You are on page 1of 23

BAB I PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang Kabupaten Sinjai, Sulawesi Selatan, yang memiliki luas lebih dari 800 kilometer persegi, sebagian wilayahnya terletak di perairan Teluk Bone. Ini menjadikan Kabupaten Sinjai kaya akan hasil laut dan memiliki potensi perikanan laut yang cukup besar . Hal inilah yang menjadikan sebagian besar penduduk di Kepulauan Sembilan, memilih mata pencaharian sebagai nelayan. (Lena Sari, 2011) Kepulauan Sembilan sendiri merupakan bagian dari kecamatan Pulau Sembilan yang terdiri dari sembilan pulau,antara lain pulau Burong-Loe, LiangLiang, Kambuno, Kodingare, Kanalo 1, Kanalo 2, Katindoang, danLare-Rea. Pulau Kambuno merupakan ibukota kecamatan dan sebanyak 74,4% penduduknya adalah nelayan. (Working Group CorEmap South Sulawesi,2002). Nelayan pulau Kambuno juga terkenal sebagai penyelam yang ulung, dan teripang merupakan salah satu objek tangkapannya. Dengan sarana perangkat modern seperti masker dan kompresor sebagai suplai udara yang diperkenalkan sejak tahun 1990-an, menjadikan aktifitas menyelam menjadi profesi yang paling menjanjikan bagi penduduk pulau Kambuno. (Munsi Lampe, 2005) Menyelam adalah suatu kegiatan yang dilakukan dibawah permukaan air, dengan atau tanpa menggunakan peralatan, untuk mencapai tujuan tertentu. Aktifitas menyelam mengakibatkan terjadinya perubahan-perubahan keadaan di sekitar tubuh antara lain perubahan tekanan udara yang dapat mengakibatkan gangguan pada tubuh 1

manusia. Rasa nyeri pada gigi yang timbul karena tejadi perbedaan tekanan udara di luar dan di dalam tubuh disebut sebagai barodontalgia. Seseorang yang mendapatkan peningkatan atau penurunan tekanan

disekitarnya biasanya akan merasakan sakit pada gigi. Masalah seperti itu pertama kali ditemukan pada pilot dan disebut sebagai aerodontalgia. Baru-baru ini, nyeri pada gigi juga telah dilaporkan ketika menyelam dan istilah barodontalgia digunakan untuk menyebutkan kedua kondisi tersebut, apakah disebabkan oleh peningkatan ataupun penurunan dari tekanan barometric. (Wadha al Hajri,2005) Prevalensi barodontalgia sangat tinggi pada dekade ke 3. Sebanyak 17,3% insiden terjadinya barodontalgia pada penyelam militer laki-laki di Amerika. Besarnya insiden terjadinya barodontalgia pada kru pesawat (11%) sama dengan penyelam (11,9%). Secara umum, penyelam lebih banyak mendapatkan tekanan daripada kru pesawat, berdasarkan teori bahwa penerbangan kemungkinan terjadinya perubahan tekanan dari 1 atmosfer pada landasan menuju 0 atmosfer pada luar angkasa, sedangkan ketika menyelam terjadi perubahan yang sangat signifikan dari 10 meter (32,8 kaki) menuju ke daratan yang bertekanan 1 atmsofer. (Yehuda,2010) Pada sebuah penelitian longitudinal selama 10 tahun yang melibatkan penyelam Angkatan Laut dan Submarinir yang dilakukan ketika mereka belum menjadi anggota Angkatan Laut, status kesehatan gigi para penyelam pada mulanya terlihat baik, tetapi setelah 10 tahun, mereka menemukan adanya peningkatan 300% kasus kehilangan gigi dan 900% pembuatan mahkota, sedangkan peningkatan kasus kehilangan gigi yaitu 186% serta pembuatan mahkota sebanyak 375%. (Roland Robichaud, 2005) 2

Sebagian besar kasus barodontalgia dihubungkan dengan gigi yang memang telah memiliki keadaan patologis. Secara klinis, orang yang mengalami barodontalgia memiliki satu atau lebih beberapa keadaan berikut : infeksi periapikal akut atau kronis, karies, restorasi yang dalam, kista, sinusitis serta adanya riwayat baru saja dilakukan operasi. Ketika menyelam, para penyelam menggunakan gas tank yang berisi helium sebagai alat bantu pernafasan. Ketika terjadi perbedaan tekanan saat menyelam, menyebabkan gas dalam tank masuk ke dalam gigi melalui celah yang berupa lesi karies pada gigi atau tepi-tepi tambalan yang rusak. Terjadi peningkatan tekanan ketika penyelam bergerak naik ke permukaan, menyebabkan gas terperangkap dan menekan tubulus dentinalis, menstmulasi nosiseptor pada pulpa sehingga menyebabkan timbulnya rasa nyeri. Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka penulis melakukan penelitian untuk mengetahui hubungan antara keparahan karies dengan terjadinya barodontalgia pada penyelam di pulau Kambuno, kecamatan pulau Sembilan, kanupaten Sinjai.

I.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang permasalahn yang telah diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut : Apakah ada hubungan antara keparahan karies dengan terjadinya barodontalgia pada penyelam di pulau Kambuno, kecamatan Pulau Sembilan, kabupaten Sinjai?

I.3 Tujuan Penelitian 3

Untuk mengetahui hubungan antara keparahan karies dengan terjadinya barodontalgia pada penyelam di pulau Kambuno kecamatan pulau Sembilan kabupaten Sinjai

I.4 Manfaat Penelitian 1.Dengan mengetahui hubungan antara tingkat keparahan karies dengan terjadinya barodontalgia pada penyelam di pulau Kambuno, hal ini dapat menjadi acuan untuk mengetahui jenis keparahan karies yang paling berisiko bagi terjadinya barodontalgia serta memberikan perawatan bagi mereka sehingga mengurangi tingkat insidensi terjadinya barodontalgia. 2. Hasil penelitian ini diharapkan berguna bagi instansi terkait dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan kesehatan gigi dan mulut pada penyelam di pulau Kambuno kecamatan Pulau Sembilan kabupaten Sinjai.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Karies gigi II.1.1 Defenisi (Rasinta Tarigan, 1993) Karies gigi adalah penyakit jaringan mulut yang ditandai dengan kerusakan jaringan, dimulai dari permukaan gigi (pit, fissure dan daerah interproksimal), meluas kearah pulpa. Karies gigi dapat dialami oleh setiap orang dan dapat timbul pada satu permukaan atau lebih dan dapat meluas ke bagian yang lebih dalam gigi, misalnya ; dari email ke dentin, atau ke pulpa. Email gigi merupakan suatu unsure bradytrophes; jaringan yang sedikit sekali mendapat makanan. Email gigi terdiri atas perikymata, garis retzius, lamella email, samak email dan ujung-ujung tomes fiber yang merupakan ujung-ujung lanjutan dari odontoblas. Dentin senndiri memiliki struktur yang hampir sama dengan tulang, pada bagian mahkota diselubungi oleh email dan pada akar oleh sementum. Dentin terdiri atas daerah percabangan yang berbatasan dengan email atau sementum, dentin interglobuler, serat tome dan tubulus dentinalis. Di bagian dalam tubulus dentinalis dijumpai massa berupa protoplasma, dimana selain berfungsi sebagai pemberi makan dentin jufa dapat menghantarkan rangsangan-rangsangan dari permukaan gigi ke pulpa. Setiap rangsangan mekanis, panas, kimia (bisa juga produk bakteri yang mengenai ujung odontoblast) akan dihantarkan ke pulpa dan menimbulkan sakit.

II.1.2 Etiologi Ada yang membedakan faktor etiologi atau penyebab karies atas faktor

penyebab primer yang langsung mempengaruhi biofilm (lapisan tipis normal pada permukaan gigi yang berasal dari saliva) dan faktor modifikasi yang tidak langsung 5

mempengaruhi biofilm. Karies terjadi bukan disebabkan karena satu kejadian saja seperti penyakit menular lainnya tetapi disebabkan serangkaian proses yang terjadi selama beberapa kurun waktu. Pada tahun 1960-an oleh Keyes dan Jordan (cit. Harris and Christen, 1995), karies dinyatakan sebagai penyakit multifaktorial yaitu adanya beberapa faktor yang menjadi penyebab terbentuknya karies. Ada tiga faktor utama yang memegang peranan yaitu faktor host atau tuan rumah, agen atau mikroorganisme, substrat atau diet ditambah faktor waktu. Untuk terjadinya karies, maka kondisi setiap faktor tersebut harus saling mendukung yaitu tuan rumah yang rentan, mikroorganisme yang kariogenik, substrat yang sesuai dan waktu yang lama. Faktor host atau tuan rumah Ada beberapa faktor yang dihubungkan dengan gigi sebagai tuan rumah terhadap karies yaitu faktor morfologi gigi (ukuran dan bentuk gigi), struktur enamel, faktor kimia dan kristalografis. Pit dan fisur pada gigi posterior sangat rentan terhadap karies karena sisa-sisa makanan mudah menumpuk di daerah tersebut terutama pit dan fisur yang dalam. Selain itu, permukaan gigi yang kasar juga dapat menyebabkan plak mudah melekat dan membantu perkembangan karies gigi. Enamel merupakan jaringan tubuh dengan susunan kimia kompleks yang mengandung 97% mineral (kalsium, fosfat, karbonat, fluor), air 1% dan bahan organik 2%. Bagian luar enamel mengalami mineralisasi yang lebih sempurna dan mengandung banyak fluor, fosfat dan sedikit karbonat dan air. Kepadatan kristal enamel sangat menentukan kelarutan enamel. Semakin banyak enamel mengandung mineral maka kristal enamel semakin padat dan enamel akan semakin resisten. Faktor agen atau mikroorganisme 6

Plak gigi memegang peranan peranan penting dalam menyebabkan terjadinya karies. Plak adalah suatu lapisan lunak yang terdiri atas kumpulan mikroorganisme yang berkembang biak di atas suatu matriks yang terbentuk dan melekat erat pada permukaan gigi yang tidak dibersihkan. Hasil penelitian menunjukkan komposisi mikroorganisme dalam plak berbeda-beda. Pada awal pembentukan plak, kokus gram positif merupakan jenis yang paling banyak dijumpai seperti Streptokokus mutans, Streptokokus sanguis, Streptokokus mitis dan Streptokokus salivarius serta beberapa strain lainnya. Pada penderita karies aktif, jumlah laktobasilus pada plak gigi berkisar 104 105 sel/mg plak. Walaupun demikian, S. mutans yang diakui sebagai penyebab utama karies oleh karena S. mutansmempunyai sifat asidogenik dan asidurik (resisten terhadap asam). Faktor substrat atau diet Faktor substrat atau diet dapat mempengaruhi pembentukan plak karena membantu perkembangbiakan dan kolonisasi mikroorganisme yang ada pada permukaan enamel. Selain itu, dapat mempengaruhi metabolisme bakteri dalam plak dengan menyediakan bahan-bahan yang diperlukan untuk memproduksi asam serta bahan lain yang aktif yang menyebabkan timbulnya karies. Hasil penelitian menunjukkan bahwa orang yang banyak mengonsumsi karbohidrat terutama sukrosa cenderung mengalami kerusakan pada gigi, sebaliknya pada orang dengan diet yang banyak mengandung lemak dan protein hanya sedikit atau sama sekali tidak mempunyai karies gigi. Hal ini penting untuk menunjukkan bahwa karbohidrat memegang peranan penting dalam terjadinya karies. Faktor waktu 7

Secara umum, karies dianggap sebagai penyakit kronis pada manusia yang berkembang dalam waktu beberapa bulan atau tahun. Lamanya waktu yang dibutuhkan karies untuk berkembang menjadi suatu kavitas cukup bervariasi, diperkirakan 6-48 bulan. (Menuju Gigi dan Mulut Sehat, 2010)

II.1.3 Klasifikasi (Rasinta, 1993) Klasifikasi karies gigi berdasarkan stadium karies atau dalamnya karies gigi yaitu : 1. Karies superficial, dimana karies baru mengenai email saja, sedang sentin belum terkena. Biasanya terdapat pada : Fisur-fisur dan foramen caecum Permukaan yang datar dibagian : aproksimal dibawah titik kontak, pada daerah leher gigi. Biasanya karies terlihat berwarna coklat kehitaman atau noda-noda putih yang bila diraba dengan sonde email tersangkut. 2. Karies media, dimana karies sudah mengenai dentin tapi belum melebihi setengah dentin 3. Karies profunda, dimana karies sudah mengenai lebih dari setengah dentin dan belum mengenai pulpa. Biasanya belum dijumpa gejala peradangan pada pulpa 4. Karies profunda perforasi, dimana karies telah mengenai pulpa, ditandai dengan pulpa yang terbuka.

II.2 Barodontalgia (Raagung, 2009) 8

Barodontalgia secara umum didefenisikan sebagai suatu keadaan dimana terdapat rasa nyeri pada gigi yabg timbul ketika terdapat adanya perbedaan tekanan udara yang ada di luar tubuh dan di dalam tubuh. Insidensi biasanya terjadi pada orang yang mengadakan penerbangan atau dapat juga pada orang yang melakukan penyelaman. II.2.1 Defenisi Reseck dan Dhenin mendefenisikan bahwa barodontalgia atau sering juga disebut aerodontalgia atau aero-odontodynia adalah nyeri akut pada gigi akibat desakn udara atau gas pada rongga di bawah tumpatan gigi yang apeksnya terletak pada rongga sinus. Pendapat lain juga dikemukakan oleh Sularsih, dia mendefenisikan bahwa barodontalgia adalah rasa sakit atau nyeri yang disebabkan oleh karena udara yang terjebak di dalam rongga gigi. Dari kedua pendapat ini, dapat disimpulkan bahwa barodontalgia merupakan nyeri pada gigi yang diakibatkan adanya gas yang masuk dan terperangkap pada rongga gigi ketika terjadi perubahan tekanan udara. II.2.2 Etiologi Barodontalgia adalah rasa sakit atau nyeri gigi yang disebabkan oleh karena udara yang masuk dan terjebak pada rongga gigi, jalan yang paling sering bagi udara untuk memasuki gigi adalah melalui tubulus dentinalis melalui sebuah lesi atau celah pada tumpatan. Pada saat tekanan atmosfer menurun atau naik yaitu ketika menyelam atau pada saat naik ke permukaan, gas akan mengalami ekspansi dan memasuki tubulus dentinalis sehingga menstimulus nosiseptor di dalam pulpa yang menyebabkan rasa sakit. 9

Etiologi barodontalgia tekah diselidiki beberapa tahun belakangan ini. Kollman mengemukakan tiga hipotesa penting untuk menjelaskan keadaan ini. Perluasan gelembung udara yang terperangkap dibawah rootfilling yang melawan dentin yang akan mengaktifasi nosiseptor; menstimulus nosiseptor pada sinus maksillaris dengan nyeri yang mengarah ke gigi, dan stimulasi ujung saraf pada inflamasi pulpa kronis. Manusia hidup pada tekanan 1 atmosfer oleh karena itu apabila tekanan disekitar tubuh berubah dengan cepat kurang dari 1 atm atau lebih akan menimbulkan gejala pada tubuh. Hal ini merupakan rekasi dari sel-sel tubuh selama mengimbangi perubahan tekanan pada rongga tubuh seperti paru, sinus, telinga dan gigi geligi ikut berubah. Udara tersebut menekan mukosa pada dinding terluar rongga-rongga tersbut. Apabila desakannya besar maka akan menimbulkan rasa nyeri sebagai akibat pecahnya pembuluh periifer. Gas yang terperangkap pada celah dengan saraf non vital difusi lebih lambat kerana vaskularisasi yang terhambat. Pada ligamentum periodontal gas lebih cepat berdifusi karena tervaskularisasi dengan baik. Gas yang terperangkap pada celah fraktur pada saraf yang vital maupun non vital dapat menyebabkan rasa sakit seiring dengan waktu. Seringkali celah tumpatan atau garis fraktur menyebabkan gas bergerak satu arah , mudah masuk tapi sulit keluar (terperangkap). (Sularsih, 2007) II.2.3 Faktor resiko (Raagung, 2009) Ada beberapa kondisi yang dapat meningkatkan resiko terjadinya

barodontalgia. Menurut Seltzer dan Bender rasa nyeri timbul karena adanya reaksi antara pulpa dengan keadaan perubahan tekanan udara. Perubahan tekanan udara 10

yang besar menyebabkan pembentukan gelembung gas yang berasal dari pembuluh darah pulpa. Ini dapat terjadi bila keadaan ruang pulpa kosong misalnya pada gigi yang masih dalam perawatan endodonti. Faktor resiko lain yang dikemukakan oleh Gilbert yaitu adanya pembuatan tambalan yang tidak benar atau kurang baik sehingga di antara gigi atau dinding kavitas dengan tambalan terjadi rongga atau ruangan yang berisi udara. Rongga atau ruangan ini disebut juga mikroleakage. Atau dalam proses kerusakan gigi dapat jadi pembentukan gas-gas pembusukan atau abses periapikal. Kemudian menurut Bergin udara yang terjebak dapat pula disebabkan oleh tumpatan yang bocor. Semua faktor resiko yaitu adanya radang pada pulpa, udara yang terperangkap pada celah kecil antara bahan restorasi dengan tambalan, dan gas proses pembusukan, belum menyebabkan nyeri atau sakit karena gas belum mencapai pulpa. Tetapi kondisi-kondisi seperti itu merupakan keadaan yang sangat sensitive terhadap perubahan tekanan udara. Diagnosis barodontalgia ditegakkan berdasarkan anamnesa pasien yang merasakan nyeri selama penyelaman. Pada saat pasien dating ke klinik seringkali tidak disertai dengan gejala. Kecurigaan terhadap barodontalgia bisa di dapat akan tetapi untuk menentukan gigi mana yang terinfiksi perlu pemeriksaan lebih seksama, terutama apabila ternyata pada rongga mulut pasien tersebut terdepat beberapa gigi yang telah ditumpat, lesi periodontal atau gigi yang setelah perawatan endodontik tidak merasa sakit saat pemeriksaan dan tidak ada kelainan pada pemeriksaan radiografi. Kecurigaan terhadap gigi yang bersangkutan tinggi apabila pada pemeriksaan klinis atau radiografi terlihat tumpatan atau gigi yang pecah, ditemukan 11

karies sekunder, maupun gambaran patologis pada apex gigi serta pada perawatn endodontik dengan pengisian yang tidak lengkap. (Sularsih, 2007)

BAB III METODE PENELITIAN

III.1 III.2 III.3 III.4 III.5

Jenis penelitian Desain Penelitian Lokasi Penelitian Waktu Penelitian Subjek Penelitian

: Observasional deskriptif : Cross sectional : Kecamatan Pulau Sembilan Kabupaten Sinjai : 21 26 Maret 2011 : Penyelam di Kecamatan Pulau Sembilan Kabupaten Sinjai, N = 70 orang

III.6

Kriteria Inklusi dan Eksklusi 1. Kriteria Inklusi :

Penyelam yang berada di tempat saat penelitian berlangsung Penyelam yang bersedia untuk dilakukan pemeriksaan dan mengisi kuisioner 12

2. Kriteria Eksklusi
-

Penyelam yang tidak memiliki karies dalam rongga mulutnya : 50orang

III.7 III.8

Jumlah Sampel

Defenisi Operasional :
-

Barodontalgia adalah rasa nyeri yang dirasakan penyelam pada saat menyelam berdasarkan jawaban kuisioner

Keparahan karies terdiri atas karies superficial, karies media, karies profunda dan karies profunda perforasi. Dimana keparahan karies dinilai berdasarkan jenis karies yang paling parah dalam rongga mulutnya.

III.9

Kriteria Penilaian Karies Superfisial Karies Media Karies Profunda : Karies pada email : Karies yang tidak lebih dari setengah dentin : Karies yang melebihi setengah dentin, pulpa Belum terbuka Karies Profunda Perforasi : Karies dengan pulpa terbuka

III.10

Alat-Alat dan Bahan : a. Alat-alat yang digunakan : Diagnostik set Nierbeken Handuk putih 13

Lembaran kuisioner Alat tulis-menulis :

b. Bahan yang digunakan Handscoon Masker Povidone Iodine 1% Alkohol 70 % Chlor Ethil Kapas

III.11 Data : a. Jenis data : Data primer : Data disajikan dalam bentuk tabel : Data diolah secara manual dan dengan

b. Penyajian data
c. Pengolahan data

menggunakan program SPSS d. Analisis data : Uji chi-square

III.12 Jalannya Penelitian 1. Memilih pulau kambuno sebagai lokasi penelitian 14

2. Memasukkan surat perijinan ke UPTD, di kabupaten Sinjai dan kecamatan pulau Sembilan
3. Melakukan pengambilan sampel dengan total sampling 3

Penelitian dilakukan dengan melakukan pemeriksaan klinis dan

membagikan kuisioner kepada para penyelam yang sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi
4

Data di kumpulkan kemudian di olah dengan SPSS 15.0

BAB IV HASIL PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan pada penyelam yang berada di pulau kambuno, kabupaten sinjai,. Jumlah sampel dalam penelitian adalah 50 orang. Setelah dilakukan pemeriksaan klinis dan pengisian kuisioner oleh responden, maka diperoleh hasil sebagai berikut :

15

Tabel 1. Hubungan antara keparahan karies dengan terjadinya nyeri pada gigi saat menyelam. Keparahan Karies Nyeri pada gigi saat menyelam P Total % Ya % Tidak % Karies Superfisial 6 10.2 6 10.2 12 20.6 0.001 Karies Media 7 11.9 7 5.1 10 16.9 Karies Profunda 6 10.2 2 3.4 8 13.6 Karies Profunda Perforasi 13 22 3 5.1 16 27.1 Pada tabel 1 hubungan antara keparahan karies dengan terjadinya barodontalgia, dimana tingkat keparahan gigi yang paling banyak terjadi nyeri adalah karies profunda perforasi sebanyak 13 orang, dan yang tidak merasa nyeri sebanyak 3 orang. Untuk karies superficial terdapat 6 orang yang merasakan nyeri dan 6 yang tidak merasakan nyeri. Untuk karies media sebanyak 7 orang yang merasakan nyeri dan 3 orang yang tidak, sedangkan untuk karies profunda sebanyak 6 orang yang merasakan nyeru dan 2 orang yang tidak mengalaminya.

Tabel 2. Hubungan antara keparahan karies dengan nyeri gigi yang dirasakan setiap menyelam Keparahan Karies Nyeri dirasakan setiap menyelam P Total % Ya % Tidak % Kadang-kadang % Karies Superfisial 2 3.4 7 11.9 3 5.1 12 20.3 0.061 Karies Media 2 3.4 8 13.6 0 0 10 16.9 Karies Profunda 2 3.4 4 6.8 2 3.4 8 13.6 Karies Profunda Perforasi 6 10.2 5 8.5 5 8.5 16 27.2 Tabel 2 memperlihatkan hubungan antara keparahan karies dengan nyeri gigi yang dirasakan setiap kali menyelam, dimana untuk karies superficial sebanyak 2 orang yang merasakan nyeri, 7 orang yang tidak merasakan nyeri dan 3 orang yang kadang-kadang merasakan nyeri setiap kali menyelam. Untuk karies media, sebanyak 2 orang yang merasakan nyeri, 8 orang yang tidak merasakan nyeri setiap kali 16

menyelam. Untuk karies profunda, sebanyak 2 orang yang merasakan nyeri setiap kali menyelam, 4 orang yang tidak dan 2 orang yang kadang-kadang merasakan nyeri saat menyelam. Dan untuk karies profunda perforasi, sebanyak 6 orang yang merasakan nyeri setiap kali menyelam, 5 orang yang tidak dan 5 orang yang kadangkadang merasakan nyeri saat menyelam. Tabel 3. Hubungan antara keparahan karies dengan kedalaman menyelam saat terjadi nyeri gigi
Keparahan Karies
10-18

Karies Superfisial Karies Media Karies Profunda Karies Profunda Perforasi

6 3 2 3

% 10.2 5.1 3.4 5.1

Kedalaman menyelam saat terjadi nyeri gigi 18-20 % 24-30 % 30-36 % 36-39 1 1.7 2 3.4 2 3.4 1 4 6.8 2 3.4 1 1.7 0 4 6.8 1 1.7 1 1.7 0 12 20.3 1 1.7 0 0 0

Total % 1.7 0 0 0 12 10 8 16

% 20.3 16.9 13.6 27.1

P 0.005

Tabel 3 memperlihatkan hubungan antara keparahan karies dengan kedalaman menyelam saat terjadi nyeri gigi, dimana pada kedalaman 18-20 m paling banyak penyelam merasakan nyeri yaitu sebanyak 12 orang dengan karies profunda perforasi,4 orang dengan karies profunda, 4 orang dengan karies media dan 1 orang dengan karies superficial. Sedangkan pada kedalaman 36-39 m yang paling sedikit penyelam merasakan nyeri yaitu hanya 1 orang dengan karies superfisial.

Tabel 4. Hubungan antara keparahan karies dengan nyeri gigi yang dirasakan setelah menyelam Keparahan Karies Nyeri gigi berlanjut setelah Total % P menyelam Ya % Tidak % Karies Superfisial 3 5.1 9 15.3 12 20.3 0.149 Karies Media 3 5.1 7 11.9 10 16.9 Karies Profunda 1 1.7 7 11.9 8 13.6 Karies Profunda Perforasi 6 10.2 10 16.9 16 16.9

17

Tabel 4 memperlihatkan hubungan antara keparahan karies dengan nyeri gigi yang dirasakan setelah menyelam, dimana jenis karies yang paling banyak penyelam merasakan nyeri yang berlanjut adalah karies profounda perforasi yaitu sebanyak 6 orang dengann , dan jenis karies yang paling sedikit penyelam mersakan nyeri yang berlanjut adalah karies profunda dimana hanya 1 orang yang merasakan nyeri yang berlanjut setelah menyelam.

BAB V PEMBAHASAN

Dari hasil penelitian ini ditemukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara keparahan karies dengan tejadinya nyeri pada gigi saat menyelam (p<0.005). Dimana terdapat 13 penyelam dengan karies profunda perforasi merasakan nyeri gigi saat menyelam. Karies profunda perforasi merupakan karies yang melibatkan pulpa gigi atau telah terjadi peradangan pada pulpa. Seperti yang dikemukakan oleh dr. Yehuda (2009) dalam jurnalnya yang menyatakan bahwa 18

pulpitis menjadi penyebab utama terjadinya barodontalgia sejak tahun 1940an. Beberapa peneliti mencoba memaparkan mekanisme hubungan antara

barodontalgia dengan pulpitis : 1. Terjadinya iskemia secara langsung dari proses inflamasi 2. Iskemia yang terjadi secara tidak langsung berasal dari peningkatan tekanan intra pulpa yang terjadi akibat vasodilatasi dan cairan yang berdifusi ke jaringan 3. Dihasilkan dari ekpansi gas intra pulpa, dimana gas berasal dari produk asam, base, serta enzim-enzim dari proses inflamasi 4. Dihasilkan dari gas yang terperangkap dan menekan pembuluh darah karena pengurangan solubilitas gas. Pada penyelam dengan karies superficial dan media, terdapat 13 orang yang merasakan nyeri saat menyelam, dimana 6 orang dengan karies superficial dan 7 orang denga karies media.Hal ini tidak sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Orban dan Ritchey, serta Ferenstik dan Aker (dalam Lyons 1999), yang menunjukkan bahwa jaringan pulpa yang masih normal tidak memberikan hubungan antara rasa nyeri dengan tekanan . Hal ini mungkin disebabkan karena pada penyelam yang keparahan kariesnya pada karies superficial atau media, mereka memiliki edentulous, sehingga kemungkinan pengalaman nyeri yang mereka rasakan berasal dari gigi ketika belum dicabut. Pada tabel 2 menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara keparahan karies dengan nyeri gigi yang dirasakan setiap kali menyelam. Hal ini mungkin terjadi karena aktifitas menyelam mereka tidak selalu berada pada kedalaman yang sama, 19

tergantung dari kondisi tubuh mereka dan jenis tangkapannya. Sehingga ketika mereka menyelam pada kedalaman tidak lebih dari 10 meter, mereka tidak merasakan nyeri pada gigi. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa kedalaman 18-20 meter paling banyak nyeri gigi terjadi ketika menyelam dimana terdapat 21 penyelam yang merasa nyeri, dan karies profunda perforasi yang paling banyak terjadi nyeri pada kedalaman tersebut yaitu sebanyak 12 orang. Dari penelitian yang dilakukan oleh Al Hajri (2006), memperlihatkan bahwa nyeri pada gigi akan timbul pada kedalaman lebih dari 33 kaki, dan terutama terjadi pada kedalaman 60-80 kaki (18-24 meter). Lebih lanjut peneliti menyatakan dalam jurnalnya bahwa terjadinya barodontalgia selain karena ada perbedaan tekanan juga dipicu oleh adanya keadaan patologis gigi yang memang telah ada sebelumnya.. Penelitian yang dilakukan oleh Roland Robiouched (2005) menyatakan bahwa nyeri gigi dapat terjadi pada kedalaman 10 meter. Raagung Putra Armidin dalam

skripsinya menyatakan bahwa manusia hidup pada tekanan 1 atmosfer oleh karena itu apabila tekanan disekitar tubuh berubah dengan cepat kurang dari 1 atm atau lebih akan menimbulkan gejala pada tubuh. Hal ini merupakan rekasi dari sel-sel tubuh selama mengimbangi perubahan tekanan pada rongga tubuh seperti paru, sinus, telinga dan gigi geligi ikut berubah. Udara tersebut menekan mukosa pada dinding terluar rongga-rongga tersbut. Apabila desakannya besar maka akan menimbulkan rasa nyeri sebagai akibat pecahnya pembuluh perifer. Penelitian yang dilakukan oleh Sognannes, Sciller, Hodges, Hutchin dan Renold (dalam Lyons 1999) yang menyatakan bahwa nyeri gigi dapat terjadi pada 20

gigi yang sehat ketika tekanan atmosfer meningkat pada kedalaman 3 atm. Menurut al Hajri (2006) bahwa perbedaan tekanan menyebabkan gas terperangkap melalui karies yang dekat dengan jaringan pulpa, terjadi dilatasi pembuluh darah selama perubahan tekanan dan pulpa menjadi hyperemia. Pada tabel 4 menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara keparahan karies dengan nyeri gigi berlanjut setelah menyelam. Nyeri gigi yang mucul atau dirasakan setelah menyelam bisa dipicu oleh beberapa factor, seperti adanya stimulus dari rangsangan panas atau dingin atau sisa-sisa makanan yang menempel pada kavitas.

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN 1. Terdapat hubungan yang signifikan antara keparahan karies dengan nyeri gigi saat menyelam, dimana penyelam dengan karies profunda perforasi paling banyak merasakan nyeri gigi ketika menyelam. 2. Tidak ada hubungan antara keparahan karies dengan intensitas nyeri yang dirasakan setiap kali menyelam, dan nyeri gigi yang berlanjut setelah menyelam. 3. Terdapat hubungan yang signifikan antara keparahan karies dengan kedalaman menyelam saat terjadi nyeri gigi 21

B. SARAN 1. Disarankan kepada penyelam untuk melakukan perawatan pada gigi mereka untuk mencegah terjadinya barodontalgia 2. Disarankan pada pihak puskesmas untuk memberikan pelayanan kesehatan gigi secara maksimal serta melakukan langkah-langkah strategis guna meningkatkan kesehatan gigi masyarakat pulau Kambuno.

DAFTAR PUSTAKA

Al Hajri Wadha. Prevalence of Barodontalgia Among Pilots and Divers in Saudi Arabia and Kuwait. J Saudi Dental 2006;18(3):134-6 Lampe Sanusi, Sairin S. Perilaku Eksploitasi Sumberdaya Perikanan Taka dan Konsekuensi Lingkungan Dalam Konteks Internal dan Wksternal : Studi Kasus pada Nelayan Pulau Sembilan. Availabe from. J Humaniora 2005;17(3):314-17 --------, Karies Gigi : Pengukuran Resiko dan Evaluasi, (online), (http:// usupress.usu.ac.id/.../Menuju%20Gigi%20dan%20Mulut%20Sehat%20_Pencegahan %20dan%20Pemeliharaan__Normal_bab%201.pdf) Lyons, M Karl, Rodda. Barodontalgia: A Review, and the Influence of Simulated Diving on Microleakage and on the Retention of Full Cast Crown. J Mil Med 1999;164(3):221-7 Raagung Putra, 2009, Aplikasi Flowable Resin Komposit dalam Mengurangi Salah Satu Resiko Dari Barodontalgia, Skripsi tidak diterbitkan, Medan:Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara. Robichaud Roland. Barodontalgia as a Diffrential Diagnosis : Symptomsand Findings. J Association Dentaire Canadienne 2005;17(1):39-41 Sularsih, Sarianoferni. Penggunaan Resin Komposit Untuk Mengurangi Resiko Barodontalgia. J Kedokteran Gigi FKG-UHT 2007;1(2):100-2 22

----------, (2002), Studi Sosial Kepulauan Spermonde dan Kepulauan Sembilan. Sulawesi Selatan. Makassar: Working GroupCoremap South Sulawesi Sari Lena. Ragam Panorama Perairan Sinjai, www.indosiar.com/ragam/39251/panorama-perairan-sinjai). Tarigan Rasinta DR,1993, Karies Gigi, Jakarta : Hipocrates. Zadic Yehuda. Dental Barotrauma. J of Prosthodontic 2009;2(4):356-7 Zadic Yehuda. Aviation Dentistry: Current Concept and Practice.J Dental British 2009;206:11-6 Zadic Yehuda. Barodontalgia : What We Have Learned in the Past Decade?. J Oral Surg Oral Med Oral Pathol Oral Radio Endo 2010; 109(4):65-9 (online), (http://

23

You might also like