Professional Documents
Culture Documents
Penanggung Jawab
Direktur Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan
Editor
Sekretaris Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan
Direktur Tata Kelola Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
Direktur Pelayanan Kefarmasian
Direktur Produksi dan Distribusi Kefarmasian
Direktur Penilaian Alat Kesehatan dan PKRT
Direktur Pengawasan Alat Kesehatan dan PKRT
Konsep
Roy Himawan
Yenita Malasari
Kontributor
M. Arief Jatmiko; Titien Suprihatin; Yudy Yudistira Adhimulya; Anita Dwi Juwita
Ningrum; Apriandi; Mindawati; Tantan Sadikin; Erni Herdiyani; Sandy Wifaqah;
Wardawaty; Nurlaili Isnaini; Myta Suzana; Ardiyani; Nurul Hidayati; Fithriyah
Susanti; Sofia Septiani; Tazyinul Qoriah Alfauziah; Ahmad Hafiz; Dessi Yulia
Mariska; Mariani Sipayung; Dian Mulia; Pensa Resta Grahmidri; Nofiasari Weri;
Muhamad Reza; Siti Nur Azizah; Yulis Sariani; Priyadi; Ibnu Fatih; Ahmad
Safarudin Januwardi; Aryo Genta; Luk Luk Al Jannah; Alvin Javier Djari.
Profil Kefarmasian dan Alat Kesehatan merupakan buku tentang gambaran capaian
pelaksanaan kegiatan di lingkungan Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat
Kesehatan, Kementerian Kesehatan. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan secara efektif
dan efisien oleh setiap unit teknis (Direktorat Tata Kelola Obat Publik dan Perbekalan
Kesehatan, Direktorat Pelayanan Kefarmasian, Direktorat Produksi dan Distribusi
Kefarmasian, Direktorat Penilaian Alat Kesehatan dan PKRT, Direktorat Pengawasan
Alat Kesehatan dan PKRT dan Sekretariat Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat
Kesehatan) di lingkungan Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan
diharapkan mampu menggambarkan kinerja dan pencapaian target indikator melalui
pendekatan yang berbasis bukti (evidenced-based).
Guna memperoleh kelengkapan data dan informasi, penyusunan Profil Kefarmasian
dan Alat Kesehatan ini melibatkan seluruh provinsi di Indonesia, dalam permintaan
data dan informasi terkait indikator-indikator yang diampu oleh Direktorat Jenderal
Kefarmasian dan Alat Kesehatan, sehingga diperoleh data dan informasi yang akurat,
valid dan terkini.
Data yang disajikan dalam Profil Kefarmasian dan Alat Kesehatan ini dapat menjadi
sumber data dan informasi yang berkualitas bagi masyarakat pada umumnya dan
pemangku kebijakan pada khususnya, sebagai dasar dalam perumusan dan
pengambilan kebijakan pembangunan kesehatan di bidang kefarmasian dan alat
kesehatan.
Akhir kata, kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
dan berperan aktif dalam penyusunan Profil Kefarmasian dan Alat Kesehatan ini.
Semoga buku ini dapat bermanfaat.
Terima kasih.
B. Gambaran Organisasi
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 25 Tahun 2020 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan, Direktorat Jenderal
Kefarmasian dan Alat Kesehatan mempunyai tugas menyelenggarakan
perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang kefarmasian dan alat kesehatan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam melaksanakan
tugas, Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan menyelenggarakan
fungsi:
1. perumusan kebijakan di bidang produksi dan distribusi sediaan farmasi, alat
kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga, pengawasan alat
kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga, tata kelola perbekalan
kesehatan, dan pelayanan kefarmasian;
2. pelaksanaan kebijakan di bidang produksi dan distribusi sediaan farmasi, alat
kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga, pengawasan alat
kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga, tata kelola perbekalan
kesehatan, dan pelayanan kefarmasian;
3. penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang produksi dan
distribusi sediaan farmasi, alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah
tangga, pengawasan alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah
tangga, tata kelola perbekalan kesehatan, dan pelayanan kefarmasian;
4. pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang produksi dan distribusi
sediaan farmasi, alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga,
pengawasan alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga, tata
kelola perbekalan kesehatan, dan pelayanan kefarmasian;
5. pelaksanaan evaluasi dan pelaporan di bidang produksi dan distribusi
sediaan farmasi, alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga,
Gambar 1. Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Kef armasian dan Alat Kesehatan
Target
Kegiatan Sasaran Indikator Sasaran
2020 2021 2022 2023 2024
Peningkatan Sasaran a. Persentase 85% 90% 92% 94% 96%
Tata Kelola Strategis Puskesmas
Obat Publik dengan
dan ketersediaan
Perbekalan obat esensial
Kesehatan Sasaran b. Persentase 77% 79% 81% 83% 85%
Program kabupaten/kota
dengan
ketersediaan
obat esensial
c. Persentase 90% 95% 95,5% 96% 96,5%
Puskesmas
dengan
ketersediaan
vaksin IDL
(Imunisasi
Dasar Lengkap)
Sasaran d. Jumlah instalasi 6 27 77 127 177
Kegiatan farmasi
provinsi/
kabupaten/kota
yang
menerapkan
manajemen
mutu
Sumber: Rencana Strategis Kementerian Kesehatan RI 2020-2024
Penyediaan
Obat
79%
Sumber: Direktorat Tata Kelola Obat Publik dan Perbekkes
1.000.000 20
dalam juta
rupiah - 0
2016 2017 2018 2019 2020
Alokasi 2.924.351 3.131.493 4.779.218 2.543.787 4.032.289
Realisasi 2.463.373 3.122.567 3.925.907 1.692.244 3.910.202
Persentase 84,24 99,71 82,15 66,52 96,97
Dari gambar di atas diketahui bahwa alokasi anggaran pengadaan obat dan
vaksin dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Alokasi anggaran pengadaan
obat, vaksin dan perbekalan kesehatan tertinggi ada di tahun 2018, dimana
alokasi anggaran untuk penyediaan vaksin regular meningkat tajam. Hal ini
disebabkan karena Adanya Kegiatan Outbreak Response Immunization (ORI)
sebagai upaya pengendalian Kejadian Luar Biasa (KLB) Difteri dan kampanye
Imuninasi MR untuk penanggulangan Virus Campak dan Rubella (MR) oleh
Kementerian Kesehatan menyebabkan penyediaan vaksin reguler yang
meningkat. Penyediaan obat dan vaksin didistribusikan untuk memenuhi
kebutuhan obat program di 34 provinsi seluruh Indonesia, sedangkan penyediaan
reagen screening darah untuk RS dan Unit Transfusi Darah (UTD) PMI. Data
alokasi dan realisasi anggaran pengadaan obat, vaksin dan perbekalan kesehatan
tiga tahun terakhir dapat dilihat pada Tabel 2.
2 Penyediaan Obat Buffer Stok Provinsi 15.298.172.000 13.322.139.750 12.550.000.000 11.478.556.530 12.877.520.000 12.585.728.222
3 Penyediaan Obat Buffer Stok Pusat 6.821.815.000 5.565.018.866 4.703.997.000 2.850.612.504 2.626.611.000 2.395.807.201
4 Penyediaan Obat Buffer Bencana/KLB 11.155.399.000 7.313.892.650 19.405.399.000 12.202.675.193 19.982.519.000 6.420.568.641
5 Penyediaan Obat Penyakit Menular 18.554.053.000 17.397.793.600 16.050.000.000 15.810.847.200 15.658.688.000 15.618.053.300
7 Penyediaan Obat AIDS dan PMS 796.890.653.000 531.915.583.940 363.900.000.000 75.458.009.640 844.851.368.000 844.723.317.560
10 Penyediaan Reagen Screening Darah 100.000.000.000 58.292.272.070 100.000.000.000 54.484.836.729 85.927.905.000 85.927.905.996
12 Penyediaan Obat Kesehatan Ibu 27.660.675.000 11.392.470.304 335.000.000 271.381.316 378.816.000 378.815.652
13 Penyediaan Obat Kesehatan Anak 38.935.828.000 20.067.863.905 160.000.000 137.102.960 878.554.000 878.553.190
16 Penyediaan Vaksin Haji dan Umrah 222.321.852.000 93.453.075.000 29.260.000.000 2.925.5310.000 28.879.875.000 28.879.875.000
17 Operasi Surya Baskara Jaya 1.953.530.000 1.632.131.442 1.250.000.000 1.043.748.894 468.414.000 468.413.100
26 Penyediaan Obat dan Vaksin Hepatitis 90.000.000.000 39.647.983.200 58.100.000.000 27.959.400.000 42.250.139.000 42.250.138.560
BENTUK
NO NAMA OBAT
SEDIAAN
1 Albendazol/Pirantel Pamoat Tablet
2 Alopurinol Tablet
3 Amlodipin/Kaptopril Tablet
4 Amoksisilin 500 mg Tablet
5 Amoksisilin sirup Botol
6 Antasida tablet kunyah/antasida suspensi Tablet/Botol
7 Asam Askorbat (Vitamin C) Tablet
8 Asiklovir Tablet
9 Betametason salep Tube
10 Deksametason tablet/deksametason injeksi Tablet/Vial/Ampul
11 Diazepam injeksi 5 mg/ml Ampul
12 Diazepam Tablet
13 Dihidroartemsin+piperakuin (DHP) dan primaquin Tablet
14 Difenhidramin Inj. 10 mg/ml Ampul
15 Epinefrin (Adrenalin) injeksi 0,1 % (sebagai HCI) Ampul
16 Fitomenadion (Vitamin K) injeksi Ampul
17 Furosemid 40 mg/Hidroklorotiazid (HCT) Tablet
18 Garam Oralit serbuk Kantong
19 Glibenklamid/Metformin Tablet
20 Hidrokortison krim/salep Tube
Kotrimoksazol (dewasa) kombinasi tablet/Kotrimoksazol
21 Tablet/Botol
suspense
22 Lidokain inj Vial
23 Magnesium Sulfat injeksi Vial
60
%
40
20
Target 0
2020
Realisasi
2.500.000
1.908.074
2.000.000 1.814.443
1.500.000 1.366.171
1.000.000
500.000
-
(Rp. Juta) 2018 2019 2020
Alokasi
Sumber: Biro Perencanaan dan Anggaran
Tabel 4. Rekapitulasi Provinsi dan Kab/Kota yang mendapat Alokasi DAK Tahun 2018 -2020
100 5 5
7 3
90 3 4
80
70 Penyediaan Sarana
60 Pendukung IF
50 Pembangunan Baru /
(%) 90 91 92
40 Rehabilitasi IF
30 Penyediaan Obat dan
20 BMHP
10
0
2018 2019 2020
Rp. -
2020
Sumber: Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
Gambar 12. . Grafik Alokasi dan Realisasi DAK Non Fisik Sub bidang Pelayanan Kefarmasian
Tahun 2020 di Provinsi
7.000.000.000
6.000.000.000
5.000.000.000
4.000.000.000 Alokasi
3.000.000.000 6.149.667.000
Realisasi
2.000.000.000 4.256.981.651
1.000.000.000
-
(Rp.) 2020
Sumber: Dinas Kesehatan Provinsi
120.000.000.000
100.000.000.000
80.000.000.000
60.000.000.000 Alokasi
101.789.033.713
Realisasi
40.000.000.000 74.784.619.512
20.000.000.000
Rp. -
2020
Sumber: Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
Sesuai dengan resolusi WHA tahun 2013 tentang endgame Strategy on Polio
Eradication yang menyatakan bahwa seluruh negara sepakat untuk
menggantikan pemakaian tOPV dengan bOPV (yang hanya mengandung virus
polio serotype 1 dan 3). Indonesia dan negara SEARO telah menerima sertifikasi
bebas polio pada tanggal 27 Maret 2014 di New Delhi. Pada tanggal 17 April 2014,
ITAGI mengeluarkan rekomendasi tentang introduksi vaksin IPV dalam program
imunisasi nasional di mana Kementerian Kesehatan diharapkan melakukan
perubahan jadwal imunisasi secara bertahap yaitu tahap peralihan penambahan
satu dosis IPV dan perubahan dari tOPV menjadi bOPV. Indonesia mendapatkan
dukungan dari GAVI untuk pemenuhan kebutuhan vaksin IPV sejak tahun 2016
termasuk operasional kegiatan introduksi IPV melalui komponen New Vaccine
Support (NVS) IPV.
Nama
Alokasi Dana GAVI Pagu masuk DIPA Realisasi SP2HL
Proyek/Kegiatan
New Vaccine Support (NVS) Inactivated Polio Vaccine (IPV)
Pengadaan Vaksin
Rp. 214.535.446.361 Rp.213.574.930.000 Rp.213.574.905.720
IPV.
Dukungan
Rp.492.446.000 Rp.462.713.500
Management Cost
Sumber: Laporan Tahuna n Proyek Bantuan Hibah GAVI 20 20
600
514
500 439
400 Jumlah IF
286
300 Jumlah IF yang mengelola
200 obat program
Jumlah IF yang mengelola
100 34 34 obat program dan vaksin
17
-
IF Provinsi IF Kab/Kota
Sumber: Direktorat Tata Kelola Obat Publik dan Perbekkes
a. - Penah 3
b. - Tidak Pernah 0
1) Ada Tulisan 2
2) Tidak Ada Tulisan 0
8) Terdapat Box Untuk Penyimpanan Obat
1) Ada Box 2
2) Tidak Ada Box 0
b. Kendaraan roda dua
1) Cukup 2
2) Tidak Cukup 1
3) Tidak Ada 0
4) Berfungsi Semuanya 2
5) Berfungsi Sebagian 1
6) Tidak Berfungsi semuanya 0
7) Terdapat Tulisan Secara Permanen Kendaraan Operasional IFK
1) Ada Tulisan 1
2) Tidak Ada Tulisan 0
8) Terdapat Box Untuk Penyimpanan Obat
1) Ada Box 1
2) Tidak Ada Box 0
1) Tersedia 2
2) Tidak Tersedia 0
b. Ada petugas yang diberikan tanggung jawab khusus terhadap perencanaan
1) Ada 1
2) Tidak Ada 0
c. Tersedia SK Tim Perencanaan Obat Terpadu (TPOT)
1) Tersedia 2
2) Tidak Tersedia 0
d. TPOT mempunyai rencana kerja
1) Mempunyai Rencana Kerja 1
2) Tidak Mempunyai Rencana Kerja 0
e. Rencana Kebutuhan Obat (RKO) dikirim melalui e-monev katalog obat secara tepat waktu
1) Melakukan Pemeriksaan 1
2) Tidak Melakukan Pemeriksaan 0
3 Penyimpanan (Nilai Maksimal = 10) Nilai Sub Skor = Jumlah Penilaian sub-sub skor
x 10
10
a. Tersedia SOP/prosedur tertulis Penyimpanan Obat sesuai dengan format Permenpan dan RB Nomor
35 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan SOP AP
1) Tersedia 2
2) Tidak Tersedia 1
b. Ada petugas yang diberikan tanggung jawab khusus terhadap penyimpanan
1) Ada 1
2) Tidak Ada 0
c. Tersedia dokumen pencatatan suhu dan kelembaban di ruang penyimpanan
1) Tersedia 1
2) Tidak Tersedia 0
d. Ruang penyimpanan bersih dan rapi
1) Bersih 1
2) Tidak/kurang Bersih 0
e. Penyusunan obat menggunakan prinsip First Expired First Out (FEFO) dan First In First Out (FIFO)
1) Menggunakan Prinsip 1
2) Tidak Menggunakan Prinsip 0
f. Pengelompokan dilakukan secara jenis peruntukkan (program dan non program), bentuk sediaan,
alfabetis dan farmakologi
1) Dilakukan Pengelompokan 1
2) Tidak Dilakukan Pengelompokan 0
g. Dilakukan pengamatan mutu obat secara organoleptis dan dicatat dalam dokumen
1) Tersedia 2
2) Tidak Tersedia 0
b. Ada petugas yang diberikan tanggung jawab khusus terhadap distribusi
1) Ada 1
2) Tidak Ada 0
c. Tersedia jadwal distribusi
1) Tersedia 1
2) Tidak Tersedia 0
1) Tersedia 1
2) Tidak Tersedia 0
f. Melakukan pengecekan terhadap obat dan BMHP sebelum penyerahan
1) Melakukan 1
2) Tidak Melakukan 0
5 Pencatatan dan Pelaporan (Nilai Maksimal = 5) Nilai Sub Skor = Jumlah Penilaian sub-sub skor
x5
7
a. Tersedia SOP/ prosedur tertulis Pencatatan dan Pelaporan sesuai dengan format Permenpan dan RB
Nomor 35 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan SOP AP
1) Tersedia 2
2) Tidak Tersedia 0
b. Ada petugas yang diberikan tanggung jawab khusus terhadap pencatatan dan pelaporan
1) Ada 1
2) Tidak Ada 0
c. Kartu stok sudah diisi dengan benar
1) Sudah Benar 1
2) Belum benar 0
d. Tersedia Dokumen Dinamika Logistik Obat/ Laporan Mutasi Obat pada periode tertentu
1) Tersedia 1
2) Tidak Tersedia 0
e. Stok opname dilakukan secara periodik
1) Dilakukan Secara Periodik 1
2) Tidak Dilakukan Stok opname 0
f. Tersedia catatan tersendiri untuk obat rusak/kedaluwarsa
1) Tersedia 1
2) Tidak Tersedia 0
6 Pemusnahan (Nilai Maksimal = 5) Nilai Sub Skor = Jumlah Penilaian sub-sub skor
x5
6
a. Tersedia SOP/ prosedur tertulis Pemusnahan obat sesuai dengan format Permenpan dan RB Nomor
35 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan SOP AP
1) Tersedia 2
2) Tidak Tersedia 0
b. Jika dilakukan pemusnahan obat dan BMHP
1) Tersedia 1
2) Tidak Tersedia 0
7 Pengembangan Kompetensi (Nilai Maksimal = 5) Nilai Sub Skor = Jumlah Penilaian sub-sub skor
x5
1) Melakukan Melaksanakan 1
Supervisi/Bimbingan
2) Tidak Melakukan Melaksanakan 0
Supervisi/Bimbingan
c. Melaksanakan Pertemuan Koordinasi dengan Puskesmas
1) Melakukan Pertemuan 1
2) Tidak Melakukan Pertemuan 0
Total Skor Komponen Pengelolaan (B) = Jumlah hasil perhitungan nilai skor Sub komponen No. 1 s.d. No. 7
TOTAL SKOR PENILAIAN IFK SESUAI STANDAR = TOTAL SKOR KOMPONEN SUMBER DAYA (A) + TOTAL
SKOR KOMPONENPENGELOLAAN (B)
Sumber: Direktorat Tata Kelola Obat Publik dan Perbekkes
100
50
Target 0
Realisasi 2020
400 311
164 203
200
0
Jumlah IFK di Target 2020 Jumlah IFK Sesuai Jumlah IFK Tidak
Indonesia Standar Sesuai Standar
Sumber: Direktorat Tata Kelola Obat Publik dan Perbekkes
Dari 34 Provinsi, pada tahun 2020 terdapat 8 provinsi yang memiliki IFK
dengan rata-rata nilai skor sesuai dengan yang ditetapkan (skor diatas atau
sama dengan 80). Bagi provinsi yang memiliki IFK dengan rata-rata nilai skor
di bawah 80, pada tahun 2021 tetap akan dilakukan upaya pembinaan
melalui bimbingan teknis langsung ke IFK terkait.
2020
2020
UPTD
42,22%
Seksi Farmasi
53,50%
Lain-lain
11,87%
Apoteker
9,92%
Tenaga Teknis
Kefarmasian
Lain-lain
77,04%
37,16%
62,84%
5,25%
Memiliki 3 Biaya
Operasional
18,29% Memiliki 2 Biaya
40,47% Operasional
Memiliki 1 Biaya
Operasional
35,99%
Tidak Memiliki Biaya
Operasional
74,71%
75,00%
71,40%
70,00% 68,68%
65,00%
60,00%
Mempunyai Mempunyai Mempunyai Mempunyai Mempunyai Mempunyai
SOP SOP SOP SOP SOP SOP Distribusi
Pemusnahan Perencanaan Pencatatan Penyimpanan Penerimaan
dan
Pelaporan
120
97
100
80 68
60
40
20
0
Target 2020
Realisasi
Sumber: Direktorat Tata Kelola Obat Publik dan Perbekkes
50,72
50
2020
Grafik di atas adalah rincian per provinsi, dimana jumlah total Fasyankes
yang telah melaksanakan pelayanan kefarmasian sesuai standar sejumlah
3.010 Fasyankes dari 5.935 Fasyankes secara nasional.
Data diperoleh berdasarkan laporan pelaksanaan pelayanan
kefarmasian di Fasyankes yang rutin dilaporkan secara berjenjang mulai dari
Fasyankes, dinas kesehatan kabupaten/kota dan dinas kesehatan provinsi
sampai dengan Pusat, serta dari hasil monitoring dan bimbingan teknis
72% 71,50%
71%
Target
70%
70% Realisasi
69%
2020
Seperti terlihat pada gambar di atas, dapat dilihat bahwa pada tahun 2020
indikator persentase rumah sakit dengan penggunaan obat sesuai Fornas
memiliki target sebesar 70% dengan realisasi sebesar 71,50% atau dengan
capaian realisasi sebesar 102,14%.
Dalam pelayanan kefarmasian di rumah sakit masih ditemukan masalah dan
kendala antara lain kekurangan jumlah tenaga kefarmasian, terutama tenaga
apoteker, dan memiliki kompetensi yang memadai. Di samping itu, masih sulit
mendapatkan kelengkapan data dan informasi tentang pelaksanaan pelayanan
kefarmasian di rumah sakit. Untuk menghadapi berbagai kendala tersebut
beberapa upaya yang telah dilakukan antara lain advokasi kepada para pemangku
kepentingan tentang pentingnya penempatan tenaga kefarmasian di fasilitas
pelayanan kefarmasian, termasuk rumah sakit, mengadakan upaya peningkatan
mutu pelayanan kefarmasian dalam bentuk bimbingan teknis, pelatihan dan
workshop berbagai bidang terkait pelayanan kefarmasian bagi tenaga apoteker di
rumah sakit, serta mempermudah pelaporan pelayanan kefarmasian dari rumah
sakit dengan membuat inovasi pelaporan dengan menggunakan sistem informasi.
Pada tahun 2020, kegiatan Peningkatan Mutu Pelayanan Kefarmasian di
Rumah Sakit difokuskan pada peningkatan penerapan Formularium Nasional di
rumah sakit melalui kegiatan Penyusunan Pedoman Penyusunan Rencana
Kebutuhan Obat (RKO) dan Pengendalian Persediaan Obat di Rumah Sakit,
Pendampingan Apoteker di Pelayanan Kesehatan dalam Rangka Penerapan
Fornas, dan Pembuatan Aplikasi Analisis Farmakoekonomi.
Salah satu kendala rendahnya penerapan Fornas di rumah sakit dari sisi
pengadaan obat adalah belum adanya pedoman yang menjelaskan tentang
3. Gema Cermat
Dalam rangka percepatan upaya peningkatan kesadaran, kepedulian,
pengetahuan dan keterampilan masyarakat tentang pemilihan dan
penggunaan obat secara tepat dan rasional, serta untuk meningkatkan peran
apoteker dalam memberikan informasi dan edukasi yang memadai bagi
120%
100% 100%
80%
80%
60%
Gambar 41. Daftar Jenis Bahan Baku Sediaan Farmasi Dalam Negeri yang Siap Dima nfaatkan
oleh Industri Tahun 2020
NO BBO/BBOT INDUSTRI
1 Lamivudin PT Kimia Farma Sungwun Pharmacopia
2 Zidovudin PT Kimia Farma Sungwun Pharmacopia
3 Rosuvastatin PT Kimia Farma Sungwun Pharmacopia
4 Tenofovir PT Kimia Farma Sungwun Pharmacopia
5 nOPV2 PT Bio Farma
Sumber: Direktorat Produksi dan Distribusi Kefarmasian
Adapun strategi yang telah dilakukan untuk mengurangi impor Bahan Baku
Obat (BBO) sekaligus menciptakan kemandirian di sektor farmasi adalah:
a) Mendorong peningkatan penggunaan BBO produksi dalam negeri,
dengan mengadvokasi terbitnya Peraturan Menteri Perindustrian Nomor
16 Tahun 2020 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penghitungan Nilai
1. Ekstrak Jahe 17. Ekstrak Daun Kelor 33. Ekstrak Daun beluntas
2. Ekstrak Kayu Manis 18. Ekstrak Keladi Tikus 34. Ekstrak daun bungur
Cinnamomum burmanii
3. Ekstrak Biji Melinjo 19. Ekstrak Daun Katuk 35. Ekstrak Rosella
4. Phylantin (ekstrak daun 20. Ekstrak Daun Ungu 36. Ekstrak Daun
meniran) Tempuyung
5. Ekstrak Kunyit 21. Ekstrak Daun Jati Belanda 37. Ekstrak Daun dewa
6. Ekstrak Temulawak 22. Ekstrak Daun Sirsak 38. Ekstrak Biji Kelabet
10. Ekstrak Pegagan 26. Ekstrak Seledri 42. Ekstrak Purple Rice
and Brown Rice
prototype
11. Ekstrak Mengkudu 27. Ekstrak Cacing Tanah 43. Ekstrak Kakao dengan
High Theobromine
12. Ekstrak Bawang Putih 28. Ekstrak Jahe Emprit 44. Ekstrak Mahkota Dewa
13. Ekstrak Adas 29. Ekstrak Mikro Alga 45. Ekstrak Purwoceng
Tabel 9. Daftar hasil pengembangan bahan baku kimia (API) hingga tahun 2020
Daftar hasil pengembangan bahan baku kimia (API) hingga tahun 2020
19 Dinas Kesehatan Provinsi Bali (Kab. Karangasem dan Kab. Tabanan) 2019
Hingga akhir tahun 2020, PT. Bintang Toedjoe telah melakukan penjajakan
kerjasama dengan 3 daerah penerima P4TO yaitu Kota Pekalongan, Kabupaten
Bandung dan Kab Bondowoso, dengan Progress kerjasama sebagai berikut :
1. Telah dilakukan penandatanganan MoU antara Pemerintah Daerah
Kabupaten Bandung dengan PT. Bintang Toedjoe pada tanggal 12
September 2020, dan saat ini sedang dilakukan pembahasan draft PKS.
Gambar 50. Prosesi penandatanganan MoU dan PKS antara PT. Bintang Toedjoe
dengan P4TO Kabupaten Bandung
2. P4TO Kota Pekalongan, masih dalam pembahasan MoU dan PKS dengan
Pemerintah Kota Pekalongan dan telah dilaksanakan uji coba
pengeringan simplisia.
3. Telah dilakukan FGD yang difasilitasi oleh Direktorat Produksi dan
Distribusi Kefarmasian melalui zoom meeting antara PT. Bintang Toedjoe
dan Pemerintah Bondowoso pada tanggal 23 Desember 2020 untuk
menindaklanjuti potensi kerjasama.
Selain fasilitasi pertemuan lintas sektor di atas, upaya yang telah dilakukan
peningkatan P4TO pada tahun 2020 antara lain:
a) Perbaikan penilaian teknis dalam rangka revitalisasi P4TO sehingga lebih
tepat sasaran dan sesuai dengan terget program.
b) Penyusunan rancangan sistem pelaporan digitalisasi bagi P4TO dan PED
Tahun 2020
Indikator Kinerja Kegiatan
Target Realisasi Capaian
Jumlah Alat Kesehatan 35 35 100%
yang diproduksi di dalam
negeri
Target pencapaian kinerja untuk indikator jumlah alat kesehatan yang siap
diproduksi di dalam negeri (kumulatif) tahun 2020 ditetapkan sejumlah 35 jenis.
Adapun capaian jumlah alat kesehatan yang siap diproduksi di dalam negeri
tahun 2020 adalah sejumlah 7 jenis. Dikarenakan pengukuran indikator ini
dilakukan secara kumulatif, maka jumlah alat kesehatan yang siap diproduksi di
dalam negeri tahun 2020 adalah sejumlah 35 jenis atau mencapai 100% dari
target yang ditetapkan untuk tahun 2020 sejumlah 35 jenis. Jumlah 35 jenis
tersebut terdiri dari capaian tahun 2015 sejumlah 3 jenis, tahun 2016 sejumlah 4
jenis, tahun 2017 sejumlah 7 jenis, tahun 2018 sejumlah 7 jenis, tahun 2019
sejumlah 7 jenis, dan tahun 2020 sejumlah 7 jenis.
Jenis/varian alat kesehatan yang diproduksi di dalam negeri tahun 2020:
a) GP Rapid HAV IgG/IgM (AKD 20303020003)
GB Rapid HAV IgG/IgM telah memiliki Nomor Izin Edar KEMENKES RI AKD
20303020003 dengan jenis produk Hepatitis A virus (HAV) serological assays
produksi dalam negeri di Indonesia. GB Rapid HAV IgG/IgM didaftarkan dan
diproduksi oleh PT. GENBODY INDONESIA SEHAT. GB Rapid HAV IgG/IgM
merupakan alat uji imunokromatografi untuk mendeteksi dan membedakan
BioCoV-19 RT-PCR kit telah memiliki Nomor Izin Edar KEMENKES RI AKD
20303020600 dengan jenis produk Respiratory viral panel multiplex nucleic
acid assay produksi dalam negeri di Indonesia. BioCoV-19 RT-PCR
didaftarkan dan diproduksi oleh PT. BIO FARMA (PERSERO). Produk ini
merupakan reagen PCR untuk mendeteksi COVID-19.
Tabel 15. Pencapaian Indikator Kinerja Kegiatan Persentase Penilaian Pre -Market alat
kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga (PKRT) yang diselesaikan Tepat Waktu
Sesuai Good Review Practice Tahun 2020
Tahun 2020
Indikator Kinerja Kegiatan
Target Realisasi Capaian
Persentase penilaian pre- 90% 99,30% 110,33%
market alat kesehatan dan
perbekalan kesehatan rumah
tangga (PKRT) yang
diselesaikan tepat waktu
sesuai Good Review Practices
Sumber: Direktorat Penilaian Alat Kesehatan dan PKRT
Gambar 62. Jumlah Permohonan Izin Edar Produk Alat Kesehatan dan PKRT Tahun 2020
Dari Gambar 62, jumlah permohonan izin edar alat kesehatan dan PKRT
dapat diketahui bahwa per 31 Desember 2020 terdapat 1.670 permohonan
yang ditolak dari 30.927 permohonan yang selesai dievaluasi atau sekitar
5,39%, hal ini disebabkan antara lain:
1) Dokumen hasil pengujian mutu produk tidak memenuhi syarat;
2) Dokumen administratif tidak sesuai dengan persyaratan;
3) Dokumen terindikasi dipalsukan oleh pemohon dan pemohon tidak
dapat menunjukkan dokumen asli pada saat diminta.
Tabel 16. Perkembangan Jumlah Permohonan Izin Edar Alat Kesehatan dan PKRT dari
Tahun 2016-2020
TAHUN
JENIS PERIZINAN
2016 2017 2018 2019 2020
Alat Kesehatan (Alkes) 9.834 11.129 13.271 15.538 18.643
Alkes In Vitro Diagnostik (IVD) 3.754 4.808 5.011 5.435 6.260
Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT) 1.665 2.271 3.136 3.395 7.138
Total 15.253 18.208 21.418 24.368 32.041
Sumber: Direktorat Penilaian Alat Kesehatan dan PKRT
15000
10000
5000
0
2016 2017 2018 2019 2020
Apabila terdapat Fasyankes yang menggunakan produk RDT –Ag tanpa izin
edar, maka dapat dikenakan sanksi sesuai Pasal 196 dalam Undang-undang
Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Adapun informasi mengenai produk
RDT –Ag yang telah terdaftar izin edarnya dapat akses di sistem infoalkes
Kementerian Kesehatan (http://infoalkes.kemkes.go.id/) dan alkes mobile.
2000
1500
1000 2017
500 2018
2019
0
a) Industri Farmasi
Perkembangan jumlah dan jenis produk yang diproduksi oleh industri
farmasi dalam negeri serta kebijakan Pemerintah yang kondusif telah
mendorong sarana industri farmasi Indonesia hingga menjadi salah satu
industri yang berkembang cukup pesat dengan jumlah konsumen yang terus
bertambah. Tercatat bahwa pada tahun 2019 di Indonesia terdapat 225
industri farmasi di Indonesia. Dapat dipahami bahwa tidak seluruh provinsi
memiliki industri farmasi dimana cakupan industri tersebut berskala nasional
bahkan multinasional. Pada tahun 2017-2019, industri farmasi yang ada
hanya tersebar di 9 provinsi sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 66 dan
Tabel 17 Provinsi DKI Jakarta memiliki jumlah industri farmasi terbanyak
100
80
2017
60
2018
40 2019
20
0
Sumut Sumbar Sumsel DKI Jabar Jateng DIY Jatim Banten
Tabel 17. Jumlah Industri Farmasi per Provinsi Tahun 2017 -2019
Industri Farmasi
No Provinsi
Tahun 2017 Tahun 2018 Tahun 2019
1 Sumatera Utara 4 3 3
2 Sumatera Barat 1 1 1
3 Sumatera Selatan 1 0 2
4 DKI Jakarta 37 38 77
5 Jawa Barat 95 111 70
6 Jawa Tengah 21 21 20
7 DI Yogyakarta 1 1 1
8 Jawa Timur 43 46 33
9 Banten 24 27 18
Total 227 248 225
Sumber: Direktorat Produksi dan Distribusi Kefarmasian
50
45
40
35
30
25 2017
20 2018
15
2019
10
5
0
IOT/IEBA
No Provinsi
Tahun 2017 Tahun 2018 Tahun 2019
1 Sumatera Utara 0 1 1
2 Sumatera Selatan 1 1 1
3 DKI Jakarta 18 18 18
4 Jawa Barat 41 47 45
5 Jawa Tengah 19 21 15
6 DI Yogyakarta 1 1 1
7 Jawa Timur 13 15 15
8 Banten 16 17 19
9 Bali 1 1 1
10 Kalimantan Selatan 2 2 2
11 Sulawesi Selatan 1 1 1
12 Gorontalo 2 2 1
Total 115 127 120
Sumber: Direktorat Produksi dan Distribusi Kefarmasian
1000
900
800
700
600
500 2017
400
2018
300
2019
200
100
0
Riau
Banten
NTB
Kalbar
Kaltim
Sulut
Sumsel
DIY
NTT
Kalsel
Kalteng
Maluku
Lampung
DKI
Jatim
Sumut
Jambi
Jabar
Aceh
Sumbar
Jateng
Bali
Kaltara
Kepri
Sulsel
Gorontalo
Sumber: Dinas Kesehatan Provinsi/Kabupaten/Kota
100
90
80
70
60
50 2017
40
2018
30
20 2019
10
0
Tabel 21. Jumlah Sarana Produksi Alat Kesehatan per Provinsi Tahun 2017-2019
Produksi Alat Kesehatan
No Provinsi
Tahun 2017 Tahun 2018 Tahun 2019
1 Aceh 0 1 1
2 Sumatera Utara 8 9 11
3 Sumatera Barat 1 1 0
4 Jambi 0 0 0
5 Sumatera Selatan 1 1 2
6 Kep. Riau 8 8 8
7 Lampung 0 0 0
8 DKI Jakarta 32 35 65
9 Jawa Barat 69 84 87
10 Jawa Tengah 30 38 45
11 DI Yogyakarta 3 3 5
12 Jawa Timur 30 44 47
13 Banten 23 30 42
14 Bali 1 1 1
15 Nusa Tenggara Barat 1 1 1
16 Kalimantan Barat 1 1 1
17 Sulawesi Selatan 0 1 1
Total 208 258 317
Sumber: Direktorat Pengawasan Alat Kesehatan dan PKRT
Produksi PKRT
No Provinsi
Tahun 2017 Tahun 2018 Tahun 2019
1 Sumatera Utara 14 14 16
2 Sumatera Barat 0 0 1
3 Riau 1 1 0
4 Jambi 2 2 2
5 Sumatera Selatan 1 2 2
6 Lampung 3 3 4
7 Kep. Riau 1 1 2
8 DKI Jakarta 27 31 82
9 Jawa Barat 69 84 91
10 Jawa Tengah 36 41 39
11 DI Yogyakarta 1 3 4
12 Jawa Timur 43 55 62
13 Banten 49 62 58
14 Bali 1 1 1
15 Kalimantan Selatan 1 2 1
16 Sulawesi Utara 1 1 1
17 Sulawesi Selatan 4 2 2
Total 254 305 368
Sumber: Direktorat Pengawasan Alat Kesehatan dan PKRT
g) Industri Kosmetika
Industri Kosmetika di Indonesia saat ini sedang berkembang pesat dan
masyarakat perlu dilindungi dari peredaran dan penggunaan kosmetika yang
tidak memenuhi persyaratan mutu, keamanan dan kemanfaatan
sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 1176/Menkes/Per/VIII/2010 tentang Notifikasi Kosmetika dan
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2018
tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik Sektor
Kesehatan. Gambar 66 dan Tabel 29 menunjukkan cakupan jumlah sarana
industri kosmetika yang tersebar di 20 provinsi di Indonesia tahun 2017-
2019.
Sumsel
Jawa Tengah
Banten
Kalbar
Kalsel
NTB
DI Yogyakarta
Lampung
Sumut
Jambi
DKI Jakarta
Aceh
Sumbar
Jawa Barat
Jawa Timur
Bali
Sulsel
Gorontalo
Kep. Riau
Tabel 23. Jumlah Industri Kosmetika per Provinsi Tahun 2017 -2019
INDUSTRI KOSMETIKA
No Provinsi
Tahun 2017 Tahun 2018 Tahun 2019
1 Aceh 0 0 2
2 Sumatera Utara 21 21 26
3 Sumatera Barat 5 5 5
4 Jambi 1 1 1
5 Riau 1 2 2
6 Lampung 3 4 4
7 Kep. Riau 0 1 2
8 Sumatera Selatan 0 0 1
9 DKI Jakarta 86 82 97
10 Jawa Barat 112 131 153
11 Jawa Tengah 55 65 76
12 DI Yogyakarta 16 16 21
13 Jawa Timur 107 114 132
14 Banten 76 89 96
15 Bali 29 33 41
16 Kalimantan Barat 1 3 3
17 Kalimantan Selatan 8 8 8
18 Sulawesi Selatan 3 6 9
19 Gorontalo 1 1 1
20 Nusa Tenggara Barat 0 0 3
Total 525 582 683
Sumber: Direktorat Produksi dan Distribusi Kefarmasian
30000
25000
20000 2017
2018
15000
2019
10000
5000
0
PBF Apotek Toko Obat PAK
7% 5%
22%
PBF
Apotek
Toko Obat
PAK
66%
Aceh
Sumut
Sumbar
Riau
Jambi
Sumsel
Bengkulu
Lampung
Babel
Kepri
DKI
Jabar
Jateng
DIY
Jatim
Banten 2017
Bali 2018
NTB
2019
NTT
Kalbar
Kalteng
Kalsel
Kaltim
Kaltara
Sulut
Sulteng
Sulsel
Sultra
Gorontalo
Sulbar
Maluku
Malut
Papua Barat
Papua
Aceh
Sumut
Sumbar
Riau
Jambi
Sumsel
Bengkulu
Lampung
Babel
Kepri
DKI
Jabar
Jateng
DIY
Jatim
Banten 2017
Bali 2018
NTB
2019
NTT
Kalbar
Kalteng
Kalsel
Kaltim
Kaltara
Sulut
Sulteng
Sulsel
Sultra
Gorontalo
Sulbar
Maluku
Malut
Papua Barat
Papua
Aceh
Sumut
Sumbar
Riau
Jambi
Sumsel
Bengkulu
Lampung
Babel
Kepri
DKI
Jabar
Jateng
DIY
Jatim
Banten 2017
Bali 2018
NTB
2019
NTT
Kalbar
Kalteng
Kalsel
Kaltim
Kaltara
Sulut
Sulteng
Sulsel
Sultra
Gorontalo
Sulbar
Maluku
Malut
Papua Barat
Papua
Aceh
Sumut
Sumbar
Riau
Jambi
Sumsel
Bengkulu
Lampung
Babel
Kepri
DKI
Jabar
Jateng
DIY
Jatim
2017
Banten
2018
Bali
NTB 2019
NTT
Kalbar
Kalteng
Kalsel
Kaltim
Kaltara
Sulut
Sulteng
Sulsel
Sultra
Gorontalo
Maluku
Malut
Papua Barat
Papua
Gambar 89. Rekapitulasi Sarana Produksi dan Distribusi Alkes dan PKRT yang Telah
Mengirimkan Pelaporan Melalu i e-Report Alkes Tahun 2018-2020
1000 933933
900
760
800
700
600
500
400
300
200 91 108
100 42 42 42 42
0
IPAK Produsen Alkes Produsen PKRT Importir PKRT Jumlah Provinsi
P. E-Fornas
Aplikasi e-fornas telah dikembangkan sejak tahun 2016 merupakan upaya
pengembangan proses pengusulan Fornas secara online sebagai media publikasi
dalam mewujudkan transparansi dalam penyusunan Formularium Nasional
(Fornas). Aplikasi ini dapat diakses melalui alamat www.e-
fornas.binfar.kemkes.go.id. Dengan adanya e-fornas maka akan mempersingkat
dan mempermudah proses usulan dalam Fornas, mempermudah proses
penyajian laporan dalam proses penyusunan Fornas, mempermudah pengarsipan
dokumen penyusunan Fornas, mempermudah akses masyarakat terhadap Fornas
dan meningkatkan penerapan Fornas sebagai acuan penggunaan obat dalam
pelayanan kesehatan pada era JKN. Untuk itu berbagai fitur telah dikembangkan,
seperti sistem pencarian data obat yang mudah dengan metode pengetikan auto
complete, alur pengusulan secara online dengan SOP pemberian feedback bagi
pengusul dalam waktu 5 hari kerja, fasilitas tracking data usulan mandiri oleh
pengusul dan sistem reporting perubahan obat dalam Fornas.
Syarat Usulan:
• Data sarana pengusul
(nama sarana, alamat,
email, no telepon/
handphone, dll).
Input Login/ • Menginput data obat yang
Register (new user) diusulkan.
• Upload scan surat
pengantar yang telah dicap
dan ttd dalam bentuk PDF.
• Upload scan form usulan
yang telah di cap dan ttd
dalam bentuk PDF.
• Upload jurnal pendukung
usulan.
• Save/submit usulan.
Pengusul menginput
usulan FORNAS
Data yang diverifikasi:
Kebenaran data sarana
pengusul.
Kelengkapan dan
ketepatan surat pengantar,
form usulan dan jurnal
Save? pendukung.
Tidak Memeriksa NIE obat yang
diusulkan beserta approval
indikasi dari BPOM.
Usulan ditolak jika:
Ya 1. Data sarana tidak valid.
2. Surat pengantar dan form
usulan tidak lengkap.
3. Obat belum memiliki NIE
BPOM.
4. Indikasi tidak sesuai
Tim Admin e-FORNAS dengan approval BPOM.
memverifikasi validitas 5. Jurnal tidak relevan dengan
usulan obat yang diusulkan.
…..
Ya
Tim Admin e-Fornas membagi jadwal Usulan yang diverifikasi adalah usulan
pembahasan per kelas terapi yang diinput sebelum batas akhir
pengusulan
Tahapan dalam sistem:
Pembahasan usulan obat per kelas • “Dalam Proses
terapi Pembahasan”
oleh Tim Ahli Tambahan Status:
• “Negosiasi” untuk
daftar obat yang
membutuhkan
Hasil
sementara
Tahapan dalam sistem:
A. “Usulan Diterima”
Hasil rapat pembahasan disahkan oleh B. “Usulan Ditolak” dengan
Menteri Kesehatan dalam bentuk mencantumkan alasan
Fornas Sistem otomatis
mengirimkan email
notifikasi usulan. Direktorat
Pelayanan Kefarmasian
Fornas yang telah disahkan mengirimkan surat resmi ke
dipublikasikan secara online dalam e- pengusul
Fornas
6,75%
Instalasi
29,93%
20,07% Input Data
Distribusi
Integrasi
12,23%
LPLPO
31,02%
S. SEPAKAT
Sekretariat Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan sebagai
Instansi pembina jabatan fungsional Apoteker dan Asisten Apoteker sebagaimana
ketentuan PermenPAN Nomor Per/07/M.PAM/4/2008 tentang Jabatan
Fungsional Apoteker dan Angka Kreditnya dan PermenPAN No.
Per/08/M.PAM/4/2008 tentang Jabatan Fungsional Asisten Apoteker dan Angka
Kreditnya. Sekretariat Ditjen Farmalkes telah melakukan upaya peningkatan
sistem pengelolaan Penilaian Daftar Usulan Penetapan Angka Kredit dengan
menyediakan aplikasi SEPAKAT (Sistem Elektronik Penilaian Angka Kredit
Apoteker dan Asisten Apoteker) melalui website sepakat.kemkes.go.id yang
bertujuan untuk membantu pemangku Jabatan Fungsional Apoteker dan Asisten
Apoteker dalam melaporkan dan menyusun Daftar Usulan Penetapan Angka
Kredit, dengan menggunakan aplikasi SEPAKAT maka seluruh laporan kearsipan
yang dibutuhkan akan tersusun secara efektif, efisien, dan aman.
T. E-Desk
Pemanfaatan teknologi informasi untuk meningkatkan efektivitas
penyelesaian pekerjaan sudah menjadi kebutuhan utama. Bagi pekerjaan
administratif di lingkup pemerintahan, penerapan teknologi informasi akan
menghemat waktu penyelesaian pekerjaan, dan menambah nilai tambah bagi
hasil pekerjaan. Hal serupa merupakan keniscayaan yang harus dilakukan
kegiatan dukungan manajerial pelaksanaan Program Kefarmasian dan Alat
Kesehatan.
Pemanfaatan teknologi informasi dapat dilakukan pada berbagai aspek
pelaksanaan kegiatan, dari perencanaan, operasional, monitoring, dan evaluasi.
Pelaksanaan tahap-tahap tersebut melibatkan data yang tidak sedikit, sehingga
pemanfaatan teknologi informasi akan meningkatkan kualitas pelaksanaan
kegiatan.
Perencanaan Dana Alokasi Khusus (DAK) Sub bidang Pelayanan Kefarmasian
merupakan salah satu tahap administrasi yang harus dilakukan dalam rangkaian
pendanaan DAK bagi provinsi dan kabupaten/kota. Perencanaan DAK pada tahap
akhir adalah menyusun Rencana Kerja Anggaran (RKA) terhadap pagu alokasi
yang telah diterbitkan, yang dilakukan bersama antara Kementerian Kesehatan
dengan Dinas Kesehatan penerima alokasi DAK. Berdasarkan evaluasi terhadap
5.000,00 90,00
82,20
4.000,00
80,00
3.000,00 68,78
70,00
2.000,00
1.000,00 60,00
- 50,00
2016 2017 2018 2019 2020
Tabel 28. Alokasi dan Realisasi Anggaran Satker Pusat Ditjen Farmalkes Tahun 2016 -2020
Tahun Alokasi (Rp.) Realisasi (Rp.) Persentase (%)
2016 2.731.254.320.000 2.666.579.319.125 97,63
2017 3.318.521.290.000 3.292.284.398.892 99,21
2018 5.021.359.848.000 4.127.320.708.593 82,20
2019 2.793.475.661.000 1.921.448.952.814 68,78
2020 4.170.702.528.000 4.043.688.711.837 96,95
Sumber: Bagian Keuangan dan BMN, Setditjen Farmalkes
90,00
50,00
40,00 80,00
30,00 70,00
20,00
60,00
10,00
- 50,00
2016 2017 2018 2019 2020
Tabel 30. Alokasi dan Realisasi Anggaran Satker Dekonsentrasi Ditjen Farmalkes Tahun 2016-
2020
Tahun Alokasi(Rp.) Realisasi (Rp.) Persentase (%)
2016 65.000.000.000 56.550.655.569 87,00
2017 49.077.362.000 44.834.050.706 91,35
2018 65.000.000.000 59.826.656.990 92,04
2019 62.000.000.000 57.882.118.785 93,36
2020 11.574.523.000 10.975.165.921 94,82
Sumber: Bagian Keuangan dan BMN, Setditjen Farmalkes
Tabel 31. Alokasi dan Realisasi Anggaran Ditjen Farmalkes Tahun 2016 -2020
Tahun Alokasi(Rp.) Realisasi (Rp.) Persentase (%)
2016 2.796.254.320.000 2.723.129.974.694 97,38
2017 3.367.598.652.000 3.337.118.449.598 99,09
2018 5.086.359.848.000 4.187.147.365.583 82,32
2019 2.855.475.661.000 1.979.331.071.599 69,32
2020 4.182.277.051.000 4.054.663.877.758 96,95
Sumber: Bagian Keuangan dan BMN, Setditjen Farmalkes
Dilihat dari sisi Laporan Keuangan, Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat
Kesehatan telah berhasil memperoleh opini WTP (Wajar Tanpa Pengecualian)
secara berturut-turut dari tahun 2012 sampai dengan tahun 2019. Pencapaian ini
merupakan sebuah prestasi yang harus terus dipertahankan karena pada tahun
2010 dan 2011 opini BPK atas Laporan Keuangan Kementerian Kesehatan masih
Disclaimer dan WDP (Wajar Dengan Pengecualian). Opini WTP mencerminkan
telah memadainya sistem pengendalian internal dan tidak ada salah saji yang
material atas pos-pos Laporan Keuangan. Secara keseluruhan Laporan Keuangan
telah menyajikan secara wajar sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintah.
Berikut perbandingan opini BPK atas Laporan Keuangan Kementerian Kesehatan
dengan Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan.
Tabel 32. Penilaian Laporan Keuangan Ditjen Farmalkes Tahun 2010 -2020
Opini Laporan Keuangan Nilai Planning Materiality
No Tahun
Ditjen Farmalkes (PM)
1 2012 WTP 0,000
2 2013 WTP 0,000
3 2014 WTP 0,000
4 2015 WTP 0,000
5 2016 WTP 0,000
6 2017 WTP 0,000
7 2018 WTP 0,000
8 2019 WTP 0,000
9 2020 WTP 0,000
Sumber: Bagian Keuangan dan BMN, Setditjen Farmalkes
B. Inventaris
Inventaris di lingkungan Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan
berkaitan erat dengan Peralatan dan Mesin. Saldo Peralatan dan Mesin per 31
Desember 2020 adalah sebesar Rp.48.297.566.385,00. Nilai tersebut berasal dari
Persediaan
3%
5%
pelaksana
Mahir
52%
Ahli Pertama
83%
Ahli Muda
Ahli Madya
51% Pengawas
40%
Pratama
14% 17%
Madya
Jabatan Pimpinan Jabatan Jabatan Fungsional Jabatan Pelaksana
Tinggi Administrasi
2 Jawa Barat 1.328.088.000 1.119.883.155 84,32 2.393.564.000 2.088.546.573 87,26 391.070.000 287.540.036 73,53
3 Jawa Tengah 2.619.348.000 2.114.323.158 80,72 2.575.686.000 2.334.011.150 90,62 455.820.000 405.547.008 88,97
4 D.I. Yogyakarta 1.392.216.000 1.334.643.391 95,86 1.249.927.000 1.200.109.899 96,01 116.491.000 115.799.850 99,41
5 Jawa Timur 2.322.388.000 2.009.420.577 86,52 2.438.153.000 2.249.905.319 92,28 349.478.000 312.317.300 89,37
6 Aceh 2.136.330.000 1.967.458.444 92,10 2.142.505.000 2.069.232.200 96,58 180.000.000 178.112.500 98,95
7 Sumatera Utara 2.242.026.000 2.112.349.157 94,22 2.550.702.000 2.483.654.750 97,37 314.394.000 270.572.400 86,06
8 Sumatera Barat 2.260.374.000 1.958.931.414 86,66 1.768.503.000 1.616.790.436 91,42 274.162.000 259.469.438 94,64
9 Riau 1.990.154.000 1.800.278.600 90,46 1.977.850.000 1.862.037.300 94,14 367.523.000 367.469.100 99,99
10 Jambi 1.905.782.000 1.834.528.610 96,26 1.340.674.000 1.298.239.912 96,83 423.494.000 421.539.921 99,54
11 Sumatera Selatan 1.854.045.000 1.746.112.912 94,18 1.508.142.000 1.425.427.109 94,52 350.489.000 343.775.328 98,08
12 Lampung 2.166.227.000 2.155.487.703 99,50 1.486.070.000 1.460.759.450 98,30 194.182.000 194.172.600 100,00
13 Kalimantan Barat 1.661.922.000 1.424.597.000 85,72 1.914.812.000 1.752.529.660 91,52 632.372.000 622.589.800 97,99
14 Kalimantan Tengah 1.890.295.000 1.794.129.565 94,91 1.601.735.000 1.568.071.724 97,90 259.917.000 251.078.000 96,60
15 Kalimantan Selatan 1.933.151.000 1.871.888.048 96,83 1.405.290.000 1.368.484.460 97,38 341.253.000 339.648.315 99,53
16 Kalimantan Timur 1.812.271.000 1.518.317.211 83,78 1.958.657.000 1.700.312.682 86,81 265.141.000 221.960.050 83,71
17 Sulawesi Utara 2.103.552.000 2.100.298.667 99,85 2.004.974.000 1.993.802.000 99,44 405.625.000 406.263.000 99,66
19 Sulawesi Selatan 2.562.703.000 2.444.385.613 95,38 1.911.360.000 1.800.315.824 94,19 388.992.000 370.055.886 95,13
20 Sulawesi Tenggara 1.981.358.000 1.908.325.326 96,31 1.868.440.000 1.774.818.500 94,99 335.592.000 334.704.900 99,74
21 Maluku 1.724.412.000 1.522.216.995 88,27 2.046.700.000 1.895.280.562 92,60 466.427.000 426.328.960 91,40
22 Bali 1.754.304.000 1.689.296.549 96,29 1.391.537.000 1.351.345.655 97,11 199.761.000 180.026.900 90,12
23 Nusa Tenggara Barat 1.639.004.000 1.457.248.966 88,91 1.658.942.000 1.595.189.740 96,16 244.258.000 233.727.900 95,69
24 Nusa Tenggara Timur 2.406.386.000 2.194.889.570 91,21 2.309.488.000 2.154.863.413 93,30 431.883.000 431.583.000 99,93
25 Papua 2.315.412.000 2.188.418.950 94,52 2.448.748.000 2.150.319.416 87,81 320.000.000 248.390.571 77,62
26 Bengkulu 1.778.883.000 1.742.088.800 97,93 1.293.515.000 1.282.063.900 99,11 258.144.000 257.816.200 99,87
27 Maluku Utara 1.746.443.000 1.737.691.000 99,50 2.042.656.000 2.016.844.000 98,74 632.639.000 622.495.000 98,40
28 Banten 1.312.201.000 1.181.152.029 90,01 1.742.587.000 1.183.286.809 67,90 193.927.000 188.902.725 97,41
29 Kepulauan Bangka Belitung 1.803.826.000 1.597.546.000 88,56 1.397.644.000 1.381.083.265 98,82 343.835.000 338.626.250 98,49
30 Gorontalo 1.470.985.000 1.449.525.976 98,54 1.223.014.000 1.212.147.582 99,11 420.000.000 418.191.794 99,57
31 Kepulauan Riau 1.632.348.000 1.440.710.100 88,26 1.776.018.000 1.538.547.500 86,63 220.228.000 212.635.950 96,55
32 Papua Barat 2.523.672.000 2.069.026.781 81,98 1.927.232.000 1.680.321.610 87,19 370.003.000 325.675.883 88,02
33 Sulawesi Barat 1.035.534.000 995.311.350 96,12 1.324.954.000 1.276.636.585 96,35 386.850.000 386.337.100 99,87
34 Kalimantan Utara 1.303.972.000 1.079.962.761 82,82 1.740.990.000 1.614.839.118 92,75 361.520.000 327.766.634 90,66
TOTAL 65.000.000.000 59.826.656.990 92,04 62.000.000.000 57.882.118.785 93,36 11.574.523.000 10.975.165.921 94,82
9 Phlobaphene 2016
13 Fraksi Gel Terstandar dan Fraksi Antrakinon Terstandar Daun Lidah 2016
Buaya (Aloe vera L.)
14 Ekstrak Terstandar Daun Sendok (Plantago major) 2016
19 Kombinasi Ekstrak Air Tempuyung (Sonchus arvensis) dan Keji Beling 2017
(Strobilanthes cripus)
20 Amilum Sagu (Metroxylon SP) Terpregelatinasi 2017
24 Sefalosporin C 2018
29 Kuersetin Kalium Bisulfat dari Daun Beluntas (Pluchea indica (L.) Less) 2018
46 Ekstrak Terstandar Daun Cengkeh (Syzygium aromaticum (L.) Merr. & 2019
Perry.)
47 Glukosamin 2019
48 7-ACA 2019
51 Lamivudin 2020
52 Zidovudin 2020
53 Rosuvastatin 2020
54 Tenofovir 2020
55 nOPV2 2020