You are on page 1of 25

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Sedimentologi merupakan ilmu yang mempelajari batuan sedimen dan proses


pembentukannya, seperti klasifikasinya, originnya, dan interpretasinya. Sedimen
merupakan material lepas hasil rombakan batuan penyusun kerak bumi yang
mengalami pengangkutan, selanjutnya terkonsentrasi pada atau dekat permukaan
bumi.
Sekitar 75% permukaan bumi ditutupi oleh batuan sedimen, yaitu batupasir,
batugamping, lanau, lempung, breksi, konglomerat, dan batuan sedimen lainnya.
Batuan tersebut terbentuk secara proses fisika, kimia, dan biologi yang terendapkan
secara alamiah di berbagai lingkungan pengendapan dan terus berjalan hingga saat
ini. Kebutuhan hidup manusia banyak berhubungan dengan batuan sedimen seperti
dalam penentuan dan pembelajaran batuan batuan sedimen purba atau yang berumur
tua dalam skala waktu geologi, Banyak mineral atau batuan yang bersifat ekonomis
berasosiasi dengan batuan sedimen.
Material sedimen memiliki ukuran yang berbeda-beda mulai dari bongkah
sampai lempung. Ukuran material ini dapat menjelaskan proses, tempat terbentuknya
dan tempat terdapatnya material sedimen ini, maka dari itu dapat disimpulkan bahwa
sangatlah diperlukan untuk melakukan praktikum sedimentologi dengan acara analisa
ukuran butir, analisa bentuk kerakal dan analisa komposisi butir sedimen.

1.2 Maksud dan Tujuan

a. Analisa granulometri

Maksud : Memisahkan fraksi butiran pasir pada ukuran (diameter ) butir


tertentu.
Tujuan : Menentukan harga-harga median diameter koefisien sortasi,
skewness dan kurtosis

b. Analisa bentuk kerakal

Maksud :

- Menentukan dan mengukur panjang sumbu a,b, dan c


- Menentukan volume fragmen
- Identifikasi bentuk fragmen
- Menentukan harga spherecity dan roundness

Tujaun :

- Mengetahui tingkat abrasi


- Mengetahui jarak dan lamanya transportasi.
- Mengetahui mekanisme pengangkutan dan media pengangkut.
- Mengetahui tingkat resistensi

c. Analisa komposisi butir sedimen

Maksud : Melakukan identifikasi partikel penyusun sedimen silisiklastik


berukuran pasir.

Tujuan : mengetahui tipe batuan( rock type ), interpretasi batuan sumber,


tingkat kedewasaan, proses- proses geologi yang berperan terhadp
pembentukan dan deposisi sedimen berdasarkan komposisi penyusunanya.
BAB II

LOKASI
( LETAK DAN KESAMPAIAN )

2.1 LETAK
a. Hulu (data pendukung)

Pengambilan sampel hulu terletak di desa Sariharjo,Ngagklik , Sleman , DIY.


Tepatnya di daerah aliran sungai Boyong

b. Tengah (data pendukung)

c. Hilir (data Utama)

Lokasi pengambilan sampel hilir merupakan daerah kawasan mangrove


pantai baros di sebelah barat sungai opak. Lokasi pengambilan sampel bertepat di
desa Baros, kecamatan Sanden, kabupaten Bantul ,Daerah Istimewa Yogyakarta.

2.2 KESAMPAIAN

a. Hulu (Data pendukung)

Lokasi pengambilan sampel hulu berjarak 10 Km kearah barat laut dari


kampus STTNAS Yogyakarta . Dapat ditempuh dengan sepeda motor selama 30
menit dengan kecepatan sedang.

b. Tengah (Data pendukung)


c. Hilir ( Data Utama )

Pengambilan sampel di lakukan pada tanggal 1 Oktober 2016, pukul 10.05


WIB , dengan cuaca cerah berawan. Akses menuju lokasi pengambilan sampel
menggunakan kendaraan roda dua. Jalur ke lokasi pengambilan sampel dapat
ditempuh baik melalui jalan Parangtritis maupun jalan Bantul. Bila memilih jalur
Parangtritis pertigaan pasar Kretek belok kanan, sampai SMA Kretek belok kiri.
Sedangkan jika melewati jalan Bantul, pertigaan pasar Celep belok kanan, pertigaan
samping SMA Kretek belok kanan lagi dan ikuti petunjuk jalan. Waktu perjalanan
untuk tiba ke lokasi pengambilan sampel adalah kurang lebih sekitar 1 jam.
BAB III

DASAR TEORI

2.1 ANALISA GRANULOMETRI

Analisa granulometri merupakan suatu metoda analisa yang menggunakan


ukuran butir sebagai materi analisa. Analisa ini umum digunakan dalam bidang
keilmuan yang berhubungan dengan tanah atau sedimen. Dalam analisa ini tercakup
beberapa hal yang biasa dilakukan seperti pengukuran rata-rata, pengukuran sorting
atau standar deviasi, pengukuran skewness dan kurtosis. Masing-masing pengukuran
tersebut mempunyai rumus-rumus yang berbeda dan mempunyai batasan-batasan
untuk menggambarkan keadaan dari butiran yang diamati atau dianalisa. Batasan-
batasan tersebut biasa disebut dengan verbal limit. Analisa granulometri dapat
dilakukan melalui dua cara, yaitu dengan metode grafis dan metode statistik, dimana
metode grafis memuat berbagai macam grafik yang mencerminkan penyebaran besar
butir, hubungan dinamika aliran dan cara transportasi sedimen klastik, sedangkan
metode statistik menghasilkan nilai rata-rata, deviasi standar, kepencengan dan
kemancungan kurva.

Batuan sedimen klastik terdiri dari berbagai ukuran. Cara yang terbaik untuk
melakukan pemisahan dari setiap ukuran adalah dengan metode pengayakan. Metode
pengukuran secara langsung hanya berfungsi pada batuan kerikil atau kerakal
dikarenakan ukuran mereka yang cukup besar. Dari ribuan butir, setiap butir memiliki
ukuran sendiri -sendiri. Oleh karena itu skala interval besar butir dibuat oleh banyak
penulis seperti Hopkins, Attenberg, Udden, Wenworth Cayeux, U.S Bureau Soils.
Namun yang paling sering digunakan dan sekaligus digunakan dalam praktikum ini
adalah skala dari Wenworth.
Pembagian berdasarkan ukuran butir digunakan sebagai awal untuk
mengklasifikasikan dan menamakan sedimen dan batuan sedimen klastik
terrigenous . Kerikil dan konglomerat tersusun oleh klastik berdiameter lebih dari 2
mm, butir berukuran pasir antara 2 mm sampai 1/16 mm (63 μm) , lumpur (termasuk
lempung dan lanau) terdiri dari partikel berdiameter kurang dari 63 μm. Ada beberapa
jenis skema dan pembagian kategori, tetapi sedimentologist cenderung menggunakan
Skala Wentworth untuk menentukan dan menamakan endapan klastik terrigenous.
Dikenal umum dengan nama Skala Wentworth, skema ini digunakan untuk klasifikasi
materi partikel aggregate ( Udden 1914, Wentworth 1922). Pembagian skala dibuat
berdasarkan faktor 2 ; contoh butiran pasir sedang berdiameter 0,25 mm – 0,5 mm,
pasir sangat kasar 1 mm – 2 mm, dan seterusnya. Skala ini dipilih karena pembagian
menampilkan pencerminan distribusi alami partikel sedimen ; sederhananya, blok
besar hancur menjadi dua bagian, dan seterusnya. Sedimen dapat diklasifikasikan
berdasarkan ukuran butir dan / atau komposisi.

Ukuran sedimen diukur pada log basis 2 skala, yang disebut “Phi” skala, yang
mengklasifikasikan partikel berdasarkan ukuran dari “koloid” ke “batu”. Skala phi
adalah angka perwakilan pada skala Wentworth. Huruf Yunani ‘Ф’ (phi) sering
digunakan sebagai satuan skala ini Skala ini mempunyai rumus  sebagai berikut:
log2 d dimana  adalah ukuran phi dan d merupakan ukuran butir dalam millimeter
Analisa ukuran butir adalah suatu cara atau metode yang digunakan untuk
mengetahui ukuran tiap butiran sedimen.. Dalam analisa ini tercakup beberapa hal
yang biasa dilakukan seperti pengukuran rata-rata, pengukuran sorting atau standar
deviasi, pengukuran skewness dan kurtosis. Masing-masing pengukuran tersebut
mempunyai rumus-rumus yang berbeda dan mempunyai batasan-batasan untuk
menggambarkan keadaan dari butiran yang diamati atau dianalisa. Batasan-batasan
tersebut biasa disebut dengan verbal limit. Analisa ukuran butir dapat dilakukan
melalui dua cara, yaitu dengan metode grafis dan metode statistik, dimana metode
grafis memuat berbagai macam grafik yang mencerminkan penyebaran besar butir,
hubungan dinamika aliran dan cara transportasi sedimen klastik, sedangkan metode
statistik menghasilkan nilai rata-rata, deviasi standar, kepencengan dan kemancungan
kurva.
Dalam acara ini akan dilakukan pemisahan ukuran butir dari suatu contoh pasir
lepas. Seperti diketahui analisis ini untuk mengetahui koefisien sortasi, skewness dan
kurtosis. Untuk mengetahiu harga-harga tersebut dapat dilakukan dengan cara grafis
dan matematis.
1.      Cara grafis
Cara grafis ini prinsipnya adalah menggunakan data hasil pengayakan dan
penimbangan yang diplot sebagai kurva kumulatif untuk mengetahui parameter-
parameter statistiknya. Kurva kumulatif dibedakan menjadi dua, yaitu kurva
kumulatif aritmetik (arithmetic ordinate) dan kurva kumulatif probabilitas
(probability ordinate).Kurva kumulatif aritmetik digambarkan secara smooth
melewati semua data (kurva berbentuk S), sehingga semua parameter statistic dapat
terbaca. Sedang kurva probabilitas digambarkan dengan garis lurus untuk mengetahui
probabilitas normalnya. Pada kurva ini memungkinkan untuk membaca parameter
statistic lebih akurat karena mengurangi interpolasi dan ekstrapolasi dalam
penggambaran. Tetapi yang sering digunakan adalah kurva kumulatif aritmetik
karena lebih mencerminkan distribusi ukuran butirnya. Kurva kumulatif dibuat
dengan absis ukuran butir dalam millimeter ( untuk kertas semilog) atau unit phi dan
ordinat prosentase berat (skala 1 – 100%).
Setelah dilakukan pengayakan dan penimbangan hasilnya dapat disajikan
dalam bentuk table. Dan untuk mengetahui distribusi tiap frekuensi dapat dibuat
histogram. Harga-harga median diameter, koefisien sortasi, skewness dan kurtosis
diturunkan dari kurva kumulatif dan dihitung dengan rumus-rumus berikut :
  Koefisien Sortasi (So)
Menurut Trask So = Q3/Q1, dengan ukuran dalam mm, sehingga jika :
So < 2,5    : Sortasi baik
So 2,5 – 4 : Sortasi normal (sedang)
So > 4       : Sortasi jelek

Rumus yang lain; So √Q1/Q3 atau jika dinyatakan dalam kuartil adalah :
Kedua pengukuran tersebut selanjutnya jarang digunakan karena kurang teliti. Folk
menetukan koefisien sortasi sebagai defiasi standar grafis:
σG = Φ84 – Φ25
                  2

Kemudian disempurnakan sebagai deviasi standar grafis inklusif sdengan rumus :


σ1 = Φ84 – Φ16 + Φ95 – Φ5
                                   4                  6,6
Harga So menurut Folk dan Ward (1957) :
< 0.35 Very well sorted
0.35 – 0.50 Well sorted
0.50 – 0.71 Moderetely well sorted
0.71 – 1.00 Moderetely sorted
1.00 – 2.00 Poorly sorted
2.00 – 4.00 Very poorly sorted
> 4.00 Extremely poorly sorted

Skewness (Sk)
` Skewness menyatakan derajat ketidaksimetrian suatu kurva. Bila Sk berharga
positif maka sediment  yang bersangkutan mempunyai jumlah butir halus lebih
banyak dari jumlah butir yang kasar dan sebaliknya jika berharga negative maka
sediment tersebut mempunyai jumlah butir kasar lebih banyak dari jumlah butir
yangh halus. Distribusi normal adalah suatu distribusi ukuran butir dimana pada
bagian tengah dari sampel mempunyai jumlah butiran paling banyak.
Hasil dari perhitungan ukuran butir dapat ditampilkan dalam bentuk grafik atau
kurva. Kurva yang digunakan adalah kurva histogram dan kurva frekuensi. Kurva ini
diperoleh dari membandingkan antara ukuran butir dengan berat kumulatif.

Dan bila dinyatakan secara grafis maka :


         Skq = (Q1+Q3-2(Md)) (dalam phi)
                                2

Harga Sk menurut Folk dan Ward (1957) :


>+0.3 strongly fine skewed
+0.3 - +0.1 fine skewed
+0.1 - -0.1 near symmetrical
-0.1 - -0.3 coarse skewed
<-0 .3 strongly coarse skewed

Kurtosis (K)
Kurtosis menunjukan harga perbandingan antara pemilahan bagian tengah
terhadap bagian tepi dari suatu kurva. Nilai kurtosis  berhubungan antara penyebaran
dan normalitas distribusi. Perhitungan dari kurtosis merupakan perbandingan antara
ekor kurva dengan puncak kelengkungannya.
Kurva frekuensi ukuran butir dapat menunjukkan variasi dari puncak-puncak
yang bebeda. Derajat puncak-puncak kurva frekuensi disebut kurtosis.  Meskipun
kurtosis dapat dihitung, tapi secara signifikan tidak dapat diketahui serta
menampakkan jumlah yang sedikit dari interpretasi ukuran butir. Untuk menentukan
harga K digunakan rumus yang diajukan oleh Folk (1968), yaitu :

K =   __ Φ95 - Φ5___


         2, 44(Φ75-Φ25

Harga K menurut Folk dan Ward (1957) adalah :

Kurtosis
<0,67 very platykurtic
0,67-0,9 Platycurtic
0,9-1,11 Mesokurtic
1,11-1,5 Leptokurtic
1,5-3 very leptokurtic
>3 extremely leptokurtic
2.      Cara matematis
Cara matematis dalam analisis ukuran butir akan memberikan gambaran yang
lebih baik daripada cara grafis, karena dalam cara matematis semua harga ukuran
butir dalam klas interval diikutsertakan dalam perhitungan. Kelemahan cara
matematis ini adalah ruwetnya perhitungan dalam pengolahan data. Untuk memahami
cara matematis ini adalah dengan memahami distribusi normal dari suatu kurva
distribusi frekuensi yaitu kurva hasil pengeplotan ukuran butir (dalam skala phi)
dengan frekuensi yang disajikan dalam beberapa klas interval. Perhitungan tersebut
adalah perhitungan statistic. Ukuran butir diplot pada absis dan frekuensinya pada
ordinat. Kurva normal akan berbentuk simeetri.
Dalam statistic distribusi normal ini disebut moment. Istilah moment dalam
mekanika yaitu jarak dikalikan massanya. Jadi mome suatu benda terhadap suatu titik
adalah besar massa tersebut dikalikan jarak terhadap titik tersebut. Dalam
statistikmassa digantikan dengan frekuensi suatu klas interval ukuran butir dan jarak
yang dipakai adalah jarak terhadap titik tertentu (arbitrary point) yaitu suatu titik awal
dari suatu kurva atau dapat juga titik rata-rata ukuran butir tersebut.
Tiap klas interval dicari momenya, kemudian setelah momen masing-masing
klas sudah dicari dijumlahkan dan dibagi total jumlah sample ( jika frekuensi dalam
% maka jumlahnya 100, hal ini memberikan harga momen per unit 1% frekuensi ).

P2 =  ∑f . m2
100

Momen pertama ini identik dengan harga rata-rata ukuran butir (mean). Frekuensi
(f) dalam prosen dan m adalah mid point tiap interval kelas dalam unit phi setelah
diketahui harga x maka dapat dijadikan titik tumpu dimana jarak disebelah titik
kanannya positif dan sebelah kirinya negatif. Distribusi dikatakan normal jika selisih
jumlah kedua kelompok tersebut nol.
Harga momen yang lebih besar dicari dengan titik tumpu menggunakan X atau
jarak m, jadi jaraknya (m-x).
P2 =  ∑f .(m2 - X)2
        100
Momen pertama = nilai mean, frekuensi (f) dalam persen dan m adalah nilai
mid poin tiap kelas interval dalam unit phi.

Momen kedua ini merupakan kuadrat dari standart deviasi (). Standart deviasi
ini menunjukkan besar kecilnya selisih dari harga x dan ini merupakan konsep sortasi,
sehingga sortasi adalah :
P2=  ∑f .(m2  - X)3
        100
Karena harga (m-x) positif disebelah kanan x dan negatif disebelah kirinya
harga momen ketiga yang normal adalah nol. Harga skewness dihitung dengan
membagi momen ketiga dengan pangkat tiga dari standar deviasi ().
P2=  ∑f .(m2  - X)4
        100
Skewness ini mencerminkan deviasi dari keestriman dari suatu kurva dan
peka terhadap yang kasar atau halus dalam suatu populasi ukuran butir sedimen.
Sehingga dapat digunakan untuk interpretasi pengendapan dari sedimen tersebut.
Momen keempat digunakan untuk menghitung tinggi rendahnya puncak suatu
kurva distribusi (peakkedness) atau kurtosis. Kurtosis dicari dengan membagi momen
keempat dengan pangkat empat dari standar deviasi.

Dengan diperolehnya data dari perhitungan secara grafis maupun secara


matematis, maka kita dapat mengetahui:

- Karakteristik sedimen terutama tekstur sedimen dengan tinjauan statistik

- Ketersediaan partikel dengan ukuran butir tertentu


- Agen transportasi dan deposisinya

- Proses deposisi akhir (suspensi, traksi, saltasi, dll.)

- Lingkungan pengendapannya

- Melakukan korelasi sampel yang berasal dari lingkungan pengendapan sama

2.2 ANALISA BENTUK KERAKAL

Tekstur batuan sedimen adalah segala kenampakan yang menyangkut butir


sedimen seperti ukuran butir, bentuk butir dan orientasi. Tekstur batuan sedimen
mempunyai arti penting karena mencerminkan proses yang telah dialamin batuan
tersebut terutama proses transportasi dan pengendapannya, tekstur juga dapat
digunakan untuk menginterpetasi lingkungan pengendapan batuan sediment. Dari
parameter ukuran butir akan di ketahui bagaimana koefiensi sortasi, distribusi dan
varian ukuran butir (Kurtosis dan Skewness).

Bentuk butir (form atau shape) merupakan keseluruhan kenampakan partikel


secara tiga dimensi yang berkaitan dengan perbandingan antara ukuran panjang
sumbu panjang, menengah dan pendeknya. Ada berbagai cara untuk mendefinisikan
bentuk butir. Cara yang paling sederhana dikenalkan oleh Zingg (1935) dengan cara
menggunakan perbandingan b/a dan c/b untuk mengelaskan butir dalam empat bentuk
yaitu oblate, prolate, bladed clan equant . Dalam hal ini, a : panjang (sumbu
terpanjang), b : lebar (sumbu menengah) dan c : tebal/tinggi (sumbu terpendek).
Sejauh ini penamaan butir dalam bahasa Indonesia belum dibakukan sehingga
seringkali penggunaan istilah asal tersebut masih dikekalkan. Pengkelasan bentuk
butir ini biasanya diperuntukkan pada butiran yang berukuran kerakal sampai
berangkal (pebble) karena kisaran ukuran tersebut memungkinkan untuk dilakukan
pengukuran secara tiga dimensi karena keterbatasan alat dan cara yang harus
dilakukan, terutama pads bongkah dengan diameter yang mencapai puluhan sampai
ratusan centimeter. Pada butir pasir yang bisa diamati secara tiga dimensi, pendekatan
secara kualitatif (misalnya dengan metode visual comparison) bisa juga dilakukan
untuk mendefinisikan bentuk butir meskipun tingkat akurasinya rendah.

Gambar III. 2. 1 Klasifikasi butiran pebel (kerakal — berangkal) berdasarkan


perbandinganantar sumbu (Zingg, 1935, diambil dari Pettijohn, 1975 dengan
modifikasi)

Tabel III. 2. 1. Klasifikasi bentuk butir menurut Zingg (1935)

Class b/a c/b Shape


I >2/3 <2/3 Oblate
II >2/3 >2/3 Equaxial
III <2/3 >2/3 Triaxial
IV <2/3 >2/3 Prolate

Sphericity

Sphericity (ψ) didefinisikan secara sederhana sebagai ukuran bagaimana


suatu butiran mendekati bentuk bola. Dengan demikian, semakin butiran berbentuk
menyerupai bola maka mempunyai nilai sphericity yang semakin tinggi. Wadell
(1932) mendefinisikan sphericity yang sebenarnya (true sphericity) sebagai luas
permukaan butir dibagi dengan luas permukaan sebuah bola yang keduanya
mempunyai volume sama. Namun demikian, Lewis & McConchie (1994)
mengatakan bahwa rumusan ini sangat sulit untuk dipraktekkan. Sebagai
pendekatan, perbandingan luas permukaan tersebut dianggap sebanding dengan
perbandingan volume, sehingga rumus sphericity menurut Wadell (1932) adalah :

ψ = 3√Vp / Vcs
dimana Vp = Voluem partikel ( diukur dengan air)
Vcs = Volume dari bola yang mencakup volume
partikel( circumbling sphere)

Terdapat juga pengukuran harga spherecity secara dua dimensi dari sayatan
tipis atau dari pngukuran langsung dengan grid tegak lurus ( rectangular grid ), yaitu :

-Riley Speherecity =2√Di / Dc


Dimana Dc = diameter lingkaran terkecil yang melingkupi
Di = diameter terbesar bagian dalam
Tabel Klasifikasi sphericity menurut Folk (1968)

Hitungan Matematis Kelas

<0.60 Very Elongate

0.60-0.63 Elongate

0.63-0.66 Subelongate

0.66-0.69 Intermediete Shape

0.69-0.72 Subequent
0.72-0.75 Equent

>0.75 Very Equent

Bentuk butir akan berpengaruh pads kecepatan pengendapan


(settlingvelocity). Secara umum batuan yang bentuknya tidak spheris (tidak
menyerupaibola) mempunyai kecepatan pengendapan yang lebih rendah.
Dengan demikian bentuk butir akan mempengaruhi tingkat transportasinya
pads sistem suspense (Boggs, 1987). Butiran yang tidak spheris cenderung
tertahan iebih lama pads media suspensi dibandingkan yang spheris. Bentuk
jugs berpengaruh pads transportasi sedimen secara bedlood (traksi). Secara
umum butiran yang spheris clan prolate lebih mudah tertransport
dibandingKan bentuk blade clan disc (oblate). Lebih jauh analisis sedimen
berdasarkan butiran saja sulit untuk dilakukan. Sebagai contoh, Boggs (1987)
menyatakan bahwa dari pengamatan bentuk butir saja tidak dapat digunakan
untuk menafsirkan suatu lingkungan pengendapan.

Roundness
Roundness merupakan morfologi butir yang berkaitan dengan
ketajamanpinggir dan sudut suatu partikel sedimen klastik. Secara matematis,
Wadell (1932) mendefinisikan roundness Sebagai rata-rata aritmetik
roundness masing-masing sudut butiran pads bidang pengukuran. Roundness
masing-masing sudut diukur dengan membandingkan jari-jari iengkungan
sudut tersebut dengan jari-jari lingkaran maksimum yang dapat dimasukkan
pada butiran tersebut. Dengan demikian tingkat roundness butiran menurut
Wadell (1932) adalah:

Rd=¿ ∑(r)
RN

Dimana r adalah jari-jari kurva setiap sudut, R adalah jari-jari maksimum


bola yang dapat masuk dalam butir dan N adalah banyaknya sudut yang
diukur.
Menurut Folk (1968) pengukuran sudut-sudut tersebut hampir tidak
mungkin bisa dipraktekkan, sedangkan Boggs (1987) menegaskan banwa cara
tersebut memerlukan waktu yang banyak untuk kerja di laboratorium dengan
harus dibantu slat circular protractor atau electronic particle-size analyzer.
Untuk mengatasi hal tersebut, maka penentuan roundness butiran adalah
dengan membandingkan kenampakan (visual comparison) antara kerakal atau
butir pasir dengan tabel visual secara sketsa (Krumbein, 1941) dan/atau tabel
visual foto (Powers, 1953).

Roundness butiran pada endapan sedimen ditentukan oleh komposisi


butiran, ukuran butir, proses transportasi clan jarak transportnya (Boggs,
1987). Butiran dengan sifat fisik keras clan resisten seperti kuarsa clan zircon
lebih sulit membulat selama proses transport dibandingkan butiran yang
kurang keras seperti feldspar dar piroksen. Butiran dengan ukuran kerikil
sampai berangkal biasanya lebih mudah membulat dibandingkan butiran pasir.
Sementara itu mineral yang resisten dengan ukuran butir lebih kecil 0.05-0.1
mm tidak menunjukkan perubahan roundness oleh semua jenis transport
sedimen (Boggs, 1987). Berdasarkan hal tersebut, maka perlu diperhatikan
untuk melakukan pengamatan roundness pada batuan atau mineral yang sama
clan kisaran butir yang sama besar.
3.3 Analisa Komposisi butir sedimen
Tucker (1991) menyatakan bahwa batuan sedimen dapat dibagi
menjadi 4 kelompok berdasarkan proses pembentukannya. Kelompok pertama
adalah sedimen siliklastik atau disebut juga terrigenous atau epiklastik yaitu
sedimen yang terdiri dari fragmen-fragmen yang berasal dari batuan yang telah
ada sebelumnya yang tertransportasi dan terdeposisi melalui proses fisik. Contoh
batuannya adalah konglomerat, breksi, batupasir dan mudrocks. Kelompok
kedua adalah sedimen hasil kegiatan biogenik, biokimia dan organik. Contoh
batuannya adalah batugamping, deposit fosfat, batubara, dan chert. Kelompok
ketiga adalah sedimen hasil proses kimiawi, contohnya deposit evaporit.
Kelompok keempat adalah sedimen volkaniklastik, yaitu sedimen yang terbentuk
oleh fragmen batuan hasil kegiatan vulkanik. Masing-masing jenis batuan
sedimen tersebut di atas memiliki komposisi partikel sedimen yang berbeda-
beda. Informasi mengenai komposisi partikel sedimen antara lain dapat
dimanfaatkan untuk menentukan:
a. nama sedimen /batuan sedimen
b. mekanisme/proses pembentukan dan/atau pengendapannya
c. lingkungan pengendapan
d. asal sumber batuan (provenance)
e. iklim pada saat sedimen tersebut terbentuk
Selain itu komposisi partikel sedimen juga diperlukan dalam aplikasinya untuk
keperluan ekonomi seperti dalam bidang eksplorasi minyak dan gas bumi, bahan
galian, dll.

Tabel VI. 2. 1. Jenis partikel rombakan (detrial) dalam sedimen silisiklastik


(Tucker, 1991 dengan modifikasi)

Jenis Partikel Keterangan

Fragmen Batuan - butir batuan sedimen dan metasedimen


(batulempung, batu lanau, sekis mika pelite, dll)
- butir batuan sedimen silikan (missal : chert)
- butir batuan beku / batuan metamorf

Kuarsa - paling umum ditemukan karena merupakan


mineral yang paling stabil dalam kondisi
sedimentasi

Feldspar - memiliki stabilitas mekanis dan kimiawi yang


lebih rendah dari kuarsa
- potassium feldspar, ortoklas dan mikrolin lebih
umum ditemukan daripada plagioklas
Mika dan Lempung - merupakan komponen utama dalam mudrocks
- biotit dan muskovit bisa ditemukan dalam
sedimen halus berupa lembaran-lembaran
kelompok mineral lempung yang umum
ditemukan
berupa kaolonit, illite, klorit, smektit
Mineral berat - merupakan mineral asesoris (umumnya <1%
fraksi )
dengan BJ > 2.9 (BJ kuarsa dan feldspar = 2.6-
- dapat berupa mineral non opak ( apatit, epidot,
garnet, rutil, staurolit, turmalin, zircon, dll ) dan
mineral opak ( ilmenit, magnetit, dll)
Partikel lainnya - dapat berupa partikel karbonat, fosil, fosfat, dll

Pemanfaatan informasi komposisi partikel sedimen untuk mengetahui


pengaruh dari faktor-faktor tersebut di atas di kenal dengan studi provenance. Studi
ini adalah studi mengenai asal usul atau kemunculan sedimen (Pettijhon et al., 1987.
Untuk studi provenance umumnya di gunakan analisa kehadiran mineral berat dan
mineral ringan. Pada praktikum ini studi provenance di pergunakan mineral ringan
dalam hal ini adalah kuarsa, feldspar dan fragmen batuan.

Tipe batuan dan indek kematangan dapat di turunkan dari perbandingan(rasio)


kuarsa / feldspar dan kuarsa/ (feldspar + fragmen batuan) atau Q/F dan Q/(F+L)
seperti yang di usulkan ole Pettijhon (1957) pada table 3.2 Serta dengan melihat
Contoh aplikasi studi Provenanc dengan menggunakan rasio Q:F:L adalah seperti
pada gambar

Table Rasio Q/F dan Q/(F+L) yang mnunjukkan tipe batuan dan indek
kematangan ( Pettijhon,1957).

Rock Type Average


Q/F Q/(F+L)
Arkosic sandstone 1.1 1.1
Graywacke 2.7 1.2
Lithic sandstone 9.8 2.3
Orthoquartzite >10.0
Sandstone 5.8 9.6

Dalam rangka table rasio Q/F perlu di catat bahwa rasio tersebut tidak terlalu
sesuai untuk pasir yang berasal dari daerah dengan batuan yang msikin feldspar.
Kurangnya kandungan feldspar akan mengakibatkan tingginya rasio Q/F. batuan
dengan tingkat kematangan tinggi akan memiliki prosentase kuarsa yang tinggi
seperti pada orthoquartzite ( quartz arenite ). Kematangan ini juga akan berkaitan
dengan nila sirtasi dan kebundaran dari partikel( roundness). Semakin matang maka
sortasi semakin baik dan semakin bundar.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Keadaan lokasi Hulu (Data Pendukung)


Sungai Code di daerah hulu tidak terlalu banyak sampah yang mencemari sungai
karena belum banyak penghuni di sekitarnya, tetapi lebih banyak lahan persawahan
dan perkebunan penduduk. Debit aliran Sungai Code bagian hulu tidak terlalu besar,
tetapi proses erosi dan transportasi sedimen sungai cukup kuat karena pengaruh dari
letusan Gunung Merapi yang mengeluarkan material vulkanik cukup besar.
Bagian hulu memiliki ciri-ciri: arusnya deras, daya erosinya besar, arah
Erosinya (terutama bagian dasar sungai) vertikal. Palung sungai berbentuk V dan
lerengnya cembung (convecs), kadang-kadang terdapat air terjun atau jeram dan tidak
terjadi pengendapan.
Foto

Arah Sungai Bagian Hulu ke Tengah ke arah Selatan

Keadaan Sistem DAS


Sungai

 Keadaan lokasi Tengah (Data Utama)


Pada bagian tengah Sungai Code mulai terlihat banyak pencemaran yang terjadi,
mulai dari sampah sampai limbah rumah tangga yang langsung dibuang ke sungai.
Bagian tengah mempunyai ciri-ciri: arusnya tidak begitu deras, daya erosinya
mulai berkurang, arah erosi ke bagian dasar dan samping (vertikal da horizonal )
palung sungai berbentuk U (konkaf), mulai terjadi pengendapan (sedimentasi) dan
sering terjadi meander yaitu kelokan sungai yang mencapai 180° atau lebih.
Foto

Arah Sungai Bagian Tengah ke Hilir ke arah selatan

Keadaan Sistem DAS


Sungai

 Keadaan lokasi Hilir (Data Pendukung)


Pada bagian hilir, pencemaran sampah terjadi karena pembuangan oleh masyarakat
dari bagian tengah sungai. Debit air bagian hilir cukup besar, proses erosi dan
transportasi sedimen mulai berkurang karena arus yang tidak terlalu deras dan kondisi
sungai yang sudah mulai dalam, tetapi proses pengendapan sedimen cukup besar.
Bagian hilir memiliki ciri-ciri: arusnya tenang, daya erosi kecil dengan arah
ke samping (horizontal), banyak terjadi pengendapan, di bagian muara kadang-
kadang terjadi delta serta palungnya lebar.

Foto
Arah Sungai Bagian Hilir ke arah selatan

Keadaan Sistem DAS


Sungai

You might also like