You are on page 1of 3
113 RINITIS VASOMOTOR Nina Irawati, Niken L. Poerbonegoro, Elise Kasakeyan Rinitis vasomotor adalah suatu keadaan iiopatk yang yang didiagnosis tanpa adanya infeksi, alergi, & lan, si oral, bloker, aspirin, klorpromazin Pineiro) “tan pajanan obat (kontrasepsi oral, antihiperten: ~— Rinitis int digolongkan_menjadi_non-alergi _adanya_alergi/alergen_spesifik_tidak-dapat_ diidentifikasl_dengan_pemeriksaan-alergi_ yang sesuai-(anamnesis, tes cukit kulit, kadar antibodi_ IgE spesifik serum). ~~ Kelainan ini disebut juga vasomotor catarrh, vasomotor rinorhea, nasal vasomotor instability, atau juga non-allergic perennial rhinitis. Etiologi dan Patofisiologi Etiologi dan patofisiologi yang pasti belum diketahui. Beberapa hipotesis telah dikemu- kakan untuk menerangkan patofisiologi rintis vasomotor : 1. Neurogenik (disfungsi sistem otonom) Serabut simpatis hidung berasal dari korda spinalis segmen Th 1-2, menginervasi ter- utama pembuluh darah mukosa dan se- bagian kelenjar. Serabut simpatis mele- paskan ko-transmiter noradrenalin dan neuropeptida Y yang menyebabkan vaso- konstriksi dan penurunan sekresi hidung. Tonus simpatis ini berfluktuasi sepanjang hari yang menyebabkan adanya pening- katan tahanan rongga hidung yang ber- gantian setiap 2-4 jam. Keadaan ini di- sebut sebagai "siklus nasi’. Dengan adanya siklus ini, seseorang akan mampu_ untuk dapat bernapas dengan tetap normal me- lalui rongga hidung yang berubah-ubah luasnya. Serabut saraf parasimpatis berasal nukleus salivatori superior menuju ganglion sfenopalatina dan membentuk n.Vidianus, kemudian menginervasi pembuluh darah dan terutama kelenjar eksokrin. Pada rang- sangan akan terjadi pelepasan ko-transmiter asetilkolin dan vasoaktif intestinal peptida yang menyebabkan peningkatan sekresi hidung dan vasodilatasi, sehingga terjadi kongesti hidung. Bagaimana tepatnya saraf otonom ini bekerja belumlah diketahui dengan pasti, tetapi mungkin hipotalamus bertindak se- bagai pusat penerima impuls eferen, ter- masuk rangsang emosional dari pusat yang lebih tinggi. Dalam keadaan hidung normal, persarafan simpatis lebih dominan, Rintis vasomotor diduga sebagai akibat dari ketidak-seimbangan impuls saraf otonom di mukosa hidung yang berupa bertam- bahnya aktivitas sistem parasimpatis. Neuropeptida Pada mekanisme ini terjadi disfungsi hidung yang diakibatkan oleh meningkatnya rang- sangan terhadap saraf sensoris serabut C di hidung. Adanya rangsangan abnormal saraf sensoris ini akan diikuti dengan pe- ningkatan pelepasan neuropeptida seperti substance P dan. calcitonin gene-related protein yang menyebabkan_peningkatan permeabilitas vaskular dan sekresi kelenjar. Keadaan ini menerangkan terjadinya pening- katan respon pada hiper-reaktifitas hidung. Nitrik Oksida Kadar nitrik oksida (NO) yang tinggi dan persisten di lapisan epitel hidung dapat menyebabkan terjadinya kerusakan atau nekrosis epitel, sehingga rangsangan non- spesifik berinteraksi langsung ke lapisan sub-epitel. Akibatnya terjadi peningkatan teaktifitas serabut trigeminal dan recruitment refleks vaskular dan kelenjar mukosa hidung. Trauma Rinitis vasomotor dapat merupakan kom- plikasi jangka panjang dari trauma hidung Scanned with CamScanner 114 melalui mekanisme neurogenik dan/atau neuropeptida. Gojala Klinik Pada rinitis vasomotor, gejala sering di- cetuskan oleh berbagai gal ik _seperl’_asap/rokok, bau yang mi ‘parfum, tinuman beralkohol, makanan pedas, fa dingin, pendingin dan peman perubahan kelembaban, perubahan suhutuar, kelelahan dan stres/emosi. Pada keadaan nor- mal faktor-faktor tadi tidak dirasakan sebagai gangguan oleh individu tersebut. . Kelainan ini mempunyai gejala yang mirip et epee _denganrinitis _Gejala dapat memburuk pada_pagi-hari ktu bangun tidur oleh karer yahansi i lainan ini dibedakan dalam 3 golongan, yaitu 1) golongan bersin (sneezers), gejala biasanya memberikan respon yang baik dengan terapi antihistamin dan glukokortikosteroid topikal; 2) golongan rinore (runners), gejala dapat diatasi dengan dengan pemberian anti kolinergik topikal ; dan 3) golongan tersumbat (blockers), kongesti umumnya memberikan respon yang baik dengan terapi_ glukokortikosteroid topikal dan vasokonstriktor oral Diagnosis Diagnosis umumnya ditegakkan dengan cara eksklusi, yaitu menyingkirkan adanya rinitis infeksi, alergi, okupasi, hormonal dan akibat obat. Dalam anamnesis dicari faktor yang mempengaruhi timbulnya gejala, Pada pemeriksaan rinoskopi anterior tam- pak gambaran yng khas berupa edema mukosa hidung, konka berwarna merah gelap atau merah tua, tetapi dapat pula pucat. Hal ini perlu dibedakan dengan rinitis alergi. Per- mukaan konka dapat licin atau berbenjol-benjol (hipertrof). Pada rongga hidung terdapat soir, mukoid, biasanya sedikit. Akan tetapi pay! golongan rinore sekret yang clitemukan iaigp serosa dan banyak jumlahnya. Pemeriksaan laboratorium dilakukan uni, menyingkirkan kemungkinan initis aler Kadang ditemukan juga eosinofil pada sek, hidung, akan tetapi dalam jumlah sedikt. Tog cukit kulit biasanya negatif. Kadar IgE spesiig tidak meningkat. Penatalaksanaan Penatalaksanaan pada initis vasomotor bervariasi, tergantung pada faktor penyebab dan gejala yang menonjol. Secara garis besar dibagi dalam : 1. Menghindari stimulus/faktor pencetus. 2. Pengobatan simtomatis, dengan obat-obatan dekongestan oral, cuci hidung dengan larutan garam fisiologis, kauterisasi konka hipertrofi dengan larutan AgNO, 25% atau triklor-asetat pekat. Dapat juga diberikan kortikosteroid topikal 100 - 200 mikrogram Dosis dapat ditingkatkan sampai 400 mikrogram sehari. Hasilnya akan terlihat setelah pemakaian paling sedikit selama 2 minggu. ‘Saat ini terdapat kortikosteroid topikal ba dalam larutan aqua seperti flutikason pi pionat dan mometason furoat dengan pemakaian cukup satu kali sehari dengan dosis 200 mcg. Pada kasus de- ngan rinore yang berat, dapat ditambahkan antikolinergik topikal (ipatropium bromida). Saat ini sedang dalam penelitian adalah terapi desensitisasi dengan obat capsaicin topikal yang mengandung lada, 3. Operasi, dengan cara bedah-beku, elektro- kauter, atau konkotomi parsial konka inferior. 4. Neurektomi n.vidianus, yaitu dengan me- lakukan pemotongan pada n.vidianus, bila dengan cara di atas tidak memberikan hasil optimal. Operasi ini tidaklah mudah, dapat menimbulkan komplikasi, seperti sinusitis, diplopia, buta, gangguan lakri- masi, neuralgia atau anestesis infraorbita dan palatum. Dapat juga dilakukan tin- dakan blocking ganglion sfenopalatina. Scanned with CamScanner Prognosis pengobatan golongan obstruksi lebih baik daripada golongan rinore. Oleh karena golongan rinore sangat mirip dengan rinitis alergi, perlu anamnesis dan pemeriksaan yang teliti untuk memastikan diagnosisnya. RINITIS MEDIKAMENTOSA ‘mal vasomotor yang diakibé k asokonstriktor topikal (tetes hidung atau -semprot hidung) dalam waktu-lama_dan_ber-_ lebihan,_ sehingga_menyebabkan— sumbatan __hidung yang menetap. Dapat dikatakan bahwa hal ini disebabkan oleh pemakaian obat yang -berlebihan (drug abuse).. Patofisiologi Mukosa hidung merupakan organ yang sangat peka tethadap rangsangan atau iritan, sehingga harus berhati-hati memakai_ topikal vasokonstriktor. Obat topikal vasokonstriktor dari golongan simpatomimetik akan menye- babkan siklus nasi terganggu dan akan ber- fungsi normal kembali apabila pemakaian obat itu dihentikan. Pemakaian topikal vasokonstriktor yang berulang dan dalam waktu lama-akan-menye- be inya fase dilatasi berulang (rebound dilatation) . 8 sehingga timbul gejala obstruksi. Adanya gejala obstruksi ‘int menyebabkan_pasien lebih sering-dan-lebitr _-banyak_lagi_memakai_obat_tersebut. Pada keadaan ini ditemukan kadar agonis alfa- adrenergik yang tinggi di mukosa hidung. Hal ini akan diikuti dengan penurunan sensitivitas reseptor alfa-adrenergik di pembuluh darah sehingga terjadi suatu toleransi. Aktivitas dari tonus simpatis yang menyebabkan vaso- konstriksi (dekongesti. mukosa hidung) meng- hilang. Akan terjadi dilatasi dan kongesti jaringan mukosa hidung. Keadaan ini disebut juga sebagai rebound congestion. Kerusakan yang terjadi pada mukosa hidung pada pemakaian obat tetes hidung dalam waktu lama ialah : 1) silia rusak, 2) sel goblet berubah ukurannya, 3) membran basal 115 menebal, 4) pembuluh darah melebar, 5) stroma tampak edema, 6) hipersekresi kelenjar mucus dan perubahan pH sekret hidung, 7) lapisan sub- mukosa menebal, dan 8) lapisan periostium menebal. Oleh karena itu pernakaian obat topikal vaso- konstriktor sebaiknya tidak lebih dari satu minggu, dan sebaiknya yang bersifat isotonik dengan sekret hidung normal (pH antara 6,3 dan 6,5). Gejala dan Tanda Pasien mengeluh hidungnya tersumbat terus menerus dan berair. Pada_pemeriksaan tampak- edema‘ hipertrofi konka dengan sekret hidung-yang_berlebihan.Apabila-dibe _ adrenalin, edema konka tidak berkurang. Penatalaksanaan 1. Hentikan pemakaian obat tetes atau semprot vasokonstriktor hidung. 2. Untuk mengatasi sumbatan berulang (re- bound congestion), dapat diberikan kortiko- steroid oral dosis tinggi jangka pendek dan dosis diturunkan secara bertahap (tappering off) dengan menurunkan dosis sebanyak 5 mg setiap hari, (misalnya hari 1: 40 mg, hari 2: 35 mg dan seterusnya). Dapat juga dengan pemberian kortikosteroid topikal selama minimal 2 minggu untuk mengem- balikan proses fisiologik mukosa hidung. 3... Obat dekongestan oral (biasanya mengan- dung pseudoefedrin). Apabila dengan cara ini tidak ada perbaikan setelah 3 minggu, pasien dirujuk ke dokter THT. Daftar pustaka 1... Mullarkey MF. Eosinophilic Non-allergic Rhinitis and Vasomotor Rhinitis. In: Settipane GA Ed. Rhinitis 2 Ed. Rhode Island 1991: p.169-71. 2. _Druce HM. Chronic Sinusitis and Non-allergic Rhinitis. In: Rhinits 2 Ed, Rhode Island 1991:185-90. 3. Non-infectious, non-allergic rhinitis. In ; Bousquet J, Cauwenberge P, Khaltaev N. Allergic Rhinitis and its impact on Asthma. J Allergy and Clin Immunol (Suppl) 2001, 108; 5:8196-7. 4, Holgate ST, Church MK. Rhintis : patophysiology and classification. In : Allergy. London, Gower Medical Publishing, 1993. Scanned with CamScanner

You might also like