You are on page 1of 38

CASE REPORT

Seorang Anak Perempuan berusia 15 Tahun

dengan Thalasemia

OLEH :

Primastuti Feny Septianingtyas 21360182


Saniyyah Army Gariana Sarwani 21360202
Wulan Mulyani 21360095

PRECEPTOR :
dr. Firdinand Nurdin, Sp. A, M. Kes

SMF ILMU KESEHATAN ANAK RSUD JENDERAL AHMAD


YANI METRO FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MALAHAYATI
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala limpahan
Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus
yang disusun untuk melengkapi syarat Kepaniteraan Klinik di Departemen Ilmu
Kesehatan Anak pada RSUD Jendral Ahmad Yani Metro. Penyelesaian laporan
kasus ini banyak mendapat bantuan serta motivasi dari berbagai pihak. Oleh karena
itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada dr.
Firdinand, Sp.A selaku pembimbing yang telah memberikan ilmu, petunjuk,
nasehat dan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan makalah case report
ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini tentu tidak terlepas dari kekurangan
karena keterbatasan waktu, tenaga dan pengetahuan dari penulis. Maka sangat
diperlukan masukan dan saran yang membangun. Semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat bagi yang membacanya.

Metro, April 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

JUDUL..........................................................................................……………i

KATA
PENGANTAR……………………………………………………………………………………………ii
DAFTAR ISI..................................................................................…………..iii
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................…………..1

1.1. Latar belakang.........................................................................................1

BAB II STATUS PASIEN..............................................................................……………2

2.1 Identitas Pasien......................................................................................2


2.2 Riwayat Penyakit...................................................................................3
2.3 Riwayat kehamilan Prenatal & postnatal...............................................4
2.4 Pemeriksaan Fisik..................................................................................6
2.5 Pemeriksaan Penunjang.........................................................................9
2.6 Follow-up Pasien....................................................................................10
2.7 Diagnosa Banding..................................................................................11
2.8 Diagnosa Kerja.......................................................................................11
2.9 Tatalaksana............................................................................................11
2.10 Prognosis................................................................................................11
BAB III TINJAUAN PUSTAKA....................................................................……………13
3.1. Definisi Thalasemia
...............................................................................13
3.2. Epidemiologi...........................................................................................13
3.3. Etiologi....................................................................................................14
3.4. Manifestasi Klinis ...................................................................................14
3.5. Patofisiologi ............................................................................................15
3.6. Klasifikasi ...............................................................................................16
3.7. Diagnosis Thalasemia .............................................................................24
3.8. Tatalaksana .............................................................................................29
DAFTAR PUSTAKA

iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN

Eritrosit (sel darah merah) berjumlah paling banyak dibandingkan sel-sel darah
lainnya. Dalam satu mililiter darah terdapat kira- kira 4,5 juta eritrosit, itu sebabnya darah
berwarna merah. Pada manusia normal rata-rata eritrosit hidup selama 120 hari, sehingga
setiap hari kira-kira 1% dari jumlah eritrosit mati dan digantikan dengan eritrosit yang baru.
Thalasemia adalah kelainan darah genetik berupa anemia yang bersifat kronik
karena adanya proses hemolisis dalam darah sampai gangguan organ tubuh akibat penyakit
thalasemia maupun pengobatannya. Thalasemia merupakan kelompok kelainan genetik
heterogen yang terjadi karena adanya penurunan sintesis rantai alfa atau beta dalam
hemoglobin.
Penyakit ini merupakan kelainan genetik yang disebabkan oleh mutasi gen
tunggal dengan kasus yang terbanyak di dunia. Frekuensi pembawa atau carrier penyakit ini
(mempunyai gen terganggu tapi pemyakitnya tidak nampak) di masyarakat Indonesia cukup
tinggi yaitu sekitar 5%. Berdasarkan angka tersebut, diperkirakan lebih 2000 penderita baru
dilahirkan setiap tahunnya. Biasanya lebih dari 30% penderita mengandung kadar HbF yang
tinggi dan 45% juga mempunyai HbE. Kadang-kadang ditemukan hemoglobin patologik.
Menurut (Regar, 2009), hingga saat ini belum ada obat yang dapat
menyembuhkan penyakit talasemia.

1
BAB II
STATUS PASIEN

Tanggal masuk RSUD Ahmad Yani : 21 Maret 2022


Pukul : 14.00 WIB
No RM : 224548

2.1 Identitas Pasien


Nama Pasien : An. N
Jenis Kelamin : Perempuan
Tanggal Lahir : 16 April 2006
Umur : 15 Tahun
Anak- ke : 2 dari 3 bersaudara
Hubungan dengan orang tua : Anak kandung
Agama : Islam
Suku : Jawa
Alamat : Sribawono
Nama Ayah : Tn. A
Umur : 43 Tahun
Pekerjaan : Petani
Pendidikan : SMP
Nama Ibu : Ny. S
Umur : 42 Tahun
Pekerjaan : IRT
Pendidikan : SMP

2
2.2 Riwayat Penyakit
2.2.1. Riwayat Penyakit sekarang
Keluhan Utama : Demam sejak 1 hari yang lalu

Keluhan Tambahan : Mual (+), Muntah (+), Pucat(+), Lemas


Riwayat Penyakit Sekarang :
Os datang ke IGD RSUD Jendral Ahmad Yani diantar oleh kedua orang
tuanya dengan keluhan demam sejak 1 hari yang lalu.
Dari Alloanamnesa didapatkan bahwa 1 hari yang lalu. Sebelum masuk
rumah sakit, pasien mengatakan sepulang dari sekolah. Pasien merasa demam
disertai keluhan lain seperti menggigil , pusing, mual, lemas dan muntah 1x.
Lemas sering dirasakan apabila anak sedang melakukan aktifitas disekolah
maupun saat bermain dengan teman-temannya. Keluhan batuk pilek disangkal.
BAB dan BAK dalam batas normal, tidak ada riwayat feses hitam, BAK berwarna
seperti Teh atau merah disangkal. Riwayat mimisan dan perdarahan disangkal,
tidak ditemukan lebam-lebam pada tubuh anak.
Dari autoanmnesa bersama ibu pasien didapatkan , menurut sang ibu
anaknya sudah rutin transfusi darah di RSUD Jend Ahmad Yani sejak berusia 6
tahun dan rutin minum obat setiap hari. Dan biasanya jika sudah waktunya
transfusi jeda 40-50 hari, pasien akan nampak lebih pucat dari biasanya dan dapat
disertai keluhan seperti lemas, pusing dan demam. Ibu mengatakan sejak 1 hari
yang lalu anak demam dan menggigil dan tidak memberikan obat namun langsung
membawa anak ke IGD RSU Jend Ahmad Yani.
2.2.2. Riwayat Penyakit Dahulu :
Pada tahun 2013 atau sekitar 6 tahun yang lalu ibu pasien sempat membawa
anaknya ke bidan sebanyak 3x dengan keluhan anak lemas dan pucat namun tidak
ada perubahan. Kemudian ke 3x pasien berobat bidan menyarankan ibu untuk
membawa anaknya ke rumah sakit untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.
Sesampai di IGD, ibu pasien mengatakan anak sempat dilakukan pemeriksaan
darah dan didapatkan Hb pasien yang rendah dari nilai Hb yang normal. Pasien
kemudian dirawat inap serta melakukan transfusi darah dan dikonsulkan ke dokter
spesialis anak. Dokter anak mengatakan jika pasien mengidap penyakit Thalasemia
mayor dan disarankan untuk rutin melakukan transfusi darah. Ibu pasien
mengatakan rutin memeriksakan kesehatan anak di poli anak RSUD Jend Ahmad
3
Yani dan rutin mendapatkan transfusi darah sejak pertama kali didiagnosis yaitu
tahun 2013. Pasien rutin melakukan transfusi dengan jeda 40-50 hari dan rutin
meminum obat setiap hari dan setiap 1 bulan sekali diberikan minuman herbal
Temulawak dan Jahe.
2.2.3. Riwayat Penyakit Keluarga :

Riwayat penyakit serupa :

 Ayah dan ibu pasien menyangkal bahwa leluhur (keluarga dari pihak ayah
maupun ibu) ada yang memiliki keluhan serupa.
 Adik pasien diketahui mengalami Thalasemia sejak berusia 7 tahun dan rutin
melakukan transfusi darah di RSUD Jend Ahmad Yani.
2.3 Riwayat Kehamilan Prenatal dan Postnatal

2.3.1. Pemeliharaan Kehamilan Ibu dan Prenatal

Petugas Pemeriksa : Bidan dan Dokter

Frekuensi : Trimester I = 2x
Trimester II = 2x
Trimester III = 2x
Keluhan Selama Kehamilan : Tidak ada.

Obat Selama Kehamilan : Vitamin dari bidan


Kesan : Selama kehamilan, ibu tidak memiliki riwayat
penyakit apapun dan rutin melakukan evaluasi
kehamilan setiap bulan.
2.3.2. Riwayat Persalinan

Fasilitas Kesehatan : Bidan ( Spontan Pervaginam)


Masa Gestasi : Usia Kehamilan 38 minggu
Keadaan Lahir : Spontan langsung menangis, tidak pucat, tidak biru,
Tidak kuning
Berat Badan : 3200 gram
Panjang Badan : 49 cm
Kelainan bawaan : Tidak ada
Anak-ke : 2 dari 3 bersaudara
Kesan : Riwayat Persalinan Normal, Neonatus Aterm , bayi
4
berat lahir cukup, bayi dalam keadaan bugar.

2.3.3. Riwayat Imunisasi

Umur (Bulan)

Lahir 1 2 4 5 6 7 8
Imunisasi

Hepatitis B - - 1 3 - - - - -

Polio - 1 2 4 - - - - -

BCG 1 - - - - - - - -

DPT - - 1 3 - - - - -

Campak - - - - - - - -

Kesan : Riwayat imunisasi lengkap

2.3.4. Riwayat Pemberian Makan

0-12 Bulan : ASI

12-48 Bulan : ASI+MPASI(makanan lunak)

>48 Bulan : MPASI(makanan lunak dan kasar)

Kesan : Pemberian makanan sesuai usia

2.3.5. Riwayat perkembangan


Pertumbuhan gigi I : ± 6 bulan
Tengkurap : ± 4 bulan
Duduk tanpa bantuan : ± 7 bulan
Berjalan : ± 13 bulan
Mengucapkan satu kata : ± 7 bulan
Bicara : ± 28 Bulan
Kesan : Perkembangan anak sesuai usia

5
2.4. Pemeriksaan Fisik
2.4.1. Status Present
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis (E4 M6 V5) GCS 15
Tekanan Darah :120/70 mmHg (Normal)
Suhu : 36,40C
Frekuensi Nafas : 20 x/ menit
Frekuensi Nadi : 103 x/ menit
Saturasi Oksigen : 98%
Berat Badan : 42 Kg
Tinggi Badan : 150 cm
Status Gizi : BB/U= 80,7% (BB Baik)
TB/U = 92,59% (TB Normal)
BB/TB= 85,7% (Gizi Kurang)
LiLA: Gizi Kurang
Kesan : Berat pasien Normal, Tinggi badan,Tekanan Darah
pasien Normal, Namun dan Lingkar Lengan atas
Status Gizi Kurang.

2.4.2. Status Generalis


1. Kulit
Pucat : (+)
Warna : Hiperpigmentasi
Sianosis : Tidak Sianosis
Ikterus : (-)
Oedem : Tidak Oedem
Turgor : Baik, segera kembali
Pembesaran KGB : Tidak ada pembesaran KGB
Kesan : Tampak pucat dan Hiperpigmentasi

1. Kepala

Wajah : Wajah tidak simetris, normocephal, pucat (+), oedem (-)


sianosis (-) facies cooley (+)
Rambut : Warna hitam , tidak mudah rontok, lesi (-)

6
Ubun-ubun besar : Tidak cekung, tidak menonjol
Mata : Simetris bilateral, massa (-/-), Sklera iterik (-/-),
konjungtiva anemis (+/+), cekung (-/-), sekret (-/-)
Telinga : Simetris bilateral, normatia, massa (-), sekret
(-) ,deformitas (-), lesi (-)
Hidung : Simetris, nafas cuping hidung (-), sekret (-), lesi
(-) ,hiperemis (-), nyeri tekan (-)
Mulut : Sianosis (-), pucat (+), bibir kering (+), bibir sumbing(-),
pembesaran tonsil(-)
Kesan : Pasien tampak sakit sedang

2. Leher
Bentuk : Simetris
Trakea : Berada di tengah, deviasi (-)
KGB : Tidak terdapat pembesaran
Kesan : Dalam batas normal

3. Thorax
a. Pulmo
Bentuk : Normochest, simetris, tidak cekung
Inspeksi : Simetris
Palpasi : Nyeri tekan(-)
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Vesikuler (+/+), wheezing (-), ronki(-)
Kesan : Dalam batas normal
b. Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba
Perkusi : Batas jantung normal
Auskultasi : Bunyi jantung I - II regular, murmur (-), gallop (-)
Kesan : Dalam batas normal
c. Abdomen
Inspeksi : Tampak ada pembesaran
Auskultasi : Bising usus (+) Frekuensi 5x/menit

7
Palpasi : Schuffner 3 (spleenomegali)
Perkusi : Pekak pada regio hipokondria sinistra, timpani pada regio
abdomen lainnya.

Kesan : Terdapat pembesaran spleen (Schuffner 3)


d. Genitalia Eksterna
Jenis Kelamin : Perempuan
Anorektal : Tidak ada kelainan
Kesan : Dalam batas normal
e. Ekstremitas
Jari Tangan : CRT < 2 detik, tidak cacat, tidak sianosis, tidak
oedem,akral dingin (-), tonus otot normotoni
Jari Kaki : CRT < 2 detik, tidak cacat, tidak sianosis, tidak
oedem, akral dingin (-) tonus otot normotoni
Pergerakan : Aktif
2.5. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Laboratorium Darah Rutin dengan nilai rujukan berdasarkan


Clinical Laboratory Diagnostics 2020, Pemeriksaan penunjang yang dilakukan selama
pasien dirawat di RSU Jend Ahmad Yani, :

 Laboratorium Darah

Laboratorium darah (22 Maret 2022) Sebelum Rawat inap


Jenis Hasil Satuan Nilai Rujukan Keterangan

Leukosit 9.02 103/µ L 4,2-12,2 Normal

Eritrosit 3.56 103/µL 4,2-5,3 Normal

Hemoglobin 7.2 g/dL 12,1-17 Menurun


Hematokrit 20.9 % 36-48 Menurun
MCV 58.8 fL 78-93 Menurun
MCH 20.7 Pg 28-33 Menurun
MCHC 35.2 g/dL 32-35 Meningkat
Trombosit 363 103/µ L 160-332 Normal

RDW 23,6 % 12,4-14,4 Meningkat

8
MPV 9.40 fL 7.3-9 Meningkat

GDS 110.0 mg/d L <200 Normal

Kesan : Hemoglobin, Hematokrit, MCV,MCH, Menurun, sedangkan


MCHC,RDW,MPV meningkat

Laboratorium darah (24 Maret 2022)


Jenis Hasil Satuan Nilai Rujukan Keterangan

Leukosit 13.77 103/µ L 4,2-12,2 Meningkat

Eritrosit 4.57 103/µL 4,2-5,3 Normal

Hemoglobin 8.6 g/dL 12,1-17 Menurun


Hematokrit 30.0 % 36-48 Menurun
MCV 65.6 fL 78-93 Menurun
MCH 18.6 Pg 28-33 Menurun
MCHC 28.4 g/dL 32-35 Normal
Trombosit 281 103/µ L 160-332 Normal

RDW 22,6 % 12,4-14,4 Meningkat


MPV 6.39 fL 7.3-9 Menurun

GDS 88.6 mg/d L <200 Normal

Kesan : Hemoglobin, Hematokrit, MCV,MCH,MPV Menurun, sedangkan


Leukosit,,RDW, meningkat. Namun terjadi peningkatan Hb,Eritrosit dan
Hematokrit setelah Transfusi.

2.6. Follow–up pasien


Tanggal 22 Maret 2022

S Demam(+) sejak 1 hari yang lalu , Pucat(+),Lemas(+), Muntah(+),


Pusing(+)
O Keadaan Umum: Compos Mentis, Tampak Sakit Sedang
TD:120/70 HR:103x/Menit SpO2:99%
RR: 21x/Menit T:37 C
o

Status Generalis
Kepala : Normosefali

9
Mata: CA(+/+), SI(-/-)
Hidung : Nafas Cuping Hidung (-)
Thorax: Vesikuler (+/+) Rh(-/-),Wh(-/-), BJ 1-2 Reguler, murmur(-),g(-/-)
Abdomen : Bising usus(+), Distensi (-), Splenomegali schuffner III
Ekstremitas atas : Akral Hangat, CRT<2detik
Ekstremitas Bawah: : Akral Hangat, CRT<2detik
A  Thalasemia
P Infus D5 ¼ NS 10 tpm
Inj. Ampicillin 3x 1gr
Inj. Gentamicin 2x1amp
Paracetamol 3x500 mg
Inj. Omeperazol 2x450mg
Inj.Parecetamol flas 3x400mg
Inj. Ondasetron 3x1/2amp

Tanggal 23 Maret 2022

S Demam(+)Pucat(+),Lemas(+)Pusing(+)
O Keadaan Umum: Compos Mentis, Tampak Sakit Sedang
TD:110/68 HR:114x/Menit SpO2:97%
RR: 21x/Menit T:37.1 C
o

Status Generalis
Kepala : Normosefali
Mata: CA(+/+), SI(-/-)
Hidung : Nafas Cuping Hidung (-)
Thorax: Vesikuler (+/+) Rh(-/-),Wh(-/-), BJ 1-2 Reguler, murmur(-),g(-/-)
Abdomen : Bising usus(+), Distensi (-), Splenomegali schuffner III
Ekstremitas atas : Akral Hangat, CRT<2detik
Ekstremitas Bawah: : Akral Hangat, CRT<2detik
A  Thalasemia
P Infus D5 ¼ NS 6 tpm
Inj. Ceftriaxone
Paracetamol
 Transfusi PRC 3x
- I. 250 ml dalam 4 jam
- II. 250ml dalam 4 jam

Tanggal 24 Maret 2022

S Demam(),Pucat(+),Lemas(+)
O Keadaan Umum: Compos Mentis, Tampak Sakit Sedang
10
TD:100/70 HR:108x/Menit SpO2:98%
RR: 23x/Menit T:37.0 C
o

Status Generalis
Kepala : Normosefali
Mata: CA(+/+), SI(-/-)
Hidung : Nafas Cuping Hidung (-)
Thorax: Vesikuler (+/+) Rh(-/-),Wh(-/-), BJ 1-2 Reguler, murmur(-),g(-/-)
Abdomen : Bising usus(+), Distensi (-), Splenomegali schuffner III
Ekstremitas atas : Akral Hangat, CRT<2detik
Ekstremitas Bawah: : Akral Hangat, CRT<2detik
A  Thalasemia
P Infus D5 ¼ NS 6 tpm
Inj. Ampicilin 3x 1gr
Inj. Gentamicin 2x1 amp
PCT 3x500mgl
 Transfusi PRC 3x
- III. 250ml dalam 4 jam

2.7. Diagnosa Banding

 Thalasemia Pro Transfusi

 Anemia Defisiensi Besi

2.8. Diagnosis Kerja

 Varicella e.c viral infection

 Thalasemia Pro Transfusi

2.9. Tatalaksana

Pada saat pasien dirawat di ruang Merpati 1 RSUD Jend. Ahmad Yani Metro,
pasien diberikan terapi sebagai berikut :
1. IVFD NaCl 12 tpm
2. Transfusi PRC 4 x 200cc
3. Paracetamol 3x500mg
4. Acyclovir 3x400mg
5. Ampicillin 3x500mg
6. Gentamicin 2x500mg

11
7. Ondasetron 3x1/2 amp

Setelah pasien dirawat di ruang Merpati 1 RSUD Jend. Ahmad Yani Metro
selama 3 hari, pasien diberikan terapi pulang sebagai berikut :
1. Deferasiroks tablet 500mg 2X1
2. Vitamin E 200 IU 2x1
3. Asam folat 1 mg 2x1
4. Vitamin C 100 mg 1x1
5. Acyclovir 3x 400mg

2.10. Prognosis

Quo ad Vitam : dubia ad bonam

Quo ad Functionam : dubia ad bonam

Quo ad Sanactionam : dubia ad malam

RESUME

Pasien perempuan usia 15 tahun datang ke IGD RSUD Jendral Ahmad Yani
diantar oleh kedua orangtuanya dengan keluhan demam sejak 1 hari yang lalu
disertai keluahan lain seperti menggigil, pusing, lemas , mual, muntah 1x. Lemas
sering dirasakan apabila anak sedang melakukan aktifitas disekolah maupun saat
bermain dengan teman-temannya.
Pada tahun 2013 atau sekitar 6 tahun yang lalu ibu pasien sempat membawa
anaknya ke bidan sebanyak 3x dengan keluhan anak lemas dan pucat namun tidak
ada perubahan. Kemudian bidan menyarankan ibu untuk membawa anaknya ke
rumah sakit untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Sesampai di IGD, ibu pasien
mengatakan anak sempat dilakukan pemeriksaan darah dan didapatkan Hb pasien
yang rendah dari nilai Hb yang normal. Pasien kemudian dirawat inap serta
melakukan transfusi darah dan dikonsulkan ke dokter spesialis anak. Dokter anak
mengatakan jika pasien mengidap penyakit Thalasemia mayor dan disarankan untuk
rutin melakukan transfusi darah sejak 2013.
Pemeriksaan Fisik dilakukan tanggal 22 Desember 2022.
Keadaan Umum: Compos Mentis, Tampak sakit sedang, Tekanan darah:
120/70 mmHg, nadi: 103x/menit ,Laju Nafas: 20x/menit , suhu :36,4oC diukur

12
dengan Thermogun, SpO2: 98%, berat badan sekarang 42 kilogram, Tinggi badan
sekarang: 150 cm
Pada pemeriksaan Status Generalis didapatkan wajah: simetris ,facies ccoley(+)
(penonjolan maksila dan tulang pipi), Mata. : Konjungtiva Anemis(+/+), Palpasi:
spleen schuffner III, pada pemeriksaan laborotorium darah didapatkan kadar
Hemoglobin 7.2 , Hematokrit 20.9%, Eritrosit 3,56, RDW 23,6, MCV 58.8, MCH
20.7. pada pemeriksaan status gizi, didapatkan hasil BB/U pasien memiliki berat
badan normal, TB/U pasien memiliki tinggi badan menurut umur normal, BB/TB
pasien memiliki Gizi Kurang, Perawakan normal.

13
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi
Thalasemia berasal dari bahasa Yunani yaitu thalasso yang berarti laut.
Pertama kali ditemukan oleh seorang dokter Thomas B. Cooley tahun 1925 di daerah
Laut Tengah, dijumpai pada anak-anak yang menderita anemia dengan pembesaran
limfa setelah berusia satu tahun. Anemia dinamakan splenic atau eritroblastosis atau
anemia mediteranean atau anemia Cooley sesuai dengan nama penemunya.1
Thalasemia adalah suatu penyakit keturunan yang diakibatkan oleh kegagalan
pembentukan salah satu dari empat rantai asam amino yang membentuk hemoglobin,
sehingga hemoglobin tidak terbentuk sempurna. Tubuh tidak dapat membentuk sel
darah merah yang normal, sehingga sel darah merah mudah rusak atau berumur
pendek kurang dari 120 hari dan terjadilah anemia.2

3.2 Epidemiologi

Penyakit ini merupakan kelainan genetik yang disebabkan oleh mutasi gen
tunggal dengan kasus yang terbanyak di dunia. Frekuensi pembawa atau carrier
penyakit ini (mempunyai gen terganggu tapi pemyakitnya tidak nampak) di
masyarakat Indonesia cukup tinggi yaitu sekitar 5%. Penderita talasemia akan lahir
dari suami istri yang keduanya carrier talasemia, sehingga timbul ide pre-marital
screening (pemeriksaan sebelum nikah) untuk mendeteksi talasemia. Berdasarkan
angka ini, diperkirakan lebih 2000 penderita baru dilahirkan setiap tahunnya di
Indonesia. Biasanya lebih dari 30% penderita mengandung kadar HbF yang tinggi dan
45% juga mempunyai HbE. Kadang-kadang ditemukan hemoglobin patologik. 15

14
3.3 Etiologi
Adapun etiologi dari thalasemia adalah faktor genetik (herediter). Thalasemia
merupakan penyakit anemia hemolitik dimana terjadi kerusakan sel darah merah
didalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit menjadi pendek (kurang dari 100
hari). Penyebab kerusakan tersebut karena hemoglobin yang tidak normal
(hemoglobinopatia ) dan kelainan hemoglobin ini karena adanya gangguan
pembentukan yang disebabkan oleh ;

1. Gangguan struktural pembentukan hemoglobin (hemoglobin abnormal)


misalnya : Pada HBS,HbF, HbD.
2. Gangguan jumlah (salah satu atau beberapa )rantai globin seperti pada
Thalasemia.2
3.4 Manifestasi Klinis
Pada dasarnya semua talasemia memiliki gejala yang mirip, tetapi beratnya
bervariasi, tergantung jenis rantai asam amino yang hilang dan jumlah kehilangannya
(mayor atau minor). Hampir seluruh kasus talasemia β menunjukkan gejala sejak
lahir. Penderita tampak pucat, lemah, mudah terkena infeksi, sulit makan, dan gagal
tumbuh. Sebagian besar penderita mengalami anemia yang ringan, khususnya anemia
hemolitik. Namun pada bentuk yang lebih berat, penderita dapat mengalami anemia
berat karena kegagalan pembentukan sel darah. Dapat juga ditemukan splenomegali
dan hepatomegali akibat anemia yang berat dan lama sehingga perut tampak
membuncit. Bila mendapatkan transfusi yang cukup maka pertumbuhannya dapat
normal sampai usia pubertas, dengan risiko kelebihan zat besi/hemosiderosis.2
Pada thalasemia alfa minor, penderita tidak menunjukkan gejala sama sekali
atau mengalami anemia ringan. Pada thalasemia beta, hampir semua anak
memperlihatkan gejala klinis sejak lahir, mengalami gangguan pertumbuhan, tidak
nafsu makan, infeksi berulang dan sering kelelahan. Bayi terlihat pucat dan
didapatkan splenomegali. Pada penderita thalasemia beta mayor, gambaran klinis
yang dapat terlihat adalah:
a. Anemia berat pada umur 3-6 bulan yang normalnya terjadi pertukaran
produksi rantai gama ke rantai beta.

15
b. Terjadinya pembesaran limpa dan hati dikarenakan adanya pembentukan
eritrosit diluar sumsum tulang dan adanya penumpukan besi.
c. Deformitas tulang karena adanya perbesaran sumsum tulang mengakibatkan
fasies thalasemia serta penipisan pada korteks yang disebut gambaran rambut
berdiri “hair on end” pada hasil rontgen.

Gambaran wajah anak dengan thalasemia beta mayor dan foto rontgen

Diagnosa klinis thalasemia beta mayor biasanya dapat dilihat saat usia 6–24
bulan karena adanya anemia mikrositik yang berat, ikterus ringan dan
hepatosplenomegali. Anak yang menderita thalasemia akan mengalami anemia ringan
sampai berat dan gangguan pertumbuhan.4
3.5 Patofisiologi
Pada thalassemia terjadi pengurangan atau tidak ada sama sekali produksi
rantai globin satu atau lebih rantai globin. Penurunan secara bermakna kecepatan
sintesis salah satu jenis rantai globin (rantai-α atau rantai-β) menyebabkan rantai
globin yang tidak seimbang. Bila pada keadaan normal rantai globin yang disintesis
seimbang antara rantai α dan rantai β, yakni berupa α2β2, maka pada thalassemia-β0,
dimana tidak disintesis sama sekali rantai β, maka rantai globin yang diproduksi
berupa rantai α yang berlebihan (α4). Sedangkan pada thalassemia-α0, dimana tidak
disintesis sama sekali rantai α, maka rantai globin yang diproduksi berupa rantai β
yang berlebihan (β4). 7

a. Thalasemia alfa

16
Rantai alfa merupakan protein menetap pada hemoglobin dewasa, oleh karena
itu setiap hemoglobin memiliki dua rantai alfa sebagai bagian dari konfigurasi kimia.
Kromosom 16 beratanggungjawab untuk rantai alfa dan gen zeta. Ada dua gen dalam
kromosom untuk produksi rantai alfa dan satu gen untuk produksi rantai zeta. Jadi,
setiap orang tua memberikan kontribusi dua gen untuk produksi rantai alfa dan satu
gen untuk rantai zeta. Dengan demikian, setiap individu memiliki empat gen untuk
memproduksi rantai alfa dan dua gen untuk rantai zeta. 16 Thalasemia alfa terjadi
karena mutasi gen. Normalnya gen globin alfa terdiri dari empat buah gen, oleh
karena itu kondisi klinis penderita thalassemia dikategorikan berdasarkan jumlah gen
yang yang mengalami gangguan. Gangguan pada keempat gen alfa dapat
mengakibatkan kematian in-uterus. Gangguan pada tiga gen alfa dapat mengakibatkan
anemia yang cukup berat (HbH Disease). Pada kehidupan janin ditemukan Hb Barts.
b. Thalassemia-β
Pada dasarnya thalasemia beta timbul karena adanya presipitasi
(pembentukan) rantai alfa yang berlebih. Presipitasi ini membentuk inclusion bodies
yang menyebabkan pecahnya eritrosit intramedular dan berkurangnya masa hidup sel
darah merah (Bakta, 2006). Kromosom 11 berisi gen untukproduksi rantai epilepson,
beta, gama, dan delta. Setiap orang tua memberikan kontribusi satu gen untuk
produksi dari masing-masing rantai. Oleh karena itu, setiap individu memiliki dua gen
untuk produksi salah satu rantai.9

3.7 Klasifikasi

17
Saat ini dikenal sejumlah besar sindrom thalasemia; masing-masing
melibatkan penurunan produksi satu atau lebih rantai globin, yang
membentuk bermacam-macam jenis Hb yang ditemukan pada sel darah
merah. Jenis yang paling penting dalam praktek klinis adalah sindrom yang
mempengaruhi baik atau sintesis rantai α maupun β.3
- Thalassemia-α
Anemia mikrositik yang disebabkan oleh defisiensi sintesis globin-α
banyak ditemukan di Afrika, negara di daerah Mediterania, dan sebagian
besar Asia. Delesi gen globin-α menyebabkan sebagian besar kelainan ini.
Terdapat empat gen globin-α pada individu normal, dan empat bentuk
thalassemia-α yang berbeda telah diketahui sesuai dengan delesi satu, dua,
tiga, dan semua empat gen ini.
Genotip Jumlah gen α Presentasi Hemoglobin Elektroforesis
Klinis Saat Lahir > 6 bulan
αα/αα 4 Normal N N
-α/αα 3 Silent carrier 0-3 % Hb Barts N
--/αα atau –α/-α 2 Trait thal-α 2-10% HbBarts N
--/-α 1 Penyakit Hb H 15-30% Hb Hb H
Bart
--/-- 0 Hydrops >75% Hb Bart -
fetalis

Tabel 1. Thalassemia-α

Ket : N = hasil normal, Hb = hemoglobin, Hb Bart’s = γ4, HbH = β4

18
- Silent Carrier Thalasemia-α
Merupakan tipe thalassemia subklinik yang paling umum, biasanya ditemukan
secara kebetulan diantara populasi, seringnya pada etnik Afro-Amerika. Seperti telah
dijelaskan sebelumnya, terdapat 2 gen α yang terletak pada kromosom 16.
Pada tipe silent carrier, salah satu gen α pada kromosom 16 menghilang,
menyisakan hanya 3 dari 4 gen tersebut. Penderita sehat secara hematologis, hanya
ditemukan adanya jumlah eritrosit yang rendah dalam beberapa pemeriksaan.
Pada tipe ini, diagnosis tidak dapat dipastikan dengan pemeriksaan
elektroforesis Hb, sehingga harus dilakukan tes lain yang lebih canggih. Bisa juga
dicari akan adanya kelainan hematologi pada anggota keluarga (misalnya orangtua)
untuk mendukung diagnosis. Pemeriksaan darah lengkap pada salah satu orangtua
yang menunjukkan adanya hipokromia dan mikrositosis tanpa penyebab yang jelas
merupakan bukti yang cukup kuat menuju diagnosis thalasemia.

- Trait Thalasemia-α
Trait ini dikarakterisasi dengan anemia ringan dan jumlah sel darah merah
yang rendah. Kondisi ini disebabkan oleh hilangnya 2 gen α pada satu kromosom 16
atau satu gen α pada masing-masing kromosom. Kelainan ini sering ditemukan di
Asia Tenggara, India dan Timur Tengah.
Pada bayi baru lahir yang terkena, sejumlah kecil Hb Barts (γ4) dapat
ditemukan pada elektroforesis Hb. Lewat umur satu bulan, Hb Barts tidak terlihat
lagi, dan kadar Hb A2 dan HbF secara khas normal.

19
Gambar 4. Thalassemia alpha menurut hukum Mendel

- Penyakit Hb H
Kelainan disebabkan oleh hilangnya 3 gen globin α, merepresentasikan
thalassemia-α intermedia, dengan anemia sedang sampai berat, splenomegali, ikterus
dan jumlah sel darah merah yang abnormal. Pada sediaan apus darah tepi yang
diwarnai dengan pewarnaan supravital akan tampak sel-sel darah merah yang
diinklusi oleh rantai tetramer β (Hb H) yang tidak stabil dan terpresipitasi di dalam
eritrosit, sehingga menampilkan gambaran golf ball. Badan inklusi ini dinamakan
sebagai Heinz bodies.

Gambar 5. Pewarnaan supravital pada sapuan apus darah tepi Penyakit Hb H


yang menunjukkan Heinz-Bodies

20
- Thalassemia-α Mayor
Bentuk thalasemia yang paling berat, disebabkan oleh delesi semua gen
globin-α, disertai dengan tidak ada sintesis rantai α sama sekali. Karena Hb F, Hb A,
dan Hb A2 semuanya mengandung rantai α, maka tidak satupun dari Hb ini terbentuk.
Hb Barts (γ4) mendominasi pada bayi yang menderita dan karena γ4 memiliki afinitas
oksigen yang tinggi, maka bayi itu mengalami hipoksia berat. Eritrositnya juga
mengandung sejumlah kecil Hb embrional normal (Hb Portland = δ2γ2) yang
berfungsi sebagai pengangkut oksigen.
Kebanyakan dari bayi-bayi ini lahir mati, dan kebanyakan dari bayi yang lahir
hidup meninggal dalam waktu beberapa jam. Bayi ini sangat hidropik, dengan gagal
jantung kongestif dan edema anasarka berat. Yang dapat hidup dengan manajemen
neonatus agresif juga nantinya akan sangat bergantung dengan transfusi.

Thalassemia-β
Sama dengan thalassemia-α, dikenal beberapa bentuk klinis dari thalassemia-
β; antara lain :
- Silent Carrier Thalassemia-β
Penderita tipe ini biasanya asimtomatik, hanya ditemukan nilai eritrosit yang
rendah. Mutasi yang terjadi sangat ringan, dan merepresentasikan suatu
thalassemia- β+. Bentuk silent carrier thalassemia-β tidak menimbulkan kelainan
yang dapat diidentifikasi pada individu heterozigot, tetapi gen untuk keadaan ini,
jika diwariskan bersama-sama dengan gen untuk thalassemia-β°, menghasilkan
sindrom thalassemia intermedia.

Gambar 6. Thalassemia beta menurut Hukum Mendel

21
- Trait Thalassemia-β
Penderita mengalami anemia ringan, nilai eritrosit abnormal, dan
elektroforesis Hb abnormal dimana didapatkan peningkatan jumlah Hb A2, Hb F atau
keduanya. Individu dengan ciri (trait) thalassemia sering didiagnosis salah sebagai
anemia defisiensi besi dan mungkin diberi terapi yang tidak tepat dengan preparat besi
selama waktu yang panjang. Lebih dari 90% individu dengan trait thalassemia-β
mempunyai peningkatan Hb-A2 yang berarti (3,4%-7%).
Kira-kira 50% individu ini juga mempunyai sedikit kenaikan HbF, sekitar 2-
6%. Pada sekelompok kecil kasus, yang benar-benar khas, dijumpai Hb A2 normal
dengan kadar HbF berkisar dari 5% sampai 15%, yang mewakili thalassemia tipe δβ.

- Thalassemia-β Yang Terkait Dengan Variasi Struktural Rantai β


Presentasi klinisnya bervariasi dari seringan thalassemia media hingga seberat
thalassemia-β mayor.
Ekspresi gen homozigot thalassemia (β+) menghasilkan sindrom mirip anemia
Cooley yang tidak terlalu berat (thalassemia intermedia). Deformitas skelet dan
hepatosplenomegali timbul pada penderita ini, tetapi kadar Hb mereka biasanya
bertahan pada 6-8 gr/dL tanpa transfusi.
Kebanyakan bentuk thalassemia-β heterozigot terkait dengan anemia ringan.
Kadar Hb khas sekitar 2-3 gr/dL lebih rendah dari nilai normal menurut umur.
Eritrosit adalah mikrositik hipokromik dengan poikilositosis, ovalositosis, dan
seringkali bintik-bintik basofil. Sel target mungkin juga ditemukan tapi biasanya tidak
mencolok dan tidak spesifik untuk thalassemia. MCV rendah, kira-kira 65 fL, dan
MCH juga rendah (<26 pg). Penurunan ringan pada ketahanan hidup eritrosit juga
dapat diperlihatkan, tetapi tanda hemolisis biasanya tidak ada. Kadar besi serum
normal atau meningkat.
- Thalassemia-β° Homozigot (Anemia Cooley, Thalassemia Mayor)
Bergejala sebagai anemia hemolitik kronis yang progresif selama 6 bulan
kedua kehidupan. Transfusi darah yang reguler diperlukan pada penderita ini untuk
mencegah kelemahan yang amat sangat dan gagal jantung yang disebabkan oleh
anemia. Tanpa transfusi, 80% penderita meninggal pada 5 tahun pertama kehidupan.

Pada kasus yang tidak diterapi atau pada penderita yang jarang menerima

22
transfusi pada waktu anemia berat, terjadi hipertrofi jaringan eritropoetik disumsum
tulang maupun di luar sumsum tulang. Tulang-tulang menjadi tipis dan fraktur
patologis mungkin terjadi. Ekspansi masif sumsum tulang di wajah dan tengkorak
menghasilkan bentuk wajah yang khas.

Gambar 7. Deformitas tulang pada thalassemia beta mayor (Facies Cooley)

Pucat, hemosiderosis, dan ikterus sama-sama memberi kesan coklat kekuningan.


Limpa dan hati membesar karena hematopoesis ekstrameduler dan hemosiderosis. Pada
penderita yang lebih tua, limpa mungkin sedemikian besarnya sehingga menimbulkan
ketidaknyamanan mekanis dan hipersplenisme sekunder.

Gambar 8. Splenomegali pada thalasemia

Pertumbuhan terganggu pada anak yang lebih tua; pubertas terlambat atau
tidak terjadi karena kelainan endokrin sekunder. Diabetes mellitus yang disebabkan
23
oleh siderosis pankreas mungkin terjadi. Komplikasi jantung, termasuk aritmia dan
gagal jantung kongestif kronis yang disebabkan oleh siderosis miokardium sering
merupakan kejadian terminal.
Kelainan morfologi eritrosit pada penderita thalassemia-β° homozigot yang
tidak ditransfusi adalah ekstrem. Disamping hipokromia dan mikrositosis berat,
banyak ditemukan poikilosit yang terfragmentasi aneh (sel bizarre) dan sel target.
Sejumlah besar eritrosit yang berinti ada di darah tepi, terutama setelah splenektomi.
Inklusi intraeritrositik yang merupakan presipitasi kelebihan rantai α, juga terlihat
pasca splenektomi. Kadar Hb turun secara cepat menjadi < 5 gr/dL kecuali mendapat
transfusi. Kadar serum besi tinggi dengan saturasi kapasitas pengikat besi (iron
binding capacity). Gambaran biokimiawi yang nyata adalah adanya kadar HbF yang
sangat tinggi dalam eritrosit.14

24
3.8 Diagnosis Thalasemia

A. Anamnesis
Penderita pertama datang dengan keluhan lemas anemia/pucat, tidak nafsu makan dan
perut membesar. Keluhan umumnya muncul pada usia 6 bulan, kemudian dilakukan
pemeriksaan fisis yang meliputi bentuk muka mongoloid (facies Cooley), ikterus,
gangguan pertumbuhan, splenomegali dan hepatomegali.

B. Pemeriksaan Fisik
 Tanda vital : Tekanan darah menurun, nadi brakikardia, suhu tubuh normal,
pernapasan meningkat
 Kulit : pucat dan ikterus ringan
 Jantung : Ejection systolic murmur gr 2
 Liver : teraba 4 cm di bawah arcus costae dextra, konsistensi kenyal
permukaan licin
 Spleen : teraba 5 cm di bawah arcus costae sinistra (Schuffner III)
 Limfadenopati negative
 Gangguan pertumbuhan tulang +/-

C. Pemeriksaan penunjang

25
Pemeriksaan laboratorium yang perlu untuk menegakkan diagnosis thalasemia ialah :
1. Darah

Pemeriksaan darah yang dilakukan pada pasien yang dicurigai menderita thalasemia adalah :

 Darah rutin

Kadar hemoglobin menurun. Dapat ditemukan peningkatan jumlah lekosit, ditemukan pula
peningkatan dari sel PMN. Bila terjadi hipersplenisme akan terjadi penurunan dari jumlah
trombosit.

 Hitung retikulosit

Hitung retikulosit meningkat antara 2-8 %.

 Gambaran darah tepi

Anemia pada thalassemia mayor mempunyai sifat mikrositik hipokrom. Pada gambaran
sediaan darah tepi akan ditemukan retikulosit, poikilositosis, tear drops sel dan target sel.

 Serum Iron & Total Iron Binding Capacity

Kedua pemeriksaan ini dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan anemia terjadi


karena defisiensi besi. Pada anemia defisiensi besi SI akan menurun, sedangkan TIBC

26
akan meningkat.

 LFT

Kadar unconjugated bilirubin akan meningkat sampai 2-4 mg%. Bila angka tersebut
sudah terlampaui maka harus dipikir adanya kemungkinan hepatitis, obstruksi batu
empedu dan cholangitis. Serum SGOT dan SGPT akan meningkat dan menandakan
adanya kerusakan hepar. Akibat dari kerusakan ini akan berakibat juga terjadi kelainan
dalam faktor pembekuan darah.

2. Elektroforesis Hb

Diagnosis definitif ditegakkan dengan pemeriksaan eleltroforesis hemoglobin.


Pemeriksaan ini tidak hanya ditujukan pada penderita thalassemia saja, namun juga pada
orang tua, dan saudara sekandung jika ada. Pemeriksaan ini untuk melihat jenis
hemoglobin dan kadar Hb A 2. petunjuk adanya thalassemia α  adalah ditemukannya Hb
Barts dan Hb H. Pada thalassemia β  kadar Hb F bervariasi antara 10-90%, sedangkan
dalam keadaan normal kadarnya tidak melebihi 1%.
3. Pemeriksaan sumsum tulang

Pada sumsum tulang akan tampak suatu proses eritropoesis yang sangat aktif sekali. Ratio
rata-rata antara myeloid dan eritroid adalah 0,8. pada keadaan normal biasanya nilai
perbandingannya 10 : 3.

4. Pemeriksaan rontgen

27
Ada hubungan erat antara metabolisme tulang dan eritropoesis. Bila tidak mendapat
tranfusi dijumpai osteopeni, resorbsi tulang meningkat, mineralisasi berkurang, dan dapat
diperbaiki dengan pemberian tranfusi darah secara berkala. Apabila tranfusi tidak optimal
terjadi ekspansi rongga sumsum dan penipisan dari korteknya. Trabekulasi memberi
gambaran mozaik pada tulang. Tulang terngkorak memberikan gambaran yang khas,
disebut dengan “hair on end” yaitu menyerupai rambut berdiri potongan pendek pada
anak besar, korteks menipis, diploe melebar dengan trabekula tegak lurus pada
korteks.Foto tulang pipih dan ujung tulang panjang : perluasan sumsum tulang
sehingga trabekula tampak jelas.9

Hair on end  Trabe kjeullas


tulang
 

28
3.9 Penatalaksanaan

1) Transfusi darah
Indikasi transfusi darah
Tujuan transfusi darah pada pasien thalassemia adalah untuk menekan hematopoiesis
ekstramedular dan mengoptimalkan tumbuh kembang anak. Transfusi dilakukan apabila
dari pemeriksaan laboratorium terbukti pasien menderita thalassemia mayor, atau apabila
Hb <7g/dL setelah 2x pemeriksaan dengan selang waktu >2 minggu, tanpa adanya tanda
infeksi atau didapatkan nilai Hb >7gr/dL dan dijumpai, gagal tumbuh, dan/atau
deformitas tulang akibat thalassemia.
Cara pemberian transfusi darah

 Volume darah yang ditransfusikan bergantung dari nilai Hb. Bila kadar Hb
pratransfusi >6 gr/dL, volume darah yang ditransfusikan berkisar 10-15 mL/kg/kali
dengan kecepatan 5 mL/kg/jam.
 Target pra kadar Hb post-transfusi tidak melebihi dari 14-15 g/dL22, sedangkan kadar
Hb pratransfusi berikutnya diharapkan tidak kurang dari 9,5 mg/dL. Nilai Hb
pretransfusi antara 9-10 g/dL dapat mencegah terjadinya hemopoesis ekstramedular,
menekan konsumsi darah berlebih, dan mengurangi absorpsi besi dari saluran cerna.
 Jika nilai Hb <6 gr/dL, dan atau kadar Hb berapapun tetapi dijumpai klinis gagal
jantung maka volume darah yang ditransfusikan dikurangi menjadi 2-5 ml/kg/kali dan
kecepatan transfusi dikurangi hingga 2 mL/kg per jam untuk menghindari kelebihan
cairan/overload.
 Darah yang diberikan adalah golongan darah donor yang sama (ABO, Rh) untuk
meminimalkan alloimunisasi dan jika memungkinkan menggunakan darah
leucodepleted yang telah menjalani uji skrining nucleic acid testing (NAT) untuk
menghindari/meminimalkan tertularnya penyakit infeksi lewat transfusi.
 Darah yang sudah keluar dari bank darah sudah harus ditransfusikan dalam waktu 30
menit sejak keluar dari bank darah. Lama waktu sejak darah dikeluarkan dari bank
darah hingga selesai ditransfusikan ke tubuh pasien maksimal dalam 4 jam. Transfusi
darah dapat dilakukan lebih cepat (durasi 2-3 jam) pada pasien dengan kadar Hb > 6
gr/dL.
 Nilai Hb dinaikan secara berlahan hingga target Hb 9 gr/dL. Diuretik furosemid
dipertimbangkan dengan dosis 1 hingga 2 mg/kg pada pasien dengan masalah
gangguan fungsi jantung atau bila terdapat klinis gagal jantung. Pasien dengan
masalah jantung, kadar Hb pratransfusi dipertahankan 10-12 g/dL. Pemberian
transfusi diberikan dalam jumlah kecil tiap satu hingga dua minggu.
 Interval antar serial transfusi adalah 12 jam, namun pada kondisi anemia berat
interval transfusi berikutnya dapat diperpendek menjadi 8-12 jam.
 Setiap kali kunjungan berat badan pasien dan kadar Hb dicatat, begitu pula dengan
volume darah yang sudah ditransfusikan. Data ini dievaluasi berkala untuk
menentukan kebutuhan transfusi pasien. Pasien tanpa hipersplenisme kebutuhan
transfusi berada di bawah 200 mL PRC/kg per tahun. Prosedur transfusi
mengikuti/sesuai dengan panduan klinis dan laboratoris masing- masing senter. Pada
saat transfusi diperhatikan reaksi transfusi yang timbul dan kemungkinan terjadi
reaksi hemolitik. Pemberian asetaminofen dan difenhidramin tidak terbukti
mengurangi kemungkinan reaksi transfusi.

2) Terapi Kelasi Besi

Kelebihan besi dapat menimbulkan komplikasi jangka panjang di berbagai sistem


organ. Pemberian terapi kelasi besi dapat mencegah komplikasi kelebihan besi dan
menurunkan angka kematian pada pasien thalassemia.
Indikasi kelasi besi
Terapi kelasi besi bertujuan untuk detoksifikasi kelebihan besi yaitu mengikat besi
yang tidak terikat transferin di plasma dan mengeluarkan besi dari tubuh. Kelasi
dimulai setelah timbunan besi dalam tubuh pasien signifikan, yang dapat dinilai dari
beberapa parameter seperti jumlah darah yang telah ditransfusikan, kadar feritin
serum, saturasi transferin, dan kadar besi hati/ liver iron concentration – LIC (biopsi,
MRI, atau feritometer). LIC minimal 3000 ug/g berat kering hati merupakan batasan
untuk memulai kelasi besi namun biopsi adalah tindakan yang invasif sehingga
beberapa parameter lain menjadi pilihan. Pemberian kelasi besi dimulai bila kadar
feritin serum darah sudah mencapai 1000 ng/mL, atau saturasi transferin >70%, atau
apabila transfusi sudah diberikan sebanyak 10-20 kali atau sekitar 3-5 liter.
Jenis dan Cara Pemberian Kelasi besi
Terapi kelasi besi memerlukan komitmen yang tinggi dan kepatuhan dari pasien dan
keluarga. Jenis kelasi besi yang terbaik adalah yang dapat digunakan pasien secara
kontinu, dengan mempertimbangkan efektifitas, efek samping, ketersediaan obat,
harga, dan kualitas hidup pasien. Tiga jenis kelasi besi yang saat ini digunakan
adalah desferoksamin, deferipron, dan deferasiroks.
 Desferoksamin

Desferoksamin merupakan terapi lini pertama pada anak. Desferoksamin adalah


kelator besi yang telah banyak diteliti dan terbukti menunjukkan efek yang dramatis
dalam menurunkan morbiditas dan mortalitas pasien thalassemia. Desferoksamin
diberikan dengan dosis 30–60 mg/kg per kali, dengan kecepatan maksimal 15
mg/kg/jam dan total dosis per hari tidak melebihi 4-6 gram.
Jarum dipasang di paha atau perut hingga mencapai dermis dan dihubungkan dengan
syringe pump. Jika pump tidak tersedia maka DFO dapat diberikan secara drip
intravena, dalam NaCl 0,9% 500 mL. Asam askorbat (vitamin C) dapat meningkatkan
ekskresi besi jika diberikan bersamaan dengan desferoksamin, sehingga vitamin C
dikonsumsi per oral dengan dosis 2-4 mg/kg/hari (100-250 mg) segera setelah infus
desferoksamin dimulai.
Desferoksamin tidak disarankan pada pasien anak di bawah usia 2 tahun karena
risiko toksisitas yang lebih tinggi pada usia lebih muda dan pada pasien dengan
timbunan besi minimal. Desferoksamin dengan dosis lebih tinggi yaitu 60-100 mg/kg
berat badan per hari, 24 jam per hari, 7 hari per minggu, secara intravena,
diindikasikan pada pasien dengan hemosiderosis berat dan disfungsi organ vital
misalnya kardiomiopati atau gagal jantung.

 Deferipron (Ferriprox, DFP, L1)

Deferipron merupakan kelator oral yang telah banyak digunakan di dunia. Deferipron
mampu menurunkan timbunan besi dalam tubuh, bahkan lebih efektif menurunkan
besi di jantung dibandingkan desferoksamin. Dosis yang diberikan adalah 75-100
mg/kg per hari, dibagi dalam 3 dosis, diberikan per oral sesudah makan.
 Deferasiroks (Exjade/DFX)

Deferasirox adalah kelator oral berupa tablet dispersible. Bioavailabilitas oralnya baik
dan waktu paruhnya panjang sehingga sesuai untuk pemberian 1 kali per hari. Dosis
dimulai dari 20 hingga 40 mg/kg/hari. Tablet dicampurkan ke dalam air, jus apel, atau
jus jeruk, dan sebaiknya dikonsumsi dalam keadaan perut kosong 30 menit sebelum
atau setelah makan.

3) Nutrisi Dan Suplementasi


Pasien thalassemia umumnya mengalami defisiensi nutrisi akibat proses hemolitik,
peningkatan kebutuhan nutrisi, dan morbiditas yang menyertainya seperti kelebihan
besi, diabetes, dan penggunaan kelasi besi. Idealnya pasien thalassemia menjalani
analisis diet untuk mengevaluasi asupan kalsium, vitamin D, folat, trace mineral
(kuprum/ tembaga, zink, dan selenium), dan antioksidan (vitamin C dan E).
Pemeriksaan laboratorium berkala mencakup glukosa darah puasa, albumin, 25-
hidroksi vitamin D, kadar zink plasma, tembaga, selenium, alfa- dan gamma-
tokoferol, askorbat, dan folat.
 Suplementasi vitamin D yang direkomendasikan adalah 50.000 IU sekali seminggu
pada pasien dengan kadar 25-hidroksi vitamin D di bawah 20 ng/dL, diberikan hingga
mencapai kadar normal. Suplemen kalsium diberikan pada pasien dengan asupan
kalsium yang rendah.
 Vitamin E dapat melindungi membran eritrosit sehingga tidak mudah lisis dan secara
bermakna meningkatkan kadar Hb. Suplementasi vitamin E 10 mg/kg atau 2x200
IU/hari selama 4 minggu dipercaya dapat meningkatkan kadar Hb dan askorbat
plasma, dan dapat menjaga enzim antioksidan pada eritrosit sehingga kadarnya
mendekati nilai normal.

 Vitamin C berperan untuk memindahkan besi dari penyimpanan di intraselular dan


secara efektif meningkatkan kerja DFO. Vitamin C dengan dosis tidak lebih dari 2-3
mg/kg/hari diberikan bersama desferoksamin untuk meningkatkan ekskresi besi.
 Pemberian asam folat direkomendasikan pula, karena defisiensi zat ini umum terjadi.
Pemberiannya terutama pada pasien yang merencanakan kehamilan. Asam folat
diberikan dengan dosis 1-5 mg/kg/hari atau 2x1 mg/hari.11
DAFTAR PUSTAKA

1. A.V. Hoffbrand and J.E. Pettit; alih bahasa oleh Iyan Darmawan : Kapita Selekta
Haematologi, edisi ke 2. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta : 1996, hal 66-85
2. Atmakusuma, Djumhana. 2009. Thalassemia : Manifetasi Klinis, Pendekatan
Diagnosis, dan Thalssemia Intermedia. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II
Edisi V. Jakarta : InternaPublishing.
3. Berhman, RE; Kliegman, RM ; Arvin: Nelson Ilmu Kesehatan Anak, volume 2,
edisi 15. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta : 2005, hal1708-1712
4. Cappellini., Cohen A., Porter J., Taher A., dan Vip Viprakasit. 2014. Guidelines For
The Management Of Transfusion Dependent Thalassemia (TDT). Cyprus:
Thalassemia International Federation.
5. Children's Hospital & Research Center Oakland. 2005. “What is Thalassemia and
Treating Thalassemia”.
6. Fatmasyithah, V., Rahayu, M. S. 2014. Gambaran Penderita Thalasemia Di Ruang
Rawat Anak Rumah Sakit Umum Cut Meutiaaceh Utara Tahun 2012. JESBIO. 3(5) :
1-6
7. Haemoglobinopathies. The Pathophysiology of Beta-thalassemia Major, C.B.
Modell, from theDepartment of Paediatrics, University College Hospital, London,
J. clin. Path., 27, Suppl. (Roy. Coll.Path.), 8, 12-18
8. Hassan R dan Alatas H. (2002). Buku Kuliah 1 Ilmu Kesehatan anak. bagian 19
9. Hematologi hal. 419-450 ,Bagian ilmu kesehatan anak Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia : Jakarta
10. Kiswari, Rukman. 2014. Hematologi & Transfusi. Jakarta: Penerbit Erlangga
11. MENKES. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2018).
Pedoman nasional kedokteran tata laksana thalasemia.

12. Paediatrica Indonesiana, The Indonesian Journal of pediatrics and Perinatal


Medicine, volume 46, No.5-6. Indonesian Pediatric Society, Jakarta: 2006, page
134-138
13. Permono, H. BAmbang; Sutaryo; Windiastuti, Endang; Abdulsalam, Maria; IDG
Ugrasena: Buku Ajar Hematologi-Onkologi Anak, Cetakan ketiga. Penerbit Badan
Penerbit IDAI, Jakarta : 2010, hlm 64-84
14. Petunjuk Diagnosis dan Tatalaksana Kasus Talasemia.Jakarta:Subbagian
Hematologi,Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI/RSCM,1997
15. Regar, J. 2009. Aspek Genetik Thalasemia. Jurnal Biomedik. 1(3) : 151-158

You might also like