You are on page 1of 7

JURNAL

ETNOBOTANI RITUAL SESAJI GUNUNG KELUD

Mita Suryanti dan Ya’lu M Hubbik

Prodi Tadris Ilmu Pengetahuan Sosial Institusi Agama Islam Negeri Ponorogo, Jl. Pramuka
No. 156 Ronowijayan, Ponorogo, Jawa Timur, Indonesia.

Email : mitasuryanti18@gmail.com

Yaluhubbik579@gmail.com

Abstrak
Dalam upaya menjaga kelestarian budaya Kabupaten Kediri, mereka memiliki seni serta
budaya wilayah yang diapresiasikan lewat festival budaya tahunan serta musiman semacam,
festival larung sesaji, ritual sesaji serta manusuk sima yang diperingati selaku hari jadi Kediri.
Dari ketiga upacara tersebut, upacara ritual sesaji Kelud merupakan upacara formal yang
memiliki nilai- nilai budaya adiluhung. Kegiatan ini digelar setahun sekali pada 1 SURO oleh
warga Sugihwaras, selaku tolak bala yang dilakukan oleh Warga Sugihwaras, Kecamatan
Ngancar, Kabupaten Kediri. Dalam ritual tersebut , ada beberapa tumbuhan yang selalu
digunakan untuk sesajinya. Oleh karena itu dilakukan penelitian atau mempelajari tentang
tumbuhan untuk mengetahui makna, jenis-jenis tumbuhan, filosofi tumbuhan, serta tingkat
kegunaan tumbuhan yang digunakan pada ritual, sehingga diharapkan dapat memberi kesadaran
kepada masyarakat supaya mau melakukan konservasi tumbuhan yang digunakan untuk ritual
sesaji.
Desa yang terletak di sisi sebelah barat gunung Kelud, menyelenggarakan upacara adat tradisi
“Ritual Sesaji Gunung Kelud”, yang dilaksanakan oleh masyarakat setempat selaku wujud rasa
syukur atas perlindungan-Nya dari ancaman Lembu Suro yang diyakini warga setempat dan
bentuk rasa syukur akan hasil bumi dari lereng gunung Kelud. Aktivitas upacara adat tradisi ini
dilaksanakan secara turun temurun.
Kata Kunci : Larung sesaji, Kebudayaan, Gunung Kelud, Tumbuhan
I. PENDAHULUAN
Kediri memiliki sumber daya alam yang melimpah dan posisi yang strategis. Kediri salah
satu kabupaten yang memiliki luas wilayah 963, 21 km² berbatasan dengan Kabupaten Jombang
di utara, Kabupaten Malang di timur, Kabupaten Madiun serta Kabupaten Ponorogo di barat,
dan Kabupaten Nganjuk di barat serta utara ( Anonim, 2009). Di Kediri pula mempunyai
banyak tempat wisata salah satunya yang populer merupakan Gunung Kelud. Gunung Kelud
bukan cuma selaku tempat wisata namun pula digunakan selaku tempat tradisi warga dekat
Gunung Kelud.
Dikala bulan Suro dalam penanggalan Jawa warga dekat lereng Gunung Kelud teratur
melaksanakan tradisi Larung Sesaji. Tradisi turun temurun yang dilakukan sekali dalam setahun.
Larung sesaji ini diiringi oleh masyarakat yang terdapat di Kecamatan Ngancar di antara lain
Desa Sugihwaras, Ngancar, Sempu, Babadan, Kunjang, Jagul, Bedali, serta di sekitarnya.
Tradisi ini merupakan wujud rasa syukur atas hasil bumi yang melimpah di sekitar Gunung
Kelud.
Dalam ritual larung sesaji masyarakat menyediakan berbagai macam sesaji. Mulai dari
buah-buahan, sayur-sayuran, bunga, dan ayam ingkung. Pada acara ritual sesaji diperlukan ubo
rampen atau sesaji yang berasal dari hasil bumi. Sesaji merupakan aktualisasi berdasarkan
pikiran, keinginan, dan perasaan pelaku buat lebih mendekatkan diri pada Tuhan. Sesaji juga
merupakan ihwal simbol yang dipakai sebagai sarana buat ‘negosiasi’ spiritual pada hal-hal
gaib. Hal ini dilakukan agar makhluk halus tidak mengganggu manusia. (Endraswara,
2003b:195).

II. METODE
Penelitian ini memakai pendekatan kualitatif dengan metode pengumpulan data
melaksanakan wawancara, observasi, dokumentasi serta studi litelatur ataupun kajian pustaka.
Studi litelatur digunakan buat menguraikan tentang literatur yang relevan dengan bidang yang
dibahas. Studi literatur digunakan untuk menganalisis serta sintesis data dengan memusatkan
pada topik yang dibahas dengan meringkasnya serta mengambil kesimpulan dari literatur
tersebut (Setyosari, 2015). Tidak hanya dari wawancara serta pengamatan secara langsung, studi
litelatur pula bisa mengeksplor kearifan lokal tradisi larung sesaji di Gunung Kelud Desa Sugih
Waras Kabupaten Kediri melalui tinjauan penelitian yang relevan dengan topik penelitian ini.
III. PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN ETNOBOTANI
Etnobotani berasal dari kata "etnologi" kajian mengenai budaya, dan "botani" kajian
mengenai tumbuhan. Maka Etnobotani merupakan ilmu yang mempelajari tentang
hubungan manusia dengan tumbuhan (Walujo, 1935, dalam Munawaroh, 2012).
Etnobotani adalah ilmu yang mempelajari tentang pemanfaatan berbagai macam
tumbuhan secara tradisonal oleh masyarakat pedalaman, seiring dengan perkembangan
zaman, akhirnya etnobotani berkembang menjadi cabang ilmu yang interdisipliner
mempelajari hubungan manusia dengan alam sekitarnya (Habibah, 2012). Sedangkan
menurut Suryadarma (2008) dalam Munawaroh (2012) mengatakan bahwa etnobotani
memanfaatkan nilai-nilai pengetahuan masyarakat tradisional dalam penggunaan tumbuhan
secara praktis. 1
Dalam hal tersebut telah terjadi hubungan saling mengisi, yang memanfaatkan
keunikan-keunikan nilai pengetahuan tradisional dalam memahami kebudayaan dan
pemanfaatan tumbuhan sebagai obat secara praktis. Menurut Soekarno dan Riswan (1992)
dalam Permatasari (2013), Suatu cabang Ilmu yang sangat kompleks, dan dalam
pelaksanaannya membutuhkan pendekatan terpadu dari banyak disiplin ilmu diantaranya
ilmu taksonomi, ekologi, geografi tumbuhan, kehutanan, pertanian sejarah, antropologi dan
ilmu lain. Berbeda dengan pendapat Yatias (2015), bahwasanya Etnobotani adalah Cabang
ilmu pengetahuan yang mendalami persepsi serta konsepsi masyarakat tentang sumber daya
nabati beserta lingkungannya.
Etnobotani merupakan ilmu yang mempelajari tentang pemanfaatan tumbuhan dalam
kehidupan sehari-hari dan adat suku bangsa. Studi etnobotani tidak hanya mengenai data
botani taksonomi saja, tetapi juga menyangkut pengetahuan botani yang bersifat
kedaerahan, berupa tinjauan interpretasi dan asosiasi yang mempelajari hubungan timbal
balik antara manusia dengan tanaman, serta

1
Waluyo, Y Purwanto, E Munawaroh Berk. Penel. Hayati Edisi Khusus A 5, 97-108
menyangkut pemanfaatan tanaman tersebut lebih diutamakan untuk kepentingan budaya
dan kelestarian sumber daya alam (Dharmono, 2007).
Dari beberapa pendapat diatas mengenai pengertian etnobotani maka dapat diambil
kesimpulan bahwa etnobotani adalah Suatu Ilmu yang mempelajari tentang hubungan
manusia dengan lingkungan, khususunya dengan tumbuhtumbuhan. Sehingga hubungan
tersebut menghasilkan sebuah pengetahuan lokal masyarakat dan diturunkan secara turun-
temurun dari generasi ke generasi berikutnya 2.

B. PENGERTIAN SESAJI GUNUNG KELUD


Sesaji Gunung Kelud adalah salah satu contoh etnobotani dalam kebudayaan dimana
salah satu desa yang terletak di sisi sebelah barat gunung Kelud, yaitu Desa Sugiwaras
menyelenggarakan upacara adat tradisi “Ritual Sesaji Gunung Kelud”, yang dilaksanakan
oleh masyarakat setempat selaku wujud rasa syukur atas perlindungan-Nya dari ancaman
Lembu Suro yang diyakini warga setempat dan wujud rasa syukur atas berlimpahnya hasil
bumi dari rakyat pada lereng Gunung Kelud.
Larung sesaji dalam kehidupan warga ialah aktivitas menghanyutkan persembahan
berbentuk makanan ataupun barang mati lain, dalam upacara adat keagamaan secara
simbolis selaku bentuk sedekah. Selaras dengan pendapat Yuliamalia( 2019) kalau kegiatan
larung sesaji mempunyai sebagian tujuan seperti, melestarikan budaya nilai- nilai luhur
yang khas dan merupakan karakteristik warga lokal dalam melanjutkan warisan leluhur.
Melaukan larung sesaji juga dimaksudkan selaku salah satu bentuk syukur yang dalam
implementasinya dengan bersedekah lewat aktivitas budaya larung sesaji.
Beberapa hasil bumi misalnya buah-buahan, aneka sayuran dibuat pada sebuah
gunungan lalu diarak bersama-sama menuju ke kawah gunung Kelud. Selain hasil bumi
juga terdapat nasi tumpengan lengkap menggunakan lauk pauk. Tradisi ritual sesaji Kelud
ini menggunakan berbagai jenis tumbuhan untuk

2
Suryadarma, S Susiarti, E Munawaroh, S Horsten Medicinal and Poisonous 1
prosesinya. Tumbuhan yang digunakan dalam ritual sesaji Kelud dikelompokkan menjadi
tumbuhan khusus dan tumbuhan pelengkap. 3
Tanaman khusus dalam ritual sesaji Kelud yang digunakan pada bagian bunga adalah
Kenanga (Cananga odorata (lamk) Hook), mawar (Rosa alba), melati (Jasminum Sambac),
kantil (Michelia alba), daun kelapa/ janur (Cocos nucifera L), pandan wangi (Pandanus
amarylifolius). Sedangkan Tanaman pelengkap dalam ritual sesaji Kelud yang digunakan
pada bagian umbi adalah ketela (Manihot utilissima), ganyong (Canna Edulis), suwek
(Amorphopallus Campanulatus), garut (Maranta arundinacea), sedangkan yang digunakan
pada bagian buah adalah pisang (Musa paradisiaca L), semangka (Citrullus lanatus), apel
(Malus domestica), dan jambu air (Syzygiuma aquaeum). Pada tumbuhan pelengkap yang
dipakai pada ritual sesaji Kelud sebagian besar tergolong pada tumbuhan polo pendem
misalnya ketela, ganyong, suwek dan garut. Tanaman pelengkap ini dipakai buat sesajian
warga peserta ritual yang dibentuk seperti gunungan.
Hasil dari gunungan tadi tidak dihanyutkan ke kawah gunung Kelud, melainkan hanya
di kumpulkan dalam satu titik dekat kawah gunung saja. Setelah itu diadakan doa bersama
dan kemudian para pengunjung diperbolehkan buat berebut hasil bumi dari gunungan tadi.
Tumbuhan tadi merupakan tumbuhan yang wajib terdapat pada ritual sesaji gunung Kelud.
Tanaman tadi adalah tumbuhan yang bisa dijumpai pada pekarangan masyarakat
/dibudidayakan pada kebun mereka sendiri. Dalam pengambilan tumbuhan ritual ini harus
melalui proses yang selektif dan tumbuhan yang dipakai pada ritual adalah tumbuhan yang
layak dan segar.4
Larung sesaji jadi salah satu warisan budaya dari leluhur yang sampai saat ini masih
dilestarikan. Penerapan larung sesaji yang dilakukan sampai saat ini mempunyai arti
tertentu dalam warga. Tradisi- tradisi dalam upacara adat semacam larung sesaji ini miliki
nilai- nilai religi yang besar untuk penduduk masyarakat setempat. Diyakini apabila warga
dekat memakan makanan yang dilarungkan atau hanya mengikuti jalannya upacara tersebut
maka akan memperoleh ketenangan batin maupun jiwa serta rasa nyaman dalam kehidupan.
Filosofi tanaman yang digunakan pada ritual sesaji Kelud adalah bunga kenanga
sebagai pengingat bagi generasi muda untuk selalu berbuat baik seperti yang telah dilakukan
oleh leluhur, bunga mawar sebagai pengingat hidup harus berdasarkan ketulusan, menjalani
segala sesuatu tanpa pamrih (ikhlas) dan menerima cobaan hidup dengan ikhlas, bunga
melati memiliki singkatan “Rasa Melat Saka Njero Ati” yang mempunyai arti dalam
berucap dan berbicara dengan menggunakan ketulusan hati nurani, bunga kantil sebagai
pengingat kepada manusia bahwa manusia jika ingin meraih kesuksesan tidak cukup dengan

3
Raihana Fatimah, dkk/Nilai Dalam Budaya Larung.... – Vol.3 No.2 (2019) 109-116
4
Sartini. (25 November 2013): 37 (2): 111—120.
do’a dan juga adanya tali rasa dan pengabdian yang mendalam tiada terputus, janur kuning
atau daun kelapa muda berwarna kuning yang menyimbolkan manusia harus selalu mencari
keridhaan atau rahmat dari Tuhan, pandan wangi sebagai pengingat manusia selalu berbuat
baik kepada siapa pun agar kebaikannya dikenang sepanjang masa, pisang memiliki arti
sebagai pengingat bahwa manusia harus berguna kepada siapa pun, dan dalam kehidupan
harus menciptakan generasi penerus yang unggul, polo pendem memiliki filosofi untuk
mengingatkan kepada manusia agar dapat hidup dengan kesederhanaan.5

IV. KESIMPULAN
Keragaman budaya yang terdapat di masyarakat khususnya Indonesia menjadi suatu
kearifan lokal yang pantas untuk dilestarikan. Salah satu wilayah yang masih melestarikan
kearifan lokal ialah pada penyelenggaraan upacara adat Larung Sesaji Gunung Kelud di
Desa Sugihwaras, Kecamatan Ngancar, Kabupaten Kediri. Upacara adat ini jadi salah satu
tradisi turun temurun selaku tolak bala dari adanya kutukan oleh Lembu Suro kepada Dewi
Kilisuci atas kekecewaannya sebab sudah melaksanakan kecurangan atas perjuangan cinta
yang dicoba. Kebudayaan ini dilakukan setiap setahun sekali dengan maksud sebagai salah
satu bentuk syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas hasil bumi yang sudah dilimpahkan.
Diharapkan dari aktivitas upacara adat larung sesaji ini menjadikan masyarakat Kediri
Gemah Ripah Loh Jinawi, bisa terus memberikan aneka hasil pertanian yang melimpah
serta bisa mensejahterakan masyarakat.
Tanaman yang digunakan dalam acara ritual sesaji gunung Kelud ada 14 Jenis yaitu
bunga kenanga (Cananga Odorata (Lamk.) Hook.), melati (Jasminum sambac), kantil
(Michelia Alba), mawar (Rosa alba), daun Kelapa/ janur (Cocos nucifera L), Pandan wangi
(Pandanus Amarylilfolius), umbi ketela (Manihot Utilissima), suwek (Amorphophallu
Campanulatus), ganyong (Canna Edulis), dan garut (Maranta).

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2009. Batas wilayah kabupaten Kediri.


Endraswara, S. 2003b. Mistik Kejawen: Sinkretisme, Simbolisme, dan Sufisme dalam
Budaya Spiritual Jawa. Jogjakarta: Narasi.
Kartiwa, S. Dan Wahyono, M. 1992. Hubungan Antara Tumbuhan dan Manusia Dalam
Upacara Adat di Indonesia. Dalam Prosiding Seminar Etnobotani dan Lokakarya Nasional
Etnobotani. Bogor. Hal: 149-155/.

5
Perpusnas Bibliografi : halaman 87-97
Sudjana. 2005. Metode Statistika edisi ke- 6. Bandung : Tarsito.
Usman. H dan Akbar. P, 2011. Metodologi Penelitian Sosial: Edisi Kedua. Jakarta : Bumi
Aksara. Hal : 41
Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata Republik Indonesia. 2011. Buku Kearifan Lokal
di Tengah Modernisasi. Pusat Penelitian dan Pengembangan Kebudayaan Badan
Pengembangan Sumber Daya Kebudayaan dan Pariwisata Kementerian Kebudayaan dan
Pariwisata Republik Indonesia. Jakarta. (Diakses 25 Desember 2015).

You might also like