You are on page 1of 20

PATOFISIOLOGI KELAINAN

KONGENITAL PADA SISTEM DIGESTIVE


DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK
ATRESIA ANI DAN DAMPAKNYA TERHADAP
PEMENUHAN KEBUTUHAN DASAR
MANUSIA
Kelompok 1
Latar Belakang

 Menurut World Health Organization (WHO), kelainan kongenital adalah suatu


keadaan yang umum. Dengan keberhasilan penanggulangan penyakit akibat
infeksi dan gangguan gizi, masalah yang akan muncul ke permukaan adalah
masalah genetik (termasuk di dalamnya kelainan bawaan). WHO
memperkirakan 260.000 kematian (7% dari seluruh ke-matian neonatus)
yang disebabkan oleh kelainan kongenital di tahun 2004. Di negara maju,
30% dari seluruh penderita yang dirawat di rumah sakit anak terdiri dari
penderita dengan kelainan kongenital dan akibat yang ditimbulkannya.
Patofisiologi

 Patofisiologi kelainan kongenital ini disebabkan karena adanya kegagalan


kompleks pertumbuhan septum urorektal, struktur mesoderm lateralis, dan
struktur ectoderm dalam pembentukan rektum dan traktus urinarius bagian
bawah. Kelainan kongenital atau bawaan adalah kelainan yang sudah ada
sejak lahir yang dapat disebabkan oleh faktor genetik maupun non genetic.
Atresia Ani

Konsep Teori
 Definisi
Atresia ani atau anus imperporata adalah malfpormasi congenital dimana rectum
tidak mempunyai lubang keluar (Wong, 2004). Atresia ani atau anus imperforata
disebut sebagai malformasi anorektal, adalah suatu kelainan kongenital tanpa
anus atau dengan anus tidak sempurna, termasuk Agenesis ani, Agenesis rekti
dan Atresia rekti. Malformasi anorektal (MAR) merupakan malformasi septum
urorektal secara parsial atau komplet akibat perkembangan abnormal hindgut,
allantois dan duktus Mulleri. Malformasi anorektal merupakan spektrum penyakit
yang luas melibatkan anus dan rektum serta traktus urinarius dan genitalia.
Etiologi

 Penyebab sebenarnya dari atresia ani ini belum di ketahui pasti, namun ada sumber
yang mengatakan bahwa kelainan bawaan anus di sebabkan oleh:
a.Karena kegagalan pembentukan septum urorektal secara komplit karena gangguan
pertumbuhan, fusi, atau pembentukan anus dari tonjolan embrionik.
b.Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan dubur, sehingga bayi lahir tanpa lubang
anus.
c.Gangguan organogenesis dalam kandungan penyebab atresia ani,
d.Kelainan bawaan,
Faktor predisposisi atresia ani dapat terjadi disertai dengan beberapa kelainan
kongenital saat lahir, seperti:
a.Kelainan sistem pencernaan terjadi kegagalan perkembangan anomali pada
gastrointestinal.
b.Kelainan sistem perkemihan terjadi kegagalan pada genitourinari.
Manifestasi Klinis

 Manifestasi klinis yang terjadi pada atresia ani adalah kegagalan lewatnya
mekonium setelah bayi lahir, tidak ada atau stenosis kanal rektal, adanya
membran anal dan fistula eksternal pada perineum (Suriadi, 2001). Gejala
yang akan timbul:
a.Mekoniumm tidak keluar dalm 24 jam pertama setelah ke-lahiran.
b.Tidak dapat dilakukan pengukuran suhu rektal pada bayi.
c.Mekonium keluar melalui sebuah fistula atau anus yang letaknya salah.
d.Perut kembung.
e.Bayi muntah-muntah pada umur 24-48 jam
Patofisiologi

Menurut klasifikasi Wingspread (1984) yang dikutip Hamami, atresia ani dibagi 2
golongan yang dikelompokkan menurut jenis kelamin.
Pada laki-laki:
1. Golongan I dibagi menjadi 5 kelainan yaitu kelainan fistel urin, atresia
rektum, perineum datar, fistel tidak ada dan pada invertogram: udara > 1 cm
dari kulit.
2. Golongan II pada laki-laki dibagi 5 kelainan yaitu kelainan fistel perineum,
membran anal, stenosis anus, fistel tidak ada. Dan pada invertogram: udara < 1 cm
dari kulit.
Pada perempuan:
1. Golongan I dibagi menjadi 6 kelainan yaitu kelainan kloaka, fistel vagina, fistel
rektovestibular, atresia rektum, fistel tidak ada dan pada invertogram: udara > 1 cm
dari kulit.
2. Golongan II pada perempuan dibagi 4 kelainan yaitu kelainan fistel
perineum, stenosis anus, fistel tidak ada. Dan pada invertogram: udara < 1 cm
dari kulit (Hamami A.H, 2004)
Pemeriksaan Penunjang
Untuk memperkuat diagnosis sering diperlukan pemerik-saan penunjang sebagai berikut:
a.Pemeriksaan radiologisDilakukan untuk mengetahui ada tidaknya obstruksi intestinal.
b.Sinar X terhadap abdomenDilakukan untuk menentukan kejelasan keseluruhan bowel dan
untuk mengetahui jarak pemanjangan kantung rectum dari sfingternya.
c.Ultrasound terhadap abdomenDigunakan untuk melihat fungsi organ internal terutama
dalam system pencernaan dan mencari adanya faktor reversible seperti obstruksi oleh
karena massa tumor.
d.CT Scan Digunakan untuk menentukan lesi.
e.Pyelografi intra venaDigunakan untuk menilai pelviokalises dan ureter.
f.Pemeriksaan fisik rectum
g.Kepatenan rectal dapat dilakukan colok dubur dengan menggunakan selang atau jari.
h.Rontgenogram abdomen dan pelvisJuga bisa digunakan untuk mengkonfirmasi adanya
fistula yang berhubungan dengan traktus urinarius
Komplikasi

a. Infeksi jangka pendek


1.Infeksi saluran kemih yang berkepanjangan.
2.Obstruksi intestinal
3.Kerusakan uretra akibat prosedur pembedahan.
b.Komplikasi jangka panjang :
1. Eversi mukosa anal.
2. Stenosis akibat kontraksi jaringan parut dari anastomosis.
3.Impaksi dan konstipasi akibat terjadi dilatasi sigmoid.
4.Masalah atau kelambatan yang berhubungan dengan toilet training.
5.Inkontinensia akibat stenosis anal atau impaksi.
6.Fistula kambuh karena tegangan di area pembedahan dan infeksi.
Penatalaksanaan

Penatalaksanaan dalam tindakan atresia ani yaitu:


a.Pembuatan kolostomi
Kolostomi adalah sebuah lubang buatan yang dibuat oleh dokter ahli 22 bedah pada
dinding abdomen untuk mengeluarkan feses. Pembuatan lubang biasanya sementara
atau permanen dari usus besar atau colon iliaka. Untuk anomali tinggi, dilakukan
kolostomi beberapa hari setelah lahir.
b. PSARP (Posterio Sagital Ano Rectal Plasty)Bedah definitifnya, yaitu anoplasty dan
umumnya ditunda 9 sampai 12 bulan. Penundaan ini dimaksudkan untuk memberi
waktu pelvis untuk membesar dan pada otot-otot untuk berkembang. Tindakan ini
juga memungkinkan bayi untuk menambah berat badannya dan bertambah baik
status nutrisinya.
c.Tutup kolostomi
Tindakan yang terakhir dari atresia ani. Biasanya beberapa hari setelah operasi, anak
akan mulai BAB melalui anus. Pertama, BAB akan sering tetapi seminggu setelah
operasi BAB berkurang frekuensinya dan agak padat.
Edukasi Pesien

Edukasi kelainan atresia ani kepada orang tua termasuk definisi penyakit, tindakan
operasi yang perlu segera dilakukan, serta komplikasi yang bisa terjadi. Selain itu,
perlu edukasi mendampingi anak menjalani perawatan rutin pasca operasi atresia ani.
Pasca anoplasti harus dilakukan dilatasi pada anus yang baru, menggunakan dilator
yang dapat dilakukan oleh orang tua secara rutin di rumah Orang tua bayi baru lahir
dengan kelainan atresia ani harus diberi edukasi mengenai definisi, tindakan operasi,
serta komplikasi yang bisa disebabkan kelainan atresia ani maupun komplikasi pasca
operasi. Pasca operasi atresia ani, orang tua harus dilatih untuk melakukan dilatasi
pada anus baru menggunakan dilator secara rutin di rumah.
Pasien atresia ani dengan anomali kloaka perlu follow-up sampai usia pubertas, untuk
menilai fungsi seksual dan memperbaiki masalah genitourinaria. Beberapa anak
perempuan yang menjalani koreksi kloaka kanalisasi tuba falopi tidak komplit, dapat
mengalami nyeri saat menarche. Pada kondisi tersebut, tindakan bedah mungkin
diperlukan. Perempuan yang pernah menjalani repair kloaka juga perlu kehati-hatian
saat melahirkan anak. Operasi sesar merupakan jalan terbaik untuk menghindari
rusaknya jaringan
Konsep Keperawatan
 Konsep Asuhan
Keperawatan a.Pengkajian
IdentitasNama,tempat tanggal lahir,umur,jenis kelamin,alamat,suku,bangsaAgama
Pendidikan, Pekerjaan, No. CM, Tanggal Masuk RS, Diagnosa Medis.
b.Riwayat kesehatan
1. Keluhan utama: Distensi abdomen.

2. Riwayat kesehatan sekarang: Muntah, perut kembung dan membuncit, tidak bisa buang
air besar, mekonium keluar dari vagina atau mekonium terdapat dalam urin.
3. Riwayat kesehatan dahulu: klien mengalami muntah-muntah setelah 24-48 jam pertama
kelahiran.
4. Riwayat kesehatan keluarga: merupakan kelainan kongenital bukan kelainan/ penyakit
mneurun sehingga belum tentu dialami oleh anggota keluarga yang lain.
5. Riwayat kesehatan lingkungan: kebersihan lingkungan tidak mempengaruhi terjadinya
atresia ani.
c.Pola fungsi kesehatanPola persepsi terhadap kesehatan
1. Klien belum bisa mengungkapkan secara verbal/bahasa tentang apa yang dirasakan dan
apa yang diinginkan.
2. Pola aktivitas kesehatan dan latihan
Keterangan:
1 : Mandiri
2 : Dengan menggunakan alat bantu
3 : Dengan menggunakan bantuan dari orang lain
4 : Dengan bantuan orang lain dan alat bantu
5 : Tergantung total,tidak berpartisipasi dalam beraktivitas
3.Pola istirahat/tidur
Diperoleh dari keterangan sang ibu bayi atau keluarga yang lain.
4.Pola nutrisi metabolik
Klien hanya minum ASI atau susu kaleng.
5.Pola eliminasi
Klien tidak dapat buang air besar, dalam urin terdapat mekonium
6. Pola kognitif perseptualKlien belum mampu berkomunikasi, berespon, dan berorientasi dengan baik pada orang
lain.
7. Pola konsep diri

a.Identitas diri : belum bisa dikaji.


b.Ideal diri : belum bisa dikaji.
c.Gambaran diri : belum bisa dikaji.
d.Peran diri : belum bisa dikaji.
e.Harga diri : belum bisa dikaji.
8. Pola seksual reproduksi

Klien masi bayi dan belum menikah.


9.Pola nilai dan kepercayaan
Belum bisa dikaji karena klien belum mengerti tentang kepercayaan.
10. Pola peran hubungan

Belum bisa dikaji karena klien belum mampu berinteraksi dengan orang lain secara mandiri.
11. Pola koping

Belum bisa dikaji karena klien masih bayi dan belum mampu berespon terhadap aganya suatu masalah.
d.Pemeriksaan fisik
Hasil pemeriksaan fisik yang didapatkan pada pasien atresia ani adalah anus tampak merah, usus
melebar, kadang-kadang tampak ileus obstruksi, termometer yang dimasukan melalui anus tertahan oleh
jaringan, pada auskultasi terdengar hiperperistaltik, tanpa mekonium dalam24 jam setelah bayi lahir,
tinja dalam urin dan vagina (FKUI, Ilmu Kesehatan Anak, 1985).
Pemeriksaan Fisik Head to Toe
1.Tanda-tanda vital
Nadi: 110 x/menit.
Respirasi: 32 x/menit
Suhu axila: 37oC
2.Kepala
Kepala simetris, tidak ada luka/lesi, kulit kepala bersih, tidak ada benjolan/tumor, tidak ada caput
succedaneum, tidak ada chepal hematom.
3. Mata

Simetris, tidak konjungtifis, tidak ada perdarahan subkonjungtiva, tidak ikterus, tidak nistagamus/ tidak
episnatum, conjungtiva tampak agak pucat.
4. Hidung

Simetris, bersih, tidak ada luka, tidak ada secret, tidak ada pernapasan cuping hidung, tidak ada pus dan
lendir.
5. Mulut

Bibir simetris, tidak macrognatia, micronagtia, tidak macroglosus, tidak cheilochisis.


6.Telinga
Memiliki 2 telinga yang simetris dan matur tulang kartilago berbentuk sempurna.
7.Leher
Ridak ada webbed neck.ThorakBentuk dada simetris, silindris, tidak pigeon chest, tidak funnel shest,
pernafasan normal.
8. Jantung

Tidak ada mur-mur, frekuensi jantung teratur.


9. Abdomen

Simetris, teraba lien, teraba hepar, teraba ginjal, tidak termasa/ tumor, tidak terdapat perdarahan pada
umbilicus.
10. Genitalia

Terdapat lubang uretra, tidak ada epispandia pada penis, tidak ada hipospandia pada penis, tidak ada
hernia sorotalis.
12. Anus
Tidak terdapat anus, anus nampak merah, usus melebar, kadang-kadang tampak ileus
obstruksi. Thermometer yang dimasukkan ke dalam anus tertahan oleh jaringan.
Pada auskultasi terdengar peristaltic.
13. Ekstremitas atas dan bawahSimetris, tidak fraktur, jumlah jari lengkap, telapak
tangan maupun kaki dan kukunya tampak agak pucat.PunggungTidak ada
penonjolan spina gifid.
14. Pemeriksaan reflek
 Suching+
 Rooting+
 Moro+
 Grip+
 Plantar+
 Implementasi
Implementasi yang dimaksud merupakan pengolahan dari perwujudan rencana
tindakan yang meliputi kegiatan, yaitu: validasi, recana keperawatan,
mendokumentasika rencanan keperawatan, memberikan asuhan keperawatan
dalam menyimpulkan data serta melaksanakan advis (saran atau nasehat) dokter
dan ketentuan rumah sakit.
 Evaluasi
Merupakan tahap akhir dari suatu proses keperawa-tan yang merupakan
perbandingan yang sistematis dan terencana kesehatan pasien dengan tujuan
yang telah ditetapkan dilakukan dengan cara melibatkan pasien dan sesama
tenaga kerja
SEKIAN DAN TERIMAKASIH

You might also like