You are on page 1of 23

Referat

OTITIS EKSTERNA
MALIGNA

Oleh:
Yolanda Fitriani, S.Ked
NIM: 71 2021 037

Pembimbing:
dr. Meilina Wardhani, Sp.THT-KL

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT THT-KL


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PALEMBANG BARI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH PALEMBANG
2022

i
HALAMAN PENGESAHAN

OTITIS EKSTERNA
MALIGNA
Referat

Oleh:
Yolanda Fitriani, S.Ked
(71 2021 037)

Telah diterima dan disahkan sebagai salah satu syarat dalam mengikuti kegiatan
Kepaniteraan Klinik di SMF Ilmu Penyakit THT-KL Palembang Bari Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang

Palembang, September 2022


Pembimbing,

dr. Meilina Wardhani, Sp.THT-KL

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Referat yang berjudul “Otitis
Ekterna Maligna” sebagai salah satu syarat untuk mengikuti Kepaniteraan Klinik
Senior di SMF Ilmu Penyakit THT-KL Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Palembang. Shalawat dan salam selalu tercurah kepada
Rasulullah Muhammad SAW beserta para keluarga, sahabat, dan pengikutnya
sampai akhir zaman.
Dalam penyelesaian referat ini, penulis banyak mendapat bantuan,
bimbingan, dan saran dari berbagai pihak, baik yang diberikan secara lisan
maupun tulisan. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa hormat
dan terima kasih kepada :
1. dr. Meilina Wardhani, Sp.THT-KL, selaku pembimbing Kepaniteraan
Klinik Senior di SMF Ilmu Penyakit THT-KL Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Palembang
2. Rekan sejawat seperjuangan serta semua pihak yang telah membantu
dalam menyelesaikan referat ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan referat ini masih
banyak terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, segala saran dan
kritik yang bersifat membangun sangat kami harapkan.

Palembang, September 2022

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.......................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN........................................................................ii
KATA PENGANTAR DAN UCAPAN TERIMA KASIH..........................iii
DAFTAR ISI...................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................1
1.1. Latar Belakang....................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................................3
2.1 Anatomi Telinga..................................................................................3
2.2 Fisiologi Pendengaran.........................................................................5
2.3 Otitis Ekterna Maligna...........................................................................6
2.3.1. Definisi...........................................................................................6
2.3.2. Epidemiologi..................................................................................6
2.3.3. Etiologi...........................................................................................7
2.3.4. Patofisiologi....................................................................................7
2.3.5. Gejala Klinis...................................................................................8
2.3.6. Diagnosis........................................................................................9
2.3.7 Diagnosis Banding........................................................................13
2.3.8. Tatalaksana...................................................................................14
2.3.9. Komplikasi....................................................................................15
2.3.10 Prognosis.....................................................................................15
BAB III KESIMPULAN................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................17

iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Otitis eksterna adalah radang liang telinga akut maupun kronis yang
disebabkan oleh infeksi bakteri, jamur dan virus. Faktor yang mempermudah
radang telinga luar ialah perubahan pH diliang telinga, yang biasanya normal atau
asam. Bila pH menjadi basa, proteksi terhadap infeksi menurun. Pada keadaan
udara yang hangat dan lembab, kuman dan jamur mudah tumbuh. Predisposisi
otitis eksterna yang lain adalah trauma yang ringan ketika mengorek telinga.¹’²

Otitis eksterna maligna (OEM) atau otitis eksterna nekrotikans merupakan


infeksi telinga yang berpotensi menjadi kematian. Infeksi biasanya dimulai dari
meatus akustikus eksterna (MAE) sebagai otitis eksterna akut (OEA) yang tidak
ada respon terhadap terapi. Infeksi menyebar melalui fissura Santorini ke jaringan
lunak dan pembuluh darah sekitarnya sampai ke tulang dasar tengkorak.
Penyebaran infeksi melalui sistem Haversian tulang padat dapat menimbulkan
osteomielitis, terbentuknya abses multiple, dan sequestra tulang nekrotik. Infeksi
dapat mengenai foramen stilomastoid sehingga terjadi paralisis nervus fasialis,
jika mengenai foramen jugularis akan terjadi paralisis N. IX, X, XI dan jika
mengenai kanal hipoglosus akan terjadi paralisis N XII.³

Otitis eksterna maligna (nekrotikans) pertama kali digambarkan sebagai


Pseudomonas osteomyelitis pada tulang temporal pada pasien yang memiliki
penyakit diabetes sejak setengah abad yang lalu. Chandler mempublikasikan
pasien pertama dengan progresif osteomielitis tulang temporal dan menamainya
dengan istilah otitis eksterna maligna. Penulis yang lain telah menggunakan
istilah otitis eksterna nekrotikans untuk membedakan penyakit ini bukan berasal
dari proses neoplasma. Osteomielitis dasar tengkorak sangat akurat untuk
menjelaskan patofisiologi proses penyakit ini dan telah digunakan untuk
mengambarkan infeksi yang menyebar melalui dasar tengkorak termasuk
diantaranya kanalis akustikus eksterna.³

1
Sebelum antibiotik digunakan dalam pengobatan, otitis eksterna maligna
sering menyebabkan kematian, dengan angka kematian mendekati 50%.
Pengobatan dasarnya melalui operasi. Sekarang pengobatan otitis eksterna
maligna efektif dengan menggunakan antibiotik dan dikombinasikan dengan
teknik operasi seperti biopsi dan debridement lokal.³

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Telinga4
Telinga terdiri dari telinga luar, telinga tengah dan telinga dalam.4

Gambar 1. Anatomi Telinga.5

Telinga Luar

Aurikula adalah bagian dari telinga luar, suatu tambahan yang melekat
pada sisi kepala dan dimaksudkan untuk menangkap suara. Dibentuk oleh
kartilago dan dibagian kaudal dari aurikula terdapat lobules aurikula. Meatus
akustikus eksternus adalah suatu saluran udara, panjang kira-kira 2-3 cm, arah
ke medial sampai pada telinga tengah, berada dalam pars petrosa ossis
temporalis. Sepertiga bagian lateral dibentuk oleh kartilago dan 2/3 bagian
medial dibentuk oleh tulang biasa. Pada ujung medial dari saluran tersebut
terdapat membrane timpani, yang terletak miring, memisahkan meatus
akustikus eksternus daripada kavum timpani. Letak dari membrane timpani
adalah sedemikian rupa sehingga sisi luarnya menghadap ke daerah ventral,
kaudal dan lateral. Pada saluran ini terdapat mukosa yang mengandung
rambut, kelenjar sebasea dan kelenjar keringat. Hasil produksi dari kelenjar
disebut serumen.⁴

3
Gambar 2. Telinga Luar.5

Telinga Tengah

Berisi udara dipisahkan dari meatus akustikus eksternus oleh


membrane timpani. Terdapat hubungan antara cellulae mastoidea dengan
kavum timpani melalui auditus tympanicum. Membrane timpani berfungsi
menerima getaran udara dan meneruskannya kepada nervus coclearis. Ada
tiga buah tulang kecil yang terletak menyilang dalam kavum timpani mulai
dari lateral ke medial. Yang berada paling luar adalah malleus, yang tengah
inkus dan yang paling dalam adalah stapes. Ketiga buah tulang tersebut
meneruskan getaran udara yang diterima oleh membrane timpani, selanjutnya
diteruskan kepada fenestra vestibule. Gerakan dari tulang-tulang tersebut
dikontrol oleh m. tensor tympani dan m. stapedius.⁴

Gambar 3. Telinga Tengah.5

4
Telinga Dalam

Terdiri dari labyrinthus osseus dan labyrinthus membranaceus.


Labyrinthus osseus terdiri dari ruangan dan saluran, berada dalam pars petrosa
ossis temporalis. Ruangan dan saluran-saluran tersebut adalah vestibulum, 3
canalis semisirkularis, 3 ampulla ossea dan canalis spiralis cochleae. Pada
ujung lateral vestibulum terdapat fenestra vestibule yang ditutupi oleh basis
stapedius. Pada tiap bagian canalis semisirkularis terdapat crus ampullare dan
crus simplex. Canalis spiralis cochleae berbentuk seperti rumah siput dengan
basis berada pada sebelah medial dan cupula disebelah lateral. Bangunan ini
melingkar suatu sumbu horizontal. Canalis ini bermuara pada dasar
vestibulum.⁴

Gambar 4. Telinga Dalam.5


2.2 Fisiologi Pendengaran
Suara dihantarkan melalui membrane timpani melewati telinga tengah ke koklea
(telinga dalam). Melekat pada membrane timpani adalah tangkai dari maleus.
Maleus terikat pada inkus oleh ligament yang kecil, sehingga pada saat maleus
bergerak, inkus juga akan ikut bergerak. Ujung yang berlawanan dari inkus akan
berartikulasi dengan batang stapes, dan bidang depan dari stapes terletak
berhadapan dengan membrane labirin koklea pada muara fenestra ovalis.⁵

5
Ujung tangkai maleus melekat dibagian tengah membrane timpani. Dan tempat
perlekatan ini secara konstan akan tertarik oleh musculus tensor tympani, yang
menyebabkan membrane timpani tetap tegang. Keadaan ini menyebabkan getaran
pada setiap bagian membrane timpani akan dikirim ke tulang-tulang pendengaran,
dan hal ini tidak akan terjadi bila membrane tersebut longgar.⁵
Tulang-tulang pendengaran telinga tengah ditunjang oleh ligamen-ligamen
sedemikian rupa sehingga gabungan maleus dan inkus bekerja sebagai pengungkit
tunggal, dengan fulcrum yang terletak hampir pada perbatasan membrane
timpani.⁵
Artikulasi inkus dengan stapes menyebabkan stapes mendorong fenestra ovalis ke
depan dan di sisi lain juga mendorong cairan koklea ke depan setiap saat
membrane timpani bergerak ke dalam, dan setiap maleus bergerak keluar akan
mendorong cairan ke belakang.⁵
Getaran suara memasuki skala vestibule dari bidang depan stapes pada fenestra
ovalis. Bidang depan stapes akan menutup fenestra ini dan dihubungkan dengan
bagian tepi fenestra oleh ligamentum anularis yang longgar, sehingga fenestra
dapat bergerak ke dalam dan keluar bersama getaran suara. Pergerakan ke dalam
menyebabkan bergeraknya cairan ke dalam skala vestibule dan skala media, dan
pergerakan keluar menyebabkan cairan bergerak kearah sebaliknya.⁵

2.3 Otitis Eksterna Maligna


2.3.1 Definisi
Otitis eksterna maligna adalah infeksi difus di liang telinga luar dan
struktur lain di sekitarnya.¹
2.3.2 Epidemiologi
Kejadian di Amerika Serikat, otitis eksterna maligna lebih banyak timbul
pada daerah dengan iklim lembab dan basah, dibandingkan dengan iklim
lainnya. Penyakit ini sering ditemukan lebih banyak pada laki – laki daripada
perempuan dan dilaporkan menyerang kelompok semua umur, tetapi lebih
sering pada usia tua, lebih dari 60 tahun. Faktor yang mempermudah radang
telinga luar adalah pH di liang telinga. Biasanya normal atau asam. Bila pH
menjadi basa, proteksi terhadap infeksi menurun. Pada keadaan udara yang

6
sangat hangat dan lembab, kuman dan jamur mudah tumbuh. Diabetes
merupakan faktor risiko utama tetapi tidak ada hubungan yang jelas dengan
berat atau lamanya menderita diabetes dengan otitis eksterna maligna. 99%
pasien otitis eksterna maligna mempunyai riwayat penyakit diabetes mellitus.
Pasien diabetik mempunyai pH serumen yang tinggi dan menurunnya
konsentrasi lisosim yang menghalangi aktivitas antibakteri. Penyakit ini juga
pernah dilaporkan pada pasien dengan imunitas yang rendah, pasien dengan
HIV atau pasien yang menjalani ransplantasi organ, misalnya pada limfoma
maligna, dan leukemia. Dapat juga ditemukan pada bayi – bayi yang
mengalami malnutrisi, dan anemia.²’³
2.3.3 Etiologi
Organisme penyebab otitis eksterna maligna adalah Pseudomonas
aeruginosa menempati 80-85 %. Organisma penyebab yang lainnya seperti
Streptococcus aureus, golongan Proteus, serta golongan Aspergillus.1
Kecenderungan Otitis eksterna maligna umumnya ditemukan pada kondisi berikut :
1. Diabetik (90 % ),
Diabetik merupakan faktor resiko utama berkembangnya otitis eksterna
maligna. Vaskulopati pembuluh darah kecil dan disfungsi immun yang
berhubungan dengan diabetik merupakan penyebab utama predisposisi ini.
Serumen pada pasien diabetik mempunyai pH yang tinggi dan menurunnya
konsentrasi lisosim mempengaruhi aktifitas antibakteri lokal.Tidak
perbedaan antara DM tipe I dan II.
2. Immunodefisiensi seperti gangguan proliferasi limfosit atau adanya
immunosupresi karena penggunaan obat

3. Irigasi telinga, dilaporkan sebanyak 50% kasus otitis eksterna maligna karena
trauma irigasi telinga pada pasien diabetik.
2.3.4 Patofisiologi
Otitis eksterna maligna merupakan infeksi yang menyerang meatus
akustikus eksternus dan tulang temporal. Organisme penyebabnya
adalah Pseudomonas aeruginosa, dan paling sering menyerang pasien
diabetik usia lanjut. Pada penderita diabetes, pH serumennya lebih tinggi
dibanding pH serumen non diabetes. Kondisi ini menyebabkan penderita

7
diabetes lebih mudah terjadi otitis eksterna. Akibat adanya
faktor immunocompromize dan mikroangiopati, otitis eksterna berlanjut
menjadi otitis eksterna maligna.  Infeksi dimulai dengan otitis eksterna yang
progresif dan berlanjut menjadi osteomielitis pada tulang temporal.
Penyebaran penyakit ini keluar dari liang telinga luar melalui Fisura
Santorini dan osseocartilaginous junction.1,2,6

Otitis eksterna maligna menyebar melalui Fisura Santorini untuk sampai


ke dasar tulang tengkorak. Data histopatologi menunjukkan bahwa infeksi
menyebar sepanjang vaskuler. Di bagian anterior dapat mempengaruhi fossa
mandibula dan kelenjar parotis. Di sebelah anteromedial infeksi, dapat
menyebar ke arteri karotis. Selain itu juga dapat menyebar melalui tuba
eustachius untuk sampai ke fossa infratemporal dan nasofaring. Hipestesia
ipsilateral dapat terjadi jika saraf kelima dilibatkan. Penyebaran ke
intrakranial dapat menyebabkan meningitis, abses otak, kejang dan kematian.
Bagian posteroinferior dapat menyebabkan flebitis dan trombosis supuratif
bulbus juguler dan sinus sigmoid. Ini dapat menyebabkan mastoiditis dan
kelumpuhan saraf fasial. Penyebaran secara inferior dapat menyebabkan
paralisis saraf glosofaringeal (IX), vagus (X), hipoglosus (XI), dan aksesorius
(XII), menyebabkan disfagia, aspirasi dan suara serak. 3

Gambar 5. Gambaran anatomi tempat terjadinya infeksi pada otitis eksternal maligna.8

2.3.5 Gejala Klinis


Gejala otitis eksterna maligna adalah: rasa gatal di liang telinga yang
8
dengan cepat diikuti dengan nyeri, sekret yang banyak serta pembengkakan
liang telinga. Kemudian rasa nyeri tersebut akan semakin hebat, liang telinga
tertutup oleh jaringan granulasi yang cepat tumbuhnya. Saraf fasialis dapat
terkena, sehingga menimbulkan paresis atau paralisis fasial.¹’²’⁶

Kelainan patologik yang penting adalah osteomielitis yang progresif, yang


disebabkan oleh kuman Pseudomonas aeroginosa. Penebalan endotel yang
mengiringi diabetes mellitus berat, kadar gula darah yang tinggi yang
diakibatkan oleh infeksi sedang aktif, menimbulkan kesulitan pengobatan
yang adekuat.¹’²

Penyakit ini dapat membahayakan dan kecurigaan lebih tinggi ditujukan


pada pasien dengan diabetes atau immunocompromized state atau berumur
lanjut. Tanda khas yang dijumpai dari otoskopi pada penyakit ini adalah otitis
eksterna dengan jaringan granulasi sepanjang posteroinferior liang telinga luar
(pada bony cartilaginous junction) disertai lower cranial neuropathies (N. VII,
IX, X, XI) yang biasanya juga disertai dengan nyeri pada daerah yang dikenai
(otalgia). Eksudat pada liang telinga dan membrane timpani intak.⁸

Gambar 6. Kranial neuropati OEM dengan paresis N. VIII dan N. XII . 3

2.3.6 Diagnosis
Diagnosis otitis eksterna nektrotikan dapat ditegakkan berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisis dan pemeriksaan penunjang seperti laboratorium
dan radiologi. Empat gejala yang menonjol adalah otalgia yang menetap lebih
dari 1 bulan, otore purulen dan menetap dengan adanya jaringan
granulasi dalam beberapa minggu, riwayat diabetes mellitus, status imun yang
9
rendah dan usia lanjut, dan adanya gangguan saraf kranial.

1. Anamnesis

Pasien yang menderita otitis eksterna maligna umumnya usia lanjut,


menderita diabetes. Adanya otalgia, sakit kepala temporal, otore purulen
dapat ditemukan pada pasien ini. Kadang – kadang pasien mempunyai
riwayat penggunaan antibiotik dan obat tetes telinga pada otitis eksterna
tanpa adanya perubahan gejala yang bermakna.

2. Pemeriksaan Fisis

Pada pemeriksaan inspeksi dapat ditemukan adanya kulit yang


mengalami inflamasi, hiperemis, udem dan tampak jaringan granulasi pada
dasar meatus akustikus eksternus. Biasanya disertai dengan kelumpuhan
saraf fasial, dan perlu memeriksa saraf kranial V – XII.

Gambar 7. Gambaran otitis eksterna maligna dengan adanya pus yang keluar dari liang
telinga yang sudah nekrosis. Kelihatan aurikula membengkak dan kehilangan bentuk di
daerah yang terdiri dari kartilago.10

Pembagian stadium pada otitis eksterna nekrotikan dibuat oleh Levenson et al, Corey et
al, Benecke dan Davis et al. pembagian stadium didasarkan pada luasnya kerusakan
jaringan atau tulang dan besarnya komplikasi neurologik yang terjadi.3
Dibagi atas tiga stadium :7
a. Stage I : Infeksi terbatas pada jaringan lunak dan kartilago liang telinga.
10
(otalgi yang menetap, terbatas pada liang telinga luar, belum ada
kelumpuhan n. fasialis)
b. Stage II : Dijumpai keterlibatan jaringan lunak dan (kelumpuhan nevus fasialis
pada foramen jugualar bagian lateral)
c. Stage III : Perluasan intrakranial atau erosi di luar tulang temporal. (Ekstensi
sampai foramen jugular dan lebih medial bawah dari kepala)

3. Pemeriksaan Penunjang

a. Laboratorium

Pada pemeriksaan laboratorium, dapat ditemukan adanya


peningkatan jumlah leukosit, laju endap darah dan gula darah
sewaktu. Pemeriksaan kultur yang diperoleh dari sekret liang telinga
sangat diperlukan untuk sensitivitas antibiotik. Penyebab utamanya
adalah P. aeruginosa. Organisme ini merupakan bakteri aerob, dan
gram negatif. Pseudomonas sp. mempunyai lapisan yang bersifat
mukoid yang digunakan pada saat fagositosis. Eksotoksin dapat
menyebabkan jaringan mengalami nekrosis dan beberapa golongan
lainnya menghasilkan neurotoksin yang dapat menimbulkan neuropati.
Kadang – kadang juga ditemukan Aspergillus and Proteus species,
Staphylococcus aureus, dan Staphylococcus epidermidis.6,7,10

b. Radiologi

Pemeriksaan tambahan dapat berupa foto X-ray mastoid (foto


Schuller). Pada foto X-ray ini ditemukan adanya perselubungan air cell
mastoid dan destruksi tulang.

11
Gambar 8. Foto Schuller kanan tampak gambaran mastoiditis kronik (bulatan
merah). 3
c. CT Scan
CT-Scan dapat menunjukkan adanya dekstruksi tulang di
sekitar dasar tulang tengkorak dan meluas ke intrakranial.
Pemeriksaan dengan teknik nuklir baik digunakan pada stadium awal.
Scan Technetium (88Tc) methylene diphosphonate menunjukkan area
yang mengalami osteogenesis dan osteolisis. Sedangkan Gallium
(56Ga) menunjukkan jaringan lunak yang mengalami inflamasi. 11

12
Gambar 9. CT-Scan kepala yang menunjukkan kerusakan jaringan lunak pada MAE kiri,
tulang mastoideus kiri, fossa infra-temporalis dan dasar tulang tengkorak (anak panah).12

d. Histopatologi

Mekanisme invasi liang telinga berhubungan dengan nekrosis


tulang. Proses infeksi meluas ke submukosa dan terdapat destruksi
tulang. pada gambaran histologi juga dapat terlihat rusaknya jaringan
menunjukkan luasnya nekrosis pada lapisan epidermis dan dermis
disertai infiltrate PMN. Kartilago dikelilingi oleh jaringan inflamasi
dan tampak destruksi. Pada dinding pembuluh darah menunjukkan
hialinisasi. Tulang mastoid menunjukkan adanya sel – sel inflamasi
akut.12

Pemeriksaan biopsi granulasi MAE perlu dilakukan untuk


membedakan dengan otitis eksterna maligna dengan keganasan
meatus akustikus eksterna atau osteomielitis karena Aspergillus.
Pemeriksaan kultur dan tes sensitivitas dilakukan untuk mengetahui
kuman penyebab dan menentukan jenis antibiotik yang tepat.3

2.3.7 Diagnosis Banding


1. Otitis media supuratif akut
Otitis media supuratif kronik adalah infeksi kronis di telinga tengah
dengan perforasi membrane timpani dan sekret yang keluar dari tengah
terus-menerus atau hilang timbul dan sekretnya mungkin encer, kental,
bening atau berupa nanah. Terjadinya otitis media supuratif kronik adalah
disebabkan oleh adanya gangguan fungsi pada tuba eustachius atau infeksi
yang lama pada bagian telinga tengah. Sebagian besar otitis media
supuratif kronik merupakan kelanjutan dari otitis media akut dengan
perforasi membrane timpani yang sudah terjadi lebih dari 2 bulan. Otitis
media supuratif kronik menimbulkan gejala otore dengan sekret yang
bersifat purulen atau mukoid tergantung dari stadium peradangan,
gangguan pendengaran, otalgia dan vertigo.¹²

2. Otitis eksterna difus


13
Biasanya mengenai kulit liang telinga dua pertiga dalam. Tampak
kulit liang telinga hiperemis dan edema yang tidak jelas batasnya. Kuman
penyebab biasanya golongan Pseudomonas. Kuman lain yang dapat
sebagai penyebabnya adalah Staphylococcus albus, Escherichia coli dan
sebagainya. Otitis eksterna difus dapat juga terjadi sekunder pada otitis
media supuratif kronis. Gejalanya adalah nyeri tekan tragus, liang telinga
sangat sempit, kadang kelenjar getah bening membesar dan nyeri tekan,
terdapat sekret yang berbau. Sekret ini tidak mengandung lendir (musin)
seperti sekret yang keluar dari kavum timpani pada otitis media.¹’²

3. Otomikosis

Infeksi jamur diliang telinga dipermudah dengan kelembaban yang


tinggi didaerah tersebut. Yang tersering adalah Pityrosporum dan
Aspergillus. Kadang-kadang ditemukan juga Candida albicans atau jamur
lain. Pityrosporum menyebabkan terbentuknya sisik yang menyerupai
ketombe dan merupakan predisposisi otitis eksterna bakterialis. Gejala
biasanya berupa rasa gatal dan rasa penuh di liang telinga, tapi sering pula
tanpa keluhan.¹’²

2.3.8 Tatalaksana
Awalnya, pembedahan merupakan pilihan utama untuk penanganan
pasien dengan otitis eksterna nekrotikans. Tetapi sejak ditemukannya
aminoglikosida, penisilin sintetik, generasi ketiga Cephalosporin dan
quinolon, maka penggunaan antibiotik merupakan pilihan utama pengobatan.
Sejak teknik pembedahan pada dasar tulang tengkorak berkembang, beberapa
ahli otologi mulai menggunakan teknik radikal sebagai pilihan terapi.²

Ada tiga aspek dalam pengobatan otitis eksterna nekrotikans. Yang


paling penting adalah mengontrol gula darah pada pasien diabetes mellitus.
Mastoidektomi atau reseksi parsial pada dasar tengkorak mungkin diperlukan
jika ada gangguan saraf fasial. Antibiotik sebaiknya diberikan sejak awal,
dalam dosis yang adekuat dan dalam waktu yang lama.⁵

Pengobatan harus cepat diberikan sesuai dengan hasil kultur dan

14
resistensi. Mengingat kuman penyebab tersering adalah Pseudomonas
aeroginosa, diberikan antibiotika dosis tinggi yang sesuai dengan
Pseudomonas aeroginosa. Sementara menunggu hasil kultur dan resistensi,
diberikan golongan fluoroquinolone (ciprofloxacin) dosis tinggi peroral. Pada
keadaan yang lebih berat diberikan antibiotika parenteral kombinasi dengan
antibiotika golongan aminoglikosida yang diberikan selama 6-8 minggu.¹’²

Antibiotika yang sering digunakan adalah ciprofloxacin, ticarcilin-


clavulanat, piperacilin (dikombinasi dengan aminoglikosida), ceftriaxone,
ceftazidine, cefepime dan gentamisin. Pemberian antibiotik sistemik kini
merupakan bentuk utama terapi. Pemberian antibiotik digunakan untuk
mencegah komplikasi dan morbiditas.¹’²’¹⁰

Disamping obat-obatan, sering kali diperlukan juga tindakan


membersihkan luka (debrideman) secara radikal. Tindakan membersihkan
luka yang kurang bersih akan dapat menyebabkan makin cepatnya penjalaran
penyakit. Pembedahan sebaiknya dibatasi pada pengangkatan sekuestra,
drainase abses dan debridement lokal jaringan granulasi.¹’²’⁷

Tanda awal adanya respon terapi terhadap penyakit adalah berkurangnya


rasa nyeri. Diabetes yang terkontrol juga merupakan tanda awal adanya
perbaikan. Pengobatan otitis eksterna nekrotikans sebaiknya harus
berkelanjutan sampai infeksi betul – betul hilang. Ini membutuhkan waktu
perawatan yang lama di rumah sakit dan penggunaan antibiotik sampai enam
minggu.⁵

2.3.9 Komplikasi12, 5
Pada otitis eksterna maligna peradangan meluas secara progresif
kelapisan subkutis, tulang rawan dan ke tulang sekitarnya, sehingga timbul
kondritis, osteitis dan osteomielitis yang menghancurkan tulang temporal.
Dapat terjadi penyakit neuropati, meningitis, abses otak.¹’²’⁷

2.3.10 Prognosis10
Rekurensi penyakit dilaporkan sekitar 9% - 27%. Hal ini berhubungan
dengan lamanya pemberian terapi yang tidak adekuat dan manifestasi klinik

15
berupa sakit kepala dan otalgia, bukan otorea. Otitis eksterna nekrotikan dapat
kambuh kembali setelah satu tahun pengobatan komplit. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan Chandler, rata – rata kematian sekitar 50% tanpa
pengobatan. Kematian berkurang sampai 20% dengan ditemukannya
antibiotik yang cocok. Penelitian terbaru melaporkan bahwa angka kematian
turun sampai 10%, tetapi kematian tetap tinggi pada pasien dengan neuropati
atau adanya komplikasi intrakranial.¹⁰

16
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Otitis Eksterna Maligna (OEM) disebut juga Otitis Eksterna Nekrotikan
atau Osteomielitis dasar tengkorak, merupakan suatu infeksi telinga luar yang
dapat menyebabkan kematian. Infeksi biasanya dimulai dari meatus akustikus
eksterna (MAE) sebagai otitis eksterna akut (OEA) yang tidak ada respon
terhadap terapi. Infeksi menyebar melalui fissura Santorini ke jaringan lunak
dan pembuluh darah sekitarnya sampai ke tulang dasar tengkorak.

Organisme penyebab otitis eksterna maligna adalah Pseudomonas


aeruginosa menempati 80-85 %. Gejala otitis eksterna maligna adalah: rasa gatal
di liang telinga yang dengan cepat diikuti dengan nyeri, sekret yang banyak serta
pembengkakan liang telinga. Kemudian rasa nyeri tersebut akan semakin hebat,
liang telinga tertutup oleh jaringan granulasi yang cepat tumbuhnya. Saraf
fasialis (N. VII, IX, X, XI) dapat terkena, sehingga menimbulkan paresis atau
paralisis fasial. Diagnosis otitis eksterna nektrotikan dapat ditegakkan
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis dan pemeriksaan penunjang seperti
laboratorium dan radiologi.

Pengobatan harus cepat diberikan sesuai dengan hasil kultur dan


resistensi. Mengingat kuman penyebab tersering adalah Pseudomonas
aeroginosa, diberikan antibiotika dosis tinggi yang sesuai dengan Pseudomonas
aeroginosa. Sementara menunggu hasil kultur dan resistensi, diberikan golongan
fluoroquinolone (ciprofloxacin) dosis tinggi peroral. Pada keadaan yang lebih
berat diberikan antibiotika parenteral kombinasi dengan antibiotika golongan
aminoglikosida yang diberikan selama 6-8 minggu. Antibiotika yang sering
digunakan adalah ciprofloxacin, ticarcilin-clavulanat, piperacilin (dikombinasi
dengan aminoglikosida), ceftriaxone, ceftazidine, cefepime dan gentamisin.
Disamping obat-obatan, sering kali diperlukan juga tindakan membersihkan luka
(debrideman) secara radikal. Tindakan membersihkan luka yang kurang bersih
akan dapat menyebabkan makin cepatnya penjalaran penyakit.

17
DAFTAR PUSTAKA
1. Askaroellah A. Otitis Eksterna Maligna In Majalah Kedokteran Nusantara, Vol
39. Medan: Departemen Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher Rumah Sakit
Umum Pemerintah Adam Malik Medan; 2006. p. 317-318.

2. Duvvi S., Lo S., Kumar R., Blanshard J. Malignant External Otitis With Multiple
Cranial Nerve Palsies. The Internet Journal of Otorhinolaryngology. 2004
Volume 4 Number 1. [cited 2015 April 24]. Available from:
http://ispub.com/IJORL/4/1/11897

3. Edward Y., Sri Mulyani. Penatalaksanaan Otitis Media Supuratif Kronik Tipe
Bahaya.. Fakultas Kedokteran Universitas Andalas. [cited 2015 April 26].
Available from:
http://repository.unand.ac.id/17260/1/Penatalaksanaan_Otitis_Media_Supuratif_K
ronik_Tipe_Bahaya.pdf

4. Efiaty AS, Nurbaid I, Bashiruddin J. Otitis Eksterna In Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher, 6th Edition. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2007. p. 60-63.

5. Guyton, Hall. Indera Pendengaran In Sistem Saraf Indera Khusus Buku Ajar
Fisiologi Kedokteran, 11th Edition. New York: Elsevier Pte. Ltd; 2008. p. 681-
684.

6. Grandis JR., Branstetter BF., Yu YL. The changing face of malignant


(necrotising) external otitis: clinical, radiological and anatomic correlations. THE
LANCET Infectious Diseases. January 2004 [cited 2015 April 24]. Available
from: http://antimicrobe.org/Lancet2.pdf

7. Handzel O, Halperin D. Necrotizing (Malignant) External Otitis. 2003 July 15


[cited 2015 April 25]. Available from:
http://www.aafp.org/afp/2003/0715/p309.html

8. Lululima JW. Telinga In Anatomi Umum, 2nd Edition. Makassar: Bagian


Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin; 2002. p. 123.

18
9. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R. Otitis Eksterna Maligna In Ilmu Penyakit
Telinga Hidung Dan Tenggorok Kapita Selekta Kedokteran, 3rd Edition. Jakarta:
Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2001. p. 83-85.

10. Matthew J, Carfrae, Bradley W. Malignant Otitis Externa In Otolaryngologic


Clinics of North America, America: Elsevier Saunders; 2008. p. 537-549.

11. Nussebaum B, et al. Externa ear, Malignat external otitis. 2013 December 6
[cited 2015 April 26]. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/845525-overview

12. Osguthorpe JD., Nielsen DR. Otitis Externa: Review and Clinical Update. 2006
November 1. [cited 2015 April 23]. Available from:
http://www.aafp.org/afp/2006/1101/p1510.html

13. Tandrous PJ. Diagnostic Criteris Handbook in Histopthology: A Surgical


Pathology Vade Mecum. England: John Wiley & Sons Ltd; 2007. p. 199.

19

You might also like