You are on page 1of 7

IONOQUAKE, SISTEM MONITORING DATA TEC-GPS

UNTUK STUDI PREKURSOR GEMPABUMI DI INDONESIA


IONOQUAKE, TEC-GPS DATA MONITORING SYSTEM
FOR EARTHQUAKE PRECURSOR STUDY IN INDONESIA

Bambang Sunardi1*, Buldan Muslim2, Drajat Ngadmanto1, Pupung Susilanto1, Jimmi Nugraha1,
Suliyanti Pakpahan1, Angga Setiyo Prayogo1
1
Pulitbang BMKG, Jl. Angkasa 1 No. 2 Kemayoran, Jakarta, 10720
2
Pusat Sains dan Antariksa, LAPAN, Jl. Dr. Junjunan 133 Bandung, 40173

*E-mail: bambang.sunardi@bmkg.go.id

ABSTRAK

Dalam dekade terakhir, penelitian tentang prediksi gempa bumi telah berkembang menjadi penelitian tentang
prekursor gempabumi. Studi prekursor gempabumi melalui berbagai parameter pengamatan telah dilakukan
seperti Vp / Vs, elektromagnetik (EM) dan radon. Saat ini telah tersedia data Total Electron Content (TEC)
dalam bentuk Global Ionosphere Maps (GIM) yang belum dimanfaatkan untuk studi prekursor gempabumi di
Indonesia. Makalah ini membahas pengembangan sistem monitoring data TEC-GPS yang disebut IonoQuake.
IonoQuake dirancang untuk monitoring data TEC-GPS pada koordinat tertentu secara near real time
menggunakan teknik korelasi data GIM. Untuk memastikan anomali, digunakan data Disturbance storm time
index (Dst). Hasil pengujian IonoQuake menunjukkan kemunculan anomali TEC-GPS pada beberapa kasus
gempabumi yang dapat dikategorikan sebagai Prekursor Gempabumi Terdeteksi (PGT). Hasil pengujian awal
terhadap 77 gempabumi di Indonesia dari Januari – Juli 2015 menunjukkan bahwa IonoQuake mendeteksi
anomali TEC-GPS sekitar 46% untuk Mw > 5 dan 53% untuk Mw > 5.5 jika badai magnetik diabaikan. Jika
badai magnetik dipertimbangkan, anomali TEC-GPS yang muncul sekitar 35% untuk magnitude Mw > 5 dan
40% untuk Mw > 5.5. Sisanya sekitar 54% untuk magnitude Mw > 5 dan 47% untuk Mw > 5.5 tidak terdeteksi
adanya anomali. Umumnya, anomali TEC-GPS terjadi 1-6 hari sebelum gempabumi.

Kata kunci: Ionoquake, TEC-GPS, prekursor gempabumi, GIM, teknik korelasi

ABSTRACT

Within the last decade, research on earthquakes prediction has developed into research on earthquake
precursors. Earthquake precursor studies through various parameters observations have been carried out as
well as Vp/Vs, electromagnetic (EM) and radon. Currently available Total Electron Content (TEC)-GPS data in
Global Ionosphere Maps (GIM) that not used for earthquake precursors study in Indonesia. This paper discusses
the development of TEC-GPS data monitoring system called IonoQuake. IonoQuake designed for TEC-GPS data
monitoring at specific coordinates in near real time using GIM correlation techniques. To ensure anomalies,
Disturbance storm time index (Dst) is used. IonoQuake test results indicate the emergence anomalies in some
earthquake cases and categorized as earthquake precursor detected (PGT). Preliminary results for the 77
earthquakes in Indonesia, during January to July 2015 indicates that IonoQuake detect TEC-GPS anomalies
approximately 46% for magnitude Mw > 5 and 53% for Mw > 5.5 if the magnetic storms were ignored.
However, if the magnetic storms considered, around 35% for magnitude Mw > 5 and 40% for Mw > 5.5
anomalies which appears. The remaining approximately 54% for magnitude Mw > 5 and 47% for Mw 5.5 not
detected any anomaly. Generally, TEC-GPS anomalies occur 1 to 6 days before the earthquakes.

Keywords: IonoQuake, TEC-GPS, earthquake precursor, GIM, correlation techniques

1. Pendahuluan BMKG telah melakukan studi tanda-tanda awal


sebelum kejadian gempabumi dari pengamatan
Pada dekade terakhir, penelitian tentang prediksi berbagai parameter untuk suatu kejadian gempabumi
gempabumi mulai mengalami pergeseran kearah [1]. Tahun 2013 kegiatan monitoring parameter
pengamatan tanda-tanda awal sebelum gempabumi prekursor gempabumi dan pengembangan
terjadi (prekursor). Tahun 2010 - 2012, Puslitbang monitoring parameter emisi gas radon mulai
dilakukan di Pelabuhan Ratu [2]. Hasil awal Mei 2008 juga teramati oleh Jianyong et al [10].
beberapa penelitian tersebut memperlihatkan Hasil penelitian menunjukkan adanya variasi
munculnya beberapa anomali parameter Vp/Vs, anomali data Global Ionosphere Maps (GIM) di
elektromagnetik (EM), geo-atmosferik (suhu tenggara pusat gempabumi. Anomali pada 9 Mei
permukaan) dan geokimia (emisi gas radon) dalam 2008 tersebut kemungkinan merupakan prekursor
rentang waktu yang bervariasi sebelum kejadian TEC dari gempa Wenchuan 12 Mei 2008.
gempabumi.
Saat ini telah tersedia data TEC-GPS dalam bentuk
Beberapa penelitian yang telah dilakukan Global Ionosphere Maps (GIM) yang dapat diakses
menunjukkan perubahan di dalam kerak bumi dalam bebas dan near real time. Data TEC dalam bentuk
bentuk deformasi, variasi kecepatan gelombang GIM tersebut belum dipergunakan untuk studi
seismik, keluarnya gas dari kerak bumi, perubahan prekursor gempabumi di Indonesia. Berdasarkan hal
medan listrik crustal teramati tidak hanya di daerah tersebut, pengembangan sistem monitoring data
gempabumi tetapi juga di luar daerah gempabumi TEC-GPS untuk studi prekursor gempabumi cukup
yang besarnya berhubungan dengan besar penting untuk dilakukan. Pengembangan sistem
gempabumi [3]. Dari studi tersebut berkembang monitoring TEC akan melengkapi sistem monitoring
menjadi teori dilatasi dari deformasi kerak bumi prekursor gempabumi yang telah ada sebelumnya.
yang disebut retakan dan pembentukan patahan
utama di daerah persiapan gempabumi [4, 5]. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan
IonoQuake, sistem monitoring TEC-GPS untuk studi
Penelitian akhir-akhir ini mengungkapkan bahwa prekursor gempabumi. Hasil pengembangan
aktivitas gempabumi merupakan salah satu sumber IonoQuake selanjutnya dilakukan pengujian awal
variabilitas di ionosfer [6]. Penelitian yang berkaitan terhadap gempabumi di Indonesia dari Januari – Juni
dengan anomali Total Electron Content (TEC) 2015 dengan magnitude Mw > 5. Hasil penelitian
beberapa hari sebelum gempabumi kuat terjadi telah diharapkan memberikan gambaran awal tentang
banyak dilakukan sebelumnya. Hasil penelitian di peluang monitoring TEC-GPS untuk studi prekursor
Taiwan memperlihatkan bahwa nilai TEC secara gempabumi di Indonesia sekaligus sebagai dasar
signifikan menurun 1, 3, dan 4 hari sebelum pengembangan penggunaan data TEC-GPS untuk
gempabumi Chi-Chi 20 September 1999 [7]. keperluan di bidang mitigasi bencana gempabumi
dan tsunami.
Pulinets et al. menggunakan teknik korelasi dari dua
stasiun GPS untuk deteksi prekursor gempabumi 2. Data dan Metode Penelitian
dari data TEC [8]. Satu stasiun GPS sebagai sensor
anomali TEC sedangkan stasiun GPS yang jauh dari Data Penelitian. Pengembangan sistem untuk
episenter gempabumi sebagai kontrol. Jika ada keperluan monitoring memerlukan data Total
anomali di stasiun sensor dan tidak terjadi di stasiun Electron Content (TEC) yang kontinyu. Data TEC
kontrol maka nilai korelasinya akan rendah. dalam bentuk Global Ionosphere Map (GIM) dapat
Sebaliknya jika tidak terjadi gangguan di salah satu dimanfaatkan untuk keperluan tersebut. Data TEC
stasiun GPS maka nilai korelasinya tetap tinggi. Jika dalam bentuk GIM memiliki resolusi spasial 2,50
terjadi gangguan di dua stasiun GPS yang arah lintang dan 50 arah bujur serta resolusi temporal
disebabkan oleh badai magnetik maka nilai korelasi 2 jam. GIM dihasilkan setiap hari di Center for Orbit
variasi TEC antara dua lokasi tersebut juga tetap Determination in Europe (CODE) menggunakan
tinggi karena gangguan ionosfer yang disebabkan data dari sekitar 200 stasiun GPS di seluruh belahan
oleh badai magnetik bersifat global, berbeda dengan dunia [11]. Gambar 1 menunjukkan skema aliran
gangguan ionosfer yang disebabkan oleh data untuk keperluan pengembangan sistem
gempabumi yang bersifat lokal. monitoring TEC.

Data TEC-GPS dengan cakupan spasial yang lebih


luas telah diuji dengan menerapkan metode korelasi
dan nilai ambang batas anomali. Hasil pengujian
menunjukkan mayoritas anomali TEC muncul
sebelum kejadian gempabumi kuat, namun sebagian
besar efek gempabumi tersebut tidak menimbulkan
anomali TEC. Kemunculan anomali TEC sebelum
dan setelah gempabumi kuat akan lebih efektif jika
tidak ada badai magnetik sedang maupun kuat [9].

Gangguan TEC dari data Global Ionosphere Maps Gambar 1. Skema aliran data untuk pengembangan
(GIM) berkaitan dengan gempabumi Wenchuan 12 sistem monitoring TEC-GPS.
Anomali TEC juga dapat dipicu oleh aktivitas memenuhi syarat tersebut maka pada hari dengan
geomagnetik. Untuk mengetahui sumber penyebab skk/dskk kurang dari -1 ditetapkan sebagai kondisi
anomali TEC di daerah lintang rendah dan ekuator TEC yang tidak normal (anomali TEC) [9].
dibutuhkan data Disturbance storm time index (Dst).
Indeks Dst dapat dipergunakan untuk karakterisasi Tabel 1. Gempabumi BMKG Januari – Juni 2015 Mw
badai magnetic. Badai magnetik biasanya > 5 [17].
dinyatakan dengan nilai negatif yang menunjukkan
No Tahun Bulan Hari Bujur Lintang Depth Mag
penurunan medan magnet bumi [12]. Indeks Dst 1 2015 1 3 -0.11 123.82 101 5.3
banyak juga dipergunakan untuk memprediksi badai 2 2015 1 5 2.96 122.99 470 5.1
3 2015 1 9 2.62 96.05 19 5.3
magnetik sebagaimana penelitian Burton [13] dan 4 2015 1 12 -5.62 133.8 10 5.9
Pallocchia [14]. Intensitas badai magnetik 5 2015 1 15 -4.92 102.67 86 5.4
6 2015 1 17 0.5 125.44 79 5.1
diklasifikasikan menjadi tiga kelas yaitu indeks Dst 7 2015 1 17 -5.81 131.87 80 5.8
lebih kecil -30 NT hingga lebih besar -50 nT 8 2015 1 19 4.61 119.86 37 5.6
9 2015 1 21 5.63 125.48 56 5.3
dikategorikan sebagai badai magnetik lemah, indeks 10 2015 1 25 -7.44 129.18 145 5.1
Dst lebih kecil -50 nT hingga lebih besar -100 nT 11 2015 1 27 1.26 97.21 25 5.6
12 2015 1 29 1.73 126.45 62 5.1
sebagai badai sedang dan indeks Dst lebih kecil atau 13 2015 1 31 -6.93 127.53 331 5.3
sama dengan -100 nT sebagai badai kuat [15]. Data 14 2015 2 4 -0.09 125.08 55 5.3

indeks Dst dapat diperoleh secara real time dari 15


16
2015
2015
2
2
5
8
-7.7
-2.42
128.43
119.42
133
10
5.1
5.2
World Data Center for Geomagnetism, Kyoto [16]. 17 2015 2 15 -0.49 123.81 15 5.1
18 2015 2 18 2.78 128.54 224 5.3
Untuk pengujian awal sistem monitoring data TEC- 19 2015 2 22 -4.87 133.95 11 5.4
20 2015 2 23 -3.45 139.02 80 5.1
GPS digunakan data gempabumi dari BMKG selama 21 2015 2 23 -4.42 126.39 368 5.1
Januari – Juni 2015. Terdapat 77 gempabumi utama 22 2015 2 25 1.77 126.38 68 5.1
23 2015 2 27 -7.39 122.51 547 6.8
dengan kategori magnitude Mw > 5. Tabel 1 24 2015 3 1 0.1 124.54 93 5.4
menunjukkan data gempabumi dari katalog BMKG 25 2015 3 1 4.78 126.03 107 5.5

selama bulan Januari – Juni 2015 dengan magnitude 26


27
2015
2015
3
3
2
3
-0.04
-0.74
124.57
98.77
15
47
5.4
6.1
Mw > 5 [17]. 28 2015 3 5 0.23 97.03 23 5.4
29 2015 3 6 4.13 126.67 80 5.2
30 2015 3 9 -7.44 128.82 111 5.2
Metode Auto Korelasi. Pengembangan IonoQuake, 31 2015 3 15 -5.89 130.38 10 5.3
32 2015 3 15 -9.78 112.82 10 5.3
sistem monitoring data TEC-GPS untuk studi 33 2015 3 15 -0.55 122.38 30 6
prekursor gempabumi didasarkan atas asumsi bahwa 34 2015 3 17 -0.65 122.29 10 5.1
35 2015 3 17 1.72 126.51 64 6.2
gempabumi berpengaruh terhadap lapisan ionosfer 36 2015 3 18 -0.58 122.27 10 5.2
sehingga menimbulkan gangguan TEC sebelum 37 2015 3 19 1.96 126.46 64 5.1
38 2015 3 21 3.57 127.28 55 5.3
maupun sesudahnya. Gangguan TEC juga dapat 39 2015 3 23 0.56 124.94 10 5.4
disebabkan oleh badai magnetik sehingga sistem 40 2015 3 24 2.11 126.68 62 5.4
41 2015 3 27 1.52 126.35 64 5.1
monitoring data TEC-GPS harus senantiasa 42 2015 3 28 0.47 122.02 111 6
dibarengi dengan monitoring indeks Dst. 43 2015 3 29 1.69 126.56 58 5.6
44 2015 3 31 2.47 128.11 119 5.1
45 2015 4 1 0.93 124.03 220 5.2

Deteksi pengaruh aktivitas persiapan gempabumi 46 2015 4 1 -6.98 132.49 14 5.7


47 2015 4 4 -2.7 127.74 46 5.4
(pre seismic) terhadap TEC di ionosfer diupayakan 48 2015 4 11 2.12 126.71 58 5.2
dengan menggunakan data TEC yang terdekat 49 2015 4 11 -6.62 104.35 54 5.1
50 2015 4 14 -7.6 128.77 121 5.1
dengan episenter gempabumi. Untuk mewakili 51 2015 4 19 1.84 98.94 121 5.2
kondisi normal, data TEC dari GIM dipilih 31 hari 52 2015 4 20 -5.68 102.51 27 5.6
53 2015 4 24 -0.08 124.33 70 5.1
kebelakang sehingga akan selalu terdapat 31 data 54 2015 4 26 -10.64 120.46 14 5.1
TEC. Pada setiap waktu pengamatan mulai pukul 55 2015 4 28 -4.75 134.6 60 5.2
56 2015 5 4 1.69 126.45 40 5.1
00:00 sampai 22:00 selang 2 jam, dihitung rata-rata 57 2015 5 8 1.4 97.73 42 5.9
TEC pada jam tertentu selama 31 hari sehingga 58 2015 5 12 -7.37 129.22 140 5.5
59 2015 5 14 -7.13 129.86 129 5.1
diperoleh variasi diurnal rata-rata bulanan TEC. 60 2015 5 14 -6 128.27 371 5.1
Selanjutnya analisis korelasi dilakukan antara variasi 61 2015 5 15 -2.66 102.17 153 5.8
62 2015 5 20 1.88 126.48 53 5.3
diurnal TEC pada hari tertentu untuk 31 hari dengan 63 2015 5 21 3.82 95.88 57 5.2
variasi diurnal rata-rata bulanan TEC yang 64 2015 5 22 -4.08 135.94 10 5.1
65 2015 5 26 -0.51 135.89 49 5.1
menghasilkan 31 koefisien korelasi. Perbandingan 66 2015 5 26 -0.44 135.87 42 5.7
simpangan koefisien korelasi harian untuk 31 hari 67 2015 5 30 -0.44 135.86 30 5.1

terhadap nilai rata-rata koefisien korelasi (skk) 68


69
2015
2015
5
6
30
1
-4.92
-6.19
102.96
130.77
64
118
5.2
5.1
dibagi dengan deviasi standar koefisien korelasi 70 2015 6 6 -2.14 138.97 10 5.2

(dskk) digunakan sebagai indikator anomali 71


72
2015
2015
6
6
13
15
-8.72
-9.74
118.39
125.08
122
45
5.1
5.8
ionosfer. Batas ambang anomali adalah pada saat 73 2015 6 15 4.1 126 148 5.7

nilai skk/dskk -1. Anomali TEC yang disebabkan 74 2015 6 18 2.74 128.53 222 5.4
75 2015 6 25 -6.19 131.2 79 5.5
oleh gempabumi dan atau badai magnetik 76 2015 6 25 -4.92 134.01 10 5.3
didasarkan pada nilai skk/dskk kurang dari -1. Jika 77 2015 6 26 4.24 125.87 156 5.1
Pengelompokan hasil monitoring data TEC-GPS memuat lokasi / koordinat yang akan dilakukan
didasarkan pada nilai rasio simpangan koefisien monitoring serta hasil monitoring secara lengkap
korelasi dengan deviasi standar simpangan koefisien sehingga dapat dipergunakan untuk analisis lanjutan.
korelasi (skk/dskk), waktu kejadian serta indeks Dst. Gambar 2 menunjukkan diagram singkat
Secara garis besar ditentukan 3 kriteria yaitu pengembangan IonoQuake, sistem monitoring data
pertama kriteria Prekursor Gempabumi Terdeteksi TEC-GPS untuk studi prekursor gempabumi di
(PGT). Anomali TEC akan dikelompokkan sebagai Indonesia. Kotak berwarna merah merupakan hasil
PGT apabila memenuhi syarat nilai skk/dskk kurang terpenting yang akan ditampilkan oleh sistem.
dari -1, waktu kejadian sebelum gempabumi serta
indeks Dst lebih besar -30 nT. Kriteria kedua adalah 3. Hasil dan Pembahasan
Prekursor Gempabumi / Efek badai Magnetik
Terdeteksi (PGT/EMT) apabila terpenuhi kriteria Hasil Pengembangan IonoQuake. Tahap awal
nilai skk/dskk kurang dari -1, waktu kejadian pengembangan sistem monitoring data TEC diberi
sebelum gempabumi serta indeks Dst kurang dari - nama IonoQuake V1.0. Ionoquake V1.0 dibangun
30 nT. Kriteria ketiga adalah Prekursor Gempabumi dengan dua tampilan utama yaitu jendela utama
Tidak Terdeteksi (PGTT) apabila memenuhi kriteria (main window) dan jendela displai hasil monitoring
nilai skk/dskk lebih besar dari -1, waktu kejadian (monitoring window). Gambar 3 dan Gambar 4
sebelum gempabumi serta indeks Dst lebih besar berturut-turut merupakan tampilan kedua jendela
dari -30 nT. tersebut.

Metode Korelasi Silang. Untuk mengetahui Menu utama pada main window adalah menu Mode,
anomali TEC terjadi secara lokal atau global, data Lintang, Bujur, Mulai dan Stop. Pada menu Mode
TEC yang diperoleh dari GIM pada lintang terdekat terdapat dua pilihan yaitu Realtime Monitoring dan
dengan titik monitoring dilakukan korelasi silang Post Processing. Pilihan mode ini dipergunakan
dengan data TEC di lintang sebelahnya (lintang untuk memilih proses monitoring dilakukan secara
sebelah utara dan sebelah selatan). Asumsi dalam real time atau untuk pemrosesan data yang telah
penelitian ini apabila terjadi gangguan geomagnetik berlalu. Menu isian Lintang dan Bujur dipergunakan
seperti halnya badai magnetik akan menyebabkan untuk memilih titik koordinat yang akan dilakukan
anomali yang bersifat global, sebaliknya anomali monitor. Menu Mulai dipergunakan untuk memulai
dari proses persiapan gempabumi (pre seismic) akan perhitungan dan monitoring data TEC-GPS. Menu
bersifat lebih lokal. Untuk memperkuat hasil tersebut dipergunakan setelah memilih Mode dan
analisis, kedua metode diatas dapat digabungkan. mengisi Lintang Bujur. Menu Stop dipergunakan
Rancangan sistem monitoring data TEC-GPS untuk untuk menghentikan proses monitoring data TEC.
studi prekursor gempabumi setidaknya harus

Gambar 2. Diagram singkat pengembangan sistem monitoring data TEC-GPS untuk studi prekursor gempabumi.
Variasi Diurnal TEC ionosfer
60
Monitoring window akan menampilkan hasil

TEC (TECU)
40

pengolahan data pada koordinat yang telah 20

ditentukan sebelumnya. Hasil pertama yang akan 0


191 193 195 197 199 201 203 205 207 209 211 213 215 217

ditampilkan adalah data variasi diurnal TEC ionosfer skk/dskk

selama 31 hari. Selanjutnya rasio simpangan 1


0

skk/dskk
koefisien korelasi (skk) dengan deviasi standar -1
-2

simpangan koefisien korelasi (dskk). Batas anomali -3


191 193 195 197 199 201 203 205 207 209 211 213 215 217

skk/dskk adalah -1. Jika nilai skk/dskk lebih kecil -1 Korelasi Silang

maka dikategorikan sebagai anomali TEC. Hasil 0


0

Lintang
ketiga yang ditampilkan dalam monitoring window -10 -2

-4
-20
adalah hasil korelasi silang TEC pada lintang titik 191 193 195 197 199 201 203 205 207 209 211 213 215 217

monitoring dengan lintang di sebelahnya. Hasil 40


Indek gangguan geomagnet

tersebut akan bermanfaat untuk melihat anomali 20

Dst (nT)
0
-20
TEC bersifat lokal atau global. Hasil monitoring -40
-60

terakhir adalah nilai indeks Dst. Indeks Dst 191 193 195 197 199 201 203
DOY (2015)
205 207 209 211 213 215 217

dipergunakan untuk klarifikasi anomali yang terjadi


apakah dari gangguan badai magnetik atau Gambar 4. Contoh tampilan monitoring window
kemungkinan anomali yang berasal dari proses IonoQuake V1.0.
persiapan gempabumi (pre seismic).

Hasil Pengujian IonoQuake. IonoQuake diuji


dengan menggunakan 77 data gempabumi di
Indonesia dari Januari - Juni 2015 dengan magnitude
Mw > 5 (Tabel 1). Hasil pengujian IonoQuake
terhadap gempabumi Minahasa 3 Januari 2015 Mw
5.3 dengan episenter di 0.110 LS dan 123.820 BT
memperlihatkan variasi diurnal TEC sebelum
gempabumi seperti terlihat pada Gambar 5 (a). Hasil (a)
skk/dskk sebagaimana ditunjukkan Gambar 5 (b),
memperlihatkan anomali pada DOY 350 (16
Desember 2004), dengan nilai skk/dskk -3.49 lebih
kecil dari batas ambang yang ditentukan yaitu -1.
Hasil korelasi silang menunjukkan anomali lokal
sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 5 (c). Indeks
Dst dalam batas normal seperti ditunjukkan pada
Gambar 5 (d). Jika hanya mendasarkan pada metode
auto korelasi (nilai skk/dskk) maka anomali TEC (b)
tersebut dapat dikategorikan sebagai Prekursor
Gempabumi terdeteksi (PGT). Apabila mendasarkan
hasil korelasi silang, maka anomali tersebut juga
dapat dikategorikan sebagai PGT. Jika
menggabungkan kedua metode, maka anomali TEC
yang terdeteksi dapat dikategorikan sebagai PGT.

(c)

(d)
Gambar 5. Hasil monitoring data TEC-GPS sebelum
gempabumi Minahasa 3 Januari 2015 Mw
5.3. Variasi diurnal TEC (a), nilai
skk/dskk (b), hasil korelasi silang (c) dan
Gambar 3. Tampilan main window IonoQuake V1.0. indeks Dst (d).
Pengujian IonoQuake terhadap gempabumi Maluku
Utara 11 April 2015 Mw 5.2 dengan episenter di
2.120 LU dan 126.710 BT memperlihatkan variasi
diurnal TEC sebelum gempabumi seperti
ditunjukkan pada Gambar 6 (a). Nilai skk/dskk
ditunjukkan pada Gambar 6 (b), hasil korelasi silang
pada Gambar 6 (c) serta indeks Dst pada Gambar 6
(d). Pada Tanggal 17 – 18 Maret 2015 terlihat badai
(a)
magnetik kuat ditandai dengan nilai indeks yang
lebih kecil dari -100 nT. Hasil skk/dskk
menunjukkan nilai -5.29 pada DOY 77 (18 Maret
2015) lebih kecil dari batas ambang anomali TEC
yang ditentukan -1. Apabila mendasarkan metode
auto korelasi (nilai skk/dskk) maka anomali TEC
yang terdeteksi dapat kita kategorikan sebagai
Prekursor Gempabumi / Efek badai Magnetik
Terdeteksi (PGT/EMT). Hasil korelasi silang (b)
menunjukkan adanya anomali yang dapat
dikategorikan sebagai Prekursor Gempabumi
terdeteksi (PGT). Apabila menggabungkan kedua
metode tersebut maka anomali TEC yang terdeteksi
sebelum gempabumi Maluku Utara 11 April 2015
Mw 5.2 dapat dikategorikan sebagai PGT/EMT.

Pengujian Terhadap Gempabumi di Indonesia (c)


Selama Januari – Juni 2015 Mw > 5.5. Dengan
cara pengujian yang sama sebagaimana diuraikan
diatas, hasil pengujian awal IonoQuake terhadap 77
gempabumi di Indonesia dari Januari - Juni 2015
dengan magnitude Mw > 5 diperoleh persentasi hasil
sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 7. Apabila
hanya mendasarkan pada metode auto korelasi (nilai (d)
skk/dskk) maka IonoQuake berhasil mendeteksi Gambar 6. Hasil monitoring data TEC-GPS sebelum
adanya anomali TEC sebelum kejadian gempabumi gempabumi Maluku Utara 11 April 2015
dengan kategori PGT sebesar 77 % sedangkan Mw 5.2. Variasi diurnal TEC (a), nilai
sisanya 23% terdeteksi sebagai PGT/EMT. Apabila skk/dskk (b), hasil korelasi silang (c) dan
hanya mendasarkan pada hasil korelasi silang, maka nilai indeks Dst (d).
Ionoquake berhasil berhasil mendeteksi anomali
TEC sebagai PGT sekitar 60% dan sisanya 40%
terdeteksi sebagai Prekursor Gempabumi Tidak
Terdeteksi (PGTT). Namun apabila menggabungkan
kedua metode tersebut, maka IonoQuake hanya
mendeteksi PGT sekitar 35%, PGT/EMT sekitar (a) (b) (c)
11% dan sisanya 54% terdeteksi sebagai PGTT.
Gambar 7. Pengujian IonoQuake untuk magnitude
Apabila magnitude gempabumi yang dipergunakan Mw > 5. Dengan metode auto korelasi (a),
untuk pengujian dibatasi untuk Mw > 5.5 dan dengan metode korelasi silang (b) dan
berdasarkan metode auto korelasi (skk/dskk), maka dengan metode gabungan (c).
IonoQuake berhasil mendeteksi adanya anomali
TEC sebelum kejadian gempabumi dengan kategori
PGT sekitar 73 % sedangkan sisanya 27% terdeteksi
sebagai PGT/EMT. Apabila hanya mendasarkan
pada korelasi silang, maka Ionoquake berhasil
berhasil mendeteksi PGT sekitar 60% dan sisanya
40% terdeteksi PGTT. Apabila menggabungkan (a) (b) (c)
kedua metode, maka IonoQuake mendeteksi PGT Gambar 8. Pengujian IonoQuake untuk magnitude
Mw > 5.5. Dengan metode auto korelasi
sekitar 40%, PGT/EMT sekitar 13% dan sisanya (a), dengan metode korelasi silang (b) dan
47% terdeteksi sebagai PGTT (Gambar 8). dengan metode gabungan (c).
Analisis lanjutan dilakukan dengan mengabaikan [3] Buldan Muslim, “Pengujian Teknik Korelasi
atau mempertimbangkan kemunculan badai Untuk Deteksi Pengaruh Aktivitas Gempa
magnetik. Hasil pengujian terhadap gempabumi di Bumi Dari Data TEC Ionosfer.” Prosiding
Indonesia dari Januari – Juni 2015 dengan Seminar Nasional Fisika HFI, 2014.
magnitude Mw > 5 dengan mengabaikan badai [4] Scholz, C. H., L. R. Sykes, and Y. P. Aggarwal,
magnetik menunjukkan IonoQuake berhasil “Earthquake prediction: A physical basis”,
mendeteksi anomali TEC sekitar 46% dan naik Science, 181, 803-809, 1973.
menjadi 53% untuk magnitude Mw > 5.5. Jika badai
[5] Mjachkin, V., W. Brace, G. Sobolev, and J.
magnetik dipertimbangkan, anomali TEC yang
Dietrich, “Two models of earthquake
terdeteksi 35% untuk Mw > 5 dan 40% untuk Mw >
forerunners.”, Pageoph., 113, 169-181, 1975.
5.5. Sekitar 54% untuk Mw > 5 dan 47% untuk Mw
> 5.5 tidak memunculkan adanya anomali TEC. [6] Pulinets, S. A., Gaivoronska, T. B., Contreras,
L. A., Ciraolo, L., “Correlation analysis
IonoQuake V1.0 berhasil dikembangkan untuk studi technique revealing ionospheric precursors of
prekursor gempabumi di Indonesia. Secara umum earthquakes”, Natural Hazard and Earth
kemunculan anomali TEC yang terjadi 1-6 hari System Sciences, 113, 687-702, 2004.
sebelum gempabumi. Hasil pengujian awal perlu [7] Liu, J. Y., Y. I. Chen, Y. J. Chuo, and H. F.
ditindak lanjuti dengan data pengujian yang lebih Tsai, “Variations of ionospheric total content
banyak dan batasan magnitude yang lebih besar during the Chi-Chi earthquake”, Geophys. Res.
hingga diperoleh kesimpulan yang komprehensif. Lett., 28, 1381-1386, 2001.
Pengembangan sistem dapat dilakukan untuk [8] Pulinets S.A., Boyarchuk K., Ionospheric
memperbaiki kinerja dan tampilan. Precursors of Earthquakes. Berlin : Springer,
Berlin, 2004.
4. Kesimpulan [9] Buldan Muslim, “Pengujian Teknik Korelasi
Untuk Deteksi Pengaruh Aktivitas Gempa
IonoQuake, Sistem monitoring data TEC-GPS dari Bumi Dari Data TEC Ionosfer”, Jurnal Sains
Global Ionosphere Map (GIM) berhasil Dirgantara., vol. 12, No. 2, 87-102, 2015.
dikembangkan untuk tujuan penelitian prekursor [10] Jianyong Li, Guojie, M., Xinzhao, Y., Rui, Z.,
gempabumi di Indonesia. Hongbo, S., Yufei, H., “Ionospheric total
Hasil pengujian IonoQuake menunjukkan electron content disturbance associated with
kemunculan anomali TEC-GPS pada beberapa kasus May 12, 2008, Wenchuan earthquake”,
gempabumi yang dapat di kategorikan sebagai Geodesy and Geodynamics, Vol 6 No. 2, 126-
prekursor gempabumi terdeteksi (PGT). Umumnya, 134, 2015.
anomali TEC-GPS terjadi 1-6 hari sebelum [11] GIM. “Global Ionosphere Maps Produced by
gempabumi. CODE.” Internet: http://aiuws.unibe.ch/
Hasil pengujian awal terhadap 77 gempabumi di ionosphere/, diakses 3 Oktober 2015.
Indonesia dari Januari – Juni 2015 menunjukkan [12] Gonzalez, W. D, “What is a geomagnetic
IonoQuake mendeteksi anomali TEC sekitar 46% storm?”, J. Geophys. Res., 99, 5771, 1994.
untuk Mw > 5 dan 53% untuk Mw > 5.5 jika badai [13] Burton, R. K., McPherron, R. L., Russel, C. T.,
magnetik diabaikan. Jika badai magnetik “An empirical relationship between
dipertimbangkan, anomali TEC yang muncul sekitar interplanetary conditions and Dst”, J. Geophys.
35% untuk Mw > 5 dan 40% untuk Mw > 5.5. Res., 80, 4204-4214, 1975.
Sisanya sekitar 54% untuk Mw > 5 dan 47% untuk [14] Pallocchia, G., Amata, E., Consolini, G.,
Mw > 5.5 tidak terdeteksi adanya anomali. Marcucci, M. F., Bertello, I., “Geomagnetic
Dst index forecast based on IMF data only”,
Daftar Pustaka Ann. Geophys., 24, 989-999, 2006.
[15] Gonzalez, W. D., B. T. Tsurutani, and A. L.
[1] Nurdiyanto, B., “Studi Prekursor Gempabumi Clua de Gonzalez, “Interplanetary origin of
secara Terpadu Tahun 2012”, Laporan magnetic storms”, Space Sci. Rev., 88, 529,
Tahunan Hasil-hasil Kegiatan Puslitbang 1999.
BMKG, 104-115, 2013. [16] Dst Index. “Real-time (Quicklook) Dst index.”
[2] Suliyanti Pakpahan, Boko Nurdiyanto, Drajat Internet:http://wdc.kugi.kyoto-u.ac.jp/dst_real
Ngadmanto, “Analisis Parameter Geo- time/index.html, diakses 3 Oktober 2015.
Atmosferik dan Geokimia Sebagai Prekursor [17] InaTews BMKG. “BMKG Repositori Data.”
Gempabumi Di Pelabuhan Ratu, Sukabumi”, Internet: http:// repogempa.bmkg.go.id/query.
Jurnal Meteorologi dan Geofisika., vol. 15, pp. php, diakses 3 Oktober 2015.
77–86, 2014.

You might also like