You are on page 1of 41

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perawat merupakan seorang yang telah lulus pendidikan perawat dan

memiliki kemampuan serta kewenangan melakukan tindakan keperawatan

berdasarkan bidang keilmuan yang dimiliki dan memberikan pelayanan

kesehatan secara holistic dan profesional untuk individu sehat maupun

sakit. Perawat pelaksana adalah seorang tenaga kesehatanyang

bertanggung jawab dan diberikan wewenang untuk memberikan pelayanan

keperawatan pada instansi kesehatan di tempat atau ruang dia bekerja

(Nursalam, 2010).

Perawatan infus adalah tindakan yang diberikan perawat kepada

pasien yang telah dilakukan pemasangan infus sesuai prosedur guna

menghindari hal-hal yang tidak diinginkan (Perry dan Potter, 2012).

Pemasangan infus atau terapi intravena adalah suatu tindakan pemberian

cairan melalui intravena yang bertujuan untuk menyediakan air, elektrolit,

dan nutrien untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Pemasangan infus

dapat menggantikan air dan memperbaiki kekurangan cairan elektrolit

serta merupakan suatu medium (alat perantara) untuk pemberian obat

secara intravena (Smeltzer dan Bare, 2012).

Infeksi nosokomial akibat pemasangan infus banyak terjadi di negara

miskin dan negara sedang berkembang. Infeksi nosokomial salah satunya

adalah flebitis. Plebitis merupakan infeksi nosokomial yang berasal dari

1
2

mikroorganisme yang dialami pasien yang diperoleh selama pasien

tersebut dirawat di Rumah Sakit, yang diikuti dengan manifestasi klinis

yang sekurang-kurangnya 3x24 jam. Plebitis di defenisikan sebagai

inflamasi vena yang disebabkan oleh iritasi kimia maupun mekanik. Hal

ini di karakteristikkan dengan adanya daerah yang memerah dan hangat

disekitar daerah penusukan atau sepanjang vena, nyeri atau rasa lunak

didaerah penusukkan atau sepanjang vena, dan pembengkakkan (Rizky,

2016).

Data infeksi nosokomial dari World Health Organization (WHO),

sekitar 8,7% dari 55 rumah sakit dari 14 negara yang berasal dari Eropa,

Timur Tengah, Asia Tenggara dan Pasifik. Selain itu, 2,1 juta orang di

seluruh dunia menderita infeksi akibat perawatan di rumah sakit

(Prasetyowati, 2012). Data Kementerian Kesehatan Republik Indonesia

tahun 2016 angka plebitis sebesar 50,11% untuk Rumah Sakit Pemerintah

sedangkan untuk Rumah Sakit Swasta sebesar 32,70% (Rizky, 2018).

Angka infeksi nosokomial akibat pemasangan infus di Ruang Rawat

Inap UPTD Puskesmas Toili II Tahun 2020 akibat plebitis 2,35%, infeksi

saluran kemih 0,08%, infeksi luka operasi 0,21%, jumlah pasien rawat

ulang < 7 hari dengan kasus flebitis 0,24%. Tahun 2021 sebanyak 5.243

dengan angka kejadian pasien terpasang infus sebanyak 4.054 orang,

plebitis 485 orang, infeksi luka operasi 25 orang dan pasien tirah baring

sebanyak 20 orang. Sedangkan pada tahun 2021 untuk infeksi nosokomial

sebanyak 4.104 orang dengan angka kejadian pasien terpasang infus


3

sebanyak 2.603 orang, plebitis 506 orang, infeksi luka operasi 20 orang

(Dinkes Luwuk, 2022). Sementara data plebitis di Toili II tahun 2019

tercatat 5 kasus, tahun 2020 tercatat 9 kasus. Mengalami peningkatan

tahun 2021 dengan angka 15 kasus (4,33%) (Dinkes Luwuk, 2022).

Data rekam medik Rawat Inap UPTD Puskesmas Toili II tentang

gambaran infeksi nosokomial tahun 2019 di ruang rawat inap didapati 5

kasus plebitis, 45 kasus infus macet, 15 kasus hematom dari pasien yang

terpasang infus. Tahun 2020 didapati 9 kasus plebitis, 20 kasus infus

macet, 45 kasus hematom dari pasien yang terpasang infus. Data jumlah

pasien pada tahun 2021 di Ruang Rawat Inap sebanyak 600 orang. Jumlah

tempat tidur di ruang Rawat Inap 18 bed (Puskesmas Toili II, 2021).

Penelitian yang dilakukan oleh Rizky (2016) di Bantul Yogyakarta

tentang analisa faktor yang berhubungan dengan kejadian phlebitis pada

pasien yang terpasang kateter intravena menunjukkan bahwa ada

hubungan antara usia dan jenis cairan intravena terhadap kejadian phlebitis

dengan pengaruh signifikan nilai p= 0,000.

Data hasil penelitian yang didapatkan oleh Putri (2016) bahwa

responden dengan lama pemasangan infus < 3 hari sebanyak 37 responden

(32,8%) yang tidak mengalami flebitis 31 responden (73,8%) dan yang

mengalami flebitis 6 responden (26,2%). Sedangkan untuk responden

dengan lama pemasangan infus infus ≥ 3 hari sebanyak 76 responden

(67,2%) yang mengalami flebitis 74 responden (77,8%) dan yang tidak


4

mengalami flebitis 2 responden (22,2%). Berdasarkan hasil analisis data

dengan menggunakan uji chi-square didapatkan nilai p-value=0,000, yang

berarti nilai signifikan lebih kecil dari taraf signifikan α: 0,05 itu berarti

hipotesis penelitian ini diterima.

Penelitian yang dilakukan oleh Zulkarnain (2018) di RSUD Bima

tentang analisis hubungan perilaku perawat terhadap tindakan pencegahan

infeksi nosokomial (phlebitis) menunjukkan nilai p= 0,000 berarti ada

hubungan antara tingkat pengetahuan terhadap tindakan pencegahan

infeksi nosokomial (phlebitis). Nilai p= 0,003 berarti ada hubungan antara

sikap perawat terhadap tindakan pencegahan infeksi nosokomial

(phlebitis). Nilai p= 0,023 berarti ada hubungan antara keterampilan

perawat terhadap tindakan pencegahan infeksi nosokomial (phlebitis).

Penelitian yang dilakukan oleh Abdul (2016) tentang hubungan

perawatan infus dengan kejadian flebitis pada pasien rawat inap di bangsal

penyakit dalam dan syaraf dengan hasil analisa p value=0,000 (p<0,05)

artinya hipotesa penelitian diterima yang artinya bahwa ada hubungan

antara perawatan infus dengan kejadian flebitis pada pasien di bangsal

penyakit dalam dan syaraf RS Nur Hidayah Bantul.

Penelitian yang dilakukan oleh Sutomo (2015) tentang hubungan

perawatan infus dengan terjadinya flebitis pada pasien yang terpasang

infus didapatkan bahwa hasil p value=0,000 (p value<0,05) maka H0

ditolak dan Ha diterima yang artinya ada hubungan perawatan infus


5

dengan terjadinya flebitis pada pasien yang terpasang infus di Puskesmas

Krian Sidoarjo.

Hasil wawancara dengan perawat tanggal 4 April 2022 di Ruang

Rawat Inap UPTD Puskesmas Toili II, 5 orang perawat mengatakan

perawatan infus sudah menjadi pekerjaan sehari-hari dengan cara

mengontrol cairan infus dan memastikan tempat tusukan infus tidak

plebitis.

Obeservasi awal yang dilakukan oleh peneliti pada tanggal 8 April

2022 didapati perawat telah selesai mengontrol tetesan cairan infus pasien,

perawat mengganti lokasi pemasangan infus dalam jangka waktu 48-72

jam atau jika terjadi sumbatan. Tindakan perawatan infus dilakukan oleh

perawat tidak sesuai dengan SOP yang ada di ruangan. Perawat di ruangan

melakukan perawatan infus jika keluarga pasien meminta untuk diganti

atau jika terjadi pembengkakkan dan sumbatan, hal ini dikarenakan beban

kerja yang tinggi dan kurangnya perawat di ruangan.

Dalam melakukan tindakan keperawatan diperlukan adanya pedoman

atau standar sebagai acuan sehingga dalam melaksanakan suatu tindakan

dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah sehingga jika suatu tindakan

dilakukan tidak dengan acuan atau pedoman SOP maka dapat dikatakan

tidak dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah.

Berdasarkan uraian diatas, peneliti ingin mengetahui “Hubungan

peran perawat pelaksana dengan tindakan perawatan infus di Ruang Rawat


6

Inap UPTD Puskesmas Toili II”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka rumusan masalah

dalam penelitian ini adalah “Bagaimana hubungan peran perawat

pelaksana dengan tindakan perawatan infus di ruang Rawat Inap UPTD

Puskesmas Toili II?”

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini diketahuinya hubungan peran perawat

pelaksana dengan tindakan perawatan infus di ruang Rawat Inap UPTD

Puskesmas Toili II.

D. Manfaat Penelitian

1. Puskesmas Toili II

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai informasi atau bahan

masukkan dalam pengambilan kebijakan terkait dengan pelaksanaan

atau tindakan keperawatan dalam perawatan infus.

2. Poltekkes Kemenkes Palu

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai tambahan referensi

pada perpustakaan Poltekkes Kemenkes Palu.

3. Peneliti

Penelitian ini merupakan pengalaman berharga yang nyata dalam

mengaplikasikan ilmu yang telah didapatkan selama proses

perkuliahan, serta menambah wawasan dan pengetahuan peneliti.


7

4. Peneliti lain

Sebagai salah satu bahan bacaan dan perbandingan bagi peneliti

lain dalam mengembangkan penelitian selanjutnya.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Tentang Perawat

1. Pengertian Perawat

Perawat adalah suatu profesi yang memberikan layanan kesehatan

profesional yang merupakan bagian integral dari layanan kesehatan

yang didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan. Layanan tersebut

berbentuk bio-psiko-spritual konprehensif yang ditunjukan bagi

individu, keluarga, kelompok dan masyarakat, baik sehat maupun

sakit yang mencakup proses kehidupan manusia (Asmadi, 2012).

Perawat adalah seorang yang telah lulus pendidikan tinggi

keperawatan, baik dalam negeri maupun luar negeri yang diakui oleh

pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

(UU No. 38 Tahun, 2014).

Perawat merupakan seorang yang telah lulus pendidikan perawat

dan memiliki kemampuan serta kewenangan melakukan tindakan

keperawatan berdasarkan bidang keilmuan yang dimiliki dan

memberikan pelayanan kesehatan secara holistic dan profesional

untuk individu sehat maupun sakit (Nursalam, 2010).

2. Fungsi Perawat

Asmadi (2012), menyatakan fungsi perawat terdiri dari 3 (tiga)

bagan yaitu:

8
9

a. Fungsi independen

Tindakan perawat bersifat mandiri, berdasarkan pada ilmu

keperawatan. Oleh karena itu, perawat bertanggung jawab

terhadap akibat yang timbul dari tindakan yang diambil.

b. Fungsi dependen

Perawat bekerja sama dengan dokter dalam memberikan

pelayanan pengobatan dan tindakan khusus yang menjadi

wewenang dokter dan seharusnya dilakukan dokter, seperti

pemasangan infus, pemberian obat dan melakukan suntikan. Oleh

karena itu, setiap kegagalan tindakan medis menjadi tanggung

jawab dokter.

c. Fungsi interdependen

Tindakan perawat berdasarkan pada kerja sama dengan tim

perawatan atau tim kesehatan. Fungsi ini tampak ketika perawat

bersama tenaga kesehatan lainnya berkolaborasi mengupayakan

kesembuhan pasien.

B. Konsep Tentang Peran

1. Pengertian Peran

Peran adalah tingkah laku yang diharapkan oleh seseorang

terhadap orang lain (dalam hal ini adalah perawat) untuk berproses

dalam sistem sebagai pemberi asuhan keperawatan, pembela pasien,

pendidik tenaga perawat dan masyarakat, koordinator dalam

pelayanan pasien (Zaidin Ali, 2013).


10

Peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan oleh

masyarakat yang sesuai dengan fungsi yang ada dalam masyarakat

atau pola sikap, perilaku, nilai, dan tujuan yang diharapkan dari

seseorang berdasarkan posisinya dimasyarakat (Hidayat, 2014).

Peran perawat adalah segenap kewenangan yang dimiliki oleh perawat

untuk menjalankan tugas dan fungsinya sesuai kompetensi yang

dimilikinya (Gaffar, 2012).

Peran pada dasarnya adalah seperangkat tingkah laku yang

diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang sesuai kedudukannya

dalam suatu sistem. Peran di pengaruhi oleh keadaan sosial baik dari

dalam maupun dari luar yang bersifat stabil (Perry dan Potter, 2012).

2. Elemen Peran

Setiap peran memiliki elemen (Perry dan Potter, 2012), yaitu:

a. Peran ideal

Peran ideal mengacu pada hak dan tanggung jawab terkait peran

yang secara sosial dianjurkan atau disepakati.

b. Peran yang dipersepsikan

Peran yang mengacu pada bagaimana penerimaan peran (orang

yang menerima peran) percaya dirinya harus berperilaku dalam

peran tersebut.

c. Peran yang ditampilkan

Peran yang mengacu pada apa yang sebenarnya dilakukan oleh

penerima peran.
11

3. Faktor Yang Mempengaruhi Peran

Faktor yang mempengaruhi peran (Notoatmodjo, 2010), yaitu:

a. Faktor predisposisi

Faktor-faktor ini mencakup pengetahuan dan sikap

masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan

masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan,

sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat

sosial ekonomi dan sebagainya, faktor-faktor ini terutama yang

positif mempermudah terwujudnya perilaku maka sering disebut

faktor pemudah.

b. Faktor sarana dan prasarana

Faktor-faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan

prasarana atau fasilitas kesehatan, bagi masyarakat misalnya air

bersih, tempat pembuangan tinja. Ketersediaan makanan yang

bergizi dan sebagainya. Termasuk juga fasilitas pelayanan

kesehatan seperti puskesmas, rumah sakit, poliklinik, posyandu,

polindes. Fasilitas ini pada hakekatnya mendukung atau

memungkinkan terjadinya perilaku kesehatan maka faktor-faktor

ini disebut faktor pendukung atau faktor pemungkin.

c. Faktor sikap dan perilaku

Faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat, tokoh agama,

sikap dan perilaku para petugas kesehatan. Untuk berperilaku

sehat masyarakat kadang-kadang bukan hanya perlu pengetahuan


12

dan sikap positif, dan dukungan fasilitas saja melainkan

diperlukan perilaku contoh (acuan) dari para tokoh masyarakat,

tokoh agama, lebih-lebih para petugas kesehatan.

4. Peran Perawat

Mubarak (2012), mengatakan bahwa peranan perawat adalah cara

untuk menyatakan aktivitas perawat dalam praktik, dimana telah

menyesuaikan diri dengan pendidikan formalnya yang diakui dan

diberi kewenangan oleh pemerintah untuk menjalankan tugas dan

tanggung jawab keperawatan secara profesional sesuai dengan kode

etik profesional.

Asmadi (2012), menyebutkan perawat memiliki sejumlah peran di

dalam menjalankan tugasnya sesuai dengan hak dan kewenangan yang

ada. Peran perawat yang utama adalah:

a. Pelaksana layanan keperawatan (care provinder)

Perawat memberikan layanan berupa asuhan keperawatan

secara langsung kepada klien (individu, keluarga maupun

komunitas) sesuai dengan kewenangannya. Asuhan keperawatan

diberikan kepada klien disemua tatanan layanan kesehatan dengan

menggunakan metodologi proses keperawatan, berpedoman pada

standar keperawatan, dilandasi oleh etik dan etika, serta berada

dalam lingkup wewenang dan tanggung jawab keperawatan.

b. Pengelola (manajer)
13

Perawat mempunyai peran dan tanggung jawab dalam

mengelola layanan keperawatan di semua tatanan layanan

kesehatan (rumah sakit, puskesmas) maupun tatanan pendidikan

yang berada dalam tanggung jawabnya sesuai dengan konsep

manajemen keperawatan. Manajemen keperawatan dapat diartikan

sebagai proses pelaksanaan layanan melalui upaya staf

keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan, pengobatan

dan rasa aman keluarga pasien dan masyarakat.

c. Pendidik

Sebagai pendidik, perawat berperan mendidik individu,

keluarga, masyarakat, serta tenaga keperawatan dan tenaga

kesehatan lainnya. Perawat bertugas memberikan pendidikan

kesehatan kepada klien (individu, keluarga, masyarakat) sebagai

upaya menciptakan perilaku individu masyarakat yang kondusif

bagi kesehatan.

d. Peneliti

Sebagai sebuah profesi dan cabang ilmu pengetahuan,

keperawatan harus terus menerus melakukan upaya untuk

mengembangkan dirinya. Riset keperawatan akan menambah

dasar pengetahuan ilmiah keperawatan dan meningkatkan praktek

keperawatan bagi klien.

C. Konsep Tentang Perawatan Infus

1. Pengertian Perawatan Infus


14

Perawatan infus merupakan tindakan yang dilakukan dengan

mengganti balutan/plester pada area insersi infus. Frekuensi

penggantian balutan ditentukan oleh kondisi kulit pasien yang

terpasang infus (Smeltzer dan Bare, 2012).

Perawatan infus adalah tindakan yang diberikan perawat kepada

pasien yang telah dilakukan pemasangan infus sesuai prosedur guna

menghindari hal-hal yang tidak diinginkan (Perry dan Potter, 2012).

2. Prosedur Kerja Perawatan Infus

Menurut Brunner dan Suddarth (2012) tentang perawatan

intravena adalah sebagai berikut:

a. Kaji adanya kebutuhan untuk mengganti balutan : kaji waktu

pengganti balutan terakhir kali, observasi adanya kelembabpan

pada balutan yang saat ini terpasang, observasi keutuhan balutan

yang terpasang, observasi sistem intravena untuk melihat apakah

sistem tersebut berfungsi dengan baik.

b. Persiapan alat:

1) Kassa steril ukuran 2x2 atau balutan transparan,

2) Larutan atau salep yodium-povidin,

3) Pengangkat plester atau pinset,

4) Kapas alkohol,

5) Lembaran plester,

6) Sarung tangan sekali pakai.

c. Jelaskan prosedur kepada penderita.


15

d. Cuci tangan.

e. Kenakan sarung tangan sekali pakai.

f. Lepaskan balutan transparan searah dengan arah pertumbuhan

rambut klien atau lepaskan plester dan kassa dari balutan yang

lama selapis demi selapis. Untuk kedua balutan transparan dan

balutan kassa, biarkan plester yang memfiksasi jarum IV atau

kateter tetap ditempat.

g. Hentikan infusan IV jika terjadi infiltrasi, flebitis, atau jika dokter

memberikan instruksi untuk menghentikan infus tersebut.

h. Apabila infus IV mengalir dengan baik, lepaskan plester yang

memfiksasi jarum atau kateter. Stabilkan jarum atau kateter

dengan satu tangan.

i. Gunakan pengangkat plester untuk membersihkan kulit dan

mengangkat sisa plester.

j. Bersihkan tempat insersi dengan gerakan memutar mulai dari

tempat pungsi kearah luar dengan menggunakan yodium-povidon.

Biarkan tempat insersi tersebut mengering selama 30 detik.

k. Tukar lembaran plester perekat yang berada setengah inci dibawah

kateter dengan plester yang menghadap keatas untuk mengfiksasi

kateter atau jarum.

l. Oleskan salep atau berikan larutan vena yodium-povidon ditempat

fungsi vena. Biarkan mengering. Rekatkan lembaran kedua plester

yang kecil langsung diatas kateter.


16

m. Pasang kassa berukuran 2x2 atau balutan transparan diatas tempat

fungsi vena. Apabila balutan transparan dipilih, pasang balutan

tersebut searah dengan arah pertumbuhan rambut.

n. Fiksasi selang IV dengan lembaran plester tambahan.

o. Tulis tanggal dan waktu penggantian balutan langsung pada

balutan.

p. Buang peralatan diwadah yang sudah disediakan, lepas dan buang

sarung tangan, serta cuci tangan.

q. Kaji kembali fungsi dan kepatenan sistem IV sebagai respon

terhadap penggantian balutan.

r. Catat waktu penggantian balutan, tipe balutan yang digunakan,

dan kepatenan sistem IV didalam catatan perawat serta observasi

daerah fungsi vena.

Prosedur kerja perawatan infus (mengganti selang intravena) menurut

Brunner dan Suddarth (2012) adalah sebagai berikut:

1. Tentukan waktu dibenarkannya pemasangan set infus yang baru:

a. Larutan pertama yang telah digantung selama sehari.

b. Adanya lubang pada selang infus.

c. Kontaminasi.

d. Adanya hambatan pada selang IV (intravena).

e. Tanggal yang tertera pada selang mengindikasikan bahwa

selang telah terpasang selama 48 jam.

2. Kumpulkan alat-alat berikut:


17

a. Selang infus

b. Kassa steril berukuran 2x2

c. Jika harus memberi balutan IV yang baru

d. Kassa steril berukuran 2x2 atau balutan transparan

e. Larutan atau salep yodium-povidon

f. Pengangkat zat perekat

g. Swab alkohol

h. Beberapa potong plester atau balutan film poliuretan

i. Sarung tangan sekali pakai

3. Jelaskan prosedur kepada klien.

4. Cuci tangan.

5. Buka infus set yang baru, pertahankan penutup pelindung diatas

spike infus dan tempat insersi untuk jarum kupu-kupu.

6. Kenakan sarung tangan bersih sekali pakai.

7. Letakan kassa berukuran 2x2 diatas tempat tidur dekat dengan

tempat.

D. Standar Operasional Prosedur (SOP) Perawatan Infus

1. SOP Perawatan Infus di Rumah Sakit Anutapura Palu (2018), yaitu:

a. Pengertian : perawatan pada tempat pemasangan infus

b. Tujuan : mencegah terjadinya infeksi vena (phlebitis)

c. Persiapan alat, yaitu:

1) Pinset anatomis streril : 2 buah

2) Kassa steril
18

3) Sarung tangan steril

4) Gunting plester

5) Plester/hypafix

6) Alkohol 70%

7) NaCl 0,9%

8) Bak steril berisi kom

9) IV dressing

d. Prosedur kerja

1) Menjelaskan prosedur kepada pasien

2) Mengatur posisi pasien

3) Mencuci tangan sesuai standar

4) Memakai sarung tangan

5) Membasahi plester dengan alkohol dan buka balutan dengan

menggunakan pinset

6) Membersihkan bekas plester dengan kapas alkohol

7) Membersihkan daerah tusukan dan sekitarnya dengan kassa

steril yang dibasahi NaCl 0,9 %

8) Mengganti balutan infus dengan menggunakan IV dressing

transparan

9) Melakukan fiksasi dengan plester sesuai kebutuhan tanpa

menutup tempat insersi pemasangan infuse

10) Merapikan pasien dan alat yang sudah digunakan

11) Mendokumentasikan tindakan dicatatan perawat


19

E. Kerangka Konsep

Kerangka konsep merupakan hasil identifikasi yang sistematis dan

analisis yang kritis terhadap teori-teori yang ada kaitannya masalah

penelitian yang diangkat. Setiap penelitian dapat mengembangkan

kerangka konsep dengan mengkombinasikan teori-teori yang berkaitan

dengan tema penelitian atau spesifik lagi sesuai dengan variabel-variabel

yang berkaitan dengan penelitian yang direncanakan (Arikunto, 2010).

Kerangka konsep penelitian tindakan dengan peran perawat pelaksana

tentang perawatan infus di di ruang UGD dan ruang Rawat Inap UPTD

Puskesmas Toili II kerangka konsepnya dapat disusun sebagai berikut:

Variabel Independen Variabel Dependen

Peran perawat:
1. Pengelola
2. Pendidik Tindakan perawatan
3. Peneliti infus
4. Pelaksana keperawatan

Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian

Keterangan:

= Tidak diteliti

= Diteliti
20

F. Hipotesis

1. Hipotesis nol (Ho), yaitu ada hubungan peran perawat pelaksana

dengan tindakan perawatan luka infus di ruang UGD dan ruang

Rawat Inap UPTD Puskesmas Toili II.

2. Hipotesis alternatif (Ha), yaitu tidak ada hubungan peran perawat

pelaksana dengan tindakan perawatan luka infus di ruang UGD dan

ruang Rawat Inap UPTD Puskesmas Toili II.


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Desain Penelitian

Jenis penelitian ini menggunakan jenis penelitian analitik dengan

pendekatan cross sectional, yaitu suatu penelitian untuk mempelajari

dinamika korelasi antara faktor-faktor resiko dengan faktor efek, dengan

cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus pada satu

waktu (point time approach) (Notoatmodjo, 2014). Penelitian yang

dilakukan untuk mengetahui hubungan peran perawat pelaksana dengan

tindakan perawatan infus di ruang Rawat Inap UPTD Puskesmas Toili II.

B. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini telah di lakukan pada tanggal 2 - 10 Agustus 2022 di

ruang Rawat Inap UPTD Puskesmas Toili II.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi merupakan keseluruhan sumber data yang diperlukan

sebagai subyek penelitian (Saryono, 2013). Populasi dalam penelitian

adalah seluruh pasien rawat inap yang menjalani perawatan di ruang

Rawat Inap UPTD Puskesmas Toili II rata-rata perbulan sebanyak 62

pasien.

21
22

2. Sampel

Sampel adalah proses memilih sejumlah elemen secukupnya

populasi, sehingga penelitian terhadap sampel pemahaman tentang

sifat atau karakteristik dapat menggeneralisasikan sifat atau

karakteristik tersebut pada elemen populasi (Macdfoedz, 2013).

Sampel dalam penelitian ini menggunakan Sampling Insidental, yaitu

pasien yang berada di Ruang Rawat Inap UPTD Puskesmas Toili II

berjumlah 30 orang. Dengan kriteria inklusi:

a. Pasien yang terpasang infus.

b. Pasien yang mendapat perawatan di Ruang Rawat Inap UPTD

Puskesmas Toili II.

c. Pasien yang setuju dijadikan sampel penelitian.

D. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

1. Variabel penelitian

Variabel adalah suatu yang digunakan sebagai ciri, sifat, atau

ukuran yang dimiliki atau didapatkan oleh satuan penelitian tentang

suatu konsep (Notoatmodjo, 2010).

a. Variabel independen, variabel yang mempengaruhi atau sebab

perubahan timbulnya variabel terikat (dependen). Variabel

independen disebut juga dengan variabel perlakuan, kuasa, resiko,

variabel stimulus, antecedent, variabel pengaruh, treatment, dan

variabel bebas. Dapat dikatakan variabel bebas karena dapat


23

mempengaruhi variabel lainnya. Variabel independen atau

variabel bebas adalah peran perawat.

b. Variabel dependen (variabel terikat) adalah variabel yang

dipengaruhi akibat dari adanya variabel bebas. Dikatakan sebagai

variabel terikat karena variabel terikat dipengaruhi oleh variabel

independen (variabel bebas). Variabel dependen atau variabel

terikat dalam penelitian ini adalah perawatan infus.

2. Definisi operasional

a. Peran Perawat Pelaksana

Peran perawat pelaksana dalam penelitian ini adalah tanggung

jawab perawat dalam perawatan luka infus di ruang UGD dan

ruang Rawat Inap UPTD Puskesmas Toili II.

Alat ukur : Kuesioner

Cara ukur : Pengisian kuesioner

Skala ukur : Ordinal

Hasil ukur : Baik, jika jawaban responden ≥ median

Kurang Baik, jika jawaban responden < median

b. Tindakan Perawatan Infus

Tindakan perawatan infus dalam penelitian ini adalah cara

perawat dalam merawat infus sesuai dengan SOP di ruang UGD

dan ruang Rawat Inap UPTD Puskesmas Toili II.


24

Alat ukur : Kuesioner

Cara ukur : Pengisian kuesioner

Skala ukur : Ordinal

Hasil ukur : Baik, jika skor jawaban responden ≥ median.

Kurang baik, jika skor jawaban responden < median.

E. Tehnik Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu data primer yaitu

data yang diperoleh langsung dan subjek penelitian dengan menggunakan

alat pengukuran atau alat pengumpulan data, langsung pada subjek

sebagai sumber informasi (Notoatmodjo, 2014).

Kuesioner penelitian ini dikutip dari penelitian Nazar (2008).

Kuesioner peran perawat pelaksana berjumlah 30 pernyataan dengan

bentuk skala likert. Pernyataan positif Selalu (S) diberi nilai 4, Kadang-

Kadang (KK) diberi nilai 3, Jarang (J) diberi nilai 2 dan Tidak Pernah

(TP) diberi nilai 1. Pernyataan positif berada pada nomor 1-4, 6-9, 11, 12,

14-16. Pernyataan negatif Selalu (S) diberi nilai 1, Kadang-Kadang (KK)

diberi nilai 2, Jarang (J) diberi nilai 3 dan Tidak Pernah (TP) diberi nilai

4. Pernyataan negatif berada pada nomor 5, 10, dan 13.

Kuesioner tindakan perawatan infus berjumlah 30 pernyataan dalam

bentuk skala likert. Pernyataan positif Selalu (SL) diberi nilai 4, Kadang-

Kadang (KK) diberi nilai 3, Jarang (J) diberi nilai 2 dan Tidak Pernah
25

(TP) diberi nilai 1. Pernyataan positif berada pada nomor 1-15, 17, 18.

Pernyataan negatif Selalu (SL) diberi nilai 1, Kadang-Kadang (KK) diberi

nilai 2, Jarang (J) diberi nilai 3 dan Tidak Pernah (TP) diberi nilai 4.

Pernyataan negatif berada pada nomor 16.

1. Uji Validitas

a) Peran Perawat Pelaksana

Nilai correlation pada tiap-tiap pernyataan peran perawat

pelaksana jika dibandingkan dengan nilai rtabel (0,361), maka

didapatkan rhitung > rtabel (0,361) sehingga pernyataan dari kuesioner

peran perawat pelaksana dapat dinyatakan valid.

b) Tindakan Perawatan Infus

Nilai correlation pada tiap-tiap pernyataan tindakan

perawatan infus jika dibandingkan dengan nilai rtabel (0,361), maka

didapatkan rhitung > rtabel (0,361) sehingga pernyataan dari kuesioner

tindakan perawatan luka infus dapat dinyatakan valid.

2. Uji Reliabilitas

a) Peran Perawat Pelaksan

Uji reliabilitas angket dihitung menggunakan rumus alpha

cronbach’s dengan ketentuan reliabilitas (r1) jika r1 > rtabel maka

dinyatakan reliabel dan jika r1 < rtabel maka dinyatakan tidak

reliabel. Setelah dilakukan perhitungan diperoleh hasil

perhitungan r1 sebesar 0,865.

b) Tindakan Perawatan Infus


26

Uji reliabilitas angket dihitung menggunakan rumus alpha

cronbach’s dengan ketentuan reliabilitas (r1) jika r1 > rtabel maka

dinyatakan reliabel dan jika r1 < rtabel maka dinyatakan tidak

reliabel. Setelah dilakukan perhitungan diperoleh hasil

perhitungan r1 sebesar 0,887.

F. Pengolahan Data

Pengolahan data pada penelitian ini dibagi dalam 4 (empat) tahap

(Notoatmodjo, 2014), yaitu:

1. Editing, hasil wawancara, angket, atau pengamatan dari lapangan

harus dilakukan penyuntingan (editing) terlebih dahulu.

2. Coding, yaitu setelah semua kuesioner diedit atau disunting,

selanjutnya dilakukan peng “kodean” atau “coding”, mengubah data

berbentuk kalimat atau huruf menjadi data angka atau bilangan.

3. Memasukkan data (data entri), atau prosessing data, yakni jawaban-

jawaban dari masing-masing responden yang dalam bentuk “kode”

(angka atau huruf) dimasukkan dalam program atau “software”

komputer.

4. Pembersihan data (Clearning data). Apabila semua data dari setiap

sumber data atau responden selesai dimasukkan, perlu dicek kembali

untuk melihat kemungkinan-kemungkinan adanya kesalahan kode,

ketidaklengkapan dan sebagainnya kemudian dilakukan pembetulan

atau koreksi.
27

G. Analisis Data

1. Analisa univariat

Analisa ini digunakan untuk melihat distribusi frekuensi terhadap

proporsi masing-masing variabel yang diteliti baik variabel bebas

maupun variabel terikat. Analisa data dilakukan dengan formulasi

distribusi frekuensi (Machfoedz, 2013) dengan rumus:

f
P= x 100%
n

Keterangan :

P = Presentase

f = Jumlah jawaban dan setiap alternatif

n = Banyaknya responden yang menjawab

2. Analisa bivariat

Analisa ini untuk melihat hubungan antara variabel independen

dengan variabel dependen dengan uji chi square dengan tingkat

kepercayaan 95% (Notoatmodjo, 2014). Kriteria penerimaan

hipotesis:

a. Jika nilai p value ≤ α (0,05), maka hipotesis penelitian (H0)

diterima.

b. Jika nilai p value > α (0,05), maka hopitesis penelitian (H0)

ditolak.
28

Hasil penelitian dengan uji chi-square apabila diperoleh ada

hubungan, maka dilanjutkan dengan uji coefisien contingensi, yaitu

untuk mengetahui kekuatan hubungan dan variabel secara kualitatif

dapat dibagi dalam 4 area dengan kriteria:

r = 0,00 - 0,25 tidak ada hubungan/hubungan lemah

r = 0,26 - 0,50 hubungan sedang

r = 0,51 - 0,75 hubungan kuat

r = 0,76 - 1,00 hubungan sangat kuat/sempurna

H. Penyajian Data

Penyajian data hasil penelitian peneliti menggunakan cara dalam

bentuk tabel dan narasi untuk memudahkan dalam menganalisa.

I. Etika Penelitian

Penelitian ini menekankan masalah etika penelitian menurut

Munawaroh (2013), antara lain:

1. Lembar persetujuan (informed consent)

Informed consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti

dengan responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan

sebelum mengisi kuesioner. Tujuan informed consent adalah agar

responden mereka harus menandatangani lembar persetujuan. Namum


29

jika tidak bersedia, maka peneliti harus menghormatinya dan tidak ada

paksaan.

2. Tanpa nama (Anomity)

Masalah etika keperawatan merupakan masalah yang memberikan

jaminan dalam penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak

memberikan atau mencatumkan nama responden pada lembar alat

ukur dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau

hasil penelitian yang akan disajikan.

3. Kerahasiaan (confidentially)

Masalah ini merupakan masalah etika dengan memberikan

jaminan kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun masalah-

masalah lainnya. Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin

kerahasiaannya oleh peneliti, hanya kelompok data yang akan

dilaporkan pada hasil penelitian.


30
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Puskesmas Toili II berjarak 97 Km dari Ibukota Kapubaten Banggai

dan berjarak 2 Km dari Ibukota Kecamatan Toili, berada pada posisi

1⁰27’55.4”LS/122⁰19’39.1”BT dengan batas-batas wilayah sebagai

berikut:

Sebelah Utara : Kecamatan Bunta

Sebelah Timur : Wilayah Puskesmas Toili I Kecamatan Moilong

Sebelah Selatan : Selat Peling

Sebelah Barat : Wilayah Puskesmas Toili III Kec. Toili Barat

Wilayah kerja Puskesmas Toili II dengan luas ± 787.78 Km², yang

sebagian besar wilayahnya terletak didataran rendah dan sebagian besar

merupakan areal persawahan dan perkebunan. Curah hujan cukup tinggi

pada bulan April sampai September dan musim panas pada bulan Oktober

sampai Maret.

Puskesmas Toili II merupakan Puskesmas Rawat Inap (UGD 24

Jam) dan Rawat Jalan. Wilayah kerja Puskesmas Toili II meliputi 24 desa,

2 Sub desa dan 1 Kelurahan. Dengan jumlah penduduk 35.003 jiwa

(Sumber : SP2TP Puskesmas Toili II).

31
32

2. Karakteristik Responden

Hasil penelitian ini disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi

disertai penjelasan mengenai karakteristik responden sebagai berikut :

1) Umur

Umur responden di Ruang Rawat Inap UPTD Puskesmas Toili

II dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 4. 1 Karakteristik Umur Responden di Ruang Rawat Inap


UPTD Puskesmas Toili II
Umur Frekuensi (f) Presentase (%)
12-17 3 10,0
18-35 10 33,3
36-59 11 36,7
>60 6 20,0
Total 30 100
Sumber: Data Primer, 2022

Tabel 4. 1 menunjukkan bahwa umur terbanyak responden

adalah 36-59 tahun sebanyak 11 orang (36,7%), umur paling sedikit

12-17 tahun sebanyak 3 orang (10,0%).

2) Pendidikan

Pendidikan responden di Ruang Rawat Inap UPTD Puskesmas

Toili II dapat dilihat pada tabel berikut ini:


33

Tabel 4. 2 Karakteristik Pendidikan Responden di Ruang Rawat Inap


UPTD Puskesmas Toili II
Pendidikan Frekuensi (f) Presentase (%)

Dasar 13 43,3
Menengah 14 46,7
Tinggi 3 10,0
Total 30 100,0

Sumber: Data Primer, 2022

Tabel 4. 2 menunjukkan bahwa pendidikan terbanyak responden

adalah menengah sebanyak 14 orang (46,7%), pendidikan responden

paling sedikit sebanyak 3 orang (10,0%).

3. Analisis Univariat

1) Distribusi Peran Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap UPTD

Puskesmas Toili II dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.3 Distribusi Peran Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap


UPTD Puskesmas Toili II
Peran Frekuensi (f) Presentase (%)

Baik 17 56,7

Kurang Baik 13 43,3

Total 30 100,0

Sumber: Data Primer, 2022

Tabel 4. 3 menunjukkan bahwa perawat yang berperan baik

sebanyak 17 orang (56,7%) dan perawat yang berperan kurang baik

dalam perawatan infus sebanyak 13 orang (43,3%).


34

2) Distribusi Tindakan Perawatan Infus di Ruang Rawat Inap UPTD

Puskesmas Toili II dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.4 Distribusi Tindakan perawatan infus di Ruang Rawat Inap


UPTD Puskesmas Toili II
Tindakan Frekuensi (f) Presentase (%)

Baik 17 56,7

Kurang Baik 13 43,3

Total 30 100,0

Sumber: Data Primer, 2022

Tabel 4. 4 menunjukkan bahwa perawat yang bertindak baik

sebanyak 17 orang (56,7%) dan perawat yang bertindak kurang baik

dalam perawatan luka infus sebanyak 13 orang (43,3%).

4. Analisis Bivariat

Hubungan Peran Perawat Pelaksana dengan Tindakan Perawatan

Infus di Ruang Rawat Inap UPTD Puskesmas Toili II dilihat dari tabel

berikut:
35

Tabel 4.5 Hubungan Peran Perawat Pelaksana dengan Tindakan


Perawatan Infus di Ruang Rawat Inap UPTD Puskesmas
Toili II
Tindakan Perawatan Infus

Peran Baik Kurang baik Jumlah Contin


perawat p. gency
pelaksana value coeffici
F % F % N % ent

Baik 15 75,0 5 25,0 20 100 0,045 397


K. Baik 3 30,0 7 70,0 10 100
Total 18 60,0 12 40,00 30 100
Sumber : Data Primer, 2022

Tabel 4.5 menunjukkan dari 20 responden, perawat yang memiliki

peran baik dengan tindakan perawatan infus baik sebanyak 15 responden

(75,0%), sedangkan peran baik dengan tindakan perawatan infus kurang

baik sebanyak 5 responden (25,0%). Peran perawat baik dengan tindakan

baik 3 responden (30,0%) sedangkan peran perawatan infus kurang baik

dengan tindakan perawatan infus kurang baik 7 responden (70,0%).

Hasil uji statistik menggunakan chi square nilai p value =0,045

(p<0,05), maka ada hubungan peran perawat pelaksana dengan tindakan

perawatan infus di Ruang Rawat Inap UPTD Puskesmas Toili II.

Berdasarkan hasil uji contingency coefficient didapatkan hasil 0,397 yang

berarti kekuatan hubungan sedang.


36

B. Pembahasan

1. Peran perawat pelaksana di Ruang Rawat Inap UPTD Puskesmas Toili II

Hasil analisis univariat menunjukkan bahwa perawat yang memiliki

peran baik sebanyak 17 orang (56,7%) dan perawat yang berperan

kurang baik dalam perawatan infus sebanyak 13 orang (43,3%).

Asumsi peneliti responden sebagian besar memilih perawat yang

berperan baik dalam perawatan infus karena dipengaruhi oleh usia yang

tergolong muda dimana usia tersebut merupakan usia yang masih

memiliki kematangan dalam berpikir dan dipengaruhi juga oleh

pendidikan yang tinggi. Dimana melalui pendidikan dan pembelajaran

yang mereka dapat mereka mampu menilai perawat yang berperan baik

dalam perawatan infus. Rata-rata jawaban responden adalah perawat

memperlakukan klien dengan sopan, perawat selalu menanyakan

keluhan klien dan perawat selalu bersikap ramah pada saat komunikasi

dengan klien. Sedangkan responden yang memilih perawat berperan

kurang baik karena dipengaruhi oleh usia yang tergolong lebih tua

sehingga daya pikir mulai menurun serta pendidikan yang kurang dimana

pendidikan responden hanya SD dan SMP.

Pendapat ini didukung oleh pendapat Mubarak (2010), yaitu

bertambahnya usia seseorang dapat berpengaruh pada peran yang

diemban, akan tetapi pada usia tertentu menjelang usia lanjut

kemampuan mulai berkurang. Semakin cukup umur, tingkat kematangan


37

dan kekuatan seseorang lebih dipercaya dari pada yang belum mencapai

usia kedewasaannya.

Pendapat ini didukung oleh pendapat Budiman (2013), menyatakan

pendidikan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi peran.

Demikian juga dengan pendapat Notoatmodjo (2014), peran erat

hubungannya dengan pendidikan, dimana diharapkan pendidikan yang

tinggi akan semakin luas pengetahuannya. Pendidikan yang tinggi akan

dapat mengambil keputusan yang lebih rasional, umumnya terbuka untuk

menerima perubahan atau hal baru dibandingkan dengan individu yang

berpendidikan lebih rendah. Makin tinggi pendidikan seseorang makin

mudah menerima informasi sehingga makin banyak pula pengetahuan

yang dimiliki.

2. Tindakan perawat dengan perawatan infus di Ruang Rawat Inap UPTD

Puskesmas Toili II

Hasil analisis univariat menunjukkan bahwa perawat yang

bertindak baik sebanyak 17 orang (56,7%) dan perawat yang bertindak

kurang baik dalam perawatan infus sebanyak 13 orang (43,3%).

Asumsi peneliti responden memilih perawat dengan tindakan baik

karena sebagian besar responden berusia dewasa awal dan akhir. Hal ini

karena usia tersebut merupakan usia yang matang dalam berpikir dan

dipengaruhi oleh pendidikan responden yang cukup tinggi sehingga

mampu menilai tindakan perawat dengan baik dan responden yang cukup

kooperatif dalam menanggapi tindakan perawat. Sedangkan responden


38

memilih perawat yang memiliki tindakan kurang baik dipengaruhi oleh

umur yang tergolong lebih tua dengan pendidikan yang cukup dan

pemahaman yang kurang dalam tindakan perawatan infus serta

responden kurang kooperatif.

Pendapat ini didukung oleh pendapat Hassan (2012). Makin tinggi

pendidikan seseorang makin mudah menerima informasi sehingga makin

banyak pula pengetahuan yang dimiliki. Pendidikan berarti bimbingan

yang diberikan seseorang terhadap perkembangan orang lain menuju ke

arah cita-cita tertentu yang menentukan manusia untuk berbuat dan

mengisi kehidupan untuk mencapai keselamatan dan kebahagian.

3. Hubungan Peran Perawat Dengan Tindakan Perawatan Infus Di Ruang

Rawat Inap UPTD Puskesmas Toili II

Hasil dari 20 responden berperan baik terdapat 15 orang (75,0 %)

tindakan baik dalam perawatan infus dan 5 orang (25,0%) tindakan

kurang baik. Dari 10 responden berperan kurang baik terdapat 3 orang

(30,0%) tindakan baik dan 7 orang (70,0%) tindakan kurang baik. Hasil

uji statistik menggunakan chi square nilai p-value =0,045 (p<0,05),

maka ada hubungan peran perawat pelaksana dengan tindakan perawatan

infus di Ruang Rawat Inap UPTD Puskesmas Toili II.

Asumsi peneliti responden menilai peran perawat dalam melakukan

tindakan perawatan infus dengan baik karena usia responden termasuk

dalam kategori remaja awal sampai dewasa akhir. Usia remaja sampai

dewasa masih memiliki daya ingat yang kuat. Dan responden memiliki
39

pendidikan yang cukup tinggi sehingga mampu menilai peran perawat

dalam tindakan perawatan infus dengan baik.

Responden menilai peran perawat kurang baik dalam tindakan

perawatan infus dikarenakan usia responden yang tergolong lebih tua

sehingga daya ingat mulai menurun dan responden memiliki pendidikan

yang hanya lulusan SD dan SMP sehingga responden menilai peran

perawat dalam tindakan perawatan infus kurang baik.

Hasil kuesioner responden yang diberikan ada beberapa responden

yang menjawab perawat tidak memperkenalkan diri ketika pertama kali

bertemu dengan klien, perawat tidak mengadakan kontrol secara teratur

dengan klien dan perawat jarang memberikan salam pada klien setelah

selesai melakukan tindakan.

Pendapat ini didukung oleh pendapat Notoatmodjo (2014),

bertambahnya usia seseorang dapat berpengaruh pada bertambahnya

peran yang diperoleh. Namun semakin cukup umur, tingkat kematangan

dan kekuatan seseorang lebih dipercaya dan meningkatkan kematangan

mental dan intelektual sehingga dapat membuat keputusan yang lebih

bijaksana dalam bertindak.

Pendapat Budiman (2013) menyatakan pendidikan merupakan salah

satu faktor yang mempengaruhi peran seseorang. Peran erat

hubungannya dengan pendidikan, pendidikan yang tinggi akan semakin

luas perannya.
40

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Nazar (2008), ada hubungan peran perawat pelaksana dengan tindakan

perawatan infus di ruang rawat inap Rumah Sakit Andi Makkasau Pare-

pare dengan nilai p-value=0,019 (<0,05).

Hasil penelitian lain yang dilakukan oleh Gafur (2018), ada

hubungan peran perawat dengan tindakan perawatan infus di ruang rawat

inap Unit Pelaksana Teknis (UPT) Rumah Sakit Umum Daerah Madani

Provinsi Sulawesi Tengah dengan nilai p-value=0,045 (<0,05).


BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Ada hubungan peran perawat pelaksana dengan tindakan perawatan

infus di ruang Rawat Inap UPTD Puskesmas Toili II.

B. Saran

1. Bagi Ruang Rawat Inap UPTD Puskesmas Toili II

Diharapkan perawat di Ruang Rawat Inap UPTD Puskesmas Toili II

melakukan perawatan infus dengan berdasarkan pada standar operasional

prosedur perawatan infus.

2. Bagi Poltekkes Palu

Diharapkan kampus menyediakan lebih banyak buku di perpustakaan agar

mempermudah mahasiswa untuk mencari referensi.

3. Peneliti

Sebagai pengalaman berharga yang nyata dalam mengaplikasikan ilmu

yang telah didapatkan selama proses perkuliahan, serta menambah

wawasan dan pengetahuan peneliti.

4. Peneliti Lain

Menjadi dasar bagi penelitian berikutnya dan sebagai bahan evaluasi untuk

penelitian yang lebih baik.

40

You might also like