You are on page 1of 18

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Industri farmasi merupakan salah satu tempat bagi profesi apoteker untuk
melakukan pekerjaan kefarmasian terutama menyangkut pengadaan, pengendali
mutu sediaan farmasi, penyimpanan, pendistribusian dan pengembangan obat.
Kemampuan seorang apoteker dalam mengelola industri farmasi merupakan
faktor yang sangat penting untuk keberhasilan industri.

Menurut peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1799


MENKES/PER/XII/2010 tentang industri farmasi adalah badan usaha yang
memiliki izin dari Menteri kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat
atau bahan obat. Pembuatan obat adalah seluruh tahapan kegiatan dalam
menghasilkan obat, yang meliputi pengadaan bahan awal dan bahan pengemas,
produksi, pengemasan, pengawasan mutu, dan pemastian mutu sampai di peroleh
obat untuk di distribusikan. Fungsi industri farmasi yaitu pembuatan obat dan/atau
bahan obat, pendidikan dan penelitian, penelitian dan pengembangan.

Kedudukan apoteker diatur oleh peraturan pemerintah yang dituangkan


dalam Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB), yaitu apoteker
berperan sebagai penanggung jawab produksi dan pengendalian mutu. Untuk
menghasilkan sediaan obat jadi yang memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan
sesuai dengan tujuan penggunaannya, maka setiap industri farmasi wajib
menerapkan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) dalam seluruh aspek dan
rangkaian kegiatan produksi. Dalam hal ini sangat diperlukan Apoteker
profesional, yaitu Apoteker yang mempunyai Ilmu pengetahuan dan keahlian
tinggi serta mempunyai wawasan luas.

Dalam pelaksanaan Praktek Kerja Profesi di industri farmasi,prodi S1


farmasi menjalin kerjasama dengan PT. Mutiara Mukti Farma (MUTIFA).

1
Praktek kerja farmasi di industri farmasi menjadi salah satu kebutuhan mahasiswa
calon sarjana. Program studi sarjana farmasi telah bekerja sama dengan PT.
Mutiara Mukti Farma (MUTIFA) untuk menyelenggarakan praktek kerja farmasi.
Praktek kerja farmasi ini dilaksanakan diharapkan dapat memberikan pengetahuan
praktis kepada mahasiswa calon sarjana tentang pekerjaan kefarmasian di industri
dengan penerapan CPOB.

1.2 Tujuan
Adapun tujuan praktek kerja lapangan di industri farmasi, prodi s1 farmasi
Universitas Imelda Medan di Industri Farmasi Medan adalah:
a. Mengetahui dan memahami praktek secara langsung peran, fungsi dan
tanggung jawab farmasi di industri farmasi.
b. Memperoleh wawasan luas dan pengetahuan yang lebih luas, serta memahami
penerapan CPOB di PT. Mutiara Mukti Farma (MUTIFA).
c. Mengetahui gambaran tentang situasi dalam kondisi kerja di PT. Mutiara
Mukti Farma (MUTIFA)

1.3 Manfaat
Adapun manfaat praktek kerja lapangan di Industri Farmasi Medan adalah:

a. Mengetahui, memahami tugas dan tanggungjawab farmasi dalam menjalankan


pekerjaan kefarmasian di industri farmasi.
b. Mendapatkan pengalaman praktis mengenai pekerjaan kefarmasian di industri
farmasi.
c. Meningkatkan rasa percaya diri untuk menjadi apoteker yang profesional.

1.4 Tempat dan Waktu

2
Praktek Kerja lapanagn industri farmasi dilaksanakan di PT. Mutiara Mukti
Farma (MUTIFA) jalan Karya Jaya No. 68 Km 8,5 Namorambe Medan, pada
tanggal 1 sampai 31 oktober 2019.

BAB II

3
TINJAUAN PUSTAKA DAN HASIL PENELITIAN

2.1 Sejarah Mutifa


Pada tahun 1975 didirikan Industri Farmasi di kota Medan dengan
nama“Sejati Pharmaceutical Industries”, yang memproduksi obar merek
“SIAGOGO”. Setelah beberapa tahun berproduksi, perusahaan ini kemudian
dialihkan pemiliknya kepada Bapak Drs. W. H. Siahaan dan memindahnamakan
perusahaan tersebut dalam suatu akte notaris tertanggal 31 Januari 1980 dengan
nama PT. Mutiara Mukti Farma (MUTIFA) yang berlokasi di Jl. Brigjen Katamso
No. 220 Medan.
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI tahun 1981 No.
0098/SK/PAB/81 memutuskan memberikan izin untuk mendirikan pabrik farmasi
kepada PT. Mutiara Mukti Farma (MUTIFA) dengan nama “MUTIFA
INDUSTRI FARMASI” untuk memproduksi obat-obatan. Dengan
dikeluarkannya surat izin produksi oleh Departemen Kesehatan RI c/q Badan
Pengawasan Obat dan Makanan No. 213/AA/III/81, mulailah PT Mutiara Mukti
Farma memproduksi obat-obatan.
Pada tahun 1983, perusahaan ini menjalankan dan melaksanakan operasinya
dalam menghasilkan berbagai jenis maupun bentuk sediaan obat untukmemenuhi
kebutuhan masyarakat Indonesia wilayah barat umumnya dan daerahSumatera
Utara pada khususnya.
Pada tanggal 29 November 1988, dengan akte notaris No. 35 diadakanlah
perubahan akte atas pemegang saham serta manajemen perusahaan yang
ditetapkan melalui keputusan Menteri Kehakiman RI No. C2 1134.HT.01.04 th 89
tanggal 31 Januari 1989. Dalam akte tersebut, berdasarkan keputusan rapat Dewan
Komisaris serta pemegang saham, ditetapkan bahwa yang menjadi penanggung
jawab dengan jabatan Direktur Utama adalah Bapak Jacob.
Sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 43/Menkes/SK/II/1988
tentang Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB), bahwa setiap industri
farmasi harus mengacu pada pedoman tersebut, maka untuk memenuhi ketentuan
tersebut PT. MUTIFA telah membangun pabrik yang baru di Jl. Karya Jaya No.

4
68 Km 8,5 Namorambe. Pada bulan Mei 1994 produksi telah dilaksanakan di
pabrik yang baru dan pada saat ini kegiatan administrasi juga telah dilakukan di
lokasi tersebut. Pada tanggal 27 Juli 1994 PT. MUTIFA diberikan sertifikat
sebagai industri farmasi yang telah memenuhi CPOB.
Bentuk sediaan yang telah diproduksi sampai saat ini adalah tablet, sirup,
salep, bedak dan kapsul sebanyak 114 item. Pendistribusian sediaan yang
diproduksi PT. MUTIFA Medan meliputi wilayah : Provinsi Sumatera Utara,
Riau, Sumatera Selatan, Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta, Jawa Barat, Jawa
Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Utara, dan Sulawesi Selatan. Untuk wilayah
Sumatera, obat didistribusikan melalui Pedagang Besar Farmasi (PBF) Mekada
Abadi. Obat-obatan diproduksi berdasarkan sistem skala prioritas, yang
mengutamakan obat yang lebih cepat laku di pasaran. Hal ini tidak berlaku untuk
obat Inpres dan Askes.

2.2 Lokasi
Lokasi PT. Mutiara Mukti Farma (MUTIFA) terletak di Jl. Besar Namorambe,
No. 68 RT-31/RW-16 Lingk. VII Pasar – V Desa Sidodadi Kec. Deli Tua Kab.
Deli Serdang. Luas area PT. MUTIFA Medan mempunyai luas area 9600 m 2 dan
luas bangunan 6259 m2.

2.3 Industri farmasi


Industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat.
Industri famasi sebagai industri penghasil obat, dituntut untuk dapat menghasilkan
obat yang memenuhi persyaratan khasiat, keamanan dan mutu dalam dosis yang
digunakanuntuk tujuan pengobatan. Karena menyangkut soalnyawa manusia,
industri farmasi dan produknya di atur secara ketat. Industri farmasi di indonesia
diberlakukan persyaratan yang di atur dalam CPOB. (Kemenkes RI, 2010).
Perusahan industri farmasi wajib memperoleh izin usaha industri farmasi.
Menurut keputusan menteri kesehatan No. 245/MenKes/SK/V/1990 tentang
Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Izin Usaha Industri Farmasi,

5
untuk memperoleh izin usaha farmasi diperlukan tahap persetujuan prinsip
(Kemenkes RI, 2010).

2.4 Departemen Pengawasan Mutu/Quality Control (QC)


Pengawasan mutu merupakan bagian yang esensial dari CPOB untuk
memberikan kepastian bahwa produk secara konsisten mempunyai mutu yang
sesuai dengan tujuan pemakaiannya. Ketidak tergantungan pengawasan mutu dari
produksi dianggap hal yang fundamental agar pengawasan mutu dapat melakukan
kegiatan dengan memuaskan (CPOB, 2006).
Departemen QC di PT. MUTIFA terdiri dari tiga bagian, yaitu:
a. Unit QC
b. Bagian Registrasi
c. Bagian Standarisasi
Unit QC di PT. MUTIFA bertanggung jawab untuk memastikan bahwa:
a. Bahan awal untuk produksi obat memenuhi spesifikasi identitas, kemurnian,
kualitas dan keamanan yang telah ditetapkan.
b. Semua pengawasan selama proses (in process controls) dan pemeriksaan
laboratorium terhadap suatu batch obat telah dilaksanakan dan batch tersebut
memenuhi spesifikasi.
c. Suatu batch obat memenuhi persyaratan mutunya selama waktu peredaran
yang telah ditetapkan.

Pengawasan mutu hendaklah mencakup semua kegiatan analitis di


laboratorium, antara lain:
a. Pengambilan sampel.
b. Pemeriksaan dan pengujian bahan awal, produk antara, produk ruahan, dan
produk jadi.
c. Pengujian yang dilakukan dalam rangka validasi.
d. Penanganan sampel pertinggal.
e. Menyusun dan memperbaharui spesifikasi bahan dan produk serta metode
pengujiannya.

6
Tugas dan tanggung jawab QC:
a. Memantau perkembangan semua produk yang diproduksi oleh perusahan
b. Bertanggung jawab untuk memantau, menganalisis, meneliti, menguji suatu
produk.
c. Memverifikasi kualitas produk.
d. Quality control bertanggung jawab memonitor setiap proses yang terlibat
dalam produksi produk.
e. Memastikan kualitas barang produksi sesuai standar.
f. Merekomendasikan pengolahan ulang produk-produk berkualitas rendah.
g. Bertanggung jawab untuk dokumentasi inspeksi dan tes yang dilakukan pada
produk dari sebuah perusahan.
h. Membuat analisis catatan sejarah perangakatdan dokumentasi produk
sebelumnya untuk referensi di masa mendatang.

2.5 Departemen Pemastian Mutu/Quality Assurance (QA)


Departemen QA bertanggung jawab dalam menjamin mutu suatu produk
mulai dari pemesanan bahan baku dan kemasan obat sampai obat siap dikonsumsi
konsumen, termasuk di dalamnya pemilihan pemasok. Sistem mutu ditetapkan
berdasarkan CPOB (CPOB, 2006).
Tugas-tugas bagian pemastian mutu mencakup:
a. Desain dan pengembangan obat dilakukan dengan cara yang memperhatikan
persyaratan CPOB.
b. Semua langkah produksi dan pengendalian diuraikan secara jelas dan CPOB
diterapkan.
c. Tanggung jawab manajerial diuraikan dengan jelas dalam uraian jabatan.
d. Pengaturan disiapkan untuk pembuatan pasokan dan penggunaan bahan awal
dan pengemas yang benar.
e. Validasi yang perlu dilakukan.
f. Pengkajian terhadap semua dokumen yang terkait dengan proses pengemasan
dan pengujian batch, dilakukan sebelum memberikan pengesahan pelulusan
untuk distribusi. Penilaian hendaklah meliputi semua faktor yang relevan

7
termasuk kondisi pembuatan, hasil pengujian atau pengawasan selama proses,
pengkajian dokumen produksi termasuk pengemasan, pengkajian
penyimpangan dari prosedur yang telah ditetapkan, pemenuhan persyaratan
dari spesifikasi produk jadi dan pemeriksaan produk dalam kemasan akhir.
g. Obat tidak dijual atau dipasok sebelum manager pemastian mutu menyatakan
bahwa tiap batch produksi dibuat dan dikendalikan sesuai dengan persyaratan
yang tercantum dalam izin edar serta peraturan lain yang berkaitan dengan
aspek produksi, pengawasan mutu dan pelulusan produk.
h. Tersedia pengaturan yang memadai untuk memastikan bahwa sedapat
mungkin produk disimpan, didistribusikan dan selanjutnya ditangani
sedemikian rupa agar mutu tetap dijaga selama masa edar /simpan obat.
i. Tersedia prosedur inspeksi diri atau audit mutu yang secara berkala
mengevaluasi efektivitas dan penerapan sistem pemastian mutu.
j. Pemasok bahan awal dan pengemas dievaluasi dan disetujui untuk memenuhi
spesifikasi mutu yang telah ditentukan oleh perusahaan.
k. Penyimpangan dilaporkan, diselidiki dan dicatat.
l. Tersedia sistem persetujuan terhadap perubahan yang berdampak pada
m. mutu produksi.
n. Prosedur pengolahan ulang dievaluasi dan disetujui.
o. Evaluasi mutu produk berkala dilakukan untuk verifikasi konsistensi
p. proses dan memastikan perbaikan proses yang berkesinambungan.

2.6 Personalia
PT. MUTIFA memiliki struktur organisasi di mana departemen produksi, QA
dan QC dipimpin oleh manager yang berbeda serta tidak saling bertanggung
jawab satu dengan yang lain. Manager produksi dan QA merupakan seorang
apoteker yang terdaftar dan memiliki pengalaman praktis yang memadai pada
bidang masing-masing sehingga memiliki keterampilan manajerial untuk
melaksanakan tugas secara profesional. Sedangkan manager QC adalah seorang
sarjana kimia yang berpengalaman dalam bidangnya.(CPOB, 2006).

8
Untuk mendukung kegiatan operasionalnya, PT. MUTIFA memerlukan
personil yang terampil dan terlatih. Dalam rangka memenuhi persyaratan CPOB,
langkah-langkah yang diambil PT. MUTIFA Medan di bidang personalia adalah
dengan cara mengirim pimpinan atau staf untuk mengikuti pelatihan mengenai
CPOB. Selanjutnya diharapkan pimpinan atau staf tersebut dapat memberikan
bimbingan dan pelatihan tentan CPOB kepada karyawan sehingga kegiatan
perusahaan akan memenuhi ketentuan CPOB.

2.7 Sanitasi dan Higiene


Prosedur higiene perorangan termasuk persyaratan untuk mengenakan
pakaian pelindung hendaklah diberlakukan bagi semua personil yang memasuki
area produksi. Untuk menjamin perlindungan produk dari pencemaran dan untuk
keamanan personil, hendaklah personil mengenakan pakaian pelindung yang
bersih dan sesuai dengan tugasnya termasuk penutup rambut. Personil
diinstruksikan supaya menggunakan sarana mencuci tangan dan mencuci
tangannya sebelum memasuki area produksi. Untuk tujuan itu perlu dipasang
poster yang sesuai (CPOB, 2006).
Bangunan yang digunakan untuk pembuatan obat hendaklah didesain dan
dikonstruksi dengan tepat untuk memudahkan sanitasi yang baik. Hendaklah
tersedia dalam jumlah yang cukup sarana toilet dengan ventilasi yang baik dan
tempat cuci bagi personil yang letaknya mudah diakses dari area pembuatan.
Hendaknya disediakan sarana yang memadai untuk penyimpanan pakaian personil
dan milik pribadinya di tempat yang tepat.
Setelah digunakan, peralatan hendaklah dibersihkan baik bagian luar
maupun bagian dalam sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan, serta dijaga
dan disimpan dalam kondisi yang bersih. Tiap kali sebelum dipakai,
kebersihannya diperiksa untuk memastikan bahwa semua produk atau bahan dari
batch sebelumnya telah dihilangkan (CPOB, 2006).

2.8 produksi

9
Produksi hendaklah dilakukan dan diawasi oleh personil yang kompeten.
Penanganan bahan dan produk jadi, seperti penerimaan dan karantina,
pengambilan, sampel, penyimpanan, penandaan, penimbangan, pengolahan,
pengemasan dan distribusi hendaklah dilakukan sesuai dengan prosedur atau
instruksi tertulis dan bila perlu dicatat. Seluruh bahan yang diterima hendaklah
diperiksa untuk memastikan kesesuiannya dengan pemesanan. Bahan awal yang
diterima, produk antara, produk ruahan, produk jadi hendaklah dikarantina segera
setelah diterima atau diolah, sampai dinyatakan lulus untuk pemakaian dan
distribusi. Pengolahan produk yang berbeda hendaklah tidak dilakukan secara
bersamaan pada ruang kerja yang sama. Selama pengolahan, semua bahan, wadah,
produk ruahan, peralatan atau mesin produksi, ruang kerja yang dipakai hendaklah
diberi label atau penandaan dari produk atau bahan yang sedang diolah, kekuatan
dan nomor batch (Manajemen Industri Farmasi, 2007).

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam produksi adalah:


1. Pengadaan bahan awal
Semua penerimaan, pengeluaran dan jumlah bahan tersisa hendaklah dicatat.
Catatan hendaklah berisi keterangan mengenai pasokan, nomor batch/lot, tanggal
penerimaan, tanggal pelulusan, dan tanggal daluarsa (CPOB, 2006).
Pada tiap penerimaan hendaklah dilakukan pemeriksaan visual tentang kondisi
umum, keutuhan wadah dan segelnya, ceceran, atau kemungkinan adanya
kerusakan bahan, dan kesesuaian catatan pengiriman dan label dari pemasok.
Bahan awal yang diterima hendaklah dikarantina sampai disetujui dan diluluskan
untuk pemakaian oleh kepala bagian pengawasan mutu (CPOB, 2006).

2. Pencegahan pencemaran silang


Tiap tahap proses, produk dan bahan hendaklah dilindungi terhadap
pencemaran mikroba dan pencemaran lain. Resiko pencemaran silang ini dapat
timbul akibat tidak terkendalinya debu, uap, percikan atau organisme dari bahan
atau produk yang sedang diproses, dari sisa yang tertinggal pada alat dan pakaian
kerja operator (CPOB, 2006).

10
Pencemaran silang hendaklah dihindari dengan tindakan teknis atau
pengaturan yang tepat, antara lain:
a. Produksi di dalam gedung yang terpisah diperlukan untukproduk seperti
penisilin, hormon seks, sitostatik, dan produk biologi.
b. Tersedia ruang penyangga udara dan penghisap udara.
c. Memakai pakaian pelindung yang sesuai di area di mana produk yang
beresiko tinggi terhadap pencemaran silang diproses.
d. Melaksanakan prosedur pembersihan dan dekontaminasi yang terbukti efektif.

3. Penimbangan dan penyerahan


Penimbangan dan penyerahan bahan awal, bahan pengemas, produk antara dan
produk ruahan dianggap sebagai bagian dari siklus produksi dan memerlukan
dokumentasi yang lengkap. Hanya bahan awal, bahan pengemas, produk antara
dan produk ruahan yang telah diluluskan oleh pengawasan mutu dan masih belum
daluarsa yang boleh diserahkan (CPOB, 2006).
Kapasitas, ketelitian dan ketepatan alat timbang yang dipakai hendaklah
sesuai dengan jumlah bahan yang ditimbang. Untuk tiap penimbangan hendaklah
dilakukan pembuktian kebenaran identitas, jumlah bahan yang ditimbang oleh dua
personil yang independen dan pembuktian tersebut dicatat. Bahan awal, produk
antara dan produk ruahan yang diserahkan hendaklah diperiksa ulang
kebenarannya dan ditandatangani oleh supervisor produksi sebelum dikirim ke
bagian produksi.

4. .Pengembalian
Semua bahan awal dan bahan pengemas yang dikembalikan ke gudang
penyimpanan hendaklah didokumentasikan dengan benar.

5. .Pengolahan

11
Semua bahan yang dipakai di dalam pengolahan hendaklah diperiksa sebelum
dipakai. Semua peralatan yang dipakai dalam pengolahan hendaklah diperiksa
sebelum digunakan. Peralatan hendaklah dinyatakan bersih secara tertulis sebelum
digunakan. Semua kegiatan pengolahan hendaklah dilaksanakan mengikusi
prosedur yang tertulis. Tiap penyimpangan hendaklah dilaporkan. Semua produk
antara hendaklah diberi label yang benar dan dikarantina sampai diluluskan oleh
bagian pengawasan mutu.
Mesin pencampur, pengayak, pencetak tablet hendaklah dilengkapi dengan
sistem pengendali debu. Tiap mesin hendaklah ditempatkan dalam ruang terpisah.
Parameter operasional yang kritis (misalnya waktu, kecepatan dan suhu) untuk
tiap proses pengeringan hendaklah tercantum dalam dokumen produksi induk, dan
dipantau selama proses berlangsung serta dicatat dalam catatan batch. Tablet yang
diambil dalam ruang pencetak tablet untuk keperluan pengujian tidak boleh
dikembalikan lagi ke dalam batch yang bersangkutan.

6. .Kegiatan pengemasan
Kegiatan pengemasan berfungsi mengemas produk ruahan menjadi produk
jadi. Pengemasan hendaklah dilaksanakan di bawah pengendalian yang ketat
untuk menjaga identitas, keutuhan dan mutu produk akhir yang dikemas. Semua
kegiatan pengemasan hendaklah dilaksanakan sesuai dengan instruksi yang
diberikan dan menggunakan bahan pengemas yang tercantum dalam prosedur
pengemasan induk. Rincian pelaksanaan pengemasan hendaklah dicatat dalam
catatan pengemasan batch.

7. .Pengawasan selama proses


Pengawasan selama proses hendaklah mencakup :
a. Semua parameter produk, volume atau jumlah isi produk diperiksa pada saat
awal dan selama proses pengolahan atau pengemasan
b. Kemasan akhir diperiksa selama proses pengemasan dengan selang waktu
yang teratur untuk memastikan kesesuaiannya dengan spesifikasi dan

12
memastikan semua komponen sesuai dengan yang ditetapkan dalam prosedur
pengemasan induk.

8. .Karantina produk jadi


Karantina produk jadi merupakan tahap akhir pengendalian sebelum
penyerahan ke gudang dan siap untuk didistribusikan. Sebelum diluluskan untuk
diserahkan ke gudang, pengawasan yang ketat hendaklah dilaksanakan untuk
memastikan produk dan catatan pengolahan batch memenuhi semua spesifikasi
yang ditentukan.
Selama menunggu pelulusan dari bagian pemastian mutu, seluruh batch/lot
yang sudah dikemas hendaklah ditahan dalam status karantina. Pelulusan akhir
produk hendaklah didahului penyelesaian yang memuaskan dari:
a. Produk memenuhi persyaratan mutu dalam semua spesifikasi pengolahan dan
pengemasan.
b. Sampel pertinggal dari kemasan yang dipasarkan dalam jumlah yang
mencukupi untuk pengujian di masa yang akan datang.
c. Pengemasan dan penandaan memenuhi semua persyaratan sesuai hasil
pemeriksaan oleh bagian pengawasan mutu.
d. Produk jadi yang diterima di area karantina sesuai dengan jumlah yang tertera
pada dokumen penyerahan barang.

Departemen produksi di PT. MUTIFA terdiri atas tiga bagian, yaitu:


a. Departemen produksi beta laktam
b. Departemen produksi solid non beta laktam
c. Departemen produksi cair non beta laktam
Ada pun tugas dan tanggung jawab departemen produksi , yaitu :
a. Melaksanakan pembuatan obat mulai dari pengolahan, pengemasan primer
dan sekunder, sampai karantina produk jadi.
b. Melaksanakan secara teknis dan administrasi semua tugas selama
pengelolahan dan pengemasan dengan berpedoman pada prosedur tetap
(protap) yang ditetapkan.

13
c. Jika ada kegagalan dalam produksi, mendiskusikannya dengan manager QC
dan mencari penyebab serta jalan keluar.
d. Bertanggung jawab agar alat atau mesin untuk keperluan produksi
dikualifikasi atau divalidasi serta dipakai dengan benar.
e. Turut membantu pelaksanaan inspeksi CPOB dan menjaga pelaksanaan serta
pematuhan terhadap peraturan CPOB.
f. Memelihara kebersihan daerah produksi.

Bagian-bagian produksi PT. MUTIFA terdiri atas:


2.8.1 Unit tablet
Unit ini dilengkapi dengan timbangan, mesin mixer, granulator, oven, FBD
(Fluid Bed Dryer), lubrikator, mesin pencetak tablet, mesin penghitung tablet,
mesin penyalut, mesin strip, dan mesin blister. Hal-hal yang diperiksa selama
produksi adalah keseragaman bobot, waktu hancur, ketebalan, kekerasan, kadar
zat berkhasiat, friability, LOD (Loss On Drying), dan disolusi (CPOB, 2006).
Tablet merupakan sediaan yg paling banyak digunakan, karena memiliki
beberapa keuntungan antara lain:
a. ketatapan dosis
b. mudah cara pemakaiannya
c. stabil dalam penyimpanan
d. mudah dalam transportasi
e. segi ekonomi relatif murah di banding dengan bentuk sediaan obat lainnya.

Granulasi basah yaitu proses campuran partikel zat aktif dan eksipien menjadi
partikel yang lebih besar dengan tambah cairan pengikat dalam jumlah yang tepat
sehingga terjadi massa lembab yang bisa digranulasi. Granulasi basah digunakan
untuk zat aktif yang tahan terhadap lembab dan panas prinsip dari metode ini
adalah membasahi massa atau campuran zat aktif dan eksipien dengan larutan
pengikat tertentu sampai diperoleh tingkat kebasahan tertentu pula.
Metode ini membentuk granul dengan cara mengikat serbuk dengan suatu
perekat sebagai balasan pengompakan, teknik ini membutuhkan larutan,

14
penangguhan atau bubur yang mengandung pengikat yang biasanya ditambahkan
ke campuran serbuk atau bisa juga bahan tersebut dimasukan kering kedalam
campuran serbuk dan cairan dimana sukanterpisah. Cairan yang ditambahkan
memiliki peran peran yang cukup penting dimana jembatan cair yang yang
terbentuk diantara partikel dan kekuatan ikatannya akan meningkat kapan jumlah
yang ditambahkan meningkat, gaya tegangan permukaan dan tekanan kapiler
pagar penting pada awal p[embentukan granul, kjapan cairan sudah ditambahkan
pencampuran melanjutkan sampai tercapai dispersi yang setara dan semua bahan
pengikat sudah bekerja, jika sudah diperoleh massa basah atau lembab maka
massa dilewatkan pada ayakan dan diberi tekanan dengan alat penggiling atau
berosilasi granulator melanjutkan agar terbentuk granul jadi luas permukaan
meningkat dan proses pengeringan menjadi lebih cepat, setelah pengeringan
granul di ayak kembali ukuran ayakan tergantung pada alat penghancur yang
digunakandan ukuran tablet yang akan dibuat (CPOB, 2006).
Tahapan dari granulasi basah ini yaitu: campur kering sebuah granulasi
dengan jauh larutan pengikat sebuah pengeringan sebuah campur massa sebuah
istirahat.
Keuntungan metode granulasi basah, yaitu: terima aliran yang baik, kontrol
pelepasan, menghindari lanjut komponen campuran pendistribusi keseragaman
cadangan, dan meningkatkan kecepatan disolusi.
Kerugian dari metode granulasi basah, yaitu: banyak mabuk dalam produksi
yang harus di validasi, biaya cukup tinggi, zat aktif yang tidak tahan lembab dan
panas dapat dikerjakan dengan cara ini. Untuk zat termolabil bisa menggunakan
pelarut non udara.

2.8.2 Unit liquida


Unit liquida memproduksi sediaan bentuk cair seperti suspensi, emulsi dan
sirup. Unit ini dilengkapi dengan mesin mixer dan mesin pengisi obat ke dalam
wadah (automatic), dan mesin alucap manual. Hal-hal yang diperiksa selama
produksi adalah pH larutan, berat jenis (BJ) larutan, keseragaman volume,
viskositas larutan, kadar zat berkhasiat, dan kebocoran wadah (CPOB, 2006).

15
Sirup adalah cairan yang kental dan memiliki kadar gula terlarut yang tinggi,
tetapi hampir tidak memiliki kecenderungan untuk mengendapkan kristal. Secara
umum proses pembuatan sirup dapat dijabarkan sebagai berikut:
a. Sirup bisa dibuat dengan buah asli atau essense perasa atau keduanya.
b. pembuatan sirup harus menggunakan alat-alat yang benar-benar bersih supaya
sirup tidak berjamur. Botol harus steril, kering dan tidak berbau.
c. gunakan gula pasir putih dan bersih.
d. sirup baik harus kental.
e. untuk pembuatan sirup murni tanpa tambahan juice buah asli, sebaiknya
tambahkan glukose syrup, agar sirup tidak mengkristal kembali.
f. setelah agak dingin baru masukan pewarna makanan essense perasa.

16
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan
Setelah melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di PT. Mutiara Mukti
Farma (MUTIFA) dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
a. Menambah wawasan yang lebih luas mengenai semua kegiatan di industri
farmasi.
b. PT. MUTIFA Medan telah menerapkan ketentuan Cara Pembuatan Obat yang
Baik (CPOB).
c. PT. MUTIFA memiliki komitmen yang kuat dalam menerapkan CPOB secara
konsisten dan kontiniu dalam semua aspek kegiatan guna mengutamakan
mutu dari produk yang dihasilkan. Mutu obat telah dibentuk mulai dari awal
proses produksi dengan memenuhi persyaratan CPOB, sehingga tidak hanya
ditentukan dengan pengujian produk jadi saja.

3.2 Saran
Beberapa saran yang terkait dari Praktek Kerja Lapangan (PKL) sebagai
berikut:
a. Sebaiknya pada penyimpanan bahan baku digudang diberi pembatas antara
bahan baku cairan dan padatan (serbuk)
b. Sebaiknya pada penyimpanan bahan kemasan di gudang ditata lebih rapi
sehingga mudah mengambil dan mengetahui posisi dari bahan kemasan.
c. Sebaiknya ruangan karantina obat jadi diperbesar supaya tidak terlalu padat.
d. PT. MUTIFA hendaknya mengirim tenaga/staf untuk mengikuti pelatihan
e. CPOB, dan diharapkan dapat memberikan pengarahan maupun pelatihan
kepada karyawan di setiap unit produksi secara berkesinambungan.

17
DAFTAR PUSTAKA

Ansel, C. H (1989), Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi keempat UI. Press

Badan POM (2006). Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik. Jakarta.

Badan POM (2001). Petunjuk Operasional Penerapan Cara Pembuatan Obat


yang Baik. Jakarta.

Badan POM RI (2012). Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
Republik Indonesia Nomor HK 03.1.33.12.12.8915 Tahun 2012 tentang
Penerapan Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik. Jakarta: Badan
Pengawas Obat dan Makanan.

Depkes RI (1990). Permenkes RI No. 57/Menkes/Per/III/1990 tentang Analisa


Mengenai Dampak Lingkungan. Jakarta

Depkes RI (1990). Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 245/Menkes/SK/


V/1990 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Izin
Usaha Industri Farmasi. Jakarta

Depkes RI (1990). Permenkes RI No. 286/Menkes/Per/III/1990 tentang Kegiatan


di Bidang Kesehatan Yang Wajib Membuat AMDAL. Jakarta

Depkes RI (1979). Farmakope Indonesia. Edisi III. Jakarta: Kemenkes RI

Depkes RI (1995). Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Kemenkes RI

Priyambodo, B (2007). Manajemen Farmasi Industri. Edisi I. Yogyakarta:


Global. Pustaka Utama.

18

You might also like