Professional Documents
Culture Documents
Seminar MKG 2015 - Bambang Sunardi
Seminar MKG 2015 - Bambang Sunardi
Bambang Sunardi1*, Buldan Muslim2, Drajat Ngadmanto1, Pupung Susilanto1, Jimmi Nugraha1,
Suliyanti Pakpahan1, Angga Setiyo Prayogo1
1
Pulitbang BMKG, Jl. Angkasa 1 No. 2 Kemayoran, Jakarta, 10720
2
Pusat Sains dan Antariksa, LAPAN, Jl. Dr. Junjunan 133 Bandung, 40173
*E-mail: bambang.sunardi@bmkg.go.id
ABSTRAK
Dalam dekade terakhir, penelitian tentang prediksi gempa bumi telah berkembang menjadi penelitian tentang
prekursor gempabumi. Studi prekursor gempabumi melalui berbagai parameter pengamatan telah dilakukan
seperti Vp / Vs, elektromagnetik (EM) dan radon. Saat ini telah tersedia data Total Electron Content (TEC)
dalam bentuk Global Ionosphere Maps (GIM) yang belum dimanfaatkan untuk studi prekursor gempabumi di
Indonesia. Makalah ini membahas pengembangan sistem monitoring data TEC-GPS yang disebut IonoQuake.
IonoQuake dirancang untuk monitoring data TEC-GPS pada koordinat tertentu secara near real time
menggunakan teknik korelasi data GIM. Untuk memastikan anomali, digunakan data Disturbance storm time
index (Dst). Hasil pengujian IonoQuake menunjukkan kemunculan anomali TEC-GPS pada beberapa kasus
gempabumi yang dapat dikategorikan sebagai Prekursor Gempabumi Terdeteksi (PGT). Hasil pengujian awal
terhadap 77 gempabumi di Indonesia dari Januari – Juli 2015 menunjukkan bahwa IonoQuake mendeteksi
anomali TEC-GPS sekitar 46% untuk Mw > 5 dan 53% untuk Mw > 5.5 jika badai magnetik diabaikan. Jika
badai magnetik dipertimbangkan, anomali TEC-GPS yang muncul sekitar 35% untuk magnitude Mw > 5 dan
40% untuk Mw > 5.5. Sisanya sekitar 54% untuk magnitude Mw > 5 dan 47% untuk Mw > 5.5 tidak terdeteksi
adanya anomali. Umumnya, anomali TEC-GPS terjadi 1-6 hari sebelum gempabumi.
ABSTRACT
Within the last decade, research on earthquakes prediction has developed into research on earthquake
precursors. Earthquake precursor studies through various parameters observations have been carried out as
well as Vp/Vs, electromagnetic (EM) and radon. Currently available Total Electron Content (TEC)-GPS data in
Global Ionosphere Maps (GIM) that not used for earthquake precursors study in Indonesia. This paper discusses
the development of TEC-GPS data monitoring system called IonoQuake. IonoQuake designed for TEC-GPS data
monitoring at specific coordinates in near real time using GIM correlation techniques. To ensure anomalies,
Disturbance storm time index (Dst) is used. IonoQuake test results indicate the emergence anomalies in some
earthquake cases and categorized as earthquake precursor detected (PGT). Preliminary results for the 77
earthquakes in Indonesia, during January to July 2015 indicates that IonoQuake detect TEC-GPS anomalies
approximately 46% for magnitude Mw > 5 and 53% for Mw > 5.5 if the magnetic storms were ignored.
However, if the magnetic storms considered, around 35% for magnitude Mw > 5 and 40% for Mw > 5.5
anomalies which appears. The remaining approximately 54% for magnitude Mw > 5 and 47% for Mw 5.5 not
detected any anomaly. Generally, TEC-GPS anomalies occur 1 to 6 days before the earthquakes.
Gangguan TEC dari data Global Ionosphere Maps Gambar 1. Skema aliran data untuk pengembangan
(GIM) berkaitan dengan gempabumi Wenchuan 12 sistem monitoring TEC-GPS.
Anomali TEC juga dapat dipicu oleh aktivitas memenuhi syarat tersebut maka pada hari dengan
geomagnetik. Untuk mengetahui sumber penyebab skk/dskk kurang dari -1 ditetapkan sebagai kondisi
anomali TEC di daerah lintang rendah dan ekuator TEC yang tidak normal (anomali TEC) [9].
dibutuhkan data Disturbance storm time index (Dst).
Indeks Dst dapat dipergunakan untuk karakterisasi Tabel 1. Gempabumi BMKG Januari – Juni 2015 Mw
badai magnetic. Badai magnetik biasanya > 5 [17].
dinyatakan dengan nilai negatif yang menunjukkan
No Tahun Bulan Hari Bujur Lintang Depth Mag
penurunan medan magnet bumi [12]. Indeks Dst 1 2015 1 3 -0.11 123.82 101 5.3
banyak juga dipergunakan untuk memprediksi badai 2 2015 1 5 2.96 122.99 470 5.1
3 2015 1 9 2.62 96.05 19 5.3
magnetik sebagaimana penelitian Burton [13] dan 4 2015 1 12 -5.62 133.8 10 5.9
Pallocchia [14]. Intensitas badai magnetik 5 2015 1 15 -4.92 102.67 86 5.4
6 2015 1 17 0.5 125.44 79 5.1
diklasifikasikan menjadi tiga kelas yaitu indeks Dst 7 2015 1 17 -5.81 131.87 80 5.8
lebih kecil -30 NT hingga lebih besar -50 nT 8 2015 1 19 4.61 119.86 37 5.6
9 2015 1 21 5.63 125.48 56 5.3
dikategorikan sebagai badai magnetik lemah, indeks 10 2015 1 25 -7.44 129.18 145 5.1
Dst lebih kecil -50 nT hingga lebih besar -100 nT 11 2015 1 27 1.26 97.21 25 5.6
12 2015 1 29 1.73 126.45 62 5.1
sebagai badai sedang dan indeks Dst lebih kecil atau 13 2015 1 31 -6.93 127.53 331 5.3
sama dengan -100 nT sebagai badai kuat [15]. Data 14 2015 2 4 -0.09 125.08 55 5.3
nilai skk/dskk -1. Anomali TEC yang disebabkan 74 2015 6 18 2.74 128.53 222 5.4
75 2015 6 25 -6.19 131.2 79 5.5
oleh gempabumi dan atau badai magnetik 76 2015 6 25 -4.92 134.01 10 5.3
didasarkan pada nilai skk/dskk kurang dari -1. Jika 77 2015 6 26 4.24 125.87 156 5.1
Pengelompokan hasil monitoring data TEC-GPS memuat lokasi / koordinat yang akan dilakukan
didasarkan pada nilai rasio simpangan koefisien monitoring serta hasil monitoring secara lengkap
korelasi dengan deviasi standar simpangan koefisien sehingga dapat dipergunakan untuk analisis lanjutan.
korelasi (skk/dskk), waktu kejadian serta indeks Dst. Gambar 2 menunjukkan diagram singkat
Secara garis besar ditentukan 3 kriteria yaitu pengembangan IonoQuake, sistem monitoring data
pertama kriteria Prekursor Gempabumi Terdeteksi TEC-GPS untuk studi prekursor gempabumi di
(PGT). Anomali TEC akan dikelompokkan sebagai Indonesia. Kotak berwarna merah merupakan hasil
PGT apabila memenuhi syarat nilai skk/dskk kurang terpenting yang akan ditampilkan oleh sistem.
dari -1, waktu kejadian sebelum gempabumi serta
indeks Dst lebih besar -30 nT. Kriteria kedua adalah 3. Hasil dan Pembahasan
Prekursor Gempabumi / Efek badai Magnetik
Terdeteksi (PGT/EMT) apabila terpenuhi kriteria Hasil Pengembangan IonoQuake. Tahap awal
nilai skk/dskk kurang dari -1, waktu kejadian pengembangan sistem monitoring data TEC diberi
sebelum gempabumi serta indeks Dst kurang dari - nama IonoQuake V1.0. Ionoquake V1.0 dibangun
30 nT. Kriteria ketiga adalah Prekursor Gempabumi dengan dua tampilan utama yaitu jendela utama
Tidak Terdeteksi (PGTT) apabila memenuhi kriteria (main window) dan jendela displai hasil monitoring
nilai skk/dskk lebih besar dari -1, waktu kejadian (monitoring window). Gambar 3 dan Gambar 4
sebelum gempabumi serta indeks Dst lebih besar berturut-turut merupakan tampilan kedua jendela
dari -30 nT. tersebut.
Metode Korelasi Silang. Untuk mengetahui Menu utama pada main window adalah menu Mode,
anomali TEC terjadi secara lokal atau global, data Lintang, Bujur, Mulai dan Stop. Pada menu Mode
TEC yang diperoleh dari GIM pada lintang terdekat terdapat dua pilihan yaitu Realtime Monitoring dan
dengan titik monitoring dilakukan korelasi silang Post Processing. Pilihan mode ini dipergunakan
dengan data TEC di lintang sebelahnya (lintang untuk memilih proses monitoring dilakukan secara
sebelah utara dan sebelah selatan). Asumsi dalam real time atau untuk pemrosesan data yang telah
penelitian ini apabila terjadi gangguan geomagnetik berlalu. Menu isian Lintang dan Bujur dipergunakan
seperti halnya badai magnetik akan menyebabkan untuk memilih titik koordinat yang akan dilakukan
anomali yang bersifat global, sebaliknya anomali monitor. Menu Mulai dipergunakan untuk memulai
dari proses persiapan gempabumi (pre seismic) akan perhitungan dan monitoring data TEC-GPS. Menu
bersifat lebih lokal. Untuk memperkuat hasil tersebut dipergunakan setelah memilih Mode dan
analisis, kedua metode diatas dapat digabungkan. mengisi Lintang Bujur. Menu Stop dipergunakan
Rancangan sistem monitoring data TEC-GPS untuk untuk menghentikan proses monitoring data TEC.
studi prekursor gempabumi setidaknya harus
Gambar 2. Diagram singkat pengembangan sistem monitoring data TEC-GPS untuk studi prekursor gempabumi.
Variasi Diurnal TEC ionosfer
60
Monitoring window akan menampilkan hasil
TEC (TECU)
40
skk/dskk
koefisien korelasi (skk) dengan deviasi standar -1
-2
skk/dskk adalah -1. Jika nilai skk/dskk lebih kecil -1 Korelasi Silang
Lintang
ketiga yang ditampilkan dalam monitoring window -10 -2
-4
-20
adalah hasil korelasi silang TEC pada lintang titik 191 193 195 197 199 201 203 205 207 209 211 213 215 217
Dst (nT)
0
-20
TEC bersifat lokal atau global. Hasil monitoring -40
-60
terakhir adalah nilai indeks Dst. Indeks Dst 191 193 195 197 199 201 203
DOY (2015)
205 207 209 211 213 215 217
(c)
(d)
Gambar 5. Hasil monitoring data TEC-GPS sebelum
gempabumi Minahasa 3 Januari 2015 Mw
5.3. Variasi diurnal TEC (a), nilai
skk/dskk (b), hasil korelasi silang (c) dan
Gambar 3. Tampilan main window IonoQuake V1.0. indeks Dst (d).
Pengujian IonoQuake terhadap gempabumi Maluku
Utara 11 April 2015 Mw 5.2 dengan episenter di
2.120 LU dan 126.710 BT memperlihatkan variasi
diurnal TEC sebelum gempabumi seperti
ditunjukkan pada Gambar 6 (a). Nilai skk/dskk
ditunjukkan pada Gambar 6 (b), hasil korelasi silang
pada Gambar 6 (c) serta indeks Dst pada Gambar 6
(d). Pada Tanggal 17 – 18 Maret 2015 terlihat badai
(a)
magnetik kuat ditandai dengan nilai indeks yang
lebih kecil dari -100 nT. Hasil skk/dskk
menunjukkan nilai -5.29 pada DOY 77 (18 Maret
2015) lebih kecil dari batas ambang anomali TEC
yang ditentukan -1. Apabila mendasarkan metode
auto korelasi (nilai skk/dskk) maka anomali TEC
yang terdeteksi dapat kita kategorikan sebagai
Prekursor Gempabumi / Efek badai Magnetik
Terdeteksi (PGT/EMT). Hasil korelasi silang (b)
menunjukkan adanya anomali yang dapat
dikategorikan sebagai Prekursor Gempabumi
terdeteksi (PGT). Apabila menggabungkan kedua
metode tersebut maka anomali TEC yang terdeteksi
sebelum gempabumi Maluku Utara 11 April 2015
Mw 5.2 dapat dikategorikan sebagai PGT/EMT.