You are on page 1of 17

‫‪KHUTBAH JUM’AT :‬‬

‫‪HADITS ARBA’IN #4‬‬

‫ش ُر ْو َِّرَّ‬‫نَّ ُ‬ ‫للَّنَحْ َمدَُّهَُّ َونَ ْست َ ِع ْينُ َّهَُّ َونَ ْست َ ْغ ِف ُرَّهَُّ َونَ ُع ْو َّذَُّ ِبا َِّ‬
‫للَّ ِم َّْ‬ ‫ِإنََّّ ْال َح ْم َّدََّ َِّ‬
‫لََّ‬
‫لَّفَ َّ‬
‫ض ِل َّْ‬ ‫نَّيُ ْ‬ ‫ضلََّّلَهُ‪َ َّ،‬و َم َّْ‬ ‫لََّ ُم ِ‬ ‫للاَُّفَ َّ‬
‫نَّيَ ْه ِدَِّهَّ َّ‬ ‫تَّأ َ ْع َما ِلن ََّا‪َ َّ.‬م َّْ‬ ‫سيِئَا َِّ‬ ‫أ َ ْنفُ ِسنَا‪َ َّ،‬و َ‬
‫ْكَّلَهُ‪َ َّ،‬وأ َ ْش َه َّدَُّأَنََّّ‬
‫لََّش َِري ََّ‬ ‫لََّا ِٰل َّهََّإِلََّّ َّ‬
‫للاَُّ َوحْ دََّهَُّ َّ‬ ‫نَّ َّ‬ ‫ِيَّلَ َّهَُّ َوأ َ ْش َه َّدَُّأ َ َّْ‬
‫هَاد ََّ‬
‫اليَّفِيَّ ِكت َ ِب َِّهَّ ْال َك ِريْم َّ‬ ‫س ْولُهُ‪َّ.‬قَا ََّلَّ َّ‬
‫ّللاَُّت َ َع َّ‬ ‫ع ْبدَُّهَُّ َو َر ُ‬ ‫ُم َحمدًاَّ َ‬

‫لَّ َوأَنتُمَّ‬ ‫ِينَّ َءا َمنُوَّاَّْٱتقُوَّاَّْٱّللَََّّ َحقََّّتُقَاتِِۦهَّ َو َ َّ‬


‫لَّت َ ُموتُنََّّ ِإ َّ‬ ‫** ٰيََٰٓأَيُّ َهاَّٱلذ ََّ‬
‫ُّم ۡس ِل ُم َ‬
‫ونَّ َّ‬
‫قَّ ِم ۡن َهاَّ‬ ‫اسَّٱتقُوَّاَّْ َرب ُك َُّمَّٱلذِيَّ َخلَقَ ُكمَّ ِمنَّن ۡفسََّّ ٰ َو ِحدَةََّّ َو َخلَ ََّ‬ ‫** ٰيََٰٓأَيُّ َهاَّٱلن َُّ‬
‫سا َٰٓ َءلُو ََّ‬
‫نَّبِِۦهَّ‬ ‫سا َٰٓ َّٗءَّ َوٱتقُوَّاَّْٱّللَََّّٱلذِيَّت َ َ‬ ‫الَّ َكثِ ٗيراَّ َونِ َ‬ ‫زَ ۡو َج َهاَّ َوبَثََّّ ِم ۡن ُه َماَّ ِر َج ٗ َّ‬
‫علَ ۡي ُك َّۡمَّ َرقِيبٗ اَّ َّ‬ ‫ٱّللََّ َك ََّ‬
‫انَّ َ‬ ‫َو ۡٱۡل َ ۡر َح ََّ‬
‫امَّ ِإنََّّ َّ‬
‫حَّلَ ُك َّۡمَّ‬ ‫سدِي ٗدا‪َّ،‬يُصۡ ِل َّۡ‬ ‫لَّ َ‬ ‫ٱّللََّ َوقُولُوَّاَّْقَ ۡو ٗ َّ‬
‫ِينَّ َءا َمنُوَّاَّْٱتقُوَّاَّْ َّ‬ ‫** ٰيََٰٓأَيُّ َهَّاَّٱلذ ََّ‬
‫سولَ ۥهَُّفَقَ َّۡدَّفَا ََّزَّفَ ۡو ًزاَّ‬ ‫أ َ ۡع ٰ َملَ ُك َّۡمَّ َويَ ۡغ ِفرََّّۡلَ ُك َّۡمَّذُنُوبَ ُك َّۡمَّ َو َمنَّي ُِط َِّعَّٱّللَََّّ َو َر ُ‬
‫ع ِظي ًماَّ َّ‬ ‫َ‬
‫أماَّبعدَّ‪:‬‬
‫ىَّ ُم َحمدَّ ‪َ َّ،‬وشَرََّّ‬‫ىَّ َهدْ َُّ‬‫للا‪َ َّ،‬و َخي ََّْرَّ ْال َهدْ َِّ‬
‫َابَّ ِ‬‫ثَّ ِكت َُّ‬ ‫قَّ ْال َح ِد ْي َِّ‬ ‫فَإِنََّّأ َ ْ‬
‫صدَ ََّ‬
‫ضلَلَةٌ َّ‪َ َّ،‬و ُكلََّّ‬ ‫عةٌ‪َ َّ،‬و ُكلََّّ ِبدْ َ‬
‫عةََّّ َ‬ ‫اْۡل ُ ُم ْو َِّرَّ ُمحْ دَثَات ُ َها‪َ َّ،‬و ُك َّلَّ ُمحْ دَثَةََّّ ِبدْ َ‬
‫ضلَلَةََّّفِىَّالن ِ‬
‫ارَّ‪َّ .‬‬ ‫َ‬

‫‪Fa Yaa ‘Ibadallah, Uusikum wa iyyaaya bitaqwallah, faqod‬‬


‫‪fazal Muttaqun‬‬
‫‪Jama’ah shalat Jumat yang semoga dirahmati oleh Allah,‬‬
َّ ‫ع ْنهَُّقَا َل‬
:َّ َ َُّ‫يَّللا‬
َ ‫ض‬
ِ ‫َّر‬
َ ‫َّبنَّ َم ْسعُ ْود‬
ِ ِ‫ع ْبدَِّللا‬ َ َّ‫ع ْنَّأ َ ِبي‬
َ َّ‫ع ْبدَِّالرحْ َم ِن‬ َ
“Dari Abu Abdurrahman Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu
‘Anhu beliau berkata:

:َّ‫صد ُْو ُق‬ ْ ‫َّصلىَّللاَّعليهَّوسلمَّوهُ َوَّالصا ِد ُق‬


ْ ‫َّال َم‬ َ ِ‫س ْولَُّللا‬ َ ‫َحدثَن‬
ُ ‫َاَّر‬
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menyampaikan
kepada kami dan beliau adalah orang yang jujur dan terpercaya:
ْ ُ‫ط ِنَّأ ُ ِم ِهَّأ َ ْربَ ِعيْنَ َّيَ ْوماًَّن‬
،َّ ً‫طفَة‬ ْ َ‫َّإِنَّأ َ َحدَ ُك ْمَّيُجْ َم ُعَّخ َْلقُهَُّفِيَّب‬
Sesungguhnya setiap kalian dikumpulkan penciptaannya diperut
ibunya sebagai setetes mani selama empat puluh hari,

ََّ ْ‫َّمث‬
،َّ ‫لَََّّّذَ ِل َك‬ ِ ً‫علَقَة‬
َ َّ‫َّثُمَّ َي ُك ْو ُن‬
kemudian berubah menjadi setetes darah selama empat puluh
hari,

،َّ ‫َّمثْ َلَّذَ ِل َك‬


ِ ً‫ض َغة‬
ْ ‫َّثُمَّ َي ُك ْو ُنَّ ُم‬
kemudian menjadi segumpal daging selama empat puluh hari.

ْ ‫سلَُّ ِإلَ ْي ِه‬


ُّ ‫َّال َملَكُ َّفَيَ ْنفُ ُخَّفِ ْي ِه‬
،‫َّالر ْو َح‬ َ ‫َّثُمَّي ُْر‬
Kemudian diutus kepadanya seorang malaikat lalu ditiupkan
padanya ruh

َ َّ‫ش ِقيََّّأ َ ْو‬


.ٌَّ‫س ِع ْيد‬ َ ‫َّو‬
َ ‫ع َم ِل ِه‬ َ ‫َّوأ َ َج ِل ِه‬
َ ‫َّو‬ َ ‫َّر ْزقِ ِه‬
ِ ‫ب‬ ِ ْ‫َّبِ َكت‬:‫َّ َويُؤْ َم ُرَّبِأ َ ْربَ ِعَّ َك ِل َمات‬
dan dia diperintahkan untuk menetapkan empat perkara:
menetapkan rizkinya, ajalnya, amalnya dan kecelakaan atau
َّkebahagiaannya.
Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu ‘Anhu adalah salah seorang
sahabat senior Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Beliau
termasuk orang yang pertama kali masuk Islam. Beliau juga
adalah ahli Al-Qur’an dari kalangan Sahabat Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Dalam sebuah hadits shahih,
Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengatakan
tentang keutamaan beliau:

‫عب َّْد‬ َ َُّ‫غضًّاَّ َك َماَّأ ُ ْن ِزلََّفَ ْليَ ْق َرأْ َّه‬


َ َّ‫علَىَّقِ َرا َءةَِّاب ِْنَّأ ُ ِم‬ ْ َ‫ََّم ْنَّأَ َحبَّأَ ْنَّيَ ْق َرأ‬
َ َّ َ‫َّالقُ ْرآن‬
“Barangsiapa senang membaca Al Qur’an dengan benar
sebagaimana ketika diturunkan, maka hendaklah ia membaca
berdasarkan bacaan Ibnu Ummi ‘Abd (Abdullah bin Mas’ud)”
(HR. Ibnu Majah)
Ketika mendengar hadits ini, Umar bin Khattab Radiyallahu
‘Anhu segera datang ke rumah Abdullah bin Mas’ud untuk
menyampaikan kabar gembira ini. Maka beliau mengetuk pintu
Abdullah bin Mas’ud malam-malam dan Ibnu Mas’ud bertanya,
“kenapa engkau datang diwaktu malam seperti ini wahai
Umar?” Maka Umar mengatakan, “Aku ingin menyampaikan
kabar gembira yang aku dengar dari Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam.” Kemudian beliau sebutkan hadits tadi.
Maka Ibnu Mas’ud mengatakan kepada Umar, “Terima kasih,
tapi mohon maaf sebelum ini sudah datang Abu Bakar Ash-
Shiddiq Radhiyallahu ‘Anhu untuk menyampaikan hal
tersebut.” Ini menunjukkan semangat para Sahabat Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam untuk beramal baik, beribadah
kepada Allah Subhanahu Ta’ala dengan maknanya yang luas.
Bahkan amalan-amalan yang barangkali jarang terbetik dibenak
sebagian kita, mereka memberikan perhatian khusus untuk
ibadah-ibadah seperti itu. Disini beliau ingin memasukkan
kegembiraan ke hati seorang Mukmin. Beliau berusaha untuk
melakukan hal itu segera mungkin, karena seperti dikatakan,
“Sebaik-baik kebaikan adalah yang disegerakan.” Namun
ternyata meskipun sudah seperti itu beliau masih selangkah
lebih lambat dibandingkan Abu Bakar Ash-Shiddiq
Radhiyallahu ‘Anhu yang ternyata sudah menyampaikan hadits
ini kepada Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu ‘Anhu.
Beliau adalah orang yang pernah melakukan hijrah ke Habasyah
juga ke Kota Madinah dan beliau meninggal pada tahun 32
Hijriyah. Ini sedikit tentang sirah Abdullah bin Mas’ud
Radhiyallahu ‘Anhu dan keutamaannya.
Dalam hadits ini beliau mengatakan Rasulullah Shalallahu
‘Alaihi wa Sallam menyampaikan kepada kami atau berbicara
kepada kami dan beliau adalah orang yang jujur dan terpercaya.
Yakni jujur dalam perkataan beliau, tidak pernah berbohong
seperti yang dikatakan oleh Khadijah Radhiyallahu ‘Anha dan
diakui oleh orang-orang Quraisy di Mekah. Dan juga terpercaya
dalam wahyu yang beliau sampaikan. Beliau tidak berbicara
dengan hawa nafsu beliau, tapi yang beliau sampaikan adalah
wahyu dari Allah Subhanahu wa Ta’ala:

﴾َّ ٤﴿َّ‫يَّيُو َح ٰى‬


ٌ ‫َّو ْح‬ ْ ‫ع ِن‬
َ ‫﴾َّإِ ْنَّهُ َوَّإِل‬٣﴿َّ‫َّال َه َو ٰى‬ َ َّ‫نط ُق‬
ِ َ‫َو َماَّي‬
“dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Quran) menurut
kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah
wahyu yang diwahyukan (kepadanya).” (QS. An-Najm[53]: 4)
Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu ‘Anhu sengaja menyebutkan
hal ini karena yang akan beliau sampaikan adalah sebuah hadits
yang berisi tentang hal-hal yang ghaib, yang kalau orang tidak
punya iman, kalau dia tidak punya pemahaman yang benar
tentang Islam, maka bisa jadi menolaknya. Jadi Ibnu Mas’ud
sengaja mengatakan bahwa beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam
adalah orang yang jujur dan terpercaya untuk menegaskan
bahwasannya apa yang disampaikan oleh Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam dalam hadits berikut ini itu semuanya adalah
wahyu dari Allah Subhanahu wa Ta’ala dan bukan dari diri
beliau sendiri.
Hadits yang dimaksud oleh Ibnu Mas’ud adalah:
ْ ُ‫ط ِنَّأ ُ ِم ِهَّأ َ ْربَ ِعيْنَ َّيَ ْوماًَّن‬
،َّ ً‫طفَة‬ ْ َ‫ِإنَّأ َ َحدَ ُك ْمَّيُجْ َم ُعَّخ َْلقُهَُّفِيَّب‬
“Sesungguhnya setiap kalian dikumpulkan penciptaannya
diperut ibunya sebagai setetes mani selama empat puluh hari,”
Jadi, asal ciptaan seorang manusia dikumpulkan diperut ibunya
selama 40 hari berupa nutfah atau berupa air yang sedikit. Sejak
terjadi hubungan, dimana seorang laki-laki mengeluarkan mani
dan pasangannya juga mengeluarkan cairan yang mirip, maka
asal ciptaan yakni air dari pihak laki-laki dan dari pihak
perempuan ini dikumpulkan diperut ibunda si janin selama 40
hari dalam bentuk nutfah (air yang sedikit).
Kemudian setelah itu dia berganti menjadi darah yang membeku
selama 40 hari juga. Jadi setelah 40 hari bentuknya adalah air
maka 40 hari berikutnya bentuknya adalah darah yang
membeku. Kemudian fase yang ketiga adalah fase dimana
bentuk asal penciptaan ini berubah menjadi daging yang bisa
digigit oleh seseorang. Daging yang belum terlalu keras
sehingga masih bisa digigit ini selama 40 hari.
Kemudian setelah melewati tiga fase ini, dikirimkan kepadanya
malaikat yang tugasnya adalah mengurus rahim dibadan seorang
wanita. Malaikat yang meniupkan ruh. Maka setelah 120 hari
malaikat ini diutus oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk
meniupkan ruh ke janin ini sehingga akhirnya dia berubah
menjadi makhluk yang hidup setelah sebelumnya dia adalah
makhluk yang mati.
Disini seorang malaikat diutus untuk meniupkan ruh kemudian
diperintahkan untuk menuliskan empat perkara,

َ َّ‫ش ِقيََّّأ َ ْو‬


.ٌ‫س ِع ْيد‬ َ ‫َّو‬
َ ‫ع َم ِل ِه‬ َ ‫َّوأ َ َج ِل ِه‬
َ ‫َّو‬ َ ‫َّر ْزقِ ِه‬
ِ ‫ب‬ ِ ْ‫بِ َكت‬
yakni yang pertama adalah rezekinya, kemudian ajalnya,
kemudian amalannya, dan yang keempat adalah apakah dia akan
hidup sengsara atau dia akan hidup bahagia.
Jadi empat perkara ini sudah dituliskan pada malaikat pada usia
bayi yang melewati 120 hari. Ketika janin sudah berusia 120
hari, maka dicatatkan untuknya empat perkara ini.
Sebanyak apa rezeki yang akan dia dapatkan selama dia hidup?
Maka itu semuanya akan dia dapat selama dia hidup. Tidak akan
lebih, tidak akan berkurang.
Kemudian juga amalnya, apa yang akan diamalkan selama dia
hidup di atas muka bumi ini? Itu sudah dicatat oleh Allah
Subhanahu wa Ta’ala. Tentunya sebelum itu sudah dituliskan
50.000 tahun sebelum penciptaan langit dan bumi.

َّ َ‫ضَّ ِبخ َْمسِين‬ َ ‫قَّقَ ْب َلَّأ َ ْنَّيَ ْخلُقَ َّالس َم َوات‬


َ ‫َِّواۡل َ ْر‬ ْ ‫ِير‬
ِ ِ‫َّال َخلَئ‬ َ ‫َبَّّللاَُّ َمقَاد‬
َ ‫َكت‬
‫سن ََّة‬ َ ‫أ َ ْل‬
َ َّ‫ف‬
“Allah mencatat takdir setiap makhluk 50.000 tahun sebelum
penciptaan langit dan bumi.” (HR. Muslim)

Adapun yang ditulis di sini adalah takdir diawal kehidupan


setiap manusia sebagai penjabaran dari apa yang telah ditulis di
Lauhul Mahfudz 50.000 tahun sebelum diciptakan langit dan
bumi.
Jadi, rezekinya dituliskan, kemudian amalnya selama hidup di
atas muka bumi sudah dituliskan juga, kemudian ajalnya. Kapan
dia meninggal juga akan dituliskan dikejadian ini. Semuanya
dituliskan oleh para Malaikat ini, kemudian yang terakhir juga
dituliskan baginya apakah dia akan hidup bahagia atau hidup
sengsara. Ini menjelaskan kepada kita tentang takdir.
Bahwasannya Allah Subhanahu wa Ta’ala sudah mentakdirkan
segala sesuatu.
Allah sudah tuliskan takdir segala sesuatu. Dan manusia tidak
akan lepas dari takdir ini. Ini adalah satu hal penting yang harus
kita imani, ini adalah bagian dari pokok ajaran Ahlus Sunnah
wal Jama’ah. Bahkan bukan cuma itu, tapi dia adalah juga rukun
iman kita. Kita harus beriman kepada takdir Allah Subhanahu
wa Ta’ala. Yakni bahwasanya Allah telah menuliskan takdir kita
semuanya dan kita tidak akan keluar dari takdir itu.

Demikian khutbah pertama ini.

َّ َ‫َّمن‬ ِ ‫يَّو ِإيا ُك ْمَّ ِب َماَّفِي ِه‬


َ ِ‫َّونَفَ ْعن‬، ْ ‫آن‬
َ ‫َّال َع ِظي ِْم‬ ْ ‫يَّولَ ُك ْمَّفِ ْي‬
ِ ‫َّالقُ ْر‬ َ ‫ار َكَّّللاَُّ ِل‬
َ َ‫ب‬
َ ‫اَّوأ َ ْست َ ْغ ِف ُر‬
‫َّّللاَّ ِليَّ ِولَ ُك َّْم‬ ْ ‫الذ ْك ِر‬
َ َ‫َّأَقُولَُّقَ ْو ِليَّ َهذ‬،‫َّال َح ِكيْم‬ َ ‫ْاۡل َ َيات‬
ِ ‫َِّو‬
Barakallahu li walakum fil qur’anil adzim, wana fa’ni wa iyakum
bima fihi minal ayati wadzikril hakim.
Aqulu qowlihaza was taghfilullahali walakum.
Walisa i’ril musliminamin kulli dzanbin, fastaghfiruhu innahu
huwal ghofururahim
KHUTBAH KEDUA :

َََّّّ‫ش ُر ْو ِر‬ ِ ‫ََّّونَ ُع ْوذََُّّ ِبا‬


ُ ََّّ‫ََّّم ْن‬
ِ ‫لل‬ َ ُ‫ََّّونَ ْست َ ْغ ِف ُره‬َ ُ‫ََّّونَ ْست َ ِع ْينُه‬ َ ُ‫للََّّنَحْ َمدُه‬ ْ ‫ِإن‬
ِ َََّّ‫ََّّال َح ْمد‬
ََََّّّ‫ض ِل ْلََّّفَل‬ َ ‫ضلََّّلَه‬
ْ ُ‫َّو َم ْنََّّي‬،ُ ِ ‫ََّّ َم ْنََّّيَ ْه ِد ِهََّّللاََُّّفَلَََّّ ُم‬.‫تَََّّّأ َ ْع َما ِلنَا‬
ِ ‫س ِيئَا‬ َ ‫أ َ ْنفُ ِسن‬
َ ‫َّو‬،‫َا‬
َََّّّ‫َّوأ َ ْش َهدََُّّأَن‬،ُ َ ُ‫ََّّوأ َ ْش َهدََُّّأ َ ْنََّّلَََّّا ِٰلهَََّّإِلََّّللا‬
َ ‫ََّّوحْ دَهََُّّلَََّّش َِري َْكََّّلَه‬ َ ُ‫ِيََّّلَه‬
َ ‫هَاد‬
ُ‫س ْولُ َّه‬
ُ ‫ََّّو َر‬
َ ُ‫ع ْبدُه‬
َ َّ‫ُم َح َّمدًا‬

Kemudian Ibnu Mas’ud Radhiyallahu ‘Anhu mengatakan,

َ ََّ‫فَ َوَّللاَِّالَّذِيَّلََّإِلَه‬
َُّ‫غي ُْره‬
Demi Allah yang tidak ada Ilah selain-Nya,
ْ ‫ِإنَّأ َ َحدَ ُك ْمَّلَ َي ْع َملَُّ ِب َع َم ِلَّأ َ ْه ِل‬
َ ‫َّال َجن ِةَّ َحتىَّ َماَّ َي ُك ْو ُنَّ َب ْينَه‬
َّ‫َُّو َب ْينَ َهاَّ ِإل‬
ٌ‫ذ َِراع‬
sesungguhnya di antara kalian ada yang melakukan perbuatan
ahli surga hingga jarak antara dirinya dan surga tinggal sehasta

،‫ا‬ ِ ‫َابَّفَيَ ْع َملَُّبِ َع َم ِلَّأ َ ْه ِلَّالن‬


َّ ‫ارَّفَيَدْ ُخلُ َه‬ ْ ‫علَ ْي ِه‬
ُ ‫َّال ِكت‬ َ َّ‫َّفَيَ ْسبِ ُق‬
akan tetapi telah ditetapkan baginya ketentuan, dia melakukan
perbuatan ahli neraka maka masuklah dia ke dalam neraka.

ِ ‫لَّأ َ ْه ِلَّالن‬
َ ‫ارَّ َحتىَّ َماَّ َي ُك ْو ُنَّ َب ْينَه‬
َّ‫َُّو َب ْينَ َهاَّ ِإل‬ َِّ ‫َّ َو ِإنَّأ َ َحدَ ُك ْمَّلَ َي ْع َملَُّ ِب َع َم‬
ٌ‫ذ َِراع‬
sesungguhnya di antara kalian ada yang melakukan perbuatan
ahli neraka hingga jarak antara dirinya dan neraka tinggal
sehasta
‫َابَّفَيَ ْع َملَُّبِ َع َم ِلَّأ َ ْه َِّلََّّ ْال َجن ِةَّفَيَدْ ُخلُ َهَّا‬ ْ ‫علَ ْي ِه‬
ُ ‫َّال ِكت‬ َ َّ‫َّفَيَ ْسبِ ُق‬
akan tetapi telah ditetapkan baginya ketentuan, dia melakukan
perbuatan ahli surga maka masuklah dia ke dalam surga.” (HR.
Bukhari dan Muslim)
Dalam hadits ini disebutkan bahwa ini adalah pernyataan yang
merupakan tambahan dari Abdullah bin Mas’ud. Hadits Nabi
Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sudah disampaikan
di depan. Adapun yang sumpah dan setelahnya, ini adalah
perkataan Ibnu Mas’ud Radhiyallahu ‘Anhu. Namun ada juga
perkataan dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang
senada dengan perkataan beliau ini. Diantaranya adalah sabda
Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:

َِّ ‫ِإن َماَّاۡل َ ْع َمالَُّ ِب ْالخ ََوا ِت‬


‫يم‬
“Sesungguhnya amalan-amalan itu tergantung pada akhirnya.”
(HR. Bukhari)
Kemudian dalam Shahih Muslim Dari Abu Hurairah
Radhiyallahu ‘Anhu bahwasanya beliau bersabda:

ََُّّ‫ع َملُه‬ ْ ‫ِإنَّالر ُج َلَّلَيَ ْع َملَُّالز َمنَ َّالط ِوي َلَّ ِب َع َم ِلَّأ َ ْه ِل‬
َ َُّ‫َّال َجن ِةَّثُمَّي ُْخت َ ُمَّلَه‬

ِ ‫ِب َع َم ِلَّأ َ ْه ِلَّالن‬


َّ‫ار‬
“Ada orang yang mengamalkan amalan ahli surga pada waktu
yang sangat lama, lalu ia menutup akhir hidupnya dengan
amalan ahli neraka.
ََُّّ‫ع َملُه‬ ِ ‫َوإِنَّالر ُج َلَّلَيَ ْع َملَُّالز َمنَ َّالط ِوي َلَّبِ َع َم ِلَّأ َ ْه ِلَّالن‬
َ َُّ‫ارَّثُمَّيُ ْخت َ ُمَّلَه‬
ْ ‫بِ َع َم ِلَّأ َ ْه ِل‬
‫َّال َجن َِّة‬
Ada pula orang yang mengerjakan amalan ahli neraka pada
waktu yang sangat lama, tetapi kemudian ia menutup akhir
hidupnya dengan amalan ahli surga.” (HR. Muslim)
Jadi hadits yang kedua ini sangat mirip dengan apa yang
dikatakan oleh Ibnu Mas’ud Radhiyallahu ‘Anhu dalam hadits
yang kita bahas ini.
Dan dalam Shahih Al-Bukhari dan Muslim, dari Sahl bin Sa’ad
ada sebuah hadits lain yang barangkali bisa membantu
menjelaskan tentang orang yang sekian lama beramal dengan
amalan penduduk surga lalu diakhir hayatnya beramal dengan
amalan penduduk neraka dan orang yang sekian lama beramal
dengan amalan penduduk neraka, tiba-tiba diakhir hayatnya
beramal dengan amalan penduduk surga. Kenapa bisa seperti
itu?
Hadits yang ketiga ini membantu kita untuk memahami hal
tersebut. Dari Sahl bin Sa’ad Radhiyallahu ‘Anhu berkata
bahwasanya Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
berjumpa dengan orang-orang Musyrikin dalam peperangan.
Dan diantara Sahabat-sahabat beliau, ada seorang Sahabat yang
sangat pemberani dalam medan pertempuran itu. Dia begitu
gagah berani, dia sangat mahir dalam bertempur, sangat lincah
dalam pertempuran sehingga para Sahabat mengatakan, “hari ini
tidak ada seorangpun yang tampil lebih baik daripada si Fulan.”
Maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ketika
mendengar hal itu beliau mengatakan bahwa orang ini adalah
penduduk neraka. Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam mengucapkan sebuah perkataan yang agak aneh dimata
para Sahabat.
Mereka melihat sesuatu yang membuat mereka kagum dan
mereka memuji orang ini, tapi justru Nabi Muhammad
Shallallahu salam mengatakan dia termasuk penduduk neraka.
Maka seorang dari yang hadir di situ bertekad untuk mengikuti
apa yang terjadi dengan orang ini. Orang yang sedemikian
gagah berani, orang yang sedemikian mahir dalam bertempur
dan dipuji oleh para Sahabat, justru dikatakan menjadi
penduduk neraka oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Maka salah satu Sahabat mengikuti orang tersebut, kemudian
ternyata orang ini ditengah-tengah pertempuran mendapatkan
luka yang parah dan dia tidak mampu untuk menahan sakit
karena luka ini, maka akhirnya dia memutuskan untuk bunuh
diri dengan cara menusukkan pedang ke tengah-tengah dadanya.
Ketika melihat apa yang terjadi ini, orang tersebut datang
kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam kemudian
mengatakan, “Aku bersaksi bahwa Engkau adalah benar-benar
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.” Kemudian Sahabat
ini bercerita kepada Rasul tentang apa yang beliau lihat di
medan tempur.
Maka mendengar penjelasan Sahabat ini, Rasulullah Shalallahu
‘Alaihi wa Sallam mengatakan:

َّ‫َّم ْنَّأ َ ْه ِل‬


ِ ‫َّوهُ َو‬
َ ‫اس‬ ْ ‫ع َم َلَّأ َ ْه ِل‬
ِ ‫َّال َجن ِةَّ ِفي َماَّ َي ْبدُوَّ ِللن‬ َ َُّ‫ِإنَّالر ُج َلَّلَ َي ْع َمل‬
ََّ‫ار‬
ِ ‫الن‬
“Ada seseorang yang melakukan amalan penghuni surga
hingga terlihat oleh manusia seakan akan menjadi ahli surga,
padahal ia termasuk penghuni neraka,
َّ‫َّم ْنَّأ َ ْه ِل‬
ِ ‫َّوهُ َو‬
َ ‫اس‬ ِ ‫ع َم َلَّأ َ ْه ِلَّالن‬
ِ ‫ارَّفِي َماَّيَ ْبدُوَّ ِللن‬ َ َُّ‫إِنَّالر ُج َلَّلَيَ َّْع َمل‬
‫ْال َجن َِّة‬
sebaliknya ada seseorang yang melakukan amalan penghuni
neraka hingga terlihat oleh manusia seakan akan ia menjadi
penghuni neraka, padahal ia adalah penghuni surga.” (HR.
Bukhari dan Muslim)

Hadits ini yang akan membantu menjelaskan dengan lebih


gamblang lagi. Terkadang seseorang beramal dengan amalan
penduduk surga dimata manusia. Jadi orang melihatnya
beramal dengan amalan penduduk surga padahal dimata Allah
belum tentu seperti itu. Kadang-kadang kita melihat ada orang
yang shalat atau puasa atau haji atau umroh, membayar zakat,
dimata kita dia adalah orang yang begitu shalih. Tapi siapa yang
mengetahui isi hatinya? Bisa jadi orang tersebut tidak ikhlas
dalam shalatnya, mencari pujian orang lain dengan umrah dan
hajinya atau dia bersedekah agar dilihat dan dipuji oleh orang
lain. Maka kesalahan-kesalahan yang tidak nampak ini, amalan-
amalan batin yang tidak dilihat oleh manusia ini, bisa jadi
membuat dia Su’ul Khatimah, bisa jadi membuat dia masuk ke
dalam neraka. Yaitu Allah membalikkan hatinya karena amalan-
amalannya yang buruk, kemudian dia beramal dengan amalan
penduduk neraka dan diakhir hayatnya ia masuk ke dalam
neraka seperti yang terjadi pada orang yang tadi membantu
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dalam jihad kemudian
ternyata dia bunuh diri diakhir hayatnya.

Sebaliknya, ada orang-orang yang bisa jadi beramal dengan


amalan penduduk neraka dimata manusia. Yang dilihat oleh
manusia adalah dia beramal dengan amalan-amalan yang buruk,
tapi kita tidak mengetahui apa yang terjadi dibelakang layar.
Barangkali dibelakang layar dia adalah orang-orang yang shalih
atau orang yang ketika jatuh dalam maksiat dia menangisi
maksiat itu dengan penyesalan yang pahalanya mengalahkan
dosa-dosa yang dia kerjakan. Dia selalu menyesali setiap dosa
yang dilakukan dengan taubat yang besar kepada Allah
Subhanahu wa Ta’ala. Meskipun setelah itu dia jatuh lagi.
Amalan batin, amalan hati yang tidak tampak oleh manusia ini
bisa jadi menyelamatkan dia diakhir hayatnya, sehingga
akhirnya dia beramal dengan amalan penduduk surga kemudian
dia masuk ke dalam surga.
Jadi hadits ini menjelaskan bahwasannya yang dimaksud adalah
orang yang beramal dengan amalan penduduk surga dimata
manusia. Adapun mereka yang beramal dengan amalan shalih
yang benar-benar shalih, disana diwujudkan dua syarat
diterimanya amal, yaitu dilakukan dengan ikhlas dan dilakukan
sesuai dengan tuntunan Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam. Maka insya Allah, Allah tidak akan menyia-nyiakan dia.

َ ْ‫ضي ُعَّأَج َْرَّ َم ْنَّأَح‬


َّ َ‫سن‬ َ ‫ع ِملُواَّالصا ِل َحاتَِّإِن‬
ِ ُ‫اَّلَّن‬ َ ُ‫إِنَّالذِينَ َّآ َمن‬
َ ‫واَّو‬
﴾٣٠﴿َّ‫ع َم ًل‬
َ
“Sesunggunya mereka yang beriman dan beramal saleh,
tentulah Kami tidak akan menyia-nyiakan pahala orang-orang
yang mengerjakan amalan(nya) dengan yang baik.” (QS. Al-
Kahfi[18]: 30)

Dan ini adalah kondisi sebagian orang. Jadi berdasarkan


kondisinya disebagian waktu dan diakhir hayatnya, maka
manusia bisa diklasifikasikan kedalam empat kelompok:
Pertama, orang-orang yang semasa hayatnya yang beramal
shalih dan dia mengakhiri hidupnya dengan Khusnul Khatimah.
Ini adalah kondisi yang wajar, kondisi yang umum terjadi. Dari
sejak kecil, sejak muda, diusia tuanya, dia terus berbuat baik,
maka diakhir hayatnya dia mendapatkan Khusnul Khatimah. Ini
adalah harapan kita semuanya.

Kedua, orang-orang yang selama hidupnya dia beramal buruk,


beramal dengan amalan penduduk neraka. Kemudian diakhir
hayatnya dia mendapatkan Su’ul Khatimah. Ini juga adalah
kondisi yang normal, kondisi yang biasa terjadi. Kalau dia
mudanya seperti itu, dia kan tua seperti itu. Kalau dia tua seperti
itu maka dia akan mati dalam kondisi seperti itu. Ini wajar.

Ketiga, orang yang disebagian besar hidupnya dia beramal


dengan amalan penduduk neraka, tapi Allah bukakan pintu ilmu
kepadanya, sehingga ia bisa bertaubat dengan benar, ia selalu
bertaubat dan menyesali perbuatannya di dalam kesendiriannya
bersama Allah, meskipun setelahnya ia terjatuh kedalam
maksiat itu lagi dan lagi

Keempat, orang yang disebagian besar hidupnya dia beramal


dengan amalan penduduk surga, beramal dengan amalan yang
shalih, tapi diakhir hayatnya dia mendapatkan Su’ul Khatimah.
Ini adalah kondisi yang jarang, tapi kalau itu terjadi maka hadits
yang kita sebutkan tadi membantu kita untuk memahami. Bisa
jadi orang yang kelihatan beramal shalih sepanjang hayatnya
tadi itu memiliki amalan-amalan hati yang buruk, memiliki
amalan-amalan yang tidak kelihatan oleh manusia yang buruk,
yang akhirnya itu memiliki dampak buruk pada akhir hayatnya
dan Allah membelokkannya diakhir hayatnya ketika dia sudah
menyimpang.
َ ‫غواَّأَزَ ا‬
َّ‫غَّاللـهَُّقُلُوبَ ُه ْم‬ ُ ‫فَلَماَّزَ ا‬
“Maka tatkala mereka berpaling (dari kebenaran), Allah
memalingkan hati mereka” (QS. Ash-Shaff[61]: 5)

Tidak mungkin Allah Subhanahu wa Ta’ala menyesatkan orang


yang baik-baik saja, orang yang menjalankan ibadahnya sesuai
dengan tuntunan Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam. Tidak mungkin orang seperti itu dikecewakan, disia-
siakan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Tetapi Allah justru
akan menjaga dia. Dan penjagaan yang paling penting adalah
penjagaan dalam urusan akhirat, penjagaan dalam urusan agama
kita dan dijaga saat kita mengakhiri hidup kita, itu adalah
penjagaan yang paling penting.
Maka kita yang diberikan taufiq oleh Allah Subhanahu wa
Ta’ala untuk bisa beramal shalih dikehidupan kita ini atau
disebagian besar umur kita, hendaklah kita bersyukur kepada
Allah Subhanahu wa Ta’ala atas nikmat itu, kita berdo’a semoga
Allah menjaga kita, bisa istiqamah diatas jalan ini. Dan kita
tidak boleh merasa aman, bisa jadi kita memiliki dosa-dosa yang
tidak tampak oleh manusia dan karena pengaruh buruk dosa itu
kemudian Allah Subhanahu wa Ta’ala membuat kita
menyimpang diakhir hayat kita kemudian beramal dengan
amalan penduduk neraka kemudian itu menjadi menjadi Su’ul
Khatimah bagi kita, Na’udzubillahi mindzalik.
Karenanya para Sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam dahulu mengkhawatirkan kalau-kalau mereka
mempunyai kemunafikan dalam hati mereka yang kemudian
kemunafikan itu membuat mereka menjadi Su’ul Khatimah.
‫صلُّواََّّ َ‬
‫علَ ْي َِّهَّ‬ ‫ي ِ َّۚ َياََّّأَيُّ َهاََّّالذ ََّ‬
‫ِينََّّآ َمنُواََّّ َ‬ ‫ىََّّالن ِب َّ‬ ‫علَ َّ‬ ‫صلُّ ََّ‬
‫ونََّّ َ‬ ‫ّللاََّّ َو َم َلئِ َكتَ َّهََُّّيُ َ‬ ‫** ِإنَََّّّ ََّ‬
‫س ِل ُمواَّتَ ْس ِلي ًمَّا‬ ‫َو َ‬
‫ص ْح ِب َِّهَّأَجْ َم ِعي ََّ‬
‫ْن َّ‬ ‫علَيَّآ ِل َِّهَّ َو َ‬‫علَيَّنَ ِب ِينَاَّ ُم َحمدََّّ َو َ‬ ‫كَّ َ‬ ‫ار َّْ‬
‫س ِل َّْمَّ َوبَ ِ‬
‫ص ِليَّ َو َ‬ ‫**الل ُهمََّّ َ‬
‫ْنََّّ َوال ُمؤْ ِمنَاتََّّ ْاۡل َ ْحيَ َِّ‬
‫اءََّّ ِم ْن ُه َّْمَّ‬ ‫ْنََّّ َوال ُم ْس ِل َماتََّّ َوال ُمؤْ ِمنِي ََّ‬ ‫**اللهمََّّا ْغ ِف َّْرََّّ ِل ْل ُم ْس ِل ِمي ََّ‬
‫ْبَّالدع َْوات‪َّ ...‬‬ ‫ْبَّ ُم ِجي َُّ‬ ‫ئَّقَ ِري ٌَّ‬‫س ِمي ٌَّ‬ ‫كَّ َ‬ ‫َو ْاۡل َ ْم َواتَّإِن ََّ‬

‫ين َّ‬
‫سِر ََّ‬ ‫نَّ ۡٱل ٰ َخ ِ‬‫سنَاَّ َو ِإنَّل َّۡمَّت َۡغ ِفرََّّۡلَنَاَّ َوت َۡر َح ۡمنَاَّلَنَ ُكونَنََّّ ِم ََّ‬ ‫ظلَمۡ نََّا ََّٰٓأَنفُ َ‬
‫** َربنَاَّ َ‬
‫ك َّأَ ْن ََّ‬
‫تَّ‬ ‫ك َّ َر ْح َم َّةًَََّّّۚ ِإن ََّ‬‫ن َّ َلَّدُ ْن ََّ‬ ‫غ َّقُلُوبَنَا َّبَ ْع َّدَ َّ ِإ َّذْ َّ َهدَ ْيتَنَا َّ َوه َّْ‬
‫َب َّ َلنَا َّ ِم َّْ‬ ‫ل َّت ُ ِز َّْ‬ ‫** َربنَا َّ َ َّ‬
‫ْال َوه َُّ‬
‫اب َّ‬
‫ٱجعَ ۡلنَاَّ ِل ۡل ُمت ِق ََّ‬
‫ينَّإِ َما ًمَّا َّ‬ ‫نَّأَ ۡز ٰ َو ِجنَاَّ َوذُ ِر ٰيتِنَاَّقُر َّةََّأَ ۡعيُنََّّ َو ۡ‬ ‫َبَّلَنَاَّ ِم َّۡ‬ ‫** َربنَاَّه َّۡ‬

‫ار َّ‬ ‫عذَ ََّ‬


‫ابَّالن َِّ‬ ‫سنَ َّةًَّ َوقِنَاَّ َ‬
‫سنَ َّةًَّ َوفِيَّ ْاْل ِخ َرةََِّّ َح َ‬
‫َربنَاَّآتِنَاَّفِيَّالدُّ ْنيَاَّ َح َ‬
‫س ِليْنَ ‪َ َّ،‬و ْال َح ْم َّدَُّ ِ َِّ‬
‫ّللَّ‬ ‫عليَّال ُم ْر َ‬ ‫صفُ ْونَ ‪َ َّ،‬و َ‬
‫س َل ٌَّمَّ َ‬ ‫عماَّيَ ِ‬ ‫بَّال ِعزةََِّّ َ‬ ‫كَّ َر َِّ‬‫انَّ َر ِب ََّ‬
‫س ْب َح ََّ‬
‫** ُ‬
‫بَّالعَالَمي ََّ‬
‫ْن َّ‬ ‫ِر َِّ‬
‫ِعبَا َّدََّللاِ‪َّ َّ:‬‬

‫نََّّ ْالفَحْ ش َِّ‬


‫َاءَّ‬ ‫انََّّ َو ِإبت َِاءذِيََّّ ْالقُ ْربَيََّّ‪َ ََّّ،‬ويَ ْن َهىََّّ َ‬
‫ع َِّ‬ ‫س َِّ‬‫اْل ْح َ‬ ‫لََّّ ِو ْ ِ‬ ‫ِإنَََّّّّللاََََّّّيَأْ ُم ُر ُك َّْمََّّ ِب ْال َعدْ َِّ‬
‫ظ ُك َّْمَّلَعَل ُك َّْمَّتَذَك ُر ْونَّ‪َ َّ،‬ولَ ِذ ْك َُّرَّّللاََِّّأَ ْكبَ َُّر‬
‫ي َِّ‪َّ،‬يَ ِع ُ‬ ‫َو ْال ُمَّْن َك َِّرَّ َو ْالبَ ْغ َّ‬

‫‪Innallâha ya`murukum bil ‘adli wa ihsân wa îtâidzil qurbâ wa‬‬


‫‪yanha ‘anil fahsyâ wal munkar wal bagh. Ya’izhukum‬‬
‫‪la’allakum tadzakkarûn. wala dzikrullahi akbar, aqimush-‬‬
‫‪shalah‬‬

You might also like