You are on page 1of 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Air adalah komponen terbesar yang mengisi setiap ruang cairan di dalam tubuh. Total body water (TBW) mencerminkan hampir 60% dari berat badan keseluruhan pada seorang dewasa. Pada dasarnya TBW terbagi menjadi dua komponen, ruang intraselular dan ekstraselular. Ruang intraselular dan ekstraselular dibatasi oleh membran sel yang permeabel terhadap air.1 Pada dasarnya di seluruh tubuh sel tubuh terdapat potensial listrik yang melintasi membran. Selain itu, pada beberapa sel, misalnya sel saraf dan sel otot, bersifat dapat dirangsang artinya mampu membangkitkan sendiri impuls elektrokimia pada membrannya. Elektrolit menyediakan bahan kimia inorganik untuk menimbulkan reaksireaksi dalam sel. Elektrolit juga diperlukan untuk kerja beberapa mekanisme pengaturan sel. Misalnya, elektrolit yang bekerja pada membran sel akan memungkinkan penjalaran impuls elektrokimia pada saraf dan serat otot, dan konsentrasi elektrolit intraselular tertentu menentukan dan mengatur aktivitas berbagai reaksi yang dikatalisis secara enzimatik, yang diperlukan untuk metabolisme sel.2 Elektrolit yang paling penting di dalam sel adalah kalium (K+), magnesium (Mg2+), fosfat (PO3-), sulfat (SO42-), bikarbonat (HCO3-), natrium (Na+), klorida (Cl-), dan kalsium (Ca2+). K+ dan Na+ secara berurutan adalah kation yang mendominasi cairan intraselular (intracellular fluid / ICF) dan ekstraselular (extracellular fluid / ECF). 2,3

Table 1. Komposisi Elektrolit dalam Cairan Tubuh Elektrolit Plasma (mEq/L) Cairan Intraselular (mEq/L) 10 150 40 1 103 7 Cairan Ekstraselular (mEq/L) 140 4,5 2 5 117 28

Natrium Kalium Magnesium Kalsium Klorida Bikarbonat

142 4 2 5 103 25

Diambil dari Rhoades RA, Tanner GA: Medical Physiology. Boston, Little, Brown, 1995.

Distribusi dan pergerakan air antara intraselular dengan ruang intersisial diatur oleh tekanan osmotik yang terbentuk melalui perbedaan- perbedaan konsentrasi larutan tidak terdifusi. Membran sel yang memisahkan ruangan-ruangan cairan bersifat selektif dan mengizinkan air untuk lewat dengan bebas. Difusi berlangsung melalui beberapa

mekanisme; langsung melewati dinding lipid berlapis ganda, melalui saluran-saluran protein di dalam membran atau dengan pengikatan reversibel dengan suatu protein pembawa yang dapat menembus membran tersebut (difusi terfasilitasi). Oleh karena lipid pada membran sel mempunyai tegangan alami, kation-kation (seperti Na+ dan K+) tidak dapat dengan mudah menyebrangi membran sel. Kation-kation ini dapat berdifusi hanya melalui specific voltage-dependent protein channels; oleh sebab itu, potensial aksi transmembran sel (yang positif di luar) yang dihasilkan oleh pompa Na+-K+ dipertahankan. Oleh sebab itu, larutan di setiap sisi membran sel tidaklah identik dan perubahan -perubahan relatif dalam osmolalitas antara ruang intraselular dan interstisial menghasilkan pergerakan air dari ruang hipo-osmolar menuju ke ruang hiper-osmolar.3

A. Natrium (Sodium) Na+, sebagai kation dan zat terlarut utama di dalam cairan ekstrasel, berperan penting dalam menghasilkan potensial aksi pada jaringan syaraf dan jantung. Volume cairan ekstraselular secara langsung proporsional dengan total body sodium.3 Positive sodium balance akan meningkatkan volume cairan ekstrasel, di mana negative sodium balance menurunkan volume cairan ekstrasel. Gangguangangguan (penurunan atau kenaikan patologis) dalam total body sodium dihubungkan dengan kenaikan atau penurunan volume ekstraselular dan volume plasma.1

Kesetimbangan Natrium Kesetimbangan netto natrium adalah sama dengan total pemasukan natrium (ratarata pada orang dewasa 170 mEq/hari) dikurangi ekskresi sodium renal dan kehilangan dari ekstra renal. Satu gram natrium menghasilkan 43 mEq ion Na+ di mana satu gram natrium klorida / NaCl menghasilkan 17 mEq ion Na+. Kemampuan ginjal untuk secara bervariasi mengekskresikan natrium dari kurang dari 1 mEq/L sampai lebih dari 100 mEq/L memegang peranan penting dalam mengatur kesetimbangan natrium.

Gangguan pada konsentrasi natrium ([Na+]), yaitu hiponatremia (defisit natrium) dan hipernatremia (surplus natrium), biasanya akibat dari kelebihan atau kekurangan air secara relatif. Pengaturan total body sodium dan [Na+] dikerjakan terutama oleh sistem endokrin dan ginjal. Total body sodium dikontrol oleh sekresi aldosteron dan ANP (atrial natriuretic peptide), dan terutama oleh ADH (antidiuretic hormone), yang disekresikan sebagai respon terhadap peningkatan osmolalitas atau penurunan tekanan darah.

Hiponatremia Hiponatremia adalah suatu keadaan di mana [Na+] < 130 mEq/L dan merupakan gangguan elektrolit terbanyak pada pasien rawat inap. Pasca operasi, penyakit intrakranial akut, keganasan, obat-obatan, serta penyakit paru-paru akut merupakan kondisi-kondisi yang paling sering dikaitkan dengan hiponatremia. Meskipun begitu, penyebab tersering hiponatremia adalah kelebihan TBW, bukan kekurangan total body sodium. Gejala dan tanda yang menyertai hiponatremia bergantung pada laju serta derajat penurunan [Na+] di dalam plasma.2,3 Manifestasi akut sistem saraf pusat berhubungan dengan hidrasi berlebihan (overhydration). Oleh karena sawar darahotak semipermeabel terhadap natrium namun sangat permeabel terhadap air, penurunan [Na+] plasma secara cepat akan meningkatkan volume air baik intrasel maupun ekstrasel dengan segera. Cepatnya kemampuan otak untuk berkompensasi untuk perubahan osmolalitas, gejala-gejala yang ditimbulkan akibat akut hiponatremia lebih berat dibandingkan dengan hiponatremia kronik. Pada hiponatremia, osmolalitas serum bisa normal, tinggi, atau rendah. Hiponatremia dengan osmolalitas serum yang normal atau tinggi diakibatkan oleh adanya cairan nonsodium seperti glukosa atau mannitol, yang menahan air di dalam ruang ekstraselular sehingga menyebabkan hiponatremia pengenceran. Di dalam praktek anestesi, absorbsi cairan irigasi bebas sodium (mengandung mannitol, gliserin, atau sorbitl) selama prosedur TURP / Transurethral Resection of the Prostate merupakan penyebab hiponatremia dengan osmolalitas normal yang paling banyak ditemukan. Gejala-gejala neurologis yang minimal timbul apabila mannitol

dipergunakan karena agen ini tidak dapat menembus sawar darah-otak dan dieksresikan dengan air di dalam urin. Lain halnya dengan glisin atau sorbitol.

Ketika dua agen ini dimetabolisme, hipoosmolalitas akan perlahan-lahan terjadi dan edema serebral dapat timbul sebagai komplikasi lambat, sehingga, hipoosmolalitas lebih berperan dalam timbulnya gejala-gejala daripada hiponatremia sendiri. Hiponatremia dengan osmolalitas normal atau meningkat juga dapat menyertai insufisiensi renal. BUN, disertakan dalam penghitungan osmolalitas, distribusikan baik ke volume ekstrasel maupun volume intrasel. Penghitungan osmolalitas efektif (2[Na+] +
glukosa

/18) menghilangkan kontribusi urea terhadap

tonisitas dan menggambarkan true hipotonisitas. Mekanisme yang mendasari hiponatremia hipovolemik adalah sekresi ADH sebagai respon terhadap kontraksi volume yang diasosiasikan dengan pemberian cairan hipotonik melalui intravena maupun oral. Angiotensin II juga menurunkan renal free water clearance. Obat diuretik Thiazide, tidak seperti loop diuretics, dapat menyebabkan hiponatremia hipovolemik dengan intervensinya dalam proses dilusi urin di dalam tubulus distal. Hiponatremia hipovolemik dengan [Na+] urin 20 mmol/L mengarah kepada defisiensi mineralokortikoid, terutama jika terdapat peningkatan [K+] serum, BUN, dan SCr. Hiponatremia euvolemik paling sering diasosiasikan dengan sekresi vasopressin nonosmotik, misalnya defisiensi glukokortikoid, hipotiroidism,

thiazide-induced hyponatremia, dan SIADH (Syndrome of

Inappropriate Anti-

Diuretic Hormone secretion). Total body sodium dan volume ekstraselular relatif normal dan edema jarang terjadi. Hiponatremia euvolemik seringkali diasosiasikan dengan pemberian ADH eksogenus, potensiasi farmakologi terhadap efek ADH,obat yang cara kerjanya menyerupai ADH di dalam tubulus renalis atau sekresi ADH ektopik yang berlebihan.

Table 2. Jenis-jenis Hiponatremia dan Penyebabnya

Hiponatremia hipovolemik Pendarahan

Hiponatremia hipervolemik Congestive heart failure

Hiponatremia euvolemik SIADH (Syndrome of inappropriate antidiuretic hormone secretion

Edema luka bakar Peritonitis

Sindroma nefrotik Sirrhosis hepatis TURP Pseudohiponatremia

Penatalaksanaan Hiponatremia Gejala-gejala yang ditimbulkan hiponatremia bergantung pada penyebab, besar kehilangan, serta kecepatan dari hilangnya Na+. Mual dan muntah, gangguan penglihatan, penurunan kesadaran, agitasi, linglung, koma, kejang, kekakuan otot, kelemahan, atau mioklonus dapat terjadi tergantung pada derajat hiponatremia. Edema serebri terjadi pada [Na+] serum e 123 mEq/L, dan gejala-gejala kardiak terjadi pada level 100 mEq/L. Hiponatremia simptomatis akut adalah suatu kegawatdaruratan medis. Tujuan yang harus tercapai dari penatalaksanaan hiponatremia adalah meningkatkan konsentrasi plasma hingga 125 mmol/L secara bertahap dalam jangka waktu tidak kurang dari 12 jam sambil menatalaksana penyebab yang mendasari terjadinya hiponatremia.2 Pada penatalaksanaan hiponatremia dengan osmolalitas normal atau tinggi, peningkatan konsentrasi cairan yang menyebabkan hiponatremia tersebut harus dikurangi. Uremia ditatalaksana dengan restriksi air atau dialisa. Dalam penatalaksanaan pasien dengan edema (hipervolemik) restriksi baik cairan maupun natrium diperlukan keduanya. Penatalaksanaan ini ditujukan untuk memperbaiki cardiac output dan perfusi renal dan menggunakan obat-obat diuretik untuk menghambat reabsorpsi natrium. Pada pasien hiponatremia hipovolemik, volume darah harus dikembalikan, biasanya dengan infus 0,9% saline, dan kehilangan natrium berlebihan harus diatasi. Koreksi hipovolemia biasanya memberikan hasil berupa berhentinya stimulus terhadap pelepasan ADH disertai dengan diuresis air yang cepat. 2 Saline hipertonik hanya digunakan pada kasus-kasus hiponatremia berat dengan gejala-gejala neurologis. Jika diperlukan, dosis natrium yang diperlukan untuk mengkoreksi defisit natrium dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut: Dosis (mEq) = (weight (kg) x (140 [Na+])(mEq/L)) x 0,6

Kecepatan optimum untuk mengkoreksi adalah 0,6 sampai 1 mmoL/jam sampai konsentrasi natrium mencapai 125 mEq/L, dan kemudian koreksi dilanjutkan secara lebih lambat. Setengah dari kekurangan tersebut dapat diberikan selama 8 jam pertama dan sisanya dikoreksi selama 1 sampai 3 hari jika gejala

berulang. Konsentrasi natrium harus dimonitor setiap 1 sampai 2 jam selama koreksi cepat. Koreksi natrium terlalu cepat dapat menyebabkan myelinolysis pontine sentral. Penatalaksanaan hiponatremia harus melibatkan juga penyakitpenyakit yang mendasari jika memungkinkan. Penggunaan normal saline (308 mOsm/L) sendiri dapat juga membuat hiponatremia semakin parah, bergantung pada serum pasien serta osmolalitas urin. Penanganan koma atau kejang dapat dilakukan dengan pemberian saline hipertonik 3% (513 mEq/L), restriksi cairan, atau furosemide.

Hipernatremia Hipernatremia ([Na+] > 150 mEq/L) mengindikasikan adanya suatu defisit air baik secara absolut atau relatif. Bilamana terjadi sedikit saja peningkatan konsentrasi atau [Na+] akan menstimulasi rasa haus dan sekresi ADH. Oleh sebab itu, hipernatremia berat, persisten terjadi hanya pada pasien-pasien yang tidak bisa merespon rasa haus dengan minum, yaitu pasien-pasien dalam keadaan teranestesi dan para bayi. Hipernatremia menimbulkan gejala-gejala neurologis (termasuk stupor, coma, dan kejang), hypovolemia, insufisiensi renal, (biasanya berkembang menjadi gagal ginjal), dan menurunnya kemampuan ginjal untuk mengkonsentrasikan urin. Sesuai dengan definisinya, hipernatremia mengindikasikan suatu defisit air, baik secara absolut maupun relatif dan selalu diasosiasikan dengan hipertonisitas. Hipernatremia dapat disebabkan oleh kehilangan cairan hipotonik, seperti luka bakar, kehilangan dari sistem gastrointestinal, obat-obat diuretik, penyakit ginjal, kelebihan atau kekurangan mineralokortikoid, dan sebab-sebab iatrogenik, atau dapat juga disebabkan oleh kehilangan cairan yang terisolasi, seperti pada diabetes insipidus sentral atau nefrogenik. Oleh karena hipovolemia mengiringi hampir semua kehilangan cairan patologis, tanda-tanda hipoperfusi dapat juga muncul. Pada banyak pasien, sebelum pada akhirnya hipernatremia terjadi, adanya peningkatan volume urin hipotonik menandakan adanya gangguan di dalam keseimbangan cairan. Pasien-pasien hipernatremia dapat dibagi ke dalam tiga kelompok, berdasarkan penilaian secara klinis dari volume ekstrasel. Perlu diingat bahwa [Na+] plasma tidak menggambarkan total body sodium, yang harus diperkirakan secara terpisah berdasarkan tanda-tanda kecukupan volume ekstrasel. Penghitungan

natrium dalam urin dan osmolalitas dapat membantu untuk membandingkan berbagai penyebab hipernatremia. Osmolalitas urin < 150 mOsm/kg dalam kondisi hipertonik dan poliuria secara kesatuan merupakan diagnostik untuk diabetes insipidus.
Table 3. Sebab-sebab Utama Hipernatremia

Penyebab
Impaired thirst Diuresis osmotik Kehilangan cairan berlebihan: renal Kehilangan cairan berlebihan: ekstrarenal Gangguan-gangguan campuran

Mekanisme
Koma, hipernatremia esensial Pemberian manitol, ketoasidosis diabetikum, koma hiperosmolar nonketotik Diabetes insipidus pituitari, diabetes insipidus nefrogenik Keringat Koma disertai pemberian makanan hipertonik melalui pipa nasogastrik

Diadaptasi dari Andreoli TE: Disorders of fluid volume, electrolyte, and acid-base balance. InWyngaarden JB, Smith LH Jr (eds): Cecil Textbook of Medicine, 17th ed. Philadelphia, WB Saunders, 1985, p 528

Penatalaksanaan untuk hipernatremia yang disebabkan oleh kehilangan cairan meliputi penggantian cairan serta total body sodium dan elektrolit-elektrolit lainnya yang mungkin ikut hilang. Kesalahan yang umum terjadi dalam penatalaksanaan hipernatremia meliputi koreksi yang terlalu cepat seperti kesalahan dalam menilai besarnya kehilangan cairan dan kesalahan penghitungan kebutuhan rumatan dan kehilangan cairan yang masih berlangsung dalam perencanaan terapi. Langkah pertama dalam mentatalaksana hipernatremia adalah

memperkirakan defisit total body water (TBW), yang didapatkan dengan memasukkan nilai [Na+] plasma ke dalam persamaan:

di mana 140 adalah nilai tengah dari rentang nilai normal [Na+]. Hipernatremia harus dikoreksi perlahan-lahan oleh karena resiko untuk terjadinya sekulae neurologis seperti kejang atau edema cerebri. Pada tingkat

selular, pengembalian volume sel terjadi dengan cepat mengikuti perubahan tonisitas; sebagai konsekuensinya, penatalaksanaan akut suatu hipertonisitas dapat menyebabkan terlampauinya volume sel yang sebenarnya (normotonik). Kehilangan cairan harus diganti dalam jangka waktu 24 -48 jam, dan [Na+] plasma tidak boleh diturunkan lebih dari 1 sampai 2 mEq/L. Penyebab reversibel yang mendasari harus ditangani. Hipovolemia harus dikoreksi secepatnya dengan 0,9% saline. Meskipun [Na+] dari 0,9% saline adalah 154 mEq/L, larutan tersebut efektif dalam mengatasi defisit volume dan akan menurunkan [Na+] melampaui 154 mEq/L. Segera setelah hipovolemia teratasi, air dapat diganti secara oral atau dengan cairan intravenous hipotonik, tergantung pada kemampuan pasien untuk mentoleransi hidrasi oral. Pada kasus pasien sodium-overload, ekskresi natrium dapat dipercepat dengan menggunakan loop diuretic atau dengan dialisa.

1. Miller 2. Guyton 3.

You might also like