You are on page 1of 15

MAKALAH

EKONOMI ISLAM
PRODUKSI DAN KOSUMSI DALAM EKONOMI ISLAM PERILAKU PRODUSEN
DAN KONSUMEN MUSLIM

Disusun oleh:

Kelompok 2

1.Muhammad Thariqul Fatha (2101102010218) 2 Nisrina Ghina Amri (2101102010080)

3 Fathurrahman (2101102010178) 4 Mahda Sari (2101102010055)

5 Vira Ramadhani (2101102010046) 6 Afwan aulia (2101102010142)

7 Riani (2101102010009) 8 Yunadia (2101102010016)

Dosen : Teuku Muhammad Syahrizal,S,H,I.,M. AG

PROGRAM STUDI MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS SYIAH KUALA

1
DAFTAR ISI

BAB I

PENDAHULUAN ...................................................................................................... ………

Latar Belakang ................................................................................................................1,1

Rumusan Masalah .............................................................................................................. 1,2

Tujuan ................................................................................................................................ 1,3

BAB II

PEMBAHASAN

Pengertian produksi dalam ekonomi islam .................................................................. 2.1

Konsep Kumsumsi dalam Ekonomi ……………………......................................................... 2.2

Konsep konsumsi dalam Ekonomi islam ...........................................................................2.3

Prinsip-Prinsip .................................................................................................................... 2.4

Merencanakan dan memilih prinsip konsumsi yang sesuai tuntutan Islam...... 2.5
BAB III KESIMPULAN ........................................................................................................ 3.1

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 14

1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Produksi dalam ekonomi Islam merupakan setiap bentuk aktivitas yang dilakukan
untuk mewujudkan manfaat atau menambahkannya dengan cara mengeksplorasi sumber-
sumber ekonomi yang disediakan Allah SWT sehingga menjadi maslahat, untuk memenuhi
kebutuhan manusia, oleh karenanya aktifitas produksi hendaknya berorientasi pada
kebutuhan masyarakat luas. Sistem produksi berarti merupakan rangkaian yang tidak
terpisahkan dari prinsip produksi serta faktor produksi. Prinsip produksi dalam Islam berarti
menghasilkan sesuatu yang halal yang merupakan akumulasi dari semua proses produksi
mulai dari sumber bahan baku sampai dengan jenis produk yang dihasilkan baik berupa
barang maupun jasa.

Sedangkan faktor-faktor produksi berarti segala yang menunjang keberhasilan produksi


seperti faktor alam, faktor tenaga kerja, faktor modal serta faktor manajemen. Pengertian
produk tidak dapat dilepaskan dengan kebutuhan (need) Produksi berarti memenuhi semua
kebutuhan melalui kegiatan bisnis karena salah satu tujuan utama bisnis adalah untuk
memenuhi kebutuhan dan keinginan (needs and wants) manusia. Untuk dapat
mempertahankan hidupnya, manusia membutuhkan makan, minum, pakaian dan
perlindungan

Islam merupakan ajaran universal bukan hanya berbicara tentang ibadah secara vertical
kepada Allah SWT. melainkan juga berbicara tentang semua aspek kehidupan termasuk ekonomi di
dalamnya. Ekonomi yang dibangun atas dasar-dasar dan tatanan Al-Qur‟an dan sunnah Rasulullah
SAW. kemudian dikenal dengan istilah Ekonomi Islam. Sehingga secara konsep dan prinsip ekonomi
Islam adalah tetap, tetapi pada prakteknya untuk hal-hal yang situasi dan kondisi tertentu bisa saja
berlaku luwes bahkan bisa mengalami perubahan.

Sistem ekonomi Islam yang bertujuan maslahah (kemaslahatan) bagi umat manusia
merupakan pelaksanaan ilmu ekonomi yang dilaksanakan dalam praktek sehari-hari dalam rangka
mengorganisasi faktor produksi, distribusi serta pemanfaatan barang dan jasa yang dihasilkan dengan
tidak menyalahi Al-Qur‟an dan Sunnah sebagai acuan aturan perundangan dalam sistem
perekonomian Islam. Dengan demikian, sistem ekonomi Islam mampu memberikan kemaslahatan
bagi seluruh masyarakat karena memandang masalah ekonomi tidak dari sudut pandang kapitalis yang
memberikan kebebasan serta hak pemilikan kepada individu dan menggalakkan usaha secara
perorangan, tidak pula dari sudut pandang sosialis yang ingin menghapuskan semua hak individu dan

2
menjadikan mereka seperti budak ekonomi yang dikendalikan oleh negara. Tetapi Islam
membenarkan sikap mementingkan diri sendiri tanpa membiarkannya merusak masyarakat. Di bawah
sistem ekonomi Islam, penumpukan kekayaan oleh sekelompok orang dihindarkan dan langkah-
langkah dilakukan secara otomatis untuk memindahkan aliran kekayaan kepada anggota masyarakat
yang belum bernasib baik.

1,2 Rumusan Masalah

Adapun yang menjadi rumusan masalah yaitu:

1. Apa yang membedakan motivasi produksi dan konsumsi dalam ekonomi islam
2. Bagaimana cara Merencanakan dan memilih prinsip konsumsi yang sesuai tuntunan
islam

1,3 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui yang membedakan motivasi produksi dan konsumsi dalam


ekonomi islam
2. Untuk mengetahui cara Merencanakan dan memilih prinsip konsumsi yang sesuai
tuntunan islam

3
BAB II
PEMBAHASAN
2,1. Pengertian produksi dalam Ekonomi Islam
Kegiatan produksi dalam perspektif ekonomi Islam adalah terkait dengan manusia dan
eksistensinya dalam aktivitas ekonomi, produksi merupakan kegiatan menciptakan kekayaan dengan
mengeksplorasi sumber ekonomi yang disediakan Allah SWT, sehingga bermanfaat untuk memenuhi
kebutuhan manusia.

Berproduksi lazim diartikan menciptakan nilai barang atau menambah nilai terhadap sesuatu
produk, barang dan jasa yang diproduksi itu haruslah hanya yang dibolehkan dan menguntungkan
(yakni halal dan baik) menurut Islam. Produksi tidak berarti hanya menciptakan secara fisik sesuatu
yang tidak ada, melainkan yang dapat dilakukan oleh manusia adalah membuat barang-barang
menjadi berguna yang dihasilkan dari beberapa aktivitas produksi, karena tidak ada seorang pun yang
dapat menciptakan benda yang benar-benar baru. Membuat suatu barang menjadi berguna berarti
memproduksi suatu barang yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat serta memiliki daya jual yang
yang tinggi.

Prinsip fundamental yang harus selalu diperhatikan dalam proses produksi adalah
kesejahteraan ekonomi. Kesejahreraan yang dimaksud adalah bertambahnya pendapatan yang
diakibatkan oleh peningkatan produksi dan pemanfaatan sumber daya manusia atau alam secara
maksimal.

Produksi dalam Islam memiliki beberapa prinsip, yaitu:

1. Dilarang memproduksi dan memperdagangkan komoditas yang buruk atau tercela karena
bertentangan dengan syariat
2. Dilarang melakukan kegiatan produksi yang mengarah kepada kedzaliman
3. Larangan melakukan ikhtikar (penimbunan barang).

4
Sehingga pada prinsipnya, produksi dalam ekonomi Islam harus memperhatikan kemashlahatan
(manfaat), yakni:

1. Kegiatan produksi harus dilandasi nilai-nilai Islam dan sesuai dengan kemashlahatannya.
2. Tidak memproduksi barang atau jasa yang bertentangan dengan syariat.
3. Prioritas produksi harus memperhatikan kebutuhan dan manfaat bagi masyarakat.
4. Mengelola sumber daya alam secara optimal, artinya tidak boros, berlebihan, atau merusak
lingkungan.
5. Distribusi dengan keuntungan yang adil antara pemilik dan pengelola.

2,2. Konsep Konsumsi dalam Ekonomi


1.Pengertian

Konsumsi secara umum dimaknai sebagai tindakan untuk mengurangi atau menghabiskan guna
ekonomi suatu benda, seperti memakan makanan, emmakai baju, mengendarai sepeda motor,
menempati rumah, dan lain-lain. Dalam berkonsumsi seseorang atau rumah tangga cenderung
untuk memaksimumkan daya guna atau utility-nya.

Dalam pada itu, setiap pendapatan niscayalah akan pertama tama dikeluarkan untuk keperluan
konsumsi, sedangkan sisanya, kalau memang masih ada bersisa, akan ditabung. Di dalam ilmu
ekonomi, konsumsi berarti penggunaan barang dan jasa untuk memuaskan kebutuhan
manusiawi (the use of goods and services in the satisfaction of human wants).

Setiap rumah tangga mestinya mempunyai pengetahuan yang pasti mengenai penghasilan yang
ia terima dalam satu jangka waktu tertentu, misalnya satu bulan. Rumah tangga tersebut juga
mengetahui, meskipun tidak didefinisikan secara baik, mengenai barang dan jasa yang ingin
dibeli dalam jangka waktu itu. Masalah yang dihadapi oleh setiap keluarga disini adalah
bagaimana membelanjakan uang penghasilan yang jumlahnya terbatas tersebut agar
kesejahteraan ekonominya maksimum."

Kelangkaan atau kekurangan berlaku sebagai akibat dari ketidakseimbangan antara kebutuhan
masyarakat dengan faktor-faktor produksi yang tersedia dalam masyarakat. Di satu pihak,
dalam setiap masyarakat selalu terdapat keinginan yang relatif tidak terbatas untuk menikmati
berbagai jenis barang dan jasa yang dapat memenuhi kebutuhan mereka. Sebaliknya di lain
pihak, sumber-sember daya atau faktor-faktor produksi yang dapat digunakan untuk
menghasilkan barang-barang tersebut adalah relatif terbatas. Oleh karenanya masyarakat tidak
dapat memperoleh dan menikmati semua barang yang mereka butuhkan atau inginkan. Mereka
perlu membuat pilihan.

5
Perilaku-perilaku konsumen dalam membuat pilihan-pilihan inilah yang dipelajari. Di dalam
mempelajari teori perilaku konsumen ada dua pendekatan yang yaitu pendekatan kardinal atau
disebut dengan teori nilai subjektif (subjective value theory) dan pendekatan ordinal atau sering
disebut dengan analisis kurve indifference (indifference curve analysis),

Apapun pendekatan yang digunakan, teori perilaku konsumsi dalam ekonomi konvensional
tidaklah bebas nilai (value free). Pada dasarnya teori-teori tersebut berdiri di atas dua nilai
dasar(fundamental values), yaitu:

Rasionalisme ekonomi (economic rationalism)

b. Utilitarianisme (utilitarianism)

Rasionalisme ekonomik menafsirkan perilaku manusia sebagai suatu yang dilandasi dengan
"perlindungan cermat, yang diarahkan dengan pandangan kedepan dan persiapan terhadap
keberhasilan ekonomik." Keberhasilan ekonomik secara ketat didefinisikan sebagai "membuat
uang dari manusia." Memperoleh harta, baik dalam pengertian uang atau berbagai komoditas,
adalah tujuan hidup yang terakhir dan, pada saat yang sama, merupakan tongkat pengukur
keberhasilan ekonomik.

Etika dari filsafat ini dikaitkan dan dipungut dari "keberhasilan ekonomik. Keberhasilan dalam
membuat uang adalah hasil dan ekspresi kebaikan dan keahlian. Utilitarianisme adalah sumber
nilai nilai dan sikap moral. "Kejujuran berguna karena ia menjamin kepercayaan, demikian
juga ketepatan waktu, ketekunan bekerja. sikap hemat.

2.Motif dan tujuan


Motif adalah keadaan dalam pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu untuk
melakukan kegiatan-kegiatan tertentu guna mencapai sesuatu tujuan. Motif yang ada pada
seseorang akan mewujudkan suatu tingkah laku yang diarahkan pada tujuan mencapai sasaran
kepuasan. Jadi, motif bukanlah sesuatu yang dapat diamati. tetapi adalah hal yang dapat
disimpulkan adanya karena sesuatu yang dapat kita saksikan. Tiap kegiatan yang dilakukan
oleh seseorang itu didorong oleh sesuatu kekuatan dari dalam diri orang tersebut. Kekuatan
pendorong inilah yang kita sebut motif. Oleh sebab itu kita dapat mengetahui bahwa
sebenarnya perilaku konsumen itu dimulai dengan adanya suatu motif atau motivasi
(motivation). Secara definitif dapat dikatakan bahwa motif adalah suatu dorongan kebutuhan
dan keinginan individu yang diarahkan pada tujuan untuk memperoleh kepuasan.

Kebutuhan itu sendiri muncul karena konsumen merasakan ketidaknyamanan (uncomfortable)


antara yang seharusnya dirasakan dan yang sesungguhnya dirasakan. Sedangkan, perilaku
(tindakan) adalah berorientasi tujuan (goal-oriented behavior). Artinya untuk memenuhi
kebutuhannya, seorang konsumen harus memiliki tujuan akan tindakannya."

6
Yang dimaksud dengan kebutuhan masyarakat adalah keinginan masyarakat untuk
memperoleh barang dan jasa. Keinginan untuk memperoleh barang dan jasa dapat dibedakan
kepada dua bentuk:

a. Keinginan yang disertai oleh kemampuan untuk membeli (permintaan efektif).

b. Keinginan yang tidak disertai oleh kemampuan untuk membeli.

Secara umum dapat dikatakan bahwa persoalan yang dihadapi masyarakat adalah bersumber
dari jumlah kebutuhan yang tidak terbatas. Apabila keinginan dan kebutuhan masa lalu sudah
dipenuhi, maka keinginan-keinginan yang baru akan wujud. Kebutuhan manusia itu luar biasa
banyaknya, baik kebutuhan fisik maupun psikis, haik keinginan yang baik maupun keinginan
yang jahat. Sedemikian hanyaknya, sehingga para ahli ekonomi mengatakan bahwa kebutuhan
manusia itu tiada terbatas.

Adapun kebunihan manusia itu bertingkat-tingkat adanya. Pada tingkat pertama primary needs
atau kebutuhan primer. Orang membutuhkan sandang (pakaian), pangan (makanan dan
minuman), papan (tempat tinggal)." Ada dua faktor penyebab kebutuhan yang dirasakan oleh
konsumen (felt need) yaitu faktor luar dan faktor dalam. Faktor luar konsumen seperti aroma
makanan orang jadi ingin makan, iklan dan komunikasi pemasaran orang yang tidak rencana

beh jadi membeli. Selain dari luar, konsumen juga ada faktor dari dalam diri konsumen sendiri
(fisiologis) atau innate needs misal rasa lapar. haus (makanan), air, udara, pakaian, rumah atau
seks. Kebutuhan primer harus dipenuhi dalam rangka mempertahankan kehidupan.

Kalau kebutuhan primer ini sudah terpenuhi, maka muncullah di dalam pikiran manusia untuk
memenuhi secondary needs atau kebutuhan tingkat kedua, yang antara lain berisi kebutuhan
akan sepatu, sepeda, pendidikan, dan sebagainya. Kebutuhan sekunder yaitu kebutuhan yang
diciptakan (acquired needs) adalah kebutuhan yang muncul sebagai akibat reaksi konsumen
terhadap lingkungan dan budayanya. Dimana kebutuhan ini bersifat psikologis karena berasal
dari subjektif konsumen. Misalnya rumah adalah kebutuhan primer tapi karena ingin dipandang
sebagai orang sukses dan mampu sehingga ia memilih lokasi dan bentuk rumah yang bergengsi.

Demikianlah adanya, sehingga terdapatlah kebutuhan tingkat ketiga (tertiary needs), kebutuhan
tingkat keempat (quartiary needs), dan seterusnya. Orang akan sampai pada suatu tingkat
kebutuhan tertentu hanya sesudah tingkat kebutuhan sebelumnya terlampaui

Kebutuhan yang dirasakan/ſelt needs juga seringkali dibedakan berdasarkan kepada manfaat
yang diharapkan dari pembelian dan dan penggunaan produk. Pertama adalah kebutuhan
utilitarian yang mendorong orang membeli produk karena manfaat fungsional dan karakteristik
objektif dari produk tersebut. Misalnya obeng. mematahkan dalam membuka dan memasang
kimbili mur pada peralatan Yang kedua kebutuhan ekspresive atau hodnik psikologis seperti
masa puas, gengsi, emosi, dan perasaan subjektif lainnya. Misalnya konsumen yang sering

7
memakai dasi di kantor. Dasi tidak memberikan manfaat fungsional tetapi memberikan
manfaat estetika dan tuntutan sosial. Dengan demikian maka dapat disimpulkan bahwa
motivasi konsumen untuk melakukan kegiatan konsumsi merupakan akibat dari adanya
dorongan untuk memenuhi segala keinginannya, baik secara fisik maupun psikis

Kegiatan konsumsi tersebut dimaksudkan untuk mencapai santa

tujuan yang dikehendaki konsumen Dalam ekonomi umam, konuamen diasumsikan selalu
bertujuan untuk memperoleh kepuasan (utility) dalam kegiatan konsumsinya. Utility secara
bahasa berarti berguna (useistness), membanti (helpfulness) atau menguntungkan (advantage).
Dalam setiap kegiatan ekonomi yaitu dalam kegiatas memproduksi maupun mengkonsumsi
(menggunakan) barang dan jasa, setiap pelaku kegiatan ekonomi harus membuat pilihan-
pilihan

Tujuannya adalah agar sumber daya yang tersedia akan digunakan secara efisien dan dapat
mewujudkan kesejahteraan yang paling maksimum kepada individu dan masyarakat,

2,3. Konsep konsumsi dalam Ekonomi Islam

1. Pengertian

Seorang muslim dalam setiap tindakanya harus berdasarkan etika keislaman. Etika berarti
menyangkut kelakuan yang menuruti norma-norma kehidupan yang baik. Adapun etika Islam,
berarti menuruti hukum-hukum yang telah ditetapkan Allah SWT agar manusia mencapai
kebahagiaan dunia dan akhirat. Di bidang ekonomi, etika Islam berarti seseorang ketika
mengkonsumsi barang-barang atau rezeki harus dengan cara yang halal dan baik. Artinya,
perbuatan yang baik dalam mencari barang-barang atau rezeki baik untuk dikonsumsi atau
diproduksi adalah bentuk ketaatan terhadap Allah SWT.35 sebagaimana disebutkan dalam Al-
Qur'an Surat Al-Baqarah ayat 168 berikut:

Artinya: "Wahai manusia, Makanlah dari (makanan) yang halal dan +36 baik yang terdapat di
bumi."

Karena itu, orang mu'min berusaha mencari kenikmatan dengan menaati perintah-perintah-Nya
dan memuaskan dirinya sendiri dengan barang-barang dan anugerah-anugerah yang dicipta
Allah untuk umat manusia. Konsumsi dan pemuasan kebutuhan tidak dikutuk dalam Islam
selama keduanya tidak melibatkan hal-hal yang tidak baik atau merusak.

Konsumsi dalam ekonomi Islam adalah upaya memenuhi kebutuhan baik jasmani maupun
rohani sehingga mampu memaksimalkan fungsi kemanusiaannya sebagai hamba Allah SWT
untuk mendapatkan kesejahteraan atau kebahagiaan di dunia dan di akhirat (falah). Dalam

8
melakukan konsumsi maka perilaku konsumen muslim selalu dan harus didasarkan pada
syari'ah Islam.

Etika ilmu ekonomi Islam berusaha untuk mengurangi kebutuhan material yang luar biasa
sekarang ini, untuk mengurangi energi manusia dalam mengejar cita-cita spiritualnya.
Perkembangan batiniah yang bukan perluasan lahiriah, telah dijadikan cita-cita tertinggi
manusia dalam hidup. Tetapi semangat modern dunia barat. sekalipun tidak merendahkan nilai
kebutuhan akan kesempurnaan batin, namun rupanya telah mengalihkan tekanan ke arah
perbaikan kondisi-kondisi kehidupan material.

Pada tingkat pendapatan tertentu konsumen muslim. karena memiliki alokasi untuk hal-hal
yang menyangkut akhirat akan mengkonsumsi barang lebih sedikit dibandingkan konsumen
non muslim. Hal yang membatasi konsumen muslim adalah maslahah Tidak semua barang atau
jasa yang memberikan nilai guna mengandung masalah di dalamnya. Sehingga tidak semua
barang atau jasa dapat dan layak dikonsumsi oleh umat Islam.

2. Motif dan tujuan

Manusia tidak akan mampu untuk menunaikan kewajiban ruhiyal (spiritual) dan maliyah
(material) tanpa terpenuhinya kebutuhan primer seperti makan, tempat tinggal, maupun
keamanan. Kebutuhan-kebutuhan tersebut merupakan elemen kehidupan manusia. Akan tetapi,
presentase kebutuhan yang dimiliki oleh manusia sangat beragam. Terkadang muncul tindakan
ekstrim dalam mengakses kebutuhan. Bila masyarakat menghendaki lebih banyak akan suatu
barang atau jasa, maka hal ini akan tercermin pada kenaikan permintaan akan barang jasa
tersebut. Kehendak seseorang untuk membeli atau memiliki suatu barang/ jasa bisa muncul
karena faktor kebutuhan ataupun faktor keinginan. Kebutuhan ini terkait dengan segala sesuatu
yang diperlukan agar manusia berfungsi secara sempurna, berbeda dan lebih mulia dari pada
makhluk-makhluk lainnya, misalnya, baju sebagai penutup aurat, sepatu sebagai pelindung
kaki, dan sebagainya.

Di sisi lain, keinginan adalah terkait dengan hasrat manusia atau berupa harapan seseorang
yang jika dipenuhi belum tentu akan meningkatkan kesempurnaan fungsi manusia ataupun
suatu barang. Misalnya, ketika seseorang membangun suatu rumah ia menginginkan adanya
warna yang nyaman, interior yang rapi dan indah, ruangan yang longgar, dan sebagainya.
Kesemus hal ini belum tentu menambah fungsi suatu rumah tinggal, namun akan memberikan
satu kepuasan bagi pemilik rumah. Keinginan terkait dengan suka atau tidak sukanya seseorang
terhadap suatu harang jasa, dan hal ini bersifat subjektif tidak bisa dibandingkan antara satu
orang dengan orang lain. Perbedaan pilihan warna, aroma, desain, dan sebagainya. adalah
cerminan mengenai perbedaan keinginan. Ajaran

tidakmelarang manusia untuk memenuhi Islamkebutuhan ataupun keinginannya, selama


dengan pemenuhan tersebut. maka martabat manusia bisa meningkat. Semua yang ada di bumi
ini diciptakan untuk kepentingan manusia. Namun manusia diperintahkan untuk
9
mengkonsumsi barang jasa yang halal dan baik saja secara wajar, tidak berlebihan. Pemenuhan
kebutuhan ataupun keinginan tetap dibolehkan selama itu mampu menambah maslahah atau
tidak mendatangkan madharat.

Tujuan konsumsi dalam Islam bukan sekedar mendapatkan kepuasan personal dan meterial,
melainkan maslahah. Maslahab merupakan kepuasan yang tidak saja dirasakan oleh pelaku
konsumsinya tetapi juga dirasakan oleh sekelompok masyarakat. dalam maslahah ini juga
terkandung kepuasan tidak saja bersifat material ataupun sosial tetapi juga spiritual. Tidak juga
sekedar duniawiyah tetapi juga ukhrawiyah, Ini karena konsumen muslim percaya bahwa
kehidupan tidak saja berlangsung di dunia saja tetapi juga di akhirat. Maslahah ini juga tidak
diukur hanya pada standar individu konsumen, tetapi lebih luas. Standar kemanfaatan bagi
masyarakat menjadi pertimbangan penting disini.

2,4.Prinsip- prinsip

Dalam konsep ekonomi Islam, kecerdasan yang dimiliki oleh konsumen tidak bersifat mutlak.
Allah telah memberikan beberapa. kenikmatan dan kemampuan kepada manusia, di antaranya
yang paling agung adalah kenikmatan akal dan nalar. Kedua elemen otak manusia ini dapat
digunakan untuk membedakan sebuah kemaslahatan dan kemudharatan. Selain itu, Allah juga
telah menurunkan beberapa petunjuk dan kaidah serta jalan menuju kebaikan dan kebenaran.
Pengetahuan dan pemahaman manusia yang sangat terbatas

membutuhkan hidayah rabbaniyyah (hidayahı tuhan) yang telah dibawa oleh para rasul dan
dituliskan dalam kitab samawiyyah. Dengan akal pikiran dan hidayah dari Allah, konsumen
dapat lebih cerdas dalam menentukan pilihannya. Konsumsi yang dilakukan oleh konsumen
bisa berubah karena disebabkan oleh berbagai faktor. Sepanjang konsumen dapat berpegang
teguh pada aturan dan kaidah syari'ah dalam berkonsumsi, maka konsumen tersebut dikatakan
mempunyai rasionalitas (kecerdasan),

Menurut monzer kahf, terdapat tiga prinsip dasar yang menjadi fondasi bagi teori perilaku
konsumsi, yaitu keyakinan akan hari kiamat dan kehidupan akhirat, konsep sukses serta fungsi
dan kedudukan harta (kahf, 1992).

a. Seorang muslim harus meyakini dengan keimanan akan adanya hari kiamat dan kehidupan
akhirat.

b. Sukses dalam kehidupan seorang muslim diukur dengan moral agama Islam, dan bukan
dengan jumlah kekayaan yang dimiliki.

c. Harta merupakan anugerah Allah dan bukan merupakan sesuatu yang dengan sendirinya
bersifat buruk (sehingga harus dijauhi secara berlebihan). Harta merupakan alat untuk
mencapai tujuan hidup jika diusahakan dan dimanfaatkan secara benar

10
2,5. Merencanakan dan memilih prinsip konsumsi yang sesuai tuntutan
islam
Menurut MA Mannan dalam Ekonomi Islam mengkonsumsi dikendalikan oleh lima prinsip
dasar, yaitu :

• Prinsip Keadilan: Syariat ini mengandung arti ganda yang penting mengenai mencari rezeki
secara halal dan tidak dilarang hukum. Dalam soal makanan dan minuman, yang terlarang
adalah darah, daging binatang yang telah mati sendiri, daging babi, daging binatang yang
ketika disembelih diserukan nama selain Allah. (QS. Al-Baqarah: 173)

• Prinsip kebersihan: Syariat yang kedua ini tercantum dalam kitab suci Al-Qur’an maupun
Sunnah tentang makanan. Harus baik atau cocok untuk dimakan, tidak kotor ataupun
menjijikkan sehingga merusak selera. Karena itu, tidak semua yang diperkenankan boleh
dimakan dan diminum dalam semua keadaan. Dari semua yang diperbolehkan makan dan
minumlah yang bersih dan bermanfaat.

• Prinsip kesederhanaan : Prinsip ini mengatur perilaku manusia mengenai makanan dan
minuman adalah sikap tidak berlebih- lebihan, yang berarti janganlah makan secara
berlebihan
• Prinsip murah hati : Prinsip ini mengatur perilaku manusia mengenai makanan dan
minuman adalah sikap tidak berlebih- lebihan, yang berarti janganlah makan secara
berlebihan

• Prinsip moralitas: Bukan hanya mengenai makanan dan minuman langsung tetapi dengan
tujuan terakhirnya, yakni untuk peningkatan atau kemajuan nilai-nilai moral dan spiritual.
Seseorang muslim diajarkan untuk menyebut nama Allah sebelum makan dan menyatakan
terima kasih kepada-Nya setelah makan. Dengan demikian ia akan merasakan kehadiran Ilahi
pada waktu memenuhi keinginan-keinginan fisiknya. Hal ini penting artinya karena Islam
menghendaki perpaduan nilai-nilai hidup material dan spiritual yang berbahagia.

menurut Arif Pujiyono dalam tulisan berjudul "Teori Konsumsi Islam", prinsip dasar
konsumsi Islami harus berdasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut:

A. Prinsip syariah, yaitu menyangkut dasar syariat yang harus terpenuhi dalam melakukan
konsumsi dimana terdiri dari:

1) Prinsip akidah, yaitu hakikat konsumsi adalah sebagai sarana untuk


ketaatan/beribadah sebagai perwujudan keyakinan manusia sebagai makhluk yang
mendapatkan beban khalifah dan amanah di bumi yang nantinya diminta
pertanggungjawaban oleh penciptanya.

11
2) Prinsip ilmu, yaitu seorang ketika akan mengkonsumsi harus tahu ilmu tentang
barang yang akan dikonsumsi dan hukum hukum yang berkaitan dengannya apakah
merupakan sesuatu yang halal atau haram baik ditinjau dari zat, proses, maupun
tujuannya.

3) Prinsip amaliah, sebagai konsekuensi akidah dan ilmu yang telah diketahui tentang
konsumsi Islami tersebut. Seseorang ketika sudah berakidah yang lurus dan berilmu,
maka dia akan mengkonsumsi hanya yang halal serta menjauhi yang haram atau
syubhat.

B. Prinsip kuantitas, yaitu sesuatu dengan batas-batas kuantitas yang telah dijelaskan dalam
syariat Islam, diantaranya:

1) Sederhana, yaitu mengkonsumsi yang sifatnya tengah tengah antara menghamburkan


harta dengan baik, tidak bermewah-mewah, tidak mubazir, dan hemat.

2) Sesuai antara pemasukan dan pengeluaran, artinya dalam mengkonsumsi harus disesuaikan
dengan kemampuan yang dimilikinya, bukan besar pasak dari pada tiang.

3) Menabung dan investasi, artinya tidak semua kekayaan digunakan untuk konsumsi tapi juga
disimpan untuk kepentingan pengembangan kekayaan itu sendiri.

C. Prinsip prioritas, dimana memperhatikan urutan kepentingan yang harus diprioritaskan agar
tidak terjadi kemudharatan, yaitu:

1) Primer, yaitu mengkonsumsi dasar yang harus terpenuhi agar manusia dapat hidup dan
menegakkan kemaslahatan dirinya di dunia dan agamanya serta orang terdekatnya. seperti
makanan pokok.

2) Sekunder, yaitu mengkonsumsi untuk menambah/ meningkatkan tingkat kualitas hidup yang
lebih baik misalnya mengkonsumsi madu, susu dan sebagainya.

3) Tertier, yaitu untuk memenuhi konsumsi manusia yang jauh lebih membutuhkan.

12
3.1 KESIMPULAN

Dalam Islam telah diatur segala hal, termasuk juga mengenai konsumsi, baik prinsip konsumsi ataupun
batasan konsumsi. Namun dalam hal mengonsumsi terdapat perbedaan perilaku konsumen muslim
dan konsumen non muslim (konvensional) yakni konsumen muslim memiliki keunggulan bahwa harta
yang mereka peroleh semata mata untuk memenuhi kebutuhan individual (materi) tetapi juga
kebutuhan sosial (spiritual). Konsumen muslim ketika ia mendapat penghasilan, ia menyadari bahwa
ia hidup untuk mencari ridha Allah, maka ia menggunakan sebagian hartanya di jalan Allah, tidak ia
habiskan untuk dirinya sendiri.

Dalam Islam, perilaku seorang konsumen muslim harus mencerminkan hubungan dirinya dengan
Allah (ḥablu minallah) dan manusia (ḥablu minannas). Selain itu Islam memandang harta bukan
sebagai tujuan, tapi juga sebagai alat untuk memupuk pahala demi tercapainya falah (kebahagiaan
dunia dan akhirat)

13
DAFTAR PUSTAKA

Melis. (2015). Prinsip dan Batasan Konsumsi Islami. Islamic Banking, 1(1), 13–20.
https://ejournal.stebisigm.ac.id/index.php/isbank/article/view/6

hups/amriamie.wordpress.com/2013/11/16 Acori-konsumsi-Islam,

Hoetoro, Arif. 2007. Ekonomi Islam Pengantar Analisis Kesejarahan dan Metodologi. Malang: BPFE
(Badan Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya).

14

You might also like