Professional Documents
Culture Documents
Analisis Real I Dan II Sebuah Terjemahan-60733771
Analisis Real I Dan II Sebuah Terjemahan-60733771
i
KATA PENGANTAR
KSA
ii
DAFTAR ISI
iii
Aljabar Himpunan
BAB
1
PENDAHULUAN
Pada bab pertama ini, kita akan membahas beberapa prasyarat yang diperlukan
untuk mempelajari analisis real. Bagian 1.1 dan 1.2 kita akan mengulang sekilas ten-
tang aljabar himpunan dan fungsi, dua alat yang penting untuk semua cabang mate-
matika.
Pada bagian 1.3 kita akan memusatkan perhatian pada metoda pembuktian
yang disebut induksi matematika. Ini berhubungan dengan sifat dasar sistem bilangan
asli, dan walaupun penggunaannya terbatas pada masalah yang khusus tetapi hal ini
penting dan sering digunakan.
x∈A,
untuk menyingkat pernyataan x suatu unsur di A, atau x anggota A, atau x termuat
di A, atau A memuat x. Bila x suatu unsur tetapi bukan di A kita tuliskan dengan
x∉A.
A ⊆ B atau B ⊇ A.
Bila A ⊆ B dan terdapat unsur di B yang bukan anggota A kita katakan A subhim-
punan sejati dari B.
Analisis Real I 2
Pendahuluan
1.1.1. Definisi. Dua himpunan A dan B dikatakan sama bila keduanya memuat unsur-
unsur yang sama. Bila himpunan A dan B sama, kita tuliskan dengan A = B
Untuk membuktikan bahwa A = B, kita harus menunjukkan bahwa A ⊆ B dan
B ⊆ A.
Suatu himpunan dapat dituliskan dengan mendaftar anggota-anggotanya, atau
dengan menyatakan sifat keanggotaan himpunan tersebut. Kata “sifat keanggotaan”
memang menimbulkan keraguan. Tetapi bila P menyatakan sifat keanggotaan (yang
tak bias artinya) suatu himpunan, kita akan tuliskan dengan
{xP(x)}
untuk menyatakan himpunan semua x yang memenuhi P. Notasi tersebut kita baca de-
ngan “himpunan semua x yang memenuhi (atau sedemikian sehinga) P”. Bila dirasa
perlu menyatakan lebih khusus unsur-unsur mana yang memenuhi P, kita dapat juga
menuliskannya dengan
{ x∈SP(x)}
untuk menyatakan sub himpunan S yang memenuhi P.
Beberapa himpunan tertentu akan digunakan dalam bukti ini, dan kita akan
menuliskannya dengan penulisan standar sebagai berikut :
• Himpunan semua bilangan asli, N = {1,2,3,...}
• Himpunan semua bilangan bulat, Z = {0,1,-1,2,-2,...}
• Himpunan semua bilangan rasional, Q = {m/n m,n ∈ Z, n≠0}
• Himpunan semua bilangan real, R.
Contoh-contoh :
(a). Himpunan {x ∈ N x2-3x+2=0}, menyatakan himpunan semua bilangan asli yang
memenuhi x2 - 3x + 2 = 0. Karena yang memenuhi hanya x = 1 dan x = 2, maka
himpunan tersebut dapat pula kita tuliskan dengan {1,2}.
(b). Kadang-kadang formula dapat pula digunakan untuk menyingkat penulisan him-
punan. Sebagai contoh himpunan bilangan genap positif sering dituliskan dengan
{2x x∈ N}, daripada {y∈ N y = 2x, x∈ N}.
Analisis Real I 3
Aljabar Himpunan
Operasi Himpunan
Sekarang kita akan mendefinisikan cara mengkonstruksi himpunan baru dari
himpunan yang sudah ada.
1.1.2. Definisi. (a). Bila A dan B suatu himpunan, maka irisan (=interseksi) dari A ⊂
B dituliskan dengan A∩B, adalah himpunan yang unsur-unsurnya terdapat di A juga
di B. Dengan kata lain kita mempunyai
(b). Gabungan dari A dan B, dituliskan dengan A∪B, adalah himpunan yang unsur-
unsurnya paling tidak terdapat di salah satu A atau B. Dengan kata lain kita mempun-
yai
1.1.3. Definisi. Himpunan yang tidak mempunyai anggota disebut himpunan kosong,
dituliskan dengan { } atau ∅. Bila A dan B dua himpunan yang tidak mempunyai un-
sur bersama (yaitu, A∩B = ∅), maka A dan B dikatakan saling asing atau disjoin.
Berikut ini adalah akibat dari operasi aljabar yang baru saja kita definisikan.
Karena buktinya merupakan hal yang rutin, kita tinggalkan kepada pembaca sebagai
latihan.
Analisis Real I 4
Pendahuluan
Dimungkinkan juga untuk menunjukkan bahwa bila {A1,A2, ,An} merupakan koleksi
himpunan, maka terdapat sebuah himpunan A yang memuat unsur yang merupakan
pa-ling tidak unsur dari suatu Aj, j = 1,2,...,n ; dan terdapat sebuah himpunan B yang
unsur-unsurnya merupakan unsur semua himpunan Aj, j=1,2,...,n. Dengan menang-
galkan kurung, kita tuliskan dengan
n
B= Aj
j=1
Secara sama, bila untuk setiap j unsur di J terdapat himpunan Aj, maka Aj
j∈J
menyatakan himpunan yang unsur-unsurnya paling tidak merupakan unsur dari salah
satu Aj. Sedangkan A j , menyatakan himpunan yang unsur-unsurnya adalah unsur
j∈J
1.1.5. Definisi. Bila A dan B suatu himpunan, maka komplemen dari B relatif terha-
dap A, dituliskan dengan A\B (dibaca “A minus B”) adalah himpunan yang unsur-
unsurnya adalah semua unsur di A tetapi bukan anggota B. Beberapa penulis meng-
gunakan notasi A - B atau A ~ B.
Dari definisi di atas, kita mempunyai
A\B = {x ∈ A x ∉ B}.
Seringkali A tidak dinyatakan secara eksplisit, karena sudah dimengerti/disepakati.
Dalam situasi begini A\B sering dituliskan dengan (B).
1.1.6. Teorema. Bila A,B,C sebarang himpunan, maka A\(B∪C) = (A\B)∩(A\C),
A\(B∩C) = (A\B) ∪(A\C).
Analisis Real I 5
Aljabar Himpunan
Bukti :
Kita hanya akan membuktikan kesamaan pertama dan meninggalkan yang
kedua sebagai latihan bagi pembaca. Kita akan tunjukkan bahwa setiap unsur di
A\(B∪C) termuat di kedua himpunan (A\B) dan (A\C), dan sebaliknya.
Bila x di A\(B∪C), maka x di A, tetapi tidak di B∪C. Dari sini x suatu unsur
di A, tetapi tidak dikedua unsur B atau C. (Mengapa?). Karenanya x di A tetapi tidak
di B, dan x di A tetapi tidak di C. Yaitu x ∈ A\B dan x ∈ A\C, yang menunjukkan
bahwa
x ∈(A\B)∩(A\C).
Sebaliknya, bila x ∈(A\B)∩(A\C), maka x ∈(A\B)dan x ∈ (A\C). Jadi x ∈ A
tetapi bukan anggota dari B atau C. Akibatnya x ∈ A dan x ∉ (B∪C), karena itu x ∈
A\(B∪C).
Karena himpunan (A\B)∩(A\C) dan A\(B∪C).memuat unsur-unsur yang
sama, menurut definisi 1.1.1 A\(B∪C).= (A\B)∩(A\C).
Analisis Real I 6
Pendahuluan
11. Bila {A1, A2, ... , An} suatu koleksi himpunan, dan E sebarang himpunan, tunjuk-
n n n n
kan bahwa E ∩ Aj = (E ∩ A j ), E ∪ Aj = (E ∪ A j )
j=1 j=1 j=1 j =1
12. Misalkan E sebarang himpunan dan {A1, A2, ... , An} suatu koleksi himpunan.
Buktikan Hukum De Morgan
n n n n
E\ Aj = (E \ A j ), E \ Aj = (E \ A j ).
j=1 j =1 j=1 j=1
Catatan bila E\Aj dituliskan dengan (Aj), maka kesamaan di atas mempunyai
bentuk
n n
( A ), (A ).
n n
A j = j A j = j
j =1 j=1 j=1 j=1
13. Misalkan J suatu himpunan dan untuk setiap j∈J, Aj termuat di E. Tunjukkan
bahwa
A j =
j∈J j∈J
( A ),j A j =
j∈J j∈J
(A ). j
Analisis Real I 7
Aljabar Himpunan
x, bila x ≥ 0
x=
− x, bila x < 0
Dengan berkembangnya matematika, semakin jelas bahwa diperlukan definisi fungsi
yang lebih umum. Juga semakin penting untuk kita membedakan fungsi sendiri den-
gan nilai fungsi itu. Di sini akan mendefinisikan suatu fungsi dan hal ini akan kita la-
kukan dalam dua tahap.
Definisi pertama :
Analisis Real I 8
Pendahuluan
De-ngan pendefinisian ini dapat saja kita kehilangan kandungan intuitif dari definisi
terdahulu, tetapi kita dapatkan kejelasan.
Ide dasar pendefinisian ini adalah memikirkan gambar dari suatu fungsi;
yaitu, suatu korelasi dari pasangan berurut. Bila kita perhatikan tidak setiap koleksi
pasangan berurut merupakan gambar suatu fungsi, karena sekali unsur pertama dalam
pasangan berurut diambil, unsur keduanya ditentukan secara tunggal.
1.2.1. Definisi. Misalkan A dan B himpunan suatu fungsi dari A ke B adalah him-
punan pasangan berurut f di A×B sedemikian sehingga untuk masing-masing a ∈ A
terdapat b ∈ B yang tunggal dengan (a,b),(a,b’) ∈ f, maka b = b’. Himpunan A dari
unsur-unsur pertama dari f disebut daerah asal atau “domain” dari f, dan dituliskan
D(f). Sedangkan unsur-unsur di B yang menjadi unsur kedua di f disebut “range” dari
f dan dituliskan dengan R(f). Notasi
f:A→B
menunjukkan bahwa f suatu fungsi dari A ke B; akan sering kita katakan bahwa f
suatu pemetaan dari A ke dalam B atau f memetakan A ke dalam B. Bila (a,b) suatu
unsur di f, sering ditulis dengan
b = f(a)
daripada (a,b) ∈ f. Dalam hal ini b merupakan nilai f di titik a, atau peta a terhadap f.
Analisis Real I 9
Aljabar Himpunan
Konstruksi serupa untuk gagasan perluasan. Bila suatu fungsi dengan domain
D(g) dan D2 ⊇ D(g), maka sebarang fungsi g2 dengan domain D2 sedemikian sehingga
g2(x) = g(x) untuk semua x ∈ D(g) disebut perluasan g pada himpunan D2.
Bayangan Langsung dan Bayangan Invers
Misalkan f : A → B suatu fungsi dengan domain A dan range B.
f-1(H) = { x ∈ A : f(x) ∈ H}
Kenyataannya, bila x ∈ f-1(G∩H) maka f(x) ∈ G∩H, jadi f(x) ∈ G dan f(x) ∈ H. Hal
ini mengakibatkan x ∈ f-1(G) dan x ∈ f-1(H). Karena itu x ∈ f-1(G)∩ f-1(H), bukti sele-
sai. Sebaliknya, f-1(G∩H) ⊇ f-1(G)∩ f-1(H) juga benar, yang buktinya ditinggalkan se-
bagai latihan.
Analisis Real I 10
Pendahuluan
Sifat-sifat Fungsi
1.2.4. Definisi. Suatu fungsi f : A → B dikatakan injektif atau satu-satu bila x1 ≠ x2,
mengakibatkan f(x1) ≠ f(x2). Bila f satu-satu, kita katakan f suatu injeksi.
Secara ekivalen, f injektif jika dan hanya jika f(x1) = f(x2) mengakibatkan x1 =
x2, untuk semua x1,x2 di A.
Sebagai contoh, misalkan A = {x ∈ R x ≠ 1} dan f : A → R dengan f(x) =
x
. Untuk menunjukkan f injektif, asumsikan x1,x2 di A sehingga f(x1) = f(x2).
x −1
Maka kita mempunyai
x1 x2
=
x1 − 1 x 2 − 1
x1 x2
yang mengakibatkan (mengapa?) bahwa = dan dari sini x1 = x2. Karena
x1 − 1 x 2 − 1
itu f injektif.
Fungsi-fungsi Invers
Bila f suatu fungsi dari A ke B, (karenanya, subhimpunan khusus dari A×B),
maka himpunan pasangan berurut di B×A yang diperoleh dengan saling menukar un-
sur pertama dan kedua di f secara umum bukanlan fungsi. Tetapi, bila f injektif, maka
penukaran ini menghasilkan fungsi yang disebut invers dari f.
Analisis Real I 11
Aljabar Himpunan
Fungsi Komposisi
Sering terjadi kita ingin mengkomposisikan dua buah fungsi denga mencari
f(x) terlebih dahulu, kemudian menggunakan g untuk memperoleh g(f(x)), tetapi hal
ini hanya mungkin bila f(x) ada di domain g. Jadi kita harus mengasumsikan bahwa
range dari f termuat di domain g.
1.2.9. Contoh. (a). Urutan komposisi harus benar-benar diperhatikan. Misalkan f dan
g fungsi-fungsi yang nilainya di x ∈ R ditentukan oleh
f(x) = 2x, g(x) = 3x2 - 1
Analisis Real I 12
Pendahuluan
Karena D(g) = R dan R(f) ⊆ R, maka domain D(gof) adalah juga R, dan fungsi kom-
posisi gof ditentukan oleh
gof(x) = 3(2x)2 - 1 = 2x2 - 1
Di lain pihak, domain dari fungsi komposisi gof juga R, tetapi dalam hal ini kita
mempunyai fog(x) = 2(3x2 - 1) = 6x2 - 2. Jadi fog ≠ gof.
(b). Beberapa perhatian harus dilatih agar yakin bahwa range dari f termuat di domain
dari g. Sebagai contoh, bila f(x) = 1 - x2 dan y = x , maka fungsi komposisi yang
Barisan
Fungsi dengan N sebagai domain memeainkan aturan yang sangat khusus
dalam analisis, yang kita akan perkenalkan berikut ini.
1.2.12. Definisi. Suatu barisan dalam himpunan S adalah suatu fungsi yang domain-
nya himpunan bilangan asli N dan rangenya termuat di S.
Untuk barisan X : N → S, nilai X di n∈N sering dituliskan dengan xn dari-
pada (xn), dan nilainya sering disebut suku ke-n barisan tersebut. Barisan itu sendiri
sering dituliskan dengan (xn n ∈ N) atau lebih sederhana dengan (xn). Sebagai con-
Analisis Real I 13
Aljabar Himpunan
N → R dengan X(n) = n.
Penting sekali untuk membedakan antara barisan (xn n ∈ ) dengan
nilainya
{xn n ∈ N}, yang merupakan subhimpunan dari S. Suku barisan harus dipandang
mempunyai urutan yang diinduksi dari urutan bilangan asli, sedangkan range dari ba-
risan hanya merupakan subhimpunan dari S. Sebagai contoh, suku-suku dari bari-
san ((-1)n n ∈ N) berganti-ganti antara -1 dan 1, tetapi range dari barisan itu adalah
{-1,1}, memuat dua unsur dari R.
Latihan 1.2.
Analisis Real I 14
Pendahuluan
8. Tunjukkan bahwa bila f : A→B bersifat injektif dan E ⊆ A, maka f-1(f(E)). Berikan
suatu contoh untuk menunjukkan kesamaan tidak dipenuhi bila f tidak injektif.
9. Tunjukkan bahwa bila f : A→B bersifat surjektif dan H ⊆ B, maka f(f-1(H)). Beri-
kan suatu contoh untuk menunjukkan kesamaan tidak dipenuhi bila f tidak surjek-
tif.
10.Buktikan bahwa bila f injeksi dari A ke B, maka f-1 = {(b,a) (a,b)∈f} suatu fungsi
dengan domain R(f). Kemudian buktikan bahwa f-1 injektif dan f invers dari f-1.
11.Misalkan f bersifat injektif. Tunjukkan bahwa f-1of(x) = x, untuk semua x ∈ D(f)
dan fof-1(y) = y untuk semua y ∈ R(f).
12. Berikan contoh dua buah fungsi f,g dari R pada R sehingga f ≠ g, tetapi fog = gof
13. Buktikan teorema 1.2.10.
14. Buktikan teorema 1.2.11.
15. Misalkan f,g fungsi dan gof(x) = x untuk semua x di D(f). Tunjukkan bahwa f in-
jektif dan R(f) ⊆ D(f) dan R(g) ⊇ D(g).
16. Misalkan f,g fungsi dan gof(x) = x untuk semua x di D(f) dan fog(y) untuk semua y
di D(g). Buktikan bahwa g = f-1..
dengan operasi aritmetika penjumlahan dan perkalian seperti biasa dan dengan arti
suatu bilangan kurang dari bilangan lain. Kita juga akan mengasumsikan sifat funda-
men-
tal dari N berikut.
1.3.1. Sifat urutan dengan baik dari N. Setiap subhimpunan tak kosong dari N mem-
punyai unsur terkecil.
Pernyataan yang lebih detail dari sifat ini sebagai berikut : bila S subhimpunan
dari N dan S ≠ ∅, maka terdapat suatu unsur m ∈ S sedemikian sehingga m ≤ k untuk
semua k ∈ S.
Dengan berdasar sifat urutan dengan baik, kita akan menurunkan suatu versi
prinsip induksi matematika yang dinyatakan dalam suku-suku subhimpunan dari N.
Sifat yang dideskripsikan dalam versi ini kadang-kadang mengikuti turunan sifat N.
1.3.2. Prinsip Induksi Matematika. Misalkan S sub himpunan dari N yang mempu-
nyai sifat
(i).1 ∈ S
(ii).jika k ∈ S., maka k + 1 ∈ S.
maka S = N.
Bukti :
Andaikan S ≠ N. Maka N\S tidak kosong, karenanya berdasar sifat urutan dengan baik
N\S mempunyai unsur terkecil, sebut m. Karena 1 ∈ S, maka m ≠ 1. Karena itu m > 1
dengan m - 1 juga bilangan asli. Karena m - 1 < m dan m unsur terkecil di N\S, maka
m - 1 haruslah di S.
Sekarang kita gunakan hipotesis (2) terhadap unsur k = m - 1 di S, yang
berakibat k + 1 = (m - 1) + 1 = m di S. Kesimpulan ini kontradiksi dengan pernyataan
bahwa m tidak di S. Karena m diperoleh dengan pengandaian bahwa N\S tidak kos-
ong, kita dipaksa pada kesimpulan bahwa N\S kosong. Karena itu kita telah buktikan
bahwa S = N.
Prinsip induksi matematika sering dinyatakan dalam kerangka sifat atau per-
nyataan tentang bilangan asli. Bila P(n) berarti pernyataan tentang n ∈ N, maka P(n)
Analisis Real I 16
Pendahuluan
benar untuk beberapa nilai n, tetapi tidak untuk yang lain. Sebagai contoh, bila P(n)
pernyataan “ n2 = n”, maka P(1) benar, sementara P(n) salah untuk semua n ≠ 1,
n∈N. Dalam konteks ini prinsip induksi matematika dapat dirumuskan sebagai beri-
kut :
Untuk setiap n ∈ N, misalkan P(n) pernyataan tentang n. Misalkan bahwa
(a). P(1) benar
(b). Jika P(k) benar, maka P(k + 1) benar.
Maka P(n) benar untuk semua n ∈ N.
Dalam kaitannya dengan versi induksi matematika terdahulu yang diberikan
pada 1.3.2, dibuat dengan memisalkan S = { n ∈ N P(n) benar}. Maka kondisi (1)
dan (2) pada 1.3.2 berturut-turut tepat bersesuaian dengan (a) dan (b). Kesimpulan S =
N pada 1.3.2. bersesuaian dengan kesimpulan bahwa P(n) benar untuk semua n ∈ N
Dalam (b) asumsi “jika P(k) benar” disebut hipotesis induksi. Di sini, kita ti-
dak memandang pada benar atau salahnya P(k), tetap hanya pada validitas implikasi
“jika P(k) benar, maka P(k+1) benar”. Sebagai contoh, bila kita perhatikan pernyataan
P(n) : n = n + 5, maka (b) benar. Implikasinya “bila k = k + 5, maka k + 1 = k + 6”
juga benar, karena hanya menambahkan 1 pada kedua ruas. Tetapi, karena pernyataan
P(1) : 1 = 2 salah, kita tidak mungkin menggunakan induksi matematika untuk meny-
impulkan bahwa n = n + 5 untuk semua n ∈ N.
Contoh-contoh berikut mengilustrasikan bagaimana prinsip induksi mate-
matika bekerja sebagai metode pembuktian pernyataan tentang bilangan asli.
1.3.3. Contoh. (a). Untuk setiap n ∈ N, jumlah n pertama bilangan asli diberikan oleh
1
1 + 2 + ... + n = 2
n (n + 1).
Analisis Real I 17
Aljabar Himpunan
12+22+...+n2 = 1
6
n(n+1)(2n+1)
Untuk membuktikan kebenaran formula ini, pertama kita catat bahwa formula ini
benar untuk n = 1, karena 12 = 1
6
.1 (1+1)(2+1). Bila kita asumsikan formula ini benar
untuk k, maka dengan menambahkan (k+1)2 pada kedua ruas, memberikan hasil
12+22+...+k2 + (k+1)2 = 1
6
k(k+1)(2k+1) + (k+1)2
= 1
6
(k+1)(2k2+k+6k+6)
1
= 6
(k+1)(k+2)(2k+3)
Analisis Real I 18
Pendahuluan
2 1 − r n +1
n
1 + r + r + ... + r =
1− r
Ini merupakan jumlah n suku deret geometri, yang dapat dibuktikan dengan induksi
1 − r2
matematika sebagai berikut. Bila n = 1, kitya mempunyai 1 + r = , jadi formula
1− r
tersebut benar. Bila kita asumsikan formula tersebut benar untuk n = k dan tambahkan
rk+1 pada kedua ruas, maka kita peroleh
k k+1 1 − r k +1 k+1 1 − r k + 2
1+r+ ... +r + r = +r =
1− r 1− r
yang merupakan formula kita untuk n = k + 1. Mengikuti prinsip induksi matematika,
maka formula tersebut benar untuk semua n ∈ N.
Hal ini dapat dibuktikan tanpa menggunakan prinsip induksi matematika. Bila
kita misalkan Sn = 1+r+...+rn, maka rSn = r+r2+...+rn+1
Jadi
(1-r)Sn = Sn-rSn = 1-rn+1
Bila kita selesaikan untuk Sn, kita peroleh formula yang sama.
(f). Penggunaan prinsip induksi matematika secara ceroboh dapat menghasilkan ke-
simpulan yang slah. Pembaca diharap mencari kesalahan pada “bukti teorema” beri-
kut.
Analisis Real I 19
Aljabar Himpunan
Bila n sebarang bilangan asli dan bila maksimum dari dua bilangan asli p dan
q adalah n, maka p = q. (Akibatnya bila p dan q dua bilangan asli sebarang, maka p =
q).
Bukti :
Misalkan S subhimpunan bilangan asli sehingga pernyataan tersebut benar. Maka 1 ∈
S, karena bila p,q di N dan maksimumnya 1, maka maksimum dari p-1 dan q-1 adalah
k. Karenanya p-1 = q-1, karena k ∈ S, dan dari sini kita simpulkan bahwa p = q. Jadi,
k + 1 ∈ S dan kita simpulkan bahwa pernyataan tersebut benar untuk semua n ∈ N.
(g). Beberapa pernyataan yang benar untuk beberapa bilangan asli, tetapi tidak
untuk semua. Sebagai contoh formula P(n) = n2 - n + 41 memberikan bilangan prima
untuk n =1,2,3,...41. Tetapi, P(41) bukan bilangan prima.
Terdapat versi lain dari prinsip induksi matematika yang kadang-kadang san-
gat berguna. Sering disebut prinsip induksi kuat, walaupun sebenarnya ekivalen den-
gan versi terdahulu. Kita akan tinggalkan pada pembaca untuk menunjukkan ekiva-
lensinya dari kedua prinsip ini.
1.3.4. Prinsip Induksi kuat. Misalkan S subhimpunan N sedemikian sehinga 1∈S,
dan bila {1,2,...,k}⊆ S maka k + 1 ∈ S. Maka S = N.
Latihan 1.3
Buktikan bahwa yang berikut berlaku benar untuk semua n ∈ N,
1 1 1 n
1. + +...+ =
1.2 2.3 n(n + 1) n + 1
2. 13 + 23 + ... + n3 = [ 21 n(n+1)]2
3. 12-22+32-...+(-1)n+1n(n+1)/2
4. n3 + 5n dapat dibagi dengan 6
5. 52n - 1 dapat dibagi dengan 8
6. 5n - 4n - 1 habis dibagi 16.
7. Buktikan bahwa jumlah pangkat tiga dari bilangan asli yang berturutan n, n+1, n +
2 habis dibagi 9
Analisis Real I 20
Pendahuluan
1 ≤ xn ≤ 2 untuk semua n ∈ N.
Analisis Real I 21
Aljabar Himpunan
BAB
2
BILANGAN REAL
Dalam bab ini kita akan membahas sifat-sifat esensial dari sistem bilangan
real R. Walaupun dimungkinkan untuk memberikan konstruksi formal dengan di-
dasarkan pada himpunan yang lebih primitif (seperti himpunan bilangan asli N atau
himpunan bilangan rasional Q), namun tidak kita lakukan. Akan tetapi, kita perkenal-
kan sejumlah sifat fundamental yang berhubungan dengan bilangan real dan menun-
jukkan bagaimana sifat-sifat yang lain dapat diturunkan darinya. Hal ini lebih berman-
faat dari pada menggunakan logika yang sulit untuk mengkonstruksi suatu model un-
tuk R dalam belajar analisis.
Sistem bilangan real dapat dideskripsikan sebagai suatu “medan/lapangan
lengkap yang terurut”, dan kita akan membahasnya secara detail. Demi kejelasan, kita
tidak akan membahas sifat-sifat R dalam suatu bagian, tetapi kita lebih berkonsentrasi
pada beberapa aspek berbeda dalam bagian-bagian yang terpisah. Pertama kita perke-
nalkan, dalam bagian 2.1, sifat aljabar (sering disebut sifat medan) yang didasarkan
pada ope-rasi penjumlahan dan perkalian. Berikutnya kita perkenalkan, dalam bagian
2.2 sifat urutan dari R, dan menurunkan beberapa konsekuensinya yang berkaitan
dengan ketaksamaan, dan memberi ilustrasi penggunaan sifat-sifat ini. Gagasan ten-
tang nilai mutlak, yang mana didasarkan pada sifat urutan, dibahas secara singkat
pada bagian 2.3.
Dalam bagian 2.4, kita membuat langkah akhir dengan menambah sifat
“kelengkapan” yang sangat penting pada sifat aljabar dan urutan dari R. Kemudian
kita menggunakan sifat kelengkapan R dalam bagian 2.5 untuk menurunkan hasil
fundamental yang berkaitan dengan R, termasuk sifat archimedes, eksistensi akar
(pangkat dua), dan densitas (kerapatan) bilangan rasional di R.
Analisis Real I 22
Pendahuluan
2.1.1. Sifat-sifat aljabar R. Pada himpunan bilangan real R terdapat dua operasi
biner, dituliskan dengan “+” dan “ ” dan secara berturut-turut disebut penjumlahan
dan perkalian. Kedua operasi ini memenuhi sifat-sifat berikut :
(A1). a + b = b + a untuk semua a,b di R (sifat komutatif penjumlahan);
(A2). (a + b) + c = a + (b + c) untuk semua a,b,c di R (sifat assosiatif penjumlahan);
(A3) terdapat unsur 0 di R sehingga 0 + a = a dan a + 0 = a untuk semua a di R (ek-
sistensi unsur nol);
(A4). untuk setiap a di R terdapat unsur -a di R, sehingga a + (-a) = 0 dan (-a) + a = 0
(eksistensi negatif dari unsur);
(M1). a b = b a untuk semua a,b di R (sifat komutatif perkalian);
(M2). (a b) c = a (b c) untuk semua a,b,c di R (sifat asosiatif perkalian);
(M3). terdapat unsur 1 di R yang berbeda dari 0, sehingga 1 a = a dan a 1 = a untuk
semua a di R (eksistensi unsur satuan);
(M4). untuk setiap a ≠ 0 di terdapat unsur 1/a di R sehingga a 1/a = 1 dan (1/a) a =
1 (eksistensi balikan);
Analisis Real I 23
Aljabar Himpunan
Analisis Real I 24
Pendahuluan
(-a) + 0 = -a.
Dari sini kita simpulkan bahwa b = -a.
Bukti (b) ditinggalkan sebagai latihan. Perlu dicatat bahwa hipotesis b ≠ 0 sangat
penting.
Bila kita perhatikan sifat di atas untuk menyelesaikan persamaan, kita peroleh
bahwa (A4) dan (M4) memungkinkan kita untuk menyelesaikan persamaan a + x = 0
dan a x = 1 (bila a ≠ 0) untuk x, dan teorema 2.1.3 mengakibatkan bahwa solusinya
tunggal. Teorema berikut menunjukkan bahwa ruas kanan dari persamaan ini dapat
sebarang unsur di R.
Analisis Real I 25
Aljabar Himpunan
Analisis Real I 26
Pendahuluan
untuk semua m,n di N. Bila a ≠ 0, kita akan gunakan notasi a-1 untuk 1/a, dan bila
n∈N, kita tuliskan a-n untuk (1/a)n, bila memang hal ini memudahkan.
Analisis Real I 27
Aljabar Himpunan
Analisis Real I 28
Pendahuluan
Dari sini kita sampai pada kontradiksi bahwa tidak ada bilangan asli yang ber-
sifat genap dan ganjil.
Latihan 2.1
Untuk nomor 1 dan 2, buktikan bagian b dari teorema
1. 2.1.2
2. 2.1.3.
3. Selesaikan persamaan berikut dan sebutkan sifat atau teorema mana yang anda
gunakan pada setiap langkahnya.
(a). 2x + 5 = 8; (b). 2x + 6 = 3x + 2;
2
(c). x = 2x; (d). (x - 1) (x + 2) = 0.
4. Buktikan bahwa bila a,b di R, maka
-(a + b) = (-a) + (-b) (b). (-a) (-b) = a b
(-a) = -(1/a) bila a ≠ 0 (d). -(a/b) = (-a)/b bila b ≠ 0
5. Bila a,b di R dan memenuhi a a = a, buktikan bahwa a = 0 atau a = 1
6. Bila a ≠ 0 dan b ≠ 0, tunjukkan bahwa 1/(ab) = (1/a) (1/b)
7. Gunakan argumentasi pada bukti teorema 2.1.7 untuk membuktikan bahwa tidak
ada bilangan rasional s, sehingga s2 = 6.
8. Modifikasi argumentasi pada bukti teorema 2.1.7 untuk membuktikan bahwa ti-
dak ada bilangan rasional t, sehingga t2 = 3.
9. Tunjukkan bahwa bila ξ di R irasional dan r ≠ 0 rasional, maka r + ξ dan rξ ira-
sional.
10. Misalkan B operasi biner pada R. Kita katakan B :
(i). komutatif bila B(a,b) = B(b,a) untuk semua a,b di R.
(ii). asosiatif bila B(a,B(a,c)) = B(B(a,b),c) untuk semua a,b,c di R.
(iii). mempunyai unsur identitas bila terdapat unsur e di R sehingga B(a,e) = a =
B(e,a), untuk semua a di R
Tentukan sifat-sifat mana yang dipenuhi operasi di bawah ini
1 1
(a). B1(a,b) = 2
(a + b) (b). B2(a,b) = 2
(ab)
Analisis Real I 29
Aljabar Himpunan
11. Suatu operasi biner B pada R dikatakan distributif terhadap penjumlahan bila me-
menuhi B(a,b + c) = B(a,b) + B(a,c) untuk semua a,b,c di R. Yang mana (bila
ada) dari operasi nomor 12 yang bersifat distributif terhadap penjumlahan?.
12. Gunakan induksi matematika untuk menunjukan bahwa bila a di R dan m,n di N,
maka am+n = aman dan (am)n = am n.
13. Buktikan bahwa bilangan asli tidak dapat bersifat genap dan ganjil secara ber-
samaan.
2.2.1 Sifat Urutan dari R. Terdapat sub himpunan tak kosong P dari R, yang disebut
himpunan bilangan real positif, yang memenuhi sifat-sifat berikut :
(i). Bila a,b di P, maka a + b di P
(ii). Bila a,b di P, maka a b di P
(iii). Bila a di R, maka tepat satu dari yang berikut dipenuhi
a ∈ P, a = 0, -a ∈ P
Dua sifat yang pertama kesesuaian urutan dengan operasi penjumlahan dan
perkalian. Kondisi (iii) biasa disebut “Sifat Trikotomi”, karena hal ini membagi R
menjadi tiga daripada unsur yang berbeda. Hal ini menyatakan bahwa himpunan {-a
a ∈ P} bilangan real negatif tidak mempunyai unsur sekutu di P, dan lebih dari itu, R
gabungan tiga himpunan yang saling lepas.
2.2.2 Definisi. Bila a∈P, kita katakan a bilangan real positif (atau positif kuat) dan
kita tulis a > 0. Bila a∈P∪{0} kita katakan a bilangan real tak negatif dan ditulis a ≥
0.
Analisis Real I 30
Pendahuluan
Bila -a∈P, kita katakan a bilangan real negatif (atau negatif kuat) dan kita tulis
a < 0. Bila -a∈P∪{0} kita katakan a bilangan real tak positif dan ditulis a ≤ 0.
Sekarang kita perkenalkan gagasan tentang ketaksamaan antara unsur-unsur R
dalam himpunan bilangan positif P.
a≤b≤c
Sifat Urutan
Sekarang akan kita perkenalkan beberapa sifat dasar relasi urutan pada R. Ini
merupakan aturan ketaksamaan yang biasa kita kenal dan akan sering kita gunakan
pada pembahasan selanjutnya.
Analisis Real I 31
Aljabar Himpunan
(c). . Bila a ≠ b, maka a - b ≠ 0, jadi menurut bagian (b) kita hanya mempunyai a - b
∈ P atau b - a ∈ P., yaitu a > b atau b > a. Yang masing-masing kontradiksi den-
gan satu dari hipotesis kita. Karena itu a = b.
Adalah hal yang wajar bila kita berharap bilangan asli merupakan bilangan
positif. Kita akan tunjukkan bagaimana sifat ini diturunkan dari sifat dasar yang
diberikan dalam 2.2.1. Kuncinya adalah bahwa kuadrat dari bilangan real tak nol posi-
tif.
Analisis Real I 32
Pendahuluan
2.2.7 Teorema. Bila a dan b unsur di R dan bila a < b, maka a < 21 (a + b) < b.
Bukti :
Karena a < b, mengikuti 2.2.6(a) diperoleh bahwa 2a = a + a < a + b dan juga a + b <
b + b = 2b. Karena itu kita mempunyai
2a < a + b < 2b
1
Menurut 2.2.5(c) kita mempunyai 2 > 0, karenanya menurut 2.2.6(d) kita peroleh 2
>
Analisis Real I 33
Aljabar Himpunan
Dari sifat urutan yang telah dibahas sejauh ini, kita tidak mendapatkan bilan-
gan real positif terkecil. Hal ini akan ditunjukkan sebagai berikut :
2.2.8 Teorema Akibat. Bila b ∈ R dan b > 0, maka 0 < 1
2
b < b.
Bukti :
Ambil a = 0 dalam 2.2.7.
Dua hasil yang berikut akan digunakan sebagai metode pembuktian selanjut-
nya. Sebagai contoh, untuk membuktikan bahwa a ≥ 0 benar-benar sama dengan 0,
kita lihat pada hasil berikut bahwa hal ini cukup dengan menunjukkan bahwa a
kurang dari sebarang bilangan positif manapun.
positif. Jadi a = 0.
2.2.10 Teorema. Misalkan a,b di R, dan a - ε < b untuk setiap ε >0. Maka a ≤ b.
Bukti :
Andaikan b < a dan tetapkan ε0 = 21 (a - b). Maka ε0 dan b < a - ε0, kontradiksi dengan
Analisis Real I 34
Pendahuluan
Ketaksamaan
Sekarang kita tunjukkan bagaimana sifat urutan yang telah kita bahas dapat
digunakan untuk menyelesaikan ketaksamaan. Pembaca diminta memeriksa dengan
hati-hati setiap langkahnya.
2.2.13 Contoh-contoh.
(a). Tentukan himpunan A dari semua bilangan real x yang memenuhi 2x = 3 ≤ 6.
Kita catat bahwa x ∈ A ⇔ 2x + 3 ≤ 6 ⇔ 2x ≤ 3 ⇔ x ≤ 3/2.
Karenanya, A = {x ∈ R x ≤ 3/2}.
(b). Tentukan himpunan B = {x ∈ R x2 + x > 2}
Kita ingat kembali bahwa teorema 2.2.11 dapat digunakan. Tuliskan bahwa x
∈ B ⇔ x2 + x - 2 > 0 ⇔ (x - 1) (x + 2) > 0. Karenanya, kita mempunyai (i). x - 1
> 0 dan x + 2 > 0, atau (ii). x - 1 < 0 dan x + 2 < 0. Dalam kasus (i). kita mem-
punyai x > 1 dan x > -2, yang dipenuhi jika dan hanya jika x > 1. Dalam kasus (ii)
kita mempunyai x < 1 dan x < -2, yang dipenuhi jika dan hanya jika x < -2.
Jadi B = {x ∈ R x > 1}∪{x ∈ R x < -2}.
(c). Tentukan himpunan C = {x ∈ R (2x + 1)/(x + 2) < 1}. Kita catat bahwa x ∈ C ⇔
(2x + 1)/(x + 2) - 1 < 0 ⇔ (x - 1)/(x + 2) < 0. Karenanya, kita mempunyai (i).x - 1
< 0 dan x + 2 > 0, atau (ii). x - 1 > 0 dan x + 2 < 0 (Mengapa?). Dalam kasus (i)
kita harus mempunyai x < 1 dan x > -2, yang dipenuhi, jika dan hanya jika -2 < x
Analisis Real I 35
Aljabar Himpunan
< 1, sedangkan dalam kasus (ii), kita harus mempunyai x > 1 dan x < -2, yang ti-
dak akan pernah dipenuhi.
Jadi kesimpulannya adalah C = {x ∈ R -2 < x < 1}.
Contoh berikut mengilustrasikan penggunaan sifat urutan R dalam pertak-
samaan. Pembaca seharusnya membuktikan setiap langkah dengan mengidentifikasi
sifat-sifat yang digunakan. Hal ini akan membiasakan untuk yakin dengan setiap lang-
kah dalam pekerjaan selanjutnya. Perlu dicatat juga bahwa eksistensi akar kuadrat dari
bilangan positif kuat belum diperkenalkan secara formal, tetapi eksistensinya kita ter-
ima dalam membicarakan contoh-contoh berikut.
(Eksistensi akar kuadrat akan dibahas dalam 2.5).
a< b
Kita pandang kasus a > 0 dan b > 0, dan kita tinggalkan kasus a = 0 kepada
pembaca. Dari 2.2.1(i) diperoleh bahwa a + b > 0. Karena b2 - a2 = (b - a) (b + a),
dari 2.2.6(c) diperoleh bahwa b - a > 0 mengakibatkan bahwa b - a > 0.
Bila a > 0 dan b > 0, maka a > 0 dan b > 0 , karena a = ( a )2 dan b =
( b )2, maka bila a dan b berturut-turut diganti dengan a dan b , dan kita guna-
a ≤ b ⇔ a2 ≤ b2 ⇔ a ≤ b
1
(b). Bila a dan b bilangan bulat positif, maka rata-rata aritmatisnya adalah 2
(a + b)
ab ≤ 1
2
(a + b) (2)
Analisis Real I 36
Pendahuluan
Untuk membuktikan hal ini, perhatikan bahwa bila a > 0, b > 0, dan a ≠ b,
a - 2 ab + b > 0,
yang diikuti oleh
1
ab < 2
(a + b).
Karenanya (2) dipenuhi (untuk ketaksamaan kuat) bila a ≠ b. Lebih dari itu, bila a = b
(> 0), maka kedua ruas dari (2) sama dengan a, jadi (2) menjadi kesamaan. Hal ini
membuktikan bahwa (2) dipenuhi untuk a > 0, b > 0.
1
Dilain pihak, misalkan a > 0, b > 0 dan ab < 2
(a + b). Maka dengan meng-
Catatan : Ketaksamaan rata-rata aritmetis-geometris yang umum untuk bilangan positif a1, a2,...,an
adalah
a1 + a2 +...+ an
(a1 a2 ... an)1/n ≤ (3)
n
dengan kesamaan terjadi jika dan hanya jika a1 = a2 = ... = an.
Analisis Real I 37
Aljabar Himpunan
(1 + x)n+1 = (1 + x)n (1 + x)
≥ (1 + nx) (1 + x) = 1 + (n + 1)x + nx2
≥ 1 + (n + 1)x
Jadi, ketaksamaan (4) valid untuk n + 1, bila valid untuk n. Dari sini, ketaksamaan (4)
valid untuk semua bilangan asli.
(d). Ketaksamaan Cauchy. Bila n∈N dan a1, a2, ... ,an dan b1, b2, ..., bn bilangan real
maka
(a1b1+ ... + anbn)2 ≤ (a12 + ... + an2) (b12 + ... + bn2). (5)
Lebih dari itu, bila tidak semua bj = 0, maka kesamaan untuk (5) dipenuhi jika dan
hanya jika terdapat bilangan real s, sehingga
a1 = sb1, ..., an = sbn.
Dari 2.2.5(a) dan 2.2.1(i) diperoleh bahwa F(t) ≥ 0 untuk semua t∈R. Bila kuadratnya
diekspansikan diperoleh
Karena fungsi kuadrat F(t) tak negatif untuk semua t ∈ R, hal ini tidak mungkin
mempunyai dua akar real yang berbeda. Karenanya diskriminannya
harus memenuhi ∆ ≤ 0. Karenanya, kita mempunyai B ≤ AC, yang tidak lain adalah
(5).
Bila bj = 0, untuk semua j = 1, ..., n, maka kesamaan untuk (5) dipenuhi untuk
sebarang aj. Misalkan sekarang tidak semua bj = 0. Maka, bila aj = sbj untuk suatu
Analisis Real I 38
Pendahuluan
s∈R dan semua j = 1, ..., n, mengakibatkan kedua ruas dari (5) sama dengan s2(b12 +
... +bn2)2. Di lain pihak bila kesamaan untuk (5) dipenuhi, maka haruslah ∆ = 0, se-
hingga terdapat akar tunggal s dari persamaan kuadrat F(t) = 0. Tetapi hal ini men-
gakibatkan (mengapa?) bahwa
a1 - sb1 = 0, ..., an - sbn = 0
yang diikuti oleh aj = sbj untuk semua j = 1, ..., n.
(e). Ketaksamaan Segitiga. Bila n ∈ N dan a1, ..., an dan b1, ..., bn bilangan real maka
[(a1 + b1)2 + ... + (an + bn)2]1/2 ≤ [a12 + ... + an2]1/2 + [b12 + ... + bn2]1/2 (6)
lebih dari itu bila tidak semua bj = 0, kesamaan untuk (6) dipenuhi jika dan hanya jika
terdapat bilangan real s, sehingga a1 = sb1, ..., an = sbn.
Karena (aj + bj)2 = aj2 + 2ajbj + bj2 untuk j = 1, ..., n,dengan menggunakan
ketaksamaan Cauchy (5) [A,B,C seperti pada (d)], kita mempunyai
(a1 + b1)2 + ... + (an + bn)2 = A + 2B + C
≤ A + 2 AC + C = ( A + C )2
Dengan mengunakan bagian (a) kita mempunyai (mengapa?)
Latihan 2.2
1. (a). Bila a ≤ b dan c < d, buktikan bahwa a + c < b + d.
(b). Bila a ≤ b dan c ≤ d, buktikan bahwa a + c ≤ b + d.
2. (a). Bila 0 < a < b dan 0 < c < d, buktikan bahwa 0 < ac < bd
(b). Bila 0 < a < b dan 0 ≤ c ≤ d, buktikan bahwa 0 ≤ ac ≤ bd.
Juga tunjukkan dengan contoh bahwa ac < bd tidak selalu dipenuhi.
3. Buktikan bila a < b dan c < d, maka ad + bc < ac + bd.
4. Tentukan bilangan real a,b,c,d yang memenuhi 0 < a < b dan c < d < 0, sehingga
(i). ac < bd, atau (ii). bd < ac.
5. Bila a,b ∈ R, tunjukkan bahwa a2 + b2 = 0 jika dan hanya jika a = 0 dan b = 0.
Analisis Real I 39
Aljabar Himpunan
6. Bila 0 ≤ a < b, buktikan bahwa a2 ≤ ab < b2. Juga tunjukkan dengan contoh bahwa
hal ini tidak selalu diikuti oleh a2 < ab < b2.
7. Tunjukan bahwa bila 0 < a < b, maka a < ab < b dan 0 < 1/b < 1/a.
8. Bila n ∈ N, tunjukan bahwa n2 ≥ n dan dari sini 1/n2 ≤ 1/n.
9.Tentukan bilangan real x yang memenuhi
(a). x2 > 3x + 4; (b). 1 < x2 < 4;
(c). 1/x < x; (d). 1/x < x2.
10. Misal a,b ∈ R dan untuk setiap ε > 0 kita mempunyai a ≤ b + ε.
(a). Tunjukkan bahwa a ≤ b.
(b). Tunjukkan bahwa tidak selalu dipenuhi a < b.
11. Buktikan bahwa ( 21 (a + b))2 ≤ 1
2
(a2 + b2) untuk semua a,b ∈ R. Tunjukkan
Analisis Real I 40
Pendahuluan
Dari sifat trikotomi 2.2.1(ii), dijamin bahwa bila a ∈ R dan a ≠ 0, maka tepat
satu dari bilangan a atau -a positif. Nilai mutlak dari a ≠ 0 didefinisikan sebagai bi-
langan yang positif dari keduanya. Nilai mutlak dari 0 didefinisikan 0.
2.3.1 Definisi. Bila a ∈ R, nilai mutlak a, dituliskan dengan a, didefinisikan den-
gan
a , bila a > 0
a = 0 , bila a = 0
− a , bila a < 0
Sebagai contoh 3 = 3 dan −2 = 2. Dari definisi ini kita akan melihat bahwa
a ≥ 0, untuk semua a ∈ R. Juga a = a bila a ≥ 0, dan a = -a bila a < 0.
Bukti :
(a). Bila a = 0, maka a = 0. Juga bila a ≠ 0, maka -a ≠ 0, jadi a ≠ 0. Jadi bila a
= 0, maka a = 0.
(b). Bila a = 0, maka 0 = 0 = 0. Bila a > 0, maka -a < 0 sehingga a = a = -(-a)
= -a. Bila a < 0, maka -a > 0, sehinga a = -a = -a.
(c). Bila a,b keduanya 0, maka ab dan ab sama dengan 0. Bila a > 0 dan b > 0,
maka ab > 0, sehingga ab = ab = ab. Bila a > 0 dan b < 0, maka ab < 0, se-
hingga ab = -ab = a(-b) = ab. Secara sama untuk dua kasus yang lain.
(d). Misalkan a ≤ c. Maka kita mempunyai a ≤ c dan -a ≤ c. (Mengapa?) Karena
ke-taksamaan terakhir ekivalen dengan a ≥ -c, maka kita mempunyai -c ≤ a ≤ c. Se-
balik-nya, bila -c ≤ a ≤ c, maka kita mempunyai a ≤ c dan -a ≤ c. (Mengapa?), se-
hingga a ≤ c.
(e). Tetapkan c = a pada (d).
Analisis Real I 41
Aljabar Himpunan
a+b ≤ a + b
Bukti :
Dari 2.3.2(e), kita mempunyai -a ≤ a ≤ a dan -b ≤ b ≤ b. Kemudian dengan
menambahkan dan menggunaka 2.2.6(b), kita peroleh
−( a + b ) ≤ a + b ≤ a + b
(a). a − b ≤ a − b
(b). a − b ≤ a + b
Bukti :
(a). Kita tuliskan a = a - b + b dan gunakan Ketaksamaan Segitiga untuk memperoleh
a = a − b + b ≤ a − b + b.
Analisis Real I 42
Pendahuluan
2.3.6 Contoh-contoh.
(a). Tentukan himpunan A dari bilangan real x yang memenuhi 2x + 3 < 6
Dari 2.3.2(d), kita lihat bahwa x ∈ A jika dan hanya jika -6 < 2x + 3 < 6, yang
dipenuhi jika dan hanya jika -9 < 2x < 3. Dengan membagi dua, kita peroleh
2x 2 − 3x + 1
(c). Misalkan f fungsi yang didefinisikan dengan f (x) = untuk 2 ≤ x ≤
2x − 1
3.
Kita akan perhatikan secara terpisah pembilang dan penyebut dari
2x 2 − 3x + 1
f (x) =
2x − 1
Analisis Real I 43
Aljabar Himpunan
2x 2 − 3x + 1 ≤ 2 x + 3x +1
2
Dari ketaksamaan segitiga, kita peroleh
Kita akan memerlukan bahasa yang tepat untuk membahas gagasan suatu bi-
langan real “dekat” ke yang lain. Bila diberikan bilangan real a, maka bilangan real x
dikatakan “dekat” dengan a seharusnya diartikan bahwa jarak antara keduanya x − a
“kecil”. Untuk membahas gagasan ini, kita akan menggunakan kata lingkungan, yang
sebentar lagi akan kita definisikan.
2.3.7 Definisi. Misalkan a ∈ R dan ε > 0. Maka lingkungan-ε dari a adalah himpunan
Vε(a) = {x ∈ R x − a < ε}.
2.3.8 Teorema. Misalkan a ∈ R. Bila x termuat dalam lingkungan Vε(a) untuk setiap
ε > 0, maka x = a.
Bukti :
Analisis Real I 44
Pendahuluan
Bila x memenuhi x − a < ε untuk setiap ε > 0, maka dari 2.2.9 diperoleh bahwa
2.3.9. Contoh-contoh.
(a). Misalkan U = {x 0 < x < 1}. Bila a ∈ U, misalkan ε bilangan terkecil dari a atau
1 - a. Maka Vε(a) termuat di U. Jadi setiap unsur di U mempunyai lingkungan-ε yang
termuat di U.
(b). Bila I = {x : 0 ≤ x ≤ 1}, maka untuk sebarang ε > 0, lingkungan-ε Vε(0) memuat
titik di luar I, sehingga Vε(0) tidak termuat dalam I. Sebagai contoh, bilangan xε = -ε/2
unsur di Vε(0) tetapi bukan unsur di I.
(c). Bila x − a < ε dan y − b < ε , maka Ketaksamaan Segitiga mengakibatkan
bahwa
( x + y) − ( a + b) = ( x − a ) + ( y − b)
= x − a + y − b < 2 ε.
Jadi bila x,y secara berturut-turut termuat di lingkungan -ε dari a,b maka x + y ter-
muat di lingkungan -2ε dari (a + b) (tetapi tidak perlu lingkungan -ε dari (a + b)).
Latihan 2.3.
1. Misalkan a ∈ R. tunjukkan bahwa
4. Bila x,y,z ∈ R, x ≤ z, tunjukan bahwa x < y < z jika dan hanya jika x − y +
(a). 4x − 3 ≤ 13 ; (b). x 2 − 1 ≤ 3 ;
(c). x − 1 > x + 1 ; (d). x + x + 1 < 2 .
Analisis Real I 45
Aljabar Himpunan
7. Bila a < x < b dan a < y < b, tunjukkan bahwa x − y < b − a . Interpretasikan se-
cara geometris.
8. Tentukan dan sketsa himpunan pasangan berurut (a,b) di R×R yang memenuhi
(a x = y ; (b). x + y = 1 ;
(c xy = 2 ; (d). x − y = 2 .
10. Misalkan ε > 0 dan δ > 0, a ∈ R. Tunjukkan bahwa Vε(a) ∩ Vδ(a) dan Vε(a) ∪
Vδ(a) adalah lingkungan-γ dari a untuk suatu γ.
11. Tunjukkan bahwa bila a,b ∈ R, dan a ≠ b, maka terdapat lingkungan-ε U dari a
dan lingkungan-γ V dari b, sehingga U∩V = ∅.
Analisis Real I 46
Pendahuluan
Analisis Real I 47
Aljabar Himpunan
(ii). Bila S terbatas di bawah, maka batas bawah w dikatakan infimum (atau batas
bawah terbesar) dari S bila tidak terdapat batas bawah (yang lain) dari S yang kurang
dari w.
Akan sangat berguna untuk memfarmasikan ulang definisi supremum dari
suatu himpunan.
2.4.3 Lemma. Bilangan real u merupakan supremum dari himpunan tak kosong S di
R jika dan hanya jika u memenuhi kedua kondisi berikut :
(1). s ≤ u untuk semua s ∈ S.
(2). bila v < u, maka terdapat s’ ∈ S sehingga v < s’.
Kita tinggalkan bukti dari lemma ini sebagai latihan yang sangat penting bagi
pembaca. Pembaca seharusnya juga memfarmasikan dan membuktikan hal yang se-
rupa untuk infimum.
Tidak sulit untuk membuktikan bahwa supremum dari himpunan S di R bersi-
fat tunggal. Misalkan u1 dan u2 supremum dari S, maka keduanya merupakan batas
atas dari S. Andaikan u1 < u2 dengan hipotesis u2 supremum mengakibatkan bahwa u1
bukan batas atas dari S. Secara sama, pengandaian u2 < u1 dengan hipotesis u1 supre-
mum menga-kibatkan bahwa u2 bukan batas atas dari S. Karena itu, haruslah u1 = u2.
(Pembaca seharusnya menggunakan cara serupa untuk menunjukkan infimum dari
suatu himpunan di R bersifat tunggal).
Bila supremum atau infimum dari suatu himpunan S ada, kita akan menulis-
kan-nya dengan
sup S dan inf S
Kita amati juga bahwa bila u’ sebarang batas atas dari S, maka sup S ≤ u’.
Yaitu, bila s ≤ u’ untuk semua s ∈ S, maka sup S ≤ u’. Hal ini mengatakan bahwa sup
S merupakan batas atas terkecil dari S.
Kriteria berikut sering berguna dalam mengenali batas atas tertentu dari suatu
himpunan merupakan supremum dari himpunan tersebut.
2.4.4 Lemma. Suatu batas atas u dari himpunan tak kosong S di R merupakan supre-
mum dari S jika dan hanya jika untuk setiap ε > 0 terdapat sε ∈ S sehingga u - ε < sε.
Analisis Real I 48
Pendahuluan
Bukti :
Misalkan u batas atas dari S yang memenuhi kondisi di atas. Bila v < u dan
kita tetapkan ε = u - v, maka ε > 0, dan kondisi di atas mengakibatkan terdapat sε ∈ S
sehingga v = u - ε < sε. Karennya v bukan batas atas dari S. Karena hal ini berlaku un-
tuk sebarang v yang kurang dari u, maka haruslah u = sup S.
Sebaliknya, misalkan u = sup S dan ε > 0. Karena u - ε < u, maka u - ε bukan
batas atas dari S. Karenanya terdapat unsur sε di S yang lebih dari u - ε, yaitu u - ε <
sε.
Penting juga untuk dicatat bahwa supremum dari suatu himpunan dapat meru-
pakan unsur dari himpunan tersebut maupun bukan. Hal ini bergantung pada jenis
himpunannya. Kita perhatikan contoh-contoh berikut.
2.4.5 Contoh-contoh
(a). Bila himpunan tak kosong S1 mempunyai berhingga jumlah unsur, maka S1 mem-
punyai unsur terbesar u dan unsur terkecil w. Lebih dari itu u = sup S1 dan w = inf S1
keduanya unsur di S1. (Hal ini jelas bila S1 hanya mempunyai sebuah unsur, dan dapat
digunakan induksi matematika untuk sejumlah unsur dari S1).
(b). Himpunan S2 = {x : 0 ≤ x ≤ 1} mempunyai 1 sebagai batas atas. Kita akan bukti-
kan 1 merupakan supremum sebagai berikut. Bila v < 1, maka terdapat unsur s’ di S2
sehingga v < s’. (pilih unsur s’). Dari sini v bukan batas atas dari S2 dan, karena v se-
barang bilangan v < 1, haruslah sup S2 = 1. Secara sama, dapat ditunjukkan inf S2 = 0.
Catatan : sup S2 dan inf S2 keduanya termuat di S2.
(c). Himpunan S3 = {x : 0 < x < 1} mempunyai 1 sebagai batas atas. Dengan meng-
gunakan argumentasi serupa (b) untuk S2, diperoleh sup S3 = 1. Dalam hal ini, him-
punan S3 tidak memuat sup S3. Secara sama, inf S3 = 0, tidak termuat di S3.
(d). Seperti telah disebutkan, setiap bilangan real merupakan batas atas dari himpunan
kosong, karenanya himpunan kosong tidak mempunyai supremum. Secara sama him-
punan kosong juga tidak mempunyai infimum.
Analisis Real I 49
Aljabar Himpunan
2.4.6 Sifat Supremum dari R. Setiap himpunan bilangan real tak kosong yang mem-
punyai batas atas mempunyai supremum di R.
Sifat infimum yang serupa dapat diturunkan dari sifat supremum. Katakan S
sub himpunan tak kosong yang terbatas di bawah dari R. Maka himpunan S’ = {-s : s
∈ S} terbatas di atas, dan sifat supremum mengakibatkan bahwa u = sup S’ ada. Hal
ini kemudian diikuti bahwa -u merupakan infimum dari S, yang pembaca harus bukti-
kan.
2.4.7 Sifat Infimum dari R. Setiap himpunan bilangan real tak kosong yang mem-
punyai batas bawah mempunyai infimum di R.
Pembaca seharusnya menuliskan bukti lengkapnya.
Latihan 2.4
1. Misalkan S1 = {x ∈ R : x ≥ 0}. Tunjukkan secara lengkap bahwa S1 mempunyai
batas bawah, tetapi tidak mempunyai batas atas. Tunjukkan pula bahwa inf S1 = 0.
2. Misalkan S2 = {x ∈ R : x ≥ 0}. Apakah S2 mempunyai batas bawah ? Apakah S2
mempunyai batas atas ? Buktikan pernyataan yang anda berikan.
3. Misalkan S3 = {1/n n ∈ N}. Tunjukkan bahwa sup S3 = 1 dan inf S3 ≥ 0. (Hal ini
akan diikuti bahwa inf S3 = 0, dengan menggunakan Sifat Arechimedes 2.5.2 atau
2.5.3 (b)).
4. Misalkan S4 = {1 - (-1)n/n : n ∈ N}.Tentukan inf S4 dan sup S4.
5. Misalkan S subhimpunan tak kosong dari R yang terbatas di bawah. Tunjukkan
bahwa inf S = -sup{-s : s ∈ S}.
6. Bila S ⊆ R memuat batas atasnya, tunjukkan bahwa batas atas tersebut merupakan
supremum dari S.
7. Misalkan S ⊆ R yang tak kosong. Tunjukkan bahwa u ∈ R merupakan batas atas
dari R jika dan hanya jika kondisi t ∈ R dan t > u mengakibatkan t ∉ S.
8. Misalkan S ⊆ R yang tak kosong. Tunjukkan bahwa u = sup S, kaka untuk setiap
n∈N, u - 1/n bukan batas atas dari S, tetapi u + 1/n batas atas dari S. (Hal sebali-
knya juga benar ; lihat latihan 2.5.3).
Analisis Real I 50
Pendahuluan
9. Tunjukkan bahwa bila A dan B sub himpunan yang terbatas dari R, maka A∪B
juga terbatas. Tunjukkan bahwa sup (A∪B) = sup {sup A, sup B}.
10.Misalkan S terbatas di R dan S sub himpunan tak kosong dari S. Tunjukkan bahwa
inf S ≤ inf S0 ≤ sup S0 ≤ sup S.
11.Misalkan S ⊆ R dan s* = sup S termuat di S. Bila u∉ S, tunjukkan bahwa sup
(S∪{u}) = sup {s*,u}.
12.Tunjukkan bahwa suatu himpunan tak kosong dan berhingga S ⊆ R memuat su-
premumnya. (Gunakan induksi matematika dan latihan nomor 11).
a + S = {a + x : x ∈ S}.
Kita akan tunjukkan bahwa
sup (a + S) = a + sup S.
Bila kita misalkan u = sup S, maka karena x ≤ u untuk semua x ∈ S, kita mempunyai
a + x ≤ a + u. Karena itu a + u batas atas dari a + S ; akibatnya kita mempunyai sup (a
+ S) ≤ a + u. Bila v sebarang batas atas dari himpunan a + S, maka a + x ≤ v untuk
semua x ∈ S. Maka x ≤ v - a untuk semua x ∈ S, yang mengakibatkan u = sup S ≤ v -
a, sehingga a + u ≤ v. Karena v sebarang batas atas dari a + S, kita dapat mengganti v
Analisis Real I 51
Aljabar Himpunan
(b). Misalkan f dan g fungsi-fungsi bernilai real dengan domain D ⊆ R. Kita asumsi-
kan rangenya f(D) = {f(x) : x ∈ D} dan g(D) = {g(x) : x ∈ D}himpunan terbatas di R.
(i). Bila f(x) ≤ g(x) untuk semua x ∈ D, maka sup f(D) ≤ sup g(D).
Untuk membuktikan hal ini, kita catat bahwa sup g(D) merupakan batas atas
himpunan f(D) karena untuk setiap x ∈ D, kita mempunyai f(x) ≤ g(x) ≤ sup g(D).
Karenanya sup f(D) ≤ sup g(D).
(ii). Bila f(x) ≤ g(y) untuk semua x,y ∈ D, maka sup f(D) ≤ sup g(D).
Buktinya dalam dua tahap. Pertama, untuk suatu y tertentu di D, kita lihat
bahwa f(x) ≤ g(y) untuk semua x ∈ D, maka g(y) batas atas dari himpunan f(D). Aki-
batnya sup f(D) ≤ g(y). Karena ketaksamaan terakhir dipenuhi untuk semua y ∈ D,
maka sup f(D) merupakan batas bawah dari g(D). Karena itu, haruslah sup f(D) ≤ inf
g(D).
(c). Perlu dicatat bahwa hipotesis f(x) ≤ g(x) untuk semua x ∈ D pada (b) tidak
menghasilkan hubungan antara sup f(D) dan inf g(D). Sebagai contoh, bila f(x) = x2
dan g(x) = x dengan D = {x ∈ R : 0 < x < 1}, maka f(x) ≤ g(x) untuk semua x ∈ D,
tetapi sup f(D) = 1 dan inf g(D) = 0, serta sup g(D) = 1. Jadi (i) dipenuhi, sedangkan
(ii) tidak.
Lebih jauh mengenai hubungan infimum dan supremum himpunan dari nilai
fungsi diberikan sebagai latihan.
Sifat Archimedes
Salah satu akibat dari sifat supremum adalah bahwa himpunan bilangan asli N
tidak terbatas di atas dalam R. Hal ini berarti bahwa bila diberikan sebarang bilangan
real x terdapat bilangan asli n (bergantung pada x) sehingga x < n. Hal ini tampaknya
mudah, tetapi sifat ini tidak dapat dibuktikan dengan menggunakan sifat aljabar dan
Analisis Real I 52
Pendahuluan
urutan yang dibahas pada bagian terdahulu. Buktinya yang akan diberikan berikut ini
menunjukkan kegunaan yang esensial dari sifat supremum R.
Eksistensi 2
Pentingnya sifat supremum terletak pada fakta yang mana sifat ini menjamin
eksistensi bilangan real di bawah hipotesis tertentu. Kita akan menggunakan ini be-
berapa kali. Sementara ini, kita akan mengilustrasikan kegunaannya untuk membukti-
kan eksistensi bilangan positif x sehingga x2 = 2. Telah ditunjukkan (lihat Teorema
Analisis Real I 53
Aljabar Himpunan
2.1.7) bahwa x yang demikian bukan bilangan rasioanl ; jadi, paling tidak kita akan
menunjukkan eksistensi sebuah bilangan irrasional.
(x + ) 1 2
n
= x2 + 2x
n
+ 1
n2
≤ x2 + 1
n ( 2x + 1)
Dari sini kita dapat memilih n sehingga
1
n
(2x + 1) < 2 - x2,
maka kita memperoleh (x + 1/n)2 < x2 + (2 - x2) = 2. Dari asumsi, kita mempunyai 2 -
x2 > 0, sehingga (2 - x2)/(2x + 1) > 0. Dari sini sifat Archimedes dapat digunakan un-
tuk memperoleh n ∈ N sehingga
1 2 − x2
<
n 2x + 1
Langkah-langkah ini dapat dibalik untuk menunjukkan bahwa dengan pemilihan n ini
kita mempunyai x + 1
n
∈ S, yang kontradiksi dengan fakta bahwa x batas atas dari S.
Karenanya, haruslah x2 ≥ 2.
Sekarang andaikan x2 > 2. Kita akan tunjukkan bahwa dimungkinkan untuk
menemukan m ∈ sehingga x - 1/m juga merupakan batas atas dari S, yang meng-
kontradiksi fakta bahwa x = sup S. Untuk melakukannya, perhatikan bahwa
Analisis Real I 54
Pendahuluan
(x + )
1 2
m
= x2 + 2x
m
+ 1
m2
> x 2 − 2x
m
1 x2 − 2
<
m 2x
Langkah ini dapat dibalik untuk menunjukkan bahwa dengan pemilihan m ini kita
mempunyai (x - 1/m)2 > 2. Sekarang bila s ∈ S, maka s2 < 2 < (x - 1/m)2, yang mana
menurut 2.2.14(a) bahwa s < x - 1/m. Hal ini mengakibatkan bahwa x - 1/m meru-
pakan batas atas dari S, yang kontradiksi dengan fakta bahwa x = sup S. Jadi tidak
mungkin x2 > 2.
Karena tidak mungkin dipenuhi x2 > 2 atau x2 < 2, haruslah x2 = 2. (*)
Dengan sedikit modifikasi, pembaca dapat menunjukkan bahwa bila a > 0,
maka terdapat b > 0 yang tunggal, sehingga b2 = a. Kita katakan b akar kuadrat
positif dari a dan dituliskan dengan b = a atau b = a1/2. Dengan cara sedikit lebih
rumit yang melibatkan teorema binomial dapat diformulasikan eksistensi tunggal dari
Analisis Real I 55
Aljabar Himpunan
2.5.5 Teorema Densitas. Bila x dan y bilangan real dengan x < y, maka terdapat bi-
langan rasional r sehingga x < r < y.
Bukti :
Tanpa mengurangi berlakunya secara umum, misalkan x > 0. (Mengapa?).
De-
ngan sifat Archimedes 2.5.2, terdapat n ∈ N.sehingga n > 1/(y - x). Untuk n yang
demi-kian, kita mempunyai bahwa ny - nx > 1. Dengan menggunakan Teorema Aki-
bat 2.5.3(c) ke nx > 0, kita peroleh m ∈ N sehingga m - 1 ≤ nx < m. Bilangan m ini
juga memenuhi m < ny, sehingga r = m/n bilangan rasional yang memenuhi x < r < y.
Untuk mengakhiri pembahasan tentang hubungan bilangan rasional dan ira-
sional, kita juga mempunyai sifat serupa untuk bilangan irasional.
2.5.6 Teorema akibat. Bila x dan y bilangan real dengan x < y, maka terdapat bilan-
gan irasional z sehingga x < z < y.
Bukti :
Dengan menggunakan Teorema Densitas 2.5.5 pada bilangan real x 2 dan
x 2 <r< y 2.
Latihan 2.5
1. Gunakan Sifat Archimedes atau Teorema Akibat 2.5.3 (b) untuk menunjukkan
bahwa inf {1/n n ∈ N} = 0.
2. Bila S = {1/n - 1/m n,m ∈ N}, tentukan inf S dan sup S.
3. Misalkan S ⊆ R tak kosong. Tunjukkan bahwa bila u di R mempunyai sifat : (i).
untuk setiap n ∈ N, u - 1/n bukan batas atas dari S, dan (ii). untuk setiap n ∈ N, u +
1/n bukan batas atas dari S, maka u = sup S. (Ini merupakan kebalikan Teorema
2.4.8).
4. Misalkan S himpunan tak kosong dan terbatas di R.
Analisis Real I 56
Pendahuluan
Analisis Real I 57
Aljabar Himpunan
0 , bila x < y
h( x,y) =
1 , bila x ≥ y
10. Misalkan X,Y himpunan tak kosong dari h : X×Y → R yang mempunyai range
terbatas di R. Misalkan f : X → dan g : Y → didefinisikan dengan
f(x) = sup {h(x,y) y ∈ Y}, g(y) = inf {h(x,y) x ∈ X}.
Tunjukkan bahwa
sup{g(y) y ∈ Y} ≤ inf {f(x) x ∈ X}
Kita akan menuliskannya dengan
sup inf h ( x,y ) ≤ sup inf h ( x,y )
y x x y
12. Diberikan sebarang x∈R, tunjukkan bahwa terdapat n∈Z yang tungal sehingga n -
1 ≤ x < n.
13. Bila y > 0 tunjukkan bahwa terdapat n ∈ N sehingga 1/2n < y.
14. Modifikasi argumentasi pada teorema 2.5.4 untuk menunjukkan bahwa terdapat
bilangan real positif y sehingga y2 = 3.
15. Modifikasi argumentasi pada teorema 2.5.4 untuk menunjukkan bahwa bila a > 0,
maka terdapat bilangan real positif z sehingga z2 = a.
16. Modifikasi argumentasi pada teorema 2.5.4 untuk menunjukkan bahwa terdapat
bilangan real positif u sehingga u3 = 2.
Analisis Real I 58
Pendahuluan
17. Lengkapi bukti Teorema Densitas 2.5.5 dengan menghilangkan hipotesis x > 0.
18. Bila u > 0 dan x < y, tunjukkan bahwa terdapat bilangan rasional r sehingga x < ru
< y. (Dari sini himpunan {ru r ∈ Q} padat di R).
Analisis Real I 59
Aljabar Himpunan
BAB
3
BARISAN BILANGAN REAL
3.1. Barisan dan Limit Barisan
Di sini diharapkan pembaca mengingat kembali bahwa yang dimaksud dengan
suatu barisan pada suatu himpunan S adalah suatu fungsi pada himpunan N = {1, 2, 3,
...} dengan daerah hasilnya di S. Selanjutnya dalam bab ini kita hanya memperhatikan
barisan di R.
3.1.1. Definisi. Suatu barisan bilangan real (atau suatu barisan di R) adalah suatu
fungsi pada himpunan N dengan daerah hasil yang termuat di R.
Dengan kata lain, suatu barisan di R memasangkan masing-masing bilangan
asli n = 1, 2, 3, ... secara tunggal dengan bilangan real. Bilangan real yang diperoleh
tersebut disebut elemen, atau nilai, atau suku dari barisan tersebut. Hal yang biasa
untuk menuliskan elemen dari R yang berpasangan dengan n∈N, dengan suatu simbol
seperti xn (atau an, atau zn). Jadi bila X : N → R suatu barisan, kita akan biasa
menuliskan nilai X di n dengan Xn, dari pada X(n), kita akan menuliskan barisan ini
dengan notasi
X, Xn , (Xn : n ∈ N),
Kita menggunakan kurung untuk menyatakan bahwa urutan yang diwarisi dari N
adalah hal yang penting. Jadi, kita membedakan penulisan X = (Xn : n∈N), yang
suku-sukunya mempunyai urutan dan himpunan nilai-nilai dari barisan tersebut { Xn :
n∈N} yang urutannya tidak diperhatikan. Sebagai contoh, barisan X = ((-1)n : n∈N)
yang berganti-ganti -1 dan 1, sedangkan himpunan nilai barisan tersebut { (-1)n: n∈N }
sama dengan {-1, 1}.
Analisis Real I 60
Pendahuluan
Y= ( 1
1
, 1
2
, 1
3
, 1
4
, ...)
Z= ( 1
1
, 1
2
, 1
3
, 1
4
, ...)
untuk barisan kebalikan dari kuadrat bilangan asli. Metode yang lebih memuaskan
adalah degan menuliskan formula untuk suku umum dari barisan tersebut, seperti
1
X = (2n : n∈N), Y = ( m1 : m∈N), Z=( : s∈N)
s2
Dalam prakteknya, sering lebih mudah dengan menentukan nilai x1 dan suatu
formula untuk mendapatkan xn + 1 (n ≥ 1) bila xn diketahui dan formula xn+1 (n ≥ 1)
dari x1, x2, ... xn. Metode ini kita katakan sebagai pendefinisian barisan secara induktif
atau rekursif. Dengan cara ini, barisan bilangan bulat positif X di atas dapat kita de-
finisikan dengan
x1 = 2 xn+1 = xn + 2 (n ≥ 1);
atau dengan definisi
x1 = 2 xn+1 = x1 + xn (n ≥ 1).
Catatan : Barisan yang diberikan dengan proses induktif sering muncul di ilmu komputer, Khusus-
nya, barisan yang didefinisikan dengan suatu proses induktif dalam bentuk x1 = diberikan, xn+1 = f(xn)
untuk n∈N dapat dipertanggungjawabkan untuk dipelajari dengan menggunakan komputer. Barisan
yang didefinisikan dengan proses : y1 = diberikan, yn = .gn(y1,y2, ... ,yn) untuk n∈N juga dapat dikerja-
kan (secara sama). Tetapi, perhitungan dari suku-suku barisan demikian menjadi susah untuk n yang
besar, karena kita harus menyimpan masing-masing nilai y1, ..., yn dalam urutan untuk menghitung yn+1.
3.1.2. Contoh-contoh.
Analisis Real I 61
Aljabar Himpunan
(a). Bila b ∈ R, barisan B = (b, b, b, ...), yang sukunya tetap b, disebut barisan kon-
stan b. Jadi barisan konstan 1 adalah (1, 1, 1, ...) semua yang sukunya 1, dan bari-
san konstan 0 adalah baisan (0, 0, 0, ...).
(b). Barisan kuadrat bilangan asli adalah barisan S = (12, 22, 32, ...) = (n2 : n∈N), yang
tentu saja sama dengan barisan (1, 4, 9, ..., n2, ...).
(c). Bila a∈R maka barisan A = (an : n∈N) adalah barisan (a1, a2, a3, ..., an, ...).
1
Khususnya bila a = , maka kita peroleh barisan
2
1
n : n ∈N
2
(d). Barisan Fibonacci F = (fn : n ∈ N) diberikan secara induktif sebagai berikut :
f1 = 1, f2 = 1, f2+1 = fn-1 + fn (n ≥ 2)
Maka sepuluh suku pertama barisan Fibonacci dapat dilihat sebagai F = (1, 1, 2, 3,
5, 8, 13, 21, 34, 55, ...)
3.1.3. Definisi. Bila X = (xn) dan Y = (yn) barisan bilangan real, kita definisikan jum-
lah X + Y = (xn + yn : n∈N), selisih X - Y = (xn - yn : n∈N), dan hasil kali XY = (xnyn
: n∈N). Bila c ∈ R kita definisikan hasil kali X dengan c yaitu cX = (cxn : n∈N).
Akhirnya, bila Z = (zn) suatu barisan dengan zn ≠ 0 untuk semua n∈N, maka hasil
bagi X oleh Z adalah X/Z = (xn/ zn : n∈N).
Sebagai contoh, bila X dan Y berturut-turut adalah barisan-barisan
X+Y= (, 3
1
9
2
, 19
3
, ..., 2n 2 + 1
n )
, ...
X-Y= ( , 1
1
7
2
, 17
3
, ..., 2n 2 − 1
n
, ...),
Analisis Real I 62
Pendahuluan
X
= 2, 8, 18, ...,2n2, ...).
Y
Kita catat bahwa bila z menyatakan barisan
Z = (0, 2, 0, ..., 1 + (-1)n, ...),
maka kita dapat mendefinisikan X + Z, X-Z, dan X.Z; tetapi tidak dengan X/Z, karena
Z mempunyai suku 0.
3.1.4. Definisi. Misalkan X = (xn) barisan bilangan real. Suatu bilangan real x dikata-
kan limit dari (xn), bila untuk setiap ε > 0 terdapat bilangan asli K(ε), sedemikian se-
hingga untuk semua n ≥ K(ε), suku-suku xn terletak dalam lingkungan-ε, Vε(x).
Bila x merupakan suatu limit dari barisan tersebut, kita katakan juga bahwa X
= (xn) konvergen ke x (atau mempunyai limit x). Bila suatu barisan mempunyai limit,
kita katakan barisan tersebut konvergen, bila tidak kita katakan divergen.
Penulisan K(ε) digunakan untuk menunjukkan secara eksplisit bahwa pemili-
han K bergantung pada ε; namun demikian sering lebih mudah menuliskannya dengan
K, dari pada K(ε). Dalam banyak hal nilai ε yang “kecil” biasanya akan memerlukan
nilai K yang “besar” untuk menjamin bahwa xn terletak di dalam lingkungan Vε(x)
untuk semua n ≥ K = K(ε).
Kita juga dapat mendefinisikan kekonvergenan X = (xn) ke x dengan menga-
takan : untuk setiap lingkungan-ε Vε(x) dari x, semua (kecuali sejumlah hingga) suku-
suku dari x terletak di dalam Vε(x). Sejumlah hingga suku-suku tersebut mungkin ti-
dak terletak di dalam Vε(x) yaitu x1, x2, ..., xK(ε)-1.
Bila suatu barisan x = (xn) mempunyai limit x di R, kita akan menggunakan
notasi.
lim X = x atau lim (xn) = x.
Analisis Real I 63
Aljabar Himpunan
3.1.5. Ketunggalan limit. Suatu barisan bilangan real hanya dapat mempunyai satu
limit.
Bukti :
Andaikan sebaliknya, yaitu x′ dan x′′ keduanya limit dari X = (xn) dan x’≠x”. Kita
pilih ε > 0 sehingga Vε(x’) dan Vε(x”) saling asing (yaitu, ε < ½x” - x’). Sekarang
misalkan K’ dan K” bilangan asli sehingga bila n > K’ maka xn∈Vε(x’) dan bila n >
K” maka xn∈Vε(x”). Tetapi ini kontradiksi dengan pengandaian bahwa Vε(x’) dan
Vε(x”) saling asing. (Mengapa?). Haruslah x’ = x”.
3.1.6. Teorema. Misalkan X = (xn) barisan bilangan real dan misalkan pula x∈R.
Maka pernyataan berikut ekivalen.
(a). X konvergen ke x.
(b). untuk setiap lingkungan-ε Vε(x), terdapat bilangan asli K(ε) sehingga untuk se-
mua n ≥ K(ε), suku-suku xn∈Vε(x).
(c). untuk setiap ε > 0, terdapat bilangan asli K(ε) sehingga untuk semua n ≥ K(ε),
suku-suku xn memenuhi xn - x<ε.
(d). untuk setiap ε > 0, terdapat bilangan asli K(ε) sehingga untuk semua n ≥ K(ε),
suku-suku xn memenuhi
⇔ x- ε < xn < x + ε
Catatan : Definisi limit barisan bilangan real digunakan untuk membuktikan bahwa nilai x yang
telah ditetapkan merupakan limit. Hal ini tidak menentukan berapa nilai limit seharusnya. Sehingga
diperlukan latihan untuk sampai kepada dugaan (conjecture) nilai limit dengan perhitungan langsung
suku-suku barisan tersebut. Dalam hal ini komputer akan sangat membantu. Namun demikian karena
Analisis Real I 64
Pendahuluan
komputer hanya dapat menghitung sampai sejumlah hingga suku barisan, maka perhitungan demikian
bukanlah bukti.
Untuk menunjukkan bahwa suatu barisan X = (xn) tidak konvergen ke x, cu-
kup dengan memilih εo > 0 sehingga berapapun nilai K yang diambil, diperoleh suatu
nk > K sehingga x n k tidak terletak dalam Vε(x), (Perubahan lebih detail pada 3.4).
3.1.7. Contoh-contoh
1
(a). lim = 0 .
n
Misalkan diberikan sebarang ε > 0. Maka menurut sifat Archimedes terdapat K∈N
1
sehingga sehingga < ε . Akibatnya untuk semua n ≥ K dipenuhi
K
1 1 1
- 0 = ≤ < ε
n n K
1
Ini membuktikan lim = 0
n
1
(b). lim 2 = 0
n
1
Bila diberikan sebarang ε > 0, maka terdapat K∈N, sehingga < ε . Karena itu un-
K
tuk semua n ≥ K dipenuhi
1 1 1
( ε)
2
2
−0 = 2 ≤ 2 < =ε
n n K
1
Ini membuktikan lim 2 = 0
n
(
(c). Barisan 0,2,0,2, (
, 1 + ( −1) ,
n
) ) , tidak konvergen ke 0.
Pilih ε0 = 1, sehingga untuk sebarang K∈N, jika n ≥ K dan n bilangan ganjil,
maka
xn - 0 = 2 - 0 = 2 > 1.
(
Ini mengatakan bahwa barisan 1 + ( −1)
n
) tidak konvergen ke 0.
Analisis Real I 65
Aljabar Himpunan
3n + 2
(d). lim =3
n -1
3n + 2
Ini membuktikan bahwa lim = 3.
n -1
Ekor Barisan
Perlu dimengerti bahwa kekonvergenan (atau kedivergenan) suatu barisan ber-
gantung hanya pada prilaku suku-suku “terakhirnya”. Artinya, bila kita hilangkan m
suku pertama suatu barisan yang menghasilkan Xm konvergen jika hanya jika barisan
asalnya juga konvergen, dalam hal ini limitnya sama.
3.1.8. Definisi. Bila X = (x1, x2, ..., xn, ...) suatu barisan bilangan real dan m selalu
bilangan asli maka ekor-m dari X adalah barisan
Sebagai contoh, ekor-3 dari barisan X = (2, 4, 6, 8, 10, ..., 2n, ...) adalah baris-
an X3 = (8, 10, 12, ..., 2n + 6,...).
3.1.9. Teorema. Misalkan X = (xn : n∈N) suatu barisan bilangan real dan m∈N. Maka
ekor-m adalah Xm = (xm+n : n∈N) dari X konvergen jika dan hanya jika X konvergen,
dalam hal ini, lim Xm = lim X.
Bukti :
Dapat kita catat untuk sebarang p∈N, suku ke-p dari Xm merupakan suku ke-(m+p)
dari X. Secara sama bila q > m, maka suku ke-q dari X merupakan suku ke-(q-m) dari
Xm .
Analisis Real I 66
Pendahuluan
3.1.10. Teorema. Misalkan A = (an) dan X = (xn) barisan bilangan real dan x∈R. Bila
untuk suatu C > 0 dan suatu m∈N, kita mempunyai
xn -x ≤ Can untuk semua n∈N dengan n ≥ m, dan lim (an) = 0, maka lim (xn) = x.
Bukti :
Misalkan diberikanε > 0. Karena lim (an) = 0, maka terdapat bilangan asli KA(ε/C),
sehingga bila n ≥ KA(ε/C) maka an = an - 0 < ε/C.
Karena itu hal ini mengakibatkan bila n ≥ KA(ε/C) dan n ≥ m, maka
3.1.11. Contoh-contoh.
1
(a). Bila a > 0, maka lim = 0.
1 + na
1 1
Karena a > 0, maka 0 < na < 1 + na. Karenanya 0 < < , yang selanjutnya
na + 1 na
mengakibatkan
1 1 1
− 0 ≤ untuk semua n∈N.
1 + na a n
Analisis Real I 67
Aljabar Himpunan
1
Karena lim = 0 , menurut Teorema 3.1.10 dengan C = 1
a
dan m = 1 diperoleh
n
bahwa
1
lim = 0.
1 + na
1
(b). lim n = 0
2
1 1
Karena 0 < n < 2n (buktikan !) untuk semua n∈N, kita mempunyai 0 < n
< yang
2 n
mengakibatkan
1 1
n
−0 ≤ untuk semua n∈N.
2 n
1 1
Tetapi lim = 0 , dengan menggunakan Teorema 3.1.10 diperoleh lim n = 0
n 2
1 1 1
0 < bn = ≤ < ,
(1 + a ) n
1 + na na
( ) = 1.
(d). Bila C > 0, maka lim C
1
n
Untuk kasus C = 1 mudah, karena ( C ) merupakan barisan konstan (1, 1, 1, ...) yang
1
n
jelas konvergen ke 1.
1
Bila C > 1, maka Cn = 1 + d n untuk suatu dn > 0.
Dengan menggunakan ketaksamaan Bernoulli 2.2.14(c),
Analisis Real I 68
Pendahuluan
C −1 1
Karenanya C - 1 ≥ ndn, sehingga dn ≤ . Akibatnya C n − 1 = d n ≤ ( C − 1) un-
1
n n
tuk semua n∈N.
1
Sedangkan bila 0 < C < 1; maka C n
= 1/(1 + hn) untuk suatu hn > 0. Dengan meng-
gunakan kesamaan Bernoulli diperoleh
1 1 1
C= ≤ <
(1 + h n ) n
1 + nh n nh n
1
yang diikuti oleh 0 < hn < untuk semua n∈N.
nC
Karenanya kita mempunyai
hn 1
0 < 1− C n = < hn <
1
1 + hn nC
1 1
sehingga C n − 1 < untuk semua n∈N.
1
C n
( ) = 1.
(e). lim n
1
n
Karena ( n ) > 1 untuk n > 1, maka n = 1 + k n untuk suatu kn > 0 bila n > 1. Aki-
1 1
n n
batnya n = (1 + kn)n untuk n > 1. Dengan teorema Binomial, bila n > 1 kita mempun-
yai
n = 1 + nk n + 21 n( n − 1) k 2n + ... ≥ 1 + 21 n( n − 1) k 2n ,
n − 1 ≥ 12 n ( n − 1) k 2n .
Analisis Real I 69
Aljabar Himpunan
2
Dari sini k n ≤ untuk n > 1. Sekarang bila ε > 0 diberikan, maka menurut sifat Ar-
n
2
chimedes terdapat bilangan asli Nε sehingga < ε 2 . Hal ini akan diikuti oleh bila n
Nε
2
≥ sup{2, Nε} maka < ε 2 , karena barisan itu
n
1
2 2
0 < n − 1 = kn ≤ < ε.
1
n
n
Latihan 3.1
1. Suku-suku ke-n dari barisan (xn) ditentukan oleh formula berikut. Tuliskan lima
suku pertama dari masing-masing barisan tersebut
(a) x n = 1 + ( −1)
n
(b). x n =
( −1)
n
,
n
1 1
(c). x n = (d). x n =
n( n + 1) n +2
2
2. Beberapa suku pertama barisan (xn) diberikan sebagai berikut. Anggap “pola da-
sarnya” diberikan oleh suku-suku tersebut, tentukan formula untuk suku ke-n, xn,
(a). 5, 7, 9, 11, ... (b). 1
2 , - 14 , 1
8 , - 116 , ...
(c). 1
2 , 2
3 , 3
4 , 4 5 , ... (d). 1, 4, 9, 16, ...
3. Tuliskan lima suku pertama dari barisan yang didefinisikan secara induktif berikut
(a). x1 = 1, xn+1 = 3xn + 1;
(b). y1 = 2, yn+1 = 1
2 (y n + y2 ;
n
)
(c). z1 = 1, z2 = 2, zn+2 = (zn+1 +zn)/zn+1 - zn);
(d). s1 = 3, s2 = 5, sn+2 = sn + sn+1.
b
4. Untuk sebarang b∈R, buktikan lim = 0
n
Analisis Real I 70
Pendahuluan
1 2n
(a). lim 2 = 0 (b). lim =0
n + 1 n + 1
3n + 1 3 n2 − 1
(c). lim = (d). lim 2 =0
2n + 5 2 2n + 3
6. Tunjukkan bahwa
1 2n
(a). lim =0 (b). lim =2
n + 7 n + 2
n ( −1) n n
(c). lim =0 (c). lim 2 =0
n + 1 n +1
7. Buktikan bahwa lim (xn) = 0 jika dan hanya jika lim (x )n = 0. Berikan contoh
8. Tunjukkan bahwa bila xn≥0 ∀ n∈N dan lim (xn) = 0, maka lim ( x ) = 0.
n
9. Tunjukkan bahwa bila lim (xn) = x dan x > 0, maka terdapat bilangan M∈N se-
hingga xn > 0 untuk semua n ≥ M.
1 1
10. Tunjukkan bahwa lim − =0
n n + 1
1
11. Tunjukkan lim n = 0
3
(
13. Tunjukkan bahwa lim ( 2n)
1
n
)=1
n2
14. Tunjukkan bahwa lim = 0
n!
2n 2n n−2
15. Tunjukkan bahwa lim = 0. Bila n ≥ 3, maka 0 <
n! n!
≤2 ( 23 )
Analisis Real I 71
Aljabar Himpunan
3.2.1. Definisi. Barisan bilangan real X = (xn) dikatakan terbatas bila terdapat bilan-
gan real M > 0 sehingga xn ≤ M; untuk semua n∈N.
Jadi barisan X = (xn) terbatas jika dan hanya jika himpunan {xn : n∈N} terba-
tas di R,
Dengan menetapkan
Dalam definisi 3.1.3 kita telah mendefinisikan jumlah, selisih, hasil kali dan
pembagian barisan bilangan real. Kita sekarang akan menunjukkan bahwa barisan
yang diperoleh dengan cara demikian dari barisan-barisan konvergen, mengakibatkan
limit barisan barunya dapat diprediksi.
3.2.3. Teorema.
(a). Misalkan X = (xn) dan Y = (yn) barisan bilangan real yang berturut-turut konver-
gen ke x dan y, serta c∈R. Maka barisan X + Y, X - Y, X . Y dan cX berturut-
turut konvergen ke x + y, x - y, xy dan cx.
(b). . Bila X = (xn) konvergen ke x dan Z = (zn) barisan tak nol yang konvergen ke z,
dan z ≠ 0, maka barisan X/Z konvergen ke x/z.
Bukti :
Analisis Real I 72
Pendahuluan
Dari hipotesis, untuk sebarang ε > 0 terdapat K∈N sehingga bila n ≥ K1, maka
ε ε
xn − x < 2
, juga terdapat K2∈N sehingga bila n ≥ K2, maka x n − x < 2
. Bila K(ε) =
( xn + yn ) − ( x + y) ≤ xn − x + yn − y
< 12 ε + 12 ε = ε
xn yn − xy = ( xn yn − xn y) + ( xn y − xy)
≤ xn ( yn − y) + ( xn − x) y
= xn yn − y + xn − x y
Menurut Teorema 3.2. terdapat bilangan real M1 > 0 sehingga x n ≤ M 1 untuk semua
x n y n − xy ≤ M y n − y + M x n − x
Dari kekonvergenan X dan Y, bila diberikan sebarang ε > 0, maka terdapat K1, K2,∈N
sehingga bila n ≥ K1 maka x n − x < ε
2M , dan bila n ≥ K2 maka y n − y < ε
2M .
Sekarang tetapkan K(ε) = sup {K1, K2}, maka untuk semua n ≥ K(ε) diperoleh
xnyn - xy ≤ Myn - y + xn - x
(b). Berikutnya kita akan menunjukkan bila Z = (zn) barisan tak nol yang konvergen
1 1 1
ke z, maka barisan konvergen ke (karena z ≠ 0). Pertama misalkan α = z
zn z 2
maka α > 0. Karena lim (zn) = z, maka terdapat K1∈N, sehingga bila n ≥ K1 maka
z n − z <α. Dengan menggunakan ketaksamaan segitiga diperoleh -α ≤ -zn - z ≤
1 2
zn - z untuk n ≥ K1. Karena itu ≤ untuk n ≥ K1, jadi kita mempunyai
zn z
1 1 z − zn 1
− = = z − zn
zn z zn z zn z
2
≤ 2
z − z n untuk semua n > K(ε).
zn
Sekarang kita berikan ε > 0, mak terdapat K2∈N sehingga bila n ≥ K2 maka
1 1
− ≤ε untuk semua n > K(ε).
zn z
1 1
Karena ε > 0 sebarang, jadi lim = .
zn z
1 xn
Dengan mendefinisikan Y barisan dalam menggunakan XY = konvergen
yn zn
1
ke x = x , bukti (b) telah selesai.
z z
(2) [ ][ ]
lim (anbn ...zn) = lim( a n ) lim( b n ) ... lim( zn ).
Analisis Real I 74
Pendahuluan
[ ]
lim (ank) = lim( a n ) .
k
(3)
3.2.4. Teorema. Bila X = (xn) barisan konvergen dan xn ≥ 0, untuk semua n∈N, maka
x = lim (xn) ≥ 0.
Bukti :
Andaikan x < 0, pilih z = - x > 0. Karena X konvergen ke x, maka terdapat
K∈N, sehingga x - ε < xn < + ε untuk semua n ≥ Κ. Khususnya, kita mempunyai
xK < x + z = x + (-x) = 0. Hal ini kontradiksi dengan hipotesis bahwa xn ≥ 0 untuk se-
mua n∈N Jadi haruslah x ≥ 0.
3.2.5 Teorema. Bila X = (xn) dan Y = (yn) barisan konvergen dan xn ≤ yn untuk semua
n∈N, maka lim (xn) ≤ lim (yn).
Bukti :
Misalkan zn = yn - xn sehingga Z = (zn) = Y - X dan zn ≥ 0 untuk semua n∈N.
Dari teorema 3.2.4 dan 3.2.3 diperoleh 0 ≤ lim Z = lim (yn) - lim (xn).
Jadi lim (xn) ≤ lim (yn).
Yang berikut mengatakan bahwa bila semua suku dari barisan konvergen me-
menuhi ketaksamaan a ≤ xn ≤ b, maka limitnya memnuhi ketaksamaan yang sama.
3.2.6. Teorema. Bila x = (xn) suatu barisan konvergen dan a ≤ xn ≤ b untuk semua
n∈N, maka a ≤ lim (xn) ≤ b.
Bukti :
Misalkan Y barisan konstan (b, b, b, ...). Dari Teorema 3.2.5 diperoleh lim X ≤ lim Y
= b. Secara sama dapat ditunjukkan bahwa a ≤ lim X.
Sedangkan yang berikut menyatakan bahwa bila barisan Y diapit oleh dua ba-
risan konvergen yang limitnya sama, maka barisan y tersebut juga konvergen ke limit
dari kedua barisan yang mengapitnya.
Analisis Real I 75
Aljabar Himpunan
3.2.7. Teorema Apit. Misalkan bahwa X = (xn), Y = (yn), dan Z = (zn) barisan yang
memenuhi
Dari hipotesis diperoleh bahwa xn - w ≤ yn - w ≤ zn -w, untuk semua n∈N, yang dii-
kuti oleh (mengapa ?)
-ε < yn - w < ε
untuk semua n ≥ K. Karena ε > 0 sebarang, jadi lim (yn) = w.
Catatan : Karena sebarang ekor barisan mempunyai limit yang sama, hipotesis dari 3.2.4, 3.2.5,
3.2.6, dan 3.2.7 dapat diperlemah dengan menerapkannya pada ekor barisan. Sebagai contoh, pada
Teorema 3.2.4, bila X = (xn) pada “akhirnya positif” dalam arti bahwa terdapat m∈N sehingga xn ≥ 0
untuk semua n ≥ m, maka akan diperoleh kesimpulan yang sama yaitu n ≥ 0. Modifikasi yang sama
juga berlaku untuk Teorema yang lain, yang pembaca perlu buktikan.
Archimedes.
(b). Barisan ((-1)n) divergen
Barisan ini terbatas (ambil M = 2), sehingga kita tidak dapat menggunakan Teorema
3.2.2. Karena itu, andaikan X = ((-1)n) konvergen dan a = lim X. Misalkan ε = 1,
maka terdapat K∈N sehingga
Tetapi bila n ganjil dan n ≥ K, hal ini memberikan -1 − a < 1 , sehingga -2 < a < 0
(Mengapa?). Sedangkan bila n genap dan n ≥ K, hal ini memberikan 1 − a < 1, se-
Analisis Real I 76
Pendahuluan
hingga 0 < a < 2. Karena a tidak mungkin memenuhi kedua ketaksamaan tersebut,
maka pengandaian bahwa X konvergen menghasilkan hal yang kontradiksi. Haruslah
X divergen.
2n + 1
(c). lim =2
n
1 2n + 1
Misalkan X = (2) dan Y = , maka = X + Y,
n n
Karena barisan (2n + 1) dan (n + 5) tidak konvergen, kita tidak dapat mengguanakan
Teorema 3.2.3(b) secara langsung. Tetapi kita dapat melakukan yang berikut
2n + 1 2 + 1 n
= ,
n + 5 1 + 5n
1 5
yang memberikan X = 2 + dan Z = 1 + sehingga Teorema 3.2.3(b) dapat
n n
digunakan. (Selidiki terlebih dahulu syarat-syarat yang harus dipenuhi). Selanjutnya
diperoleh
2n + 1 2 + 1 n lim( 2 + 1n) 2
lim = lim = = =2
n+5 1 + 5 n lim(1 + 5 n) 1
2n
(e) lim 2 = 0
n + 1
Teorema 3.2.3(b) tidak dapat digunakan secara langsung, juga sampai pada
2n 2
= ,
n + 1 n + 1n
2
dan
Analisis Real I 77
Aljabar Himpunan
2 1 2n 0
lim = 0 dan lim 1 + 2 = 1, maka lim 2 = = 0 ,
n n n + 1 1
sin n
lim = 0.
n
dan q polinomial. Misalkan juga q(xn) ≠ 0 untuk semua n∈N dan q(x) = 0. Maka bari-
san r(xn) konvergen ke r(x). Bukti lengkapnya ditinggalkan sebagai latihan.
Kita akan mengakhiri bagian ini dengan beberapa hasil berikut.
Bukti :
Mengikuti sifat segitiga diperoleh
Analisis Real I 78
Pendahuluan
Bukti :
Dari Teorema 3.2.4 diperoleh bahwa x = lim (xn) ≥ 0.
Sekarang kita tinjau dua kasus (i). x = 0 dan (ii). x > 0.
(i). Misalkan x = 0, dan ε > 0 sebarang diberikan. Karena x n → 0 maka terdapat
xn − x =
( xn − x )( xn + x )= xn − x
xn + x xn + x
1
xn − x ≤ x −x.
x n
Untuk jenis-jenis barisan tertentu, yang berikut menyajikan “uji rasio” yang mudah
dan cepat untuk kekonvergenan.
x
3.2.11. Teorema. Misalkan (xn) barisan bilangan real positif sehingga L = lim n +1
xn
Analisis Real I 79
Aljabar Himpunan
x n +1
− L < ε.
xn
Bila kita tetapkan C = xK/rK, kita peroleh 0 < xn+1 < Crn+1 untuk semua n ≥ K. Karena
0 < r <1, menurut 3.1.11(c) diperoleh lim (rn) = 0 dan karenanya menurut Teorema
3.1.10 lim (xn) = 0.
Latihan 3.2
1. Untuk xn yang diberikan berikut, tunjukkan kekonvergenan atau kedivergenan dari
X = (xn)
n (-1) n n
(a). x n = , (b). x n = ,
n +1 n +1
n2 2n 2 + 3
(c). x n = , (d). x n = 2
n +1 n +1
2. Berikan contoh barisan X.Y yang divergen, tetapi jumlahnya X + Y konvergen.
3. Tunjukkan bahwa bila X dan Y barisan dengan X dan X + Y konvergen, maka Y
konvergen.
4. Tunjukkan bahwa bila X dan Y barisan dengan X konvergen ke x dan xy konver-
gen, maka Y konvergen.
5. Tunjukkan bahwa barisan (2n) tidak konvergen.
6. Tunjukkan bahwa barisan ((-1)nn2) tidak konvergen.
7. Tentukan limit dari barisan-barisan berikut :
1
n
( −1) n
(a). lim 2 + (b). lim
n n+2
Analisis Real I 80
Pendahuluan
n − 1 n + 1
(d). lim (d). lim
n + 1 n n
vergen.
( )
1
9. Misalkan zn = a n + b n n
dengan 0 < a < b, maka lim (zn) = b.
10. Gunakan Teorema 3.2.11 pada barisan-barisan berikut, bila a, b memenuhi 0 < a
< 1 dan b > 1.
n b2
(a). (a ) (b). n
2
n
(c). n
b (
(d). 2
3n
32n )
11. (a). Berikan contoh barisan bilangan positif (xn) yang konvergen sehingga
x
lim n +1 = 1
xn
(b). Berikan pula contoh barisan divergen dengan sifat tersebut. (Jadi, sifat ini tidak
dapat digunakan untuk uji konvergensi).
x
12. Misalkan X = (xn) barisan bilangan positif sehingga lim n +1 = L > 1 . Tunjuk-
xn
Analisis Real I 81
Aljabar Himpunan
14. Misalkan (xn) barisan bilangan positif dengan lim x n ( ) = L < 1. Tunjukkan
1
n
bahwa terdapat bilangan dengan 0 < r < 1 sehingga 0 < xn < rn untuk suatu n∈N
yang cukup besar. Gunakan ini untuk menunjukkan lim (xn) = 0.
15. (a) Berikan contoh barisan bilangan positif (xn) yang konvergen sehingga lim
(x ) = 1.
n
1
n
( )=
(b). Berikan contoh barisan bilangan positif (xn) yang divergen sehingga lim x n
1
n
Analisis Real I 82
Pendahuluan
Terdapat banyak contoh, yang mana tidak ada calon limit yang mudah dari
suatu barisan, bahkan walaupun dengan analisis dasar diduga barisannya konvergen.
Dalam bagian ini dan dua bagian berikutnya, kita akan membahas hasil-hasil yang
lebih mendalam dibanding bagian terdahulu yang mana dapat digunakan untuk mem-
perkenalkan konvergensi suatu barisan bila tidak ada kandidat limit yang mudah.
3.3.1 Definisi. Misalkan X = (xn) barisan bilangan real, kita katakan X tak turun bila
memenuhi ketaksamaan :
x1 ≤ x2 .... ≤ xn ≤ xn + 1 ≤ .....
Kita katakan X tak naik bila memenuhi ketaksamaan
n∈N}, dan tidak sukar untuk menunjukkan bahwa infimumnya 0; dari sini
1
0 = lim .
n
Analisis Real I 84
Pendahuluan
1
Di lain pihak, kita ketahui bahwa X = .terbatas dan tak naik, yang men-
n
1
gakibatkan X konvergen ke bilangan real x. Karena X = .konvergen ke x,
n
menurut Teorema 3.2.3, X . X = (1/n) konvergen x2. Karena itu x2 = 0, akibatnya x =
0.
1 1 1
(b). Misalkan x n = 1 + + +...+ untuk n∈N.
2 3 n
1
Karena x n + 1 = x n + > x n , kita melihat bahwa (xn) suatu barisan naik. Dengan
n +1
menggunakan Teorema Konvergensi Monoton 3.3.2, pertanyaan apakah barisan ini
konvergensi atau tidak dihasilkan oleh pertanyaan apakah barisan tersebut terbatas
atau tidak. Upaya-upaya untuk menggunakan kalkulasi numerik secara langsung tiba
pada suatu dugaan mengenai kemungkinan terbatasnya barisan (xn) mengarah pada
frustrasi yang tidak meyakinkan. Dengan perhitungan komputer akan memberikan
nilai aproksiasi xn ≈ 11,4 untuk n = 50.000 dan xn ≈ 12,1 untuk n = 100.000. Fakta
numerik ini dapat menyatukan pengamat secara sekilas untuk menyimpulkan bahwa
barisan ini terbatas. Akan tetapi pada kenyataannya barisan ini divergen, yang diperli-
hatkan oleh
1 1 1 1 1
X2 n = 1 + + + +...+ n −1 +....+ n
2 3 4 2 +1 2
1 1 1 1 1
> 1+ + + +...+ n +...+ n
2 4 4 2 2
1 1 1 n
= 1+ + + ...+ = 1 +
2 2 2 2
Dari sini barisan (xn) tak terbatas, oleh karena itu divergen (teorema 3.2.2).
(c) Misalkan Y = (yn) didefenisikan secara induktif oleh Y1 = 1, Yn+1 = 1
4 ( 2y n + 3)
untuk n ≥ 1. Kita akan menunjukkan bahwa lim Y = 3
2
.
Analisis Real I 85
Aljabar Himpunan
5
Kalkulasi langsung menunjukkan bahwa y2 = 4
. Dari sini kita mempunyai y1
< y2 < 2. Dengan induksi, kita akan tunjukkan bahwa yn < 2 untuk semua n∈N. Ini
benar untuk n = 1,2. Jika yk < 2 berlaku untk suatu k∈N, maka
yk+1 = 1
4 ( 2y k + 3) < 14 ( 4 + 3) = 1 + 43 < 2
Dengan demikian yk+1 < 2. Oleh karena itu yn < 2 untuk semua n∈N.
Sekarang, dengan induksi, kita akan tunjukkan bahwa yn < yn+1 untuk semua
n∈N. Kemudian pernyataan ini tidak dibuktikan untuk n = 1. Anggaplah bahwa yk <
yk+1 untuk suatu k∈N;
yk+1 = 1
4 ( 2y k + 3) < 14 ( 2y k +1 + 3) < y k + 2
Jadi yk < yk+1 mengakibatkan yk+1 < yk+2. Oleh karena itu yn < yn+1 untuk semua n∈N.
Kita telah menunjukkan bahwa Y = (yn) adalah barisan naik dan terbatas di
atas oleh 2. Menurut Teorema konvergensi Menoton, Y konvergen ke suatu limit
yakni pada kurang dari atau sama dengan 2. Dalam hal ini, tidak mudah untuk
mengevaluasi lim(yn) dengan menghitung sup{yn : n∈N}. Tetapi terdapat cara lain
untuk mengevaluasi limitnya. Karena yn+1 = 41 ( 2y n + 3) untuk semua n∈N, maka suku
ke n dari 1-ekor Y1 dan suku ke n dari Y mempunyai relasi aljabar sederhana. Dengan
Teorema 3.1.9, kita mempunyai y = lim Y1 = lim Y yang diikuti dengan Teorema
3.2.3 diperoleh y = 1
4 ( 2y + 3) yang selanjutnya mengakibatkan y = 3
2
.
(d). Misalkan Z = (zn) dengan z1 = 1, zn+1 = 2zn untuk semua n∈N, kita akan lan-
jutkan lim (zn) = 2.
Catatan bahwa z1 = 1 dan z2 = 2 ; Dari sini 1 ≤ z1 ≤ z2 < 2. Kita klaim bahwa
Z tak turun dan terbatas di atas oleh 2. Untuk membuktikannya kita akan lakukan se-
cara induksi, yaitu 1 ≤ zn < zn+1 < 2 untuk semua n∈N. Faktor ini dipenuhi untuk n =
1. Misalkan hal ini juga dipenuhi untuk n = K, maka 2 ≤ 2zK < 2zK+1 < 4, yang diikuti
oleh 1< 2 ≤ zK+1 = 2zK < zK+2 = 2zK +1 < 4 = 2.
[Pada langkah terakhir kita menggunakan contoh 2.2.14 (a)]. Dari sini ketaksamaan 1
≤ zK < zK+1 < 2 mengakibatkan 1 ≤ zK+1 < zK+2 < 2. Karena itu 1 ≤ zn < zn+1 < 2 untuk
semua n∈N.
Analisis Real I 86
Pendahuluan
n∈N. Kita akan tunjukkan bahwa (sn) konvergen ke a . (Proses ini untuk menghi-
tung akar kuadrat yang sudah dikenal di Mesopotamia sebelum 1500 B.C.).
Pertama kita tunjukkan bahwa s2n +1 ≥ a untuk semua n ≥ 2. Karena sn2 - 2sn+1
sn − sn + 1 = s n − 1 a
+ =
(s ) ≥ 0
n
2
2 n
1
s
sn 2
sn
Dari sini, sn+1 ≤ sn untuk semua n ≥ 2. Menurut Teorema konvergensi monoton lim(sn)
= s ada. Lebih dari itu, dari Teorema 3.2.3, s harus memenuhi
a
s = 21 s + ,
s
a
yang mengakibatkan s = atau s2 = a. Jadi s = a.
s
Analisis Real I 87
Aljabar Himpunan
Bilangan Euler
3.3.5 Contoh.
Misal en = (1 + 1/n)n untuk n∈N. Kita akan tunjukkan bahwa Ε = (en) terbatas
atau tak turun, karenanya Ε konvergen yang sangat terkenal itu, yang nilainya
didekati dengan e ≈ 2,718281828459045... dan kemudian digunakan sebagai bilangan
dasar logaritma natural.
Bilamana kita menggunakan teorema Binomial, kita mempunyai
en = (1 + )
1 n n ( n -1) n ( n -1)( n -2 ) n ( n -1) 2⋅1
n
=1+ n
1
⋅ 1n + 2!
⋅ n12 + 3!
⋅ n13 + ... + n!
⋅ n1n
+ 1
n! (1 − n1+1)(1 − n+12 ) (1 − n+1
n-1
) + ( n +11)! (1 − n1+1)(1 − n2+1 )...(1 − n+1n )
Perhatikan bahwa ekspresi untuk en menurut n + 1 suku, sedangkan untuk en+1 menu-
rut n+2 suku. Selain itu, masing-masing suku dalam en adalah lebih kecil atau sama
dengan suku yang bersesuaian dalam en+1 dan en+1 mengandung lebih satu suku posi-
tif. Oleh karena itu, kita mempunyai 2 ≤ e1≤ e2 < ... < en < en+1 < ..., dengan demikian
suku-suku dari E naik.
Untuk menunjukkan bahwa suku-suku dari E terbatas di atas, kita perhatikan
p
bahwa jika p = 1 , 2 , ... , n, maka 1 − < 1 . Selain itu 2p-1 ≤ p! [lihat 1.3.3 (d)]
n
1 1
dengan demikian ≤ p −1 Oleh karena itu, jika n > 1, maka kita mempunyai
p! 2
1 1 1
2 < en < 1 + 1 + + 2 +...+ n −1
2 2 2
Analisis Real I 88
Pendahuluan
Latihan 3.3.
1
1. Misalkan x1 > 1 dan x n + 1 = 2 − untuk n ≥ 2. Tunjukkan bahwa (xn) terbatas
xn
kan limitnya.
3. Misalkan a > 0 dan z1 > 0, Definisikan zn+1 = (a + zn)1/2 untuk n∈N. Tunjukkan
bahwa (zn) konvergen dan tentukan limitnya.
4. Misalkan x1 = a > 0 dan xn+1 = xn + 1/xn. Tentukan apakah (xn) konvergen atau
divergen.
5. Misalkan (xn) barisan terbatas dan, untuk masing-masing n∈N, sn = sup{xk : k ≥
n} dan tn = inf{xk : k ≥ n}. Buktikan bahwa (sn) dan (tn) konvergen,. Juga buktikan
bahwa bila lim (sn) = lim (tn), maka (xn) konvergen. [ lim (sn) disebut limit supe-
rior dari (xn), dan lim (tn) disebut limit inferior dari (xn) ]
6. Misalkan (an) barisan tak turun, (bn) barisan tak naik dan misalkan an ≤ bn untuk
semua n∈N. Tunjukkan bahwa lim (an) ≤ lim (bn), dan dari sini buktikan Teorema
Interval Bersarang 2.1.b dari Teorema Konvergensi Monoton 3.3.2.
Analisis Real I 89
Aljabar Himpunan
7. Misalkan A subhimpunan tak hingga dari R dan terbatas di atas dengan u = sup A.
Tunjukkan bahwa terdapat suatu barisan tak turun (xn) dengan xn ∈ A untuk se-
mua n∈N sehingga u = lim (xn).
8. Tentukan apakah barisan (yn) konvergen atau divergen, bila yn = 1
n +1
+ 1
n+ 2
+ ...+ 2n1
untuk n∈N.
1 1 1
9. Misalkan xn = 2
+ 2+ + untuk n∈N. Buktikan bahwa (xn) tak turun dan
1 2 n2
1 1 1 1
terbatas, jadi konvergen. [ Catatan bila k ≥ 2, maka ≤ = − ]
k 2
k( k - 1) k - 1 k
(
(a). 1 + n)
1 n +1
; (
(b). 1 + n)
1 2n
;
(
(c). (1 + 1 n
n +1 ) ); (
(d). 1 − )
n
1 n
.
11. Gunakan metode pada contoh 3.3.4 untuk menghitung 2 , dengan benar sampai
4 desimal.
12. Gunakan metode pada contoh 3.3.4 untuk menghitung 5 , dengan benar sampai
5 desimal.
13. Hitung en pada contoh 3.3.5 untuk n = 2, 4, 8, 16.
14. Gunakan kalkulator untuk menghitung en untuk n = 50 dan n = 100.
15. Gunakan Komputer untuk menghitung en untuk n = 1000.
3.4.1. Definisi. Misalkan X = (xn) barisan dan r1 < r2 < ... < rn < ..., barisan bilangan
asli yang naik. Maka barisan X’ dalam R yang diberikan oleh
Analisis Real I 90
Pendahuluan
(x r1 ,x r2 ,x r3 , ,x rn , )
disebut subbarisan dari X.
1 1 1 1
Sebagai contoh, berikut ini adalah subbarisan dari X = , , , , , .
1 2 3 n
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
, , , , , , , , , , , , , , , , , .
3 4 5 n + 2 1 3 5 2n -1 2 ! 4! 6! ( 2n)!
1
Sedangkan yang berikut bukan subbarisan dari X = :
n
1 1 1 1 1 1 1 1 1
, , , , , , , ,0, ,0, ,0, .
2 1 4 3 6 5 1 3 5
Tentu saja, sebarang ekor barisan merupakan subbarisan, ekor-m bersesuaian dengan
barisan yang ditentukan dengan
r1 = m + 1, r2 = m + 2, ..., rn = m + n1...
Tetapi, tidak setiap subbarisan merupakan ekor barisan.
Subbarisan dari barisan konvergen juga konvergen ke limit yang sama, seperti
yang akan kita tunjukkan berikut.
3.4.2. Teorema. Jika suatu barisan bilangan real X = (xn) konvergen ke x, maka se-
barang subbarisan dari X juga konvergen ke x.
Bukti :
Misalkan ε > 0 diberikan dan pilih bilangan asli Κ(ε) sedemikian sehingga jika n ≥
Κ(ε), maka x n − x < ε. Karena r1 < r2 <...< rn < ... adalah barisan bilangan real naik
maka dapat dibuktikan (dengan induksi) bahwa rn ≥ n .Dari sini, bila n ≥ Κ(ε) kita
juga mempunyai rn ≥ n ≥ Κ(ε) dengan demikian x rn − x < ε. Oleh karena itu su-
( )
barisan x rn juga konvergen ke x.
Analisis Real I 91
Aljabar Himpunan
Kita telah melihat, pada Contoh 3.1.11 (c), bahwa bila 0 < b < 1 dan bila xn =
bn, maka dari Ketaksamaan Bernoulli diperoleh bahwa lim(xn) = 0. Cara lain, kita
melihat bahwa karena 0 < b < 1, maka xn+1 = bn+1 < bn = xn dengan demikian (xn)
adalah barisan turun. Jelas juga bahwa 0 ≤ xn ≤ 1, sehingga menurut Teorema Kon-
vergensi Monoton 3.3.2 barisan tersebut konvergen. Misalkan x = lim (xn). Karena
(x2n) subbarisan dari (xn) menururt Teorema 3.4.2 maka x = lim (x2n). Di lain pihak,
karena x2n = b2n = (bn)2 = (xn)2, menurut Teorema 3.2.3 diperoleh
x = lim (x2n) = [lim (xn)]2 = x2
Oleh karena itu kita mesti mempunyai x = 0 atau x = 1. Karena (xn) barisan turun dan
terbatas di atas oleh 1, maka haruslah x = 0.
Limit ini telah diperoleh dalam contoh 3.1.11 (d) untuk c > 0, dengan
pemikiran argumen yang banyak diakal-akali. Di sini kita melihat pendekatan lain
untuk kasus c > 1. Perhatikan bahwa jika zn = c1/n, maka zn > 1 dan zn+1 < zn untuk
semua n∈N. Jadi dengan menggunakan Teorema Konvergensi Monoton, z = lim (Zn)
ada. Menurut teorema 3.4.2, berlaku z = lim (Z2n). Di lain pihak, karena
( )
1
= c = z n2
1 1 2 1
z2n = c 2n n
Analisis Real I 92
Pendahuluan
(ii) Terdapat ε0 > 0 sehingga untuk sebarang k∈N, terdapat rk∈N sehingga rk ≥ k dan
x rk − x ≥ ε0
( )
(iii) Terdapat ε0 > 0 dan subbarisan X = x rn dari X sehingga x rn − x ≥ 0 untuk se-
mua n∈N.
Bukti :
(i) ⇒ (ii). Bila X = (xn) tidak konvergen ke x, maka untuk suatu ε0 > 0 tidak mungkin
memperoleh bilangan Κ(ε) sehingga 3.1.b (c) dipenuhi. Yaitu, untuk sebarang k∈N
(ii) ⇒ (iii). Misalkan ε0 seperti pada (ii) dan misalkan r1∈N sehingga r1 ≥1 dan
( x ) (x
rn rn) dari X sehingga x rn − x ≥ ε0.
(iii); maka X tidak mungkin konvergen ke x. Karena andaikan demikian, maka menu-
rut Teorema 3.4.2 subbarisan X’ juga akan konvergen ke x. Tetapi ini tidak mungkin
suku dari x’ termuat dilingkungan x0 dari x.
Bila barisan X = (( −1) ) konvergen ke x, maka (menururt Teorema 3.4.2) setiap sub-
n
[Kita dapat mendefinisikan barisan ini dengan Y = (yn), yang mana yn = n bila
1
n ganjil, dan yn = bila n genap]. Secara mudah dapat dilihat bahwa barisan ini tidak
n
Analisis Real I 93
Aljabar Himpunan
terbatas; dari sini, menurut Teorema 3.2.2, barisan ini tidak mungkin konvergen. Se-
cara alternatif, walaupun sub-barisan ( 12 , 1 4 , 1 6 ,...) dari Y konvergen ke 0, keseluru-
han barisan Y tidak konvergen ke 0. Yaitu, terdapat subbarisan (3,5,7,...) dari Y yang
berada di luar lingkungan -1 dari 0; karena itu Y tidak konvergen ke 0.
( )
Karenanya subbarisan x m k merupakan subbarisan tak naik dari X.
Karena x s2 bukan puncak, maka terdapat s3 > s2, sehingga x s3 > x s2 . Bila kita
meneruskan proses ini, kita peroleh subbarisan tak turun (bukan naik) x sn dari X. ( )
Teorema Bolzana Weierstrass
3.4.7. Teorema Bolzana-Weierstrass. Setiap barisan terbatas mempunyai subbarisan
konvergen.
Bukti
Analisis Real I 94
Pendahuluan
( )
hingga menururt Teorema Konvergensi Monoton X’ = x sn konvergen.
Dari sini mudah dilihat bahwa barisan terbatas dapat mempunyai beberapa
sub-barisan yang konvergen ke limit yang berbeda, sebagai contoh, barisan ((−1) )
n
mempunyai subbarisan yang konvergen ke -1, dan subbarisan yang lain konvergen ke
+1. Barisan ini juga mempunyai sub-barisan yang tidak konvergen.
Misalkan X’ subbarisan dari barisan X. Maka X’ sendiri juga merupakan bari-
san, yang juga dapat mempunyai sub-barisan, katakan X”. Di sini dapat kita catat ba-
hawa X” juga merupakan subbarisan dari X.
3.4.8. Teorema. Misalkan X barisan terbatas dan x∈R yang mempunyai sifat bahwa
setiap sub-barisan konvergen dari X limitnya adalah x. Maka barisan X konvergen ke
x.
Bukti
Misalkan M > 0, sehingga x n ≤ M untuk semua n∈N. Andaikan X tidak konvergen
( )
ke x. Menurut Kriteria Divergensi 3.4.4 terdapat ε0 > 0 dan subbarisan X’ = x rn dari
X sehingga
Karena X’ subbarisan dari X, maka X’ juga terbatas oleh M. Dari sini, menurut Teo-
rema Bolzano-Weierstrass bahwa X’ mempunyai subbarisan X” yang konvergen.
Tetapi X” juga merupakan subbarisan dari X, karenanya harus konvergen ke x, menu-
rut hipotesis. Akibatnya pada akhirnya X” terletak di dalam lingkungan-ε0 dari x.
Karena setiap suku dari X” juga merupakan suku dari X’, hal ini membawa kita ke
suatu yang kontradiksi dengan (#)
Latihan 3.4
1. Berikan contoh barisan tak terbatas yang mempunyai subbarisan konvergen.
Analisis Real I 95
Aljabar Himpunan
2. Gunakan metode pada contoh 3.4.3 (b) untuk menunjukkan bahwa 0 < c < 1,
maka lim c ( ) = 1. 1
n
3. Misalkan X = (xn) dan Y = (yn) dan barisan Z = (zn) didefenisikan dengan z1 = x1,
z2 = y1, ... z2n-1 = xn, z2n = yn,.... Tunjukkan bahwa Z konvergen jika dan hanya jika
X dan Y konvergen dan lim X = lim Y.
4. Misalkan x n = n
1
n
untuk n∈N.
(a). Tunjukkan bahwa xn+1 < xn ekivalen dengan (1 + 1 n) < n, dan diduga bahwa
n
ketaksamaan ini benar untuk n ≥ 3. [ lihat contoh 3.3.5 ]Buktikan bahwa (xn)
pada akhirnya tak naik dan η = lim (xn) ada.
(b) Gunakan fakta subbarisan (x2n) juga konvergen ke x untuk menunjukkan
bahwa x = x . Simpulkan x = 1
5. Misalkan setiap sub-barisan dari X = (xn) mempunyai subbarisan lagi yang kon-
vergen ke 0. Tunjukkan bahwa lim X = 0.
6. Perkenalkan konvergensi dan tentukan limit barisan berikut :
(
(a). (1 + 1 2n)
2
) ( )
(b). (1 + 1 2n)
n
Analisis Real I 96
Pendahuluan
10. Bila xn =
( −1) n , tentukan subbarisan (xn) yang dikonstruksi pada bukti kedua
n
Teorema Bolzano-Weierstrass.
11. Misalkan (xn) barisan terbatas dan s = sup{ xn : n∈N }. Tunjukkan bahwa bila s ∉
{xn : n∈N}, maka terdapat subbarisan dari (xn) yang konvergen ke s.
12. Berikan contoh bahwa Teorema 3.4.8 gagal bila hipotesis X barisan terbatas dihi-
langkan.
3.5.1 Definis.i Barisan X = (xn) dikatakan barisan Cauchy bila untuk setiap ε > 0
terdapat H(ε)∈N sehingga bila m,n ≥ H(ε), maka xm dan xn memenuhi x n − x m < ε .
maka
xn − xm = ( xn − xm ) + ( x − xm )
ε ε
≤ xn − x + xm − x < 2
+ 2
=ε
Analisis Real I 97
Aljabar Himpunan
M = sup{ x1 , x 2 ,..., x H −1 , x H + 1 },
3.5.4 Kriteria Konvergensi Cauchy. Barisan bilangan real konvergen jika dan hanya
jika merupakan barisan cauchy.
Bukti :
Lemma 3.5.2 telah membuktikan bahwa barisan konvergen merupakan barisan
Cauchy. Sebaliknya, misalkan X = (xn) barisan Cauchy; kita akan tunjukkan bahwa X
konvergen ke suatu bilangan. Pertama dari Lemma 3.5.3 kita peroleh bahwa X terba-
tas. Karena itu menurut Teorema Bolzano-Weierstrass 3.4.7 terdapat subbarisan X’ =
ε
(*) xn − xm < 2
Karena subbarisan X’ = (x )
nk konvergen ke x*, maka terdapat bilangan asli K ≥
x n − x k < 2ε , untuk n ≥ H( 2ε )
Analisis Real I 98
Pendahuluan
(
x n − x * = ( x n − x K ) + x K − x* )
≤ xn − xK + xK − x *
ε
< 2
+ 2ε = ε
1
(a) Barisan konvergen.
n
Tentu saja kita telah membuktikan bahwa barisan ini konvergen ke 0 pada
3.1.7(a). Tetapi untuk menunjukkan secara langsung bahwa barisan ini Cauchy, kita
catat bahwa bila diberikan sebarang ε > 0. maka terdapat H = H(ε)∈N, sehingga H >
1
Karena ε > 0 sebarang, maka barisan Cauchy; berdasar kriteria Konvergensi
n
Analisis Real I 99
Aljabar Himpunan
x n − x m ≤ x n − x n +1 + x n +1 − x n + 2 + ...+ x m −1 − x m
1 1 1
= n −1
+ n
+ ...+ m − 2
2 2 2
1 1 1 1
= n −1
1 + +...+ m − n −1 < n − 2
2 2 2 2
Karena itu, bila diberikan ε > 0, dengan memilih n yang begitu besar sehingga
1 ε
n
< dan bila M ≥ n, maka x n − x m < ε . Karenanya, X barisan Cauchy. Dengan
2 4
menggunakan Kriteria Cauchy 3.5.4 diperoleh barisan X konvergen ke suatu bilangan
x.
Untuk mencari nilai x, kita harus menggunakan aturan untuk definisi
xn = 1
2 ( x n −1 + x n − 2 ) yang akan sampai pada kesimpulan x = 1
2 ( x + x) , yang memang
benar, tetapi tidak informatif. Karena itu, kita harus mencoba cara yang lain.
Karena X konvergen ke x, demikian juga halnya subbarisan X’ dengan indeks
ganjil. Menggunakan induksi pembaca dapat menunjukkan bahwa [lihat 1.3.3 (c)]
1 1 1
x 2n +1 = 1 + + 3 +...+ 2n −1
2 2 2
2 1
=1 + 1 − n
3 4
2 5
Dari sini diperoleh bahwa (bagaimana ?) x = lim X = lim X’ = 1 + = .
3 3
y1 =
1 1 1
, y2 = − , , yn =
1 1
− + +
( −1) n +1 ,
1! 1! 2! 1! 2! n!
Jelaslah, Y bukan barisan monoton. Tetapi, bila m > n, maka
ym − yn =
( −1)
n+2
+
( −1)
n+ 3
+...+
( −1)
m+1
.
( n + 1)! ( n + 2)! m!
Karena 2r-1 ≤ r! [lihat 1.3.3 (d)], karenanya bila m > n, maka (mengapa ?)
1 1 1
ym − yn ≤ + +...+
( n + 1)! ( n + 2)! m!
1 1 1 1
≤ n
+ n +1 +...+ m −1 < n −1 .
2 2 2 2
Karena itu, (yn) barisan Cauchy, sehingga konvergen, katakan ke y, saat ini kita tidak
1
dapat menentukan nilai y secara langsung; kita mempunyai y n − y ≤ n-2
.
2
dari sini, kita dapat menghitung nilai y sampai derajat akurasi yang diinginkan dengan
menghitung yn untuk n yang cukup besar. Pembaca sebaiknya mengerjakan hal ini dan
menunjukkan bahwa y sama dengan 0.632 120 559. (Tepatnya y adalah 1- 1e )
1 1 1 1
(d) Barisan + + +...+ divergen.
1 2 3 n
1 1 1
Misalkan H = (hn) barisan yang didefinisikan dengan h n = + + + un-
1 2 n
tuk n∈N, yang telah dibahas pada 3.3.3 (b). Bila m > n, maka
1 1
hm − hn = + ...+ .
n+1 m
1 m-n n
Karena masing-masing suku m-n ini melebihi , maka h m − h n . > = 1− .
m n m
Khususnya, bila m = 2n kita mempunyai h2n − h n > 21 . Hal ini menunjukkan bahwa H
bukan barisan Cauchy (mengapa ?); karenanya H bukan barisan konvergen.
3.5.6. Definisi. Barisan X = (xn) dikatakan kontraktif bila terdapat konstanta C, 0 <
C < 1, sehingga x n + 2 − x n +1 ≤ C x n +1 − x n untuk semua n∈N. Bilangan C disebut
3.5.7. Teorema. Setiap barisan kontraktif merupakan barisan Cauchy, karenanya kon-
vergen.
Bukti :
Bila kita menggunakan kondisi barisan kontraktif, kita dapat membalik lang-
kah kerja kita untuk memperoleh :
x n + 2 − x n +1 ≤ C x n +1 − x n ≤ C 2 x n − x n −1
≤ C 3 x n −1 − x n − 2 ≤ ≤ C n x2 − x1
x m − x n ≤ x m − x m −1 + x m −1 − x m − 2 + ... + x n +1 − x n
≤ (Cm-2 + Cm-3 + ... + Cn-1)x2-x1
= Cn-1(Cm-n-1 + Cm-n-2 + ... + 1)x2 - x1
n-1 1 −
Cm-1
=C x 2 − x1
1− C
1
≤ Cn-1 x − x1
1 − C 2
Karena 0 < C < 1, maka lim(Cn) = 0 [lihat 3.1.11(c)]. Karena itu (xn) barisan Cauchy,
sehingga (xn) konvergen.
Dalam proses menghitung limit dari barisan kontraktif, sering sangat penting
untuk mengestimasi kesalahan pada tahap ke-n. Berikut ini kita memberikan dua es-
timasi; pertama melibatkan dua suku kata pertama dan n; yang kedua melibatkan
selisih xn-xn-1.
3.5.8. Akibat. Bila x = (xn) bariasan konstraktif dengan konstanta C, 0 < C < 1, dan x*
= lim X, maka :
C n −1
(i). x* − x n ≤ x 2 − x1
1− C
C
(ii). x* − x n ≤ x n − x n-1
1− C
Bukti :
Kita telah melihat pada bukti terdahulu bahwa bila m>n, maka xm − xn ≤
C n-1
x 2 − x1 . Bila kita menggunakan limit pada ketaksamaan ini (terhadap m), kita
1-C
peroleh (i).
Untuk membuktikan (ii), kita gunakan lagi m > n, maka
x m − x n .≤ x m − x m −1 + ... + x n +1 − x n
x n + k − x n + k −1 ≤ C k x n − x n − 1
karenanya
(
x m − x n ≤ Cm − n +...+ C2 + C x n − x n −1 )
Bila kita menggunakan limit pada ketaksamaan ini (terhadap m) diperoleh (ii).
3.5.9. Contoh.
Diketahui solusi dari x3 - 7x + 2 = 0 terletak antara 0 dan 1 dan kita akan
mendekati solusi tersebut. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan prosedur it-
erasi berikut. Pertama kita tuliskan persamaan di atas menjadi x = 1
7
(x3 + 2) dan
gunakan ini untuk mendefinisikan barisan, kita pilih x, sebarang nilai antara 0 dan 1,
kemudian definisikan
xn+1 = 1
7 (x n
3
)
+ 2 , n∈N
Karena 0< x1 < 1, maka 0< xn <1 untuk semua n∈N. (Mengapa?) lebih dari itu kita
mempunyai
x n + 2 − x n +1 = 1
7 (x 3
n +1 ) (x
+2 − 1
7
3
n +2 )
= 1
7
x 3n +1 − x 3n
= 1
7
x 2n +1 + x n +1x n + x 2n x n +1 − x n
≤ 3
7
x n +1 − x n
Karena itu, (xn) barisan kontraktif, sehingga terdapat r dengan lim (xn) = r. Bila kita
menggunakan limit pada kedua sisi (terhadap n) pada xn+1 = 1
7 ( x ) , diperoleh r =
3
n
1
7 (r 3
)
+ 2 atau r 3 - 7r + 2 = 0. Jadi r merupakan solusi dari persamaan tersebut.
Kita dapat mendekati nilai r dengan memilih x1 kemudian menghitung x2, x3,
..., secara berturut-turut. Sebagai contoh, bila kita memilih x1 = 0,5 kita peroleh (sam-
pai sembilan tempat desimal) x2 = 0,303571429, x3 = 0,289710830, x4 =
0,289188016, x5 = 0,289169244, x6 = 0,289 168 571, dan seterusnya. Untuk menges-
timasi akurasi, kita catat bahwa x 2 − x1 < 0,2. Jadi, setelah langkah ke n menurut
35 243
Akibat 3.5.8(i) kita yakin bahwa x − x 6 *
≤ 4 = < 0,0051 . Sebenarnya
7 (20) 48020
pendekatannya lebih baik daripada ini. Karena x 6 − x5 < 0,000005, menurut 3.5.8
(ii) maka x* − x 6 ≤ 3
4
x6 − x5 < 0,0000004 . Jadi kelima tempat desimal yang per-
tama benar.
Latihan 3.5
1. Beri contoh barisan terbatas yang bukan barisan Cauchy.
2. Tunjukkan secara langsung dari definisi bahwa yang berikut barisan Cauchy
n + 1 1 1
(a). ; (b) 1 + +...+ .
n 2! n!
3. Tunjukkan secara langsung dari definisi bahwa yang berikut bukan barisan
Cauchy
( −1) n
( (−1)n ) ;
(a). (b) n +
n
4. Tunjukkan secara langsung bahwa bila (xn) dan (yn) barisan Cauchy, maka (xn +
yn) dan (xn yn) juga barisan Cauchy.
5. Misalkan (xn) barisan Cauchy sehingga xn bilangan untuk semua n∈N. Tunjukkan
bahwa (xn) pada akhirnya konstan.
6. Tunjukkan bahwa barisan monoton tak turun yang terbatas merupakan barisan
Cauchy.
7. Bila x1 < x2 sebarang bilangan real dan x n = 1
2 ( x n − 2 + x n −1 ) untuk n > 2, tunjuk-
glah limitnya.
9. Bila 0 < r < 1 dan x n +1 − x n < r n untuk semua n∈N, tunjukkan bahwa (xn) bari-
san Cauchy.
3.6.2. Contoh-contoh
(a). lim (n) = + ∞.
Kenyataannya, jika diberikan α∈R, misal K(α) sebarang bilangan asli
sedemikian sehingga K(α) > α.
(b). lim (n2) = + ∞.
Jika K(α) suatu bilangan asli sedemikian sehingga K(α) > α, dan jika n ≥
K(α) maka kita mempunyai n2 ≥ n > α.
(c). Jika c > 1, maka lim (cn) = + ∞
Misalkan c = 1 + b, dimana b > α, Jika diberikan α∈R, misal K(α) suatu bi-
langan asli sedemikian sehingga K(α) > α . Jika n ≥ K(α) maka menurut ketaksama-
b
an Bernoulli
3.6.3. Teorema. Suatu barisan bilangan real yang monoton divergen murni jika dan
hanya jika barisan tersebut tidak terbatas.
(a). Jika (xn) suatu barisan naik tak terbatas, maka lim (xn) = +∞
(b). Jika (xn) suatu barisan turun tak terbatas, maka lim (xn) = -∞
Bukti :
(a). Anggaplah bahwa (xn) suatu barisan naik. Kita ketahui bahwa jika (xn) terbatas,
maka (xn) konvergen. Jika (xn) tak terbatas, maka untuk sebarang α∈R terdapat
n(α)∈N sedemikian sehingga α < xn(α). Tetapi karena (xn), kita mempunyai α < xn
untuk semua n ≥ n(α). Karena α sebarang, maka berarti lim (n) = + ∞.
Bagian (b) dibuktikan dengan cara yang serupa.
Remakkan :(a). Teorema 3.6.4 pada akhirnya benar jika syarat (*) pada akhirnya benar; yaitu, jika
terdapat m ∈ Ν sedemikian sehingga xn ≤ yn untuk semua n ≥ m.
(b). Jika syarat (*) dari teorema 3.6.4 memenuhi dan jika lim (yn) = + ∞, tidak mesti berlaku bukan lim
(xn) = + ∞. Serupa juga, jika (*) dipenuhi dan jika lim (xn) = - ∞, belum tentu berlaku lim (yn) = - ∞.
Dalam pemakaian teorema 3.6.4 untuk menunjukkan bahwa suatu barisan menuju ke + ∞ [atau ke -∞]
kita perlu untuk menunjukkan bahwa suku-suku dari barisan ini adalah pada akhirnya lebih besar dari
[atau lebih kecil] atau sama dengan suku-suku barisan lain yang bersesuaian dimana barisan lain kita
ketahui bahwa menuju ke + ∞ [atau ke - ∞].
3.6.5. Teorema. Misalkan (xn) dan (yn) dua barisan bilangan real positif dan ang-
gaplah bahwa untuk suatu L∈R, L > 0, kita mempunyai
x
(#) lim n = L
yn
Dari sini kita mempunyai ( 21 L)y n < x n < ( 23 L)y n untuk semua n ≥ K. Sekarang ke-
simpulan didapat dari suatu modifikasi kecil teorema 3.6.4. Detailnya ditinggalkan
untuk dikerjakan oleh pembaca.
Latihan 3.6.
1. Tunjukkan bahwa jika (xn) suatu barisan tak terbatas, maka terdapat suatu sistem
barisannya yang divergen murni.
Analisis Real I 107
Aljabar Himpunan
2. Berikan contoh dari barisan-barisan (xn) dan (yn) yang divergen murni dengan yn ≠
0 untuk semua n∈N sedemikian sehingga
x x
(a) n konvergen (b) n divergen murni
yn yn
3. Tunjukkan bahwa jika xn > 0 untuk semua n∈N, maka lim (xn) = 0 jika dan hanya
1
jika lim = + ∞
xn
(a). ( n) (b). ( n +1 )
(c). ( n − 1)
n
(d).
n +1
5. Apakah barisan (n sin n) divergen murni ?
6. Misalkan (xn) divergen murni dan misalkan (yn) barisan sedemikian sehingga lim
(xnyn) masuk ke R. Tunjukkan bahwa (yn) konvergen ke 0.
7. Misalkan (xn) dan (yn) barisan-barisan bilangan positif dan anggaplah bahwa lim
xn
=0
yn
(a) Tunjukkan bahwa jika lim (xn) = + ∞, maka lim (yn) = + ∞
(b) Tunjukkan bahwa jika (yn) terbatas, maka lim (xn) = 0
8. Selidikilah bahwa kekonvergenan atau kedivergenan dari barisan-barisan berikut :
(a). ( n2 −2 ) n
(b) 2
n +1
n2 + 1
(c).
n
(
(d) sin n )
9. Misalkan (xn) dan (yn) barisan-barisan bilangan positif dan anggaplah bahwa lim
1
=+∞
xn
BAB
4
LIMIT-LIMIT
Secara umum, “Analisis secara matematika” merupakan dasar matematika
yang mana dibangun secara sistematik dari variasi konsep-konsep limit. Kita telah
menjumpai salah satu dari konsep-konsep dasar tentang limit : kekonvergenan dari
suatu barisan bilangan real. Dalam bab ini kita akan membahas pengertian dari limit
suatu fungsi. Kita akan memperkenalkan pengertian limit ini dalam Pasal 4.1dan
pembahasan selanjutnya dalam Pasal 4.2. Ini akan dilihat bahwa bukan hanya penger-
tian limit suatu fungsi yang sangat paralel dengan konsep tentang limit barisan, akan
tetapi juga pertanyaan-pertanyaan mengenai keberadan limit-limit fungsi sering dapat
dicobakan dengan pertimbangan tertentu yang berkaitan dengan barisan. Dalam Pasal
4.3 kita akan mengenal beberapa perluasan dari pengertian limit yang mana sering
dipergunakan.
kita hanya ingin memandang “kecenderungan” ditentukan oleh nilai dari f pada titik-
titik yang dekat sekali (tetapi berbeda dari) titik c.
Agar limit fungsi ini bermakna, maka diperlukan fungsi f yang terdefinisi pada
sekitar titik c. Kita menekankan bahwa fungsi f tidak perlu terdefinisi pada titik c atau
pada setiap titik sekitar c, akan tetapi cukup terdefinisi pada titik-titik yang dekat
sekali dengan c untuk menjadikan pembahasan menjadi menarik. Ini merupakan ala-
san untuk definisi berikut.
Catatan : Titik c merupakan anggota dari A atau bukan, tetapi meskipun demikian itu tidan
menentukan apakah c suatu titik cluster dari A atau bukan, karena secara khusus yang diperlukan
adalah bahwa adanya titik-titik dalam Vδ(c)∩A yang berbeda dengan c agar c menjadi titik Cluster dari
A.
Bukti. Jika c merupakan titik cluster dari A, maka untuk setiap n∈ , ling-
kungan-(1/n) V1/n(c) memuat paling kurang satu titik yang berbeda dengan c. Jika titik
yang dimaksud adalah an, maka an∈A, an ≠ c, dan lim (an) = c.
Sebaliknya, jika terdapat suatu barisan (an) dalam A\{c} dengan lim (an) = c, maka
untuk sebarang δ>0 terdapat bilangan asli K(δ) sedemikian sehingga jika n≥K(δ),
maka an∈Vδ(c). Oleh karena itu lingkungan-δ dari c Vδ(c) memuat titik-titik an,
n≥K(δ), yang mana termuat dalam A dan berbeda dengan c.
Contoh-contoh berikut ini menekankan bahwa suatu titik cluster dari suatu
himpunan bisa masuk dalam himpunan tersebut atau tidak. Bahkan lebih dari itu,
suatu himpunan bisa mungkin tidak mempunyai titik cluster.
4.1.3. Contoh-contoh. (a) Jika A1 = (0,1), maka setiap titik dalam interval tu-
tup [0,1] merupakan titik cluster dari A1. Perhatikan bahwa 0 dan 1 adalah titik cluster
dari A1, messkipun titik-titik itu tidak termuat dalam A1. Semua titik dalam A1 adalah
titik cluster dari A1 (mengapa ?)
(b) Suatu himpunan berhingga tidak mempunyai titik cluster (mengapa ?)
(c) Himpunan tak berhingga tidak mempunyai titik cluster.
(d) Himpunan A4 = {1/n : n∈ } hanya mempunyai 0 sebagai titik clusternya.
Tidak satu pun titik dalam A4 yang merupakan titik cluster dari A4.
(e) Himpunan A5 = I∩Q yaitu himpunan semua bilangan rasional dalam inter-
val tutup I={0,1]. Menurut Teorema Kepadatan 2.5.5 bahwa setiap titik dalam I me-
rupakan titik cluster dari A5.
Sekarang kita kembali kepada pengertian limit dari suatu fungsi pada titik
cluster domainnya.
Definisi Limit
Berikut ini kita akan menyajikan definisi limit dari suatu fungsi pada suatu
titik.
f
(
Diberikan Vε(L) Lo
(
( o
( x
c
Ada V δ(c)
Kita juga mengatakan bahwa “f(x) menuju L sebagaimana x mendekat ke c”, atau
“f(x) menuju L sebagaimana x menuju ke c”. Simbol
F(x) → L sebagaimana x→c
juga diperguanakan untuk menyatakan fakta bahwa f mempunyai limit L pada c. Jika f
tidak mempunyai suatu limit pada c, kita kadang-kadang mengatakan bahwa f diver-
gen pada c.
Kriteria ε-δ
δ untuk Limit
Sekarang kita akan menyajikan formulasi yang ekivalen dengan definisi 4.1.4
dengan menyatakan syarat-syarat lingkungan dalam ketaksamaan. Contoh-contoh
yang mengikutinya akan menunjukkan bagaimana formulasi ini dipergunakan untuk
memperlihatkan limit-limit fungsi. Pada bagian akhir kita akan membahas kriteria
sekuensial (barisan) untuk limit suatu fungsi.
(ii) untuk sebarang ε > 0 terdapat suatu δ(ε) > 0 sedemikian sehingga jika x∈A
dan 0 < x - c < δ(ε), maka f(x) - L < ε.
Bukti. (i) ⇒ (ii) Anggaplah bahwa f mempunyai limit L pada c. Maka diberi-
kan ε > 0 sebarang, terdapat δ = δ(ε) > 0 sedemikian sehingga untuk setiap x dalam A
yang merupakan unsur dalam lingkungan-δ dari c Vδc), x ≠ c, nilai f(x) termasuk
dalam lingkungan-ε dari L Vε(L). Akan tetapi, x∈Vδ(c) dan x≠c jika dan hanya jika 0
< x - c < δ. (Perhatikan bahwa 0 < x - c adalah cara lain untuk menyatakan
bahwa x ≠ c). Juga, f(x) termasuk dalam Vε(L) jika dan hanya jika f(x) – L < ε. Jadi
jika x∈A memenuhi 0 < x - c< δ, maka f(x) memenuhi f(x) - L <ε.
(ii) ⇒ (i) Jika syarat yang dinyatakan dalam (ii) berlaku, maka kita ambil lingkungan-
δ Vδ(c) = (c - δ,c + δ) dan lingkungan-ε Vε(L) = (L - ε,L + ε). Maka syarat (ii) beraki-
bat jika x masuk dalam Vδ(c), dimana x∈A dan x≠c, maka f(x) termasuk dalam Vε(L).
Oleh karena itu, menurut definisi 4.1.4, f mempunyai limit L pada c.
Untuk menjadi lebih eksplisit, misalkan f(x) = b untuk semua x∈ ; kita claim
bahwa lim f = b. Memang, diberikan ε > 0, misalkan δ = 1. Maka jika 0 <x - c< 1,
x→ c
(b). lim x = c.
x →c
Misalkan g(x) = x untuk semua x∈ . Jika ε > 0 misalkan δ(ε) = ε. Maka jika
0 <x - c < δ(ε), maka secara triviaal kita mempunyai g(x) - c = x - c < ε.
Karena ε > 0 sebarang, maka kita berkesimpulan bahwa lim g = c.
x→ c
maka jika 0 <x - c < δ(ε), pertama akan berlaku bahwa x - c < 1 dengan demikian
(*) valid, dan oleh karena itu, karena x - c < ε/(2c + 1) maka
x2 – c2 < ε/(2c + 1)x - c < ε.
Karena kita mempunyai pilihan δ(ε) > 0 untuk sebarang pilihan dari ε > 0, maka den-
gan demikian kita telah menunjukkan bahwa lim h(x) = lim x 2 = c2.
x→ c x→ c
1 1
(d) lim = , jika c > 0.
x →c x c
Misalkan ϕ(x) = 1/x untuk x > 0 dan misalkan c > 0. Untuk menunjukkan
bahwa lim ϕ = 1/c kita ingin membuat selisih
x →c
ϕ (x ) −
1 1 1
= −
c x c
lebih kecil dar ε >0 yang diberikan dengan pengambilan x cukup dekat dengan c > 0.
Pertama kita perhatikan bahwa
1 1
− =
1
(c − x ) = 1 x − c
x c cx cx
untuk x > 0.Itu berguna untuk mendapatkan batas atas dari 1/(cx) yang berlaku dala
suatu lingkungan c. Khususnya, jika x - c < 1
2
c, maka 1
2
c<x< 3
2
c (mengapa?),
dengan demikian
1 2
0< < 2 untuk x - c < 1
2
c.
cx c
Oleh karena itu, untuk nilai-nilai x ini kita mempunyai
ϕ (x ) −
1 2
(#) < 2 x−c .
c c
Agar suku terakhir lebih kecil dar ε, maka cukup mengambil x – c < 1
2
c2ε.
maka jika 0 < x - c < δ(ε), pertama yang berlaku bahwa x - c < 1
2
c dengan
ϕ (x ) −
1 1 1
= − < ε.
c x c
Karena kita mempunyai pilihan δ(ε) > 0 untuk sebarang pilihan dari ε > 0, maka den-
1 1
gan demikian kita telah menunjukkan bahwa lim ϕ (x) = lim = .
x →c x →c x c
x3 − 4 4
(e). lim =
x →c x2 + 1 5
Misalkan ψ(x) = (x3 – 4)/(x2 + 1) untuk x∈ . Maka sedikit manipulasi secara
aljabar memberikan
5 x3 − 4 x 2 − 24
ψ (x ) −
4
5
=
5 x2 + 1( )
5 x 2 + 6 x − 12
=
(
5 x2 + 1 ) x - 2
Untuk mendapatkan suatu batas dari koefiien x - 2, kita membatasi x dengan syarat
1 < x < 3. Unntuk x dalam interval ini, kita mempunyai 5x2 + 6x + 12 ≤ 5(32) + 6(3) +
12 =75 dan 5(x2 + 1) ≥ 5(1 + 1) = 10, dengan demikian
ψ (x ) −
4 75 15
≤ x - 2 = x - 2.
5 10 2
Sekarang diberikan ε > 0, kita pilih
2
δ(ε) = inf 1, ε .
15
Maka jika 0 <x - 2 < δ(ε), kita mempunyai ψ(x) – (4/5) ≤ (15/2)x - 2 ≤ ε.
Karena ε > 0 sebarang, maka contoh (e) terbukti.
(ii) untuk sebarang barisan (xn) dalam A yang konvergen ke c sedemikian se-
hingga x ≠ c untuk semua n∈ , barisan (f(xn)) konvergen ke L.
Bukti. (i) ⇒ (ii). Anggaplah f mempunyai limit L pada c, dan asumsikan (xn)
barisan dalam A dengan lim( xn ) = c dan xn ≠ c untuk semua n∈ . Kita mesti mem-
x →c
apapun yang kita pilih, akan selalu terdapat paling kurang satu xδ dalam A∩Vδ(c)
dengan xδ ≠ c sedemikian sehingga f(xδ)∉ Vε 0 (L ) . Dari sini untuk setiap n∈ , ling-
Pada seksi selanjutnya kita akan melihat bahwa beberapa sifat-sifat dasar limit
fungsi dapat diperlihatkan dengan penggunaan sifat-sifat untuk kekonvergenan bari-
san yang bersesuaian. Sebagai contoh, kita telah kerjakan dengan barisan bahwa jika
(xn) sebarang barisan yang konvergen ke c, maka barisan (xn2) konvergen ke c2. Oleh
karena itu dengan kriteria barisan, kita dapat menyimpulkan bahwa fungsi h(x) = x2
mempuntai limit lim h( x) = c2.
x →c
Kriteria Kedivergenan
Kadang-kala penting untuk dapat menunjukkan (i) bahwa suatu bilangan ter-
tentu bukan limit dari suatu fungsi pada suatu titik, atau (ii) bahwa suatu fungsi tidak
mempunyai suatu limit pada suatu titik. Hasil berikut merupakan suatu konsekuensi
dari pembuktian teorema 4.1.8. Pembuktiannya secara detail ditinggalkan untuk
dikerjakan oleh pembaca.
Seperti Contoh dalam 4.1.7(d), misalkan ϕ(x) = 1/x untuk x > 0. Akan tetapi,
disini kita menyelidiki pada c = 0. Argumen yang diberikan pada contoh 4.1.7(d) ga-
gal berlaku jika c = 0 karena kita tidak akan memperoleh suatu batas sebagaimana
dalam (#) pada contoh tersebut. Jika kita mengambil barisan (xn) dengan xn = 1/n un-
tuk n∈ , maka lim (xn) = 0, tetapi ϕ(xn) = 1/1/n = n. Seperti kita ketahui bahwa bari-
san (ϕ(xn)) = (n) tidak konvergen dalam , karena barisan ini tidak terbatas. Dari sini,
dengan teorema 4.1.9(b), lim (1 / x ) tidak ada dalam . [Akan tetapi, lihat contoh
x →0
4.3.9(a).]
1 (
. 0
) -1
ada.
(c) lim sin (1 / x ) tidak ada dalam .
x →0
Misalkan g(x) = sin(1/x) untuk x ≠ 0. (Lihat Gambar 4.1.3.) Kita akan menun-
jukkan bahwa g tidak mempunyai limit pada c = 0, dengan memperlihatkan dua arisan
(xn) dan (yn) dengan xn ≠ 0 dan yn ≠ 0 untuk semua n∈ dan sedemikian sehingga lim
(xn) = 0 = lim (yn), tetapi sedemikian sehingga lim (g(xn)) ≠ lim (g(yn)). Mengingat
Teorema 4.1.9, ini mengakibatkan lim g tidak ada. (Jelaskan mengapa.)
x →0
Soal-soal Latihan
1. Tentukan suatu syarat pada x - 1 yang akan menjamin bahhwa :
(a) x2 - 1 < ½,
(b) x2 - 1 < 1/103
(c) x2 - 1 < 1/n untuk suatu n∈ yang diberikan,
(d) x - 1 < 1/n untuk suatu n∈
3
yang diberikan.
lim f (x + c ) = L.
x →0
10. Gunakan formulasi ε-δ dan formulasi formulasi barisan dari pengertian limit untuk mem-
perlihatkan berikut :
1 x 1
(a) lim = -1 (x > 1), (b) lim = (x > 0),
x→2 1 − x x →1 1 + x 2
x2 x2 − x + 1 1
(c) lim = 0 (x ≠ 0), (d) lim = (x > 0).
x →0 x x →1 x +1 2
11. Tunjukkan bahwa limit-limit berikut ini tidak ada dalam :
1 1
(a) lim (x > 0), (b) lim (x > 0),
x→ 0 x2 x →0 x
1
(c) . lim ( x + sgn ( x )) , (d) lim sin 2
(x ≠ 0).
x →0 x →1 x
12. Misalkan fungsi f : → mempunyai limit L pada 0, dan misalkan pula a > 0. Jika g
: → didefinisikan oleh g(x) = f(ax) untuk x∈ , tunjukkan bahwa lim g = L.
x →0
13. Misalkan c titik cluster dari A⊆ dan f : A → sedemikian sehingga lim ( f ( x ))2
x→ c
= L. Tunjukkan bahwa jika L =,0, maka lim f ( x ) = 0. Tnjukkan dengan contoh bahwa
x →c
> 0 sedemikian sehingga jika 0 <x - c < δ, maka f(x) - L < 1; dari sini (oleh Teo-
rema Akibat 2.3.4(a)),
f(x) - L ≤ f(x) - L < 1.
Oleh karena itu, jika x∈A∩Vδ(c), x≠c, maka f(x) ≤ L + 1. Jika c∉A, kita ambil M =
L+ 1, sedangkan jika c∈A kita ambil M = sup{f(c),L+1}. Ini berarti bahwa jika
c∈A∩Vδ(c), maka f(x) ≤ M. Ini menunjukkan bahwa f terbatas pada Vδ(c) suatu
lingkungan-δ dari c.
Definisi berikut serupa dengan definisi 3.1.3 untuk jumlah, selisih, ha-
sil kali, dan hasil bagi barisan-barisan.
lim( f + g ) = L + M, lim ( f − g ) = L -
x →c x →c
M,
≠ 0, maka
f L
lim = .
x → c h H
Bukti. Salah satu cara pembuktian dari teorema-teorema ini sangat se-
rupa dengan pembuktian Teorema 3.2.3. Secara alternatif, teorema ini dapat dibukti-
kan dengan menggunakan Teorema 3.2.3 dan Teorema 4.1.8. Sebagai contoh, misal-
kan (xn) sebarang barisan dalam A sedemikain sehingga xn ≠ c untuk semua n∈ ,dan
c = lim (xn). Menurut Teorema 4.1.8, bahwa
Lim (f(xn)) = L, lim (g(xn)) = M.
Di pihak lain, Definisi 4.2.3 mengakibatkan
(fg)(xn) = f(xn)g(xn) untuk semua n∈ .
Oleh karena itu suatu aplikasi dari Teorema 3.2.3 menghasilkan
Lim ((fg)(xn)) = lim (f(xn)g(xn))
= (lim f(xn)) (lim (g(xn)))
= LM.
Bagian lain dari teorema ini dibuktikan dengan cara yang serupa. Kita
tinggalkan untuk dilakukan oleh pembaca.
Catatan (1) Kita perhatikan bahwa, dalam bagian (b), asumsi tambahan dibuat
f (x )
lim
x →c h( x )
tidak ada. Akan tetapi jika limit ini ada, kita tidak dapat menggunakan Teorema 4.2.4(b) untuk menghi-
tungnya.
(2) Misalkan A∈ , dan f1, f2, …, fn fungsi-fungsi pada A ke , dan c suatu titk clus-
ter dari A. Jika
maka ,menurut Teorema 4.2.4 dengan argumen induksi kita peroleh bahwa
L1 + L2 + … + Ln = lim ( f1 + f 2 + + fn )
x →c
dan
L1 · L2 · … · Ln = lim ( f1 ⋅ f 2 ⋅ ⋅ fn )
x →c
(3) Khususnya, kita deduksi dari (2) bahwa jika L = lim f dan n∈ , maka
x→ c
Ln = lim ( f ( x ))n
x →c
4.2.5 Contoh-contoh (a) Beerapa limit yang diperlihatkan dalam Pasal 4.1 dapat
dibuktikan dengan menggunakan Teorema 4.2.4. Seagai contoh, mengikuti hasil ini
bahwa karena lim x = c, maka lim x 2 = c2, dan jika c > 0, maka
x→c x→ c
1 1
lim = .
x →c x c
(b) lim (x2 + 1)(x3 – 4) = 20
x→2
= 5(4) = 20.
x3 − 4 4
(c) lim 2 = .
x→2 x + 1
5
Jika kita menggunakan Teorema 4.2.4(b), maka kita mempunyai
x3 − 4 lim→
(
x3 − 4 4 )
lim 2 = = .
( )
x 2
x →2 x + 1 lim x 2 + 1 5
x→2
(
Perhatikan bahwa karena limit pada penyebut [yaitu lim x 2 + 1 = 5] tidak sama den-
x →2
)
gan 0, maka Teorema 4.2.4(b) dapat dipergunakan.
x2 − 4 4
(d) lim = .
x →2 3x − 6
3
Jika kita misalkan f(x) = x2 – 4 dan h(x) = 3x – 6 untuk x∈ , maka kita tidak
dapat menggunakan Teorema 4.22.4(b) untuk meneghitung lim (f(x)/h(x)) sebab
x →2
H = lim h( x ) = lim (3 x − 6 )
x →2 x→2
= 3 lim x - 6 = 3(2) – 6 = 0
x→2
x 2 − 4 ( x − 2 )( x + 2 ) 1
= = 3 (x + 2).
3x − 6 3( x − 2 )
Oleh karena itu kita mempunyai
x2 − 4
lim = lim 1 ( x + 2 ) = 1 lim x + 2
x →2 3x − 6 3 3 x →2
x →2
= 13 (2 + 2) = 4
3
1
dapat menggunakan Teorema 4.2.4(b) untuk menghitung lim . Kenyataannya,
x →0 x
seperti kita telah lihat pada Contoh 4.1.10(a), fungsi ϕ(x) = 1/x tidak mempunyai
limit pada x = 0. Kesimpulan ini mengikuti juga Teorema 4.2.2 karena fungsi ϕ(x) =
1/x tidak terbatas pada lingkungan daro x = 0. (Mengapa?)
(f) Jika p fungsi polinimial, maka lim p ( x) = p(c).
x→ c
ck, maka
x→ c x →c
[
lim p ( x) = lim an x n + an −1x n −1 + + a1x + a0 ]
Analisis Real I 127
Aljabar Himpunan
(g) Jika p dan q fungsi-fungsi polinomial pada dan jika q(c) ≠ 0, maka
p ( x) p (c )
lim = .
x →c q ( x ) q (c )
Karena q(x) suatu fungsi polinomial, berarti menurut sutu teorema alam aljabar
bahwa terdapat paling banyak sejumlah hingga bilangan real α1, α2, … ,αm [pembuat
nol dari q(x)] sedemikain sehingga q(αj) = 0 dan sedemikian sehingga jika x∉{α1, α2,
…, αm} maka q(x) ≠ 0. Dari sini, jika x∉{α1, α2, …, αm} kita dapat mendefinisikan
p(x )
r(x) = .
q(x )
Jika c bukan pembuat nol dari q(x), maka q(c) ≠ 0, dari berdasarkan bagian (f) bahwa
lim q ( x ) = q(c). ≠ 0. Oleh karena itu kita dapat menggunakan Teorema 4.2.4(b) untuk
x →c
menyimpulkan bahwa
p ( x) lim p ( x) p (c )
lim = x→c = .
x →c q ( x ) lim q ( x ) q (c )
x →c
Bukti. Jika L = lim f , maka menurut Teorema 4.1.8 bahwa jika (xn) sebarang
x →c
barisan bilangan real sedemikain sehingga c≠ xn∈A untuk semua n∈ dan jika bari-
Misalkan f(x) = x3/2 untuk x > 0. Karena ketaksamaan x < x1/2 ≤ 1 berlaku un-
tuk 0 < x ≤ 1, maka berarti bahwa x2 < f(x) = x3/2 ≤ x untuk 0 < x ≤ 1. Karena
( )
Karena lim 1 − 12 x 2 = 1, maka menurut Teorema Apit bahwa lim cos x = 1.
x →0 x →0
cos x − 1
(d) lim = 0.
x →0 x
Kita tidak dapat menggunakan Teorema 4.2.4 (b) secara langsung untuk men-
ghitung limit ini. (Mengapa?) Akan tetapi, dari ketaksamaan (*) dalam bagian (c)
bahwa
-½x ≤ (cos x – 1)/x ≤ 0 untuk x > 0
dan juga bahwa
0 ≤ (cos x – 1)/x ≤ ½x untuk x < 0.
Sekarang misalkan f(x) = - x/2 untuk x ≥ 0 dan f(x) = 0 untuk x < 0, dan misalkan
pula h(x) = 0 untuk x ≥ 0 dan h(x) = -x/2 untuk x < 0. Maka kita mempunyai
f(x) ≤ (cos x – 1)/x ≤ h(x) untuk x ≠ 0.
Karena , mudah dilihat (Bagaimana?) bahwa lim f = lim h , maka menurut Teorema
x →0 x →0
cos x − 1
Apit bahwa lim = 0.
x →0 x
sin x
(e) lim = 1.
x →0 x
Sekali lagi, kita tidak dapat menggunakan Teorema 4.2.4(b) untuk menghitung
limit ini. Akan tetapi, dapat dibuktikan (pada lanjutan diktat ini) bahwa
x- 1
6
x3 ≤ sin x ≤ x untuk x ≥ 0
dan bahwa
x ≤ sin x ≤ x - 1
6
x3 untuk x ≤ 0.
x →0
(
Tetapi karena lim 1 − 16 x 2 = 1 - ) 1
lim
6 x→ 0
x 2 = 1, kita simpulkan dari Teorema Apit
sin x
bahwa lim = 1.
x → 0 x
bahwa lim f = 0.
x →0
Terdapat hasil-hasil yang paralel dengan Teorema 3.2.9 dan 3.2.10; akan
tetapi, akan dilewatkan untuk latihan bagi para pembaca. Kita tutup bagian ini dengan
suatu hasil yang merupakan konvers parsial dari Teorema 4.2.6.
maka terdapat suatu lingkungan dari c Vδ(c) sedemikian sehingga f(x) > 0 [atau f(x) <
0] untuk semua x∈A∩Vδ(c), x ≠ c.
dalam Teorema 4.1.6(b), dan diperoleh suatu bilangan δ > 0 sedemikain sehingga jika
0 <x - c< δ dan x∈A, maka f(x) - L < ½L. Oleh karena itu (Mengapa?) berarti
bbahwa jika x∈A∩Vδ(c), x ≠ c, maka f(x) > ½L > 0.
Jika L < 0, dapat digunakan argumen yang serupa.
Latihan 4.2
1. Gunakan Teorema 4.2.4 untuk menentukan limit-limit berikut :
x2 + 2
(a) lim (x + 1)(2x + 3) (x∈ ), (b) lim (x > 0),
x →1 x →1 x 2 − 2
1 1 x +1
(c) lim − (x > 0), (d) lim (x∈ )
x → 2 x + 1 2 x x →0 x2 + 2
2. Tentukan limit-limit berikut dan nyatakan teorema-teorema mana yang digunakan dalam
setiap kasus. (Anda bisa menggunakan latihan 14 di bawah.)
2x +1 x2 − 4
(a) lim (x > 0), (b) lim (x > 0),
x→2 x+3 x→2 x − 2
(c) lim
( x + 1) − 1
2
(x > 0), (d) lim
x −1
(x > 0)
x →0 x x →1 x −1
1 + 2 x − 1 + 3x
3. Carilah lim dimana x > 0.
x →0 x + 2 x2
4. Buktikan bahwa lim cos(1 / x ) tidak ada, akan tetapi lim x cos(1 / x ) = 0.
x →0 x →0
6. Gunakanlah formuasi ε-δ dari limit fungsi untuk membuktikan pernyataan pertama dalam
Teorema 4.2.4(a).
7. Gunakanlah formulasi sekuensial untuk limit fungsi untuk membuktikan Teorema
4.2.4(b).
8. Misalkan n∈N sedemikian sehingga n ≥ 3. Buktikan ketaksamaan –x2 ≤ xn ≤ x2 untuk –1
< x < 1. Selanjutnya, gunakan fakta bahwa lim x 2 = 0 untuk menunjukkan bahwa
x→ 0
lim x n = 0.
x →0
(b) Jika lim f dan lim fg ada, apakah juga lim g ada ?
x→ c x→ c x→ c
10. Berikan contoh fungsi-fungsi f dan g sedemikian sehingga f dan g tidak mempunyai limit
pada suatu titik c, tetapi sedemikian sehingga fungsi-fungsi f + g dan fg mempunyai limit
pada c.
11. Tentukan apakah limit-limit berikut ada dalam .
(
(a) lim sin 1 / x 2
x→ 0
) (x ≠ 0), (
(b) lim x sin 1 / x 2
x→ 0
) (x ≠ 0),
(c) lim sgn sin (1 / x ) (x ≠ 0),
x →0
(
(d) lim x sin 1 / x 2
x→ 0
) (x > 0)
12. Misalkan f : → sedemikian sehingga f(x + y) = f(x) + f(y) untuk semua x,y dalam
. Anggaplah lim f = L ada. Buktikan bahwa L = 0, dan selanjutnya buktikan bahwa f
x →0
mempunyai suatu limit pada setiap titik c∈ . [Petunjuk : Pertama-tama catat bahwa
f(2x) = f(x) + f(x) = 2f(x) untuk semua x∈ . Juga perhatikan bahwa f(x) = f(x – c) + f(c)
untuk semua x,c dalam .]
13. Misalkan A⊆ , f : A → dan c suatu titik cluster dari A. Jika lim f ada, dan jika
x →0
f menyatakan fungsi yang terdefinisi untuk x∈A dengan f(x) = f(x), buktikan
bahwa f(x) ≥ 0 untuk semua x ∈ A, dan misalkan f suatu fungsi yang terdefinisi pada
A dengan f (x) = f ( x ) untuk semua x∈A. Jika lim f ada, buktikan bahwa
x →0
lim f = lim f .
x →0 x →0
Limit-limit Sepihak
Terdapat banyak contoh fungsi f yang tidak mempunyai limit pada suatu titik
c, meskipun demikian limit fungsi f tersebut ada jika dibatasi untuk suatu interval se-
pihak dari titik cluster c.
Salah satu contohnya adalah fungsi signum dalam Contoh 4.1.10(b) dan gambarnya diperli-
hatkan pada Gambar 4.1.2, tidak mempunyai limit pada c = 0. Akan tetapi, jika kita membatasi fungsi
signum pada interval (0,∞), maka fungsi hasil pembatasannya mempunyai limit 1 pada c = 0. Demikian
juga, jika kita membatasi fungsi signum pada interval (-∞,0), maka fungsi hasil pembatasannya mem-
punyai limit –1 pada c = 0. Ini merupakan contoh-contoh dari konsep tentang limit-kiri dan lmit-kanan
Definisi tentang limit-kiri dan limit-kanan merupakan modifikasi langsung dari Definisi 4.1.4.
Dalam kenyataannya, Penggantian A dalam Definisi 4.1.4 oleh himpunan A∩(c,∞) menghasilkan de-
finisi limit-kanan suatu fungsi pada suatu titik c yang merupakan titik cluster dari A∩(c,∞). Demikian
juga, dengan penggantian A pada Definisi 4.1.4 oleh himpunan A∩(-∞,c) menghasilkan definisi limit-
kiri suatu fungsi pada suatu titik c yang merupakan titik cluster dari A∩(-∞,c). Untuk lebih mudahnya,
definisi tentang limit-kiri dan limit-kanan yang dimaksud akan diformulasi dalam bentuk ε-δ, analog
(i) Jika c∈ suatu titik cluster dari A∩(c,∞) = {x∈A:x > c}, maka kita mengatakan bahwa
L∈ adalah suatu limit-kanan dari f pada c dan dituliskan
lim f = L
x →c +
jika diberikan sebarang ε > 0 terdapat suatu δ = δ(ε)> 0 sedemikian sehingga untuk semua x∈A dengan
(ii) Jika c∈ suatu titik cluster dari A∩(-∞,c) = {x∈A : x < c}, maka kita mengatakan
bahwa L∈ adalah suatu limit-kiri dari f pada c dan dituliskan
lim f = L
x →c −
jika diberikan sebarang ε > 0 terdapat suatu δ = δ(ε)> 0 sedemikian sehingga untuk semua x∈A dengan
Catatan: (1) Jika L suatu limit kanan dari f pada c, kita kadang-kadang mengatakan bahwa L
lim f ( x ) = L.
+
x →c
(2) Limit-limit lim f dan lim f disebut limit-limit sepihak dari f pada c. Ini dimung-
+ -
x→c x →c
kinkan kedua limit sepihak dimaksud ada. Juga bisa mungkin salah satu saja yang ada. Serupa, seperti
kasus pada fungsi f(x) = sgn (x) pada c = 0, limit-limit ini ada, meskipun berbeda.
(3) Jika A suatu interval dengan titik ujung kiri c, maka jelas nampak bahwa f : A →
mempunyai suatu limit pada c jika dan hanya jika f mempunyai suatu limit kanan pada c. Selain itu,
dalam kasus ini limit lim f dan limit pihak kanan lim f sama. (Situasi serupa juga akan berlaku
x→ c +
x→c
Kita tinggalkan bagi pembaca untuk menunjukkan bahwa f hanya dapat memiliki satu limit-
kanan (atau, limit-kiri) pada suatu titik. Berikut ini adalah hasil yang analog dengan fakta yang diperli-
hatkan pada Pasal 4.1 dan 4.2 untuk limit-limit dua-pihak. Khususnya, keberadaan limit satu-pihak da-
pat direduksi untuk bahan pertimbangan selanjutnya.
4.3.2 Teorema Misalkan A⊆ , f : A → dan c suatu titik cluster dari A∩(c,∞). Maka
(i) lim f = L∈ ;
x→c +
(ii) Untuk sebarang barisan (xn) yang konvergen ke c sedemikian sehingga xn∈A dan xn
> c untuk semua n∈N, barisan (f(xn)) konvergen ke L∈ .
Kita tinggalkan pembuktian Teorema ini (dan formulasi dan pembuktian dari teorema yang
analog dengannya untuk limit-kiri) untuk dilakukan oleh pembaca.
Berikut ini adalah suatu hasil yang merupakan hubungan pengertian limit suatu fungsi dengan
limit-limit sepihak dari fungsi tersebut pada suatu titik.
4.3.3 Teorema Misalkan A⊆ , f : A → dan c∈ suatu titik Cluster dari A∩(c,∞) dan
A∩(-∞,c). Maka lim f = L∈ jika dan hanya jika lim+ f = L = lim− f .
x→ c x→c x →c
Kita telah lihat dari contoh 4.1.10(b) bahwa sgn tidak mempunyai limit pada c = 0. Ini jelas
bahwa lim sgn( x) = +1 dan bahwa lim− sgn( x) = -1. Karena limit-limit satu pihak ini berbeda,
x →0 + x→0
maka mengikuti Teorema 4.3.3 bbahwa sgn tidak mempunyai limit pada 0.
Pertama kita tunjukkan bahwa g tidak mempunyai limit kanan hingga pada c = 0 karena g ti-
dak terbatas pada sebarang lingkungan kanan (0,∞) dari 0. Kita akan menggunakan ketaksamaan
yang pada bagian ini tidak akan diberikan pembuktiannya. Berdasarkan (*), jika x > GAMBAR 4.3.1
0 maka 0 < 1/x < e1/x. Dari sini, jika kita mengambil xn = 1/n, maka g(xn) > n untuk semua n∈N. Oleh
Akan tetapi, lim e1 / x = 0. Kita perhatikan bahwa, jika x < 0 dan kita men-
x→0 −
gambil t = 1/x dalam (*) kita peroleh 0 < -1/x < e-1/x. Karena x < 0, ini mengakibatkan 0 < e1/x < -x un-
Kita telah melihat bagian (b) bahwa 0 < 1/x < e1/x untuk x > 0, dengan
demikian
1 1
0< < <x
1/ x
e +1 e 1/ x
Karena kita telah melihat dalam bagian (b) bahwa lim e1/x = 0, maka dari
x→0 +
1 1 1
lim− 1 / x =
x→0 e + 1 lim− e + 1
1/ x
x→0
=
(
0 +1
=1
)
Perhatikan bahwa untuk fungsi ini, limit sepihak kedua-duanya ada, akan tetapi tidak sama.
Fungsi f(x) = 1/x2 untuk x ≠ 0 (lihat Gambar 4.3.3) tidak terbatas pada suatu
lingkungan 0, dengan demikian fungsi tersebut tidak mempunyai suatu limit sesuai pengertian dalam
Definisi 4.1.4. Sementara itu simbol-simbol ∞ (= +∞) dan -∞ tidak menyatakan suatu bilangan real, ini
kadang-kadang menjadi bermakna dengan mengatakan bahwa “f(x) = 1/x2 cenderung ke ∞ apabila x →
0”.
lim f = ∞
x →c
jika untuk setiap α∈ terdapat δ = δ(α) > 0 sedemikain sehinggauntuk semua x∈A dengan 0 < x - c
lim f = −∞
x →c
jika untuk setiap β∈ terdapat δ = δ(β) > 0 sedemikian sehingga untuk semua x∈A dengan 0 < x - c
Karena, jika α > 0 diberikan, misalkan δ = 1 / α . Ini erarti bahwa jika 0 <x<δ, maka x2 <
Fungsi g tidak menuju ke ∞ atau ke -∞ sebagaimana x→0. Karena, jika α > 0 maka g(x) < α
untuk semua x < 0, dengan demikian g tidak menuju ke ∞ apabila x→0. Serupa juga, jika β < 0 maka
g(x) > β untuk semua x > 0, dengan demikian g tidak menuju ke -∞ apabila x→0.
Hasil berikut analog dengan Teorema Apit 4.2.7. (Lihat juga Teorema 3.6.4).
4.3.7 Teorema Misalkan A⊆ , f,g : A → dan c∈ suatu titik cluster dari A. Anggaplah
Bukti. (a) Jika lim f = ∞ dan α∈ diberikan, maka terdapat δ(α) > 0 sedemikian sehingga
x→c
jika 0 <x - c < δ(α) dan x∈A, maka f(x) > α. Akan tetapi, jika f(x) ≤ g(x) untuk semua x∈A x ≠ c,
maka berarti jika 0 <x - c < δ(α) dan x∈A, maka g(x) > 0. Oleh karena itu lim g = ∞ .
x→c
Fungsi g(x) = 1/x dalam Contoh 4.3.6(b) menyarankan bahwa itu dapat berguna untuk me-
(i) Jika c∈ suatu titik cluster dari A∩(c,∞) ={x∈A: x > 0}, maka kita mengatakan bahwa f
menuju ∞ [atau -∞
∞] apabila x→
→c+, dan ditulis
lim f = ∞
x→c +
[atau , lim f = −∞]
x→c +
,
jika untuk setiap α∈ terdapat δ=δ(α) sedemikian sehingga untuk semua x∈A dengan 0 < x – c < δ,
(ii) Jika c∈ suatu titik cluster dari A∩(-∞,c) ={x∈A: x < 0}, maka kita mengatakan bahwa f
menuju ∞ [atau -∞
∞] apabila x→
→c-, dan ditulis
lim f = ∞
x→c −
[atau , lim f = −∞]
x→c −
,
jika untuk setiap α∈ terdapat δ=δ(α) sedemikian sehingga untuk semua x∈A dengan 0 < c – x < δ,
4.3.9 Contoh-contoh (a) Misalkan g(x) = 1/x untuk x ≠ 0. Kita telah mencatat dalam Contoh
4.3.6(b) bahwa lim g tidak ada. Akan tetapi suatu latihan yang mudah untuk menunjukkan bahwa
x →0
(b) Telah diperoleh pada Contoh 4.3.4(b) bahwa fungsi g(x) = e1/x untuk x ≠ 0 tidak terba-
tas pada sebarang interval (0,δ), δ > 0. Dari sini limit-kanan dari e1/x apabila x→0+ tidak ada dalam
pengertian Definisi 4.3.1(I). Akan tetapi, karena
1/x < e1/x untuk x > 0,
Kita dapat mempertimbangkan pula untuk mendefinisikan pengertian limit dari suatu fungsi
(i) Anggaplah bahwa (a,∞) ⊆ A untuk suatu a∈ . Kita mengatakan bahwa L∈ merupakan
→∞, dan ditulis
limit dari f apabila x→
lim f = L ,
x →∞
jika diberikan sebarang ε > 0 terdapat K=K(ε) > a sedemikian sehingga untuk sebarang x > K, maka
f(x) - L < ε.
(ii) Anggaplah bahwa (-∞,b) ⊆ A untuk suatu b∈ . Kita mengatakan bahwa L∈ meru-
→-∞
pakan limit dari f apabila x→ ∞, dan ditulis
lim f = L ,
x → −∞
jika diberikan sebarang ε > 0 terdapat K=K(ε) < b sedemikian sehingga untuk sebarang x < K, maka
f(x) - L < ε.
Kita tinggalkan bagi pembaca untuk menunjukkan bahwa limit-limit dari f apabila x→±∞
adalah tunggal jika ada. Kita juga mempunyai Kriteria Sekuensial untuk limit-limit ini; kita hanya akan
menyatakan kriteria apabila x→∞. Ini digunakan pengertian dari limit dari suatu barisan yang divergen
(i) L= lim f ;
x →∞
(ii) Untuk sebarang barisan (xn) dalam A∩(a,∞) sedemikian sehingga lim(xn) = ∞, barisan
(f(xn)) konvergen ke L.
Kita tinggalkan bagi pembaca untuk membuktikan teorema ini dan untuk merumuskan serta
Ini merupakan suatu latihan dasar untuk membuktikan bahwa lim (1 / x ) = 0 = lim (1 / x ) .
x→∞ x → −∞
4.3.3). Cara lain untuk menunjukkan ini adalah dengan menunjukkan bahwa jika x ≥ 1 maka 0 ≤ 1/x2 ≤
y
Κ(α)
(i) Anggaplah bahwa (a,∞)⊆A untuk suatu a∈A. Kita mengatakan bahwa f menuju ke ∞
[atau, -∞] apabila x→∞, dan ditulis
lim f = ∞
x →∞
[atau lim f = −∞]
x →∞
,
jika diberikan sebarang α∈ terdapat K = K(α) > a sedemikian sehingga untuk sebarang x > K, maka
(ii) Anggaplah bahwa (-∞,b)⊆A untuk suatu b∈A. Kita mengatakan bahwa f menuju ke ∞
[atau, -∞] apabila x→-∞, dan ditulis
lim f = ∞
x → −∞
[atau lim f = −∞ ,
x → −∞
]
jika diberikan sebarang α∈ terdapat K = K(α) < b sedemikian sehingga untuk sebarang x < K, maka
Sebagaimana sebelumnya, terdapat kriteria sekuensial untuk limit ini. Kita akan memformulas-
(ii) Untuk sebarang barisan (xn) dalam (a,∞) sedemikian sehingga lim(xn) = ∞, maka lim
(f(xn)) = ∞ [atau lim (f(xn)) = -∞].
4.3.15 Teorema Misalkan A⊆ , f,g : A → , dan anggaplah ahwa (a,∞)⊆A untuk suatu
a∈ . Misalkan pula bahwa g(x) > 0 untuk semua x > a dan bahwa
f (x )
lim =L
x→∞ g (x )
untuk suatu L∈ , L ≠ 0.
(i) Jika L > 0, maka lim f = ∞ jika dan hanya jika lim g = ∞.
x →∞ x →∞
(ii) Jika L < 0, maka lim f = -∞ jika dan hanya jika lim g = -∞.
x →∞ x →∞
Bukti. (i) Karena L > 0, hipotesis mengakibatkan bahwa terdapat a1 > a sedemikian sehingga
f (x ) 3
0 < ½L < < L untuk x > a1.
g (x ) 2
Oleh karena itu kita mempunyai (½L)g(x) < f(x) < ( 32 L)g(x) untuk semua x > a1, dari sini dengan mu-
Kita tinggalkan bagi pembaca untuk memformulasi hasil-hasil yang analogi dengan Teorema
Misalkan g(x) = xn untuk x∈(0,∞). Diberikan α∈ , misalkan K = sup{1,α}. Maka untuk se-
mua x > K, kita mempunyai g(x) = xn ≥ x ≥ α. Karena α∈ sebarang, maka ini berarti lim g = ∞.
x→∞
(b) lim x n = ∞ untuk n∈N, n genap, dan lim x n = -∞ untuk n∈N, n ganjil.
x → −∞ x → −∞
Kita akan mencoba kasus n ganjil, katakanlah n = 2k+1 dengan k = 0,1, … . Diberikan α∈ ,
misalkan K = inf{α,-1}. Untuk sebarang x < K, maka karena (x2)k ≥ 1, kita mempunyai xn = (x2)kx ≤ x
p(x ) 1 1 1
= an + an-1 + … + a1 n −1 + a0 n ,
g (x ) x x x
p(x )
maka diperoleh lim = an. Karena lim g = ∞, maka menurut Teorema 4.3.15, lim p = ∞.
x→∞ g (x ) x→∞ x→∞
(d) Misalkan p fungsi polinomial dalam bagian (c). Maka lim p = ∞ [atau, -∞] jika n
x → −∞
Latihan-latihan
4. Misalkan c∈ dan f didefinisikan untuk x∈(c,∞) dan f(x) > 0 untuk semua x∈(c,∞).
Tunjukkan bahwa lim f = ∞ jika dan hanya jika lim(1 f ) = 0.
x →c x →c
5. Hitunglah limit-limit berikut, atau tunjukkan bahwa limit-limit ini tidak ada.
x x
(a) lim+ (x ≠ 1), (b) lim (x ≠ 1),
x →1 x −1 x →1 x − 1
x+2 x+2
(c) lim+ (x > 0), (d) lim (x > 0),
x →1 x x→∞ x
x +1 x +1
(e) lim (x > -1), (f) lim (x > 0),
x →0 x x →∞ x
x −5 x−x
(g) lim (x > 0), (h) lim (x > 0).
x →∞ x +3 x→∞ x+x
6. Buktikan Teorema 4.3.11.
7. Misalkan f dan g masing-masing mempunyai limit dalam apabila x→∞ dan f(x) ≤ g(x)
untuk semua (α,∞). Buktikan bahwa lim f ≤ lim g .
x →∞ x →∞
8. Misalkan f terdefinisi pada (0,∞) ke . Buktikan bahwa lim f ( x ) = L jika dan hanya
x→∞
jika lim+ f (1 x ) = L.
x→0
L∈ , maka lim f ( x ) = 0.
x→∞
13. Carilah fungsi-fungsi f dan g yang didefinisikan pada (0,∞) sedemikain sehingga lim f
x →∞
fungsi demikian, dengan g(x) > 0 untuk semua x∈(0,∞), sedemikain sehingga lim f g
x→∞
= 0?
14. Misalkan f dan g terdefinisi pada (a,∞) dan misalkan pula lim f = L dan lim g = ∞.
x →∞ x→∞
BAB
5
FUNGSI-FUNGSI KONTINU
Dalam bab ini kita akan memulai mempelajari kelas terpenting dari fungsi-
fungsi yang muncul dalam analisis real, yaitu kelas fungsi-fungsi kontinu. Pertama-
tama kita akan mendefinisikan pengertian dari kekontinuan pada suatu titik dan pada
suatu himpunan, dan menunjukkan bahwa variasi kombinasi dari fungsi-fungsi kon-
tinu menghasilkan fungsi kontinu.
Kedua, dalam Pasan 5.4 kita akan memperkenalkan pengertian penting dari
kekontinuan seragam, dan kita akan menggunakan pengertian ini untuk masalah dari
pendekatan (pengaproksimasian) fungsi-fungsi kontinu dengan fungsi-fungsi dasar
(elementer) (seperti polinomial). Fungsi-fungsi monoton adalah suatu kelas penting
dari fungsi-fungsi dan mempunyai sifat-sifat kekontinuan kuat; mereka didiskusikan
dalam Pasal 5.5. Khususnya, akan ditunjukkan bahwa fungsi monoton kontinu mem-
punyai fungsi invers yang monoton kontinu juga.
Peringatan (1) Jika c∈A merupakan titik cluster dari A, maka pembandingan dari
Definisi 4.1.4 dan 5.1.1 menunjukkan bahwa f kontinu pada c jika dan hanya jika
(1) f(c) = lim f .
x →c
Jadi, jika c titik cluster dari A, maka agar (1) berlaku, tiga syarat harus dipenuhi: (i) f harus
terdefinisi pada c (dengan demikian f(c) dapat dimengerti), (ii) limit dari f harus ada dalam
(dengan demikian lim f dapat dimengerti), dan (iii) nilai-nilai dari f(c) dan lim f harus
x →c x →c
sama.
(2) Jika c bukan titik cluster dari A, maka terdapat lingkun-
gan Vδ(c) dari c sedemikian sehingga A∩Vδ(c) = {c}. Jadi kita menyimpulkan bahwa suatu
fungsi f kontinu secara otomatis pada c∈A yang bukan titik cluster dari A. Titik-titik
demikian ini sering disebut “titik-titik terisolasi” dari A; titik-titik ini kurang menarik untuk
kita bahas, karena “far from the action”. Karena kekontinuan erlaku secara otomatis untuk
titik-titik terisolasi ini, kita akan secara umum menguji kekontinuan hanya pada titik-titik
cluster. Jadi kita akan memandang kondisi (1) sebagai karakteristik untuk kekontinuan pada
c.
gan Kriteria Divergensi 4.1.9(a) dengan L = f(c). Pembuktiannya akan dituliskan se-
cara detail oleh pembaca.
pada .
(d) ϕ(x) = 1/x kontinu pada A = {x∈ : x > 0}.
Telah diperlihatkan pada Contoh 4.1.7(d) bahwa jika c∈A, maka kita mempunyai
lim ϕ = 1/c. Karena ϕ(c) = 1/c, maka ϕ kontinu pada setiap titik c∈A. Jadi ϕ kontinu
x →c
pada A.
(e) ϕ(x) = 1/x tidak kontinu pada x = 0
Memang, jika ϕ(x) = 1/x untuk x > 0, maka tidak terdefinisi pada x= 0, dengan
demikian tidak kontinu pada titik ini. Secara alternatif, telah diperlihatkan pada Con-
toh 4.1.10(a) bahwa lim ϕ tidak ada dalam , dengan demikian ϕ tidak kontinu pada
x →0
x = 0.
(f) Fungsi signum tidak kontinu pada x = 0.
Fungsi signum telah didefinisikan pada contoh
4.1.10(b), dimana juga telah ditunjukkan bahwa lim sgn( x) tidak ada dalam . Oleh
x →0
langan irasional pada A, dan diskontinu pada setiap bilangan rasional dalam A.
(Fungsi ini diperkenalkan pada tahun 1875 oleh K.J. Thomae)
Memang, jika a > 0 bilangan rasional, misalkan (xn)
suatu barisan bilangan irasional dalam A yang konvergen ke a. maka lim h(xn) = 0
sementara h(a) > 0. Dari sini h diskontinu pada a.
Di pihak lain, jika b suatu bilangan irasional dan ε > 0,
maka (dengan Sifat Arcimedean) terdapat bilangan asli n0 sedemikian sehingga 1/n0 <
ε. Terdapat hanya sejumlah hingga bilangan rasional dengan penyebut lebih kecil dari
n0 dalam interval (b – 1, b + 1). (Mengapa?) Dari sini δ > 0 dapat dipilih sekecil
mungkin yang mana lingkungan (b - δ,b + δ) tidak memuat tidak memuat bilangan
rasional dengan penyebut lebih kecil dari n0. Selanjutnya, bahwa untuk x - b< δ,
x∈A, kita mempunyai h(x) – h(b) = h(x) ≤ 1/n0 < ε. Jadi h kontinu pada bilangan
irasional b.
Akibatnya, kita berkesimpulan bahwa fungsi Thomae h
kontinu hanya pada titik-titik irasional dalam A.
1 * *
1/2 * *
* * * *
* * * * * * * *
1/7 * * * *
* * * * * * * *
* * * * * * * *
1/2 1 3/2 2
5.1.6 Peringatan (a) Kadang-kadang suatu fungsi f : A → tidak kontinu pada suatu
titik c, sebab tidak terdefinisi pada titik tersebut.. Akan tetapi, jika fungsi f mempunyai suatu limit L
pada tiitik c dan jika kita definisikan F pada A∪{c} → dengan
L untuk x=c
F ( x) =
f ( x ) untuk x∈ A
maka F kontinu pada c. Untuk melihatnya, perlu mengecek bahwa lim F = L, tetapi ini brlaku (men-
x→ c
sama dengan C.
5.1.7 Contoh-contoh (a) Fungsi g(x) = sin (1/x) untuk x ≠ 0 (lihat Gambar
4.1.3) tidak mempunyai limit pada x = 0 (lihat contoh 4.1.10(c)). Jadi tidak terdapat
nilai yang dapat kita berikan pada x = 0. Untuk memperoleh suatu perluasan kontinu
dari g pada x = 0.
(b) Misalkan f(x) = x sin(1/x) untuk x ≠ 0. (Lihat Gam-
bar 5.1.3) Karena f tidak terdefinisi pada x = 0, fungsi f tidak bisa kontinu pada titik
ini. Akan tetapi, telah diperlihatkan pada Contoh 4.2.8(f) bahwa lim( x sin (1 x )) = 0.
x →0
Oleh karena itu mengikuti Peringatan 5.1.6(a) bahwa jika kita definisikan F : →
dengan
0 untuk x=0
F ( x) =
x sin (1 x ) untuk x≠0
6. Misalkan A⊆ dan f : A → kontinu pada titik c∈A. Tunjukkan bahwa untuk se-
barang ε > 0, terdapat lingkungan Vδ(c) dari c sedemikian sehingga jika x,y∈A∩Vδ(c),
maka f(x) – f(y) < ε.
7. Misalkan f : → kontinu pada c dan misalkan f(c) > 0. Tunjukkan bahwa terdapat
Vδ(c) suatu lingkungan dari c sedemikian sehingga untuk sebarang x∈ Vδ(c) maka f(x) >
0.
8. Misalkan f : → kontinu pada dan misalkan S = {x∈ : f(x) = 0} adalah “him-
punan nol” dari f. Jika (xn) ⊆ S dan x = lim (xn), tunjukkan bahwa x∈S.
9. Misalkan A⊆B⊆ , f : B → dan g pembatasan dari f pada A (yaitu, g(x) = f(x) un-
tuk x∈A).
(a). Jika f kontinu pada c∈A, tunjukkan bahwa g kontinu pada c.
(b). Tunjukkan dengan contoh bahwa jika g kontinu pada c, tidak perlu berlaku bahwa f
kontinu pada c.
10. Tunjukkan bahwa fungsi nilai mutlak f(x) = x kontinu pada setiap titik c∈ .
11. Misalkan K > 0 dan f : → memenuhi syarat f(x) – f(y) ≤ Kx - y untuk semua
x,y∈ . Tunjukkan bahwa f kontinu pada setiap titik c∈ .
12. Misalkan bahwa f : → kontinu pada dan f(r) = 0 untuk setiap bilangan rasional
r. Buktikan bahwa f(x) = 0 untuk semua x∈ .
13. Definisikan g : → dengan g(x) = 2x untuk x rasional, dan g(x) = x + 3 untuk x
irasional. Tentukan semua titik dimana g kontinu.
14. Misalkan A = (0,∞) dan k : A → didefinisikan sebagai berikut. Untuk x∈A, x ra-
sional, kita definisikan k(x) = 0; untuk x∈A rasional dan berbentuk x = m/n dengan bi-
langan asli m, n tidak mempunyai faktor persekutuan kecuali 1, kita definisikan k(x) = n.
Buktikan bahwa k tidak terbatas pada setiap interval terbuka dalam A. Simpulkan bahwa
k tidak kontinu pada sebarang titik dari A.
PASAL 5.2 Kombinasi dari Fungsi-fungsi Kontinu
Misalkan A⊆ , f dan g fungsi-fungsi yang terdefinisi pada A ke dan b∈ .
Dalam Definisi 4.2.3 kita mendefinisikan jumlah, selisih, hasil kali, dan kelipatan
fungsi-fungsi disimbol f + g, f – g, fg, bf. Juga, jika h : A → sedemikian sehingga
h(x) ≠ 0 untuk semua x∈A, maka kita definisikan fungsi hasil bagi dinotasi dengan
f /h.
Hasil berikut ini serupa dengan Teorema 4.2.4.
5.2.1 Teorema Misalkan A⊆ , f dan g fungsi-fungsi yang terdefinisi pada A
ke dan b∈ . Andaikan bahwa c∈A dan f dan g kontinu pada c.
(a) Maka f + g, f – g, fg, dan bf kontinu pada c.
(b) Jika h : A → kontinu pada c∈A dan jika h(x) ≠ 0 untuk semua x∈A,
maka fungsi f/h kontinu pada c.
Bukti. Jika c bukan suatu titik cluster dari A, maka konklusi berlaku secara
otomatis. Dari sini, kita asumsikan bahwa c titik cluster dari A.
(a) Karena f dan g kontinu pad
(b) a c, maka
f(c) = lim f dan g(c) = lim g
x →c x →c
(c ) = f (c ) = x →c = lim
f lim f f
.
h h(c ) lim h x → c
h
x →c
f f ( x)
(*) ( x) = untuk x ∈ A1.
ϕ ϕ ( x)
Jika ϕ kontinu pada titik c∈A1, maka jelas bahwa pembatasan ϕ1 dari ϕ pada A1 juga kontinu pada c.
Oleh karena itu mengikuti Teorema 5.2.1(b) dipergunkan untuk ϕ1 bahwa f/ϕ kontinu pada c∈A1. Se-
rupa juga jika f dan ϕ kontinu pada A, maka fungsi f/ϕ, didefinisikan pada A1 oleh (*), kontinu pada
A1.
5.2.4 Contoh-contoh (a) Fungsi-fungsi polinomial.
Jika p suatu fungsi polinimial, dengan demikian p(x) = anxn + an-1xn-1 + …
+ a1x + a0 untuk semua x∈ , maka mengikuti Contoh 4.2.5(f) bahwa p(c) = lim p
x →c
p (c) lim p( x)
r(c) = = x →c = lim r ( x)
q (c ) lim q ( x) x →c
x→c
Dengan kata lain, r kontinu pada c. Karena c sebarang bilangan real yang bukan akar
dari q, kita katakan bahwa suatu fungsi rasional yang kontinu pada setiap bilangan
real dimana fungsi tersebut terdefinisi.
(c) Kita akan menunjukkan bahwa fungsi sinus kontinu pada .
Untuk mengerjakan ini kita akan menggunakan sifat-sifat dari fungsi sinus dan
cosinus yang pada bagian ini tidak akan dibuktikan. Untuk semua x,y,z∈ kita mem-
punyai
sin z ≤ z, cos z ≤ 1,
sin x – sin y = 2sin[½(x – y)]cos[½(x + y)].
Dari sini, jika c∈ , maka kita mempunyai
sin x – sin c ≤ 2(½x – c)(1) = x - c.
Oleh karena itu sin kontinu pada c. Karena c∈ sebarang, maka ini berarti fungsi sin
kontinu pada .
(d) Fungsi cosinus kontinu pada .
Untuk mengerjakan ini kita akan menggunakan sifat-sifat dari fungsi sinus dan
cosinus yang pada bagian ini tidak akan dibuktikan. Untuk semua x,y,z∈ kita mem-
punyai
sin z ≤ z, sin z ≤ 1,
cos x – cos y = 2sin[½(x + y)]sin[½(y - x)].
Dari sini, jika c∈ , maka kita mempunyai
cos x – cos c ≤ 2(1)(½c – x) = x - c.
Oleh karena itu cos kontinu pada c. Karena c∈ sebarang, maka ini berarti fungsi cos
kontinu pada . (Cara lain, kita dapat menggunakan hubungan cos x = sin (x + π/2).)
(e) Fungsi-fungsi tan, cot, sec, csc kontinu dimana fungsi-fungsi ini terde-
finisi.
Sebagai contoh, fungsi cotangen didefinisikan dengan
cos x
Cot x =
sin x
Asalkan sin x ≠ 0 (yaitu, asalkan x ≠ nπ, n∈ ). Karena sin dan cos kontinu pada ,
maka mengikuti Komentar 5.2.3 bahwa fungsi cot kontinu pada domainnya. Fungsi-
fungsi trigonometri yang lain dilakukan dengan proses pengerjaan yang serupa.
5.2.5 Teorema Misalkan A⊆ , f : A → dan f didefinisikan untuk
x∈A dengan f(x) = f(x).
(a) Jika f kontinu pada suatu titik c∈A, maka f kontinu pada c.
(b) Jika f kontinu pada A, maka f kontinu pada A.
Bukti. Ini merupakan konsekuensi dari Latihan 4.2.13.
5.2.6 Teorema Misalkan A⊆ , f : A → dan f(x) ≥ 0 untuk semua
(c) Jika f kontinu pada suatu titik c∈A, maka f kontinu pada c.
Bukti. Teorema ini secara serta-merta mengikuti hasil sebelumnya, jika , ber-
turut-turut, f dan g kontinu pada setiap titik A dan B.
Teorema 5.2.7 dan 5.2.8 sangat bermanfaat dalam menunjukkan bahwa
fungsi-fungsi tertentu kontinu. Teorema-teorema ini dapat dipergunakan dalam ber-
bagai situasi dimana situasi ini akan sulit untuk menggunakan definisi kekontinuan
secara langsung.
5.2.9 Contoh-contoh (a) Misalkan g1(x) = x untuk x∈ . Menurut
Ketaksamaan Segitiga (Lihat Akibat 2.3.4) bahwa
g1(x) – g1(c) ≤ x - c
untuk semua x,c∈ . Dari sini g1 kontinu pada c∈ . Jika f : A → sebarang
fungsi kontinu pada A, maka Teorema 5.2.8 mengakibatkan bahwa g1 o f = f kon-
tinu pada A. Ini memberikan cara lain pembuktian dari Teorema 5.2.5.
≥ 0 untuk semua x∈A, maka menurut Teorema 5.2.8 g2 o f = f kontinu pada A. Ini
W
b
U g(b)
A B C
Soal-soal
1. Tentukan titik-titik kekontinuan dari fungsi-fungsi berikut dan nyatakan teorema-
teorema mana yang dipergunakan dalam setiap kasus :
x2 + 2 x + 1
(a). f(x) = (x∈ ); (b) g(x) = x+ x (x ≥ 0);
x2 + 1
1 + sin x
(c). h(x) = (x ≠ 0); (d) k(x) = cos x 2 + 1 (x∈ ).
x
2. Tunjukkan bahwa jika f : A→ kontinu pada A⊆ dan jika n∈ , maka fungsi fn dide-
finisikan oleh fn(x) = (f(x))n untuk x∈A, kontinu pada A.
3. Berikan satu contoh f dan g yang kedua-duanya tidak kontinu pada suatu titik c dalam
sedemikian sehingga : (a) fungsi jumlah f + g kontinu pada c, (b) fungsi hasil kali fg kon-
tinu pada c.
4. Misalkan x ξ ⇓x◊ menyatakan fungsi bilangan bulat terbesar (lihat Latihan 5.1.4.) Tentu-
kan titik-titik kekontinuan dari fungsi f(x) = x - ⇓x◊, x∈ .
5. Misalkan g didefinisikan pada oleh g(1) = 0, dan g(x) = 2 jika x ≠ 1, dan misalkan f(x)
= x + 1 untuk semua x∈ . Tunjukkan bahwa lim g f ≠g o f(0). Mengapa ini tidak
x→0
tinu pada b. Tunjukkan bahwa lim g f = g(b). (Bandingkan hasil ini dengan Teorema
x→0
11. Jika f dan g kontinu pada , misalkan pula S = {x∈ : f(x) ≥ g(x)}. Jika (sn)⊆S dan lim
(sn) = s, tunjukkan bahwa s∈S.
12. Suatu fungsi f : → dikatakan aditif jika f(x + y) = f(x) + f(y) untuk semua x,y∈ .
Buktikan bahwa jika f kontinu pada suatu titik x0, maka fungsi itu kontinu pada setiap ti-
tik dalam . (Lihat Latihan 4.2.12.)
13. Misalkan f fungsi aditif kontinu pada . Jika c = f(1), tunjukkan bahwa kita mempunyai
f(x) = cx untuk semua x∈ . [Petunjuk : Pertama-tama tunjukkan bahwa jika r suatu bi-
langan rasional, maka f(r) = cr.]
14. Misalkan g : → memenuhi hubungan g(x + y) = g(x)g(y) untuk semua x,y∈ . Tun-
jukkan bahwa jika g kontinu pada x = 0, maka g kontinu pada setiap titik dalam . Juga
jika kita mempunyai g(a) = 0 untuk suatu a ∈ , maka g(x) = 0 untuk semua x∈ .
15. Misalkan f,g : → kontinu pada suatu titik c, dan h(x) = sup{f(x), g(x)} untuk x∈ .
Tunjukkan bahwa h(x) = ½(f(x) + g(x)) + ½f(x) – g(x) untuk semua x∈ . Gunakan
hasil ini untuk menunjukkan bahwa h kontinu pada c.
16. Misalkan I = [a,b] dan f : I → terbatas dan kontinu pada I. Definisikan g : I → den-
gan g(x) = sup{f(t) : a ≤ t ≤ b} untuk semua x∈I. Buktikan bahwa g kontinu pada I.
PASAL 5.3 Fungsi-fungsi Kontinu pada Interval
Fungsi-fungsi yang kontinu pada interval-interval mempunyai sejumlah sifat
penting yang tidak dimiliki oleh fungsi kontinu pada umumnya. Dalam pasal ini kita
akan memperlihatkan beberapa hasil yang agak mendalam yang dapat dipandang
penting, dan yang akan diterapkan pada bagian-bagian selanjutnya.
5.3.1 Definisi Suatu fungsi f : A → dikatakan terbatas pada A, jika terda-
pat M > 0 sedemikan sehingga f(x) ≤ M untuk semua x∈A.
Dengan kata lain, suatu fungsi dikatakan terbatas jika range-nya merupakan suatu
himpunan terbatas dalam . Kita mencatat bahwa suatu fungsi kontinu tidak perlu terbatas.
Contohnya, fungsi f(x) = 1/x adalah fungsi kontinu pada himpunan A = {x∈ : x > 0}. Akan
tetapi, f tidak terbatas pada A. Kenyataannya, f(x) = 1/x tidak terbatas apabila dibatasi pada B
= {x∈ : 0 < x < 1}. Akan tetapi, f(x) = 1/x terbatas apabila dibatasi untuk himpunan C =
{x∈ : 1 ≤ x}, meskipun himpunan C tidak terbatas.
unsur X’ masuk kedalam I, maka menurut Teorema 3.2.6, x∈I. Karena f kontinu pada
x, dengan demikian barisan (f( xnr )) konvergen ke f(x). Kita selanjutnya menyimpul-
kan dari Teorema 3.2.2 bahwa kekonvergenan barisan (f( xnr )) mesti terbatas. Tetapi
Oleh karena itu pengandaian bahwa fungsi kontinu f tidak terbatas pada interval tertu-
tup dan terbatas I menimbulkan kontradiksi.
5.3.3 Definisi Misalkan A⊆ dan f : A → . Kita katakan f mempunyai
suatu maksimum mutlak pada A jika terdapat suatu titik x*∈A sedemikian se-
hingga
f(x*) ≥ f(x) untuk semua x∈A.
Kita katakan f mempunyai suatu minimum mutlak pada A jika terdapat suatu titik
x*∈A sedemikian sehingga
f(x*) ≤ f(x) untuk semua x∈A.
Kita katakan bahwa x* suatu titik maksimum mutlak untuk f pada A, dan x* suatu
titik minimum mutlak dari f pada A, jika titik-titik itu ada.
Kita perhatikan bahwa suatu fungsi kontinu pada himpunan A tidak perlu mempun-
yai suatu maksimum mutlak atau minimum mutlak pada himpunan tersebut. Sebagai contoh,
f(x) = 1/x, yang tidak mempunyai baik titik maksimum mutlak maupun minimum mutlak
pada himpunan A = {x∈ : x > 0}. (Lihat Gambar 5.3.1). Tidak adanya titik maksimum ab-
solut untuk f pada A karena f tidak terbatas diatas pada A, dan tidak ada titik yang mana f
mencapai nilai 0 = inf{f(x) : x∈A}. Fungsi yang sama tidak mempunyai baik suatu mak-
simum mutlak maupun minimum mutlak apabila dibatasi pada himpunan {x∈ : 0 < x < 1},
sedangkan fungsi ini mepumyai nilai maksimum mutlak dan juga minimum mutlak apabila
dibatasi pada himpunan {x∈ : 1 ≤ x ≤ 2}. Sebagai tambahan, f(x) = 1/x mempunyai suatu
maksimum mutlaktetapi tidak mempunyai minimum mutlak apabila dibatasi pada himpunan
{x∈ : x ≥ 1}, tetapi tidak mempunyai maksimum mutlak dan tidak mempunyai nilai mini-
mum mutlak apabila dibatasi pada himpunan {x∈ : x > 1}.
himpunan dari yang terbatas. Misalkan s* = sup f(I) dan s* = inf f(I). Kita claim
bahwa terdapat titik-titik x* dan x* sedemikian sehingga s* = f(x*) dan s* = f(x*). Kita
akan memperlihatkan bahwa keberadaan titik x*, meninggalkan pembuktian eksistensi
dari x* untuk pembaca.
vergen ke suatu bilangan x*. Karena unsur-unsur dari X’ termasuk dalam I = [a,b],
maka mengikuti Teorema 3.2.6 bahwa x*∈I. Oleh karena itu f kontinu pada x* dengan
demikian lim (f( xnr )) = f(x*). Karena itu mengikuti (#) bahwa
1
s* - < f( xnr ) ≤ s* untuk r∈ ,
nr
kita menyimpulkan dari Teorema Apit 3.2.7 bahwa lim (f( xnr )) = s*. Oleh karena itu
kita mempunyai
f(x*) = lim (f( xnr )) = s* = sup f(I).
Kita simpulkan bahwa x* adalah suatu titik maksimum mutlak dari f pada I.
Hasil berikut memberikan suatu dasar untu lokasi akar dari fungsi-fungsi kon-
tinu. Pembuktiannya memberikan juga suatu algoritma untuk pencarian akar dan da-
pat dengan mudah diprogram untuk suatu komputer. Suatu alternatif pembuktian dari
teorema ini ditunjukkan dalam Latihan 5.3.8.
5.3.5 Teorema Lokasi Akar Misalkan I suatu interval dan f : I → fungsi
kontinu pada I. Jika α < β bilangan-bilangan dalam I sedemikian sehingga f(α) < 0 <
f(β) (atau sedemikian sehingga f(α) > 0 > f(β)), maka terdapat bilangan c∈(α,β)
sedemikian sehingga f(c) = 0.
Bukti. Kita asumsikan bahwa f(α) < 0 < f(β). Misalkan I1 = [α,β] dan γ = ½(α
+ β). Jika f(γ) = 0 kita ambil c = γ dan bukti lengkap. Jika f(γ) > 0 kita tetapkan α2 =
α, β2 = γ, sedangkan jika f(γ) < 0 kita tetapkan α2 = γ, β2 = β. Dalam kasus apapun,
kita tetapkan I2 = [α2,β2], dimana f(α2) < 0 dan f(β2) > 0. Kita lanjutkan proses biseksi
ini.
Anggaplah bahwa kita telah mempunyai interval-interval I1, I2, …, Ik = [αk,βk]
yang diperoleh dengan biseksi secara berturut-turut dan sedemikian sehingga f(αk) < 0
dan f(βk) > 0. Misalkan γk = ½(αk + βk). Jika f(γk) = 0 kita ambil c = γk dan bukti
lengkap. Jika f(γk) > 0 kita tetapkan αk+1 = αk, βk+1 = γk, sedangkan jika f(γk) < 0 kita
tetapkan αk+1 = γk, βk+1 = βk. Dalam kasus apapun, kita tetapkan Ik+1 = [αk+1,βk+1],
dimana
f(αk+1) < 0 dan f(βk+1) > 0.
Jika proses ini diakhiri dengan penetapan suatu titik γn sedemikian sehingga f(γn) =0,
pembuktian selesai. Jika proses ini tidak berakhir, kita memperoleh suatu barisan
nested dari interval-interval tutup In = [αn,βn], n∈ . Karena interval-interval ini
diperoleh dengan biseksi berulang, kita mempunyai βn - αn = (β - α)/2n – 1. Mengikuti
Sifat Interval Nested 2. 6.1 bahwa terdapat suatu titik c dalam In untuk semua n∈ .
Karena αn ≤ c ≤ βn untuk semua n∈ , kita mempunyai 0 ≤ c - αn ≤ βn - αn = (β -
α)/2n – 1, dan 0 ≤ βn – c ≤ βn - αn = (β - α)/2n – 1. Dari sini diperoleh bahwa c = lim
(αn) dan c = lim (βn). Karena f kontinu pada c, kita mempunyai
lim (f(αn)) = f(c) = lim (f(βn)).
Karena f(βn) ≥ 0 untuk semua n∈ , maka mengikuti Teorema 3.2.4 bahwa f(c) = lim
(f(βn)) ≥ 0. Juga Karena f(αn) ≤ 0 untuk semua n∈ , maka mengikuti hasil yang sama
(gunakan –f) bahwa f(c) = lim (f(αn)) ≤ 0. Oleh karena itu kita mesti mempunyai f(c) =
0. Akibatnya c merupakan akar dari f.
Hasil berikut adalah generalisasi dari teorema sebelumnya. Ini menjamin
bahwa suatu fungsi kontinu pada suatu interval memuat sejumlah bilangan yang ma-
suk diantara dua nilainya.
Bukti. Jika kita memisalkan m = inf f(I) dan M = sup f(I), maka mengetahui
dari Teorema Maksimum-Minimum 5.3.4 bahwa m dan M masuk dalam f(I). Selain
itu, kita mempunyai f(I) ⊆ [m,M]. Di pihak lain, jika k sebarang unsur dari [m,M],
maka menurut Teotema Akibat sebelumnya bahwa terdapat suatu titik c∈I sedemikian
sehingga k = f(c). Dari sini, k∈f(I) dan kita menyimpulkan bahwa [m,M]⊆f(I). Oleh
M
f(b)
f(a)
m
a x* x* b
val buka tidak perlu suatu interval buka, dan peta kontinu dari suatu interval tertutup
tak terbatas tidak perlu interval tertutup. Memang, jika f(x) = 1/(x2 + 1) untuk xε ,
maka f kontinu pada [lihat Contoh 5.2.4(b)]. Mudah untuk melihat bahwa jika I1 =
(-1,1), maka f(I1) = (½,1], yang mana bukan suatu interval buka. Juga, jika I2 = [0,∞),
maka f(I2) = (0,1] yang mana bukan interval tutup. (Lihat Gambar 5.3.4.)
Untuk membuktikan Teorema Pengawetan Interval 5.3.10, kita perlu lemma
pencirian interval berikut.
suatu batas atas darin S dengan demikian terdapat y∈S dengan z < y. Akibatnya,
z∈[x,y] dan sifat (*) mengakibatkan z∈[x,y]⊆S. Karena z unsur sebarang dalam (a,b),
maka disimpulkan bahwa (a,b) ⊆ S.
Jika a∉S dan b∉S, maka kita mempunyai S = (a,b); jika a∉S dan b∈S kita
mempunyai S = (a,b]; jika a∈S dan b∉S kita mempunyai S = [a,b); dan jika a∈S dan
b∈S kita mempunyai S = [a,b].
(ii) Misalkan b = sup S. Jika s∈S maka s ≤ b dengan demikian kita mesti
mempunyai S⊆(-∞,b]. Kita claim bahwa (-∞,b)⊆S. Karena, jika z∈(-∞,b), argumen
yang diberikan (i) mengakibatkan terdapat x,y∈S sedemikian sehingga [x,y]⊆S. Oleh
karena itu (-∞,b)⊆S.
Jika b∉S, maka kita mempunyai S = (-∞,b); jika b∈S, maka kita mempunyai S
= (-∞,b].
(iii) Misalkan a = inf S dan memperlihatkan seperti dalam (ii). Dalam ka-
sus ini kita mempunyai S = (a,∞) jika a∉S, dan S = [a,∞) jika a∈S.
(iv) Jika z∈ , maka argumen yang diberikan pada (i) mengakibatkan
bahwa terdapat x,y∈S sedemikian sehingga z∈[x,y]⊆S. Oleh karena itu ⊆S, dengan
demikian S = (-∞,∞).
Jadi, dalam semua kasus, S merupakan suatu interval.
5.3.10 Teorema Pengawetan Interval Misalkan I suatu interval dan f : I →
kontinu pada I. Maka himpunan f(I) merupakan suatu interval.
Bukti. Misalkan α,β∈f(I) dengan α < β; maka terdapat titik-titik a,b∈I
sedemikian sehingga α = f(a) dan β = f(b). Selanjutnya, menurut Teorema Nilai
Antara Bolzano 5.3.6 bahwa jika k∈(α,β) maka terdapat suatu c∈I dengan k =
f(c)∈f(I). Oleh karena itu [α,β]⊆f(I), meninjukkan bahwa f(I) memiliki sifat (*) pada
lemma sebelumnya. Oleh karena itu f(I) merupakan suatu interval.
Latihan-latihan
1. Misalkan I = [a,b] dan f : I → fungsi kontinu sedemikian sehingga f(x) > 0 untuk
setiap x∈I. Buktikan bahwa terdapat suatu α > 0 sedemikian sehingga f(x) ≥ α untuk se-
mua x∈I.
2. Misalkan I = [a,b] dan f : I → dan g : I → fungsi kontinu pada I. Tunjukkan bahwa
himpunan E = {x∈I : f(x) = g(x)} mempunyai sifat bahwa jika (xn)⊆E dan xn→ x0, maka
x0∈E.
3. Misalkan I = [a,b] dan f : I → fungsi kontinu pada I sedemikian sehingga untuk setiap
x dalam I terdapat y dalam I sedemikian sehingga f(y) ≤ ½f(x). Buktikan bahwa ter-
dapat suatu titik c dalam I sedemikian sehingga f(c).
4. Tunjukkan bahwa setiap polinomial derajat ganjil dengan koefisien real mempunyai pal-
ing sedikit akar real.
5. Tunjukkan bahwa polinomial p(x) = x4 + 7x3 – 9 mempunyai paling sedikit dua akar real.
Gunakan kalkulator untuk menemukan akar-akar ini hingga dua tempat desimal.
6. Misalkan f kontinu pada interval [0,1] ke dan sedemikian sehingga f(0) = f(1). Bukti-
kan bahwa terdapat suatu titik c dalam [0,½] sedemikian sehingga f(c) = f(c + ½). [Petun-
juk : Pandang g(x) = f(x) – f(x +½).] Simpulkan bahwa , sebarang waktu, terdapat titik-
titik antipodal pada equator bumi yang mempunyai temperatur yang sama.
7. Tunjukkan bahwa persamaan x = cos x mempunyai suatu solusi dalam interval [0,π/2].
Gunakan prosedur biseksi dalam pembuktian Teorema Pencarian Akar dan kalkulator un-
tuk menemukan suatu solusi oproksimasi dari persamaan ini, teliti sampai dua tempat de-
simal.
8. Misalkan I = [a,b] dan f : I → fungsi kontinu pada I dan misalkan f(a) < 0, f(b) > 0.
Misalkan pula W = {x∈I : f(x) < 0}, dan w = sup W. Buktikan bahwa f(w) = 0. (Ini
memberikan suatu alternatif pembuktian Teorema 5.3.5.)
9. Misalkan I = [0,π/2], dan f : I → didefinisikan oleh f(x) = sup {x2,cos x} untuk x∈I.
Tunjukkan terdapat suatu titik minimum mutlak x0∈I untuk f pada I. Tunjukkan bahwa x0
merupakan suatu solusi untuk persamaan cos x = x2.
10. Andaikan bahwa f : → kontinu pada dan bahwa lim f = 0 dan lim f = 0.
x → −∞ x→∞
Buktikan bahwa f terbatas pada dan mencapai maksimum atau minimum pada .
Berikan contoh untuk menunjukkan bahwa maksimum dan minimum, keduanya, tidak
perlu dicapai.
11. Misalkan f : → kontinu pada dan β∈ . Tunjukkan bahwa jika x0∈ sedemikian
sehingga f(x0) < β , maka terdapat suatu lingkungan-δ U dari x0 sedemikian sehingga f(x)
< β untuk semua x∈U.
12. Ujilah bahwa interval-interval buka [atau, tutup] dipertakan oleh f(x) = x2 untuk x∈
pada interval-interval buka [atau, tutup].
13. Ujilah pemetaan dari interval-interval buka [atau, tutup] dibawah fungsi-fungsi g(x) =
1/(x2 + 1) dan h(x) = x3 untuk x∈ .
14. Jika f : [0,1] → kontinu dan hanya mempunyai nilai-nilai rasional [atau, nilai-nilai
irasional], mesti f fungsi konstan.
15. Misalkan I = [a,b] dan f : I → suatu fungsi (tidak perlu kontinu) dengan sifat bahwa
untuk setiap x∈I, fungsi f terbatas pada suatu lingkungan Vδ x ( x ) dari x (dalam penger-
terbatas pada J.
menghasilkan ketaksamaan
(3) g(x) – g(u) ≤ (2/u2)x - u.
Akibatnya, jika x - u < δ(ε,u), ketaksamaan (3) dan definisi (2) mengakibatkan
g(x) – g(u) < (2/u2)(½u2ε) = ε
Kita telah melihat bahwa pemilihan δ(ε,u) oleh formula (2) “works” dalam pengertian
bahwa pemilihan itu memungkinkan kita untuk memberikan nilai δ yang akan men-
jamin bahwa g(x) – g(u) < ε apabila x - u < δ dan x,u∈A. Kita perhatikan bahwa
nilai δ(ε,u) yang diberikan pada (2) tidak memunculkan satu nilai δ(ε) > 0 yang akan
“work” untuk semua u > 0 secara simultan, karena inf{δ(ε,u) : u > 0} = 0.
Suatu tanda bagi pembaca akan mempunyai pengamatan bahwa terdapat pili-
han lain yang dapat dibuat untuk δ. (Sebagai contoh kita juga dapat memilih δ1(ε,u) =
inf{ 13 u, 2
3
u2ε}, sebagaimana pembaca dapat tunjukkan; akan tetapi kita masih mem-
punyai inf{δ(ε,u) : u > 0} = 0.) Kenyataannya, tidak ada cara pemilihan satu nilai δ
yang akan “work” untuk semua u > 0 untuk fungsi g(x) = 1/x, seperti kita akan lihat.
Situasi di atas diperlihatkan secara grafik dalam Gambar 5.4.1 dan 5.4.2 di-
mana, untuk lingkungan-ε yang diberikan sekitar f(2) = ½ dan f(½) = 2, sesuai den-
gan nilai maksimum dari δ terlihat sangat berbeda. Seperti u menuju 0, nilai δ yang
diperbolehkan menuju 0.
Ini jelas bahwa jika f kontinu seragam pada A, maka f kontinu seragam pada
setiap titk dalam A. Akan tetapi, secara umum konversnya tidak berlaku, sebagaimana
telah ditunjukkan oleh fungsi g(x) = 1/x pada himpunan A = {x∈ : x > 0}.
(iii) Terdapat ε0 > 0 dan dua barisan (xn) dan (un) dalam A sedemikian se-
hingga lim (xn – un) = 0 dan f(xn) – f(un) ≥ ε0 untuk semua n∈ .
Kita dapat menggunakan hasil ini untuk menunjukkan bahwa g(x) = 1/x kon-
tinu tidak seragam pada A = {x∈ : x > 0}. Karena, jika xn = 1/n dan un = 1/(n + 1),
maka kita mempunyai lim (xn – un) = 0, tetapi g(x) – g(u) = 1 untuk semua n∈ .
Sekarang kita menyajikan suatu hasil penting yang menjamin bahwa suatu
fungsi kontinu pada interval tertutup dan terbatas I adalah kontinu seragam pada I.
Bukti. Jika f tidak kontinu seragam pada I maka menurut hasil sebelumnya,
terdapat ε0 > 0 dan dua barisan (xn) dan (un) dalam A sedemikian sehingga xn - un <
1/n dan f(xn) – f(un) > ε0 untuk semua n∈ . Karena I terbatas, barisan (xn) terbatas;
menurut Teorema Bolzano-Weierstrass 3.4.7 terdapat subbarisan ( xnk ) dari (xn) yang
konvergen ke suatu unsur z. Karena I tertutup, limit z masuk dalam I, menuurt Teo-
rema 3.2.6. Ini jelas bahwa subbarisan yang bersesuaian ( unk ) juga konvergen ke z,
karena
Sekarang jika f kontinu pada titik z, maka barisan (f(xn)) dan (f(un)) mesti
konvergen ke f(z). Akan tetapi ini tidak mungkin karena
f(xn) – f(un) ≥ ε0
untuk semua n∈ . Jadi hipotesis bahwa f tidak kontinu seragam pada interval tutup
dan terbatas I mengakibatkan f tidak kontinu pada suatu titik z∈I. Akibatnya, jika f
kontinu pada setiap titik dalam I, maka f kontinu seragam pada I.
Fungsi-fungsi Lipschitz
Jika suatu fungsi kontinu seragam diberikan pada suatu himpunan yang meru-
pakan interval tidak tertutup dan terbatas, maka kadang-kadang sulit untuk menun-
jukkan kekontinuan seragamnya. Akan tetapi, terdapat suatu syarat yang selalu terjadi
yang cukup untuk menjamin kekontinuan secara seragam.
Bukti. Jika syarat Lipschitz dipenuhi dengan konstanta K, maka diberikan ε >
0 sebarang, kita dapat memilih δ = ε/K. Jika x,u∈A dan memenuhi x - u < δ, maka
f(x) – f(u) < K(ε/K) = ε
Oleh karena itu, f kontinu seragam pada A.
5.4.6 Contoh-contoh (a) Jika f(x) = x2 pada A = [0,b], dimana b suatu kon-
stanta positif, maka
f(x) – f(u) = x + ux -u ≤ 2bx - u
untuk semua x,u dalam [0,b]. Jadi f memenuhi syarat Lipschitz dengan konstanta K =
2b pada A, dan oleh karena itu f kontinu seragam pada A. Tentu saja, karena fkontinu
pada A yang merupakan interval tertutup dan terbatas, ini dapat juga disimpulkan dari
Teorema Kekontinuan Seragam. (Perhatikan bahwa f tidak memenuhi kondisi
Lipschitz pada interval [0,∞).)
(b) Tidak semua fungsi yang kontinu seragam merupakan fungsi Lipschitz.
Misalkan g(x) = x untuk x dalam interval tertutup dan terbatas I = [0,2]. Karena g
kontinu pada I, maka menurut Teorema Kekontinuan Seragam 5.4.3, g kontinu
seragam pada I. Akan tetapi, tidak terdapat bilaknagn K > 0 sedemikian sehingga
g(x) ≤ Kx untuk semua x∈I. (Mengapa tidak?) Oleh karena itu, g bukan suatu
fungsi Lipschitz pada I.
(c) Teorema Kekontinuan Seragam dan Teorema 5.4.5 kadang-kadang dapat
dikombinasikan untuk memperlihatkan kekontinuan seragam dari suatu fungsi pada
suatu himpunan. Kita pandang g(x) = x pada himpunan A = [0,∞). Kekontinuan
seragam dari g pada interval I = [0,2] mengikuti Teorema Kekontinuan Seragam
seperti dicatat dalam (b). Jika J = [1,∞), maka jika x dan u dalam J, kita mempunyai
g(x) – g(u) = x - u = x−u ≤ ½x - u
x + u
Jadi g suatu fungsi Lipschitz pada J dengan konstanta K = ½, dan dari sini menurut
Teorema 5.4.5, g kontinu seragam pada [1,∞). Karena A = I∪J, ini berarti [dengan
pemilihan δ(ε) = inf{1,δI(ε),δJ(ε)}] bahwa g kontinu seragam pada A. Kita tinggalkan
detailnya untuk pembaca.
Bukti. Misalkan (xn) barisan Cauchy dalam A, dan ε > 0 diberikan. Pertama-
tama pilih δ > 0 sedemikian sehingga jika x,u dalam A memenuhi x - u < δ, maka
f(x) – f(u) < ε. Karena (xn) barisan Cauchy, maka terdapat H(δ) sedemikian se-
hingga xn - xm < δ untuk semua n,m > H(δ). Dengan pemilihan δ, ini mengakibat-
kan bahwa untuk n,m > H(δ), kita mempunyai f(xn) – f(xm) < ε. Oleh karena itu ba-
risan (f(xn)) barisan Cauchy.
Hasil di atas memberikan kita suatu cara alternatif dalam melihat bahwa f(x) =
1/x tidak kontinu seragam pada (0,1). Kita perhatikan bahwa barisan yang diberikan
oleh xn = 1/n dalam (0,1) merupakan barisan Cauchy, tetapi barisan petanya, dimana
f(xn) = n untuk semua n∈ bukan barusan Cauchy.
gunaan Kriteria Sekuensial untuk limit. Jika (xn) barisan dalam (a,b) dengan lim (xn)
= a, maka barisan ini barisan Cauchy, dan dengan demikian konvergen menurut Teo-
rema 3.5.4. Jadi lim (f(xn)) = L ada. Jika (un) sebarang barisan lain dalam (a,b) yang
konvergen ke a, maka lim (un - xn) = a – a = 0, dengan demikian oleh kekontinuan
seragam dari f kita mempunyai
Lim (f(un)) = lim (f(un) – f(xn)) + lim (f(xn))
= 0 + L = L.
Karena kita memperoleh nilai L yang sama untuk sebarang barisan yang konvergen ke
a, maka dari Kriteria Sekuensial untuk limit kita menyimoulkan bahwa f mempunyai
limit L pada a. Argumen yang sama digunakan untuk IbI, dengan demikian kita sim-
pulkan bahwa f mempunyai perluasan kontinu untuk interval [a,b].
Karena lim dari f(x) = sin(1/x) pada 0 tidak ada,
kita menegaskan dari Teorema Perluasan Kontinu bahwa fungsi ini tidak kontinu
seragam pada (0,b] untuk sebarang b > 0. Di pihak lain, karena lim x sin (1 x ) = 0 ada,
x →0
maka fungsi g(x) = x sin (1/x) kontinu seragam pada (0,b) untuk semua b > 0.
Aproksimasi
Dalam banyak aplikasi adalah penting untuk dapat
mengaproksimasi fungsi-fungsi kontinu dengan suatu fungsi yang memiliki sifat-sifat
dasar. Meskipun terdapat variasi definisi yang dapat digunakan untuk membuat kata
“aproksimasi” lebih tepat, satu diantaranya yang sangat alami (dan juga salah satu
yang terpenting) adalah memaksa bahwa setiap titik dari domain yang diberikan,
fungsi aproksimasinya akan tidak berbeda dari fungsi yang diberikan dengan lebih
kecil dari kesalahan yang ditentukan.
0, - 2 ≤ x < 1,
1, - 1 ≤ x < 0,
12 , 0 < x < 12 ,
s(x) =
3, 2 ≤ x < 1,
1
− 2, 1 ≤ x ≤ 3,
2, 3 < x ≤ 4,
(
[
[
(
[
[
(
(
(
[ x
[
[
itu ketaksamaan ini berlaku untuk semua x∈I. (Lihat Gambar 5.4.5.)
n n! n(n − k ) (n − k + 1)
= =
k k! (n − k )! 1⋅ 2 k
sedemikian sehingga f(x) – f(y) < ε untuk semua x,y∈[0,1] dengan x - y < δ(ε),
dan jika M ≥ f(x) untuk semua x∈[0,1], maka kita dapat memilih
(6) nε =sup{(δ(ε/2)-4,M2/ε2}.
Menaksir (6) memberikan informasi tentang seberapa besar n yang mesti kita pilih
agar Bn mengaproksimasi f tidak melebihi ε.
Teorema Aproksimasi Weierstrass 5.4.14 dapat
diperoleh dari Teorema Aproksimasi Bernsteîn 5.4.15 dengan suatu pengubahan vari-
abel. Secara khusus, kita ganti f : [a,b] → dengan fungsi F : [0,1] → yang dide-
finisikan oleh
F(t) = f(a + (b – a)t) untuk t∈[0,1].
Fungsi F dapat diaproksimasi dengan polinmial Bernsteîn untuk F pada interval [0,1],
yang mana selanjutnya menghhasilkan polinomial pada [a,b] yang mengaproksimasi f.
Latihan-latihan
1. Tunjukkan bahwa fungsi f(x) = 1/x kontinu seragam pada himpunan A = [a,∞),
dimana a suatu konstanta positif.
2. Tunjukkan bahwa fungsi f(x) 1/x2 kontinu seragam pada A = [1,∞), tetapi tidak
kontinu seragam pada B = (0,∞).
3. Gunakan Kriteria Kekontinuan Tak-Seragam 5.4.2 untuk menunjukkan bahwa
fungsi-fungsi berkut ini tidak kontinu seragam pada himpunan yang diberikan.
(a) f(x) = x2 A =[0,∞);
(b) g(x) = sin(1/x) B = (0,∞).
4. Tunjukkan bahwa fungsi f(x) = 1/(1 + x2) untuk x∈ kontinu seragam pada
5. Tunjukkan bahwa jika f dan g kontinu seragam pada A⊆ , maka f + g juga kon-
tinu seragam pada A.
6. Tunjukkan bahwa jika f dan g kontinu seragam pada A⊆ dan jika kedua-duanya
terbatas pada A, maka hasil kali fg juga fungsi kontinu seragam.
7. Jika f(x) = x dan g(x) = sin x, tunjukkan bahwa f dan g kontinu seragam pada ,
tetapi hasil kali fg tidak kontinu seragam pada .
8. Buktikan bahwa jika f dan g masing-masing kontinu seragam pada maka fungsi
komposisinya f o g juga kontinu seragam pada .
9. Jika f kontinu seragam pada A⊆ , dan f(x) ≥ k > 0 untuk semua x∈A, tunjuk-
kan bahwa 1/f kontinu seragam pada A.
10. Buktikan bahwa jika f kontinu seragam pada suatu himpunan A⊆ yang terbatas,
maka f terbatas pada A.
11. Jika g(x) = x untuk x∈[0,1], tunjukkan bahwa tidak terdapat suatu konstanta K
sedemikian sehingga g(x) ≤ Kx untuk semua x∈[0,1]. Berikan kesimpulan
bahwa g kontinu seragam yang tidak merupakan fungsi Lipschitz pada [0,1].
12. Tunjukkan bahwa jikaf kontinu pada [0,∞) dan kontinu seragam pada [a,∞) untuk
suatu konstanta positif a, maka f kontinu seragam pada [0,∞).
13. Misalkan A⊆ dan f : A → memiliki difat: untuk setiap ε > 0 terdapat suatu
fungsi gε : A → sedemikian sehingga gε kontinu seragam pada A dan f(x) -
gε(x) < ε untuk semua x∈A. Buktikan bahwa f kontinu seragam pada A.
14. Suatu fungsi f : → dikatakan fungsi periodik pada A jika terdapat suatu
bilangan p > 0 sedemikian sehingga f(x + p) = f(x) untuk semua x∈ . Buktikan
bahwa suatu fungsi periodik kontinu pada adalah terbatas dan kontinu seragam
pada .
15. Jika f0(x) = 1 untuk x∈[0,1], Hitunglah beberapa polinomial pertama Bernsteîn
untuk f0.Tunjukkan bahwa polinomial ini serupa dengan f0. [Petunjuk: Teorema
n n
Binomial menyatakan bahwa (a + b)n = ∑ k a k b n − k ].
k =0
16. Jika f1(x) = x untuk x∈[0,1], Hitunglah beberapa polinomial pertama Bernsteîn
untuk f1.Tunjukkan bahwa polinomial ini serupa dengan f1.
17. Jika f2(x) = x2 untuk x∈(0,1), Hitunglah beberapa polinomial pertama Bernsteîn
untuk f2.Tunjukkan bahwa Bn(x) = (1 –1/n)x2 + (1/n)x.
18. Gunakan hasil latihan sebelumnya untuk f2, seberapa besarnya n sedemikian se-
hingga polinomial Bernsteîn ke-n Bn untuk f2 memenuhi f2(x) – Bn(x) ≤ 0,001
untuk semua x∈[0,1].
Bukti. Pertama-tama kita perhatikan jika x∈I dan x < c, maka f(x) ≤ f(c). Dari
sini himpunan {f(x) : x∈I, x < c}, yang mana tidak kosong karena c bukan titik ujung
dari I, terbatas diatas oleh f(c). Jadi ini menunjukkan bahwa supremumnya ada; kita
simbol dengan L. Jika ε > 0 diberikan, maka L - ε bukan suatu batas atas dari him-
punan ini. Dari sini, terdapat yε ∈I, yε < c sedemikian sehingga L - ε < f(yε) ≤ L.
Karena f fungsi naik, kita simpulkan bahwa jika δ(ε) = c - yε dan jika 0 < c – y < δ(ε),
maka ), maka yε < y < c dengan demikian
L - ε < f(yε) ≤ f(y) ≤ L
Oleh karena itu f(y) - L < ε bila 0 < c – y < δ(ε). Karena ε > 0 sebarang, kita kata-
kan bahwa (i) berlaku.
Pembuktian bagian (ii) dilakukan dengan cara serupa.
Hasil berikut memberikan kriteria untuk kekontinuan dari fungsi naik f pada
suatu titik c yang bukan titik ujung interval pada mana f didefinisikan.
5.5.2 Akibat Misalkan I⊆ suatu interval dan f : I → naik pada I. An-
daikan bahwa c∈I bukan titik ujung dari I. Maka pernyataan-pernyataan berikut ini
ekuivalen.
(a) f kontinu pada c.
(b) lim f = f(c) = lim f
x →c − x →c +
Misalkan I suatu interval dan f : I → suatu fungsi naik. Jika a titik ujung
kiri dari I, maka merupakan suatu latihan untuk menunjukkan bahwa f kontinu pada a
jika dan hanya jika
f(a) = inf{f(x) : x∈I, a < x}
atau jika hanya jika lim f . Syarat yang serupa diterapkan pada suatu titik ujung
x →a +
jf(c)
{
Jika f : I → fungsi naik pada I dan jika c bukan suatu titik ujung dari I, kita
definisikan lompatan dari f pada c sebagai jf(c) = lim f - lim f . (Lihat Gambar
x →c + x →c −
dari I masuk dalam I, kita mendefinisikan lompatan dari f pada b menjadi jf(b) =
f(b) - lim f .
x →b −
Bukti. Jika c bukan suatu titik ujung, ini secara mudah mengikuti Akibat
5.5.2. Jika c∈I titik kiri ujung dari I, maka f kontinu pada c jika dan hanya jika f(c) =
lim f , yang mana ekuivalen dengan jf(c) = 0. Cara serupa juga dapat diperoleh un-
x →c +
Bukti. Kita akan menganggap bahwa f fungsi naik pada I. Mengikuti Teorema
5.5.3 bahwa D = {x∈I : jf(x) ≠ 0}. Kita akan memandang kasus bahwa I = [a,b] suatu
interval tertutup dan terbatas, ditinggalkan kasus lain sebagai latihan bagi pembaca.
Pertama-tama kita perhatikan bahwa karena f fungsi naik, maka jf(c) ≥ 0 untuk
semua c∈I. Selain itu, jika a ≤ x1 < … < xn ≤ b, maka (mengapa?) kita mempunyai
f(a) ≤ f(a) + jf(x1) < … < jf(xn) ≤ f(b),
yang mana berarti bahwa
jf(x1) < … < jf(xn) ≤ f(b) – f(a).
(Lihat Gambar 5.5.2.) Akibatnya bisa terdapat paling banyak k buah titik dalam I =
[a,b] dimana jf(x) ≥ (f(b) – f(a))/k. Kita simpulkan bahwa terdapat paling banyak satu
titik x∈I dimana jf(x) ≥ f(b) – f(a); terdapat baling banyak dua titik dalam I dimana
jf(x) ≥ (f(b) – f(a))/2; terdapat baling banyak tiga titik dalam I dimana jf(x) ≥ (f(b) –
f(a))/3; dan seterusnya. Oleh karena itu terdapat paling banyak sejuemlah terhitung
titik-titik x dimana jf(x) > 0. Akan tetapi karena setiap titik dalam D mesti masuk
dalam himpunan ini, kita simpulkan bahwa D himpunan terhitung.
dan jika h kontinu pada satu titik x0, maka h kontinu pada setiap titik dalam . Ini
berarti bahwa jika h merupakan fungsi monotan yang memenuhi (*), maka h mesti
{
jf(x4) f(b)
{
jf(x3)
f(b) - f(a)
{
jf(x2)
jf(x1) {
f(a)
a x1 x2 x3 x4 b
kontinu pada .
x
jg(c)
{.
o
g(c)
c
J
Bukti. Kita pandang kasus f fungsi naik murni, meninggalkan kasus bahwa f
fungsi turun murni untuk pembaca.
Karena f kontinu dan I suatu interval, maka menurut Teorema Pengawetan In-
terval 5.3.10, J = f(I) suatu interval. Selain itu, karena f naik murni pada I, maka f
fungsi injektif pada I; oleh karena itu fungsi g : J → invers dari f ada. Kita claim
bahwa g naik murni. Memang, jika y1 < y2, maka y1 = f(x1) dan y2 = f(x2) untuk suatu
x1, x2∈I. Kita mesti mempunyai x1 < x2; untuk hal lain x1 ≥ x2, mengakibatkan y1 =
f(x1) ≥ f(x2) = y2, bertentangan dengan hipotesis bahwa y1 < y2. Oleh karena itu kita
mempunyai
g(y1) = x1 < x2 = g(x2).
Karena y1 dan y2 sebarang unsur dalam J dengan y1 < y2, kita simpulkan bahwa g naik
murni pada J.
Jika kita memilih sebarang x ≠ g(c) yang memenuhi lim g < x < lim g , maka x
x →c − x →c +
mempunyai sifat bahwa x ≠ g(y) untuk sebarang y∈J. (Lihat Gambar 5.5.3.) Dari sini
x∉I, yang mana kontradikdi dengan fakta bahwa I suatu interval. Oleh karena itu kita
menyimpulkan bahwa g kontinu pada J.
Kita menyimpulkan dari Teorema Invers Kontinu 5.5.5 bahwa fungsi g yaitu
invers dari f(x) = xn pada I = [0.) naik murni dan kontinu pada J = [0,). Kita lazimnya
menuliskan
Mengikuti Teorema Invers Kontinu 5.5.5, fungsi G yaitu invers dari F(x) = xn
untuk x∈ , adalah fungsi naik murni dan kontinu pada . Kita lazimnay menuliskan
5.5.6 Definisi (i) Jika m,n∈ dan x ≥ 0, kita definisikan xm/n = (x1/n)m. (ii)
Jika m,n∈ dan x > 0, kita definisikan x-m/n = (x1/n)-m.
Dari sini kita telah mendefinisikan xr apabila r bilangan rasional dan x > 0.
Grafik dari x ξ xr bergantung pada apakah r > 1, r = 1, 0 < r < 1, r = 0, atau r < 0. (Li-
hat Ganbar 5.5.8.) Karena suatu bilangan rasional r∈ dapat ditulis dalam bentuk r =
m/n dengan m∈ , n∈ , dalam banyak cara, akan diunjukkan bahwa Definisi 5.5.6
tidak berarti ganda. Yaitu, jika r = m/n = p/q dengan m,p∈ dan n,q∈ dan jika x >
0, maka (x1/n)m = (x1/q)p. Kita tinggalkan sebagai latihan bagi pembaca untuk mem-
buktikan hubungan ini.
Bukti. Jika x > 0 dan m,n∈ , maka (xm)n = xmn = (xn)m. Sekarang misalkan y
= xm/n = (x1/n)m > 0 dengan demikian yn = ((x1/n)m)n = ((x1/n)n)m = xm. Oleh karena itu
Pembaca akan menunjukkan juga, sebagai latihan, bahwa jika x > 0 dan
r,s∈ , maka
xrxs = xr + s =xsxr dan (xr)s = xrs = (xs)r.
Latihan-latihan
1. Jika I = [a,b] suatu interval dan f : I → suatu fungsi naik, maka titik a [atau juga, b]
suatu titik minimum mutlak [atau juga, titik maksimum absolut] untuk f pada I. Jika f
suatu fungsi naik murni, maka a merupakan satu-satunya titik minimum mutlak untuk f
pada I.
2. Jika f dan g fungsi-fungsi naik pada suatu interval I⊆ , tunjukkan bahwa f + g juga
suatu fungsi naik pada I. Jika f juga fungsi naik murni pada I, maka f + g fungsi naik
murni pada I.
3. Tunjukkan bahwa f(x) = x dan g(x) = x – 1 naik murni pada I = [0,1], akan tetapi hasil
kali fg tidak naik pada I.
4. Tunjukkan bahwa jika f dan g fungsi-fingsi positif naik pada suatu interval I, maka
fungsi hasil-kalinya fg merupakan fungsi naik pada I.
5. Tunjukkan bahwa jika I = [a,b] dan f : I → fungsi naik pada I, maka f kontinu pada a
jika dan hanya jika f(a) = inf{f(x) : x∈(a,b]}.
semua x∈I. (Dari sini f adalah fungsi invers untuk dirinya sendiri!) Tunjukkan bahwa f
kontinu hanya pada x = ½.
10. Misalkan I = [a,b] dan f : I → kontinu pada I. Jika f mempunyai suatu maksimum mut-
lak [atau, minimum mutlak] pada suatu titik interior c dari I, tunjukkan bahwa f bukan in-
jektif pada I.
11. Misalkan f(x) = x untuk x∈[0,1], dan f(x) = x + 1 untuk x∈(1,2]. Tunjukkan bahwa f dan
f-1 merupakan fungsi-fungsi naik murni. Apakah f dan f-1 kontinu pada setiap titik?
12. Misalkan f : [0,1] → suatu fungsi kontinu yang tidak memuat sebarang dari nilai-
nilainya dua kali dan dengan f(0) < f(1). Tunjukkan bahwa f fungsi naik murni pada [0,1].
13. Misalkan h : [0,1] → suatu fungsi yang memuat nilai-nilainya tepat dua kali. Tunjuk-
kan bahwa h tidak kontinu pada setiap titik. [Petunjuk : Jika c1 < c2 titik-titik dimana h
mencapai supremumnya, tunjukkan bahwa c1 = 0, c2 = 1. Sekarang titik-titik dimana h
mencapai infimumnya.]
14. Misalkan x∈ , x > 0. Tunjukkan bahwa jika m,p∈ , n,q∈ , dan mq = np, maka (x1/n)m
= (x1/q)p.
15. Jika x∈ , x > 0, dan jika r,s∈ , tunjukkan bahwa x x = x
r s r+s
=xsxr dan (xr)s = xrs =
(xs)r.
Bartle, Robert G. 1992. Introductions to Real Analysis. Second edition. New York :
John Wiley & Sons, Inc.