoragik) akan menyebabkan gangguan pada fungsi kardiovaskuler. Syok hipovolemik karena perdarahan merupakan akibat lanjut. Pada keadaan demikian, memperbaiki keadaan umum dengan mengatasi syok yang terjadi dapat dilakukan dengan pemberian cairan elektrolit, plasma, atau darah. Untuk perbaikan sirkulasi, langkah utamanya adalah mengupayakan aliran vena yang memadai. Mulailah dengan memberikan infus Saline atau Ringer Laktat isotonis. Sebelumnya, ambil darah 20 ml untuk pemeriksaan

laboratorium rutin, golongan darah, dan bila perlu Cross test.

14

Perdarahan berat adalah kasus gawat darurat yang membahayakan jiwa. Jika hemoglobin rendah maka cairan pengganti yang terbaik adalah tranfusi darah. Terapi awal pasien hipotensif adalah cairan resusitasi dengan memakai 2 liter larutan isotonis Ringer Laktat. Namun, Ringer Laktat tidak selalu merupakan cairan terbaik untuk resusitasi. Resusitasi cairan yang adekuat dapat menormalisasikan tekanan darah pada pasien kombustio 18-24 jam sesudah cedera luka bakar. Larutan parenteral pada syok hipovolemik diklasifikasi berupa cairan kristaloid, koloid, dan darah. Cairan kristaloid cukup baik untuk terapi syok hipovolemik. Keuntungan cairan kristaloid antara lain mudah tersedia, murah, mudah dipakai, tidak menyebabkan reaksi alergi, dan sedikit efek samping. Kelebihan cairan kristaloid pada pemberian dapat berlanjut dengan edema seluruh tubuh sehingga pemakaian berlebih perlu dicegah. Larutan NaCl isotonis dianjurkan untuk

penanganan awal syok hipovolemik dengan hiponatremik, hipokhloremia atau alkalosis metabolik. Larutan RL adalah larutan isotonis yang paling mirip dengan cairan ekstraseluler. RL dapat diberikan dengan aman dalam jumlah besar kepada pasien dengan kondisi seperti hipovolemia dengan asidosis metabolik, kombustio, dan sindroma syok. NaCl 0,45% dalam larutan Dextrose 5% digunakan sebagai cairan sementara untuk mengganti kehilangan cairan insensibel. Ringer asetat memiliki profil serupa dengan Ringer Laktat. Tempat metabolisme laktat terutama adalah hati dan sebagian kecil pada ginjal, sedangkan asetat dimetabolisme pada hampir seluruh jaringan tubuh dengan otot sebagai tempat terpenting. Penggunaan Ringer Asetat sebagai cairan resusitasi patut diberikan pada pasien dengan gangguan fungsi hati berat seperti sirosis hati dan asidosis laktat. Adanya laktat dalam larutan Ringer Laktat membahayakan pasien sakit berat karena dikonversi dalam hati menjadi bikarbonat. Secara sederhana, tujuan dari terapi cairan dibagi atas resusitasi untuk mengganti kehilangan cairan akut dan rumatan mengganti kebutuhan harian.

15

Resusitasi cairan yang cepat merupakan landasan untuk terapi syok hipovolemik. Sumber kehilangan darah atau cairan harus segera diketahui agar dapat segera dilakukan tindakan. Cairan infus harus diberikan dengan kecepatan yang cukup untuk segera mengatasi defisit atau kehilangan cairan akibat syok. Penyebab yang umum dari hipovolemia adalah perdarahan, kehilangan plasma atau cairan tubuh lainnya seperti luka bakar, peritonitis, gastroentritis yang lama atau emesis, dan pankreatitis akut. Aspek Medikolegal Penanganan yang salah terhadap pasien syok hipovolemik biasanya disebabkan oleh kegagalan untuk mengetahui munculnya syok secara dini. Kelalaian tersebut menyebabkan terjadinya penundaan untuk mendiagnosis penyebab dan dalam meresusitasi pasien. Kelalaian tersebut kadang disebabkan oleh karena hanya mengandalkan perubahan tekanan darah atau kadar hematokrit awal, daripada tanda-tanda penurunan perfusi perifer, untuk membuat diagnosis. Cedera-cedera pada pasien dengan trauma bisa saja tidak diperiksa secara teliti, terutama bila dokter yang memeriksa lebih fokus terhadap cedera yang lebih nampak. Kelalaian tersebut dapat dihindari dengan melakukan pemeriksaan selangkap-lengkapnya, memantau kondisi pasien secara berlanjuut dan intensif, dan melakukan pemeriksaan berkala. Pasien usia lanjut memiliki toleransi tubuh yang kurang terhadap hipovolemia dibandingkan dengan pasien pada umumnya. Terapi yang agresif sebaiknya dilakukan lebih awal untuk menghindari komplikasi yang potensial, seperti infark miokard dan stroke. Pada pasien-pasien yang memerlukan resusitasi yang lebih luas, penanganannya sebaiknya diarahkan untuk menghindari terjadinya hipotermia, karena kondisi
16

tersebut dapat memicu terjadinya aritmia atau koagulopati. Hipotermia dapat dihindari dengan cara menghangatkan cairan intravena sebelum diberikan kepada pasien. Pasien-pasien yang mengkonsumsi obat-obatan beta bloker atau calsium-channel blocker dan pasien yang menggunakan alat pacu jantung mungkin tidak dapat mengalami respon takikardi akibat hipovolemia, kondisi tersebut dapat mengaburkan penegakan diagnosis syok. Untuk meminimalisasi kelalaian tersebut, sebaiknya dilakukan anamnesis yang teliti mengenai penggunaan obatobatan pada pasien. Sebaiknya pemeriksa juga memeriksa gejala-gejala penurunan perfusi perifer lainnya pada pasien. Koagulopati dapat terjadi pada pasien yang menerima resusitasi dalam jumlah besar. Hal tersebut disebabkan oleh terjadinya dilusi trombosit dan faktor-faktor pembekuan namun jarang terjadi pada jam pertama saat resusitasi. Keteran gan mengenai dasar-dasar terjadinya koagulasi sebaiknya digambarkan dalam bagan dan diberikan panduan mengenai prosedur pemberian trombosit dan plasma.

2. SYOK SEPTIK Definisi Syok septik adalah syok yang disebabkan oleh infeksi yang menyebar luas yang merupakan bentuk paling umum syok distributif. Pada kasus trauma, syok septik dapat terjadi bila pasien datang terlambat beberapa jam ke rumah sakit. Syok septik terutama terjadi pada pasien-pasien dengan luka tembus abdomen dan kontaminasi rongga peritonium dengan isi usus. Etiologi Mikroorganisme penyebab syok septik adalah bakteri gram negatif. Ketika mikroorganisme menyerang jaringan tubuh, pasien akan menunjukkan suatu
17

respon imun. Respon imun ini membangkitkan aktivasi berbagai mediator kimiawi yang mempunyai berbagai efek yang mengarah pada syok, yaitu peningkatan permeabilitas kapiler, yang mengarah pada perembesan cairan dari kapiler dan vasodilatasi. Bakteri gram negatif menyebabkan infeksi sistemik yang mengakibatkan kolaps kardiovaskuler. Endotoksin basil gram negatif ini menyebabkan vasodilatasi kapiler dan terbukanya hubungan pintas arteriovena perifer. Selain itu, terjadi peningkatan permeabilitas kapiler. Peningkatan kapasitas vaskuler karena vasodilatasi perifer menyebabkan terjadinya hipovolemia relatif, sedangkan peningkatan permeabilitas kapiler menyebabkan kehilangan cairan intravaskuler ke intertisial yang terlihat sebagai udem. Pada syok septik hipoksia, sel yang terjadi tidak disebabkan oleh penurunan perfusi jaringan melainkan karena ketidakmampuan sel untuk menggunakan oksigen karena toksin kuman. Gejala syok septik yang mengalami hipovolemia sukar dibedakan dengan syok hipovolemia (takikardia, vasokonstriksi perifer, produksi urin < 0.5 cc/kg/jam, tekanan darah sistolik turun dan menyempitnya tekanan nadi). Pasien-pasien sepsis dengan volume intravaskuler normal atau hampir normal, mempunyai gejala takikardia, kulit hangat, tekanan sistolik hampir normal, dan tekanan nadi yang melebar. Gambaran Klinis Manifestasi spesifik akan bergantung pada penyebab syok, kecuali syok neurogenik akan mencakup : 1. Kulit yang dingin dan lembab 2. Pucat 3. Peningkatan kecepatan denyut jantung dan pernapasan 4. Penurunan drastis tekanan darah

18

Sedangkan individu dengan syok neurogenik akan memperlihatkan kecepatan denyut jantung yang normal atau melambat tetapi akan hangat dan kering apabila kulitnya diraba. Penatalaksanaan
y

Pengumpulan spesimen urin, darah, sputum dan drainase luka dilakukan dengan tekhnik aseptik.

Pemberian suplementasi nutrisi tinggi kandungan protein secara agresif dilakukan selama 4 hari dari awitan syok.

Pemberian cairan intravena dan obat-obatan yang diresepkan termasuk antibiotik Dopamin, dan Vasopresor untuk optimalisasi volume

intravaskuler Komplikasi
y

Kegagalan multi organ akibat penurunan aliran darah dan hipoksia jaringan yang berkepanjangan

Sindrom distres pernapasan dewasa akibat destruksi pertemuan alveolus kapiler karena hipoksia

Insiden syok septik dapat dikurangi dengan melakukan praktik pengendalian infeksi, melakukan teknik aseptik yang cermat, melakukan debriden luka untuk membuang jarinan nekrotik, pemeliharaan dan pembersihan peralatan secara tepat dan mencuci tangan dengan benar. Berhasil tidaknya penanggulangan syok tergantung dari kemampuan mengenal gejala-gejala syok, mengetahui, dan mengantisipasi penyebab syok serta efektivitas dan efisiensi kerja kita pada saat-saat/menit-menit pertama penderita mengalami syok

19

3. SYOK HEMORAGIK Koagulopati yang berhubungan dengan transfusi masif masih merupakan masalah klinis yang penting. Strategis terapi termasuk mempertahankan perfusi jaringan, koreksi hipotermi dan anemia, dan penggunaan produk hemostatik untuk mengoreksi microvascular bleeding. Klasifikasi Syok Hemoragik Derajat syok hemoragik bisa secara kasar ditaksir menurut beberapa parameter klinis, namun banyak ditentukan oleh respon terhadap resusitasi cairan

Tatalaksana syok hemoragik Terapi awal pada perdarahan akut harus melibatkan tatalaksana jalan napas, mengusahakan ventilasi dan oksigenasi adekuat, mengendalikan perdarahan eksternal (jika ada), dan melindungi medula spinalis (jika berpotensi cedera). Resusitasi Cairan harus memenuhi objektif:

20

(1) memulihkan volume intravaskular yang cukup untuk mengatasi hipoperfusi sistemik dan membatasi hipoperfusi regional (2) mempertahankan kapasitas pengangkut oksigen yang adekuat sehingga penyampaian oksigen ke jaringan memenuhi kebutuhan oksigen yang kritis dan (3) membatasi kehilangan eritrosit sirkulasi. Sayang, tidak ada parameter tepat yang tersedia dan memungkinkan klinisi mencapai tiga sasaran ini ditengahtengah perubahan fisiologis yang dinamis pada perdarahan akut dan resusitasi. Namun demikian, pasien mungkin sekali memperoleh manfaat dari upaya klinis untuk mempertahankan imbang ini sebelum perdarahan yang berlangsung bisa dikendalikan dengan operasi. Resusitasi Cairan Penggantian volume intravaskular untuk mengatasi perdarahan merupakan dogma yang telah diterima selama puluhan tahun. Pemulihan volume intravaskular dan tekanan arteri normal umumnya selalu diterima. Yang menjadi silang pendapat adalah cairan resusitasi yang optimal itu apa. Namun, dalam beberapa puluh tahun terakhir, praktek resusitasi pasien ke tekanan darah normal telah dipertanyakan. Kajian-kajian dini mendukung penggantian volume agresif yang dilakukan pada model perdarahan pada hewan. Pada keadaan ini, normovolemia yang cepat dicapai akan menghasilkan prognosis yang baik tanpa efek samping nyata.2 Namun, model laboratorium tidak mencerminkan situasi klinis dengan tepat. Kebanyakan pasien syok hemoragik belum terkontrol perdarahannya sebelum resusitasi cairan dimulai. Fakta ini menimbulkan kekhawatiran apakah tekanan darah normal justru bisa merugikan dengan memperhebat perdarahan yang sedang berlangsung dan akhirnya memperburuk prognosis. Pembentukan bekuan pada daerah daerah kerusakan pembuluh darah difasilitasi dengan tekanan darah yang lebih rendah selama perdarahan. Tekanan dar h yang a
21

bertambah bisa melepas sumbatan yang baru terbentuk dan rapuh. Karena larutan kristaloid tidak memiliki kapasitas membawa oksigen, setiap eksaserbasi perdarahan yang diakibatkan dari pemberian kristaloid akan mengurangi kapasitas darah sirkulasi dalam membawa oksigen. Model laboratorium dari cedera vaskular akut dengan perdarahan tak terkendali menjelaskan bahwa peningkatan tekanan darah arteri ke kisaran normal meningkatkan laju perdarahan yang sedang berlangsung. Berangkat dari ini muncullah konsep volume terbatas ini atau resusitasi hipotensif Tujuan dari pendekatan terbatas ini adalah menyediakan resusitasi cairan yang cukup untuk memelihara perfusi organ vital dan menghindari kolaps kardiovaskular sementara menjaga tekanan darah arteri relatif rendah (misal, mean arterial pressure 60 mm Hg) dengan harapan membatasi kehilangan sel darah merah lebih lanjut sebelum pengendalian perdarahan dengan operasi dicapai. Efek buruk yang mungkin terjadi dari pendekatan ini adalah ada daerah yang dikorbankan dengan hipoperfusi regional. Efek ini bergantung pada keparahan dan lama hipoperfusi. Sirkulasi splanchnic yag paling dikhawatirkan karena ini merupakan kontributor utama dari perkembangan disfungsi organ ganda. Sayangnya, penilaian klinis yang akurat terhadap hipoperfusi regional belum ada saat ini. Jadi endpoint resusitasi yang optimal tidak jelas dan cenderung bervariasi dari satu pasien ke pasien lain. Suatu uji klinis acak yang bertujuan mengevaluasi resusitasi hipotensif sampai tekanan darah sistolik 70 mm Hg tidak memperlihatkan manfaat pendekatan ini dalam menurunkan mortalitas.4 Tekanan sasaran sebesar 70 mm Hg susah dipertahankan, dengan TD sistolik pada kelompok hipotensif mencapai rata-rata 100 mm Hg. Ini menunjukkan kesulitan dalam mencapai tekanan darah hipotensif yang spesifik dalam setting resusitasi syok hemoragik yang bersifat dinamis. Dewasa ini, resusitasi volume-kecil masih sebagai konsep dan belum jelas

22

diperlihatkan memperbaiki

survival. Namun demikian, logis juga untuk

mengingat konsep ini dan menghindari resusitasi cairan berlebihan.

Transfusi Darah Tidak ada patokan jelas kapan mengganti resusitasi kristaloid dengan darah, Tetapi umumnya diterima jika pasien menunjukkan perbaikan hemodinamik minimal atau sedang setelah infus cepat 2 sampai 3 L kristaloid, maka pasien tersebut membutuhkan transfusi darah. Namun demikian, bisa diterima untuk memberi darah segera jika jelas pasien telah mengalami kehilangan banyak darah dan mendekati kolaps sirkulasi. Sebagian pasien mungkin memberikan respon hemodinamik yang adekuat terhadap terapi awal dengan kristaloid yang bersifat sementara.
23

Pada kasus-kasus demikian, infus kristaloid dilanjutkan dari 2 sampai 3 L pertama bisa digunakan untuk mendukung hemodinamik, selama perhatian ditujukan terhadap hemodilusi progresif dan efeknya terhadap hantaran oksigen.2 Hemodilusi ini juga merendahkan konsentrasi faktor-faktor pembekuan dan trombosit yang dibutuhkan untuk hemostasis intrinsik di titik perdarahan. Penilaian serial terhadap kadar hemoglobin berguna pada situasi demikian. An American Society of Anesthesiologists task force review mendapatkan bahwa kadar hemoglobin daeah >10 g/dL (hematokrit >30 %) jarang memerlukan transfusi darah, sedangkan kadar <6 g/dL (hematokrit <18 %) hampir selalu memerlukan transfusi darah. Ini menyisakan kisaran hemoglobin yang cukup lebarantara 6 dan 10 g/dL ketika keputusan untuk memberikan darah sangat dipengaruhi oleh banyak faktor, misal keberadaan proses penyakit dasar yang peka terhadap penurunan han taran oksigen dan laju kehilangan darah yang terus berlanjut. Bisa dipahami, saat kadar hemoglobin menurun, apalagi menjadi 8 g/dL atau kurang, kecenderungan membutuhkan darah meningkat secara mencolok. Bila mungkin, lebih disukai darah dari golongan sama yang telah diuji-silang. Namun pada setting akut dimana tidak ada waktu untuk uji silang lengkap, darah golongan sama adalah opsi terbaik kedua disusul oleh darah golongan O. Darah bisa diberikan sebagai whole blood atau packed RBC. Di AS, tidak ada persediaan whole blood dan hanya ada packed RBC. Pada perdarahan masif dengan resusitasi kristaloid dan darah yang cukup banyak, transfusi fresh -frozen plasma dan trombosit mungkin diperlukan untuk memulihkan koagulopati dilusional. Transfusi eritrosit jelas memulihkan hemoglobin yang hilang, namun komponen darah yang disimpan bisa saja tidak berfungsi penuh dan memiliki efek samping, yang tampaknya lebih besar jika disimpan lebih lama. Dengan pengawet yang digunakan dewasa ini, eritrosit bisa disimpan sampai 42 hari dan telah dilaporkan
24

bahwa usia rata-rata unit darah yang diberikan di AS kira-kira berusia 21 hari. Eritrosit yang disimpan bisa kehilangan deformabilitas. Ini membatasi kemampuannya melewati jaringan kapiler atau bisa menyumbat kapiler. Kurve disosiasi oksigen berubah karena hilangnya 2,3-difosfogliserat dalam eritrosit, yang mempengaruhi pelepasan oksigen ke jaringan. Beberapa uji klinis melaporkan perburukan iskemia splansnik dan meingkatnya kekerapan disfungsi organ ganda yang berhubungan dengan transfusi eritrosit yang disimpan lebih dari 2 minggu. Oleh karena itu, transfusi eritrosit walaupun sangat penting dalam syok hemoragik berat, memiliki keterbatasan-keterbatasan dan efek samping potensial yang harus selalu diingat. Transfusi PRC (packed red blood cell) dan produk darah lain bersifat esensial dalam tatalaksana syok hemoragik 5. Rekomendasi teranyar untuk pasien ICU yang stabil adalah target hemoglobin 7 sampai 9 g/dL; namun, tidak ada uji acak prospektif yang membatasi regimen transfusi restriktif dan liberal pada pasien trauma dengan syok hemoragik. Fresh frozen plasma (FFP) juga harus ditransfusi ke pasien dengan perdarahan masif atau perdarahan dengan peningkatan waktu protrombin atau APTT 1.5 lebih besar dari kontrol. Data trauma memperlihatkan keparahan koagulopati pada pasien yang baru masuk ICU memiliki nilai prediktif terhadap mortalitas. Ada data yang memberi kesan perlunya transfusi liberal dari FFP pada pasen perdarahan, namun efektivitas klinis butuh penelitian lanjut. Data baru yang dikumpulkan dari Rumah Sakit Angkatan Darat AS pada pasien yang mendapat transfusi masif packed red blood cells (>10 unit dalam 24 jam) memberi kesan bahwa rasio tinggi dari plasma : RBC (1:1.4 units) diikuti dengan survival lebih baik. Trombosit harus ditransfusi pada pasien perdarahan untuk mempertahankan kadar di atas 50 x 109/L. Ada indikasi potensial dari produk darah lain seperti konsentrat fibrinogen, jika kadar menurun < 1 g/L. Obat-obat seperti recombinant activated coagulation factor 7, dan antifibrinolitik seperti 25

aminocaproic acid, tranexamic acid , dan aprotinin (protease inhibitor) semuanya memiliki manfaat potensial pada perdarahan hebat namun membutuhkan penelitian lanjut. 4. SHOCK KARDIOGENIK Syok kardiogenik merupakan sindrom gangguan patofisiologik berat yang berhubungan dengan metabolisme seluler yang abnormal, yang umumnya disebabkan oleh perfusi jarigan yang buruk. Disebut juga kegagalan sirkulasi perifer yang menyeluruh dengan perfusi jaringan yang tidak adekuat (Tjokronegoro, A., dkk, 2003). Kardiogenik syok adalah syok yang disebabkan kegagalan jantung, metabolisme miokard. Apabila lebih dari 40% miokard ventrikel mengalami gangguan, maka akan tampak gangguan fungsi vital dan kolaps kardiovaskular (Raharjo,S., 1997). Perkiraan terbaru kejadian syok kardiogenik antara 5%-10% dari pasien dengan infark miokard. Perkiraan yang tepat sulit karena pasien yang meninggal sebelum mendapat perawatan di rumah sakit tidak mendapat diagnosa. Dalam membandingkan monitoring awal dan agresif dapat meningkatkan dengan jelas insiden syok kardiogenik. Studi dari Worcester Heart Attack, sebuah komunitas analisis terkenal, menemukan kejadian kardiogenik syok 7,5%. Insiden ini stabil dari tahun 1978-1988. Manfaat umum penggunaan streptokinase dan jaringan aktivator plasminogen untuk menghambat kerusakan arteri (GUSTO-1) sedang diteliti. Insiden kardiogenik syok 7,2% yakni sebuah rata-rata yang ditemukan pada percobaan trombolitik multisenter yang lain (Hollenberg, S., 2004). Kebanyakan penyebab dari kardiogenik syok adalah infark miokard akut, walaupun infark yang kecil pada pasien dengan sebelumnya mempunyai fungsi ventrikel kiri yang membahayakan bisa mempercepat shock. Syok dengan onset yang lambat dapat menjadi infark, reocclusi dari sebelumnya dari infark arteri atau dekompensasio fungsi miokardial dalam zona noninfark yang disebabkan oleh metabolik abnormal. Itu penting untuk mengenal area yang luas yang tidak
26

berfungsi tetapi miokardium viable dapat juga menjadi penyebab atau memberikan kontribusi untuk terjadinya perkembangan kardiogenik syok pada pasien setelah mengalami infark miokard (Hollenberg,S.,2003). Kardiogenik syok karakteristik ditandai dengan tekanan sistolik rendah (kurang dari 90mHg), diikuti menurunnya aliran darah keorgan vital : 1.Produksi urin kurang dari 20 ml/jam 2.Gangguan mental, gelisah, sopourus 3.Akral dingin 4.Aritmia yang serius, berkurangnya aliran darah koroner, meningkatnya laktat kardial. 5.Meningkatnya adrenalin, glucose, free fatty acid cortisol, rennin, angiotensin plasma serta menurunnya kadar insulin plasma. Pada keadaan lanjut akan diikuti hipoksemia primer ataupun sekunder, terjadi karena

ketidakseimbangan ventilasi-perfusi, hipovolemia, dan asidosis metabolic (Raharjo,S., 1997). Hipovolemia, komplikasi yang sering terjadi pada kardiogenik syok, disebabkan meningkatnya perspirasi-redistribusi cairan dari intravaskular keinterstitiel, stres akut, ataupun penggunaan diuretika (Raharjo, S., 1997). Definisi Kardiogenik syok adalah keadaan menurunnya cardiac output dan terjadinya hipoksia jaringan sebagai akibat dari tidak adekuatnya volume intravaskular. Kriteria hemodiamik hipotensi terus menerus (tekanan darah sistolik < 90 mmHg lebih dari 90 menit) dan bekurangnya cardiac index (<2,2/menit per m2) dan meningginya tekanan kapiler paru (>15 mmHg). Sebagian besar disebabkan oleh infark miokardial akut (Hollenberg, 2004). Etiologi Gangguan fungsi miokard : Infark miokard akut yang cukup jelas (>40%), infark ventrikel kanan. Penyakit jantung arteriosklerotik. Miokardiopati : Kardiomiopati restriktif kongestif atau kardiomiopati hipertropik. Mekanis : Regurgitasi mitral/aorta Ruptur septum interventrikel Aneurisma ventrikel masif Obstruksi : Pada aliran keluar (outflow) : stenosis atrium Pada
27

aliran masuk (inflow) : stenosis mitral, miksoma atrium kiri/thrombus, perikarditis/efusi perikardium. c.Aritmia : Bradiaritmia/takiaritmia (Tjokronegoro, A., dkk, 2003). Patofisiologi Cycle of Events of Cardiogenic Shock. End result is loss of effective entricular contractile mass. LV = left ventricel SVR = systemic vascular resistance Respon neurohormonal dan reflek adanya hipoksia akan menaikkan denyut nadi, tekanan darah, serta kontraktilitas miokard. Dengan meningkatnya denyut jantung, tekanan darah, dan kontraktilitas miokard, akan meningkatkan kebutuhan oksigen miokard, yang pada kondisi kardiogenik syok perfusi miokard telah menurun, hal ini akan memperburuk keadaan. Akibatnya, fungsi penurunan curah jantung, tekanan darah menurun, dan apabila Cardiac Index kurang dari 1,8 ltr/menit/m2, maka keadaan kardiogenik syok semakin nyata (Shoemaker, 1989; Mustafa, I, 1994). Hipoperfusi miokard, diperburuk oleh keadaan dekompensasi, akan menyebabkan semakin memperjelek keadaan, kerusakan miokard ditandai dengan kenaikan ensim kardial, serta peningkatan asam laktat. Kondisi ini akan menyebabkan; konsumsi oksigen (O2) tergantung pada transport oksigen (Supply dependent), hutang oksigen semakin besar (oxygen debt), asidosis jaringan. Melihat kondisi tersebut, obyektif resusitasi bertujuan menghilangan VO2 yang supplay-dependent, oxygen debt dan asidosis. Di sisi lain dengan kegagalan fungsi ventrikel, akan meningkatkan tekanan kapiler pulmoral, selanjutnya diikuti dengan meningkatnya tekanan hidrostatis untuk tercetusnya edema paru, disertai dengan kenaikan Pulmonary capilary wedge pressure (PCWP), serta penurunan isi sekuncup yang akan menyebabkan hipotensi. Respon terhadap hipotensi adalah vasokontriksi sistimik yang akan meninggikan SVR (Sistimik Vaskuler Resistan) dan meninggikan After load (Raharjo, S., 1997) Gambar akhir hemodinamik, penurunan isi sekuncup, peninggian SVR, LVEDP dan LVEDV.
28

GAMBARAN KLINIK Gambaran syok pada umumnya, seperti takikardi, oligouri, vasokontriksi perifer, asidosis metabolik merupakan gambaran klinik pada kardiogenik syok. Arythmia akan muncul dalam bentuk yang bervariasi yang merupakan perubahan ekstrem dari kenaikan denyut jantung, ataupun kerusakan miokard. Dengan adanya kerusakan miokard, enzim-enzim kardiak pada pemeriksaan laboratorium akan meningkat (Raharjo, S., (1997). Sebagian besar penderita kardiogenik syok dengan edema paru disertai naiknya PCWP, LVEDP (Left Ventrikel Diastolic Pressure). Edema paru akan mencetuskan dyspnoe yang berat ditunjukkan dengan meningkatnya kerja nafas, sianosis, serta krepitasi. Sedang kardiogenik syok yang tidak tertangani akan diikuti gagal multi organ, metabolik asidosis, kesadaran yang menurun sampai koma, yang semakin mempersulit penanganannya. Diagnosis Tanda karakteristik syok kardiogenik adalah penurunan curah jantung dengan kenaikan tekanan vena sentral yang nyata dan takikardia. Tahanan vascular sistemik umumnya juga meningkat. Bila perangsangan vagus meningkat misalnya pada IM inferior, dapat terjadi bradikardia (Daclhlan, R., & Nizar, R., (1989), Diagnosis dapat juga ditegakkan sebagai berikut: a.Tensi turun : sistolis < 90 mmHg atau menurun lebih dari 30-60 mmHg dari semula, sedangkan tekanan nadi < 30 mmHg. b.Curah jantung, indeks jantung < 2,1 liter/menit/m2. c.Tekanan diatrium kanan (tekanan vena sentral) biasanya tidak turun, normal redah sampai meninggi. d.Tekanan diatrium kiri (tekanan kapiler baji paru) rendah sampai meninggi. e.Resistensi sistemis. f.Asidosis (Tjokronegoro, A., dkk, 2003).

29

Penanganan Penanganan hemodinamik kardiogenik syok meliputi mengkoreksi patofisiologi abnormal, tanpa menyebabkan peninggian kebutuhan oksigen miokard. Oleh karena jantung yang gagal, sangat sensitif terhadap peningkatan after load, tahanan vaskuler sistimik harus dipertahankan pada nilai normal rendah. Hal yang sama penting adalah mempertahankan pre load optimal (Raharjo, S., (1997). Penanganan meliputi suportip umum, stabilisasi hemodinamik, optimalisasi O2 miokard supplay, ratio demand supplay, serta pengobatan spesifik. A. Suportip Umum Penanggulangan nyeri, koreksi status asam basa, gangguan elektrolit, serta pengobatan terhadap arrythia. Pemberian O2 untuk mengoreksi hipoksemia, bila hipoksemia menetap atau potensial untuk timbulnya syok berulang, lakukan intubasi dan mekanikal ventilasi dengan PEEP. (Positive end expiratory pressure), dengan penggunaan PEEP serta sedasi dalam mekanikal ventilasi harus waspada timbulnya hipotensi yang berat. B. Monitoring 1. Pengukuran tekanan arteri Pengukuran tekanan vena dengan CVP Penilaian terhadap curah jantung, perfusi kulit, produksi urin/jam, serta status mental penderita sebagai petunjuk perfusi jaringan 2. Penilaian lain : EKG dan ensim kardial AGD (analisa gas darah) dan laktat plasma Hb, elektrolit, ureum, creatinin C. Penanganan terhadap gangguan hemodinamik 1. Pada PCWP kurang dari 18 mmHg. Tindakan awal, dilakukan dengan ekspansi volume plasma, untuk menentukan status volume plasma. 2. Pada PCWP dengan nilai lebih dari 18 mmHg. Sebagian besar penderita dengan gambaran ini, sehingga pengobatan bertujuan untuk menurunkan, serta tetap normotensip setelah loading cairan. Untuk memperbaiki fungsi hemodinamik dapat dipergunakan obat dan mechanical circulatory assistance. D. Perawatan
30

Pada dekompensasi jantung kiri tidak dengan bantal, tetapi tidak terlalu tinggi, supaya tidak memberatkan anoksia serebral. Bebaskan jalan napas dan berikan O2, kalau perlu dengan pipa endotrakea dan bantuan pernapasan. Sesuaikan dengan hasil analisis gas darah (Raharjo, S., (1997). Pasan galat pantau jantung dan tensi serta masukkan jalur arteri (arterial line) dengan pencatatan tekanan (pressure recording) TVS, atau lebih baik memakai kateter Swan Ganz untuk mengukur tekanan atrium kanan (TAK), tekana arteri pulmonalis (TAP), tekanan kapiler baji paru (TBKP) dan curah jantung. Pantau produksi urin dengan memasang kateter tetap (dauer katheter).Obat penenang : Valium atau lainnya. Pengobatan 1.Bila karena aritmia Diberikan pengobatan aritmia yang sesuai. Untuk fibrilasi atrium cepat, takikardia atrium paroksismal, takikardia ventrikel, fibrilasi ventrikel, diberikan terapi defibrilasi (DC shock). Pada bradiaritmia diberikan salfas atropin, isopreterenol 1-2 mcg/menit atau dengan pace maker (Raharjo, S., (1997). 2. Gangguan mekanis. Pada efusi perikardial, dilakukan fungsi perikard. Pada ruptur septum interventrikular dan aneurisma, dilakukan operasi. 3. Obstruksi aliran masuk (inflow) Pada stenosis mitral untuk mengontrol takiaritmia, diberikan digitalis, isoptin dan kalau perlu dioperasi. Sedangkan pada trombus atau miksoma, dicarikan posisi yang terbaik untuk curah jantungnya. Dengan mengubah posisi dapat mengurangi obstruksi aliran masuk oleh miksoma atau trombus, yang masih mobil di atrium kiri. Kalau perlu dilakukan operasi (Raharjo, S., (1997). 4. Obstruksi aliran ke luar dan kardiomiopati restriktif atau kardiomiopati hipertrofik. Memerlukan vasodilator (arterio-venul, seperti nitroprusside, capoten

31

dan lain-lain). Pada stenosis atrium dapat juga dipertimbangkan untuk melakukan operasi. 5. Gangguan kontraktilitas. a.Penambahan volume (cairan). Tanpa pemantauan, lakukan tes dengan memberikan cairan (misalnya dekstrose 5%) dalam waktu cepat 100 cc/5-10 menit, lalu tekanan darah diukur. Bila tekanan darah meninggi, berarti memang perlu penambahan volume, maka pemberian cairan lebih perlahan-lahan, sambil memantau tekanan darah. Perhatikan juga apakah pasien tambah sesak dan ronki basah di paru bertambah, yang berarti pemberian cairan harus dihentikan. Dengan pemantauan TVS, bila TVS < 15 cm H2O, maka dapat dilakukan tes dengan memberikan cairan lebih cepat yaitu 100 cc/5-10 menit, sampai TVS naik 2-3 cm H2O, dan ukur tekanan darah. Bila tekanan darah meninggi, berarti cairan perlu ditambah. Bila tekanan darah tidak naik, dan pasien tambah sesak serta ronki juga bertambah, maka cairan dihentikan (Raharjo, S., (1997). Dengan pemantauan memakai kateter Swan-Ganz, perhatikan tekanan atrium kanan (TAK), tekanan vena sentral (TVS) dan tekanan kapiler baji paru (TKBP). TakoN/ o + N N Boleh coba (tes) q qTAK TKBP Koreksi Cairan /N + (infark ventrikel kanan)q /Noperlu Bila TAK 5-12 cm H2O, boleh ditambah s/d 18 cm H2O dan bila TKBP 5-12 mmHg, boleh ditambah s/d 18 mmHg. Bila TAK <12 cm H2O dan TKBP <15 mmHg maka cairan diberikan dengan cepat, sedangkan bila TAK 12-15 cm H2O dan TKBP 15-18 mmHg, cairan diberikan lebih perlahan. Pemberian cairan harus meninggikan tekanan darh dan menambah curah jantung serta indeks jantung (Raharjo, S., (1997). b.Obat-obatan 1)Vasopresor Diberikan sesudah koreksi cairan dan ventilasi. Bila ada bradikardi, terutama diberikan isoproterenol untuk meninggikan O2 miokard, sehingga tidak dapat memperluas infark jantung. Noradrenalin 16 mg atau 10 mg pentolamin dalam 500 cc dekstrose 5% atau Metaraminol.
32

Pemberian Dopamin atau Dobutamin drip intravena paling dianjurkan, karena aliran darah ginjal dapat bertambah (Zunilda, SB., dkk.,1995). 2)Vasodilator Nitroglycerine mengurangi prabeban (preload) sebagai vasodilator koroner. Na Nitroprusside mengurangi prabeban dan pasca beban (pre & afterload). Dosis Na Nitropruside 0,5-3 mcg/kg/menit. Captopril juga mengurangi prabeban dan pasca beban. 3)Inotropik Digitalis dipakai pada takikardia, dengan tujuan menaikkan konsumsi oksigen. Glukogen tidak nyata manfaatnya pada takikardia. 4)Diuretik Dengan memberikan diuretik, berarti mengurangi prabeban. 5)Kortikosteroid Efek pemberian kortikosteroir banyak. Selalu bermanfaat, untuk mencegah kerusakan-kerusakan yang disebabkan oleh anoksia. Karena itu bila mungkin dan tidak ada kontraindikasi, selalu harus diberikan (Benowitz,Neal., dkk., 1998). 6. Pemilihan obat-obat. Sesudah dilakukan evaluasi dan koreksi volume darah. Bila ekstremitas tidak dingin, diberikan vasopressor, yaitu noradrenalin atau metaraminol. Tekanan darah sistolik tidak usah lebih dari 90 -100 mmHg. Bila mungkin diperiksa asam laktat. Kalau kemudian meninggi, maka harus diganti dengan obat vasodilator. Bila ekstremitas agak dingin, sebagai vasopresor dipakai Dopamin (Zunilda, SB., dkk., (1995). Bila ekstremitas dingin sekali, kulit lembab dan pucat, (asam laktat pasti meninggi), maka diberikan obat vasodilator. Bila dengan cara ini tekanan darah turun maka volum ditambah selama pasien tid ak bertambah sesak dan ronki basah tidak bertambah. Setelah itu dapat diberikan Dopamin (Raharjo, S., (1997). 7. Obat Pada kardiogenik syok setelah tercapai pre load yang optimal sering dibutuhkan inotropik untuk memperbaiki kontraktilitas dan obat lain untuk menurunkan after load. a. Katekolamin Termasuk dalam kelompok ini, adrenalin, noradrenalin, isoproterenol, dopamin dan dobutamin, secara umum akan menaikkan tekanan arteri, perfusi koroner, kontraktilitas dan kenaikan denyut jantung, serta
33

vasokontriksi perifer (Zunilda, SB., dkk.,1995). Kenaikan tekanan arteri akan meningkatkan konsumsi oksigen, serta kerja yang tidak diinginkan potensial menimbulkan arrythmia. b. Adrenalin, noradrenalin dan isoproterenol Mempunyai aktivitas stimulasi alfa kuat. Aktivitas kronotropik dipunyai ke 3 obat tersebut. Stimulai alfa kuat menyebabkan vaskontriksi kuat, sehingga meningkatkan tension dinding miokard yang dapat mengganggu aktivitas inotropik. Isoproterenol merupakan vasodilator kuat dan cenderung menurunkan aliran darah dan tekanan perfusi koroner. Disamping itu isoproterenol akan sangat meningkatkan kontraktilitas miokard dan laju jantung, sebagai akibatnya terjadi peningkatan konsumsi oksigen miokard yang sangat berbahaya pada kardiogenik syok (Mustafa I, 1994). c. Dopamin Merupakan prekusor endogen noradrenalin, menstimuli reseptor beta, alfa dan dopaminergik. Dopamin juga mempunyai efek tyramine like yang akan menyebabkan pelepasan noradrenalin endogen. Pengaruh dopamin terhadap jantung adalah stimulasi reseptor beta 1, pada dosis 5-10 mg/kgBB/ menit, sedang pada dosis melebihi 10 mcg/kgBB/menit, dopamin mulai mestimulasi reseptor alfa 1 yang menyebabkan peningkatan tekanan arteri sistimik dan tekanan venosa, oleh karena meningkatkan tahanan vaskuler sistim dapat memperburuk fungsi ik miokard (Raharjo, S., 1997). Dopamin meningkatkan aliran darah kortek ginjal melalui stimulasi reseptor dopaminergik, pada dosis 0,5 2 mcg/kgBB/menit. Takikardi berlebihan, yang akan menurunkan waktu untuk pengisian ventrikel dan peningkatan konsumsi oksigen miokard merupakan efek-efek yang tidak diingkan pada dopamin. Diantara katekolamin di atas, dobutamin merupakan inotropik standard yang digunakan sebagai pembanding. Dobutamin mempunyai efek terbatas pada tekanan darah serta meningkatkan curah jantung tanpa pengaruh bermakna pada tekanan darah, sebagai akibatnya tahanan vaskuler sistimik, tekanan vena, denyut jantung menurun. Pada penggunaan dobutamin, bila terjadi penurunan rekanan darah umumnya menandakan terdapat hipovole mia

(Benowitz,Neal., dkk., 1998). Dobutamin terutama bekerja pada reseptor beta,

34

dengan rentan dosis 240 mcg/kgBB/menit. Pada dosis tersebut akan menaikkan kontraktilitas dengan sedikit efek chronotropik tanpa vasokonstriksi. d. Digoxin Digunakan untuk memperbaiki kontraksi miokard, namun mempunyai mula kerja, ekskresi yang lama, serta rasio terapi yang rendah, sehingga kurang effektif pada penggunaan sebagai inotropik pada kardiogenik syok. e. Vasodilator Kerja yang bermakna pada penggunaan vasodilator untuk mengurangi kerja miokard dan kebutuhan oksigen miokard. Shoemaker, 1989, penggunaan vasodilator kurang efektif pada kardiogenik syok, dibanding penggunaan pada gagal ventrikel kiri akut/kronik, bila kerusakan miokard dan kolaps kardiovaskuler begitu berat (Shoemaker, 1989). Sodium nitropruside, akan menaikan curah jantung pada penderita gagal ventrikel kiri dan syok setelah infark miokard. Dosis awal 10 mcg/kgBB/menit, maksimal dosis 500 mcg/kgBB/menit. Nitrogliserine, berfungsi sebagai venodilator pada penggunaan intravena, dengan mula kerja yang cepat, dosis 10-40 mcg/kgBB/menit. Salbutamol; beta 2 agonis, berfungsi sebagai arteriol dilator. Pada beberapa keadaan kombinasi katekolamin dan vasodilator sering dipergunakan untuk mendapatkan status hemodinamika yang baik. 8. Mechanical Circulatory Assitance Dipergunakan pada penderita yang tidak responsif dengan pengobatan diatas. a. IABP (Intra Aortic Ballon Pump) Dimasukkan lewat arteri besar dengan bantuan floroscop, disinkronasi dengan EKG pada aort . Balon dikembangkan a saat diastolik, dengan harapan akan meningkatkan tekanan diastolik, sehingga memperkuat aliran koroner, perfusi koroner menjadi baik. Dikempiskan saat sebelum sistolik ventrikel yang akan menurunkan tekanan aorta dan ventrikel after load (Raharjo, S., 1997). Hasil akhir akan menaikkan perfusi koroner, menurunkan kerja miokard dan kebutuhan oksigen miokard. b. VAD (Ventrikuler Assist Devices) Digunakan pada kardiogenik syok yang dengan IASP, obat tidak menunjukkan manfaat. Apabila PCWP, curah jantung,
35

tahanan vaskuler sistimik dan tekanan darah dapat diukur, algoritme tersebut dapat dipergunakan pada kardiogenik syok (Mustafa, I. 1994). 5. SYOK ANAFILAKSIS Definisi Anaphylaxis (Yunani, Ana = jauh dari dan phylaxis = perlindungan). Anafilaksis berarti Menghilangkan perlindungan. Anafilaksis adalah reaksi alergi umum dengan efek pada beberapa sistem organ terutama kardiovaskular, respirasi, kutan dan gastro intestinal yang merupakan reaksi imunologis yang didahului dengan terpaparnya alergen yang sebelumnya sudah tersensitisasi. Syok anafilaktik(= shock anafilactic ) adalah reaksi anafilaksis yang disertai hipotensi dengan atau tanpa penurunan kesadaran. Reaksi Anafilaktoid adalah suatu reaksi anafilaksis yang terjadi tanpa melibatkan antigen-antibodi kompleks. Karena kemiripan gejala dan tanda biasanya diterapi sebagai anafilaksis. Sejarah Tahun 2641 SM, seorang Pharao meninggal mendadak Raja Menes meninggal tidak seberapa lama setelah disengat tawon (wasp). Tahun 1902, dua ilmuwan Perancis yang bekerja di Mediterania menemukan phenomena yang sama dengan yang terjadi pada Pharao itu. Richet dan Portier, menginjeksi anjing dengan ekstrak anemon laut, setelah beberapa lama diinjeksi ulang dengan ekstrak yang sama . Hasilnya anjing itu mendadak mati. Phenomena ini mereka

sebut aldquo; Anaphylaxis. Atas kerjanya ini, Richet dianugerahi Nobel pada tahun 1913. Patofisiologi Oleh Coomb dan Gell (1963), anafilaksis dikelompokkan dalam hipersensitivitas tipe 1 atau reaksi tipesegera (Immediate type reaction). Mekanisme anafilaksis melalui beberapa fase :

36

Fase Sensitisasi : Yaitu waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan Ig E sampai diikatnya oleh reseptor spesifik pada permukaan mastosit dan basofil. Alergen yang masuk lewat kulit, mukosa, saluran nafas atau saluran makan di tangkap oleh Makrofag. Makrofag segera mempresen-tasikan antigen tersebut kepada Limfosit T, dimana ia akan mensekresikan sitokin (IL-4, IL-13) yang menginduksi Limfosit B berproliferasi menjadi sel Plasma (Plasmosit). Sel plasma memproduksi Immunoglobulin E (Ig E) spesifik untuk antigen tersebut. Ig E ini kemudian terikat pada receptor permukaan sel Mast (Mastosit) dan basofil. Fase Aktivasi : Yaitu waktu selama terjadinya pemaparan ulang dengan antigen yang sama. Mastosit dan Basofil melepaskan isinya yang berupa granula yang menimbulkan reaksi pada paparan ulang . Pada kesempatan lain masuk alergen yang sama ke dalam tubuh. Alergen yang sama tadi akan diikat oleh Ig E spesifik dan memicu terjadinya reaksi segera yaitu pelepasan mediator vasoaktif antara lain histamin, serotonin, bradikinin dan beberapa bahan vasoaktif lain dari granula yang di sebut dengan istilah Preformed mediators. Ikatan antigen-antibodi merangsang degradasi asam arakidonat dari membran sel yang akan menghasilkan Leukotrien (LT) dan Prostaglandin (PG) yang terjadi beberapa waktu setelah degranulasi yang disebut Newly formed mediators. Fase Efektor Adalah waktu terjadinya respon yang kompleks (anafilaksis) sebagai efek mediator yang dilepas mastosit atau basofil dengan aktivitas farmakologik pada organ organ tertentu. Histamin memberikan efek bronkokonstriksi, meningkatkan permeabilitas kapiler yang nantinya menyebabkan edema, sekresi mukus dan vasodilatasi. Serotonin meningkatkan permeabilitas vaskuler dan Bradikinin menyebabkan kontraksi otot polos. Platelet activating factor (PAF) berefek bronchospasme dan meningkatkan permeabilitas vaskuler, agregasi dan aktivasi trombosit. Beberapa faktor kemotaktik menarik eosinofil dan neutrofil. Prostaglandin yang dihasilkan menyebabkan bronchokonstriksi, demikian juga dengan Leukotrien.

37

Terr menyebutkan beberapa golongan alergen yang dapat menimbulkan reaksi anafilaksis, yaitu makanan, obat-obatan, bisa atau racun serangga dan alergen lain yang tidak bisa di golongkan. Allergen penyebab Anafilaksis Makanan Krustasea: Lobster, udang dan kepiting Moluska : kerang Ikan Kacang-kacangan dan biji-bijian Buah beri Putih telur Susu Obat Hormon : Insulin, PTH, ACTH, Vaso-presin, Relaxin Enzim : Tripsin,Chymotripsin, Penicillinase, As-paraginase Vaksin dan Darah Toxoid : ATS, ADS, SABU Ekstrak alergen untuk uji kulit Dextran Antibiotika: Penicillin, Streptomisin, Cephalosporin, Tetrasiklin, Ciprofloxacin, Amphotericin B, Nitrofurantoin. Agent diagnostik-kontras: Vitamin B1, Asam folat Agent anestesi: Lidocain, Procain, Lain-lain: Barbiturat, Diazepam, Phenitoin, Protamine, Aminopyrine, Acetil cystein , Codein, Morfin, Asam salisilat dan HCT Bisa serangga Lebah Madu, Jaket kuning, Semut api Tawon (Wasp). Lain-lain Lateks, Karet, Glikoprotein seminal fluid Gejala klinis Anafilaksis merupakan reaksi sistemik, gejala yang timbul juga menyeluruh. Gejala permulaan: Sakit Kepala, Pusing, Gatal dan perasaan panas Sistem Organ Gejala Kulit Eritema, urticaria, angoedema, conjunctivitis, pallor dan kadang cyanosis Respirasi Bronkospasme, rhinitis, edema paru dan batuk, nafas cepatdan pendek, terasa tercekik karena edema epiglotis, stridor, serak, suara hilang, wheezing, dan obstruksi komplit. Cardiovaskular Hipotensi, diaphoresis, kabur pandangan, sincope, aritmia dan hipoksia Gastrintestinal Mual, muntah, cramp
38

perut, diare, disfagia, inkontinensia urin SSP, Parestesia, konvulsi dan kom Sendi Arthralgia Haematologi darah, trombositopenia, DIC Diagnosis Anamnesis Mendapatkan zat penyebab anafilaksis (injeksi, minum obat, disengat hewan, makan sesuatu atau setelah test kulit ) Timbul biduran mendadak, gatal dikulit, suara parau sesak ,sekarnafas, lemas, pusing, mual,muntah sakit perut setelah terpapar sesuatu. Fisik diagnostik Keadaan umum : baik sampai buruk Kesadaran Composmentis sampai Koma Tensi : Hipotensi, Nadi:Tachycardi, Nafas : Kepala dan leher : cyanosis, dispneu, conjunctivitis, lacrimasi, edema periorbita, perioral, rhinitis Thorax aritmia sampai arrest Pulmo Bronkospasme, stridor, rhonki dan wheezing, Abdomen : Nyeri tekan, BU meningkat Ekstremitas : Urticaria, Edema ekstremitas Pemeriksaan Tambahan Hematologi : Hitung sel meningkat Hemokonsentrasi, trombositopenia eosinophilia naik/ normal / turun. X foto : Hiperinflasi dengan atau tanpa atelektasis karena mukus plug, EKG : Gangguan konduksi, atrial dan ventrikular disritmia, Kimia meningkat, sereum triptaase meningkat Diagnosis banding: - Syok bentuk lain - Asma akut - Edema paru dan emboli paru - Aritmia jantung - Kejang - Keracunan obat akut

39

- Urticaria - Reaksi vaso-vagal Penatalaksanaan dan Management syok anafilaktik


 Hentikan obat/identifikasi obat yang diduga

menyebabkan reaksi

anafilaksis
 Torniquet, pasang torniquet di bagian proksimal daerah masuknya obat

atau sengatan hewan longgarkan 1-2 menitn tiap 10 menit.


 Posisi, tidurkan dengan posisi Trandelenberg, kaki lebih tinggi dari kepala

(posisi shock)dengan alas keras.


 Bebaskan airway, bila obstruksi intubasi-cricotyrotomi-tracheostomi  Berikan oksigen, melalui hidung atau mulut 5-10 liter /menit bila tidak bia

persiapkandari mulut kemulut


 Pasang cathether intra vena (infus) dengan cairan elektrolit seimbang atau

Nacl fisiologis, 0,5-1liter dalam 30 menit (dosis dewasa) monitoring dengan Tensi dan produksi urine
 Pertahankan tekanan darah sistole >100mmHg diberikan 2-3L/m2 luas

tubuh /24 jam bila 100 mmHg 500 cc/ 1 Jam


 Bila perlu pasang CVP

Medikamentosa I. Adrenalin 1:1000, 0,3 0,5 ml SC/IM lengan atas , paha, sekitar lesi pada venom, Dapat diulang 2-3 x dengan selang waktu 15-30 menit, Pemberian IV pada stadium terminal /pemberian dengan dosis1 ml gagal , 1:1000 dilarutkan dalam 9 ml garam faali diberikan 1-2 ml selama 5-20 menit (anak 0,1 cc/kg BB)

40

Medikamentosa II. Diphenhidramin IV pelan (+ 20 detik ) ,IM atau PO (1-2 mg/kg BB) sampai 50 mg dosis tunggal, PO dapat dilanjutkan tiap 6 jam selama 48 jam, bila tetap sesak + hipotensi segera rujuk, (anak :1-2 mg /kgBB/ IV) maximal 200mg IV Medikamentosa III. Aminophilin, bila ada spasme bronchus beri 4-6 mg/ kg BB dilarutkan dalam 10 ml garam faali atau D5, IV selama 20 menit dilanjutkan 0,2 1,2 mg/kg/jam IV. Corticosteroid 5-20 mg/kg BB dilanjutkan 2-5 mg/kg selama 4-6 jam, pemberian selama 72 jam .Hidrocortison IV, beri cimetidin 300mg setelah 3-5 menit Monitoring Observasi ketat selama 24 jam, 6jam berturut-turut tiap 2 jam sampai keadaan fungsi membaik - Klinis : keadaan umum, kesadaran, vital sign, produksi urine dan keluhan - Darah : Gas darah - EKG Komplikasi (Penyulit) Kematian karena edema laring , gagal nafas, syok dan cardiacNarrest. Kerusakan otak permanen karena syok dan gangguan cardiovaskuler. Urtikaria dan angoioedema menetap sampai beberapa bulan, Myocard infark, aborsi dan gagal ginjal juga pernah dilaporkan. Prevensi (Pencegahan) - Mencegah reaksi ulang - Anamnesa penyakit alergi px sebelum terapi diberikan (obat,makanan,atopik) - Lakukan skin test bila perlu

41

- Encerkan obat bila pemberian dengan SC/ID/IM/IV dan observasi selama pemberian - Catat obat px pada status yang menyebabkan alergi - Hindari obat-obat yang sering menyebabkan syok anafilaktik. - Desensitisasi alergen spesifik - Edukasi px supaya menghindari makanan atau obat yang menyebabkan alergi - Bersiaga selalu bila melakukan injeksi dengan emergency kit Prognosis Bila penanganan cepat, klinis masih ringan dapat membaik dan tertolong Algoritme Management Penderita Syok Anafilaktik Ringan:
 Baringkan dalam posisi syok, Alas keras  Bebaskan jalan nafas  Tentukan penyebab dan lokasi masuknya  Jika masuk lewat ekstremitas, pasang tourniquet  Injeksi Adrenalin 1:1000 0,25 cc (0,25mg) SC Sedang  Monitor pernafasan dan hemodinamik  Suplemen Oksigen  Injeksi Adrenalin 1:1000- 0,25cc(0,25mg) IM(Sedang) atau 1:10.000 2,5-

5cc (0,25-0,5mg) IV(Berat), Berikan sublingual atau trans trakheal bila vena kolaps
 Aminofilin 5-6mg/kgBB IV(bolus), diikuti 0,4-0,9mg/kgBB/menit perdrip

(untuk bronkospasme persistent)


 Infus cairan (pedoman hematokrit dan produksi urine) Berat  Monitor pernafasan dan hemodinamika  Cairan, Obat Inotropik positif, Obat vasoaktif tergantung hemodinamik  Bila perlu dan memungkin rujuk untuk mendapat perawatan intensif RJPO

& Basic dan Advanced Life Support (RJPO) Arrest Nafas dan Jantung.
42

6. SYOK NEUROGENIK Definisi Syok neurogenik merupakan kegagalan pusat vasomotor sehingga terjadi hipotensi dan penimbunan darah pada pembuluh tampung (capacitance vessels). Syok neurogenik terjadi karena hilangnya tonus pembuluh darah secara mendadak di seluruh tubuh. Syok neurogenik juga dikenal sebagai syok spinal. Bentuk dari syok distributif, hasil dari perubahan resistensi pembuluh darah sistemik yang diakibatkan oleh cidera pada sistem saraf (seperti: trauma kepala, cidera spinal, atau anestesi umum yang dalam). Etiologi Penyebabnya antara lain : 1. Trauma medula spinalis dengan quadriplegia atau paraplegia (syok spinal). 2. Rangsangan hebat yang kurang menyenangkan seperti rasa nyeri hebat pada fraktur tulang. 3. Rangsangan pada medula spinalis seperti penggunaan obat anestesi spinal/lumbal. 4. Trauma kepala (terdapat gangguan pada pusat otonom). 5. Suhu lingkungan yang panas, terkejut, takut.

Patofisiologi

Syok neurogenik termasuk syok distributif dimana penurunan perfusi jaringan dalam syok distributif merupakan hasil utama dari hipotensi arterial karena penurunan resistensi pembuluh darah sistemik (systemic vascular resistance).
43

Sebagai tambahan, penurunan dalam efektifitas sirkulasi volume plasma sering terjadi dari penurunan venous tone, pengumpulan darah di pembuluh darah vena, kehilangan volume intravaskuler dan intersisial karena peningkatan permeabilitas kapiler. Akhirnya, terjadi disfungsi miokard primer yang bermanifestasi sebagai dilatasi ventrikel, penurunan fraksi ejeksi, dan penurunan kurva fungsi ventrikel.

Pada keadaan ini akan terdapat peningkatan aliran vaskuler dengan akibat sekunder terjadi berkurangnya cairan dalam sirkulasi. Syok neurogenik mengacu pada hilangnya tonus simpatik (cedera spinal). Gambaran klasik pada syok neurogenik adalah hipotensi tanpa takikardi atau vasokonstriksi kulit.

Syok

neurogenik

terjadi

karena

reaksi

vasovagal

berlebihan

yang

mengakibatkan vasodilatasi menyeluruh di regio splanknikus, sehingga perfusi ke otak berkurang. Reaksi vasovagal umumnya disebabkan oleh suhu lingkungan yang panas, terkejut, takut atau nyeri. Syok neurogenik bisa juga akibat rangsangan parasimpatis ke jantung yang memperlambat kecepatan denyut jantung dan menurunkan rangsangan simpatis ke pembuluh darah. Misalnya pingsan mendadak akibat gangguan emosional.

Pada penggunaan anestesi spinal, obat anestesi melumpuhkan kendali neurogenik sfingter prekapiler dan menekan tonus venomotor. Pasien dengan nyeri hebat, stress, emosi dan ketakutan meningkatkan vasodilatasi karena mekanisme reflek yang tidak jelas yang menimbulkan volume sirkulasi yang tidak efektif dan terjadi sinkop.9

44

Manifestasi Klinis

Hampir sama dengan syok pada umumnya tetapi pada syok neurogenik terdapat tanda tekanan darah turun, nadi tidak bertambah cepat, bahkan dapat lebih lambat (bradikardi) kadang disertai dengan adanya defisit neurologis berupa quadriplegia atau paraplegia . Sedangkan pada keadaan lanjut, sesudah pasien menjadi tidak sadar, barulah nadi bertambah cepat. Karena terjadinya pengumpulan darah di dalam arteriol, kapiler dan vena, maka kulit terasa agak hangat dan cepat berwarna kemerahan.

Diagnosis

Hampir sama dengan syok pada umumnya tetapi pada syok neurogenik terdapat tanda tekanan darah turun, nadi tidak bertambah cepat, bahkan dapat lebih lambat (bradikardi) kadang disertai dengan adanya defisit neurologis berupa quadriplegia atau paraplegia.

Diagnosis Banding

Diagnosis banding syok neurogenik adalah sinkop vasovagal. Keduanya samasama menyebabkan hipotensi karena kegagalan pusat pengaturan vasomotor tetapi pada sinkop vasovagal hal ini tidak sampai menyebabkan iskemia jaringan menyeluruh dan menimbulkan gejala syok.1,9 Diagnosis banding yang lain adalah syok distributif yang lain seperti syok septik, syok anafilaksi. Untuk syok yang lain biasanya sulit dibedakan tetapi anamnesis yang cermat dapat membantu menegakkan diagnosis.

45

Penatalaksanaan

1. Konsep dasar untuk syok distributif adalah dengan pemberian vasoaktif seperti fenilefrin dan efedrin, untuk mengurangi daerah vaskuler dengan penyempitan sfingter prekapiler dan vena kapasitan untuk mendorong keluar darah yang berkumpul ditempat tersebut : 2. Baringkan pasien dengan posisi kepala lebih rendah dari kaki (posisi Trendelenburg). 3. Pertahankan jalan nafas dengan memberikan oksigen, sebaiknya dengan menggunakan masker. Pada pasien dengan distress respirasi dan hipotensi yang berat, penggunaan endotracheal tube dan ventilator mekanik sangat dianjurkan. Langkah ini untuk menghindari pemasangan endotracheal yang darurat jika terjadi distres respirasi yang berulang. Ventilator mekanik juga dapat menolong menstabilkan hemodinamik dengan menurunkan penggunaan oksigen dari otot-otot respirasi.13 4. Untuk keseimbangan hemodinamik, sebaiknya ditunjang dengan resusitasi cairan. Cairan kristaloid seperti NaCl 0,9% atau Ringer Laktat sebaiknya diberikan per infus secara cepat 250-500 cc bolus dengan pengawasan yang cermat terhadap tekanan darah, akral, turgor kulit, dan urin output untuk menilai respon terhadap terapi. 5. Bila tekanan darah dan perfusi perifer tidak segera pulih, berikan obatobat vasoaktif (adrenergik; agonis alfa yang indikasi kontra bila ada perdarahan seperti ruptur lien) :
y

Dopamin merupakan obat pilihan pertama. Pada dosis > 10 mcg/kg/menit, berefek serupa dengan norepinefrin. Jarang terjadi takikardi.

Norepinefrin efektif jika dopamin tidak adekuat dalam menaikkan tekanan darah. Monitor terjadinya hipovolemi atau cardiac output yang rendah jika norepinefrin gagal dalam menaikkan tekanan darah secara adekuat. Pada

46

pemberian subkutan, diserap tidak sempurna jadi sebaiknya diberikan per infus. Obat ini merupakan obat yang terbaik karena pengaruh vasokonstriksi perifernya lebih besar dari pengaruh terhadap jantung (palpitasi). Pemberian obat ini dihentikan bila tekanan darah sudah normal kembali. Awasi pemberian obat ini pada wanita hamil, karena dapat menimbulkan kontraksi otot-otot uterus.
y

Epinefrin pada pemberian subkutan atau im, diserap dengan sempurna dan dimetabolisme cepat dalam badan. Efek vasokonstriksi perifer sama kuat dengan pengaruhnya terhadap jantung Sebelum pemberian obat ini harus diperhatikan dulu bahwa pasien tidak mengalami syok hipovolemik. Perlu diingat obat yang dapat menyebabkan vasodilatasi perifer tidak boleh diberikan pada pasien syok neurogenik

Dobutamin berguna jika tekanan darah rendah yang diakibatkan oleh menurunnya cardiac output. dobutamin dapat menurunkan tekanan darah melalui vasodilatasi perifer.

47

Resistensi Obat Dosis Cardiac Output Tekanan Darah Pembuluh Darah Sistemik Dopamin 2,5-20 mcg/kg/menit 0,05-2 mcg/kg/menit 0,05-2 mcg/kg/menit 2-10 mcg/kg/menit 2,5-10 mcg/kg/menit + + +

Norepinefrin

++

++

Epinefrin

++

++

Fenilefrin

++

++

Dobutamin

+/-

48

KESIMPULAN

Syok bukanlah merupakan suatu diagnosis. Syok merupakan sindrom klinis yang kompleks yang mencakup sekelompok keadaan dengan manifestasi hemodinami yang bervariasi tetapi petunjuk yang umum adalah tidak memadainya perfusi jaringan. Syok neurogenik merupakan kegagalan pusat vasomotor sehingga terjadi hipotensi dan penimbunan darah pada pembuluh tampung (capacitance vessels). Penyebab syok neurogenik antara lain: Trauma medula spinalis denganquadriplegia atau paraplegia (syok spinal), rangsangan hebat yang kurang menyenangkan seperti rasa nyeri hebat pada fraktur tulang, rangsangan pada medula spinalis seperti penggunaan obat anestesi spinal/lumbal, trauma kepala (terdapat gangguan pada pusat otonom), suhu lingkungan yang panas, terkejut, takut. Syok neurogenik termasuk syok distributif dimana penurunan perfusi jaringan dalam syok distributif merupakan hasil utama dari hipotensi arterial karena penurunan resistensi pembuluh darah sistemik (systemic vascular resistance). Diagnosis syok kardiogenik Hampir sama dengan syok pada umumnya tetapi pada syok neurogenik terdapat tanda tekanan darah turun, nadi tidak bertambah cepat, bahkan dapat lebih lambat (bradikardi) kadang disertai dengan adanya deficit neurologis berupa quadriplegia atau paraplegia. Konsep dasar untuk syok distributif adalah dengan pemberian vasoaktif seperti fenilefrin dan efedrin, untuk mengurangi daerah vaskuler dengan penyempitan sfingter prekapiler dan vena kapasitan untuk mendorong keluar darah yang berkumpul ditempat tersebut.

49

DAFTAR PUSTAKA

1. buku ilmu penyakit dalam 2. buku ATLS 3. http://medlinux.blogspot.com/2009/02/syok-neurogenik.html

50

You might also like