You are on page 1of 18

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ...................................................................................................i


DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1
A. Latar Belakang .................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................... 3
C. Tujuan Praktikum ................................................................................ 3
D. Manfaat Praktikum .............................................................................. 3
BAB II LANDASAN TEORI ....................................................................... 4
BAB III METODE EKSPERIMEN ............................................................ 8
A. Tempat dan waktu Pelaksanaan .......................................................... 8
B. Alat dan Bahan .................................................................................... 8
C. Identifikasi Variabel ............................................................................ 8
D. Definisi Operasional Variabel ............................................................. 8
E. Prosedur Kerja ..................................................................................... 9
F. Prinsisp Kerja ...................................................................................... 9
G. Tekhnik Analisis Data ........................................................................ 10
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...................................................... 11
A. Hasil Pengamataan ............................................................................. 11
B. Grafik ................................................................................................. 12
C. Analisis Data ...................................................................................... 12
D. Pembahasan ........................................................................................ 13
BAB V PENUTUP ........................................................................................ 15
A. Kesimpulan ........................................................................................ 15
B. Saran ................................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................iii

i
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Skema Interferometer Michelson ................................................... 4

ii
1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menurut fisika klasik, dalam perambatannya sebuah gelombang
memerlukan medium rambat. Namun, medium ether yang digagas Huygens
sebagai medium rambat cahaya menunjukkan hal yang tidak konsisten. Jika
gelombang cahaya adalah gelombang elastik seperti halnya gelombang suara
maka agar mempertimbangkan kemungkinan untuk laju besar dari perambatan
cahaya maka ether tersebut harus sangat rigid, sementara ruang kita di mana
ether diasumsikan memenuhinya tidaklah seperti itu (Artoto, 2007).
Gagasan ether pada awalnya muncul akibat fenomena gelombang lain
sebelumnya, seperti gelombang mekanik memerlukan medium rambat. Salah
satu contohnya gelombang suara yang memerlukan udara agar dapat merambat
dari satu titik ke titik yang lain. Oleh sebab itu, diasumsikan ether sebagai
medium perambatan cahaya yang memenuhi seluruh ruang tak terkecuali ruang
hampa. Supaya ether memenuhi sifat-sifat yang sesuai sebagai medium rambat
cahaya, ether diasumsikan bersifat transparan, diabaikan rapat massanya dan
juga bersifat rigid. Banyak eksperimen sudah dilakukan para ilmuwan dan
eksperimen yang paling berhasil adalah eksperimen Michelson-Morley (1887),
menolak adanya medium ether. Kesimpulan akhir dari sifat-sifat cahaya adalah
gelombang elektromagnetik yang merambat dengan laju 3 x 108 m/det tanpa
medium rambat khusus (Artoto, 2007).
Peristiwa interferensi selalu berkaitan dengan teori gelombang cahaya.
Hakekatnya cahaya memiliki besaran amplitudo, panjang gelombang, fase
serta kecepatan. Saat cahaya melalui suatu medium kecepatannya akan
berubah. Apabila perubahan tersebut diukur, akan di peroleh informasi tentang
keadaan objek/medium yang bersangkutan misal indeks bias, tebal medium
dari bahan yang dilewatinya dan panjang gelombang sumbernya. Interferensi
juga dapat digunakan untuk mengukur Panjang gelombang (Falah, 2006).
2

Laju gelombang elektromagnetik kira-kira sama dengan laju perambatan


cahaya, diukur Leon Foucoult sebelumnya sebesar 3 x 108 m/s. Oleh
karenanya, Maxwell menduga cahaya merupakan salah satu bentuk gelombang
elektromagnetik. 15 tahun kemudian setelah formulasi gelombang
elektromagnetik oleh Maxwell, Heinrich Hertz memperlihatkan pembangkitan
gelombang pendek yang murni elektromagnetik dan memiliki sifat-sifat
gelombang cahaya. Gelombang ini dapat dipantulkan, dibiaskan, difokuskan
oleh lensa, dan seterusnya, sebagaimana halnya gelombang cahaya. Oleh
karenanya, teori Maxwell bahwa cahaya merupakan gelombang
elektromagnetik dibenarkan Hertz secara eksperimen, kemudian membentuk
salah satu pencapaian besar dalam fisika, dimana tampaknya tidak diragukan
lagi bahwa cahaya adalah gelombang elektromagnetik (Artoto, 2007).
Pada ilmu fisika, cahaya merupakan energi dalam bentuk gelombang
elektromagnetik yang tampak dengan panjang gelombangnya yakni sekitar
380-750 nm. Adanya cahaya yang menjalar pada suatu tempat, otomatis energi
juga akan berpindah ke tempat tersebut. Karena sifat dualisme cahaya yakni
dapat sebagai partikel dan gelombang menyebabkan cahaya memiliki sifat
yang unik untuk diteliti. Laser sebagai teknologi yang memanfaatkan cahaya
akhir-akhir ini semakin pesat perkembangannya, laser tidak hanya digunakan
dalam kegiatan medis, keamanan atau estetika, akan tetapi laser juga dapat
memiliki potensi sebagai sensor pendeteksi material berukuran mikrometer
bahkan sampai nanometer (Hadi, 2019)
Menurut Smith (2000) eksperimen interferometer Michelson pada
awalnya diciptakan untuk membuktikan keberadaan ether (medium
perambatan cahaya. Namnu, pada eksperimen kali ini kita akan berfokus pada
interferometer Michelson yang dapat menunjukan pola interferensi, dimana
pola interferensi ini dapat digunakan untuk pengukuran Panjang gelombang
sumber cahaya, yang dalam praktikum ini memenuhi tujuan kedua yakni
“Mengukur panjang gelombang sumber cahaya yang digunakan dalam
percobaan” selama praktikum-pun kita dapat mencapai tujuan pertama yakni
dapat “Menjelaskan prinsip kerja/konsep interferometer Michelson”.
3

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah pada praktikum ini yaitu:
1. Bagaimana prinsip kerja interferometer Michelson?
2. Berapa panjang gelombang sumber cahaya yang digunakan dalam
percobaan?
C. Tujuan Praktikum
Adapun tujuan praktikum pada unit ini yaitu:
1. Menjelaskan prinsip kerja/konsep interferometer Michelson
2. Mengukur panjang gelombang sumber cahaya yang digunakan dalam
percobaan
D. Manfaat Praktikum
Adapun manfaat yang akan diperoleh setelah melakukan praktikum ini yaitu:
1. Manfaat Teoritis
a. Mahasiswa mampu menjelaskan prinsip kerja/konsep interferometer
Michelson
b. Mahasiswa mampu mengukur panjang gelombang sumber cahaya
yang digunakan dalam percobaan
2. Manfaat Praktis
a. Interferometer Michelson dapat digunakan untuk mendeteksi
gelombang gravitasi sebagai inti spektroskopi transformasi fourier.
b. Interferometer Michelson dapat dterapkan pada OCT (Optical
Coherence Tomography).
4

BAB II
LANDASAN TEORI

Perkembangan fisika klasik dimulai karena adanya gejala-gejala alamiah


yang dapat diamati manusia pada masa itu, serta dapat dijelaskan dan diramal secara
akurat oleh ilmuwan fisika klasik. Hukum Newton mengenai gerak & gravitasi
dapat menjelaskan pergerakan benda (contohnya hukum kepler). Teori yang
dijelaskan oleh Maxwell mengenai elektromagnetik, dapat menjelaskan
penggambaran karakteristik cahaya seperti pemantulan dan pembiasan cahaya,
difraksi cahaya, interferensi cahaya, dan polarisasi cahaya. Kebenaran dari teori
tersebut, membuat kedua teori itu menjadi hukum-hukum dasar ilmu fisika, yang
dapat menjelaskan semua gejala alamiah (Sani, 2017).
Interferometer Michelson merupakan suatu alat untuk memisahkan cahaya
dari satu sumber (koheren), membuat cahaya tersebut membentuk pola interferensi
yang bisa teramati. Cara untuk memisahkan cahaya adalah dengan menggunakan
cermin semi transparan dan diatur sehingga membentuk sudut 45° terhadap sumbu
datang cahaya (Kraftmakher, 2007).
Interferometer Michelson pada awalnya diciptakan untuk membuktikan
keberadaan eter, yakni sebuah medium yang diaggap sebagai perantara untuk
perambatan cahaya. Hal ini membuat pertanyaan tentang seluruh dasar fisika
hingga saat itu, dan mengarah pada relativitas khusus milik Einstein. Dalam artian,
eksperimen Michelson-Morley menghasilkan hasil ‘negatif’ paling terkenal
sepanjang sejarah sains (Smith, 2000).
Interferometer adalah suatu alat yang berfungsi menghasilkan suatu pola
interferensi, terbagi dua yakni interferometer pembagi muka gelombang dan
pembagi amplitudo. Interferometer Michelson termasuk interferometer pembagi
amplitudo, interferometer ini berguna dalam pengukuran indeks bias, pengukuran
panjang, pengukuran getaran (vibrasi) dan juga dapat digunakan sebagai alat
pengukuran simpangan permukaan. Pada interferometer ini menggunakan beam
splitter yang merupakan bagian penting dari sebagian besar interferometer termasuk
Interferometer Michelson. Beam splitter (bentuk kubus) terdiri dari dua buah
5

prisma segitiga. Pada prisma tersebut, dipakai lapisan resin. Ketebalan lapisan resin
disesuaikan sedemikian rupa sehingga (untuk panjang gelombang tertentu)
setengah dari cahaya optik melewatinnya dan juga sebagian lagi ditransmisikan
(Fitriana, 2017).
Interferometer Michelson adalah seperangkat alat yang memanfaatkan
gejala interferensi. Prinsip interferensi sendiri adalah bahwa beda lintasan optik (d)
akan membentuk suatu frinji. Gambar dibawah merupakan diagram skematik
interferometer Michelson. Pada permukaan beam splitter (pembagi berkas) saat
cahaya laser jatuh padanya, sebagian cahaya akan dipantulkan ke kanan dan sisanya
ditransmisikan ke atas. Bagian yang dipantulkan ke kanan oleh suatu cermin datar
(cermin 1) akan dipantulkan kembali ke beam splitter yang kemudian menuju ke
screen (layar). Untuk bagian yang ditransmisikan ke atas oleh cermin datarpun
(cermin 2) akan dipantulkan kembali ke beam splitter, lalu kedua sinar tersebu
kembali bersatu menuju layar, hingga kedua sinar akan berinterferensi yang
ditunjukkan dengan adanya pola-pola cincin gelap-terang (frinji) (Falah, 2006).

Gambar 2.1. Skema Interferometer Michelson


dengan 1. laser, 2. cermin 1, 3. cermin 2, 4. Layar
(Sumber : Falah, 2006)
Interferometer Michelson ini merupakan alat eksperimen didasarkan pada
interferensi dari dua gelombang cahaya dengan lintasan optis yang berbeda.
Karenanya, penerapan interferometer ini berhubungan dengan pengukuran besaran-
besaran terkait dengan jarak. Di interferometer Michelson, dihasilkan interferensi
cahaya dari dua berkas cahaya dengan lintasan berbeda. Perubahan lintasan optis
6

(atau besaran lain yang terkait dengan panjang dan indeks bias) akan mempengaruhi
pola interferensi (Setyahandana, 2013).
Interferensi dan difraksi adalah peristiwa penting sebagai pembeda
gelombang dari partikel. Interferensi merupakan peristiwa penggabungan secara
superposisi dua gelombang atau lebih yang bertemu dalam satu titik di ruang. Lalu
difraksi merupakan peristiwa pembelokan gelombang di sekitar sudut, terjadi
apabila sebagian muka gelombang dipotong oleh halangan atau rintangan. Saat dua
buah gelombang berfrekuensi dan berpanjang gelombang sama tapi berbeda fase
bergabung, gelombang yang dihasilkan adalah gelombang yang amplitudonya
tergantung pada perbedaan fasenya. Apabila perbedaan fasenya 0 atau bilangan
bulat kelipatan 360°, gelombangnya akan sefase dan berinterferensi secara saling
menguatkan atau dapat dikatakan sebagai interferensi konstruktif, sedangkan jika
amplitudonya sama dengan penjumlahan amplitudo masing-masing gelombang
maka perbedaan fasenya 180° atau bilangan ganjil kali 180°,gelombang yang
dihasilkan akan berbeda fase dan berinterferensi secara saling melemahkan atau
memusnahkan atau disebut pula sebagai interferensi destruktif (Falah, 2006).
Cahaya yang digunakan interferometer Michelson adalah cahaya
monokromatis dari sumber tunggal laser. Sinar tersebut mengenai cermin pemecah
berkas atau biasa disebut beam splitter. Sebagian berkas cahaya kemudian akan
dipantulkan, mengenai cermin yang bergerak (movable mirror), sebagian cahaya
lainnya dibiaskan mengenai cermin yang tetap. Kedua sinar tersebut kemudian
dipantulkan oleh cermin dan kembali ke cermin pemecah berkas. Sinar dari cermin
yang bergerak dibiaskan, sinar dari cermin yang tetap dipantulkan oleh cermin
pemecah berkas. Kedua sinar tersebut kemudian menuju ke pengamat. Pada posisi
pengamat, detektor cahaya ditempatkan agar intensitas cahaya yang terjadi pada
posisi tersebut dapat diamati (Setyahandana, 2013).
Dari eksperimen interferometer Michelson ini, yang megejutkan tidak
diperoleh pergeseran frinji pada pola interferensi yang tampak. Saat eksperimen
dilakukan pada musim yang berbeda-beda setiap tahunnyapu serta lokasi yang
berbeda-beda, juga eksperimen dari bermacam-macam lain telah dilakukan untuk
maksud yang sama, kesimpulannya selalu identik dan tidak bergerak melalui ether
7

yang dideteksi. Hasil ini kemudian menjadikan dua kesimpulan. Yang pertama,
menjadikan hipotesis ether tidak dapat dipertahankan dan ether tidak dapat diukur.
Yang kedua, bahwa kelajuan cahaya dalam ruang bebas di mana saja tetap sama
tanpa memperhatikan gerak dari sumbernya atau pengamatnya (Beiser, 1992).
Laser merupakan sumber cahaya yang koheren dan monokromatik. Sumber
cahaya yang koheren dan monokromatik sangat penting dalam berbagai bidang
ilmu terutama fisika atom dan optik. Saat ini, laser dengan panjang gelombang yang
dapat diubah-ubah (tunable) juga tersedia seperti laser dye (cat) dan laser dioda.
Laser tersebut tersedia secara komersial dengan panjang gelombang yang
diinginkan, dengan harga relatif murah, namun informasi tentang panjang
gelombang yang sebenarnya sangat diperlukan karena panjang gelombang atau
frekuensi dari sumber laser dye (cat), maupun laser dioda yang tunable bisa saja
berubah atau tidak akurat karena pengaruh perubahan suhu, getaran dan arus
injeksinya (Widamarti, 2014).
8

BAB III
METODE EKSPERIMEN

A. Hari/Waktu
Waktu : 13.00
Hari/Tanggal : Jumat/ 10 Mei 2022
B. Alat dan Bahan
1. Perangkat alat interferometer Michelson
a. Beam splitter : Berfungsi memecah berkas cahaya (laser) yang
mengenainya, dimana 50% akan dipantulkan dan 50% nya lagi
diteruskan.
b. Movable Mirror : Cermin yang dapat digerakkan sesuai pergerakan
mikrometer, berfungsi untuk memantulkan berkas cahaya laser.
c. Cermin Tetap : Cermin yang diam, tidak dapat digerakkan, berfungsi
untuk memantulkan berkas cahaya laser.
d. Mikrometer : alat ukur, berfungsi menggerakkan cermin gerak dan
mengukur pergeseran pola frinji.
e. viewing screen : Layar penangkap pola frinji, berfungsi menangkap berkas
sinar yang jatuh padanya, untuk melihat pola frinji yang terbentuk.

2. Laser He-Ne Model 155: Sebagai cumber cahaya yang monokromatik.


3. Laser Alignment Bench : berfungsi meluruskan dan mengumpulkan berkas
cahaya.
C. Identifikasi Variabel
1. Variabel Terukur
a. Jumlah Frinji N
b. Pergeseran cermin dm (𝜇𝑚)
2. Variabel Terhitung
a. Panjang gelombang 𝜆 (nm)
D. Definisi Operasional Variabel
1. Variabel Terukur
a. Jumlah frinji N
Banyaknya frinji atau interaksi antara dua gelombang cahaya atau
lebih menghasilkan pola gelap terang ditandai dengan adanya
interferensi yang dihasilkan.
9

b. Pergeseran cermin dm
Apbila skala digeser 1 mm, permukaan cermin bergeser 1 mm dan
pola interferensi gelap terang berubah.
2. Variabel Terhitung
a. Panjang gelombang 𝜆
Besarnya jarak lintasan yang ditempuh laser He-Ne, dapat dihitung
2𝑑𝑚
dengan persamaan λ = , satuan nm.
𝑁

E. Prosedur kerja
1. Disiapkan semua alat yang diperlukan selama proses praktikum, serta
diatur posisi laser serta interferometer sesuai model percobaan.
2. Disambungkan laser He- Ne Model 155 pada sumber listrik kemudian
dinyalakan.
3. Diatur posisi laser dan interferometer, cahaya dari laser tepat mengenai
lensa kemudian difokuskan ke beam splitter.
4. Diatur posisi layar hingga frinji bersinggungan dengan salah
satu skala milimeter. Skala yang kami gunakan pada skala
7 mm, karena pada skala itulah paling jelas kami dapat
melihat pola frinji yang berhimpit dengannya.
5. Diputar mikrometer berlawanan arah dengan jarum jam
sambil dihitung jumlah frinji yang melewati garis skala yang telah
ditetapkan sebelumnya.
6. Dicatat dm yang terbaca dalam skala mikrometer.
7. Dilanjutkan pemutaran mikrometer seperti pada langkah sebelumnya,
setiap pergeseran cermin dicatat hingga diperoleh minimal 20 data dengan
jumlah frinji 400.
8. Setelah itu dilanjutkan dengan analisis data
F. Prinsip Kerja
Saat laser He-Ne dinyalakan, sinarnya akan melewati lensa positif yang
berfunfsi untuk memfokuskan sinar hingga sampai pada beam splitter. Beam
splitter berfungsi sebagai pemecah sinar laser, dimana 50 % akan dipantulkan
dan 50 % nya lagi akan dibiaskan. Cahaya yang dibiaskan akan melewati
kompensator yang berfungsi untuk menfasekan amplitudo cahaya sebelum dan setelah
dipantulkan movable mirror, akibatnya cahaya ya yang akan kembali ke beam splitter
10

memiliki amplitudo yang sama. Untuk sinar dipantulkan tidak memiliki kompensator,
dimana sudut sinar yang datang akan sama dengan sinar yang dipantulkan. Oleh
karenanya amplitudo dari cahaya yang dipantulkan akan sama besar ketika kembali ke
beam splitter. Saat cahaya berkumpul kembali pada beam splitter, akan terjadi
interferensi yang ditunjukkan pada viewing screen, akan terlihat pola berupa frinji.
Setelah itu mikrometer sekrup diputar hingga terjadi perubahan lintasan optik.
Kemudian amati perubahan pola frinji yang dihitung sebanyak 20 kali. Catat
penunjukkan skala mikrometer sebagai dm, dari kegiatan ini dapat menentukan
panjang gelombang laser yang digunakan (laser He-Ne) (Setyahandana, 2013).
G. Teknik Analisis
a. Grafik hubungan antara jumlah frinji dan pergeseran cermin diplot
dengan menggunakann data yang anda peroleh.
b. Berdasarkan grafik tersebut, panjang gelombang sumber cahaya yang
digunakan dihitung dengan menggunakan persamaan.
2𝑑𝑚
𝜆=
𝑁
c. Kemudian ketidakpastian dari panjang gelombang tersebut dihitung
dengan merambat ralatkan persamaan gelombang tadi hingga
didapatlah persamaan
2 ∆dm
∆λ = | |
N
d. Setelah mendapatkan hasil dari praktikum, maka dibandingkan hasil
pengurukan panjang gelombang yang diperoleh dengan panjang
gelombang laser He-Ne menggunakan persamaan
λ Teori−λ Praktikum
% Diff = | | x 100%
𝜆 𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖
11

BAB IV
HASIL PENGAMATAN

A. Hasil Pengamatan
NST Mikrometer = 10-6 m = 1 µm = 103 nm
∆𝑥 Mikrometer = 0,5 x 103 nm
Tabel 2.1 Hubungan Jumlah Frinji (N) dan Pergeseran Cermin (dm)
No. Jumlah Frinji N Pergeseran dm (µm)
1 20 |7.0 ± 0.5|
2 40 |14.0 ± 0.5|
3 60 |21.0 ± 0.5|
4 80 |27.5 ± 0.5|
5 100 |34.0 ± 0.5|
6 120 |40.0 ± 0.5|
7 140 |46.5 ± 0.5|
8 160 |53.0 ± 0.5|
9 180 |60.0 ± 0.5|
10 200 |66.0 ± 0.5|
11 220 |72.5 ± 0.5|
12 240 |79.0 ± 0.5|
13 260 |85.0 ± 0.5|
14 280 |92.0 ± 0.5|
15 300 |98.5 ± 0.5|
16 320 |105.0 ± 0.5|
17 340 |111.5 ± 0.5|
18 360 |118.0 ± 0.5|
19 380 |124.0 ± 0.5|
20 400 |131.0 ± 0.5|
12

B. Grafik

140

120
y = 0.3286x
Pergeseran dm (µm)

100

80

60

40

20

0
0 50 100 150 200 250 300 350 400 450
Jumlah Frinji (N)

Grafik 2.1 Hubungan antara Jumlah Frinji (N) dengan Pergeseran Cermin (dm)
C. Analisis Data
1. Analisis grafik
y = mx
y = 0,328x
dm = mN

m = dm
N
2dm
λ=
N
λ = 2m
λ = 2 (0,3286)
λ = 0,6572 µm
λ = 657,2 nm
2. Ketidakpastian panjang gelombang (∆λ )
2dm
λ=
N

λ = 2 dm. N−1
∂λ
δλ = | | δdm
∂dm
13

∂(2 dm.N−1)
δλ = | ∂dm
| δdm

δλ = |2 . N−1|δdm
2 ∆dm
∆λ = | |
N

2 (0,5 µm)
∆λ = | |
20

(1 µm)
∆λ = | |
20

∆λ = 0,05 µm

∆λ = 50 nm

3. Pelaporan Fisika (PF)


λ = |λ ± ∆λ| nm
λ = |0,65 ± 0,05| µm
λ = |657 ± 50| nm
4. Presentasi perbedaan
λ Teori = 632,8 nm
λ Praktikum = 657,2 nm
λ Teori−λ Praktikum
% Diff = | | x 100%
λ Teori
632,8 nm−657,2 nm
% Diff = | | x 100%
632,8 nm
24,4 nm
% Diff = | | x 100%
632,8 nm
% Diff = 3,85 %

D. Pembahasan
Telah dilakukan praktikum dengan judul “Interferometer Michelson”,
dimana pada pada praktiku ini ada satu kegiatan yakni mengamati nilai pergeseran
dm setiap 20 frinji. Pada praktikum ini terdapat dua tujuan yakni agar setelah
praktikum kita mampu menjelaskan prinsip kerja/konsep interferometer Michelson,
14

serta mengetahui Panjang gelombang sumber cahaya yang digunakan pada


percobaan.
Selama praktikum kami dapat mengamati bahwa prinsip kerja
interferometer Michelson adalah Saat laser He-Ne dinyalakan, sinarnya akan
melewati lensa positif yang berfunfsi untuk memfokuskan sinar hingga sampai pada
beam splitter. Beam splitter berfungsi sebagai pemecah sinar laser, dimana 50 %
akan dipantulkan dan 50 % nya lagi akan dibiaskan. Cahaya yang di biaskan akan
melewati kompensator yang berfungsi untuk menyefasekan amplitudo cahaya
sebelum dan setelah dipantulkan movable mirror, akibatnya cahaya yang akan
kembali di beam splitter memiliki amplitudo yang sama. Untuk sinar yang
dipantulkan tidak memiliki kompensator, dimana sudut sinar yang datang akan
sama dengan sinar yang dipantulkan. Oleh karenanya amplitudo dari cahaya yang
dipantulkan akan sama besar ketika kembali ke beam splitter. Saat cahaya
berkumpul kembali pada beam splitter, akan terjadi interferensi yang ditunjukkan
pada viewing screen, akan terlihat pola berupa frinji (Setyahandana, 2013).
Pada analisis data berhubungan dengan pemenuhan tujuan kedua yakni
untuk mengetahui panjang gelombang sumber cahaya yang digunakan pada
percobaan, hasil yang diperoleh adalah λ = |657 ± 50| nm dimana menurut teori
seharusnya panjang gelombang cahaya laser He-Ne adalah λ = 632,8 nm, dengan
demikian diperoleh persentase perbedaannya sebesar 3,85%. Adanya perbedaan
antara teori dengan hasil praktikum ini dapat terjadi karena kesalahan selama
praktikum, yakni kurang teliti dalam pembacaan mikrometer maupun skala kurang
berhimpit dengan pola frinji atau kurang fokus.

Menurut teori Michelson (Kenneth,1992) dapat menyimpulkan bahwa eter


tidak ada karena pola frinji tidak bergeser, namun pada percobaan kami terjadi
pergeseran pola frinji sebanyak 0,5 µm – 1 µm. Hal tersebut ditinjau dari selisih
pergeseran dm (cermin), yang setiap 20 frinji memiliki selisih yang tidak konstan
yakni selisih 6,5 µm, 7 µm dan 7,5 µm. Dengan hal ini dapat disimpulkan bahwa
pada praktikum kami terjadi pergeseran pola frinji, yang menurut teori harusnya
tidak terjadi. Hal ini berarti terdapat kekeliruan selama praktikum, yakni kurang
teliti dalam pembacaan mikrometer maupun skala kurang berhimpit dengan pola
frinji atau kurang fokus.
15

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum, diperoleh kesimpulan yaitu :
1. Saat laser He-Ne dinyalakan, sinarnya akan melewati lensa positif yang
berfunfsi untuk memfokuskan sinar hingga sampai pada beam splitter.
Beam splitter berfungsi sebagai pemecah sinar laser, dimana 50 % akan
dipantulkan dan 50 % nya lagi akan dibiaskan. Cahaya yang di biaskan
akan melewati kompensator yang berfungsi untuk menyefasekan
amplitudo cahaya sebelum dan setelah dipantulkan movable mirror,
akibatnya cahaya yang akan kembali di beam splitter memiliki amplitudo
yang sama. Untuk sinar yang dipantulkan tidak memiliki kompensator,
dimana sudut sinar yang datang akan sama dengan sinar yang dipantulkan.
Oleh karenanya amplitudo dari cahaya yang dipantulkan akan sama besar
ketika kembali ke beam splitter. Saat cahaya berkumpul kembali pada
beam splitter, akan terjadi interferensi yang ditunjukkan pada viewing
screen, akan terlihat pola berupa frinji.
2. Panjang gelombang dari sumber cahaya (laser He-Ne) yang diperoleh
berdasarkan eksperimen adalah sebesar λ = |657 ± 50| nm.
B. Saran

1. Untuk Praktikan
Memahami toeri dan prosedur kerja, jangan ragu bertanya apabila ada
yang kurang atau tidak dipahami.
2. Untuk Asisten Pembimbing
Mempertahankan cara membimbing yang sudah baik dan benar.
3. Untuk Laboran
Sebaiknya melengkapi dan mengganti alat dan bahan yang sudah rusak
atau yang tidak berfungsi dengan baik agar data percobaan yang diperoleh
lebih akurat.
DAFTAR PUSTAKA

Artoto Arkundato, S.Si, M.Si., Lutfi Rahman, M.Si. 2007. MODUL OPTIKA :
PRODUKSI CAHAYA. ISBN: 979-011-079-0. Banten : Penerbit Universitas
Terbuka.
Beiser, Arthur. 1992. Konsep Fisika Modern. Jakarta : Penerbit Erlangga
Falah, Masroatul. 2006. Analisis Pola Interferometer Michelson untuk Menentukan
Panjang Gelombang Sumber Cahaya. Jurnal Fisika Universitas Diponegoro
(JFUD), Vol 1, No 1. Universitas Diponegoro
Fitriana, Nur Hanifah., Sri, Yuliatun., Tira, Maulani ‘Adhimah., dan Widowati,
Mustika Sholih. 2017. Pengaruh Suhu Terhadap Perubahan Pola Interferensi
Pada Fiber Optik. Unnes Physics Journal. Vol 6, No 1. Universitas Negeri
Semarang
Hadi Kurniawan. 2019. Potensi Laser (Light Amplification by Stimulated Emission
of Radiation) Sebagai Pendeteksi Bakteri (Studi Awal Detektor Makanan
Halal). CIRCUIT: Jurnal Ilmiah Pendidikan Teknik Elektro. Vol.3, No.1,
ISSN: 2549-3698 (printed)/ 2549-3701 (online). Fakultas Tarbiyah dan
Keguruan, Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh.
Kraftmakher, Yaakov. 2007. Experiments and Demonstrations in Physics.
Singapore : World Scientific Publishing
Sani, Ridwan Abdullah., dan Muhammad, Kadri. 2017. Fisika Kuantum.
Jakarta:Penerbit Bumi Aksara
Setyahandana, Budi., Martanto., Ronny, Dwi Agusulistyo., dan Agung, Bambang
Setyo Utomo. 2013. Sistem Interferometer Michelson untuk Mengukur
Regangan pada Mesin Uji Tarik. Jurnal Teknik Mesin. Vol 14, No 2.
Universitass Sanata Dharma
Smith, Brian C. 2000. Fundamentals of Fourier Transform Infrared Spectroscopy.
Florida : CRC Press LLC
Widamarti, Yayuk., Minarni., Maksi, Ginting. 2014. Sistem Optik Interferometer
Michelson Menggunakan Dua Sumber Laser Untuk Memperoleh Pola Frinji.
Jurnal JOM. Vol 1 No 2. Universitas Riau

iii

You might also like