You are on page 1of 7

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK 3

RAHEL PARENGKUAN
CICILLIA KATUUK
BRIGITA PINEDENDI
BLESSIMAGE SAMALAGI
AFRIYANI PONTOH
MUTIARA ABDULLAH

“DIAGNOSIS MALARIA”

PENDAHULUAN

Malaria disebabkan oleh protozoa dari genus Plasmodium, ditemukan lima jenis
spesies plasmodium yang menyerang manusia adalah P. falciparum, P. vivax, P.
ovale, P. malariae dan P. knowlesi. Parasit P. falciparum, P. malariae dan P. ovale
menyerang eritrosit sedangkan P. vivax menyerang retikulosit dan eritrosit. Malaria
ditularkan melalui perantara nyamuk Anopheles. Nyamuk betina pada waktu
terinfeksi menghisap darah manusia, pada saat tersebut nyamuk memasukkan stadium
sporosoit, setelah sporosoit masuk mengikuti aliran darah sekitar 10 menit sampai
satu jam, kemudian menginfeksi sel hati dan berkembang menjadi trofosoit menjadi
hipnosoit yang bersifat dorman didalam sel hati sampai beberapa bulan atau beberapa
tahun (Guara et al., 2009).
Walaupun mudah menular melalui gigitan nyamuk, malaria bisa sembuh secara
total bila ditangani dengan tepat. Namun jika tidak ditangani, penyakit ini bisa
berakibat fatal dari menyebabkan anemia berat, gagal ginjal, hingga kematian.

Diagnosis Malaria
Seseorang yang menunjukkan gejala malaria, maka anamnesa akan diarahkan
pada pertanyaan: apakah penderita berada ditempat tinggalnya atau baru saja
bepergian ke daerah lain yang kasus malaria. Setelah itu, dokter akan melakukan
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan darah. Pemeriksaan darah untuk mendiagnosa
malaria meliputi tes diagnostik cepat malaria (RDT malaria) dan pemeriksaan darah
penderita di bawah mikroskop.
Tujuan pemeriksaan darah di bawah mikroskop adalah untuk mendeteksi parasit
penyebab malaria dan mengetahui jenis malarianya. Perlu diketahui, pengambilan
sampel darah dapat dilakukan lebih dari sekali dan menunggu waktu demam muncul.
Penyakit malaria pada umumnya, didiagnosis berdasarkan pada manifestasi klinis
(termasuk anamnesis), uji imunoserologis dan penemuan parasit (Plasmodium) di
dalam darah penderita. Manifestasi klinis demam seringkali tidak khas dan
menyerupai penyakit infeksi lain (demam dengue, demam tifoid) sehingga
menyulitkan para klinisi untuk mendiagnosis malaria (Depkes, 2003)
Penentuan diagnosis malaria dilakukan dengan melakukan berbagai pemeriksaan
untuk mengklasifikasikan jenis malaria berdasarkan pemeriksaan laboratorium
melalui identifikasi parasit malaria yang meliputi pemeriksaan Rapid Diagnostik Test
(RDT), mikroskopis, serologi dengan metode Enzyme-Linked Immunosorbent Assay
(ELISA) dan pemeriksaan secara molekuler dengan Polymerase Chain Reaction
(PCR).

JENIS - JENIS PEMERIKSAAN MALARIA


1. Rapid Diagnostic Test (RDT)

 Prinsip pemeriksaan
Metode pemeriksaan RDT malaria adalah imunokromatografi yang mendeteksi
antigen Plasmodium dalam darah dengan menggunakan reaksi antigen-antibodi pada
strip nitroselulose. Kompleks antigen-antibodi terkonjugasi menjadi emas koloid, dan
hasil positif terlihat sebagai garis berwarna merah atau ungu-merah.
 Alat dan Bahan pemeriksan RDT
Alat :
1.BinaxNOWMalaria
-AlatTes
-Reagen PenyanggaBerisiko Mengandung Deterjen DanNatrium Azida
2. Lancet
3. Alcohol swab
Bahan
1. Darah kapiler
 Cara pemeriksaan dengan RDT, jenis single dan combo :
1. Ambil darah dengan kapiler yang tersedia kurang lebih 5 чl
2. Teteskan darah tersebut di lubang yang tersedia untuk tempat darah penderita
3. Kemudian teteskan cairan buffer di lubang yang tersedia. Jumlah tetesan
tergantung merk RDT. Cth: untuk paracheck Pf (single) sebanyak 6 tetes (+
200 чl) dan untuk parascreen (Combo): 4 tetes
4. (+ 120 чl)
5. Umumnya hasil dibaca setelah 15 menit (sampai 30 menit)
 Cara pemeriksaan dengan RDT/Dipstik :
a. Jari manis penderita dibersihkan dengan kapas alkohol 70 % (atau dengan
disposible alkohol swab 70%)
b. Kemudian jari diseka kembali dengan kasa steril
c. Jari manis ditusuk dengan lanset streril
d. Darah pertama yang keluar diusap dengan kapas kering untuk membersihkan
kemungkinan masih adanya alkohol di jari
 Kelebihan RDT dibanding Pemeriksaan Mikroskopik :
1. Lebih sederhana dan mudah diinterpretasikan, dan tidak memerlukan
pelatihan khusus seperti pada pemeriksaan mikroskopik.
2. Lebih obyektif, variasi dari interpretasinya adalah kecil antara pemeriksa
yang satu dengan yang lainnya.
3. Dapat mendeteksi P.falciparum pada waktu parasit bersekuestrasi pada
kapiler darah (hal ini dapat tidak terdeteksi dengan pada pemeriksaan
mikroskopik).
4. Berguna pada kondisi KLB dan survei prevalensi, karena waktu
pemeriksaannya lebih cepat
 Kekurangan RDT dibanding Pemeriksaan Mikroskopik:
1. RDT single yang menggunakan HRP-2 hanya dapat digunakan untuk
mendeteksi P.falciparum.
2. RDT HRP-2 masih memberikan hasil positif sampai 2 minggu setelah
pengobatan, walaupun secara mikroskopik tidak ditemukan parasit. Hal ini
dapat membuat rancu dalam menilai hasil pengobatan.
3. Harga RDT lebih mahal dari pada pemeriksaan mikroskopik.
4. RDT bukan pemeriksaan yang bersifat kuantitatif sehingga tidak dapat
digunakan untuk menilai jumlah parasit.
5. Kit yang ada tidak dapat membedakan infeksi antara P.vivax, P.ovale, dan
P.malariae. Selain itu tidak dapat membedakan antara mixed P.falciparum
dengan infeksi tunggal P.falciparum saja.

2. Mikroskopis

Pemeriksaan Malaria secara Mikroskopis :


 Prinsip :
Tujuan pemeriksaan darah di bawah mikroskop adalah untuk mendeteksi parasit
penyebab malaria dan mengetahui jenis malarianya.
 Prosedur Kerja :
Pemeriksaan darah malaria dengan mikroskopis
a. Pengambilan darah kapiler
1) Alat dan bahan
2) Kapas alkohol 70%
3) Objek glass
4) Box Slide
5) Pensil (untuk memberikan label pada slide)
6) Lanset steril untuk mengambil darah kapiler
b. Penyiapan kaca sediaan
1) Kaca sediaan harus bersih, tidak berdebu, tidak berlemak, tidak
mengandung alkohol, jernih tidak kusam, ketebalan 1,1-1,3 mm.
2) Kaca sediaan yang baru, dapat dicuci dengan sabun cair.
3) Dikeringkan dan diberi label.
c. Pengambilan dan pembuatan sediaan darah kapiler
1) Tulis : nomor subjek, inisial nama, tanggal dan hari kunjungan pada
slide
2) Pegang jari manis tangan kiri pasien, bersihkan ujung jari tersebut
dengan kapas alkohol, gosok sampai bersih dan keringkan dengan kapas
kering.
3) Dengan menggunakan lanset, tusuk ujung jari dibagian pinggir (kulit
lebih tipis) dengan cepat.
4) Bersihkan tetes darah pertama dengan kapas kering.
5) Ambil slide yang sudah diberi label dan teteskan darah sebanyak 3 tetes
untuk sediaan darah tebal (<6µl) dan 1 tetes kecil untuk sediaan darah
tipis (<2µl).
6) Gunakan slide bersih sebagai pendorong untuk membuat hapusan darah
tipis dan untuk mengaduk 3 tetes darah tebal.
7) Letakkan slide diatas permukaan yang rata dan kering. Biarkan darah
kering diudara (untuk mempercepat boleh digunakan kipas angin, tidak
dengan api atau dijemur dibawah sinar matahari). Lindungi slide yang
sudah kering dari lalat dan debu.
Kelebihan dan kekurangan :
 Pemeriksaan hapusan darah denganmikroskop akan memberikan
informasi tentang ada tidaknya parasit malaria, menentukan spesiesnya,
stadium plasmodium, dan kepadatan parasitemia.
 Membutuhkan tenaga yang khusus dan peralatan yang khusus untuk
melakukan pemeriksaan.

3. Serologi (ELISA)

 Prinsip

Antibodi Immunosorbent Enzyme-linked (ELISAs) adalah teknik yang


menggabungkan spesifisitas antibodi dengan sensitivitas uji enzim secara
sederhana, dengan menggunakan antibodi atau antigen yang digabungkan ke
suatu enzim yang mudah diuji. ELISA memberikan pengukuran antigen atau
antibodi yang baik secara relatif maupun kuantitatif.  ELISA dapat digunakan
untuk mendeteksi adanya antigen yang dikenali oleh antibodi atau dapat
digunakan untuk menguji antibodi yang mengenali antigen.

 Teknik ELISA seacara umum mengikuti lima prosedur

1. melapisi pelat microtiter dengan antigen;


2. memblokir semua situs yang tidak terikat untuk mencegah hasil positif palsu;
3. menambahkan antibodi primer (misalnya antibodi rabbit monoklonal ) ke
sumur;
4. tambahkan antibodi sekunder yang terkonjugasi ke enzim (misalnya IgG anti-
rat);
5. reaksi substrat dengan enzim untuk menghasilkan produk berwarna, sehingga
menunjukkan reaksi positif

 Prosedur Kerja (Bahan dan Cara Kerja)


Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya protein Circum Sporozoite
pada nyamuk Anopheles vagus dengan uji ELISA dari potongan kepala - dada . Uji
ELISA dilakukan pada Anopheles vagus tertangkap yang pada pembedahan
ovarium terbukti parous . Anopheles vagus parous hasil tangkapan kemudian
dipotong kaki - kakinya dan abdomen dipisahkan dari kepala - toraks ( dada ) .
Bagian tubuh Anopheles vagus parous yang dipergunakan untuk uji ELISA adalah
kepala toraks , dimana di bagian ini dimungkinkan mengandung sporozoit
Plasmodium falciparum atau Plasmodium vivax . Nyamuk Anopheles vagus hasil
koloni laboratorium yang tidak terinfeksi sebagai kontrol negatif. Phosphate
Buffered Saline ( PBS ) pH 7.4; Blocking Buffer ( BB ); Casein , ABTS Peroxidase
Substrate , Larutari Nonidet P-40, Larutan Tween 20, MAb Pf , MAb Pv.
Peroxidase - conjugated MAb Pf, Peroxidase conjugated MAb Pv210-
Nyamuk Anopheles vagus betina parous dipotong menjadi dua bagian yaitu
kepala - dada dan perut. Hanya bagian kepala - dada yang diuji secara ELISA.
Nyamuk diuji dalam pool (dikumpulkan sebanyak 1-5 ekor ) ke dalam vial
eppendorf ditambahkan 50 μL Blocking Buffer NP 40. Kemudian nyamuk digerus
dengan electric grinder Setelah nyamuk hancur, ditambahkan 250 ul larutan
Blocking Buffer ( BB ). Homogenat nyamuk disimpan pada suhu -20 ° C sampai
saatnya untuk diuji . Coating microplate dengan PBS 5 ml ditambah capture
monoklonal antibodi P.falcipanum 20 μL dan capture monoklonal

antibodi P.vivax210 5 μL dihomogenkan , diambil , dimasukkan dalam masing -


masing sumuran plate 50 μl. Microplate ditutup dengan aluminium foil dan
diinkubasi pada suhu kamar selama 30 menit . Capture dalam sumuran dibuang ,
ditambahkan BB 200 μl tiap sumuran , inkubasi selama 60 menit ( tertutup dengan
aluminium foil ) . Blocking Buffer dalam sumuran dibuang , 50 ul homogenat
nyamuk Anopheles dimasukkan dalam sumuran, juga untuk kontrol positif ( Al )
dari P.falciparum dan P.vivax dan kontrol negatif ( dari nyamuk Anopheles sp hasil
koloni laboratorium yang tidak terinfeksi ). Inkubasi selama 2 jam ( tertutup
dengan aluminium foil ) . Sumuran dicuci dengan PBS - Tween 20 sebanyak 3x .
Konjugat peroksidase ( peroksidase P.falcipariem dan P.vivax210 sebanyak 10 µl
ditambahkan 5 ml BB) 50 µl ditambahkan dalam tiap sumuran. Inkubasi selama 1
jam ( tertutup aluminium foil ). Sumuran dicuci PBS - Tween 20 sebanyak 3x 100
µl larutan substrat ( campuran ABTS ( larutan A ) dan H 2O2, ( larutan B ) )
perbandingan 1.1 ( 20 ml : 20 ml ) dimasukkan dalam tiap sumuran ditutup
aluminium foil, diinkubasi selama 30-60 menit Hasil positif secara visual terlihat
warna hijau .

 Kelebihan
1. Teknik pengerjaan relatif sederhana
2. Relatif ekonomis
3. Hasil memiliki tingkat sensitifitas yang cukup tinggi
4. Dapat digunakan untuk mendeteksi antigen, waalaupun kadar antigen rendah
 Kekurangan
1. Hanya antibodi monoklonal yang dapat digunakan pada uji elisa
2. Harga antibodi monoklonal lebih mahal dari antibodi poliklonal
3. Membutuhkan waktu yang lama dan terjadi reaksi silang
4. Reaksi antara enzim signal dan susbstrat berlangsung relative cepat sehingga
pembacaan dilakukan dengan cepat.

4. Polymerase Chain Reaction (PCR)

Polymerase Chain Reaction (PCR) adalah suatu teknik sintesis dan


amplifikasi DNA secara in vitro. Teknik PCR dapat digunakan untuk
mengamplifikasi segmen DNA target. Teknik ini melibatkan beberapa tahap yang
berulang (siklus) dan pada setiap siklus terjadi duplikasi jumlah target DNA untai
ganda.Selama dilakukannya PCR dalam waktu beberapa jam dapat dihasilkan
segmen DNA dalam jumlah jutaan kali lebih banyak dari fragmen aslinya. Teknik
PCR banyak digunakan di laboratorium untuk penelitian maupun kebutuhan
medis, seperti untuk identifikasi suatu organisme infeksius dan deteksi gen yang
berperan dalam perkembangan kanker.
 Prinsip pemeriksaan
Prinsip dari PCR adalah memperbanyak suatu segmen DNA dari dua menjadi
empat,kemudian delapan dan seterusnya hingga terbentuk ribuan bahkan jutaan
salinan. Proses pelipatgandaan segmen DNA ini terjadi dengan menggunakan
suatu enzim yang disebut polimerase. Proses pelipatgandaan terjadi dalam tiga
tahap, yaitu denaturation, annealing (peleburan/penempelan), dan elongation atau
extension (pemanjangan). Ketiga tahapan tersebut dikatakan sebagai satu siklus
amplifikasi. Proses PCR dilakukan pengulangan hingga didapatkan jumlah yang
diinginkan, misalnya pengulangan dilakukan sebanyak 30 siklus.
Setiap tahap memiliki perbedaan suhu dalam melaksanakan prosesnya, yaitu:
1) Denaturation
Awalnya DNA untai ganda atau double-stranded DNA didenaturasikan pada suhu
90-97°C menjadi sebuah DNA untai tunggal atau single-stranded DNA.
2) Annealing
Pada tahap ini DNA tersebut “dilebur” (annealing) pada suhu 50-60°C dengan dua
primer. Primer adalah sebuah fragmen DNA yang akan menempel pada gen yang
ditarget dan berperan sebagai dasar (template) untuk pembentukan untaian baru.
3) Elongation
Enzim DNA polimerase memanjangkan (elongation) primer dengan
deoksinukleotida trifosfat (dNTP) sebagai substrat sehingga diperoleh DNA salinan
dari DNA aslinya.
 Kelebihan
Uji serologis PCR memiliki spesifisitas yang lebih baik, karena dapat
membedakan fase setiap Plasmodium sampai tingkat genetika.
 Kekurangan
Biaya pemeriksaannya yang lebih mahal untuk mendeteksi Plasmodium dan
memerlukan persiapan yang khusus.

You might also like