You are on page 1of 15

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kestabilan dari suatu lereng pada kegiatan penambangan dipengaruhi


oleh kondisi geologi daerah setempat, bentuk keseluruhan lereng pada lokasi
tersebut, kondisi air tanah setempat, faktor luar seperti getaran akibat
peledakan ataupun alat mekanis yang beroperasi dan juga dari teknik
penggalian yang digunakan dalam pembuatan lereng. Faktor pengontrol ini
jelas sangat berbeda untuk situasi penambangan yang berbeda dan sangat
penting untuk memberikan aturan yang umum untuk menentukan seberapa
tinggi atau seberapa landai suatu lereng untuk memastikan lereng itu akan
tetap stabil.
Apabila kestabilan dari suatu lereng dalam operasi penambangan
meragukan, maka analisa terhadap kestabilannya harus dinilai berdasarkan
dari struktur geologi, kondisi air tanah dan faktor pengontrol lainnya yang
terdapat pada suatu lereng.
Kestabilan lereng penambangan dipengaruhi oleh geometri lereng,
struktur batuan, sifat fisik dan mekanik batuan serta gaya luar yang bekerja
pada lereng tersebut. Suatu cara yang umum untuk menyatakan kestabilan
suatu lereng penambangan adalah dengan faktor keamanan. Faktor ini
merupakan perbandingan antara gaya penahan yang membuat lereng tetap
stabil, dengan gaya penggerak yang menyebabkan terjadinya longsor.
Cara analisis kestabilan lereng secara garis besar dapat dibagi menjadi tiga
kelompok yaitu: cara pengamatan visual, cara komputasi dan cara grafik.

Pemantauan stabilitas lereng bisa dilakukan secara visual dan pemantauan


menggunakan alat.

B. Rumusan Masalah

1. Apa faktor yang mempengaruhi kestabilan lereng?

2. Bagaimana cara menganalisis kestabilan lereng?

1
3. Bagaimana cara pemantauan kestabilan lereng?

4. Apa masalah pemantauan kestabilan lereng menggunakan radar?

C. Tujuan Penulisan

1. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kestabilan lereng.

2. Mengetahui cara mengalisis kestabilan lereng.

3. Mengetahui cara pemantauan lereng menggunakan alat.

4. Mengetahui masalah pemantauan lereng menggunakan radar.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Faktor yang Mempengaruhi Kestabilan Lereng

1. Kuat Geser Tanah atau Batuan


Kekuatan yang sangat berperan dalam analisa kestabilan lereng
terdiri dari sifat fisik dan sifat mekanik dari batuan tersebut. Sifat fisik
batuan yang digunakan dalam menganalisa kemantapan lereng adalah
bobot isi tanah (), sedangkan sifat mekaniknya adalah kuat geser batuan
yang dinyatakan dengan parameter kohesi (c) dan sudut geser dalam ().
2. Struktur geologi
Keadaan struktur geologi yang harus diperhatikan pada analisa
kestabilan lereng penambangan adalah bidang-bidang lemah dalam hal ini
bidang ketidakselarasan (discontinuity).
Ada dua macam bidang ketidakselarasan yaitu :
1. Mayor discontinuity, seperti kekar dan patahan.
2. Minor discontinuity, seperti kekar dan bidang-bidang perlapisan.

3
Struktur geologi ini merupakan hal yang penting di dalam analisa
kemantapan lereng karena struktur geologi merupakan bidang lemah di
dalam suatu masa batuan dan dapat menurunkan atau memperkecil
kestabilan lereng.

3. Geometri lereng
Geometri lereng yang dapat mempengaruhi kestabilan lereng
meliputi tinggi lereng, kemiringan lereng dan lebar berm (b), baik itu
lereng tunggal (Single slope) maupun lereng keseluruhan (overall slope).
Suatu lereng disebut lereng tunggal (Single slope) jika dibentuk oleh satu
jenjang saja dan disebut keseluruhan (overall slope) jika dibentuk oleh
beberapa jenjang.
Lereng yang terlalu tinggi akan cenderung untuk lebih mudah
longsor dibanding dengan lereng yang tidak terlalu tinggi dan dengan
jenis batuan penyusun yang sama atau homogen. Demikian pula dengan
sudut lereng, semakin besar sudut kemiringan lereng, maka lereng
tersebut akan semakin tidak stabil. Sedangkan semakin besar lebar berm
maka lereng tersebut akan semakin stabil.
4. Tinggi muka air tanah
Muka air tanah yang dangkal menjadikan lereng sebagian besar
basah dan batuannya mempunyai kandungan air yang tinggi, kondisi
ini menjadikan kekuatan batuan menjadi rendah dan batuan juga akan
menerima tambahan beban air yang dikandung, sehingga menjadikan
lereng lebih mudah longsor.
5. Iklim
Iklim berpengaruh terhadap kestabilan lereng karena iklim
mempengaruhi perubahan temperatur. Temperatur yang cepat sekali
berubah dalam waktu yang singkat akan mempercepat proses pelapukan
batuan. Untuk daerah tropis pelapukan lebih cepat dibandingkan dengan
daerah dingin, oleh karena itu singkapan batuan pada lereng di daerah
tropis akan lebih cepat lapuk dan ini akan mengakibatkan lereng mudah
tererosi dan terjadi kelongsoran.
6. Gaya luar

4
Gaya luar yang mempengaruhi kestabilan lereng penambangan
adalah beban alat mekanis yang beroperasi diatas lereng, getaran yang
diakibatkan oleh kegiatan peledakan, dll.

B. Analisis Kestabilan Lereng

1. Cara pengamatan visual


Cara dengan mengamati langsung di lapangan dengan
membandingkan kondisi lereng yang bergerak atau diperkirakan bergerak
dan yang yang tidak, cara ini memperkirakan lereng labil maupun stabil
dengan memanfaatkan pengalaman di lapangan. Cara ini kurang teliti,
tergantung dari pengalaman seseorang. Cara ini dipakai bila tidak ada
resiko longsor terjadi saat pengamatan.Cara ini mirip dengan memetakan
indikasi gerakan tanah dalam suatu peta lereng.

2. Cara komputasi
Cara dengan melakukan hitungan berdasarkan rumus (Fellenius,
Bishop, Janbu, Sarma, Bishop modified dan lain-lain). Cara Fellenius dan
Bishop menghitung Faktor Keamanan lereng dan dianalisis kekuatannya.
Menurut Bowles (1989), pada dasarnya kunci utama gerakan tanah adalah
kuat geser tanah yang dapat terjadi :

a. tak terdrainase

b. efektif untuk beberapa kasus pembebanan

c. meningkat sejalan peningkatan konsolidasi (sejalan dengan waktu)


atau dengan kedalaman

d. berkurang dengan meningkatnya kejenuhan air (sejalan dengan waktu)


atau terbentuknya tekanan pori yang berlebih atau terjadi peningkatan
air tanah.

5
Dalam menghitung besar faktor keamanan lereng dalam analisis
lereng tanah melalui metoda sayatan, hanya longsoran yang
mempunyai bidang gelincir saja yang dapat dihitung.

3. Cara grafik
Cara dengan menggunakan grafik yang sudah standar (Taylor, Hoek
& Bray, Janbu, Cousins dan Morganstren). Cara ini dilakukan untuk
material homogen dengan struktur sederhana. Material yang heterogen
(terdiri atas berbagai lapisan) dapat didekati dengan penggunaan rumus
(cara komputasi). Stereonet, misalnya diagram jaring Schmidt (Schmidt
Net Diagram) dapat menjelaskan arah longsoran atau runtuhan batuan
dengan cara mengukur strike/dip kekar-kekar (joints) dan strike/dip
lapisan batuan.

C. Pemantauan Kestabilan Lereng

1. Pemantauan Lereng Secara Visual

a. Adanya kondisi massa batuan yang bertambah lemah (rusak) akibat


pelapukan, erosi, undercutting, loosening, atau karena peledakan.
b. Adanya rension crack dan subsidence pada crest, berm, dan jalan
tambang, sebagai indicator kemungkinan kelongsoran akan segera
terjadi.

 Rekahan tarik (crack) akan terjadi jika material lereng telah


bergerak kea rah pit.
 Perpindahan ini tidak dapat di deteksi dari lantai pit, sangat
penting untuk secara regular menginfeksi crest dari highwall
diatas daerah penambangan aktip.
 Inspeksi dengan frekuensi sering mungkin diperlukan selama
periode musim hujan dan setelah peledakan besar.
c. Adanya bahaya batuan runtuh (rock fall ) jika di permukaan lereng
terdapat bongkahan batuan lepas (bolder).
d. Adanya longsoran pada lereng dengan skala kecil maupun besar, serta
gejala runtuhnya sebagian batuan lereng secara gradual (raveling)

6
e. Adanya scrarp dan rayapan (creep) pada permukaan lereng.
 Scraps terjadi jika material telah bergerak ke bawah secara
vertical ataupun hamper vertical
 Rayapan lereng bias dilihat dari lendutan yang terjadi di muka
lereng atau terjadinya pergerakan subsurface perlahan-lahan dari
lereng.
f. Adanya aliran air tidak normal yang mengakibatkan erosi pada muka
lereng.
 Peningkatan aliran air di dalam lereng dapat menyebabkan
pengaruh yang buruk pada lereng

Bentuk dokumentasi dari hasil pemantauan secara visual adalah peta


potensi longsor yaitu peta pit plan yang memuat informasi tentang kondisi
ketidakstabilan lereng tambang dilengkasi dengan penampang melintang.

2. Pemantauan Lereng Menggunakan Alat

a. Robotic Total Station (RTS)

Prinsip kerja yaitu menggunakan media prisma yang dipasang pada


lereng tambang sebagai titik acuan. Data hasil pembacaan RTS dapat
diketahui secara langsung (real time) sehingga analisis terhadap
pergerakan massa batuan dapat dilakukan lebih cepat.

Hasil pemantauan RTS adalah kurva yang menggambarkan hubungan


antara waktu-pergerakan (displacement). Apalbila kurva
waktu-pergerakan menanjak tajam dimana menandakan kemungkinan
longsoran progresif akan terjadi.

7
b. Radar

Radar merupakan salah satu teknologi yang digunakan untuk


pemantauan ketidakstabilan lereng secara real time dan menerus selama
24 jam dimana mampu mendeteksi adanya pergerakan melalui perubahan
kecepatan pergeseran lereng.

c. Patok Geser

Pengukuran lereng menggunakan patok geser biasanya dilakukan


dengan pemetaan gerakan tanah dan pengukuran posisi patok geser.

d. Ekstensometer

Ektensometer dipergunakan untuk memantau pergerakan massa


batuan pada permukaan lereng yang telah teridentifikasi adanya retakan
(crack).

e. Crackmeter

Prinsip kerja alat yaitu dengan memasang 2 patok pada kedua sisi
yang berlawanan dari arah retakan.

f. Inclinometer

Alat pantau yang berfungsi untuk menidentifikasi adanya potensi


pergerakan lateral yang terjadi diawah permukaan pada kedalaman
tertentu.

D. Masalah Pemantauan Kestabilan Lereng Menggunakan Radar

Radar melakukan pengukuran pergerakan dinding dalam area yang luas


dengan waktu yang cepat dan dengan tingkat akurasi yang sangat tinggi. Hal
pertama yang dilakukan untuk melakukan pengamatan kestabilan lereng
menggunakan radar adalah dengan melakukan scan terhadap area yang akan di
amati (gambar 1). Scan dilakukan terhadap objek dengan luas 270 derajat

8
secara horisontal dan 90 derajat secara vertikal. Proses scan di ulang
berkali-kali secara otomatis sampai seluruh area yang akan diamati tertangkap
oleh radar. Semua data akan di tangkap oleh komputer yang ada di radar dan
akan di kirimkan melalui suatu jaringan tanpa kabel ke rungan pengamat. Data
yang ada bisa dilihat secara utuh dari satu scan ke scan berikutnya. Yang perlu
di catat adalah SSR melakukan pengukuran perpindahan atau pergerakan
bukan mengukur jarak.

Gambar 1. Pola pengambilan data oleh SSR

Pengukuran pergerakan dinding dilakukan dengan mengumpulkan data


dari permukaan lereng/dinding dan dimunculkan dalam sebuah gambaran
gambar dimana hal ini sama hal seperti kita melihat suatu objek dan
melakukan pemotretan dimana dalam gambar elektronik yang diambil akan
muncul data resolusi dalam ukuran pixel-pixel. Dalam radar setiap
pergerakan di visualisasikan sebagai warna-warna dimana warna merah,
oranye dan kuning dimana warna-warna tersebut merupakan cerminan dari
nilai pergerakan dinding/objek (gambar 2).

9
Gambar 2. Hasil pembacaan SSR dalam bentuk Pixel dan Foto

Dua gelombang elektromagnetik akan menghasilkan perbedaan


phase diantara keduanya dan perbedaan itulah yang dihitung sebagai
pergerakan atau perpindahan dari permukaan dinding/lereng dari satu scan
ke scan berikutnya (gambar 3).

Gambar 3. Pola gelombang sebagai dasar perhitungan SSR

Gambar 4. (kiri) Gambaran perhitungan pergerakan dinding.

(kanan) Perubahan Fasa gelombang sebagai perpindahan


dinding

10
Perbedaan phase ini yang dihitung oleh suatu perangkat lunak untuk
memberikan nilai perpindahan atau pergerakan dinding. Ketika hal ini
dilakukan berulang-ulang maka akan bisa dihasilan total pergerakan atau total
perpindahan. Dengan adanya total perpindahan dan waktu maka akan bisa
dihitung rata-rata pergerakan (gambar 4).

Karena kegiatan penambangan harus terus dilakukan maka manajemen


resiko harus dilakukan. Manajemen resiko yang pertama berupa
menghilangkan sumber bahaya (Eliminasi) sangat tidak memungkinkan
mengingat sumber bahaya berasal dari dinding yang tinggi dimana sudah sulit
menjangkau. Manajemen resiko lainnya berupa ”engineering” sudah
dilakukan dengan membuat tanggul pengaman di area kerja untuk
menangkap batuan jatuh, namun dikarenakan jarak tanggul pengaman
terhadap dinding tidak bisa terlalu jauh maka tanggul tersebut tidak bisa
effektif untuk menangkap batuan jatuh dari sumber yang lebih tinggi
sehingga perlu di lakukan manajemen resiko tambahan untuk menghilang
atau mengurangi resiko batuan jatuh yang ada.

Dalam melengkapi manajemen resiko yang disebutkan diatas diperlu


suatu alat pemantauan kestabilan lereng, sehingga jika ada indikasi
pergerakan dinding bisa diketahui. Jika tercatat ada indikasi pergerakan
dinding, kegiatan yang ada dibawah dinding bisa hentikan dan dilakukan
evakuasi. Prosedur untuk sistem alarm radar sudah di atur pada perangkat
lunak SSR Viewer dan akan memberikan informasi kepada pengamat jika
terjadi peningkatan pergerakan dinding melebihi kriteria. Pemberian batas
kriteria sangat tergantung dari tingkat keyakinan geotechnical engineer
terhadap kemungkinan terjadinya potensi bahaya berdasarkan kondisi
geologi objek yang di pantau.

Radar telah terbukti mampu melakukan pemantauan dinding dengan baik


dan namun dalam manajemen resiko penentuan parameter sistem alarm harus
dilakukan secara spesifik. Jika terlalu memaksakan sistem alarm dengan
mengecilkan angka parameter akan mengakibatkan tidak akan adanya

11
aktivitas disekitar area dan jika parameternya terlalu longgor maka akan bisa
mengakibatkan indikasi ketidakstabilan tidak bisa terpantau dengan baik
sehingga ketika terjadi ketidakstabilan tidak akan tertangkap oleh radar.
Selaian itu komunikasi yang baik terhadap semua pihak yang terlibat dalam
suatu aktivitas menjadi sangat penting. Tidaklah ada artinya jika radar sudah
memberikan signal tanda bahaya namun tidak bisa disampaikan informasi ini
kesemua pihak yang berkepentingan.

12
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Kestabilan lereng penambangan dipengaruhi oleh geometri lereng,


struktur batuan, sifat fisik dan mekanik batuan serta gaya luar yang
bekerja pada lereng tersebut.

2. Cara analisis kestabilan lereng secara garis besar dapat dibagi menjadi
tiga kelompok, yaitu cara pengamatan visual, cara komputasi dan cara
grafik.

13
3. Pemantauan stabilitas lereng bisa dilakukan secara visual dan
pemantauan menggunakan alat.

4. Radar telah terbukti mampu melakukan pemantauan dinding dengan baik


dan namun dalam manajemen resiko penentuan parameter sistem alarm
harus dilakukan secara spesifik. Jika terlalu memaksakan sistem alarm
dengan mengecilkan angka parameter akan mengakibatkan tidak akan
adanya aktivitas disekitar area dan jika parameternya terlalu longgor maka
akan bisa mengakibatkan indikasi ketidakstabilan tidak bisa terpantau
dengan baik sehingga ketika terjadi ketidakstabilan tidak akan tertangkap
oleh radar.

DAFTAR PUSTAKA

http://lerengtambang.blogspot.co.id/

14
http://herisusanto-tambang.blogspot.co.id/2013/01/analisa-kestabilan-lereng-tanah
.html

https://fahrizalzul.blogspot.co.id/2016/06/pemantauan-kestabilan-lereng.html

https://fahrizalzul.blogspot.co.id/2016/06/pemantauan-kestabilan-lereng-secara.ht
ml

http://repository.upnyk.ac.id/629/1/B-6.pdf

15

You might also like