You are on page 1of 15
DAFTAR ISI Kata Pengantar Dattar Isi BAB I BAB II SEJARAH PERKEMBANGAN PERADILAN AGAMA DI INDONESIA A. Asal-Usul Istilah Peradilan Agama B. Peradilan Agama Sebelum Pemerintahan Kolonial Belanda 1. Periode Tahkim 2. Periode Ahlul Halli wal Aqdli 3. Periode Tauliyah C. Peradilan Agama Masa Pemerintahan Kolonial Belanda D.Peradilan Agama Masa Pendudukan Jepang E. Peradilan Agama Masa Kemerdekaan 1. Masa Awal Kemerdekaan 2. Masa Orde Baru 3. Masa Pemerintah Reformasi Pembangunan 4. Masa Pasca Reformasi PENGERTIAN, TUJUAN, DAN ASAS- ASAS UMUM PERADILAN AGAMA A. Pengertian Peradilan, Peradilan Agama, Pengadilan, dan Pengadilan Agama B, Tujuan Undang-Undang Peradilan Agama C. Asas-Asas Umum Peradilan Agama iii YaANnw 2 24 35 \ perselisihan hukum antara suami ist yang beragama Islam: . perkarasperkara tentang nikah, talak, rujuk, perceraian antara orang-orang Islam) yang harus diputus oleh hakim agama; 3. menyatakan perceraian; 4, menyatakan) bahwa_ syarat-syarat taklik talak sudah 5, perkara mahar atau mas kawin; 6. perkara nafkah wajib suami kepada i Di luar Jawa dan Madura Peradilan Agama dibentuk Pemerintah Kolonial Belanda berdasarkan Staatsblad Tahun 1937 No. 638 dan 639 tentang Pengaturan dan Pembentukan Kerapatan Qadli di Kalimantan Selatan dan Timur dan Kerapatan Qadli Besar. Kewenangan dan kekuasaan mengadili Peradilan Agama di luar Jawa dan Madura meliputi juga perkara warisan. Hal ini menunjukkan bahwa kewenangan Peradilan Agama di luar Jawa dan Madura lebih luas daripada kewenangan Peradilan Agama di Jawa dan Madura,** . Peradilan Agama Masa Pendudukan Jepang Pada jaman pendudukan Jepang hukum yang berlaku di Indonesia adalah hukum yang diberlakukan pada masa Kolonial Belanda sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan Jepang. Pemerintah Jepang tidak banyak melakukan perubahan-perubahan hukum sebagai dasar pelaksanaan Peradilan Agama di Indonesia. Peradilan. 2M, Idris Ramulyo, Op. Cit, hlm, 109, ™M. Idris Ramulyo, Op. Cit., hlm. 11. 12 Agama masih dipertahankan dan tidak dirubah keoua perubahan nama Pengadilan Agama menjadi Sooryo Hoin dan Mahkamah Islam Tinggi berubah nama meng Kaikyoo Koolo Hoin. - Peradilan Agama pada masa ini sempat terancam karena adanya pertentangan antara_ tokoh nasional, Golongan Islam menginginkan tetap_ mempertahankan Peradilan Agama dan pernulihan kewenangan Peradilan Agama di bidang kewarisan sedangkan golongan nasionalis menginginkan agat Peradilan Agama dihapus karena negara harus memisahkan antara urusan agama dan urusan negara tidak perlu berdasarkan hukum Islam2> Peradilan Agama semakin terancam karena akan dihapus _setelah Dewan Pertimbangan (Sanyodance Kaigijimushitsu) memberikan pertimbangan — kepada Pemerintah Jepang yang bunyinya: “Dalam negara bani yang memisahkan urusan negara dengan urusan agama tidak perlu mengadakan Pengadilan Agama sebagai Pengadilan Istimewa, untuk mengadili urusan seseorang yang berskaitan dengan agama cukup diserahkan kepada pengadilan biasa yang dapat minta pertimbangan scorang ahli agama”,*° Pengadilan Agama tidak jadi hapuskan karen Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sckutu dan Indonesia memproklamirkan kemerdekaan pada tanggal 3 Taulig H i > Chk Hasan Bist, or it hi 1a cou L, hm, 122. | 17 Agustus tu 1945 sebagai negara yang merdeka dan berdaulat.” F, Peradilan Agama Masa Kemerdekaan 1, Masa Awal Kemerdekaan Pada Pengadilan awal kemerdekaan Republik Indonesia Agama masih berpedoman kepada peraturan perundang-undangan Pemerintah Kolonial Belanda berdasarkan Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945 yang berbunyi: “Segala badan negara dan peraturan yang ada masih langsung berlaku selama belum diadakan yang baru menurut UUD ini” Pada tahun 1948 Pemerintah Indonesia mengeluarkan peraturan tentang Peradilan Agama yaitu UU No. 19 Tahun 1948 tentang Susunan dan Kekuasaan Badan-Badan Kehakiman dan Kejaksaan. Berdasarkan UU ini kekuasaan kehakiman di Indonesia dilaksanakan oleh tiga lembaga peradilan yaitu: - Peradilan Umum; - Peradilan Tata Usaha Pemerintahan; - Peradilan Ketentaraan.” Peranan Peradilan Agama sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman yang mandiri dihapuskan. Peradilan Agama menjadi bagian dari Peradilan Umum, Untuk menangani perkara yang menjadi kewenangan dan kekuasaan Peradilan Agama ditangani oleh Peradilan Umum secara istimewa dengan seorang *7 M. Idris Ramulyo, Op. Cit,, hlm. 83. **M. Idris Ramulyo, Op. Cit,, him. 16. *'M. Idris Ramulyo, Op. Cit, him. 84. 14 akin yang beragame Islam sebagai ketua i i a rang hakim ahli agama Islam,“ n didampingi dua o} uu No, 19 Tahun 1948 tidak Perna diberlakukan sebagai UU karena UU ini diberlakukan setelah ada penetapan dari / Menteri Kehakiman sedangkan Menteri Kehakiman tidal pernah melakukan penetapan berlakunya UU tersebut. Pengaturan Peradilan Agama kembali pada peraturan semula sebagaimana diatur dalam Pasal ]] Aturan Peralihan yaitu Staatsblad Tahun 1882 No. 152 jo. Staatsblad Tahun 1937 No. 116 dan 610 yang berlaku bagi Peradilan Agama di Jawa dan Madura, Daerah-daerah yang masih dikuasai oleh Sekutu dan Belanda didirikan Pengadiian dengan nama Penghulu Gerechten, sedangkan untuk pengadilan _ tingkat banding didirikan beberapa Majelis Ulama pengganti Mahkamah Islam Tinggi. Setelah adanya penycrahan kedaulatan secara penuh kepada Pemerintah Republik Indonesia pada tanggal 27 Desember 1949 peraturan-peraturan tentang Penghulu Gerechten seperti Javansche Caurant No. 32 Tahun 1946, No. 25 dan 39 Tahun 1949, Keputusan Recomba Jawa Barat No. Rechtspraak WJ.29.72 Tahun 1948 dan lain-lain dihapuskan dan tidak berlaku lagi berdasarkan PP Pengganti UU No. | Tahun 1950. Berdasarkan UU ini Staatsblad Tahun 1882 No. 152 j% * Taufiq Hamam, Op. him, 24. 7 M. Idris Ramulyo, Op, Taufiq Hamawi, Op. Cit, Staatsblad Tahun 1937 No. 116 dan 610 dinyatakan masih berlaku.? Pada tahun 1951 Pemerintah Republik Indonesia mengeluarkan UU Darurat No. 1 Tahun 1951 tentang Tindakan = Sementara untuk Menyelenggarakan Kesatuan Susunan, Kekuasaan, dan Acara pada Pengadilan Sipil. Berdasarkan peraturan ini Peradilan Agama diatur secara_tersendiri dengan PP. Untuk melaksanakan isi UU Darurat No. 1 Tahun 1951 ditetapkan PP No. 22 Tahun 1957 tentang Pembentukan Pengadilan/Mahkamah Syari’ah untuk daerah Aceh namun peraturan ini dicabut karena tidak dapat memberikan penyelesaian bagi dacrah-dacrah lain dan diganti dengan PP No. 45 Tahun 1957 tentang Pembentukan Pengadilan Agama/Mahkamah Syari’ah di daerah luar Jawa dan Madura. Pada masa awal kemerdekaan_ ini terdapat beberapa macam peraturan yang mengatur tentang Peradilan Agama. Peraturan-peraturan tersebut adalah sebagai berikut. Peraturan tentang Peradilan Agama di Jawa dan Madura (Staatsblad Tahun 1882 No. 152 dan Staatsblad Tahun 1937 No. 116 dan 610). Peraturan tentang Kerapatan Qadli dan Kerapatan Qadli Besar untuk sebagian Residensi Kalimantan Selatan dan Timur (Staatsblad Tahun 1937 No. 638 dan 639). Sees, © Taufiq Hamami, Op. Cit,, him, 25. * Bid. pe Hei 45 Tahun 1957 tentang Pemb Pengadilan Agama/Mahkamah Syari’ah di L dan Madura. , Masa Orde Baru Pada masa Orde Baru terdapat perubahan dalam penataan kekuasaan kehakiman di Indonesia, Padg tahun 1970 telah disahkan dan diundangkan UU No, 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman sebagai pengganti UU No. 19 Tahun 1964 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman yang telah dinyatakan tidak berlaku dengan UU No. 6 Tahun 1969 karena bukan merupakan pelaksanaan murni dari Pasal 24 UUD 1945 dan bertentangan dengan UUD i945. | entukan | Ua Jawa Berdasarkan Pasal 10 ayat (1), Peradilan Agama merupakan salah satu lingkungan peradilan yang melaksanakan kekuasaan kehakiman di Indonesia di samping peradilan lainnya (Peradilan Umum, Peradilan Militer dan Peradilan Tata Usaha Negara). Peradilan Agama mempunyai kedudukan yang sejajar dan sams dengan peradilan lainnya. ; Kedudukan Peradilan Agama semakin kokoh Pa undangkannya UU No. 1 Tahun 1974 te teulang dan diundangkannya PP No. 9 Tahun 19 ’ Perkat elaksanaan UU No. | Tahun 1974 ion Winan, Ruang lingkup kewenangan Peradila! Agama semakin bertambah _luas,‘* tersebut adalah: Kewenangan izin beristri lebih dari seorang; izin melangsungkan perkawinan bagi orang yang belum berusia 21 (dua puluh satu) tahun dalam hal orang tua atau wali atau keluarga dalam garis lurus ada perbedaan pendapat; dispensasi kawin; pencegahan perkawinan; penolakan perkawinan olch Pegawai Pencatat Nikah; pembatalan perkawinan; gugatan kelalaian atas kewajiban suami atau istri; perceraian karena talak; gugatan perceraian; penyelesian harta bersama; penguasaan anak-anak; ibu dapat memikul _ biaya pemeliharaan dan pendidikan bilamana — bapak yang — seharusnya bertangung jawab tidak memenuhinya; penentuan kewajiban memberi biaya penghidupan oleh suami kepada bekas istri atau penentuan suatu kewajiban bagi bekas istri; putusan tentang sah atau tidaknya seorang anak; putusan tentang pencabutan kekuasaan orang tua; pencabutan kekuasaan wali; penunjukkan orang lain sebagai wali oleh pengadilan dalam hal kekuasaan seorang wali dicabut; ee * Cik Hasan Bisri, Op. Cit., hlm. 124 18 scorang wali dalam hal seorang anak pelwm cH umur 18 (delapan belas) tahun Yan, iting! dua orang tuanya padahal ti isk . penunit n wali oleh orang tuanya; da anti kerugian terhadap wajj an kewajiban & kerugian atas harta bend enyebabkan ada di pawah kekuasaannya, sul seorang anak; al pemberian keterangan ng, hal penolakan erkawinan campuran, ahnya perkawinan yang terjadi sebelum UU No. | Tahun 1974 tentang Perkawinan dan dijalankan menurut peraturan yang lain Selain Peradilan Agam@ mempunyai kewenangan semakin luas dengan diundangkannya UU No. | kawinan namun UU ini juga di bawah ana diatur “Setiap | eh penetapan asi putusar tental untuk melakukan Pp! a peryataan tentang S yang Tahun 1974 tentang Perl menempatkan Peradilan bayang-bayang Peradilan Umum daiam Pasal 63 ayat (2) yane keputusan Pengadilan Agama Pengadilan Umum"..” Agama berada 1 sebagaim: berbuny!: dikukuhkan © Peradi tiksoenn tat king bukan lagi merupakan pelaksané kaena putusan Pengadilen veinairi dan inaepende” Pengukuhan on ee Agama _harus mendap? Agama tidak ‘les Peradilan Umum dan peradila” t * Kewenangay Pat melaksanakan putusa” yang ielsh cnlang Pe in Perad) erkawinan pa Agama berdasarkan pada UU No. ! ass ye My Penje njelasan Pasal 49 UU No lah sebagai mana sebagaimana dijelaska” M. ris ris Ramulyo, oy tahun 1989 tent it, bm. 199 ang Pengadilan Agama. | 19 mempunyai kekuatan hukum tetap atau eksekusi sendiri karena tidak ada perangkat jurusita, eksckusi menjadi kewenangan Peradilan Umum.*® Sampai dengan tahun 1977 belum ada hukum acara yang mengatur Peradilan Agama secara_tersendiri sebagaimana dikendaki UU No. 14 Tahun 1970 maka perkara-perkara Peradilan Agama yang sampai pada upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung diatur dengan Peraturan Mahkamah Agung No. | Tahun 1977 dan Surat | Edaran Mahkamah Agung No. MA/Pemb/0921/1977.” Peraturan ini menghapus Mahkamah Islam Tinggi dan Kerapatan Qadi Besar maupun Pengadilan Agama/Mehkamah Syari’ah Propinsi yang berfunesi sebagai Pengadilan Tingkai Banding dan sckaligus Pengadilan Tertinggi dalam lingkungan Peradilan Agama.*? Karena beium adanya keseragaman nama pada Peradilan Agama, pada tahun i980 Menteri Agama mengeluarkan Keputusan Menteri Agama No. 6 Tahun 1980 yang dengan Keputusan ini Pengadilan Tingkat Pertama bernama Pengadilan Agama dan Pengadilan Tingkat Banding bernama Pengadilan Tinggi Agama.*! Pada tahun 1989 baru dapat terwujud apa yang menjadi kehendak UU No. 14 Tahun 1970 tentang ee ““M. Yahya Harahap, Kedudukan, Kewenangan, dan Acara Peradilan $gama, UU No. 7 Tahun 1989, Pustaka Kartini, Jakarta, 1993, him. 33. © Taufiq Hamami, Op. Cit,, him, 28. Ibid. 20 : pokok Kekuasaan Kehakimay yang tersendiri yang Mengaty, ‘ma dengan diundangkannya uu lan Agama.*? Ketentuan-Ketentua! raturan an Aga ai 39 tentang Peradi mengenai pe i tentang Peradil ahun 19) ‘ern « magngembalikan kedudukan Peraditay U int Agama kepada xedudukan Tee sebaeal Pelaksang a jman yang mandiri dan sejajar dengan, kekuasaan kehakim peradilan Agama sudah tidak ind ae Fe railan Umum. Peradilan Agama| ed = melaksanakan putusan yang ~ telah] ae yal kekuatan hukum tetap atau eksekusi dan| telah mempunyai junsita. UU ini merupakan keseragaman hukum di bidang Peradilan Agama yang sebelumnya diatur dalam| peraturan-peraturan yang berancka ragam. Peradilan Agama telah mempunyai hukum acara tersendiri dalam! pemeriksaan perkara di pengadilan sclain berlaku pula| hukum acara pada Peradilan Umum. Kewenangan Peradilan Agama berdasarkan UU| No. 7 Tahun 1989 ‘tentang Peradilan Agama adalah sebagai berikut. - Perkawinan ~ Kewarisan, wasiat dan hibah yang dilakukan| berdasarkan hukum Islam. - Wakaf dan shadaqoh.°> : Cik Hasan Bisti, Op p. Cit, him 5M: Yahya Harahap, Op, Ci fi him. 32, M. Yahya Harahap, Op, Cir” him, 39 *Pasal 49 UU No. 7 Tahun 1989, 21 = Kewenangan Peradilan Agama bertambah setelah adanya Instruksi Presiden Republik Indonesia No. { Tahun 1991 yang memerintahkan Menteri Agama untuk menyebarluaskan Kompilasi Hukum Islam yang kemudian oleh Menteri Agama menindaklanjuti dengan mengeluarkan Instruksi Menteri Agama No. 154 Tahun 1991 tentang Pelaksanaan Instruksi Presiden Republik Indonesia No. | Tahun 1991. Yang salah satu isi dari Instruksi_ Menteri tersebut adalah menginstruksikan kepada Pengadilan Tinggi Agama dan Pengadilan Agama di seluruh wilayah Indonesia dalam menyelesaikan masalah-masalah di bidang Hukum Perkawinan, Kewarisan, dan Perwakafan sedapat mungkin menerapkan Kompiiasi Hukum Islam di samping peraturan perundang-undangan lainnya. Masa Pemerintah Reformasi Pembangunan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (TAP MPR RI) No. X/MPR/1999 tentang Pokok-Pokok Reformasi Pembangunan dalam Rangka Penyelamatan dan Normalisasi Nasional sebagai Haluan Negara menun\ Pemisahan yang tegas antara fungsi-fung: dan eksckutif. Kehidupan tut adanya si_yudikatif Peradilan Agama sebagai pelaksana_ kekuasaan kehakiman sebagaimana _peradilan lainnya dalam hal laksanaan dan Pengawasan dilakukan oleh dua lembaga eksekutif dan yudikatif, Pembinaan teknis Peradilan Agama dilakukan oleh Mahkamah Agung dan pembinaan masalah organisasi, administrasi, dan Pel: 22 y > | dilakukan ale Departemen Asam, sebagaimana diatur dalam Pasal 10 dan 11 ayat (1) uy No. 14) Tahun 1970 tentang Kelentuan-Ketentyy, Pokok Kekuasaan Kehakiman jo. Pasal 5 dan Pasay | UU No, 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Untuk melaksanakan apa yang dituntut oleh TAp MPR RI No. X/MPR/1999 agar terdapat pomisahan yang tegas antara fungsi-fungsi yudikatif dengay eksckutif maka perlu adanya perubahan dan penghapusan Pasal 11 UU No. 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman, Perubahan tersebut dilakukan dengan diundangkannya UU No. 35 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas UU No. 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman. Berdasarkan UU ini kekuasaan kehakiman di semua lingkungan peradilan berada di bawah Mahkamah Agung sehingga kekuasaan kehakiman dalam melaksanakan peradilan terbebas dari pengaruh- pengaruh dan imervensi kekuasaan eksekutif. Namun demikian keadaan yang diharapkan oleh UU ini belum | dapat terwujud. kevangan Apalagi untuk mewujudkan kehendak UU_ ini Peradilan Agama belum dapat dilepaskan dari campur fangan kekuasaan eksckutif yaitu dalam _ hal pengawasan organisasi, administratif, keuangan yang dilakukan Departemen Agama untuk berada dalam pengawasan Mahkamah Agung baik dalam hal |- * Taufiq Hamami, Op. Cit, hm, 31 23 pembinaan teknis Peradilan Agama maupun pembinaan masalah organisasi, administrasi, dan keuangan tidak dibatasai_ waktu sementara untuk peradilan lainnya dibatasi paling lama 5 tahun sctelah UU No. 35 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas UU No. 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman diundangkan.*” Karena tidak adanya batas waktu itulah Peradilan Agama seharusnya dapat menunjukkan keseriusannya agar dapat terlepas dari campur tangan kekuasaan eksekutif untuk dapat mensejajarkan diri dengan peradilan lainnya yang dibatasi waktunya oleh UU ini agar bisa bebas dari campur tangan kekuaaan eksekutif.® 4. Masa Pasca Reformasi Pada masa ini banyak sekali__perubahan, Penggantian maupun lahir peraturan _ perundang- undangan yang baru yang mengatur tentang kekuasaan kehakiman dan badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan _kehakiman untuk melaksanakan perintah UUD, Tap MPR, maupun UU. a. Perubahan Kekuasaan Kehakiman Setelah Amandemen UUD 1945 Pada masa ini pula UUD 1945 sebagai dasar hukum tertinggi_ pemerintah Republik Indonesia ditakukan amandemen oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR See, 37 Pasal 114 UU No. 35 Tahun 1999, * Taufiq Hamami, Op. Cit, him. 32. 24 1D HTD) AUBIN aN DI INDONESIA

You might also like