You are on page 1of 24

MAKALAH MESIN KONVERSI ENERGY II

“ENERGY LAUT (ENERGY GELOMBANG DAN PASANG SURUT AIR LAUT)”

OLEH

MIFKAH NUR MAWADDAH (E1C119010)


HANUR (E1C119004)
AGUNG PRATAMA (E1C119014)
KORIMA SYAADIA LANDALU (E1C119033)
SUHARJITO (E1C119044)
AKBAR PRASETIAWAN (E1C119050)

JURUSAN TEKNIK MESIN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2022
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia adalah negara maritim, karena sebagian besar wilayahnya adalah
perairan. Wilayah Indonesia terdiri dari 17.508 , memiliki luas daratan 1,9 juta
km2 dan garis pantai 80,791 km, serta wilayah cakupan laut mencapai 3,1 juta
km2 . Setiap tahun Indonesia memiliki kebutuhan energi listrik yang semakin
meningkat seiring dengan pertambahan penduduk dan pertumbuhan ekonomi.
Dari data Perusahaan Listrik Negara (PLN) dari tahun 2003 s.d. 2020
berdasarkan hasil proyeksi kebutuhan listrik terlihat bahwa selama kurun waktu
tersebut rerata kebutuhan listrik di Indonesia tumbuh sebesar 6,5% per tahun .
Saat ini, sumber energi utama di Indonesia masih mengandalkan sumber
energi tidak terbarukan yang berasal dari bahan bakar fosil seperti minyak bumi,
gas alam, serta batubara. Sumber energi yang berasal dari fosil menjadi suatu
permasalahan yang penting karena bahan bakar fosil tidak dapat diperbaharui
kembali serta setiap tahun cadangannya semakin menipis hal ini menyebabkan
secara tidak langsung akan mengancam ketersedian energi listrik terutama pada
sistem kelistrikan isolated di daerah terisolasi yang menggunakan PLTD sebagai
pembangkit utama .
Untuk meningkatkan target pencapaian Energi Baru Terbarukan (EBT) pada
tahun 2025 menjadi 23%, maka perlu upaya untuk melakukan diversifikasi
energi pada pembangkit tenaga listrik yang memprioritaskan pemanfaatan Energi
Baru Terbarukan (EBT) secara optimal. Dengan melihat kondisi geografis
Indonesia yang berupa negara kean di sepanjang garis khatulistiwa, tentunya
sangat sulit untuk menjangkau seluruh beban di daerah-daerah terisolasi yang
jauh dari sistem kelistrikan di besar . Untuk distribusi listrik ke yang terisolasi
cukup sulit dalam pendistribusianya, karena menarik kabel listrik untuk
penyaluran sistem kelistrikan dari jaringan utama ke pulau yang terisolasi
dianggap mahal dan tidak efisien secara ekonomi .
Indonesia memiliki energi laut yang potensial karena mengingat Indonesia
memiliki garis pantai yang panjang dan wilayah maritim yang luas, sumber daya
energi laut memiliki potensi yang sangat besar untuk dieksploitasi sebagai solusi
2 energi baru terbarukan yang ramah lingkungan dimasa depan untuk
menyelesaikan masalah krisis energi, terutama untuk pulau-pulau terisolasi yang
belum terkoneksi jarigan listrik PLN . Namun pemanfaatan energi laut untuk
menghasilkan listrik masih belum optimal untuk dikembangkan dan perlu dikaji
lebih mendalam sebagai sumber pembangkit energi terbarukan yang potensial .
Potensi energi laut untuk menghasilkan listrik sendiri dibagi kedalam 3 jenis
potensi yaitu energi energi gelombang laut (wave energy), pasang surut (tidal
power), dan energi panas laut (ocean thermal energy conversion). Tapi pada
makalah ini kita focus pada dua topic jenis potensi yaitu energi gelombang laut
(wave energy) dan pasang surut (tidal power). Tinggi gelombang yang dapat
dimanfaatkan untuk pembangkit listrik sendiri adalah gelombang yang selalu
terbentuk sepanjang tahun dengan tinggi minimal satu sampai dua meter. Untuk
pasang surut dibutuhkan gelombang pasang yang besar dengan perbedaan kira-
kira 8 meter antara gelombang pasang dan gelombang surut .
Kemudian untuk memanfaatkan energi laut sebagai pembangkit listrik energi
baru terbarukan dibutuhkan teknologi konversi untuk mengubah dari energi laut
menjadi energi listrik. Setelah melihat pemaparan di atas dengan kondisi
permasalahan pada kelistrikan di daerah terisolasi Indonesia, perlu adanya
sumber energi alternatif untuk pembangkit listrik energi baru terbarukan. Untuk
itu dalam penelitian ini akan mengidentifikasi seberapa besar potensi energi laut
dan menentukan prioritas teknologi pembangkit energi laut dengan menggunakan
metode Analytical Hierarchy Process sebagai sumber energi baru terbarukan
dengan memetakan lokasi yang terdapat potensi energi laut untuk mendapatkan
seberapa besar potensi 2 energi listrik yang ada di lokasi pulau terisolasi tersebut
serta mendapatkan prioritas teknologi pembangkit untuk diterapkan di pulau
terisolasi Indonesia sesuai dengan kriteria yang sudah ditentukan oleh para exper
Sejalan dengan perkembangan dan kemajuan ekonomi, permintaan pasokan
energi listrik terus meningkat. Disamping itu juga pemerintah terus berupaya
mengurangi pembangkit atau peralatan yang mempergunakan BBM, karena
Indonesia sudah menjadi "Net Oil Importir Country". Melihat kondisi tersebut di
atas, perlu adanya upaya untuk mengembangkan potensi energi alternatif,
terutama energi baru dan terbarukan yang ramah dan akrab lingkungan sehingga
bisa sejalan dengan program CDM sebagai tindak lanjut dari ”Protocol Kiyoto”.
Seperti diketahui bahwa Negara Indonesia terletak dilintang khatulistiwa,
disamping itu juga Negara Indonesia sebagai Negara kepulauan, sehingga sangat
banyak potensi energi primer untuk dapat dikembangkan termasuk energi
alternatif baru dan terbarukan, diantaranya berupa tenaga air (PLTA), dan tenaga
gelombang-laut (PLTGL).
Indonesia sebagai negara kepulauan dengan luas 1.904.556 km2 yang terdiri
dari; 17.508 pulau, 5,8 juta km2 lautan dan 81.290 juta km panjang pantai, maka
potensi energi laut terutama gelombang laut sangat potensial sekali untuk dapat
diberdayakan sebagai energi primer alternatif baru dan terbarukan terutama untuk
pembangkit tenaga listrik. Sebenarnya Energi Gelombang Laut untuk
Pembangkit Energi Listrik bukankanlah suatu teknologi yang baru, karena pada
tahun 1799 ide tersebut pertamakali di-paten-kan oleh Girard & Son dari Prancis.
Tapi sejak tejadinya krisis energi pada tahun 1973, dibeberapa negara secara
intensif melakukan kajian, ujicoba dan pengembangan teknologi Pembangkit
Listrik Gelombang Laut (PLTGL) tersebut. Seperti Norway dengan teknologinya
Tapchan, Jepang dengan teknologinya Mighty Whale, Scotland dengan
teknologinya Pelamis, Denmark dengan teknologinya Wave Dragon, Netherlands
dengan teknologinya Archimedes Wave Swing, USA-Washington dengan
teknologinya AquaBuoy, USA-Oregon & Colorado dengan teknologinya
Floating Platform, USA-California dengan teknologinya Wave Rider, United
Kingdom dengan teknologinya Salter Duck, Canada dengan teknologinya
Wavemill dan masih ada beberapa negara lagi dengan teknologinya
masingmasing.
Melihat kondisi tersebut di atas sesuai dengan topografi Negara Republik
Indonesia, maka Indonesia perlu ambil peranan dalam hal penelitian, uji-coba
dan pengembangan energi dari laut tersebut, karena negara Indonesia adalah
negara kepulauan dengan beribu pulau atau lebih dikenal dengan negara maritim,
sehingga banyak daerah/wilayah terpencil yang perlu penanganan khusus,
termasuk menyediakan daya/energi listrik. Disamping itu mengurangi
ketergantungan akan teknologi tersebut, terhadap negara lain.
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Pembangkit listrik energy gelombang


2.1.1 Definisi Energi Gelombang Laut

Saat ini, peningkatan kebutuhan akan energi dan peningkatan gas rumah
kaca akibat penggunaan bahan bakar fosil, menyebabkan penggunaan sumber
energi terbarukan memiliki potensi yang lebih besar dari sebelumnya. Salah satu
sumber energi terbarukan yang belum dimanfaatkan sepenuhnya adalah energi
gelombang laut. Energi gelombang laut pada dasarnya berasal dari angin, yang
awalnya juga berasal dari energi matahari. Pada saat angin berhembus di atas
permukaan lautan, gesekan menimbulkan gerakan air dan menghasilkan
gelombang.

Walaupun jumlah energi gelombang laut jauh lebih rendah dari jumlah
energi surya, namun energi gelombang laut memiliki kerapatan yang jauh lebih
padat dari pada energi surya. Energi gelombang memeiliki kurang lebih lima kali
lebih padat dari energi surya, atau kepadatan mencapai 2-3 kW/m2. Hal ini
membuat energi gelombang laut menjadi sebuah sumber energi terbarukan yang
lebih baik, tetapi dengan syarat dapat ditemukan cara yang efisien untuk
mengekstraknya. Studi tentang mengubah energi mekanik dalam gelombang laut
untuk listrik yang berguna telah banyak dilakukan misalnya Sistem penggerak
kaku (rigid-drive-system) yang marupakan sistem pemanenan energi yang
memaksa armatur generator linier untuk secara sempurna melacak (atau cermin)
elevasi permukaan gelombang laut tanpa amplifikasi atau atenuasi amplitudo.
Sistem penggerak langsung (direct-drive-system) yang merupakan sistem
pemanenan energi yang mencoba memaksa armatur generator linier untuk
melacak (atau cermin) elevasi permukaan gelombang laut, namun tidak dapat
melakukannya dengan sempurna, sehingga terjadi redaman amplitudo dan Sistem
penggerak-resonan (resonant-drive-system) yang merupakan sistem pemanenan
energi yang memungkinkan armatur generator linier dan atau pelampung
bergema, dan memperkuat, elevasi permukaan gelombang laut. Namun demikian
belum ada yang berhasil mendapatkan ekstraksi yang optimal. Untuk itu
beberapa peneliti juga telah membuat alat bantu untuk mengkonversi energi
gelombang laut menjadi energi listrik melalui simulasi.

Indonesia adalah salah satu negara di dunia yang memiliki wilayah laut
terbesar. Sekitar dua per tiga wilayah Indonesia adalah laut. Indonesia memiliki
pantai kedua terpanjang di dunia setelah Kanada. Hal tersebut menjadi
keuntungan bagi Indonesia dari segi besarnya potensi energi laut. Energi laut
yang dihasilkan dari gerakan dan perbedaan suhu lapisan laut (samudera)
merupakan sumber energi di perairan laut yang berupa energi pasang surut,
energi gelombang, energi arus laut, dan energi perbedaan suhu lapisan laut.
Daerah samudera Indonesia sepanjang pantai selatan Jawa sampai Nusa Tenggara
adalah lokasi yang memiliki potensi energi gelombang cukup besar berkisar
antara 10 - 20 kW per meter gelombang. Beberapa penelitian menyimpulkan
bahwa energi gelombang di beberapa titik di Indonesia bisa mencapai 70 kW/m
di beberapa lokasi. Pantai barat Pulau Sumatera bagian selatan dan pantai selatan
Pulau Jawa bagian barat juga berpotensi memiliki energi gelombang laut sekitar
40 kW/m.

2.1.2 Teori Gelombang Airy


Berdasarkan gaya pembangkit, gelombang laut dapat dikelompokan
menjadi tiga kategori yaitu (1) gelombang angin yang dibangkitkan oleh angin di
permukaan laut (2) gelombang pasang surut dibangkitkan oleh gaya tarik benda –
benda langit khususnya matahari dan bulan, (3) gelombang tsunami yang terjadi
karena letusan gunung berapi atau gempa di laut. Dalam penelitian ini, untuk
mensimulasikan gelombang digunakan teori Airy menggunakan persamaan
Laplace untuk aliran tak rotasi dengan kondisi batas di dasar laut dan di
permukaan air.
Dalam teori Airy, asumsi yang digunakan adalah (1) zat cair adalah
homogen dan tidak termampatkan, sehingga rapat masa adalah konstan; (2)
tegangan permukaan diabaikan; (3) Gaya coriolis (akibat perputaran bumi di
abaikan); (4) tekanan pada permukaan air adalah seragam dan konstan; (5) zat
cair adalah ideal, sehingga berlaku aliran tak rotasi; (6) dasar laut adalah
horizontal, tetap dan impermeable sehingga kecepatan vertikal di dasar adalah
nol; (7) amplitudo gelombang kecil terhadap panjang gelombang dan kedalaman
air; dan (8) gerak gelombang berbentuk silinder yang tegak lurus arah penjalaran
gelombang sehingga gelombang adalah dua dimensi. Teori Airy menggunakan
koordinat kartesian, gelombang berada pada system koordinat x-y dan menjalar
pada sumbu x (Gambar 1).

Gambar 1. Gelombang Teori Airy

Dengan d : jarak antara muka air rerata dan dasar laut (kedalaman
laut); a : amplitudo gelombang H : tinggi gelombang = 2a; L : panjang
gelombang, yaitu jarak antara dua puncak gelombang yang berurutan; T :
Periode gelombang, yaitu interval waktu yang diperlukan oleh partikel air
untuk kembali pada kedudukan yang sama dengan kedudukan sebelumnya; C :
Kecepatan rambat gelombang = L/T.
Hubungan antara cepat rambat gelombang dengan panjang gelombang dan
kedalaman dinyatakan pada persamaan (1).
2
gT
C = tanh

2 πd
L

dengan g adalah gaya gravitasi. Sedangkan hubungan panjang gelombang


sebagai fungsi kedalaman dinyatakan pada persamaan (2).
2
gT
L = tanh

2 πd
L

Pada teori Airy, dengan membandingkan antara kedalaman air dan panjang
gelombang L, (d/L), gelombang dapat diklasifikasikan menjadi tiga macam dapat
dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Klasifikasi Gelombang Menurut Teori Airy


Keterangan Gelombang laut Gelombang Gelombang laut
dangkal transisi dangkal
d/L d/L1/2 1/20 < d/L < ½ d/L  1/20
Tanh (2πd/L) T Tanh(2d/L) 1
C L/T=gd L/T=gT L/T=gT/2
Tanh(2d/L)/2
L Tgd gT 2 gT 2 /2
Tanh(2d/L)/2

2.1.3 Energi Gelombang


Partikel air pada gelombang bergerak dalam jalur melingkar karena
kekuatan yang diberikan oleh gelombang. Tingkat perpindahan massa dan
momentum oleh gelombang sesuai dengan persamaan (3).
ρa2 g
I = mx =
2c
dengan  adalah massa jenis air laut. Gaya yang diberikan oleh gelombang pada
benda mengambang atau terendam per satuan lebar sesuai dengan pesamaan (4).
1 2 kh
F= g ¿)(1 + )
4 sinh kh
dengan ai (kejadian), ar (tercermin), dan at (ditransmisikan) amplitudo
gelombang. Pada kondisi laut dalam maka h => , sehingga persamaan (4)
menjadi
1
F= g ¿)
4
Turunan gaya terhadap fluks pada momentum horisontal di bidang vertikal dan
fluks tanpa gelombang, karena tekanan hidrostatik menghasilkan
P = - gh
Sehingga total energi yang teridir dari energi potensial dan kinetik seperti yang
diberikan oleh teori Airy menjadi
ρgh2 λb
Ep = Ek =
16
Seingga energi total dari gelombang adalah
ρgh2 λb
E = Ep + Ek=
8
Energi potensial akibat tinggi gelombang dan energi kinetik akibat pergerakan
partikel air. Seiring pergerakan gelombang, gelombang memindahkan energi dari
titik ke titik sesuai arah rambat. Kekuatan gelombang mengikuti
P = ¿ ρga2) (gc) (b)

2.1.4 Respon Benda Terkena Gelombang


Gelombang memiliki gaya dan ketika mengenai benda yang ditempatkan
di laut, gelombang mengerahkan kekuatan pada benda tersebut. Gaya yang
diberikan oleh gelombang bersifat periodik dan terutama bergantung pada tinggi
gelombang, periode seuai persamaan
F cos t
Gaya reaksi benda terhadap gaya gelombang merupakan gaya restorasi, gaya
redaman (gesekan), dan ekstraksi energy dengan persamaan
F cos t  Dy  Sy  my
Seperti persamaan (11), dapat diamati bahwa gaya redaman (Dy) berbanding
lurus dengan kecepatan dan sebanding dengan perpindahan (y).
Frekuensi gaya redaman alami akibat ekstraksi energi sesuai dengan persamaan

o =
√ s
m
S merupakan gaya reaksi benda (N) dan m adalah massa benda. Daya yang
diekstraksi dapat ditentukan dengan
P = Dy 2
Berdasarkan eprsamaan (13) maka daya rata-rata pada benda yang diberikan
gelombang adalah
1 2 1 2
P= Dy = Da ❑2
2 2
Gambar 3. Skematik ponton melampung di atas permukaan laut
Pergerakan ponton ini akibat adanya gelombang dimanfaatkan untuk
menghasilkan energy listrik. Hal ini dilakukan dengan memadukannya dengan
generator secara langsung atau dengan memodifikasi pergerakan memanfaatkan
bandul yang dikompling dengan magnet sedemikian rupa atau juga sebagai
pemompa air laut untuk ditampung yang selanjutnya dialirkan ke generator
memanfaatkan jatuh terjun. Beberapa sistem yang telah dibangun adalah sebagai
berikut:
A. Attenuator
Prinsip dasar jenis ini adalah dengan cara meletakkan alat konversi di
permukaan air laut untuk mengkonversi energi gelombang laut menjadi energi
listrik.

Gambar 4 (a) Attenuator, (b) Pelamis


Dengan prinsip yang sama juga ada model pelamis. Merupakan pembangkit
listrik yang dikembangkan oleh Inggris dan negera-negara Eropa lainnya.
Penemuan lain yang menggunakan prinsip yang sama yaitu Pembangkit Listrik
Tenaga air Gelombang Laut (PLTA-GL) yang mengkonversi energy Vertikal
gelombang laut dengan bantuan tuas ke dalam energy potensial air dalam bentuk
reservoir (penampung) dan menjadi pembangkit listrik tenaga air.
B. Oscillating Water Column (OWC)

Gambar 5 (a) Oscillating Water Column, (b) Limpet

scillating Water Column (OWC) menggunakan prinsip tekanan udara yang


dihasilkan oleh gelombang laut dalam suatu ruangan tertutup untuk memutar
turbin).Masih ada limpet yang menggunakan prinsip serupa dengan
memanfaatkan gerakan gelombang laut yang dapat memberikan tekanan udara
pada tempat tertutup dan menghasilkan udara bertekanan yang digunakan untuk
menggerakkan turbin.

C. Overtopping Device
Overtopping Device merupakan peralatan penjebak air laut ke dalam suatu
tempat di tengah laut, air yang terkumpul secara berkesinambungan digunakan
untuk memutar turbin yang terletak di bawah peralatan penjebak air laut tersebut.

Gambar 6 (a) Overtopping Device, (b) Wave Dragon


Pemanfaatan penjebak air laut banyak jenisnya, salah satunya yaitu Wave
Dragon.Dengan menggunakan penangkap gelombang, air laut diarahkan ke satu
tempat penampungan air terpusat, kemudian air dikontrol penggunaannya untuk
memutar turbin yang terletak di bawah alat konversi.

D. Oscillating Wave Surge Converter (OWSC)


Oscillating Wave Surge Converter merupakan alat konversi tenaga ombak
yang memanfaatkan energi horizontal gelombang laut

Gambar 7 (a) Oscillating Wave Surge Converter b) Wraspa

Prinsip yang sama digunakan oleh wraspa, dengan meletakkan alat


konversi di dasar laut memanfaatkan energi horizontal gelombang laut untuk
dikonversi menjadi energi listrik

E. (Axisymmetrical) Point Absorber


(Axisymmetrical) Point Absorber merupakan alat konversi energi gelombang
dengan penempatan pelampung dipermukaan laut, memanfaatkan energi vertikal
dari gelombang laut untuk menghasilkan listrik. Penggunaan teknologi yang
sama yaitu pada Aegir Dynamo™ dan Permanent Magnet Linear Buoy, yaitu
dengan memanfaatkan energi vertikal dengan pelampung yang diletakkan
dipermukaan air laut untuk mengkonversikan energi gelombang menjadi energi
penggerak turbin
Gambar 8 (a) Point Absorber, (b) Permanent Magnet Linear Buoy

F. Submerged Pressure Differential


Submerged Pressure Differential tidak jauh berbeda dengan Point Absorber,
hanya saja pelampung yang digunakan tidak terletak pada permukaan, melainkan
di dalam laut.

Gambar 9 Sebmerged Pressure Differential

2.2 Pembangkit listrik pasang surut air laut


2.2.1 Pengertian Pasang Surut Air Laut
Pasang surut laut merupakan suatu fenomena pergerakan naik turunnya
permukaan air laut secara berkala yang diakibatkan oleh kombinasi gaya
gravitasi dan gaya tarik menarik dari benda-benda astronomi terutama oleh
matahari, bumi dan bulan. Pengaruh benda angkasa lainnya dapat diabaikan
karena jaraknya lebih jauh atau ukurannya lebih kecil. Pasang surut laut adalah
gelombang yang dibangkitkan oleh adanya interaksi antara bumi, matahari dan
bulan. Puncak gelombang disebut pasang tinggi dan lembah gelombang disebut
pasang rendah. Perbedaan vertikal antara pasang tinggi dan pasang rendah
disebut rentang pasang surut (tidal range). Periode pasang surut adalah waktu
antara puncak atau lembah gelombang ke puncak atau lembah gelombang
berikutnya. Harga periode pasang surut bervariasi antara 12 jam 25 menit hingga
24 jam 50 menit.
Pasang surut air laut di bedakan menjadi dua yaitu:
1. Pasang Laut Purnama (spring tide)
Pasang laut purnama (spring tide) terjadi ketika bumi, bulan dan
matahari berada dalam suatu garis lurus. Pada saat itu akan dihasilkan
pasang naik yang sangat tinggi dan pasang surut yang sangat rendah. Pasang
laut purnama ini terjadi pada saat bulan baru dan bulan purnama.
2. Pasang Laut Perbani (neap tide)
Pasang laut perbani (neap tide) terjadi ketika bumi, bulan dan matahari
membentuk sudut tegak lurus. Pada saat itu akan dihasilkan pasang naik
yang rendah dan pasang surut yang tinggi. Pasang laut perbani ini terjadi
pada saat bulan seperempat dan tigaperempat.

2.2.2 Teori dan Faktor Penyebab Pasang Surut


1. Teori kesetimbangan( Equilibrium Theory)
Teori kesetimbangan pertama kali diperkenalkan oleh Sir Isaac
Newton (1642-1727). Teori ini menerangkan sifat-sifat pasut secara
kualitatif. Teori terjadi pada bumi ideal yang seluruh permukaannya ditutupi
oleh air dan pengaruh kelembaman (Inertia) diabaikan. Teori ini menyatakan
bahwa naik-turunnya permukaan laut sebanding dengan gaya pembangkit
pasang surut (King, 1966). Untuk memahami gaya pembangkit passng surut
dilakukan dengan memisahkan pergerakan sistem bumi-bulan-matahari
menjadi 2 yaitu, sistem bumi-bulan dan sistem bumi matahari. Pada teori
kesetimbangan bumi diasumsikan tertutup air dengan kedalaman dan densitas
yang sama dan naik turun muka laut sebanding dengan gaya pembangkit
pasang surut atau GPP (Tide Generating Force) yaitu Resultante gaya tarik
bulan dan gaya sentrifugal, teori ini berkaitan dengan hubungan antara laut,
massa air yang naik, bulan, dan matahari. Gaya pembangkit pasut ini akan
menimbulkan air tinggi pada dua lokasi dan air rendah pada dua lokasi
(Gross, 1987).

2. Teori Pasut Dinamik (Dynamical Theory)


Pond dan Pickard (1978) menyatakan bahwa dalam teori ini lautan
yang homogen masih diasumsikan menutupi seluruh bumi pada kedalaman
yang konstan, tetapi gaya-gaya tarik periodik dapat membangkitkan
gelombang dengan periode sesuai dengan konstituekonstituennya. Gelombang
pasut yang terbentuk dipengaruhi oleh GPP, kedalaman dan luas perairan,
pengaruh rotasi bumi, dan pengaruh gesekan dasar. Teori ini pertama kali
dikembangkan oleh Laplace (1796-1825). Teori ini melengkapi teori
kesetimbangan sehingga sifat-sifat pasut dapat diketahui secara kuantitatif.
Menurut teori dinamis, gaya pembangkit pasut menghasilkan gelombang
pasut (tide wive) yang periodenya sebanding dengan gaya pembangkit pasut.
Karena terbentuknya gelombang, maka terdapat faktor lain yang perlu
diperhitungkan selain GPP. Menurut Defant(1958), faktor-faktor tersebut
adalah :
a) Kedalaman perairan dan luas perairan
b) Pengaruh rotasi bumi (gaya Coriolis)
c) Gesekan dasar Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pasang
surut berdasarkan teori kesetimbangan adalah rotasi bumi pada
sumbunya, revolusi bulan terhadap matahari, revolusi bumi terhadap matahari.
Sedangkan berdasarkan teori dinamis adalah kedalaman dan luas perairan,
pengaruh rotasi bumi (gaya coriolis), dan gesekan dasar. Selain itu juga
terdapat beberapa faktor lokal yang dapat mempengaruhi pasut disuatu
perairan seperti, topogafi dasar laut, lebar selat, bentuk teluk, dan sebagainya,
sehingga berbagai lokasi memiliki ciri pasang surut yang berlainan (Wyrtki,
1961).
2.2.3 Tipe-Tipe Pasang Surut
Bentuk pasang surut di berbagai daerah tidak sama. Tipe pasut ditentukan
oleh frekuensi air pasang dengan surut setiap harinya. Hal ini disebabkan karena
perbedaan respon setiap lokasi terhadap gaya pembangkit pasang surut. Menurut
Romimohtarto dan Juwana (2007), dilihat dari pola gerakan muka lautnya,
pasang surut di Indonesia dapat di bagi menjadi empat yaitu :
1. Pasut semi diurnal
atau pasut harian ganda (dua kali pasang dan dua kali surut dalam 24
jam), Periode pasang surut rata-rata adalah 12 jam 24 menit. misalnya di
perairan selat Malaka
2. Pasut diurnal
atau pasut harian tunggal (satu kali pasang dan satu kali surut dalam 24
jam), Periode pasangsurut adalah 24 jam 50 menit, misalnya di sekitar selat
Karimata;
3. Pasang surut campuran
condong harian tunggal (Mixed Tide, Prevailing Diurnal) merupakan
pasut yang tiap harinya terjadi satu kali pasang dan satu kali surut tetapi
terkadang dengan dua kali pasang dan dua kali surut yang sangat berbeda
dalam tinggi dan waktu, ini terdapat di Pantai Selatan Kalimantan dan Pantai
Utara Jawa Barat.
4. Pasang surut campuran
condong harian ganda (Mixed Tide, Prevailing Semi Diurnal) merupakan
pasut yang terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dalam sehari tetapi
terkadang terjadi satu kali pasang dan satu kali surut dengan memiliki tinggi
dan waktu yang berbeda, ini terdapat di Pantai Selatan Jawa dan Indonesia
Bagian Timur Daerah paling atas pantai hanya terendam saat pasang naik
tinggi. Daerah ini dihuni oleh beberapa jenis ganggang, moluska, dan remis
yang menjadi konsumsi bagi kepiting dan burung pantai. Daerah tengah pantai
terendam saat pasang tinggi dan pasang rendah. Daerah ini dihuni oleh
ganggang, porifera, anemon laut, remis dan kerang, siput herbivora dan
karnivora,kepiting, landak laut, bintang laut, dan ikan-ikan kecil. Daerah pantai
terdalam terendam saat air pasang maupun surut. Daerah ini dihuni oleh
beragam invertebrata dan ikan serta rumput laut. Komunitas tumbuhan
berturut-turut dari daerah pasang surut ke arah darat dibedakan sebagai berikut:
1. Formasi pes caprae
Dinamakan demikian karena yang paling banyak tumbuh di gundukan
pasir adalah yang tahan terhadap hempasan gelombang dan angin;tumbuhan
ini menjalar dan berdaun tebal. Tumbuhan lainnya adalah Spinifex littorius
(rumput angin), Vigna, Euphorbia atoto, dan Canaualia martina. Lebih ke arah
darat lagi ditumbuhi Crinum asiaticum (bakung), Pandanus tectorius (pandan),
dan Scaeuola Fruescens (babakoan)
2. Formasi baringtonia
Daerah ini didominasi tumbuhan baringtonia, termasuk di dalamnya
Wedelia, Thespesia,Terminalia, Guettarda, dan Erythrina. Bila tanah di daerah
pasang surut berlumpur, maka kawasan ini berupa hutan bakau yang memiliki
akar napas. Akar napas merupakan adaptasi tumbuhan di daerah berlumpur
yang kurang oksigen. Selain berfungsi untuk mengambil oksigen, akar ini
juga dapat digunakan sebagai penahan dari pasang surut gelombang. Yang
termasuk tumbuhan dihutan bakau antara lain Nypa, Acathus, Rhizophora,
dan Cerbera. Jika tanah pasang surut tidak terlalu basah, pohon yang sering
tumbuh adalah Heriticra, Lumnitzera, Acgicras, dan Cylocarpus.

2.2.4 Pasang surut air laut sebagai pembangkit listrilk


Listrik tenaga pasang surut adalah energi terbarukan, hasil dari
mengkonversi Energy pasang surut menjadi listrik. Listrik tenaga pasang surut
adalah bentuk tenaga air di mana energi didapatkan dari energi yang
terkandung pada pasang surut air laut. Listrik tenaga pasang surut merupakan
sumber energi terbarukan karena pasang surut air laut di bumi adalah hasil
dari interaksi gravitasi bulan dan matahari dan rotasi bumi yang membuatnya
menjadi sumber tenaga listrik yang hampir tak ada habis-habisnya. Listrik
tenaga pasang surut memiliki potensi yang sangat baik tetapi banyak industri
listrik pasang surut masih sebatas proyek percontohan dan belum mendapat
perhatian di seluruh dunia.
Energi pasang surut mampu menghasilkan listrik hanya disaat gelombang
pasang yang rata-rata sekitar 10 jam setiap hari. Ini berarti bahwa energi
pasang surut adalah sumber energi intermiten (seperti surya dan angin).
karena itu memerlukan solusi penyimpanan energi yang memadai. Energi
pasang surut air ini sangat bermanfaat di Indonesia, dikarenakan Indonesia
adalh salah satu Negara kepulauan yang hampir 50%nya merupakan laut.
Oleh karena itu, manfaat energy pasang surut air di Indonesia ini sangatlah
besar.
Jika dibandingkan dengan pembangkit listrik lainnya tentu pembangkit
listrik pasang surut sangat unggul yaitu pasang surut air dapat diprediksi
karena dipegaruhi oleh pergerakan bumi dan serta gravitasi bulan dan
matahari, sedangkan untuk pembangkit listrik lainnya (Matahari dan angin)
sangat bergantung pada perubahan cuaca apalagi terlihat perubahan cuaca
yang kadang tidak menentu sehingga sangat sulit untuk diprediksi .
Namun dibalik kelebihan itu pembangkit pasang surut juga memiliki
kekurangan yaitu pembangkit pasang surut sangat mahal dibangun karena
medan pembangunan yang agak sulit serta turbin yang dibutuhkan juga harus
mampu tahan terhadap tingkat korosi yang tinggi. Meskipun dalam
pembangunan nya yang mahal, namun pembangkit pasang surut hanya
dibangun sekali dan dengan biaya perawatan yang relatif rendah. Energi
pasang surut (Tidal Energy) merupakan energi yang terbarukan. Prinsip
kerjanya sama dengan pembangkit listrik tenaga air,dimana air dimanfaatkan
untuk memutar turbin dan mengahasilkan energi listrik.Energi diperoleh dari
pemanfaatan variasi permukaan laut terutama disebabkan oleh efek gravitasi
bulan, dikombinasikan dengan rotasi bumi dengan menangkap energi yang
terkandung dalam perpindahan massa air akibat pasang surut.

Gambar 2. 1. Proses Pasang


Pada gambar 1, terlihat bahwa arah ombak masuk ke dalam muara
sungai ketika terjadi pasang naik air laut. Dalam proses ini air pasang akan
ditampung ke dam sehinggal pada saat air surut air pada dam dapat dialirkan
untuk memutar turbine

Gambar 2. 2. Proses Surut


Ketika surut, air mengalir keluar dari dam menuju laut sambil
memutar turbin seperti yang terlihat pada gambar 2 di atas. Pasang surut
menggerakkan air dalam jumlah besar setiap harinya, dan pemanfaatannya
dapat menghasilkan energi dalam jumlah yang cukup besar.
Dalam sehari bisa terjadi hingga dua kali siklus pasang surut. Oleh
karena waktu siklus bisa diperkirakan (kurang lebih setiap 12,5 jam sekali),
suplai listriknya pun relatif lebih dapat diandalkan daripada pembangkit listrik
bertenaga ombak.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
A. Pembangkit listrik energy geklombang
Pada makalah ini telah dibahas model Simulasi gelombang Laut untuk
Pembangkit Listrik Tenaga Gelombang Laut.
Pembangkit listrik tenaga gelombang laut menggunakan media yang
berbeda untuk konversi energi, dan menurut jenis media dapat dibagi menjadi:
“duck”, Pendulous, kolom air berosilasi, dan ponton . Semua media daya
gelombang laut mengandung dua tahap konversi energi. Pertama, bisa
mengubah energi laut menjadi energi kinetik pada bagian akuisisi. Pada tahap
kedua, generator rotor akan dipaksa oleh peralatan transmisi, yang mengubah
energi kinetik menjadi daya listrik

B. Pembangkit listrik pasang surut air laut


Fenomena pasang surut diartikan sebagai naik turunnya muka laut secara
berkala akibat adanya gaya tarik benda-benda angkasa terutama matahari dan
bulan terhadap massa air di bumi.
Energi pasang surut air laut adalah energi yang dihasilkan akibat
terjadinya fenomena pasang surut air laut.
Ada tiga tipe pasut yang dapat diketahui, yaitu : Pasang surut diurnal,
pasang surut semi diurnal,pasang surut campuran. 
Prinsip kerjanya sama dengan pembangkit listrik tenaga air,dimana air
dimanfaatkan untuk memutar turbin dan mengahasilkan energi listrik.Energi
diperoleh dari pemanfaatan variasi permukaan laut terutama disebabkan oleh
efek gravitasi bulan, dikombinasikan dengan rotasi bumi dengan menangkap
energi yang terkandung dalam perpindahan massa air akibat pasang surutEnergi
Pasang Surut Air Laut dapat digunakan sebagai energi alternatif yang
mana energi ini berasal dari fenomena pasang surut laut.
DAFTAR PUSTAKA

Parjiman, Daryanto,dkk. 2018. Simulasi Gelombang Laut Untuk Pembangkit Listrik


Tenaga Gelombang Laut ( PLTGL ), Teknologi Elektro. Vol. 9 No. 2, Hal. 50-70

Zamri Aidil, Yusri, dkk.2014. Pembangkit Listrik Tenaga Gelombang Laut Sistim
Empat Bandul, Prosiding Semnastek. Hal. 1-5. ISSN : 2407 – 1846

Lusi Adrisno Mikael, Parenden Daniel, dkk. 2020. Studi Pemanfaatan Pasang Surut
Air Laut Untuk Pembangkit Daya, MJEME. Vol. 2, No. 2, Hal. 44-49

You might also like