You are on page 1of 8

PEMANTAUAN TERAPI OBAT PADA PASIEN TB PARU DUPLEX

A. Data Pasien

Nama Tn. SRG


No RM 34xxxx
Tgl Lahir 01 Agustus 1954 (68 th)
Jenis kelamin Laki-Laki
Bb 50 kg
Status Menikah
Alamat Lubuk Mandarsah, Kec. Tengah Ilir
Waktu masuk 24 agustus 2022 Jam 23:18 WIB
Cara masuk IGD
DPJP dr. D Sp. PD
Diagnosis awal TB Paru Duplex
Pindah ruangan 24 agustus 2022
Ke ruangan Interne (airbon)
DPJP dr. D Sp. PD
Diagnosis TB Paru Duplex

B. Kondisi di IGD
Keluhan utama • Sesak ± 1 minggu
• Demam ± 3 minggu
• Batuk ± 1 bulan
Tanda Vital 1. Td: 87/61 mmhg
2. Hr: 94x/minutes
3. Rr: 26x/minutes
4. Suhu: 37,2˚C
Status Psikologis Tenang

Kesadaran GCS 15
Pengkajian Awal Medis di IGD
1. Anamnesis : sesak, demam, batuk
2. Alergi : tidak ada alergi
3. Riwayat : TB paru duplex, putus obat
4. Diagnosis : TB paru
5. Pemeriksaan : Lab, Radiologi

Hasil Laboratorium

No Pemeriksaan Hasil Satuan Range

1 Hb 11,1 g/dl 13,2 – 17,3


2 Leukosit 6.900 /mm2 3.800 – 10.600
3 Trombosit 229.000 /mm2 150.000 – 440.000
4 Hematokrit 32 % 40 - 52
5 GDS 97 Mg/dl
6 Basofil 0 % 0 – 1,0
%
7 Eosinofil 0 2–4
8 N Batang 1 % 3–5
%
9 N Segmen 85 50 – 70
10 Limfosit 7 % 20 – 40
%
11 Monosit 7 2,0 – 8,0
SOAP PASIEN
A. SUBJEK
a. 24/08/2022
Sesak napas +
Demam +
Batuk +
b. 25/08/2022
Sesak napas +
Batuk +
c. 26/08/2022
Batuk +
Lemas +

B. OBJEK
24/08/2022
a. TD : 87/61 mmhg
b. T : 37,2 C
c. HR : 94x/minutes
d. RR : 26x/minutes
25/08/2022:
a. TD :123/62 mmhg
b. T : 36,6 C
c. HR : 92x/minutes
d. RR : 23x/minutes
e. SPO2 : 98 x
26/08/2022
a. Td : 109/56 mmhg
b. T : 36 C
c. HR : 99x/minutes
d. RR : 25x/minutes
PENGGUNAAN OBAT SAAT INI
Pemberian Obat per Tanggal
Nama Obat Regimen Indikasi
24/08/2022 25/08/2022 26/08/2022
Rl 20 tts Cairan Infus √ √ √
Farmavon Inj 1 amp/8 jam Mucolitik √ √ √
Ceftazidim Inj 1 gr/8 jam Antibiotik √ √ √
Parasetamol Inf 1 gr/8 jam Antipiretik √ √ √
Anti
OAT 1x3 tab √ √ √
Tuberkulosis
Vectrin syr 3x1 C Mukolitik √ √ √
Vitamin B6 1x1 tab Vitamin √ √ √
Gabaxa Inf 1 fls/hr Asam amino √
Dextrosa 5 % Cairan infus √
Vitacur Syr 3x1 C Vitamin √

OBAT PULANG
1. OAT 1x3
2. Vitamin B6 2x1
3. Vectrin syr 3x1 C
4. Vitacur Syr 3x1 C
5. Parasetamol 500 mg 3x1 ( bila demam)
Monitoring Terapi Pasien

Assesment

Salah satu masalah terapi obat OAT yang cukup penting adalah interaksi obat. Interaksi
obat dengan OAT dapat menyebabkan perubahan konsentrasi dari obat-obat yang
diminum bersamaan dengan OAT tersebut. Hal tersebut dapat menyebabkan toksisitas
atau berkurangnya efikasi dari obat tersebut.
Interaksi obat yang menguntungkan berdasarkan Pedoman Nasional Pengendalian
Tuberkulosis dalam pengobatan tuberkulosis terdiri dari interaksi antar OAT yaitu
isoniazid dengan pirazinamid, rifampisin dengan isoniazid, rifampisin dengan
pirazinamid. Penggunaan kombinasi obat ini direkomendasikan untuk mencegah
terjadinya resistensi kuman Mycobacterium tuberculosis terhadap obat. Selain itu,
interaksi menguntungkan antara OAT dengan obat lain terdiri dari isoniazid dengan
vitamin B6. Penggunaan vitamin B6 direkomendasikan untuk menangani efek samping
ringan OAT seperti kesemutan dan rasa terbakar di telapak kaki atau tangan yang
disebabkan oleh penggunaan isoniazid. Walaupun interaksi obat yang menguntungkan
ini termasuk dalam interaksi yang diharapkan atau sengaja diberikan dalam terapi
tuberkulosis namun efek interaksi kedua obat dapat meningkatkan risiko toksisitas
seperti pemberian kombinasi OAT yang dapat meningkatkan risiko hepatotoksisitas
sehingga perlu dilakukan monitoring fungsi hati.
Interaksi obat antara isoniazid dengan pirazinamid dapat meningkatkan toksisitas yang
lain dengan sinergisme farmakodinamik menyebabkan adiktif hepatotoksisitas. Interaksi
isoniazid dengan pirazinamid termasuk dalam jenis interaksi farmakodinamik sinergisme
dengan kategori signifikansi klinis minor, penggunaan kedua obat ini dapat diberikan
karena efek yang dihasilkan ringan dan pengobatan tambahan tidak diperlukan. Namun
diperlukan monitoring fungsi hati terutama pada pasien dengan gangguan fungsi hati.
Rifampicin meningkatkan toksisitas isoniazid dengan peningkatan metabolisme menjadi
metabolit yang bersifat hepatotoksik. Rifampicin menginduksi isoniazid hidrolase
dengan meningkatkan produksi hidrazin yang bersifat hepatotoksik ketika rifampisin
dikombinasikan dengan isoniazid sehingga risiko hepatotoksisitas lebih tinggi ketika
diberikan secara bersamaan dibandingkan saat diberikan secara individu (Tostmann et
al., 2007). Interaksi rifampisin dengan isoniazid termasuk dalam jenis interaksi
farmakokinetik tahap metabolisme.
Penatalaksanaan interaksi obat dapat dilakukan dengan mencegah kombinasi obat secara
keseluruhan, penggunaan alternatif obat lain yang tidak berinteraksi dengan obat
lainnya, menjarakkan waktu pemberian obat, jika kombinasi suatu obat harus diberikan
maka dapat dilakukan monitoring laboratorium atau klinis sehingga dapat dilakukan
penyesuaian dosis atau penghentian penggunaan obat, memberikan informasi tentang
faktor risiko pasien yang meningkatkan risiko outcome negatif, meningkatkan skrining
peresepan.

Pasien dengan tuberkulosis paru sering mengalami keluhan gastro intestinal seperti
mual, muntah dan drug induce liver injury yang ditandai peningkatan nilai liver
function test akibat efek hepatotoksik dari beberapa obat anti tuberkulosis yang
terutama dialami dalam dua bulan pertama pengobatan. Curcuma telah lama diketahui
memiliki efek hepatoprotektor dan memperbaiki fungsi liver.

Plan
a Monitoring tekanan darah
b Atur regimen interval penggunaan obat,
c Pemberian obat sebaiknya diatur agar tidak terjadi interaksi yang tidak diharapkan
d Pantau pengobatan TB paru sampai pasien tuntas pengobatannya, karena kepatuhan
pasien minum obat TB paru merupakan keberhasilan dalam terapi.
Salah satu kunci keberhasilan pengobatan TB adalah adherence penderita terhadap
farmakoterapi:
1 Kemungkinan penderita TB tidak adherence sangat besar, karena pemakaian
jangka panjang, jumlah obat yang diminum per hari, efek samping yang mungkin
timbul dan kurangnya kesadaran penderita akan penyakitnya.
2 Adherence adalah keterlibatan penderita dalam penyembuhan dirinya, bukan
hanya sekadar patuh. Dengan meningkatnya adherence penderita, diharapkan
tidak timbul resistensi obat yang dapat merugikan penderita itu sendiri maupun
lingkungan, kambuh maupun kematian.
3 Peran Apoteker dalam meningkatkan adherence akan obat terdiri dari berbagai
kegiatan; menilai masalah adherence, mengidentifikasi faktor penyebab non
adherence, memberikan konseling, dan merekomendasikan strategi adherence,
sesuai kebutuhan penderita.

Bentuk-bentuk non adherence terhadap farmakoterapi bagi penderita TB


diantaranya
1 Tidak mengambil obatnya
2 Minum obat dengan dosis yang salah
3 Minum obat pada waktu yang salah
4 Lupa minum obat
5 Berhennti minum obat sebelum waktunya, dll

Penderita TB dan faktor penyebab non adherence


1 Kondisi yang asimtomatik
2 Pemakaian obat lama (kondisi kronis)
3 Pelupa (daya ingat yang kurang baik)
4 Regimen kompleks
5 Jumlah obat yang banyak
6 Ukuran obat yang relatif besar
7 Penderita khawatir akan efek samping
8 Komunikasi yang buruk antara penderita dan dokter/apoteker dll

KESIMPULAN

Dari terapi yang diberikan, DRPs dari terapi tersebut tidak ada permasalahan, tepat
indikasi, tepat dosis, dan tepat rute.
DAFTAR RUJUKAN

1. Medscape. 2016. Drug Interaction Checker, Medscape (Online).


https://reference.medscape.com/drug-interactionchecker, Accessed
27 Mei 2019
2. Dirjen BinFar dan Alkes, Pharmaceutical Care Untuk penyakit
tuberkulosis
3. Tatrodan David S. 2007. Drugs Interaction Facts. United State Of
America: Wolters Kluwer Health
4. Isbaniyah dan Fatitiyah. 2011. Pedoman diagnosis dan penatalaksanaan
di Indonesia: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia: Jakarta
5. Darliana Devi. 2015. Manajemen Pasien Tuberculosis Paru.
FakultasKedokteran Universitas Syiah Kuala: Indonesia

You might also like