You are on page 1of 10

Penyakit pada Sistem Reproduksi Manusia

Nama : Louis Assava Kwok


Kelas : 9Aaaaaaaaaaaaaaaa
No. Absen : 24aaaaaaaaaaaa

SMP Xaverius 1 Jambi


2022
Kata Pengantar
Puji dan syukur kami ucapkan kepada Tuhan yang Maha
Esa sebab atas segala rahmat Nya sehingga karya tulis ini dapat
saya susun sampai dengan selesai. Tidak lupa saya mengucapkan
terima kasih terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi
dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun materinya.
Saya sangat berharap semoga makalah ini dapat
menambah pengetahuan bagi para pembaca. Bahkan kami
berharap lebih jauh lagi agar karya tulis ini bisa membantu
pembaca dalam berbagai hal dan situasi.
Bagi saya sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak
kekurangan dalam penyusunan makalah ini karena keterbatasan
pengetahuan dan pengalaman saya. Oleh karena itu, saya sangat
mengharapkan kritik dan saran yang kiranya akan membuat karya
tulis ini jauh lebih sempurna lagi.

Jambi, 17 Agustus 2022


Tertanda,

Louis Assava Kwok


A. AIDS
HIV adalah virus yang menyebabkan AIDS. Virus ini menyerang sistem kekebalan tubuh
sehingga orang yang terjangkit akan mengalami penurunan sistem kekebalan tubuh secara terus
menerus hingga penderita di rawat. Orang yang terjangkit AIDS sangat rentan terkena segala jenis
penyakit, bakteri dan virus lain nya karena penurunan sistem kekebalan tubuh nya.

HIV atau virus defisiensi imun manusia adalah virus yang melakukan defisiensi imun pada
manusia. Sedangkan AIDS adalah sindrom imunodefisiensi yang berarti sistem kekebalan pada
tubuh sudah mengalami defisiensi. Maka dari itu jika saat HIV memasuki tubuh HIV ditangani
secepat mungkin HIV akan mencegah AIDS dan akan tinggal di tubuhmu selama hidupmu. Untuk
saat ini masih belum ada obat untuk menghilangkan HIV, tetapi ada obat untuk membuat HIV
memperlambat proses menggandakan diri.

HIV dapat menyebar dari berbagai cairan tubuh, seperti air mani, cairan vagina, lendir
dubur, darah dan ASI. HIV biasa menyebar dari berbagi jarum suntik dan seks bebas. Seseorang
bisa terkena HIV jika :
- Melakukan hubungan seks kepada penderita HIV/AIDS
- Berbagi jarum suntik untuk tato, tindikan, obat – obatan dan lain, kepada pendidap HIV/AIDS
- Terkena jarum yang memiliki bekas darah pengidap HIV/AIDS
- Terkena air mani, cairan vagina, darah, atau lendir dubur pengidap HIV/AIDS di luka anda.
Ada pula beberapa hoax/mitos penyebab tertular nya HIV seperti keringat, kontak fisik, batuk, dan
bersin. Salah satu cara menghindari HIV adalah selalu menggunakan kondom dalam melakukan
hubungan seks.

Gejala yang disebabkan HIV/AIDS bisa terjadi bertahun – tahun setelah terkena HIV/AIDS
sehingga banyak orang yang tidak mengetahui dirinya mengidap HIV/AIDS. Maka dari itu
pengecekan HIV secara rutin itu penting. Beberapa gejala awal HIV yaitu panas dingin, mudah
lelah, demam, sariawan, nyeri otot, keringat malam, ruam, sakit tenggorokan, dan limfadenopati.
Gejala – gejala tersebut terjadi pada laki – laki maupun perempuan, tetapi terdapat beberapa gejala
lain yang mungkin muncul pada wanita seperti perubahan siklus menstruasi (menstruasi lebih
ringan/berat atau PMS yang buruk), PID, sakit saat melakukan hubungan seks, dan infeksi jamur
vagina. Saat gejala – gejala tersebut muncul, orang yang mengidap HIV sangat mudah tertular.
Gejala – gejala tersebut biasa nya akan hilang dalam beberapa minggu dan biasanya tidak akan
muncul lagi bertahun – tahun.

HIV bisa di deteksi dengan tes HIV, semua tes HIV memiliki periode jendela. Periode
jendela adalah waktu antara paparan HIV dan saat terdekteksi dalam darah. Tes HIV memiliki 3
jenis yaitu Rapid HIV Test, Combination HIV Test, dan Nucleic Acid Test (NAT), yang
membedakan ketiga tes HIV ini adalah periode jendela masing tes. Rapid HIV Test memiliki
periode jendela 90 hari tetapi bisa berbeda – beda tiap orangnya. Combination HIV Test memiliki
periode jendela 45 hari setelah terkena HIV dan bisa berbeda – beda juga tiap orang nya. Nucleic
Acid Test adalah tes yang biasa di pakai untuk memastikan keberadaan virus HIV dalam tubuh
karena memiliki periode jendela dibawah 1 minggu. Sebaiknya jika ingin mencoba tes HIV, kita
berbicara dulu kepada AHF tes konselor agar bisa memilih tes yang tepat,

Untuk sekarang masih belum ada obat untuk mengobati HIV tetapi ada obat untuk menjaga
kesehatan. Terdapat juga obat untuk menurunkan atau bahkan memberhentikan seseorang untuk
menularkan HIV kepada orang lain. Terapi moderen terbukti bisa membuat pengidap HIV hidup
lebih lama dan lebih sehat. Terdapat juga Antietroviral therapy (ART) yang dapat menurunkan
kemungkinan pengidap HIV menularkan HIV. ART menurukan “viral load” pengidap. Viral load
adalah banyak nya virus dalam darah/tubuh. Sehingga jika ART dilakukan secara rutin virus HIV
dalam tubuh bisa berkurang hingga tidak bisa di deteksi. Jika virus HIV dalam tubuh sudah
berkurang hingga tidak bisa di deteksi, pengidap HIV tidak bisa menularkan HIV. Tetapi perlu di
ingat virus HIV hanya berkurang hingga ke jumlah sedikit, tetapi masih ada dalam tubuh sehingga
jika perawatan tidak dilakukan secara rutin HIV akan menggandakan diri nya kembali.
B. Gonore (GO)
Gonore adalah penyakit menular seksual yang disebabkan oleh infeksi bakteri bernama
Neisseria gonorrhoeae. Bakteri ini menyerang pria maupun wanita terutama di kalangan usia 15-24
tahun. Di Indonesia Gonore memiliki lebih dari 2 juta kasus per tahun yang tergolong banyak.
Banyak nya kasus gonore ini dikarenakan minim nya wawasan masyarakat terutama pada kalangan
usia 15-24 tahun.
Gonore dapat menyebar dari seks bebas, dan
ibu ke bayi saat proses pelahiran. Terdapat pula
hoax/mitos penyebab tertularnya gonore seperti
ciuman. Gejala umum gonore biasanya adalah
keluarnya nanah pada penis atau vagina. Nanah ini
lah yang biasanya menyebarkan gonore saat
berhubungan seks. Gonore pada ibu hamil tanpa
perawatan sering menyebabkan kebutaan pada
anak.
Gejala gonore pada laki – laki yaitu :
 Kencing bernanah.
 Pembengkakan pada testis
 Nyeri saat mengeluarkan air kecil
 Frekuensi buang air kecil meningkat.
 Pembengkakan pada lubang pipis.
 Sensasi terbakar saat buang air kecil.

Sedangkan gejala gonore pada wanita yaitu :

 Keputihan yang lebih banyak dari umumnya.


 Pendarahan yang timbul setelah berhubungan intim.
 Merasakan nyeri perut atau panggul.
 Pendarahan pada vagina yang terjadi di antara periode menstruasi,

Dan gejala umum gonore pada wanita dan pria yaitu :


 Perasaan sakit saat buang air kecil (Terasa terbakar).
 Timbul rasa sakit saat berhubungan intim.
Nanah gonore jika terkena mata akan menyebabkan mata merah. Jika nanah gonore terkena luka
pada sendi akan menyebabkan artritis dan jika terkena tenggorokan akan menyebabkan sakit
tenggorokan ataupun limfadenopati.

Gonore bisa diketahui/dideteksi dengan sebuah tes. Jenis – jenis tes tersebut yaitu tes urime
(umum), tes uretra (untuk pria), tes vagina (untuk wanita), dan Nucleic Acid Amplification Testing
(NAAT(Untuk spesimen))

Infeksi gonore bisa di sembuhkan secara total, tetapi tidak dengan luka nya. Gonore semakin
lama semakin susah diobati karena tingkat resistant gonore terhadap obat meningkat. Biasa gonore
diobati dengan beberapa antibiotic seperti ceftriaxone, cefixime, azithromycin, doxycycline,
thiamphenicol, erythromycin, dan amoxicillin. Jika gonore sudah sembuh, masih ada kemungkinan
pengidap gonore terkena lagi, maka dari itu selalu berhati – hati lah saat berhubungan intim.
C. Sifilis (Raja Singa)
Sifilis adalah penyakit menular seksual yang disebabkan oleh infeksi bakteri Bernama
Treponema pallidum. Bakteri ini menyerang pria maupun wanita. Gejala umum penyakit ini adalah
ruam pada kulit yang bisa muncul dimanapun.
Sama seperti HIV, sifilis hanya bisa menyebar dari orang yang melakukan hubungan intim
bersama pengidap sifilis, dan dari ibu hamil yang mengidap sifilis ke anak nya saat pelahirannya.
Sifilis tidak dapat menyebar dari menyentuh benda seperti, kloset, kolam renang, gagang pintu dan
peralatan makanan. Kemungkinan tertular sifilis bisa di kurangi dengan cara selalu menggunakan
kondom saat berhubungan intim dan selalu melakukan tes sifilis secara rutin.
Setiap ibu hamil sebaiknya melakukan tes sifilis pada kunjungan prenatal pertama.
Pengecekan ulang juga perlu dilakukan pada minggu ke 28 jika daerah tersebut memiliki angka
sifilis yang cukup tinggi. Orang yang melahirkan bayi yang meninggal setelah 20 minggu juga perlu
melakukan tes sifilis. Tergantung pada lama ibu hamil mengidap sifilis akan sangat memengaruhi
bayi dan memiliki resiko tinggi bayi mengalami kelahiran mati. Bayi juga bisa mati tak lama setelah
lahir. Sifilis yang tidak ditangani berisiko terjadi kelahiran mati hingga 40% kasus. Jika bayi lahir
dalam keadaan mengidap sifilis dan tidak memiliki gejala dapat mengalami masalah serius jika
tidak menerima pengobatan. Jika bayi tidak menerima pengobatan, bayi akan mengalami
keterlambatan perkembangan, kejang – kejang, bahkan kematian.
Gejala penyakit sifilis memiliki beberapa tahap
yaitu : primer, sekunder, laten dan tersier.
Tahap pertama atau tahap primer memiliki gejala bintik
atau luka yang berada di tempat bakteri masuk. Tempat
bakteri ini masuk biasa nya berada di penis, vagina,
anus, dubur, bibir dan didalam mulut. Luka ini
berbentuk bulat dan tidak sakit terasa sakit dan umum
nya hanya 1, tetapi bisa juga beberapa. Luka ini muncul
dalam 3 minggu setelah terpapar dan sembuh dalam 3
sampai 6 minggu. Walaupun luka tersebut sudah
sembuh, jika tidak dilakukan penanganan secara benar
luka tersebut akan mengalami infeksi dan akan memasuki gejala tahap 2.
Tahap kedua atau sekunder umum nya dimulai 1 minggu setelah luka pertama sembuh.
Setelah mulai memasuki tahap kedua akan muncul ruam – ruam pada tubuh. Terkadang ruam ini
tidak disadari karena tidak gatal dan samar. Ada pula gejala lain nya yaitu demam, limfadenopati,
rambut rontok, otot sakit, sakit tenggorokan, mudah lelah, dan berat badan turun. Gejala ini akan
hilang dalam beberapa minggu atau akan datang dan pergi lagi selama 1 tahun.
Jika tidak ada penanganan yang tepat pada tahap 2, sifilis akan memasuki tahap tersembunyi
atau laten. Tahap laten ini tidak memiliki gejala yang terlihat. Tahap ini dapat bertahan selama 3
tahun dan sifilis kemungkinan akan memasuki tahap tersier.
Terdapat sekitar 15% hingga 30% orang yang tidak mendapat penanganan sifilis secara tepat
pada tiga tahap pertama yang memasuki tahap tersier. Pada tahap akhir sifilis ini, sifilis dapat
menyerang otak, saraf, mata, jantung, pembuluh darah, jantung, tulang dan persendian. Gejala ini
dapat terjadi setelah 10 – 30 tahun setelah infeksi pertama terjadi.
Sifilis memiliki beberapa jenis lain juga yang dapat menyerang ketika terjadi infeksi sifilis
pada tahap apapun yaitu : Neurosyphilis, Ocular Syphilis, dan Otosyphilis. Neurosyphilis
menyerang sistem saraf dan memiliki gejala sakit kepala, mati rasa, kesusahan dalam
berpikir/membuat pilihan, susah focus dan perubahan mental. Ocular Syphilis menyerang sistem
visual dan memiliki gejala sakit mata atau mata kemerahan, sensitif dengan cahaya, dan mata
menjadi buram bahkan buta. Otosyphilis menyerang sistem pendengaran dan memiliki gejala
gangguan pendengaran, vertigo, pusing dan mudah kehilangan keseimbangan.
Sifilis bisa di deteksi dengan tes treponema yang mendeteksi antibodi yang spesifik untuk
sifilis. Tes ini termasuk TP-PA, berbagai EIA, chemiluminescence immunoassays, immunoblots,
dan rapid treponemal assays. Antibodi treponemal muncul lebih awal dari antibodi nontreponemal.
Mereka biasanya tetap terdeteksi seumur hidup, bahkan setelah pengobatan berhasil. Jika
menggunakan tes treponemal untuk skrining dan hasilnya positif, lakukan tes nontreponemal
dengan titer. Ini akan mengkonfirmasi diagnosis dan memandu keputusan manajemen pasien.
Hasilnya mungkin memerlukan pengujian treponema lebih lanjut
Pengobatan sifilis pada tahap primer, sekunder dan awal laten adalah mengonsumsi obat
Benzatin penisilin G 2,4 juta unit diberikan secara intramuscular dengan dosis 1 kali dan
pengobatan sifilis pada tahap laten yang tidak diketahui waktunya adalah obat Benzatin penisilin G
total 7,2 juta unit, diberikan sebagai 3 dosis 2,4 juta unit diberikan secara intramuscular dengan
interval mingguan. Sedangkan pengobatan untuk neurosifilis, sifilis okular, atau otosifilis adalah
Penisilin G kristal berair 18-24 juta unit per hari, diberikan sebagai 3-4 juta unit secara intravena
setiap 4 jam atau infus kontinu, selama 10-14 hari.
Jika ibu hamil mengidap sifilis dan memiliki hasil positif akan dilakukan pengobatan secara
terapi penisilin (tingkat keberhasilan 98%) untuk mencegah penularan sifilis ke bayi apabila ibu
hamil memiliki alergi penisilin, ibu hamil sebaiknya menemui spesialis untuk desensitisasi terhadap
penisilin.
D. Herpes Simplex Genitalis
Herpes simplex adalah penyakit menular seksual (PMS) yang disebabkan oleh virus herpes
simpleks tipe 1 (HSV-1) atau tipe 2 (HSV-2). Herpes simpleks tipe 1 (HSV-1) adalah virus yang
biasa menyebakan herpes oral/labialis. Herpes simpleks tipe ini biasanya memiliki gejala di sekitar
daerah mulut. Herpes simpleks tipe 2 (HSV-2) adalah virus yang biasa menyebabkan herpes genital.
Herpes genital biasanya memiliki gejala di sekitar daerah genital.
Herpes oral biasa menyebar dari air liur
dari pasangan pengidap herpes oral, luka
herpes dan kulit sekitar mulut pasangan,
sehingga sering tertular lewat berciuman.
Tetapi herpes oral juga bisa tertular dari
hubungan seks oral sehingga disebut herpes
oral.
Herpes genital dapat menyebar dari
hubungan intim dengan pengidap herpes
genital. Herpes genital juga dapat menyebar
dari cairan genital, luka herpes dan kulit
sekitar genital pasangan pengidap herpes
genital.
Herpes simpleks seringkali tidak menunjukan gejala atau gejala nya sangat ringan hingga tidak
disadari atau disalahartikan penyakit atau kondisi kulit lain. Jika terdapat gejala biasanya hanya
muncul vesikel atau lepuh kecil. Masa inkubasi rata-rata untuk infeksi herpes awal adalah 4 hari
(kisaran, 2 sampai 12) setelah terpapar. Setelah itu Vesikel akan pecah dan meninggalkan borok
yang menyakitkan yang mungkin membutuhkan waktu dua hingga empat minggu untuk sembuh
setelah infeksi herpes awal. Gejala tersebut adalah gejala herpes pertama. Setelah gejala herpes
pertama, herpes akan memasuki gejala berulang yang memiliki gejala lebih ringan. Gejala berulang
tersebut yaitu demam, nyeri tubuh, pembengkakan, limfadenopati, dan sakit kepala. Jika penyakit
ini kambuh biasanya akan menyebakan nyeri di daerah genital, kaki, dan pinggul, kesemutan, yang
terjadi beberapa jam hingga hari sebelum lesi herpes kambuh.
Herpes di deteksi dengan HSV nucleic acid amplification tests (NAAT) tes ini adalah tes
spesifik untuk mendeteksi herpes. Ada pula tes uji diagnostik yang memiliki keakuratan yang
kurang tetapi lebih banyak tersedia. Tetapi terkadang kedua tes tersebut tidak terdeteksi saat
pengidap dalam masa penyembuhan atau lesi rekuren karena pelepasan virus bersifat intermiten.
Tes virologi spesifik tipe dapat digunakan untuk mendiagnosis herpes genital ketika seseorang
memiliki gejala atau lesi berulang tanpa konfirmasi NAAT, hasil kultur, atau memiliki pasangan
dengan herpes genital
Untuk saat ini masih belum ada obat untuk herpes. Obat antivirus dapat, mencegah atau
mempersingkat gejala berulang selama periode waktu orang tersebut minum obat. Selain itu, terapi
penekan harian (yaitu, penggunaan obat antivirus setiap hari) untuk herpes dapat mengurangi
kemungkinan penularan ke pasangan. Saat ini belum ada vaksin yang tersedia secara komersial
yang melindungi terhadap infeksi herpes genital.
E. Epididimitis
Epididimitis adalah penyakit yang menyebabkan peradangan epididimis yang umumnya
disebabkan oleh infeksi bakteri dan ditandai dengan pembengkakan buah zakar. Penyakit ini hanya
menyerang pria terutama yang berada di kalangan 19–35 tahun.
Epididimitis akut dapat biasanya disebabkan oleh IMS (sepertia, C. trachomatis, N.
gonorrhoeae, atau M. genitalium) atau organisme enterik (yaitu, Escherichia coli). Epididimitis
akut yang disebabkan oleh IMS biasanya disertai dengan uretritis, yang seringkali tanpa gejala.
Epididimitis akut yang disebabkan oleh organisme enterik yang ditularkan secara seksual juga dapat
terjadi di antara pria yang merupakan pasangan insertif selama seks anal. Epididimitis akut yang
ditularkan secara nonseksual yang disebabkan oleh patogen genitourinari biasanya terjadi dengan
bakteriuria sekunder akibat obstruksi saluran keluar kandung kemih (misalnya, hiperplasia prostat
jinak). Di antara pria yang lebih tua, epididimitis akut menular nonseksual juga terkait dengan
biopsi prostat, instrumentasi atau pembedahan saluran kemih, penyakit sistemik, atau imunosupresi.
Epididimitis kronis ditandai dengan 6 minggu riwayat gejala ketidaknyamanan atau nyeri
pada skrotum, testis, atau epididimis. Epididimitis menular kronis paling sering diamati dengan
kondisi yang terkait dengan reaksi granulomatosa. Mycobacterium tuberculosis (TB) adalah
penyakit granulomatosa paling umum yang mempengaruhi epididimis dan harus dicurigai, terutama
di antara laki-laki dengan riwayat diketahui atau baru-baru ini mengidap TB. Diagnosis banding
epididimitis noninfeksi kronis, kadang-kadang disebut orchialgia atau epididymalgia, luas
(misalnya, trauma, kanker, kondisi autoimun, atau kondisi idiopatik). Pria dengan diagnosis ini
harus dibawa ke ahli urologi untuk manajemen klinis yang lebih rinci.
Pria yang menderita epididimitis akut biasanya mengalami nyeri dan nyeri tekan testis
unilateral, hidrokel, dan pembengkakan epididimis yang teraba. Meskipun peradangan dan
pembengkakan biasanya dimulai di ekor epididimis, dapat menyebar ke seluruh epididimis dan
testis. Korda spermatika biasanya lunak dan bengkak. Torsi korda spermatika (testis) adalah
keadaan darurat bedah yang harus dipertimbangkan dalam semua kasus. Namun, hal itu terjadi lebih
sering di antara remaja dan pria tanpa bukti peradangan atau infeksi. Untuk pria dengan nyeri
unilateral yang parah dengan onset mendadak, mereka yang hasil tesnya tidak mendukung
diagnosis uretritis atau infeksi saluran kemih, sebaiknya segera ke ahli urologi untuk evaluasi torsi
testis.
Gejala bilateral meningkatkan kecurigaan penyebab lain nyeri testis. Pemindaian
radionuklida skrotum adalah metode yang paling akurat untuk mendeteksi epididimitis tetapi tidak
tersedia secara rutin. Ultrasonografi harus digunakan terutama untuk mengesampingkan torsi korda
spermatika dalam kasus pembengkakan skrotum akut, unilateral, dan nyeri. Namun, karena torsi
korda spermatika parsial dapat menyerupai epididimitis pada USG skrotum, diferensiasi antara torsi
korda spermatika dan epididimitis ketika torsi tidak dikesampingkan dengan USG harus dilakukan
atas dasar evaluasi klinis. Meskipun USG dapat menunjukkan hiperemia epididimis dan
pembengkakan yang terkait dengan epididimitis, USG memberikan kegunaan diagnostik minimal
untuk pria dengan presentasi klinis yang konsisten dengan epididimitis. Ultrasonografi negatif tidak
mengesampingkan epididimitis dan dengan demikian tidak mengubah manajemen klinis.
Ultrasonografi harus disediakan untuk pria jika dicurigai torsi korda spermatika atau bagi mereka
dengan nyeri skrotum yang tidak dapat menerima diagnosis yang akurat berdasarkan riwayat,
pemeriksaan fisik, dan temuan laboratorium yang objektif.
Semua kasus dugaan epididimitis akut harus dievaluasi untuk bukti objektif peradangan
dengan salah satu tes POC berikut:
1. Pewarnaan Gram, MB, atau GV dari sekret uretra menunjukkan 2 WBCs per bidang minyak
imersi.
2. Tes esterase leukosit positif pada urin pertama yang berkemih.
3. Pemeriksaan mikroskopis sedimen dari urin pertama yang berkemih menunjukkan 10 WBC/HPF.
Semua kasus dugaan epididimitis akut harus diuji untuk C. trachomatis dan N. gonorrhoeae
oleh NAAT. Urine adalah spesimen pilihan untuk NAAT untuk pria. Kultur urin untuk epididimitis
klamidia dan gonokokal tidak sensitif sehingga tidak direkomendasikan. Kultur bakteri urin juga
harus dilakukan untuk semua pria untuk mengevaluasi keberadaan organisme genitourinari dan
untuk menentukan kerentanan antibiotik.
Untuk mencegah komplikasi dan penularan IMS, terapi dugaan untuk semua pria yang aktif
secara seksual ditunjukkan pada saat kunjungan sebelum semua hasil tes laboratorium tersedia.
Pemilihan terapi dugaan didasarkan pada risiko infeksi klamidia dan gonokokal atau organisme
enterik. Meskipun sebagian besar pria dengan epididimitis akut dapat diobati secara rawat jalan,
rujukan ke spesialis dan rawat inap harus dipertimbangkan ketika sakit parah atau demam untuk
menunjukkan diagnosis lain (misalnya, torsi, infark testis, abses, atau necrotizing fasciitis) atau
ketika pria tidak dapat mematuhi rejimen antimikroba. Usia, riwayat diabetes, demam, dan
peningkatan protein C-reaktif dapat mengindikasikan penyakit yang lebih parah yang memerlukan
rawat inap.

You might also like