You are on page 1of 11

9.

Temuan Luar Trauma Ledakan dan Mekanismenya

Blast Injury atau luka ledak di berbagai bagian tubuh memiliki


karakteristik berdasarkan mekanismenya sendiri.1

1. Barotrauma pada Telinga, Paru-paru dan Gastrointestinal.2


Shock wave (gelombang kejut) akibat ledakan dapat melewati jaringan
homogen padat seperti otot dan hati, sehingga menyebabkan sedikit
atau tidak ada kerusakan pada organ tersebut. Namun, pada paru-paru
kerusakan dapat terjadi akibat variasi densitas yang mencolok antara
dinding alveolus dan udara yang terkandung sehingga redaman
gelombang kejut terjadi. Transit udara dalam paru-paru dapat merobek
septa alveoulus. Pulmonary injury adalah cedera spesifik dari ledakan
udara yang disebut sebagai “blast lung”. Namun, paru-paru juga dapat
cedera akibat trauma langsung pada dada. Selain itu, trauma pada
telinga akibat peningkatan tekanan yang berlebihan di atas atmosfer,
sehingga dapat terjadi perforasi membran timpani.3

Gambar 1. Perforasi membran timpani kareena overpressure akibat


ledakan. 4
Gambar 2. Chest X-Ray seorang polisi
21 tahun yang menunjukkan blast lung
injury. Terdapat infiltrat paru bilateral
dengan “butterfly appearance” yang
merupakan gambaran khas cedar paru
akibat ledakan, korban juga menderita
luka bakar di wajah.5

2. Trauma Tumpul atau Penetrasi Fragmen.2


Ledakan dapat mencederai atau membunuh dengan efek mendorong
benda padat atau bahan di sekitarnya ke segala arah. Fragmen juga bisa
berasal dari bom itu sendiri. Fragmen dapat bervariasi dalam berbagai
ukuran, maupun jenis yang diproyeksikan dalam kecepatan yang
tinggi dan terbang dalam jarak yang cukup jauh sehingga dapat
menyebabkan kerusakan fatal dengan mekanisme yang sama dengan
rudal ataupun sejata. Puing-puing ini akan menimpa dan melukai area
tubuh yang menghasilkan beragam ukuran lecet, memar , robekan
ataupun tusukan. Beberapa laserasi mungkin akan berisi fragmen
pecahan logam, batu, kayu, atau bahan-bahan lainnya.3
Gambar 3. Foto yang menunjukkan luka pada kulit akibat trauma tumpul dan
penetrasi jaringan lunak serta tampilan X-Ray nya. 6

Gambar 4. Luka lecet multiple


akibat puing beterbangan yang
di proyeksikan oleh bom.7

Gambar 5. Foto yang menunjukkan tungkai gadis 14 tahun yang berdiri di dekat
pelauku bom bunuh diri dengan penetrasi injury pada bagian dada dan tungkai
bawahnya (a,b,d) fraktur femur kominutif dan kerusakan jaringan lunak (c) dan
beberapa bahan penetrasi yang dikeluarkan.5

3. Fraktur dan Traumatic Amputation2


Jika korban hampir bersentuhan dengan ledakan besar, misal bahan
ledak yang dibawa atau berada di tempat yang dekat, korban
kemungkinan akan hancur berkeping keping. Ketika korban berada
beberapa meter dari pusat ledakan, akan terjadi disruptive dengan
terpisahnya kepala atau anggota badan dari area lokal. Oleh karena itu,
terkadang bagian tubuh dapat hancur total, ataupun terpisah dengan
bagian tubuh lainnya. Potongannya bisa tersebar di area radius 100
meter atau lebih dari pusat ledakan. Bahkan, anggota tubuh mungkin
tidak dapat ditemukan apabila sudah bercampur dengan batu dan
puing-puing lain dari lokasi ledakan.3

Gambar 6. Foto menunjukkan laki-laki perakit bahan ledakan dynamite, ledakan


mendisrupsi regio kepala dan abdomen (kiri). Gambaran serpihan tubuh di sekitar
kendaraan yang merupakan pusat ledakan bunuh diri dengan dynamite (kanan). 8

Selain itu, traumatic amputation dapat terjadi akibat ledakan yang


berkecepatan tinggi yang dapat mendorong korban mengenai suatu objek,
ataupun sebaliknya objek yang keras terdorong mengenai korban sehingga
terjadi traumatic amputation.2
Gambar 7. Kompleks blast injury dengan amputasi traumatik akibat peledak
improvisasi militer5

Gambar 8. Amputasi akibat ledakan


ranjau pada tungkai bawah seorang
tentara UN.9

4. Luka bakar2
Ketika sebuah bom meledak, suhu gas eksplosif dapat melebihi
2000oC, dan panas yang terpancar sesaat dapat menyebabkan “flash
burn”. Luka bakar yang diderita biasanya luas dan sebagaian besar
memenuhi tubuh yang terbuka tergantung dari jarak korban, sumber
ledakan, dan jenis ledakan. Setelah kematian, area yang terbakar
menjadi coklat kemerahan dan terkelupas.3

Gambar 9. Trauma
pada wajah, tangan dan
paha akibat ledakan
rokok elektrik. Pola
cedera umum dari api
yang membakar paha
dan tangan setelah
terjadi ledakan ion
lithium di saku pasien
(A dan B). luka bakar di
wajah setelah rokok
eletrik meledak saat
digunakan (C).10
Gambar 10. Luka bakar termal tingkat I-III. Orang ini meninggal karena
kebakaran akibat meledaknya tangki asetilen. Bagian tubuh dan lengan atas
terhindar dari luka bakar sebab dilindungi oleh kemeja lengan pendeknya. 11

10. Hal-hal yang Memengaruhi Derajat Blast Injury

Explosions atau ledakan terjadi akibat konversi dari bahan padat atau cair
menjadi gas setelah terjadi detonasi bahan peledak. Gas akan cepat mengembang
ke luar dari titik detonasi dan menyingkirikan media-media di sekitarannya.
Ekspansi gas ini akan menyebabkan kenaikan tekanan langsung, menciptakan
gelombang ledakan yang kemudian akan menghilang seiring jarak dan waktu.
Saat ledakan mengisi udara di sekitarnya, ledakan akan menghasilkan angin
dengan kecepatan yang besar tergantung pada ukuran dan jenis ledakan. Angin ini
dapat dengan segera mendorong dan menyingkirikan benda ataupun orang di
sekitarnya, sehingga dapat menyebabkan cedera. Setelah energi awal ledakan
telah menghilang, terjadi penurunan tekanan menjadi relatif lebih rendah (fase
tekanan negatif) sebagai akibat dari kekosongan yang terjadi akibat udara yang
dipindahkan sebelum tekanan menjadi normal kembali.12

Jika terjadi serangan teroris, bom yang digunakan kemungkinan besar


adalah bahan peledak improvasi (improvised-explosive device), yang dapat dibuat
dari bahan peledak baik itu low-order atau high-order. The Department of
Defense mendefinisikan bahan peledak improvasi sebagai perangkat yang dibuat
atau dikembangkan dengan menggabungkan bahan yang destruktif, mematikan,
berbahaya, dan bahan bakar kimia yang dirancang untuk mnghancurkan,
melumpuhkan, dan menimbulkan kerusakan sebanyak mungkin. Bomber biasanya
memasukkan item untuk membentuk proyektil seperti bola, bantalan, paku, mur,
dan batu.13
Gambar 11. Ilustrasi alat peledak yang diimprovisasi (IED) yang digunakan
dalam pengeboman Boston Marathon, Cooker diisi dengan bantalan bola dan
paku (A). pecahan peluru yang berasal dari cooker (B), bola bantalan (C), paku
(D), sekrup yang digunakan dalam kontruksi perangkat (E). 14

Tingkat keparahan blast injury ditentukan oleh berbagai faktor, antara lain:
bahan peledak, lokasi ledakan, jumlah bahan peledak yang digunakan, dan lokasi
korban dan kedekatannya dengan ledakan.15

1. Lokasi ledakan
Lokasi ledakan di ruang terbuka atau tertutup secara signifikan
memengaruhi kualitas dan derajat cedera ledakan. Di ruangan terbatas,
gelombang ledakan memantul dari struktur gedung, memperlambat
disipasi gelombang dan akibatnya memperkuat kapasitasnya untuk
menimbulkan kehancuran. Ledakan ruang terbatas juga berkontribusi pada
kerusakan yang melibatkan lebih banyak fragmen struktural dan
lingkungan, sehingga terjadi lebih banyak cidera penetrasi. Selain itu,
gelombang ledakan juga ditransmisikan lebih cepat melalui air daripada
udara sehingga dapat menyebakan kehancuran lebih besar di peristiwa
ledakan bawah air. 15
2. Jumlah dan kekuatan bahan peledak yang digunakan
Kekuatan ledakan meningkat seiring dengan banyaknya jumlah bahan
peledak yang digunakan, dan rentang kekuatan ini akan menyebabkan
lebih banyak konsekuensi klinis. Seperti sistem pendengaran dapat terluka
pada korban yang terkena tekanan 2 PSi dan perforasi membran timpani
terjadi pada setengah dari mereka yang terkena 15-50 PSi. cedera paru-
paru terjadi di setengah dari mereka yang terkena tekanan 70 PSi,
sedangkan perforasi saluran GI umumnya hanya terlihat dengan tekanan
yang lebih tinggi >80 PSi berakibat fatal pada > 50%.15
3. Kedekatan dan posisi korban terkait ledakan
Semakin dekat korban dengan pusat ledakan, semakin besar konsekuensi
gelombang ledakan yang akan mengenai korban. Telah ditemukan bahwa
jarak >16 m adalah jarak protektif untuk significant Primary Blast Injury.
Orientasi masing-masing korban dari ledakan, termasuk sudut dan
ketinggian korban dalam kaitannya dengan pusat ledakan, juga penting
dalam menentukan tingkat cedera. 15
4. Akurasi dari triase
Explosions atau ledakan memiliki potensi besar menyebabkan insiden
korban massal atau Mass Casualty Insiden (MCI). Triase yang efektif
adalah langkah pertama dalam kemampuan fasilitas medis dalam
pengelolaan Mass Casualty Insiden.5
Tabel 1. Kategori triase pada insiden korban massal .5

DAFTAR PUSTAKA

1. Yan Zhao, Yuan-Guo Zhou. The past and present of blast injury research
in China. Chinese Journal of Traumatology. Volume 18, Issue 4. 2015.
Pages 194-200. ISSN 1008-1275.
https://doi.org/10.1016/j.cjtee.2015.11.001
2. Chukwu-Lobelu R, Appukuttan A, Edwards DS, Patel HDL. Burn injuries
from the london suicide bombings: a new classification of blast-related
thermal injuries. Ann Burns Fire Disasters. 2017 Dec 31;30(4):256-260.
PMID: 29983676; PMCID: PMC6033474.
3. Krishan Vij. Textbook of Forensic Medicine and Toxicology: Principles
and practice.4th ed.New Delhi; Elsevier, A division of Reed Elsevier India
Private Limited; 2008.p.266.
4. Ballivet de Régloix S, Crambert A, Maurin O, et al. Blast injury of the ear
by massive explosion: a review of 41 cases. BMJ Military
Health 2017;163:333-338
5. Callaway, David W., and Jonathan L. Burstein, eds. Operational and
Medical Management of Explosive and Blast Incidents. Springer
International Publishing, 2020.
6. Yann Delannoy, Isabelle Plu, Isabelle Sec, Tania Delabarde, Marc
Taccoen, Antoine Tracqui & Bertrand Ludes (2020) Terrorist attacks:
cutaneous patterns of gunshot and secondary blast injuries, Forensic
Sciences Research, 5:3, 208-213, DOI: 10.1080/20961790.2020.1771859
7. Payne-James J, Jones R, Karch SB, Manlove J. Simpson’s Forensic
Medicine. 14th Edition. 2020. London: Hodder Headline Group
8. Byard, R.W. Pekka Saukko, Bernard Knight: Knight’s forensic pathology
4th ed.. Forensic Sci Med Pathol 14, 147 (2018)
9. Madea, Burkhard. Handbook of Forensic Medicine. 2009.
10.1002/9780470061589.fsa045.
10. Brownson, E. G., Thompson, C. M., Goldsberry, S., Chong, H. J.,
Friedrich, J. B., Pham, T. N. & Gibran, N. S. Explosion injuries from e-
cigarettes. 2016. New England journal of medicine, 375(14), 1400-1402.
11. Catanese C (Ed). Color atlas of forensic medicine and pathology. 2nd éd.
Boca Raton: CRC Press; 2016
12. Smith JE, Garner J. Pathophysiology of primary blast injury. BMJ Military
Health 2019;165:57-62.
13. Westrol, M. S., Donovan, C. M., & Kapitanyan, R. (2017). Blast Physics
and Pathophysiology of Explosive Injuries. Annals of Emergency
Medicine, 69(1), S4 S9. doi:10.1016/j.annemergmed.2016.09.005 
14. Brunner, J., Singh, A. K., Rocha, T., Havens, J., Goralnick, E., &
Sodickson, A. (2015). Terrorist Bombings: Foreign Bodies from the
Boston Marathon Bombing. Seminars in Ultrasound, CT and MRI, 36(1),
68–72. doi:10.1053/j.sult.2014.10.006 
15. Brunner, J., Singh, A. K., Rocha, T., Havens, J., Goralnick, E., &
Sodickson, A. (2015). Terrorist Bombings: Foreign Bodies from the
Boston Marathon Bombing. Seminars in Ultrasound, CT and MRI, 36(1),
68–72. doi:10.1053/j.sult.2014.10.006 

You might also like