You are on page 1of 14
Endang Sri Wahyuningsih, S.Ag. Model Pembelajaran Mastery Learning Upaya Peningkatan Keaktifan dan Hasil Belajar Siswa MODEL PEMBELAJARAN MASTERY LEARNING UPAYA PENINGKATAN, KEAKTIFAN DAN HASIL BELAJAR SISWA. Endang Sri Wahyuningsih Desa Dwi Novidiantoko Sumber ‘www shutterstock.com, “Tata Letak Amry Rasyadany Proofieader ‘Avinda Yuda Wati Ukuran vii, 80 him, Uk: 17.5x25 em ISBN: 978-623-02-1421-9 ISBN Filektronis : 978-623-02-1509-4 Cotakan Pertama Agustus 2020 Hak Capra 2024 Pada Penulis Idi jae tangaung jawab percetakan Copyright © 2020 by Deepublish Publisher AM Right Reserved Hak cipta dilindungi und ang keras menerjemahkan, memforokopi, atau memperbanyak sebagian atau scluruh isi buku ini tanpa izin ternalis dari Penerbit, unilang PENERBIT DEEPUBLISH (Grup Penerbitan CV BUDI UTAMA) Anggota IKAPI (076/DIY/2012) JLRajawal, G. Blang 6, No 3, Drona inlonoharjo, Neaglik, Sleman, J1.Kaliusang Km.9,3 ~ Yogyakarta $5581 "Telp/aks: (0274) 4533427 Website: www.deepublish.co id www: penerbitdeepublish.com E-mail: es@ deepublish.co.id BABI HAKIKAT MASTERY LEARNING 1.1. Pendahuluan Istilah mengajar dan belajar merupakan dua peristiwa yang berbeda, walaupun sama-sama memiliki peran yang amat penting dalam proses pembelajaran di kelas. Mengajar dilakukan oleh guru dan belajar dilakukan oleh siswa, yang masing-masing memiliki tujuan yang berbeda, Namun demikian keduanya memiliki peran dan tujuan yang sama, yaitu ingin mengedepankan proses pendewasaan siswanya. Jika salah satu dari keduanya memiliki kecacatan, maka akan terjadi proses pembelajaran yang kurang maksimal. Akan tetapi antara keduanya terdapat hubungan yang erat. Bahkan antara keduanya terjadi kaitan dan interaksi satu sama lain, Dari kaitan dan interaksi itulah maka disebut sebagai proses belajar mengajar_tuntas, Ketuntasan bisa dilihat dari prosesnya ataupun hasil yang dicapai oleh siswa yang kala itu sedang belajar. Pembelajaran adalah suatu proses interaksi yang terjadi antara siswa, pendidik, serta sumber atau media belajar yang digunakan dalam mencapai satu Kompetensi tertentu melalui kegiatan belajar yang dilakukan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Peran guru di sekolah sangat dominan, Dia dapat menentukan segala sesuatu yang dianggapnya tepat untuk disajikan kepada murid-muridnya. Guru dipandang sebagai orang yang paling mengetahui, karena itulah guru dianggapnya paling pandai dalam menyampaikan tugas-tugas, memberikan latihan-latihan, dan penilaian, Jadi guru memegang peran yang paling utama di kelas. Dalam kenyataannya guru masih menggunakan model pembelajaran yang konvensional dan belum bervariasi, model pembelajaran yang diterapkan adalah model pembelajaran ceramah, Tanya jawab dan drill Walaupun metode ini sebenarnya masih layak dipakai sampai sekarang. Model pembelajaran seperti ini bersifat satu arah schingga siswa kurang aktif, dan masih kurang adanya interaksi antara siswa dengan guru dalam kegiatan pembelajaran di kelas. Pada pelaksanaan kegiatan pembelajaran, guru menjelaskan materi dengan metode ceramah, sedangkan siswa mencatat penjelasan guru. Ambil contoh saja seandainya dalam satu kelas terdapat 32 siswa tidak lebih dari 60% siswa yang memperhatikan penjelasan guru, siswa Jain lebih banyak menggunakan kesempatan tersebut untuk bermain dengan temannya atau melakukan aktivitas Jain yang tidak berkaitan dengan materi yang sampaikan guru. Mengapa demikian? Siapa yang dipersalahkan dalam kasus seperti ini? Guru kah? Atau siswa yang dianggap kurang serius dalam menerima materi pelajaran di kelas? Berdasarkan hasil observasi menunjukkan bahwa siswa bosan dan kurang antusias mengikuti pelajaran. Dikarenakan model pembelajaran yang kurang inovatif sehingga pemahaman siswa terhadap suatu materi pun sangat kurang, terbukti pada saat guru memberikan tugas, siswa tidak mengerjakan melainkan sibuk bertanya dengan temannya, dan tidak jarang siswa mengeluh tentang sulitnya mencari jawaban dari tugas yang di berikan oleh gurunya sehingga perlu adanya peran guru untuk terlibat dalam suatu proses pembelajaran tersebut. Hal yang demikian dapat dipahami bahwa proses pembelajaran tersebut Kurang menyentuh pada tujuan utamayaitu mengedepankan pendewasaan siswa. Berdasarkan konsep seperti inilah, maka pengajaran di sekolah semakin berkembang, yang dimulai dari pengajaran tradi tradisional konservatif kemudian berkembang menuju ke sistem pengajaran modem, yang memiliki ciri-ciri sesuai dengan kemajuan zaman. Di setiap tahapan pengajaran itu, memiliki perubahan-perubahan dalam sistem pengajarannya melalui semua aspek dan unsur-unsurnya. Jadi perkembangan pengajaran itu sejalan dengan perkembangan sekolah, Ketika sekolah konvensional memberikan tekanan_perkembangan intelektual, dengan cara mengingat-ingat hal-hal yang telah dibaca dan tugas- tugas dalam pelajaran (contoh berhitung), maka dalam pandangan saat itu pengetahuan yang telah diperolehnya langsung dapat ditransferkan ke dalam situasi kehidupan nyata, Pada saat itu penguasaan materi pelajaran sampai hafal di luar kepala, merupakan suatu keharusan sebagai syarat_ mencapai suatu. keberhasilan, Maka siswa dikatakan berhasil belajamya, jika telah menguasai secara kognitif seluruh materi yang diberikan oleh guru di sekolah. Hal itu) mungkin bisa dimaklumi bahwa kemampuan pengembangan kurikulum saat itu masih mengejar kemampuan kognitif semata. Kebanyakan guru mengajar kurang memperhatikan perencanaan belajar siswa dan perkembangan keterampilan sosial, sikap apresiasi dan sebagainya. Sebenamya warisan pembelajaran secara konvensional, guru tidak dapat dipersalahkan begitu. saja, namun_ perlu. memperhatikan bahwa guru melakukan tugas sebagai pengajar telah secara jujur merujuk pada segala peraturan pemerintah yang kala itu memegang kunci kendali_pendidikan. Target utama dalam mengajar adalah terselesainya materi yang telah ional yang memiliki ditetapkan dalam kurikulum dan kurang memperhatikan aspek kemampuan berfikir mengembangkan ide-ide belajamya yang nantinya digunakan untuk bekal menjelajahi kehidupannya nanti (Oemar Hamalik, 2008: 60). Berbeda dengan sekolah modern, sekolah modern berusaha agar perkembangan siswa berjalan seimbang, maka metode dan bahan pengajaran dimaksudkan untuk membantu perkembangan pribadi yang sehat. Proses pembelajarannya mengedepankan pada kebersamaan dalam belajar, sehingga yang sering dikenal dengan pembelajaran tuntas (Mastery Learning). Hal ini dikarenakan perubahan peraturan pelaksanaan kurikulum yang secara makro disesuaikan dengan kondisi zaman saat ini, Sehingga konsep pembelajaran yang mengarah kepada pencapaian pendewasaan secara afektif dan psikomotor di samping kognitif akan tetap dapat dilaksanakan, Kurikulum yang akan disajikan telah digodok dengan sangat berhati- hati, memperhatikan berbagai macam pertimbangan baik segi ideologi, sosial, kemampuan berfikir siswa dan manfaat yang akan diperoleh ketika telah selesai sekolah nanti, Apakah mereka dipersiapkan menjadi orang yang kreatif untuk menggapai kesuksesan, ataukah dibiarkan menjadi penyumbang kuota pengangguran. Maka dalam peraturan pemerintah akhir-akhir ini telah mengamanatkan bahwa proses pembelajaran dan penilaian harus mengacu pada ketiga ranah pembelajaran tersebut. Pembelajaran saat ini setiap siswa diberikan kesempatan mengukur kemampuannya sendiri, untuk mengalami rasa berhasil dalam berbagai kegiatan, menghindarkan kemungkinan timbulnya kegagalan, dan kecemasan terhadap kegagalan, Karena di mana siswa dapat berpartisipasi menurut keinginannya sendiri dan mengalami rasa suksesnya, Dari perbedaan alur proses pembelajaran itulah maka usaha-usaha memperbaharui_kurikulum sangat dibutuhkan seiring dengan laju perkembangan zaman, Apalagi sekarang ini merupakan era digital, di mana semua transaksi belajar selalu membutuhkan teknologi digital. Sangat tidak mungkin jika proses pembelajaran dilakukan seperti pada masa konvensional dahulu, Walaupun masih ada sebagian guru yang kurang memahami (gagap) terhadap teknologi ini, Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan pembelajaran yang menuju pendewasaan pribadi_siswa adalah suatu proses interaksi yang terjadi antara siswa, pendidik, serta sumber atau media belajar yang digunakan dalam mencapai suatu kompetensi tertentu (kognitif, psikomotor dan afektif) melalui kegiatan belajar yang dilakukan, baik secara langsung maupun tidak langsung. 1.2. Pengertian Model Belajar Tuntas (Mastery Learning) Jika dilihat dari sejarahnya, konsep pembelajaran tuntas (Mastery Learning) sebagai suatu model pembelajaran pada tingkat satuan pendidikan yang dapat dilihat dari dua periode yang berbeda. Periode pertama disebut periode Bloom dan B.J. Carroll (1968-1971) karena pada saat itu konsep Mastery Learning lebih banyak didominasi oleh tulisan-tulisan Bloom di Universitas Chicago. Bloom memiliki pemikiran bahwa untuk membentuk jiwa pribadi generasi yang berkualitas, maka proses pembelajaran di sekolah harus dibekali tidak hanya ketuntasan pada materi ajar yang disajikan saja, namun harus dibarengi dengan konsep pendewasaan melalui penanaman sikap yang mampu membentuk pribadi luhur dan konsep keberanian menghadapi problemnya sendiri melalui usaha-usaha pelatihan sendiri, dengan membentuk kreativitas fisik. Konsep Bloom ini biasa disebut sebagai konsep/ranah taksonomi Bloom. Periode kedua disebut periode Post-Bloom (1971 sampai sekarang), yang ingin mengembangkan konsep Bloom menjadi sebuah tatanan proses pendidikan yang lebih sempurna, Kesempurnaan proses pembelajaran yang tengah dikembangkan saat itu adalah proses pembelajaran tuntas (Mastery Learning), artinya dari segala bidang kognitif, psikomotor dan afektif akan berjalan secara bersamaan dengan mengedepankan pada kualitas manusia yang sempurna (insan kamil). Schingga model pembelajaran seperti ini termasuk dalam rumpun model perilaku, Pengertian belajar tuntas (Mastery Learning), diangkat dari apa yang dimaksud dengan situasi belajar. Dalam situasi belajar, kita menghadapi siswa yang multikultural, Ada yang memi kecepatan belajar lebih baik, namun ada pula yang sangat lambat dan sulit sekali menyerap materi pelajaran dengan baik. Kondisi tersebut masih diperparah dengan kurangnya bantuan yang diberikan kepada kelompok belajar tersebut, Realitas membuktikan bahwa kelompok ini bila tidak ditangani dengan baik, maka tujuan pembelajaran akhirnya akan gagal. Belajar tuntas (Mastery Learning), berpandangan bahwa penyebab utama menurunnya keaktifan dan hasil belajar siswa adalah pada proses pembelajaran itu sendiri. Maka perbaikan proses pembelajaran menjadi syarat utama. Dalam konteks ini Bloom mendefinisikan belajar tuntas itu berdasarkan asumsi bahwa sebagian besar siswa dapat mencapai kemampuan belajar tingkat tinggi apabila pembelajaran didekati secara sensitif dan sistematis, serta pula jika siswa dapat dibantu kapanpun dan dimanapun mereka mengalami kesulitan belajar. Yang sering terjadi bahwa guru kadang- kadang melabeli kelompok siswa yang mengalami kesulitan belajar sebagai anak bodoh, padahal belum tentu pandangan itu benar. Sebab kegagalan dalam belajar tentu banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor utama antara lain sikap dan kebiasaan belajar, faktor lingkungan sosial belajar, perhatian orang tua, kompetensi guru, target kurikulum dan pembelajaran yang tidak tuntas pada level pendidikan sebelumnya dan sebagainya. Karena pada saat itu konsep Mastery Learning didominasi oleh tulisan- tulisan para murid dan pemerhati Bloom. Secara singkat berpandangan bahwa siswa dapat mencapai ketuntasan belajar bila mereka diberi waktu yang cukup untuk mencapai penguasaan, dan mendapatkan kriteria tentang standar pembelajaran yang mereka capai dan apa yang mesti mereka lakukan untuk menunjang hal tersebut. Pembelajaran ini dimaksudkan untuk tercapainya tujuan tertentu agar pembelajaran berjalan efektif dan efisien (Nurdyansyah, N., 2015: 2). Belajar secara utuh dapat berarti proses pengarahan untuk pencapaian tujuan dan proses melakukan perbuatan melalui pengalaman yang diciptakan, Belajar pada hakikatnya adalah suatu proses interaksi terhadap semua situasi yang ada di sekitar individu siswa. Belajar dapat dipandang sebagai proses yang diarahkan kepada pencapaian tujuan dan proses berbuat melalui berbagai pengalaman yang diciptakan guru. Menurut Sudjana (1987) belajar merupakan proses melihat, mengamati, dan _memahami sesuatu, Untuk mencapai keberhasilan dalam kegiatan pembelajaran, terdapat beberapa komponen yang harus dikembangkan guru, yaitu tujuan, materi, strategi, dan evaluasi pembelajaran, masing-masing komponen tersebut saling berkaitan dan mempengaruhi satu sama lain. Perubahan kemampuan yang disebabkan oleh __kematangan, pertumbuhan, dan perkembangan seperti anak yang mampu berdiri dari duduknya atau perubahan fisik yang disebabkan oleh kecelakaan tidak dapat dikategorikan sebagai hasil dari perbuatan belajar meskipun perubahan itu berlangsung lama dan Konstan. Menurut Slameto bahwa belajar ialah suatu proses yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil dari pengalamannya sendiri dalam berinteraksi dengan lingkungannya (Slameto, 1995: 2). Perubahan tingkah laku yang baru sebagai hasil dari perbuatan belajar terjadi secara sadar, bersifat kontinu dan fungsional, bersifat positif dan aktif, bersifat Konstan, bertujuan atau terarah, serta mencakup seluruh aspek tingkah aku, Ciri-ciri perubahan tingkah Iaku sebagai hasil dari perbuatan belajar tersebut tampak dengan jelas dalam berbagai pengertian belajar. Proses pembelajaran selama ini terutama di Sekolah Dasar lebih sering dilakukan secara pasif, artinya guru menjelaskan materi dan siswa mendengarkan, Padahal pendekatan belajar aktif telah dirintis secara serius oleh Balitbang Depdiknas sejak tahun 1979 dengan proyek yang dikenal sebagai Proyek Supervisi dan CBSA (Hurairah Rachmah, 2012: 5). Melalui pendekatan tersebut diharapkan siswa memiliki kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan jauh lebih baik. Siswa menjadi lebih kreatif, inovatif, dan lebih produktif sehingga nantinya bisa sukses menghadapi berbagai persoalan dan tantangan di zamannya, memasuki masa depan yang lebih baik. Berkat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka masyarakat senantiasa berubah dan berkembang dalam semua aspek. Perubahan dan perkembangan itu menuntut terjadinya inovasi pendidikan, Tanggung jawab melaksanakan inovasi itu di antaranya terletak pada penyelenggaraan pendidikan. Berkaitan dengan faktor guru, Kemendikbud sudah mendesain strategi penyiapan guru dalam jabatan yakni melibatkan tim pengembang kurikulum di tingkat pusat; instruktur diklat terdiri atas unsur pendidikan, dosen, widyaiswara, guru inti, pengawas, kepala sekolah, guru utama meliputi guru inti, pengawas, dan kepala sekolah. Setidaknya ada empat aspek yang harus diberi perhatian khusus dalam rencana implementasi dan keterlaksanaan kurikulum 2016, yaitu kompetensi pedagogi; kompetensi akademik (keilmuan); kompetensi sosial; dan -kompetensi_manajerial atau kepemimpinan, Guru sebagai ujung tombak penerapan kurikulum, diharapkan bisa menyiapkan dan membuka diri terhadap beberapa kemungkinan terjadinya perubahan, Belajar tuntas (Mastery Learning) merupakan suatu pola pengajaran terstruktur yang bertujuan untuk mengadaptasikan pengajaran kepada kelompok siswa besar (pengajaran klasikal) sedemikian rupa, sehingga diberikan perhatian secukupnya pada sejumlah perbedaan yang terdapat di antara siswa, khususnya yang menyangkut laju kemajuan atau kecepatan dalam belajar (rate of progress). Sistem ini diharapkan mampu mengata kelemahan yang sering melekat pada pengajaran Klasikal, antara lain hanyalah a yang pandai akan mencapai semua tujuan instruksional, sedangkan a yang tidak begitu cerdas hanyalah mencapai sebagian dari semua tujuan instruksional, atau bahkan sama sekali tidak mencapai apa-apa. Individualis pengajaran terutama dilaksanakan supaya setiap siswa mencapai semua tujuan instruksional (WS. Winkel, 2004: 462). Pandangan ini secara otomatis mengedepankan pengertian bahwa mungkin untuk hampir semua para siswa dapat menguasai materi ajar, manakala diberi satu tujuan (sasaran hasil), jika waktu cukup (diberi kesempatan untuk belajar sendiri), disajikan bersama dengan materi dan pengajaran yang sangat sesuai. Pandangan seperti ini menjadi tujuan utama sebagai pemandu banyak waktu belajar yang diperlukan. Kecerdasan itu juga menyarankan bagaimana cara pengajaran berlangsung, sebab siswa yang memiliki kecerdasan yang berbeda akan lebih efisien jika gaya pengajaran disesuaikan dengan bentuk keadaan siswa tersebut. Atau dalam istilah lain bahwa beberapa kecerdasan merupakan model relevan yang membantu memilih dan menyesuaikan dengan model. Untuk memperjelas definisi istilah (Mastery Learning), maka akan diambil dari beberapa tokoh ilmu pendidikan yang dapat diidentifikasikan. Menurut Muhammad Ali, Mastery Learning dapat diartikan sebagai penguasaan siswa secara penuh terhadap seluruh bahan yang dipelajari. Hal ini berlandaskan kepada suatu gagasan bahwa kebanyakan siswa dapat menguasai apa yang diajarkan di sekolah bila pengajaran dilakukan secara sistematis (Muhammad Ali, 2002: 95). E, Mulyasa juga memberikan definisi Mastery Learning (belajar tuntas) adalah suatu falsafah pembelajaran yang mengatakan bahwa dengan sistem pembelajaran yang tepat, semua siswa dapat mempelajari semua bahan yang diberikan dengan hasil yang baik (E. Mulyasa, 2003, 41). Sedangkan Sardiman AM, mendefinisikan bahwa Mastery Learning adalah suatu sistem belajar yang mengharapkan sebagian besar siswa dapat mencapai tujuan instruksional umum (Basic learning objective) dari suatu satuan atau unit pelajaran secara tuntas (Sardiman, AM, 2000: 165). Dari definisi di atas belajar tuntas (Mastery Learning) merupakan strategi pembelajaran yang menekankan pada pencapaian tujuan instruksional secara keseluruhan (tuntas) oleh siswa, dan agar semua siswa memperoleh hasil secara maksimal, pembelajaran harus dilaksanakan secara sistematis, kesistematisan tersebut akan tercermin dari pengorganisasian tujuan dan bahan belajar melaksanakan evaluasi, memberikan bimbingan terhadap siswa yang gagal mencapai tujuan yang telah ditetapkan dan memberi program pengayaan bagi siswa yang lebih cepat menguasai bahan pelajaran. Dengan demikian, belajar tuntas (Mastery Learning) merupakan penguasaan (hasil belajar) siswa secara penuh terhadap seluruh bahan yang dipelajari, maka setiap anak dalam kelas yang dihadapi akan secara tuntas menguasai pelajaran yang disajikan terlebih dahulu barulah dapat berpindah pada pelajaran berikutnya. Tugas guru dengan sendirinya _perlu memperhatikan mereka yang belum yang belum secara tuntas menguasai tujuan yang diharapkan. Guru yang hendaknya memusatkan perhatiannya untuk menangani kesukaran belajar anak bila anak menemui kesulitan. Untuk dapat mengetahui tolak ukur taraf penguasaan penuh (mastery) dapat diterapkan teorinya Benyamin $ Bloom dan Fred Skiller. Bloom memandang mastery sebagai penguasaan penuh terhadap inti bahan pelajaran. Di lain pihak Skeller menganggap penguasaan itu tercermin dalam kemampuan performance pada unit-unit kecil bahan yang dipelajari. Keduanya menganggap mastery sebagai kemampuan menguasai_ bahan pelajaran (Muhammad Ali, 2002, 96) Mereka berpendapat bahwa model pembelajaran tuntas ini tidak menerima perbedaan prestasi belajar sebagai Konsekuensi adanya perbedaan bakat. Namun bakat hanyalah merupakan ukuran waktu yang diperlukan untuk mempelajari suatu tugas. Para ilmuwan termasuk di dalamnya ahli-abli_ pendidikan, berdaya upaya agar proses pembelajaran dapat berlangsung lebih efektif dan efisien. Di antaranya adalah JB Caroll dengan Mindel of School Learning, mengutarakan bahwa faktor yang mempengaruhi keberhasilan belajar siswa adalah bakat untuk suatu pelajaran tertentu dapat diramalkan dari waktu yang disediakan untuk mempelajari pelajaran tertentu dan waktu yang dibutuhkan untuk belajar dalam mencapai tingkat penguasaan tertentu (Bassenang Saliwangi, 1991: 24). Secara sedethana John B. Carroll mengemukakan bahwa jika setiap siswa diizinkan untuk mempergunakan waktu belajar tertentu, maka dapat dikatakan bahwa mereka telah mencapai tingkat kriteria penguasaan bidang pelajaran tertentu. Walaupun belum ditemukan dalam pendapatnya bahwa dalam penguasaan bidang belajar itu dibutuhkan berapa waktu lamanya. Apakah belajar ditempuh sepanjang hayat, atau waktu di sekolah formal saj Lamanya waktu belajar yang digunakan ditentukan oleh lamanya siswa mau mempelajarisuatu bahan dan waktu yang disediakan atau dialoka Sedangkan waktu yang diperlukan ditentukan oleh bakat siswa, kualitas pengajaran, dan kemampuan siswa untuk menangkap bahan sajian. Benyamin $ Bloom menyatakan bahwa apabila bakat siswa terdistribusikan secara normal, dan kepada mereka diberikan cara penyajian dengan kualitas yang sama dan waktu belajar yang sama, maka hasil belajar yang dicapai akan terdistribusi secara normal pula. Di sini korelasi antara bakat dan hasil yang dicapai sangat tinggi. Tetapi apabila bakat siswa terdistribusi secara normal dan setiap siswa atau individu diberikan cara penyajian yang optimal dan waktu belajar yang sesuai dengan yang dibutuhkan siswa, maka sebagian siswa dapat diharapkan akan mencapai tingkat penguasaan yang tinggi. Kemudian agar penguasaan bahan ajar dapat disamakan dengan tingkat penguasaan tujuan-tujuan instruksional setelah mempelajari suatu bahan pelajaran melalui proses pembelajaran. Pengajaran dengan Model Mastery Learning dapat dilaksanakan baik secara individual maupun secara berkelompok. Penyajian dalam pembelajaran berkelompok akan memberikan kemudahan bagi pendidik dalam memberikan bimbingan yang tepat dengan cara memberikan perlakuan-perlakuan khusus terhadap siswa tertentu, Dengan sistem pengajaran yang tepat, siswa dapat belajar dengan hasil yang baik dari hampir seluruh materi pelajaran yang diajarkan di sekolah, model pembelajaran ini bisa meningkatkan hasil belajar siswa karena di dalam model belajar ini terdapat sejumlah kegiatan yang akan dilakukan siswa sehingga akan terbentuk suasana belajar yang aktif dan beberapa kegiatan tambahan yang sebelumnya belum pernah diterapkan dalam pembelajaran konvensional, Tutor Sebaya merupakan seorang atau beberapa orang murid yang ditunjuk dan ditugaskan oleh guru untuk membantu murid-murid tertentu yang mengalami kesulitan belajar. Mastery Learning ini merupakan suatu ide/gagasan yang sudah lama muncul, namun secara periodisasi mengalami banyak penyempurnaan untuk mengatasi berbagai kekurangan atau kelemahan. Dalam praktiknya dengan menggunakan teknologi, maka tokoh pendidikan seperti Bloom berpendapat bahwa orang pertama menentukan teori dan praktik Mastery Learning yang berbasis pada teknologi ini. Teori Bloom ini memberikan kontribusi dalam evolusi_ konsep Mastery Learning dari model pembelajaran yang dikembangkan oleh Carroll menjadi model kerja Mastery Learning. Oleh Karena itu, dalam proses belajar perlu ada kerja sama, baik oleh guru bidang studi maupun murid yang ditunjuk gurunya untuk menjadi tutor dan antar siswa yang satu dengan siswa yang lainnya sehingga dalam satu kelas terdapat kelompok teman sebaya yang saling berinteraksi antar siswa, dalam interaksi tersebut tidak menutup kemungkinan antar siswa satu dengan siswa yang Iain saling membantu dan membutuhkan dalam pembelajaran untuk memperoleh hasil belajar yang lebih baik. Oleh Karena itu dalam penelitian ini digunakan model pembelajaran Mastery Learning dengan Tutor Sebaya untuk meningkatkan prestasi belajar ekonomi, dengan model pembelajaran Mastery Learning. Model Carroll, walaupun kurang mendapat tanggapan yang serius dari para pemerhati dunia pendidikan, namun pendapatnya masih layak untuk di renungkan sampai sekarang. Kajian Carroll ini sebenarnya mengembangkan dari unsur dorongan psikologi, yang banyak mempertimbangkan unsur-unsur dari dalam. Hal ini mencakup bakat, derajat belajar dan waktu yang dibutuhkannya, Bakat (aptitude) dapat didefinisikan sebagai sejumlah waktu yang dibutuhkan siswa untuk mempelajari suatu mata pelajaran. Dalam hal ini bakat dapat dilihat sebagai suatu indeks kecepatan belajar bukan suatu derajat belajar. Derajat belajar (degree of learning) untuk setiap siswa dalam setting sekolah adalah fungsi dari waktu yang secara nyata dipergunakan oleh siswa, Dengan demikian, untuk mengoptimalkan potensi siswa, mereka harus diberikan waktu yang cukup untuk mempelajari suatu-mata pelajaran. Waktu yang secara nyata digunakan siswa dalam mempelajari suatu mata pelajaran sama dengan waktu yang dibutuhkan oleh siswa sesuai dengan karakteristik personal dan pembelajaran_ tertentu, Bakat merupakan karakteristik personal yang diwujudkan dalam bentuk abilitas/kemampuan siswa untuk memahami pembelajaran dan ketekunannya, Karakteristik pembelajaran terdiri dari kesempatan belajar siswa (jumlah waktu yang dialokasikan untuk mempelajari mata pelajaran) dan kualitas pembelajaran (derajat presentasi, eksplanasi, dan urutan elemen mata pelajaran yang optimal bagi siswa), Berkaitan dengan tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam penerapan konsep Mastery Learning, yang di titik beratkan pada pendekatan pembelajaran yang memberikan hasil belajar yang tuntas kepada mayoritas siswa, maka diperlukan beberapa ketentuan antara lain: a, 10 Siswa harus memahami sifat dari tugas yang akan dipelajari dan prosedur yang harus diikuti dalam mempelajari suatu mata pelajaran. Dalam hal ini, tugas-tugas belajar beserta prosedur yang harus ditempuh siswa perlu diuraikan dengan jelas dan terperinci. Misalnya untuk memahami salah satu kegiatan ekonomi, siswa diberi tugas untuk melakukan pengamatan ke pasar dan melakukan wawancara dengan beberapa pedagang. Berkaitan dengan tugas belajar tersebut, tujuan pembelajaran perlu dirumuskan secara spesifik, Maksudnya agar tujuan tersebut mudah diukur (measurable), Program pembelajaran dipecahkan pada beberapa unit belajar kecil dan dilakukan pengujian akhir pada setiap unit belajar tersebut. Dengan demikian permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan Ketuntasan belajar dapat terdeteksi sejak awal. 4. Guru harus memberikan balikan terutama pada kesalahan-kesalahan dan kesulitan-kesulitan setelah dilakukan tes. Balikan yang diberikan akan menumbuhkan motivasi belajar, Karena siswa mengetahui kesalahan-kesalahan yang dilakukannya dan memiliki banyak kesempatan untuk memperbaiki__Kesalahan-kesalahan — tersebut secepatnya. e. Guru harus menemukan cara untuk memilih waktubelajar_ yang dimiliki_ siswa, jika memungkinkan dapat diberikan alternatif kesempatan belajar. Dengan demikian, masing-masing siswa dapat belajar sesuai dengan waktu yang dimilikinya. f, Usaha siswa dapat ditingkatkan melalui kelompok kecil (dua atau tiga orang siswa). Kelompok kecil tersebut bertemu secara berkala untuk mendiskusikan dan memperbaiki hasil tes/ujian dan untuk membantu mengidentifikasi kesulitan-kesulitan dalam mengikuti tes. Berbagai upaya dari beberapa individu mengonsentrasikan diri pada penerapan teori dan praktik Mastery Learning tidak hanya dalam konteks kelas dan sekolah, Dengan upaya ini, secara nyata timbul ketertarikan dalam mengembangkan pendekatan Mastery Learning yang melampaui level kelas dan sekolah, Seluruh sistem sekolah dari lokal, regional, sampai nasional mengembangkan pendekatan Mastery Learning, g. Sebagai konsekuensi, upaya individu tersebut mempengaruhi perbaikan praktik-praktik perluasan sistem = Mastery Learning yang mempersyaratkan upaya Kooperatif dari banyak pihak seperti universitas, fakultas, administrator sekolah, dan guru kelas. Di Indonesia, gagasan Mastery Learning ini dipopulerkan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Pendidikan dan Kebudayaan yang dikaitkan dengan pembaharuan kurikulum, yaitu kurikulum tahun 1975 dan Proyek Perintis Sekolah Pembangunan (PPSP) di delapan kota yaitu Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Semarang, Surabaya, Malang, Ujung Pandang, dan Padang, kemudian masih jadikan embrio dalam menyusun kurikulum 2016 bahkan sampai sekarang. Konsepnya adalah bahwa siswa dapat memperoleh hasil belajar secara maksimal dengan melaksanakan pembelajaran yang sistematis, yakni dengan mengorganisir tujuan dan bahan pelajaran, melaksanakan evaluasi dan memberikan bimbingan kepada siswa yang gagal mencapai tarap ketuntasan belajar sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. 7 Percobaan sistem pendidikan yang dilaksanakan pada PPSP tersebut menerapkan kurikulum baru sekolah pembangunan. Semua bidang studi disusun menurut pola baru dan komponen-komponen — kurikulum dioperasionalisasi. ke dalam bentuk-bentuk yang nyata. - Tujuan diklasifikasikan menjadi empat tahap, yaitu tujuan pendidikan nasional, tujuan institusional, tujuan kurikuler, dan tujuan instruksional (umum dan Khusus). Proses pembelajaran menggunakan sistem modul (modular instruction) yang menerapkan pendekatan Mastery Learning. Perkembangan terakhir, pendekatan Mastery Learning dijadikan sebagai salah satu pendekatan dalam penerapan diterapkannya Kurikulum 2004 dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang berbasis pada kompetensi di mana pencapaian hasil belajar ditetapkan dengan ukuran atau tingkat pencapaian kompetensi_- yang = memadai_— dan dapat dipertanggungjawabkan sebagai prasyarat penguasaan kompetensi lebih lanjut. Sekolah dan madrasah diharapkan dapat memberikan layanan bagi siswa yang mendapat kesulitan belajar melalui kegiatan remedial, sedangkan bagi siswa yang mencapai ketuntasan kompetensi lebih cepat dari waktu yang ditentukan memperoleh pengayaan dan dapat mengikuti program percepatan belajar. 1.3. Tahapan Model Mastery Learning Mastery Learning, yang dikembangkan oleh John B. Carroll (1963) dan Benjamin S. Bloom (1971) keduanya mengembangkan suatu_ sistem pembelajaran yang memungkinkan semua siswa dapat mencapai sejumlah tujuan pendidikan, Model ini menguraikan faktor-faktor pokok yang mempengaruhi keberhasilan belajar siswa, seperti bakat dan waktu yang dibutuhkan untuk meneapai suatu tingkat pencapaian, Mengingat tujuan pembelajaran adalah sejumlah hasil belajar yang menunjukkan bahwa siswa telah melakukan perbuatan belajar, yang umumnya meliputi pengetahuan, keterampilan dan sikap-sikap yang baru, yang diharapkan tercapai oleh siswa. Maka deskripsi tingkah laku yang diharapkan tercapai oleh siswa setelah berlangsungnya proses belajar adalah cara yang akurat untuk menentukan hasilpembelajaran, dengan mengedepankan perencanaan belajar yang tuntas. Menurut Abu Ahmadi (2005: 159), perencanaan belajar tuntas disusun dengan langkah-langkah sebagai berikut. 12

You might also like