You are on page 1of 151

STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI

SERAT SABUT KELAPA BERKARET (SEBUTRET)


(STUDI KASUS DI KABUPATEN SAMBAS)

JUNARDI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan dengan sebenar-benarnya, bahwa laporan akhir yang
berjudul:

Strategi Pengembangan Agroidustri Serat Sabut Kelapa Berkaret (sebutret)


(Studi Kasus di Kabupaten Sambas)
merupakan hasil kerja saya sendiri di bawah arahan dari komisi pembimbing.
Laporan akhir ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program
sejenis diperguruan tinggi lain serta belum pernah dipublikasikan.

Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat
diperiksa kebenarannya.

Bogor, April 2012

Junardi
F351090111
ABSTRACT

Junardi. A Strategy for the Development of Rubberized Coir (Sebutret) Agro


industry (A Case Study in Sambas). Supervised by Sukardi and Yandra Arkeman.

The combination of coconut coir and rubber can produce rubberized coir
products (sebutret). The sebutret is very potential to be developed to gain value
added and increase farmers and local government incomes. The research
objectives were to assess internal and external factors that affect the product
development and the implication of strengths, weaknesses, opportunities, and
threats. The data obtained were analyzed descriptively and quantitatively in the
form of weighted average scores and analysis strategies with SWOT analysis
matrix, IFE, EFE and IE. The study shows that the main strength is the
availability of sebutret product market and its main weakness is the low
competitiveness, limited scope of local villages and districts. Meanwhile the main
opportunity is sebutret manufacturing technology already exists and the main
threat is the absence of a strong business partnership. The analysis shows the
development of sebutret agro industry can be managed with market penetration
strategy and product development. Implication of the analysis is formulated
alternative strategy, namely: conduct accurate data collection, conduct a
feasibility study, produce sebutret accordance with market demand, conduct the
preparation of resources, establish processing industries, cooperate with the
competent institutions, provide equipment and machinery, provide expert as
facilitators, conduct promotion.
Keywords: rubberized coir, development strategy, value-added
RINGKASAN

JUNARDI. Strategi Pengembangan Agroindustri Serat Sabut Kelapa Berkaret


(sebutret) (Studi Kasus di Kabupaten Sambas). Dibimbing oleh SUKARDI dan
YANDRA ARKEMAN.

Serat sabut kelapa memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi produk-


produk yang bernilai seperti menjadi produk yang dikenal dengan sebutan
sebutret. Produk ini sangat potensial dalam rangka menciptakan nilai tambah pada
produk. Kelapa dan karet merupakan komoditas yang dikembangkan menjadi
produk sebutret dan merupakan komoditas unggulan di Kabupaten Sambas,
dengan jumlah produksi sebesar 14.888 ton/tahun dan 20.192 ton/tahun. Sebagian
besar hasil produksi dari komoditas tersebut masih belum dapat menciptakan nilai
tambah yang lebih besar, karena sabut kelapa hanya dianggap sebagai limbah,
sedangkan karet hanya dijual dalam bentuk bahan olahan karet. Kegiatan
pengembangan ini diharapkan dapat meningkatkan pendapatan pemerintah daerah
dan menciptakan agroindustri sebutret. Oleh karena itu diperlukan suatu
perumusan strategi pengembangan agroindustri sebutret di Kabupaten Sambas.
Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji faktor internal dan eksternal yang
berpengaruh dan implikasi dari kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancamannya
terhadap pengembangan agroindustri sebutret di Kabupaten Sambas, serta
merumuskan strategi pengembangan agroindustri pengolahan sebutret.
Pengumpulan data dilakukan dengan metode observasi dan wawancara
kepada petani dan pedagang pengumpul karet dan kelapa di kecamatan yang
paling tinggi produksinya, dinas-dinas yang terkait serta masyarakat umum untuk
mendapatkan data primer. Data sekunder didapatkan dari studi kepustakaan.
Wawancara dilakukan kepada 70 responden dengan rincian20 responden dari
petani karet, 20 responden dari petani kelapa, 5 responden dari pedagang
pengumpul karet, 5 responden dari pedagang pengumpul kelapa dan 20 responden
dari masyarakat umum, serta 5 orang responden yang dianggap ahli dalam
melakukan penilaian terhadap strategi pengembangan sebutret. Data yang
diperoleh selanjutnya dianalisis secara deskriptif kuantitatif dalam bentuk
pembobotan dan rataan skor serta analisis strategi dengan analisis matriks Internal
Factor Evaluation, matriks Eksternal Factor Evaluation, matriks Internal-
Eksternal, serta matriks Strengths, Weaknesses, Opportunities, dan Threats
Hasil kajian menunjukan bahwa faktor kekuatan adalah: ketersediaan bahan
baku, tenaga kerja lokal cukup tersedia, karet dan kelapa merupakan komoditas
andalan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, kondisi tanah yang
cocok untuk budidaya tanaman karet dan kelapa, tersedianya pasar produk
sebutret, sedangkan faktor yang menjadi kelemahan adalah: skala usahatani yang
dilakukan relatif kecil, tingkat pendidikan relatif rendah, sarana dan prasarana
transportasi yang kurang mendukung, penguasaan teknologi oleh petani masih
rendah, belum adanya tenaga ahli tentang proses produksi pembuatan sebutret,
produk masih belum dikenal oleh masyarakat, kurangnya akses terhadap
informasi pasar, keterbatasan modal, daya saing yang rendah, hanya sebatas lokal
desa dan kecamatan. Faktor yang menjadi peluang adalah: meningkatkan
pendapatan dan menambah lapangan pekerjaan, masih belum ada industri
pengolahan sabut kelapa, adanya dukungan yang diberikan oleh pemda,
perekonomian masyarakat yang semakin meningkat, jumlah penduduk yang
semakin meningkat, teknologi pembuatan sebutret sudah ada, sedangkan faktor
yang menjadi ancaman adalah: ketidakpastian harga bahan baku ditingkat petani,
pasar dikuasai oleh produk yang berbahan baku dari sintetis, pemerintah belum
konsisten dalam mengaflikasikan kebijakan, ekspansi lahan perkebunan kelapa
sawit, politik dan keamanan, perubahan cuaca, hama tanaman, belum adanya
kemitraan usaha yang kuat, kurangnya koordinasi antar instansi yang terkait.
Imflikasi secara teknis berpengaruh terhadap manajemen organisasi seperti dalam
perencanaan, pengendalian, pengelolaan keuangan, pemasaran dan rendahnya
kreatifitas untuk mengembangkan produk. Secara non-teknis berpengaruh pada
peningkatan pendapatan, menciptakan lapangan pekerjaan, mengurangi
pengangguran dan meningkatkan nilai tambah pada produk.
Hasil analisis matriks menunjukan bahwa posisi pengembangan agroindustri
sebutret berada pada sel kelima yaitu sel stabilitas yang dapat dikelola dengan
strategi penetrasi pasar dan pengembangan produk. Sehingga dapat dirumuskan
beberapa strategi antara lain: (a) Melakukan pendataan ulang yang lebih akurat
tentang kepemilikan, fungsi dan tataguna lahan. (b) Melakukan studi kelayakan
investasi usaha sebutret. (c) Memproduksi sebutret yang sesuai dengan keinginan
dan citarasa konsumen. (d) Melakukan kegiatan persiapan sumber daya manusia,
sumber daya alam, infrastruktur dan sumber pendanaan. (e) Membangun industri
pengolahan sebutret yang berbasis kerakyatan. (f) Melakukan kerjasama dengan
lembaga-lembaga yang berkompeten dalam bidang pengolahan sebutret. (g)
Menyediakan peralatan dan mesin proses produksi sebutret. (h) Menyediakan
tenaga ahli dibidang pengolahan sebutret dan bisnis agroindustri sebagai tenaga
pendamping. (i) Melakukan promosi produk sebutret.
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012
Hak Cipta dilindungi Undang-undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebut sumbernya. Pengutipan hanya untuk
kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan
laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan
tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya
Tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI
SERAT SABUT KELAPA BERKARET (SEBUTRET)
(STUDI KASUS DI KABUPATEN SAMBAS)

JUNARDI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Teknologi Industri Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ono Suparno, S. TP, MT
Judul Tesis : Strategi Pengembangan Agroindustri Serat Sabut Kelapa Berkaret
(Sebutret) (Studi Kasus di Kabupaten Smabas)
Nama : Junardi
NRP : F351090111

Disetujui
Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Sukardi, MM Dr. Ir.Yandra Arkeman M.Eng

Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana


Teknologi Industri Pertanian

Dr. Ir. Machfud, MS Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr

Tanggal Ujian : 4 April 2012 Tanggal Lulus : 3 Mei 2012


PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-
Nya sehingga penelitian ini berhasil diselesaikan. Tugas akhir yang berjudul
Strategi Pengembangan Agroindusri Serat Sabut Kelapa Berkaret (Sebutret)
(Studi Kasus di Kabupaten Sambas) ini merupakan salah satu syarat untuk
menyelesaikan studi pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian, Sekolah
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Sukardi, MM dan Bapak
Dr. Ir. Yandra Arkeman, M. Eng selaku pembimbing yang telah memberikan
pengarahan, bimbingan dan dorongan dalam melakukan penelitian untuk tugas
akhir ini. Di samping itu, penghargaan disampaikan kepada teman-teman
Teknologi Industri Pertanian (TIP) angkatan 2009 semuanya yang telah
memberikan saran sehingga penulisan tugas akhir ini selesai dibuat. Ungkapan
terima juga penulis sampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga atas segala
doa dan kasih sayangnya.

Semoga tesis ini bermanfaat.

Bogor, April 2012

Junardi
RIWAYAT HIDUP

Penulis di lahirkan di Sambas, Kabupaten Sambas Propinsi Kalimantan


Barat pada 3 Desember 1981 dari ayah Hasan Basri dan ibu Sapunah. Penulis
merupakan putra keenam dari 10 bersaudara.
Tahun 2001 penulis lulus SMU 1 Sambas dan pada tahun yang sama lulus
seleksi masuk Universitas Tanjungpura Pontianak melalui jalur SPMB pada
jurusan Sosial Ekonomi Pertanian. Pada tahun 2006 memperoleh gelar Sarjana
Pertanian. Pada tahun 2007 sampai 2009 penulis aktif dipemberdayaan
masyarakat sebagai Pendamping lokal pada program PNPM-DTK (Program
Nasional Pemberdayaan Masyarakat Daerah Tertinggal dan Khusus di Kecamatan
Sajad Kabupaten Sambas. Sejak 2008 sampai sekarang penulis bekerja sebagai
staf pengajar di Politeknik Sambas.
Penulis melanjutkan pendidikan dalam rangka peningkatan mutu tenaga
pendidik dan mengembangkan wawasan di Sekolah Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor, Program Studi Teknologi Industri Pertanian pada tahun 2009.
DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ...,………………………………………………………… xiii

DAFTAR GAMBAR ...……………………………………………………… xv

DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………………… xvii

PENDAHULUAN …..……………………………………………………….. 1
Latar Belakang ……..…………………………………………...…….. 1
Tujuan Penelitian ….………………………………………………...... 3
Manfaat Penelitian .………………………………………………...…. 3
TINJAUAN PUSTAKA ..……………………………………………………. 5
Karet Alam ..…………………………………………………………... 5
Serat Sabut Kelapa ..…………………………………………………... 9
Serat Sabut Kelapa Berkaret (Rubberized Coir) ..…………………….. 13
Proses Pembuatan Sebutret ..………………………………………….. 14
Analisis Lingkungan Internal ..………………………………………... 16
Analisis Linkungan Eksternal ..……………………………………….. 17
Analisis SWOT ..…………………………………………………….... 18
Analisis Internal Eksternal (IE) ..…………………………………….. 19
Konsep Pengembangan Agroindustri ..………………………………. 20
MATODOLOGI PENELITIAN ……………………………………………..
23
Kerangka pemikiran …………………………………………………...
23
Tempat dan Waktu Penelitian …………………………………………
24
Pengumpulan, Pengolahan dan Analsis Data …………………………
24
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN …………………………….
Letak Geografis ………………………………………………………. 35
Wilayah Administrasi Pemerintahan …………………………………. 35
Jumlah Penduduk ……………………………………………………... 36
Perekonomian ………………………………………………………… 36
Jumlah Produksi ………………………………………………………. 36
38
HASIL DAN PEMBAHASAN ………………………………………………
Identifikasi Faktor Internal (Kekuatan dan Kelemahan) ……………... 41
Identifikasi Faktor Eksternal (Peluang dan Ancaman) ……………….. 41
Implikasi Faktor Internal dan Ekstrenal ………………………………. 49
Perumusan Strategi Pengembangan Agroindustri Sebutret …………... 54
Matriks SWOT …………………………………………………….. 59
Analisis Matriks IFE (Internal Factor Evaluation Matrix) ……….. 59
Analisis Matriks EFE (Eksternal Factor Evaluation Matrix) ……... 65
Analisis Matriks Internal-Eksternal (Internal-External Matrix) …... 66
Strategi Pengembangan Agroindustri Sebutret ……………………. 68
69
SIMPULAN DAN SARAN …………………………………………………. 93
Kesimpulan …………………………………………………………… 93
Saran ………………………………………………………………….. 94

95
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………..
DAFTAR TABEL

Halaman

1 Proyeksi produksi karet dan estimasi produksi lateks …………. 6


2 Komposisi kimia lateks ………………………………………… 7
3 Hasil pengolahan 1000 butir kelapa ……………………………. 10
4 Komposisi kimia sabut dan serat sabut kelapa ………………... 11
5 Matriks SWOT …………………………………………………. 27
6 Matriks EFE ……………………………………………………. 29
7 Matriks IFE …………………………………………………….. 30
8 Penilaian bobot faktor strategis internal ……………………….. 31
9 Penilaian bobot faktor strategis eksternal ……………………… 31
10 Penilaian rating pada faktor kekuatan ………………...………... 32
11 Penilaian rating pada faktor kelemahan ………………..………. 32
12 Penilaian rating pada faktor peluang …………….……….……. 33
13 Penilaian rating pada faktor ancaman ……….…..……………... 33
14 Rekapitulasi jumlah desa, jumlah penduduk dan kepala keluarga
di Kabupaten Sambas tahun 2010 ……………………………... 38
15 Jumlah produksi karet di Kalimantan …….……………………. 39
16 Jumlah produksi karet di Kalimantan Barat ….………………... 39
17 Jumlah produksi kelapa di Kalimantan ………………………... 40
18 Jumlah produksi kelapa dan sabut kelapa di Kalimantan Barat . 40
19 Persebaran komoditas karet di Kabupaten Sambas ….………… 42
20 Persebaran komoditas kelapa dan sabut kelapa di Kabupaten
Sambas …………………………………………………………. 42
21 Ketenagakerjaan ……………………………………………….. 43
22 Jumlah kepala keluarga petani karet dan kelapa ……………….. 43
23 Jumlah masyarakat yang mengenal produk sebutret ………….. 48
24 Fungsi dasar manajemen ………..……………………………… 55
25 Fungsi dasar manajemen produksi ……..………………………. 56
26 Matriks SWOT …………………………………………………. 64
27 Matriks IFE …………………………………………………….. 66
28 Matriks EFE ……………………………………………………. 67
29 Alternatif lokasi pembangunan agroindustri sebutret berdasarkan
keunggulan dan kelemahan dari masing-masing daerah ………… 76
30 Formulasi kompon untuk pembuatan sebutret ………...………… 84
DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Diagram alir persiapan pengolahan serat sabut kelapa keriting ... 12


2 Produk yang berasal dari sabut kelapa ..………………………… 13
3 Diagram alir proses pembuatan sebutret ...……………………… 15
4 Urutan serta alsin dalam pengolahan sebutret ..………………… 16
5 Matriks IE ..….………………………………………………..… 33
6 Metodologi penelitian .....……………………………………….. 34
7 Peta Provinsi Kalimantan Barat ...………………………………. 37
8 Persentase lahan petani karet ...…………………………………. 46
9 Persentase lahan petani kelapa ………………………………….. 46
10 Matriks IE …………………………………………..……………. 68
11 Produk sebutret dari serat alami …………………....……………. 73
12 Peta administrasi Kabupaten Sambas ..…………..….…………… 77
13 Mesin pemisah serat sabut kelapa ..……………..…...…………… 79
14 Alat pemintal serat ….…………………………..……………..…. 81
15 Alat pemintal tali ...…….……………………..………………….. 82
16 Perlengkapan pemeraman …………………..……………………. 82
17 Peralatan pencetak ………………………..……………………… 83
18 Tangki pendadihan lateks ……………...………………………… 85
19 Alat penyemprot kompon lateks .………………………………… 86
20 Alat vulkanisasi .……………………...………………….…..…… 89
21 Alat pemotong sheet .………………..…………………………… 90
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Perhitungan bobot internal dan eksternal pengembangan


agroindustri sebutret .…..……………………………….…….. 101
2 Rekapitulasi rating internal dan eksternal pengembangan
agroindustri sebutret .……..…………….…………………….. 107
3 Kuesioner untuk petani karet …..……………………………... 109
4 Kuesioner untuk petani kelapa ……….………………………. 115
5 Kuesioner untuk pedagang pengumpul karet ………...………. 121
6 Kuesioner untuk pedagang pengumpul kelapa ..........………… 125
7 Kuesioner untuk konsumen .……...………………….……..… 131
8 Kuesioner untuk akademisi dan stakeholders terkait ….…...… 137
1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Serat sabut kelapa memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi produk-
produk yang bernilai komersial (Tejano, 1985). Potensi dari serat sabut kelapa
(mattress fibre atau coir fibre) yang merupakan hasil dari pengolahan sabut kelapa
sebenarnya dapat digunakan menjadi a) penahan panas pada industri pesawat
terbang, b) bahan pengisi jok atau bantalan kursi pada industri mobil, c) bahan
geotekstil untuk perbaikan tanah pada bendungan, d) bahan cocosheet sebagai
pengganti busa pada industri spring bed, e) bahan untuk membuat berbagai
kebutuhan rumah tangga seperti tali atau tambang, sapu, sikat, keset, pot bunga,
gantungan bunga, isolator, karpet, gumpalan benang ikat, filter air, dan bahan
pewarna batik, f) selain itu kemampuan sabut kelapa ditambah dengan karet daur
ulang dapat dimanfaatkan sebagai peredam suara (Mahzan et al, 2010), dan g)
meningkatkan stabilitas dan ketahanan struktur jalan apabila digunakan sebagai
bahan pencampur dalam pengaspalan (Thulasirajan dan Narasimha, 2011).
Selain dari produk-produk di atas, serat sabut kelapa dapat dikembangkan
menjadi produk yang dikenal dengan sebutan serat sabut kelapa berkaret
(sebutret). Produk ini merupakan kombinasi antara serat sabut kelapa dengan
karet alam. Pada dasarnya produk serat sabut kelapa berkaret ini telah diproduksi
dan dimanfaatkan oleh negara lain seperti India, Srilanka, Philipina dan Thailand
menjadi produk yang bernilai tinggi, bahkan hasil produksi tersebut telah diekspor
ke negara-negara Eropa dan Amerika. Di Indonesia, penelitian, pengembangan
dan pemanfaatan produk sebutret mulai dilakukan pada tahun 2000 di Balai
Penelitian Teknologi Karet (BPTK) Bogor.
Produk serat sabut kelapa berkaret (sebutret) ini sangat berpotensi untuk
dikembangkan, terutama untuk bahan baku pembuatan kasur. Simon George
(2006) mengatakan bahwa kasur yang berasal dari serat sabut kelapa berkaret
merupakan sebuah evolusi dari kasur tradisional yang berasal atau terbuat dari kapas.
Selain itu, produk sebutret dapat dikembangkan untuk pembuatan jok, kursi, tas
laptop, kopiah, bantal dan guling pada industri furnitur.
Selain menciptakan nilai tambah, serat sabut kelapa berkaret mempunyai
beberapa keunggulan jika dibandingkan dengan produk serupa yang berbahan
baku busa sintetis yang ada sekarang ini di pasaran. Adapun keunggulan dari
produk serat sabut kelapa berkaret ini adalah relatif lebih ringan, bersifat lebih
sejuk dan dingin, lebih tahan terhadap bakteri, lebih sedikit menampung debu,
tidak berisik karena mampu meredam bunyi, mempunyai elastisitas atau
kepegasan yang baik, dan kerapatan atau densitasnya dapat divariasi karena
bentuknya dapat disesuaikan dengan kemauan konsumen, lebih ramah terhadap
lingkungan dan kesehatan (Sinurat, 2003, Maspanger et al, 2005 dan Pujiastuti,
2007).
Untuk mengembangkan agroindustri sebutret diperlukan ketersediaan
sumber bahan baku dari tanaman kelapa dan karet. Kedua komoditas tersebut
merupakan komoditas unggulan di Kabupaten Sambas, dengan jumlah produksi
masing-masing sebesar 14.888 ton/tahun dan 20.192 ton/tahun, sehingga sebutret
sangat berpotensi untuk dikembangkan untuk agroindustri yang dapat menopang
perekonomian masyarakat dan meningkatkan pendapatan pemerintah daerah.
Komoditas kelapa dan karet ini tersebar di 19 Kecamatan, yaitu Kecamatan
Semparuk, Sambas, Sejangkung, Teluk Keramat, Selakau, Pemangkat, Tebas,
Tekarang, Paloh, Sajingan, Galing, Subah, Jawai, Jawai Selatan, Sebawi, Sajad,
Tangaran, Selakau Timur, dan Salatiga, kecuali Kecamatan Jawai Selatan dan
Pemangkat untuk komoditas karet dan Kecamatan Galing, Sambas, Sajad dan
Teluk Keramat untuk komoditas Kelapa. Sebagian besar hasil produksi dari
komoditas tersebut masih belum dapat menciptakan nilai tambah yang lebih besar,
karena kelapa hanya dimanfaatkan untuk pembuatan minyak kelapa, dan sabutnya
dianggap limbah yang dibuang, sedangkan karet hanya dijual dalam bentuk bokar
(bahan olahan karet) sehingga daya tawar petani sangat rendah.
Berdasarkan gambaran di atas sangat penting untuk dilakukan suatu upaya
untuk meningkatkan pendapatan petani dari komoditas kelapa dan karet. Selain itu
kegiatan pengembangan ini diharapkan dapat menciptakan agroindustri yang
berdaya saing bagi produk domestik. Oleh karena itu, diperlukan suatu perumusan
strategi pengembangan agroindustri serat sabut kelapa berkaret di Kabupaten
Sambas. Pengembangan ini juga diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam
meningkatkan pendapatan daerah. Pengembangan sebutret ini dapat dianggap
sebagai alternatif pengganti bagi komoditas unggul jeruk yang mengalami
kegagalan dalam budidayanya karena penyakit Citrus Vein Phloem Degeneration
(CVPD) yang menyerang tanaman jeruk petani.

1.2. Tujuan Penelitian


Tujuan dari penelitian ini adalah merumuskan suatu strategi
pengembangan agroindustri serat sabut kelapa berkaret di Kabupaten Sambas.
Secara rinci tujuan-tujuan tersebut adalah sebagai berikut:
(1) Mengkaji faktor internal dan eksternal yang berpengaruh, dan implikasi dari
kekuatan, kelemahan, peluang dan ancamannya terhadap pengembangan
agroindustri pengolahan serat sabut kelapa berkaret di Kabupaten Sambas.
(2) Merumuskan strategi pengembangan agroindustri pengolahan serat sabut
kelapa berkaret.

1.3. Manfaat Penelitian


Manfaat yang diperoleh dari hasil penelitian ini adalah menghasilkan suatu
rumusan strategi dalam upaya pengembangan produk serat sabut kelapa berkaret,
sehingga dapat memberikan manfaat berupa nilai tambah pada produk pertanian
dalam rangka untuk peningkatan pendapatan masyarakat dan Pemerintah Daerah
dan sekaligus dapat memberikan sumbangsih pemikiran berupa informasi pada
Pemerintah Daerah, para investor atau pengusaha yang ingin mengembangkan
usaha serat sabut kelapa berkaret di Kabupaten Sambas. Selain itu, hasil dari
kajian ini diharapkan akan memicu pembangunan agroindustri secara umum di
Kabupaten Sambas.
2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Karet Alam


Karet (Hevea brasiliensis) adalah suatu tanaman yang termasuk dalam
divisi Spermathophyta, subdivisi Angiospermae, kelas Dicotyledonae, ordo
Geraniles, family Euphorbiaceae, dan genus Hevea (Webster dan Baulkwill,
1989 dan Pujiastuti, 2007). Karet termasuk jenis tanaman dataran rendah, yang
dapat tumbuh dengan baik di dataran dengan ketinggian 0-400 meter di atas
permukaan laut (dpl) dengan suhu antara 25-30 oC. Adapun curah hujannya
berkisar antara 2.000-2.500 mm/tahun dan dengan keperluan sinar mataharinya
antara 5-7 jam/harinya (Andoko dan Heru, 2005).
Adapun getah yang dihasilkan oleh karet disebut dengan lateks. Menurut
Menurut Martini (2007), lateks merupakan dispersi partikel karet dalam cairan
serum yang mengandung substansi organik dan anorganik (Honggokusumo,
1985). Lateks mengandung 25-40 persen bahan karet mentah dan 60-75 persen
serum (air dan zat terlarut) (Goutara et al, 1985). Lateks pada tanaman karet
terdapat pada bagian daun, biji dan sebagian besar terletak pada kulit batang.
Karet merupakan komoditas pertanian yang penting untuk memenuhi kebutuhan
hidup sehari-hari, terutama untuk peralatan rumah tangga yang menggunakan
bahan baku karet seperti untuk sol sepatu, kursi, slang, sekat, penahan getaran,
pelapis kaca mobil, ban, oil seals, dan lain-lain (Siswoputranto, 1981 dan Yuprin,
2009). Produksi lateks persatuan luas dalam kurun waktu tertentu dipengaruhi
oleh beberapa faktor seperti jenis bibit karet yang digunakan, kesesuaian lahan,
pemeliharaan tanaman, sistem penyadapan, dan lainnya. Menurut Anwar (2001)
estimasi produksi perhektar pertahunnya apabila dikonversikan ke dalam satuan
getah karet basah dapat dilihat seperti pada Tabel 1.
Masa sadap karet secara teoritis dan apabila didukung dengan
kondisi pertumbuhan yang sehat dan baik, tanaman karet dikatakan telah
memenuhi kriteria matang sadap pada umur 5-6 tahun untuk tanaman karet jenis
hybrida (unggul). Mengacu pada patokan tersebut, berarti mulai umur 5-6 tahun
tanaman karet dapat dikatakan telah menghasilkan lateks, sedangkan untuk
tanaman dengan bibit lokal untuk masa penyadapannya rata-rata mulai dilakukan
pada umur 7-8 tahun.
Tabel 1. Proyeksi produksi karet dan estimasi produksi lateks
Tahun Estimasi produksi Estimasi Produksi
Umur (Th) Sadap KKK (ton/ha) lateks (Liter/ha)

6 1 500 2.000
7 2 1.150 4.600
8 3 1.400 5.600
9 4 1.600 6.400
10 5 1.750 7.000
11 6 1.850 7.400
12 7 2.200 8.800
13 8 2.300 9.200
14 9 2.350 9.400
15 10 2.300 9.200
16 11 2.150 8.600
17 12 2.100 8.400
18 13 2.000 8.000
19 14 1.900 7.600
20 15 1.800 7.200
21 16 1.650 6.600
22 17 1.550 6.200
23 18 1.450 5.800
24 19 1.400 5.600
25 20 1.350 5.400
26 21 1.200 4.800
27 22 1.000 4.600
28 23 1.150 4.000
29 24 850 3.400
30 25 800 3.200
Cacatan: Estimasi produksi didasarkan atas asumsi kadar karet kering (KKK) = 25%
Sumber: Anwar (2001)

Pada dasarnya, produk-produk yang berbahan baku karet tidak semuanya


berasal dari karet alam, tetapi juga dari karet sintetis. Walaupun jumlah produksi
karet alam tidak sebanyak karet sintetis, tetapi karet alam memiliki lebih banyak
keunggulan dari pada karet sintetis. Adapun keunggulan karet alam (Sumarmadji
et al, 2003; Patimah, 2006) adalah:
a. Mempunyai daya elastisitas atau daya lenting yang sempurna
b. Mempunyai plastisitas yang baik sehingga pengolahannya lebih mudah
c. Mempunyai daya aus yang tinggi
d. Tidak mudah panas (low heat build up)
e. Mempunyai daya tahan yang tinggi terhadap keretakan (groove cracking
resistance).
Menurut Martini (2007) lateks mengandung 25-40% bahan karet mentah
dan 60-75% serum. Bahan karet mentah mengandung 90-95% karet murni, 2-3%
protein, 1-2% asam lemak, 0,2-0,5% garam dari Na, K, Mg, Ca, P, Cu, Mn, dan
Fe. Partikel karet tersuspensi (tersebar merata) dalam serum lateks dengan ukuran
0,04-3 mikron, atau 0,2 milyar partikel karet permililiter lateks. Bentuk partikel
lonjong sampai bulat. Berat jenis lateks 0,945 kg/m3, serum 1,02 kg/m3dan karet
0,91 kg/m3. Adanya perbedaan berat jenis tersebut menyebabkan pemisahan pada
permukaan lateks (Goutara et al, 1985). Adapun menurut Martini (2007)
komposisi kimia lateks Hevea brasiliensis (Suparto, 2002), seperti yang tercantum
dalam Tabel 2.
Tabel 2. Komposisi kimia lateks Hevea brasiliensis
Komponen Persentase
Karet 30-35
Resin 0,5-1,5
Protein 1,5-2,0
Abu 0,3-0,7
Gula 0,3-0,5
Air 55-60
Sumber: Suparto, 2002
Karet alam (lateks) yang digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan
serat sabut kelapa berkaret adalah lateks yang telah dipekatkan dengan metode
pemekatan tertentu hingga mengalami peningkatan pekat. Proses pemekatan
lateks dapat dilakukan dengan empat cara. Menurut Sumarmadji et al (2003)
proses pemekatan lateks dengan kadar karet kering sama dengan 60-65% dapat
diproduksi dengan cara pemusingan, pendadihan, penguapan, dan
elektrodekantasi, namun berdasarkan kemudahan secara teknis dan konsistensi
mutunya untuk memproduksi lateks pekat umumnya dilakukan dengan cara
pemusingan.
Bahan yang akan disemprotkan ke dalam pembuatan serat sabut kelapa
berkaret adalah lateks pekat yang sudah dicampur dengan berbagai macam bahan
kimia melalui proses vulkanisasi sehingga menghasilkan kompon. Vulkanisasi
adalah suatu proses mengaplikasikan panas kepada campuran elastomer dan
bahan kimia untuk menurunkan plastisitas dan meningkatkan elastisitas, kekuatan
dan kemantapan karet (Pujiastuti, 2007). Bahan yang biasa digunakan dalam
proses vulkanisasi di industri pengolahan karet adalah belerang yang fungsinya
untuk mempercepat kematangan kompon karet. Bahan lainnya yang biasanya juga
digunakan adalah peroksida organik dan damar fenolik (Sumarmadji et al, 2003).
Selain itu, bahan-bahan kimia yang juga biasa digunakan dalam proses
pemekatan lateks dilakukan melalui proses dispersi. Adapun fungsi bahan
pendispersi adalah untuk membantu dalam proses pembasahan dari bahan yang
terdispersi, mengurangi atau mencegah pembentukan busa serta mencegah
terjadinya penggabungan kembali partikel. Secara khusus bahan kimia yang
ditambahkan ke dalam lateks adalah stabilizer, accelerator, activator, antioxidant
dan curing agent. Bahan-bahan kimia yang ada dalam kompon lateks menurut
Abednego (1990) dan Martini (2007) adalah:
1. Bahan Pemvulkanisasi
Bahan pemvulkanisasi berfungsi untuk mengikat molekul-molekul karet
membentuk jaringan tiga dimensi, sehingga karet mentah yang semula lunak
dan plastis, akan berubah menjadi barang jadi karet yang kuat dan elastis.
Bahan pemvulkanisasi yang biasa digunakan adalah belerang.
2. Bahan Pencepat (accelerator)
Bahan pencepat merupakan katalisator pada proses vulkanisasi. Proses
vulkanisasi tanpa bahan pencepat akan memerlukan waktu vulkanisasasi yang
lama dan suhu yang tinggi. Berdasarkan kecepatan kerjanya, bahan pencepat
digolongkan sebagai berikut.
a. Bahan pencepat lambat, yaitu golongan aldehida amin.
b. Bahan pencepat sedang, yaitu golongan guanidin.
c. Bahan pencepat sedang-cepat, yaitu golongan thiazol.
d. Bahan pencepat cepat, yaitu golongan thiuram sulfida.
e. Bahan pencepat sangat cepat, yaitu golongan dithiokarbamat.
3. Bahan Penggiat (activator)
Bahan penggiat merupakan bahan untuk menggiatkan kerja bahan pencepat.
Bahan penggiat yang biasa digunakan adalah seng oksida (ZnO).
4. Bahan Pemantap (stabilizer)
Bahan pemantap digunakan untuk menjaga kompon lateks tetap stabil atau
tidak terpisah. Bahan pemantap yang dapat digunakan adalah Kalium laurat,
Kalium hidroksida, dan jenis surfaktan lainnya.
5. Antioksidan
Antioksidan berfungsi mencegah karet dari kerusakan karena pengaruh ozon
maupun oksigen dan melindungi karet dari suhu tinggi, sinar matahari, serta
ion prooksidan. Antioksidan yang biasa digunakan adalah golongan fenil dan
turunan fenol.
6. Bahan Pengisi
Bahan pengisi berfungsi meningkatkan kekerasan dan tegangan putus
vulkanisat sehingga kekuatan dan kekakuan karet dapat bertambah. Bahan
pengisi yang digunakan antara lain Aluminium silikat, Magnesium silikat, dan
carbon filler (karbon hitam).

2.2. Serat Sabut Kelapa


Sabut kelapa merupakan bagian terluar dari buah kelapa yang
membungkus tempurung kelapa, mempunyai ketebalan berkisar 5-6 cm yang
terdiri atas lapisan luar (exocarpium) dan lapisan dalam (endocarpium), serta
memiliki komposisi kimia seperti selulosa, lignin, pyroligneous acid, gas, arang,
ter, tannin, dan potassium (Rindengan et al, 1995, Ferry dan Mahmud, 2005).
Kelapa merupakan bahan baku untuk menghasilkan serat sabut. Umur produktif
tanaman kelapa berada pada usia tanaman 15-50 tahun. Lokasi penanaman
sangat menentukan produksi atau buah kelapa yang dihasilkan dalam satu pohon.
Pada lokasi dataran rendah atau pesisir dapat menghasilkan buah antara 35-50
biji permusim panen. Hasil panen pada daerah perbukitan dan daerah-daerah
dengan tingkat kesuburan tanah yang rendah seperti di beberapa wilayah
kepulauan hanya menghasilkan 15-35 biji kelapa permusim. Musim panen
dilakukan setiap tiga bulan dengan produksi rara-rata 30 biji per-pohon, sehingga
dalam satu hektar dapat menghasilkan biji kelapa sebanyak 4.140 perpanen.
Serat (fiber) adalah suatu jenis bahan berupa potongan-potongan
komponen yang membentuk jaringan memanjang yang utuh. Serat dapat
digolongkan menjadi dua jenis yaitu serat alami dan serat sintetis (Sanjay Kindo,
2010). Adapun klasifikasi dari serat alami, yaitu serat hewan, seperti: rambut/bulu
hewan, serat sutera dan serat avian; serat mineral, seperti: asbes, serat keramik
dan serat logam; dan serat tanama, seperti: serat biji, serat daun, serat kulit, serat
buah dan serat tangkai. Serat sintetis terbagi dalam tiga bagian, yaitu pertama,
yang bahan bakunya berasal dari alam tetapi kemudian mengalami proses
polimerisasi lanjutan seperti: viskosa, asetat, kuproamonium, dan lain-lain.
Kedua, yang bahan bakunya berasal dari hasil sintesis polimerisasi misalnya:
polyester, nilon, poliuretan, polivinil, dan lain-lain. Ketiga yaitu yang berbahan
dasar anorganik misalnya serat logam, gelas, dan lain-lain.
Serat sabut kelapa merupakan serat alami yang dihasilkan dari sabut
kelapa. Rendemen serat kelapa adalah berkisar antara 80-90 gram serat per-butir
(Van Dam, 1997 dan Pujiastuti, 2007). Serat sabut kelapa memiliki panjang 15-30
cm, bahkan bisa mencapai 40 cm. Setiap butir buah kelapa rata-rata mempunyai
berat sekitar 1,8 kg yang terdiri dari sabut 35%, tempurung 28%, daging buah
12%, dan air 25%. Serat dapat dipisahkan dari sabut kelapa dengan menggunakan
mesin pemisah serat. Dari sabut kelapa dapat diperoleh 227,8 gram serat kering,
yang terdiri dari 62,6 gram serat panjang (bristle), 38,2 gram serat pendek dan
medium (mattress), dan 127 gram debu sabut. Dengan kata lain, kandungan sabut
kelapa terdiri atas 35,3% serat panjang dan sedang, 6,9% serat pendek, 49% gabus
(serbuk sabut), dan 16,8% bagian yang hilang (Van-Dam, 1997 dan Pujiastuti,
2007). Menurut Martini (2007) serat sabut kelapa memiliki panjang antara 150-
350 mm, bahkan ada yang mencapai 400 mm dengan diameter serat sekitar 0,1-
1,5 mm (Djatmiko et al, 1990). Hasil pengolahan sabut kelapa dari 1000 butir
kelapa yang setara dengan 227,8 kg kg sabut dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Hasil pengolahan 1000 butir kelapa setara dengan 227,8 kg sabut
Komposisi Bobot (kg) Rendemen (%)
1. Bristle fibre 62,6 27,5
2. Mattress fibre 38,2 16,8
3. Coir fibre
a. Epicarp 42,6 18,7
b. Fibrous dust (serat yang sangat pendek) 6,2 2,7
c. Pith (gabus) 78,2 34,3
Jumlah 227,8 100,0
Sumber: Djatmiko et al (1990); Martini (2007)
Serat kelapa terdiri dari serat dan gabus yang menghubungkan satu serat
dengan serat lainya (anonym, 2005; Martini, 2007). Serat sabut kelapa sangat
elastis dan tahan terhadap pembusukan (Awang, 1991; Martini, 2007). Adapun
komposisi kimia sabut dan serat sabut kelapa adalah seperti pada Tabel 4.
Tabel 4. Komposisi kimia sabut dan serat sabut kelapa
Komponen Sabut (%) Serat sabut (%)
Air 26,00 5,25
Pektin 14,25 3,00
Hemiselulosa 8,50 0,25
Lignin 29,23 45,84
Selulosa 21,07 43,44
Sumber : Joseph dan Kindangen (1993); Martini (2007)

Menurut Wildan (2010) rasio antara serat panjang, serat medium dan
serat pendek yang dihasilkan berkisar antara 60% serat panjang, 30% serat
medium dan 10% serat pendek. Panjang serat panjang adalah lebih dari 150 mm
(dapat mencapai 350 mm), panjang serat medium antara 50 sampai 150 mm dan
panjang serat pendek adalah kurang dari 50 mm. Ukuran diameter serat kelapa
adalah antara 50 hingga 300 μm. Serat kelapa terdiri dari sel serat kelapa dengan
ukuran panjang 1 mm dan ukuran diameter 5-8 μm (Van Daam, 2002).
Serat sabut tersebut dapat diperoleh dengan cara melakukan perendaman
pada sabut. Menurut Awang (1991) dan Pujiastuti (2007), ada beberapa langkah
yang dapat dilakukan dalam pembuatan serat, yaitu:
1. Pemisahan sabut kelapa yang telah masak dari tempurung kelapa.
2. Perendaman dalam bak berisi air, diusahakan di dalam air yang mengalir
supaya terjadi penggantian air yang baik dan kontinyu. Maksud perendaman
adalah untuk melunakan sabut kelapa agar mudah terjadi pemisahan serat-
serat dari gabus dalam sabut kelapa. Apabila lapisan epicarpium dihilangkan,
maka lama proses perendaman hanya 3-5 hari dan bila tidak dihilangkan maka
proses perendaman antara 3-6 minggu.
3. Pemisahan serat sabut kelapa dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama
pemisahan serat menggunakan rol berputar dengan sejumlah besar paku
sepanjang 4-5 cm. Rol pemecah (breaker roll) akan berputar dan pakunya
merobek sabut kelapa tanpa merusak serat. Tahap ini menghasilkan serat yang
berukuran besar, panjang dan kasar yang disebut bristle fiber.
4. Tahap kedua adalah tahap membersihkan serat kasar melalui proses
penggilingan dengan rol pembersih yang permukaannya terpasang paku-paku
yang lebih halus dari rol pemecah. Tahap ini menghasilkan serat yang lebih
halus yang disebut matress fiber.
Selain itu proses pengolahan serat sabut kelapa dilakukan dengan cara
sabut kelapa digiling dengan menggunakan mesin pemecah kulit kelapa untuk
memperoleh serat. Setelah itu coco fiber dipisahkan dari debu sehingga benar-
benar bersih. Kemudian serat sabut yang sudah bersih dipuntir atau dipintal baik
secara manual ataupun dengan mesin. Setelah itu pintalan tersebut digiling, digilas
dan dioven selama 2-3 jam dengan suhu 80 0C, lalu pintalan hasil pemanasan akan
didinginkan atau diperam selama 1-2 hari. Kemudian tambang serat dibuka
kembali, sehingga diperoleh serat sabut kelapa berbentuk keriting, selanjutnya
serat sabut yang sudah dalam bentuk keriting (coir) kemudian ditebar rata di
dalam kotak cetakan kayu yang beralas ram kawat. Proses pengolahan serat sabut
kelapa menurut Sinurat (2003) dan Pujiastuti (2007) dapat dilihat pada Gambar 1.

Serat kelapa lurus

Pembersihan serat

Pemintalan

Pengeringan & pemintalan serat

Pintalan kering

Penguraian pintalan

Serat keriting

Gambar 1. Diagram alir persiapan pengolahan serat sabut kelapa keriting


(Awang, 1991 dan Pujiastuti, 2007)
Serat dapat diproses menjadi serat berkaret, matras, geotextile, karpet, dan
produk-produk kerajinan ataupun industri rumah tangga lainnya. Matras dan serat
berkaret banyak digunakan dalam industri jok, kasur, dan pelapis panas. Debu
sabut dapat diproses jadi kompos dan cocopeat, dan particle board atau
hardboard. Cocopeat digunakan sebagai substitusi gambut alam untuk industri
bunga dan pelapis lapangan golf. Di samping itu, bersama bristle dapat diolah
menjadi hardboard. Produk dari serat secara jelas dapat dilihat pada Gambar 2.

Serat berkaret

Matras
Serat panjang Kerajinan: keset,
karpet, tali, dll

Geotekstil

Sabut Genteng
Serat pendek
Hardboard
Isolator listrik
Cocopeat
Debu sabut Hardboar
Kompos

Gambar 2. Produk yang berasal dari sabut kelapa

2.3. Serat Sabut Kelapa Berkaret (Rubberized Coir)


Serat sabut kelapa berkaret merupakan produk kombinasi dari bahan baku
serat sabut kelapa dengan karet alam yang telah divulkanisasi. Proses Vulkanisasi
merupakan reaksi kimia antara karet dengan belerang, sehingga membentuk
ikatan silang dan menghasilkan struktur tiga dimensi (Bhuana, 1990 dan
Pujiastuti, 2007). Selain itu, menurut Meilani (2006) serat sabut kelapa berkaret
merupakan serat keriting dari sabut kelapa yang dibalut dan diikat dengan karet
dari lateks pekat.
BPTK (2003) mengatakan bahwa sebutret memiliki beberapa keunggulan
yaitu lebih ringan jika dibandingkan dengan karet busa (busa alam), hal ini
disebabkan oleh serat sabut kelapa berkaret terdiri atas karet dan serat-serat
bergelombang yang memiliki pori-pori (rongga) yang besar. Produk sebutret dapat
dibuat dengan kerapatan bervariasi sesuai dengan kebutuhan, sehingga berat tiap
volume (densitas) sebutret juga berbeda-beda. Sebutret mempunyai kepegasan
yang baik, sejuk dan dingin karena terbuat dari karet alam dan memiliki rongga
yang besar, tahan terhadap air dan bakteri karena serat telah dibalut oleh karet,
bebas dari segala macam kutu dan serangga, tidak berdebu seperti kapuk dan
pemakainnya tidak berisik karena mampu meredam bunyi (Sinurat, 2003 dan
Meilani, 2006).

2.4. Proses Pembuatan Sebutret


Menurut BPTK Bogor (2003), pembuatan serat sabut kelapa berkaret
secara umum meliputi beberapa proses yakni proses pengolahan sabut kelapa
menjadi serat keriting, proses pengolahan disperse kimia, proses pengolahan
lateks dan proses pembuatan sebutret. Proses pengolahan sabut kelapa menjadi
serat keriting, pada tahap ini kulit kelapa yang telah keringkan digiling dengan
menggunakan mesin pemecah sabut untuk diambil seratnya. Selanjutnya serat
gilingan tersebut dipisahkan antara serat kasar dan serat halus. Setelah dipisah,
serat kasar digiling ulang, sedangkan serat halus dikeritingkan. Hasil pintalan
serat dioven selama 4 jam dalam suhu 80 0C atau dijemur di bawah sinar matahari
selama beberapa hari sampai serat tersebut kering. Setelah dioven, pintalan yang
telah dikeringkan dan diperam selama sehari semalam. Kemudian pintalan yang
telah diperam dibongkar atau diurai kembali untuk menjadi serat keriting.
Proses pengolahan disperse kimia, pada proses ini bahan kimia ditimbang
sesuai formula. Selanjutnya kedalam guci keramik berpeluru, dituangkan satuan
padatan kimia sesuai ukuran yang dibakukan dan ditambah air. Setelah itu
keramik berisi padatan kimia dan air diputar selama 24 jam pada mesin pengocok
(ball mill disperse) supaya cairan senyawa kimia tersebut menyatu. Kemudian
senyawa cairan kimia dituang atau disimpan dalam keadaan tertutup dalam bejana
plastik dan siap digunakan untuk proses pengolahan lateks karet alam.
Proses pengolahan lateks, lateks yang merupakan hasil sadapan di kebun
disaring, ditimbang sesuai keperluan. Sesuai formula atau dosis, larutan kimia
dituangkan ke dalam lateks kebun untuk memisahkan lateks dengan air, melalui
pendadihan (pemeraman) atau sentrifugasi (putaran dengan kecepatan tinggi).
Selanjutnya adonan lateks berkimia tersebut diaduk selama 2-3 menit.
Serat keriting

Lapisan tipis serat di dalam cetakan Kompon lateks

Penyemprotan tipis pada seluruh


Pengadukan 2-3 menit
bagian serat sabut kelapa (tahap I)

Pengeringan

Penyemprotan sheet tipis (tahap II)

Penumpukan lapisan tipis

Lapisan tebal

Pengempaan dalam cetakan

Vulkanisasi dalam oven dengan suhu


100-110 0C selama 60-75 menit

Pemotongan

Sebutret
Gambar 3. Diagram alir proses pembuatan sebutret
(BPTK Bogor 2003 dan Meilani (2006)
Proses pembuatan serat sabut kelapa berkaret, pada proses ini serat sabut
kelapa yang sudah dikeritingkan, sesuai ukuran dan densitasnya kemudian dicetak
dalam cetakan secara manual sesuai dengan keperluan. Setelah serat keriting
dalam cetakan kemudian disemprot dalam tahap I (penyemprotan awal) dengan
kompon menggunakan kompresor. Penyemprotan pada tahap ini dilakukan secara
tipis pada seluruh bagian serat sabut kelapa. Setelah terlapisi kompon kemudian
divulkasisasi dalam oven untuk dikeringkan (tahap I), kemudian dikeluarkan dari
oven dan disemprot untuk tahap II (penyemprotan lanjutan), setelah itu lapisan-
lapisan tipis tadi dikumpulkan menjadi lapisan tebal akan dikempa dalam cetakan.
Setelah itu divulkanisasi di dalam oven selama 60-75 menit dengan suhu 100-110
0
C. Setelah kering, lapisan-lapisan tersebut dipotong-potong dan jadilah sebutret
yang sesuai dengan apa yang diinginkan. Secara umum proses pembuatan serat
sabut kelapa berkaret (sebutret) menurut BPTK Bogor (2003) dan Meilani (2006)
seperti pada Gambar 3. Menurut Sinurat et al (2001) mengenai urutan serta alat
dan mesin (alsin) yang digunakan dalam pengolahan serat sabut kelapa berkaret
seperti pada Gambar 4.

Sabut segar

Sabut kelapa Perendaman Pemisahan serat


Sabut kering
(segar & kering) (bak perendam) (mesin pemisah serat)

Pemintalan tali Pemintalan serat Pembersihan serat


(alat pemintal tali) (mesin pemintal) (secara Manual)

Pemeraman tali (perlengkapan Pencetakan


Penguraian tali
pemeraman: kompor, bak (pencetak)
(secara manual)
pemanas, bak pemeraman)

Pengeringan awal:
- Suhu kamar Penyemprotan Sheet Kompon lateks
- Kipas angin (alat penyemprot) (drum lateks)
- Pengalat pengeering
(40 0C)

Pengempaan:
Pembubuhan perekat: Penumpukan
- Baut penjepit
- Secara manual (secara manual) - Kempa manual
- Alat penyemprot

Pemotongan sisi Pemasakan


Pengepakan produk (alat pemotong) (Pemvulkanisasian)
(gudang)

Gambar 4. Urutan serta alsin dalam pengolahan sebutret (Sinurat et al, 2001)

2.5. Analisis Lingkungan Internal


Analisis lingkungan internal dimaksudkan untuk mengembangkan daftar
kekuatan yang dapat dimanfaatkan dan daftar kelemahan yang harus diatasi.
Lingkungan internal perusahaan menggambarkan kuantitas dan mutu sumber daya
manusia, fisik, finansial dan juga dapat memperkirakan kelemahan dan kekuatan
struktur organisasi maupun manajemen perusahaan (Pearce and Robinson, 1997).
Ada beberapa unsur yang perlu untuk dianalsis dalam lingkungan internal
organisasi menurut Pearce and Robinson (1997) dan Saputrayadi (2004), yaitu:
a. Struktur organisasi perusahaan yang merupakan pola hubungan, bentuk formal
peraturan dan hubungan antar orang dalam perusahaan.
b. Budaya perusahaan merupakan sekumpulan kepercayaan, harapan dan nilai
yang dipahami, serta dilaksanakan oleh setiap anggota perusahaan yang akan
membentuk suatu perilaku.
c. Sumber daya perusahaan, diantaranya SDM, sumber daya produksi, sumber
daya keuangan, pemasaran, penelitian dan pengembangan.
Menurut David (2006) dan Hubeis (2011) menyebutkan ada beberapa
faktor internal yang dapat mempengaruhi perkembangan perusahaan, yaitu:
a. Manajemen
b. Pemasaran
c. Sumber Daya Manusia
d. Produksi dan operasi
e. Keuangan

2.6. Analisis Linkungan Eksternal


Tujuan dari analisis eksternal adalah untuk mengembangkan suatu daftar
peluang yang dapat dimanfaatkan dan daftar ancaman yang harus dihindari.
Lingkungan eksternal dapat dibedakan menjadi dua, yaitu lingkungan mikro dan
lingkungan makro. Lingkungan mikro terdiri dari para pelaku dalam lingkungan
yang berkaitan langsung dengan perusahaan yang dapat mempengaruhi
kemampuan perusahaan untuk melayani pasar. Lingkungan makro terdiri dari
pesaing, pemasok, pendatang baru, produk substitusi dan konsumen.
Ada beberapa faktor eksternal menurut David (2006) dan Hubeis (2011)
yang dapat mempengaruhi perkembangan perusahaan, yaitu:
a. Ekonomi
b. Kebijakan Pemerintah dan Politik
c. Teknologi
d. Pesaing
e. Ancaman pendatang baru
f. Kekuatan tawar menawar konsumen
g. Kekuatan tawar menawar pemasok
h. Ancaman produk substitusi

2.7. Analisis SWOT


Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis
untuk merumuskan strategi perusahaan. Analisis ini didasarkan pada logika yang
dapat memaksimalkan kekuatan (Strengths) dan peluang (Opportunities), namun
secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (Weaknesses) dan Ancaman
(Threats). Proses pengambilan keputusanstratgeis selalu berkaitan dengan
pengembangan misi, tujuan, strategi dan kebijakan perusahaan. Perencanaan
strategis harus menganlisis faktor-faktor strategis perusahaan (kekuatan, peluang,
kelemahan dan Ancaman) (Rangkuti, 2006).
Analisis situasi internal-eksternal adalah untuk mengidentifikasi situasi
secara internal yang mencakup faktor-faktor yang menjadi kekuatan dan
kelemahan dan faktor-faktor yang menjadi peluang dan ancaman untuk
pengembangan agroindustri serat sabut kelapa berkaret di Kabupaten Sambas.
Untuk menganalisis situasi internal dan eksternal dalam pengembangan
agroindustri serat sabut kelapa berkaret akan menggunakan metode analisis
SWOT. Menurut David (2003) dan Caska (2009) analisis SWOT adalah suatu
analisis yang dimulai dengan melakukan evaluasi diri sehingga diperoleh faktor-
faktor kekuatan dan kelemahan dalam pengembangan agroindustri serat sabut
kelapa berkaret dan peluang dan ancaman tersebut diidentifikasi meliputi
masukan, proses, dan keluaran sebagai akibat dari yang telah dimiliki. Proses
pengambilan keputusan yang strategis sangat berkaitan dengan pengembangan
misi, tujuan, strategi, dan kebijakan pengembangan daerah yang bersangkutan.
Perencanaan strategi harus mempertimbangkan dan menganalisis faktor-faktor
strategis yang dimiliki pada saat sekarang.
Matriks SWOT dapat menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan
ancaman eksternal yang dihadapi dapat disesuaikan dengan kekuatan dan
kelemahan yang dimiliki (Rangkuti, 2006).
1) Strategi SO
Strategi ini dibuat berdasarkan jalan pikitan perusahaan yaitu dengan
memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut dan memanfaatkan peluang
dengan sebesar-besarnya.
2) Strategi ST
Strategi ini dilakukan untuk menggunakan kekuatan yang dimiliki untuk
mengatasi ancaman yang ada.
3) Strategi WO
Strategi ini dilaksanakan berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada dengan
cara meminimalkan kelemahan yang ada.
4) Strategi WT
Strategi yang didasarkan pada kegiatan yang bersifat defensif dan berusaha
untuk meminimalkan kelemahan yang ada serta untuk menghindari ancaman.

2.8. Analisis Internal Eksternal (IE)


Matriks Internal Eksternal merupakan gabungan antara matriks Internal dan
matriks Eksternal yang berisikan sembilan macam sel dan akan memperlihatkan
suatu kombinasi total nilai yang terboboti dari matriks IFE dan matriks EFE.
Tujuan dari penggunaan matriks ini adalah untuk memperoleh strategi
pengembangan yang lebih rinci. Diagram tersebut dapat mengidentifikasi
Sembilan sel strategi perusahaan. Menurut David (2009) kesembilan sel tersebut
dapat dikelompokan menjadi tiga strategi utama, yaitu:
a. Growth Strategy merupakan pertumbuhan dan pembangunan perusahaan itu
sendiri (sel I, II dan IV). Strategi yang cocok adalah strategi intensif (penetrasi
pasar, pengembangan pasar dan pengembangan produk) dan integrasi.
b. Stability Strategy adalah strategi yang diterapkan tanpa mengubah arah
(menjaga dan mempertahankan) strategi yang sudah ditetapkan (sel III, V dan
VII). Strategi yang cocok adalah penetrasi pasar dan pengembangan produk.
c. Retrenchment Strategy adalah usaha memperkecil (penciutan) atau
mengurangi usaha yang dilakukan perusahaan/divestasi (sel VI, VIII dan IX).
2.9. Konsep Pengembangan Agroindustri
Agroindustri merupakan suatu kegiatan yang dilakukan setelah proses
pascapanen. Dengan kata lain bahwa agroindustri adalah fase pertumbuhan
setelah pembangunan pertanian yang diikuti oleh pembangunan agroindustri dan
kemudian pembangunan industri. Menurut Soekartawi (2005) mendefinisikan
bahwa agroindustri adalah sebagai pengolahan sumber bahan baku yang
bersumber dari tanaman ataupun hewan. Dengan demikian bahwa kegiatan atau
proses agroindustri merupakan upaya: 1) untuk meningkatkan nilai tambah
produk, 2) menghasilkan produk yang dapat dipasarkan, dapat digunakan atau
dapat dimakan, 3) meningkatkan daya simpan, 4) menambah pendapatan dan
keuntungan bagi produsen (petani).
Dengan adanya proses pengolahan hasil pertanian (agroindustri)
diharapkan dapat meningkatkan daya saing dibidang industri terutama pada
produk-produk yang menjadi komoditas unggulan (karet dan kelapa). Selain itu,
diharapkan dapat menimbulkan multiplier efek dari pengembangan agroindustri
meliputi semua industri dari hulu sampai pada industri hilir. Hal ini disebabkan
oleh karakteristik dari agroindustri yang memiliki kelebihan dibandingkan dengan
industri lainnya, antara lain: (a) memiliki keterkaitan yang kuat baik dari industri
hulunya sampai ke industri hilirnya, (b) menggunakan sumberdaya alam yang
ada (lokal) dan dapat diperbaharui, (c) mampu memiliki keunggulan komparatif
dan kompetitif, baik di pasar internasional maupun di pasar domestik, (d) dapat
menampung tenaga kerja dalam jumlah besar, (e) produk agroindustri pada
umumnya bersifat cukup elastis sehingga dapat meningkatkan pendapatan
masyarakat yang berdampak semakin luasnya pasar khususnya pasar domestik
(Bantacut, 2002).
Produk agroindustri dengan komoditas unggulan dalam pengembangannya
agar dapat berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan mempunyai kriteria-
kriteria antara lain: a) bahan baku, b) pohon industri dengan pemanfaatannya, c)
kondisi agroindustri dan komoditas pertanian saat ini, d) peluang pasar, e)
teknologi yang digunakan, f) penyebaran tenaga kerja, g) dampak ganda terhadap
produk lain, h) dampak lingkungan, i) kebijakan pemerintah (Bantacut, 2002).
Menurut Nasution (2002) strategi dasar dalam pengembangan agroindustri
terdiri dari dua tahap, yaitu: 1) tahap merubah pola pikir petani dari pola pikir
yang berorientasi pada produk keorientasi kepola pikir yang berorientasi pada
pasar, hal ini dapat dilakukan melalui kegiatan penyuluhan, pendidikan dan
pelatihan. 2) tahap membebaskan semua kendala (struktur) sehingga aktivitas
agroindustri dapat mencapai tingkat yang optimal melalui pembangunan prasarana
fisik, lembaga finansial yang terjangkau oleh para petani.
3. METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Kerangka Pemikiran


Penelitian yang dilakukan ini didasarkan pada suatu pemikiran bahwa
perlu dilaksanakan pengembangan agroindustri serat sabut kelapa berkaret.
Pengembangan ini merupakan suatu bentuk pemanfaatan sumberdaya alam lokal
yang dimiliki terutama komoditas karet dan kelapa agar tercipta suatu nilai
tambah yang bernilai jual. Tujuan yang paling mendasar dari pengembangan
agroindustri sebutret ini adalah untuk menciptakan nilai tambah produk sehingga
dapat meningkatkan pendapatan masyarakat petani dan peningkatan pendapatan
asli daerah yang ramah akan lingkungan, khususnya di kabupaten Sambas. Dalam
upaya mencapai tujuan tersebut diperlukan suatu perencanaan pengembangan
agroidustri serat sabut kelapa berkaret (sebutret) agar semua yang menjadi
harapan dapat terarah dan terlaksana dengan baik. Olehkarena itu. terlebih dahulu
perlu diketahui potensi sumber daya alam yang dimiliki, baik dari kondisi
ketersediaan bahan baku untuk mendukung kontinyuitasnya.
Dalam proses penyusunan perencanaan strategi pengembangan agroidustri
serat sabut kelapa berkaret dilakukan melalui tiga tahap, yaitu tahap pengumpulan
data, tahap analisis dan tahap perumusan strategi. Data yang diperoleh akan
dikelompokkan untuk menentukan faktor-faktor yang menjadi kekuatan
(Strengths), Kelemahan (Weaknesses), Peluang (Opportunities), dan Ancaman
(Threats). Setelah itu dirangkum dalam matriks SWOT untuk mengetahui bentuk
strateginya. Selanjutnya faktor-faktor tersebut akan dibobot dan dirating dan
hasilnya dirangkum dalam matrkis EFE (Eksternal Matrix Evaluation) dan
matriks IFE (Internal Matrix Evaluation). Nilai-nilai pada matriks EFE dan IFE
diolah untuk menentukan strategi pengembangan.
Lokasi penlitian ini adalah di kecamatan yang memiliki jumlah produksi
karet dan kelapa terbesar di Kabupaten Sambas. Responden penelitian adalah
petani karet, petani kelapa, pedagang pengumpul karet, pedagang pengumpul
buah kelapa, dan masyarakat umum yang akan menjadi calon konsumen dari
produk sebutret. Informasi-informasi yang diperlukan dari responden tersebut
dilakukan dengan observasi di lapangan dan melalui wawancara terstruktur
dengan kuisioner.

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian


Kegiatan penelitian ini dilakukan di wilayah Kabupaten Sambas Propinsi
Kalimantan Barat dengan waktu penelitian di lapangan kurang lebih selama 4
bulan yang dimulai dari bulan Mei sampai Agustus 2011.

3.3. Pengumpulan, Pengolahan dan Analsis Data


Proses perumusan strategi pengembangan agroindustri serat sabut kelapa
berkaret dilakukan melalui tiga tahap, yaitu: 1) tahap pengumpulan data, 2) tahap
analisis data, 3) tahap pengambilan keputusan.
3.3.1. Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan cara pengumpulan data sekunder dan
data primer. Data sekunder didapat dari penelusuran berupa dokumen dari instansi
yang terkait, internet dan sumber pustaka-pustaka lainnya yang relevan dengan
tofik penelitian. Data primer diperoleh dengan melakukan, wawancara dan
penyebaran kuesioner kepada responden. Target responden meliputi petani karet,
petani kelapa, pedagang pengumpul karet, pedagang pengumpul buah kelapa, dan
masyarakat umum yang akan menjadi calon konsumen dari produk sebutret.
Metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah menggunakan
metode observasi di Kecamatan yang paling tinggi produksi karet dan kelapa.
Kecamatan yang menjadi lokasi dalam penelitian ini adalah Kecamtan Teluk
Keramat dengan jumlah produksi karet sebesar 5.730,9 ton/tahun, dengan luas
lahan perkebunan sebesar 12.130 Ha. Kecamatan yang mempunyai produksi
kelapa terbesar adalah kecamatan Jawai sebesar 3.695 ton/tahun, dengan luas
lahan sebesar 5.485 Ha yang terdiri dari 5.475 Ha lahan kelapa dalam dan 10 Ha
lahan kelapa hybrida. Jumlah petani karet di kecamatan Teluk Keramat berjumlah
12.697 KK (Kepala Keluarga), sedangkan jumlah petani kelapa di kecamatan
Jawai berjumlah 3.704 Kepala Keluarga. Adapun mengenai jumlah total dari
responden (petani karet, petani kelapa, pedagang pengumpul karet, pedagang
pengumpul buah kelapa, dan masyarakat umum yang akan menjadi calon
konsumen) adalah sebanyak 70 responden dengan rincian 20 responden dari
petani karet, 20 responden dari petani kelapa, 5 responden dari pedagang
pengumpul karet, 5 responden dari pedagang pengumpul kelapa, 20 responden
dari masyarakat umum. Serta 5 orang responden yang dianggap ahli dalam
melakukan penilaian terhadap strategi pengembangan sebutret. Responden ahli
tersebut berasal dari dari lingkup pemerintahan daerah kabupaten Sambas seperti
Dinas Kehutanan dan Perkebunan 1 orang, Dinas Koperasi, Usaha Mikro, Kecil,
Menengah, Perindustrian dan Perdagangan 1 orang, dan Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah 1 orang, serta dari kalangan akademisi 2 orang.
Pengambilan jumlah sampel untuk petani ini didasarkan bahwa karakteristik dari
jumlah lahan yang diusahakan oleh petani sebagian besar relatif sama (bersifat
homogen) yaitu berkisar di bawah 1 hektar, serta didasarkan pada keterbatasan
waktu, dana dan tenaga yang dimiliki oleh peneliti.
Fokus pembicaraan pada responden petani dan pedagang pengumpul
(karet dan kelapa) dalam penelitian ini adalah mengenai potensi sumber daya
alam yang dimiliki dalam upaya untuk mendukung ketersediaan atau
keberlanjutan bahan baku, jenis bahan baku yang diperjualbelikan dan tingkat
harga yang berlaku. Adapun pada masyarakat umum adalah tingkat penggunaan
peralatan rumah tangga terhadap barang-barang seperti kasur, bantal, kursi dan
barang-barang lainnya yang produknya dapat disubstitusi dengan produk-produk
sebutret.
Data internal dan eksternal yang telah didapat, ditetapkan dan
teridentifikasi dirangkum dalam suatu tabel matriks SWOT. Matriks SWOT
digunakan untuk mengetahui bentuk strategi yang dijabarkan dalam bentuk
strategi S-O, strategi W-O, strategi S-T dan strategi W-T.

3.3.2. Analisis Data


a. Analisis data Internal dan Eksternal
Analisis lingkungan internal dimaksudkan untuk mengembangkan daftar
kekuatan yang dapat dimanfaatkan dan daftar kelemahan yang harus diatasi.
Faktor lingkungan internal yang berpengaruh terhadap perusahaan adalah:
manajemen. pemasaran, sumber daya manusia, produksi dan operasi, dan tentang
keuangan. Tujuan dari analisis eksternal adalah untuk mengembangkan suatu
daftar peluang yang dapat dimanfaatkan dan daftar ancaman yang harus dihindari.
Faktor lingkungan eksternal yang berpengruh terhadap perusahaan adalah:
ekonomi, kebijakan pemerintah dan politik, teknologi, pesaing, ancaman dari
pendatang baru, kekuatan tawar-menawar konsumen, kekuatan tawar-menawar
pemasok, dan ancaman dari produk pengganti atau produk substitusi.
b. Matriks SWOT.
Setelah mengumpulkan semua informasi (faktor internal dan eksternal)
dimasukan ke dalam model kuantitatif untuk menganalisis perumusan strategi.
Perumusan strategi tersebut menggunakan matriks SWOT (Strengths,
Weaknesses, Opportunities, dan Threats). Matriks SWOT yang dibuat akan
menggambarkan bagaimana peluang dan ancaman eksternal digabungkan dengan
kekuatan dan kelemahan pada industri pengolahan serat sabut kelapa berkaret
(sebutret). yang diperlukan dalam analisis data, sehingga akan menghasilkan
suatu rumusan strategi pengembangan usaha sebutret. Rumusan strategi ini akan
menghasilkan empat alternatif strategi, yaitu strategi kekuatan dan peluang
(strategi S-O), kelemahan dan peluang (strategi W-O), kekuatan dan ancaman
(strategi S-T), serta strategi kelemahan dan ancaman (strategi W-T).
Matriks SWOT digunakan untuk menetapkan atau mementukan strategi
pengembangan agroindustri serat sabut kelapa berkaret (sebutret) di Kabupaten
sambas berdasarkan kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman. Sebelum
perumusan strategi pengembangan agroindustri sebutret dimasukan dalam analisis
SWOT, terlebih dahulu dimasukan ke dalam diagram SWOT. Tujuannya adalah
untuk mengetahui posisi perusahaan untuk kondisi sekarang berada pada kuadran
sebelah mana sehingga strategi yang dipilih merupakan strategi yang paling tepat
karena sesuai dengan kondisi internal dan eksternal yang dimiliki perusahaan saat
ini.
Analisis SWOT digambarkan ke dalam matriks SWOT dengan
kemungkinan empat alternatif strategi yaitu strategi kekuatan dan peluang
(strategi S-O), kelemahan dan peluang (strategi W-O), kekuatan dan ancaman
(strategi S-T), serta kelemahan dan ancaman (strategi W-T). Adapun model dari
matriks SWOT yang digunakan adalah seperti pada Tabel 5.
Tabel 5. Matrik SWOT
Strenghts (S) Weakness (W)
Internal
Tentukan faktor-faktor Tentukan faktor-faktor
Eksternal kekuatan internal kelemahan internal
Opportunities (O) Strategi S-O Strategi W-O
Ciptakan strategi yang Ciptakan strategi yang
Tentukan faktor-
menggunakan kekuatan meminimalkan
faktor peluang
untuk memafaatkan kelemahan untuk
eksternal
peluang memanfaatkan peluang
Threats (T) Strategi S-T Strategi W-T
Ciptakan strategi yang Ciptakan strategi yang
Tentukan faktor-
menggunakan kekuatan meminimalkan
faktor ancaman
untuk mengatasi kelemahan dan
eksternal
ancaman menghindari ancaman
Sumber: Rangkuti, 2006
Ada delapan tahap dalam merumuskan strategi pengembangan
agroindustri melalui matriks SWOT (Rangkuti, 2006):
a. Meletakkan faktor-faktor kekuatan dan kelemahan pada kolom 2 dan 3,
faktor-faktor peluang dan ancaman masing-masing pada baris 2 dan 3 matriks
SWOT (Tabel 5).
b. Merumuskan strategi S-O yang merupakan kombinasi faktor-faktor kekuatan-
peluang yang diletakkan dalam sel strategi S-O.
c. Merumuskan strategi W-O yang merupakan kombinasi faktor-faktor
kelemahan-peluang yang diletakkan dalam sel strategi W-O.
d. Merumuskan strategi S-T yang merupakan kombinasi faktor-faktor kekuatan-
ancaman yang diletakkan dalam sel strategi S-T.
e. Merumuskan strategi W-T yang merupakan kombinasi faktor-faktor
kelemahan-ancaman yang diletakkan dalam sel strategi W-T.
- Strategi S-O (Strength – Opportunity)
Menggunakan kekuatan yang dimiliki untuk mengambil dan memanfaatkan
peluang yang ada.
- Strategi S-T (Strength–Threat)
Menggunakan kekuatan untuk menghindari dan mengatasi ancaman.
- Strategi W-O (Weakness–Opportuniy)
Menggunakan peluang yang dimiliki untuk meminimalkan dan mengatasi
kelemahan.
- Strategi W-T (Weakness–Threat)
Berupaya meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman.

3.3.3.Pengambilan Keputusan
Pada tahap ini dilakukan pengembangan sejumlah alternatif strategi dan
pemilihan strategi terbaik yang sesuai dengan lingkungan eksternal dan internal.
a. Matriks EFE dan Matriks IFE
Matriks EFE digunakan untuk manganalisis faktor-faktor eksternal,
mengklasifikannya menjadi peluang dan ancaman bagi usaha agroindustri yang
akan dijalankan, kemudian dilakukan pembobotan (Tabel 6). Begitu juga dengan
matriks IFE digunakan untuk mengidentifikasi faktor-faktor internal dan
mengklasifikannya menjadi kekuatan dan kelemahan usaha yang akan dijalankan
(Tabel 7). Berikut adalah cara-cara penentuan Faktor Strategi Eksternal (EFE)
menurut Rangkuti (2004) adalah:
1. Memasukan data atau informasi dalam kolom 1 faktor yang menjadi peluang
dan ancaman.
2. Memberikan bobot masing-masing faktor dalam kolom 2, mulai dari 1,0
(sangat penting) sampai dengan 0,0 (tidak penting). Faktor-faktor tersebut
kemungkinan dapat memberikan dampak terhadap faktor strategis
3. Menghitung rating (dalam kolom 3) untuk masing-masing faktor dengan
memberikan skala mulai dari 4 (outstanding) sampai dengan 1 (poor)
berdasarkan pengaruh faktor tersebut terhadap kondisi perusahaan. Pemberian
nilai rating untuk faktor peluang bersifat positif (peluang yang semakin besar
diberi rating +4, tetapi jika peluangnya kecil, diberi rating +1). Pemberian nilai
rating ancaman adalah kebalikannya. Misalnya, jika nilai ancamannya sangat
besar, ratingnya adalah 1. Sebaliknya, jika nilai ancamannya sedikit ratingnya
adalah 4.
4. Mengalikan bobot pada kolom 2 dengan rating pada kolom 3, untuk
memperoleh faktor pembobotan dalam kolom 4. Hasilnya berupa skor
pembobotan untuk masing-masing faktor yang nilainya bervariasi mulai dari
4,0 (outstanding) sampai dengan 1 (poor).
5. Menjumlahkan skor pembobotan (pada kolom 4), untuk memperoleh total skor
pembobotan. Nilai total ini menunjukan bagaimana perusahaan tetentu bereaksi
terhadap faktor-faktor strategis eksternal.
Tabel 6. Matriks EFE
Faktor Strategi Eksternal Bobot Rating Skor = Bobot x Rating
A. Peluang
1.
2.
…………
Jumlah (A)
B. Ancaman
1.
2.
…………
Jumlah (B)
Total (A+B)
Sumber: David, 1997

Adapun cara-cara penentuan Faktor Strategi Internal (IFE) menurut


Rangkuti (2004) adalah:
1. Menentukan faktor-faktor yang menjadi kekuatan dan kelemahan perusahaan
dalam kolom 1.
2. Memberi bobot masing-masing faktor tersebut dengan skala mulai dari 1,0
(paling penting) sampai dengan 0,0 (tidak penting). Berdasarkan pengaruh
faktor-faktor tersebut terhadap posisi strategis perusahaan. (semua bobot
tersebut jumlahnya tidah boleh melebihi skor total 1,00
3. Menghitung rating (dalam kolom 3) untuk masing-masing faktor dengan
memberikan skala mulai dari 4 (outstanding) sampai dengan 1 (poor)
berdasarkan pengaruh faktor tersebut terhadap kondisi perusahaan yang
bersangkutan. Variabel yang bersifat positif (semua variabel yang masuk
kategori kekuatan), diberi nilai mulai dari +1 sampai dengan +4 (sangat baik).
Sedangkan variabel yang bersifat negatif, kebalikannya, jika kelemahan besar
sekali nilainya adalah 1, sedangkan jika kelemahannya kecil nilainya adalah 4.
4. Mengalikan bobot pada kolom 2 dengan rating pada kolom 3, untuk
memperoleh faktor pembobotan dalam kolom 4. Hasilnya berupa skor
pembobotan untuk masing-masing faktor yang nilainya bervariasi mulai dari
4,0 (outstanding) sampai dengan 1 (poor).
5. Menjumlahkan skor pembobotan (pada kolom 4), untuk memperoleh total skor
pembobotan. Nilai total ini menunjukan bagaimana perusahaan tetentu bereaksi
terhadap faktor-faktor strategis internalnya.
Tabel 7. Matriks IFE
Faktor Strategi Internal Bobot Rating Skor = Bobot x Rating
A. Kekuatan
1.
2.
………….
Jumlah (A)
B. Kelemahan
1.
2.
………….
Jumlah (B)
Total (A+B)
Sumber: David, 1997

Dalam matriks EFE, total skor untuk pembobotan adalah 1-4 dengan rata-
rata 2,5. Jika total skor pembobotan yang telah diberikan berada di bawah 2,5
maka kondisi eksternal organisasi lemah. Jika total skor berada di atas 2,5 maka
posisi eksternal organisasi kuat. Total skor 4,0 menunjukan bahwa organisasi
merespon peluang maupun acaman yang dihadapi dengan baik. Total skor 1,0
berarti organisasi tidak bisa memanfaatkan peluang dan menghindari amcaman
yang dihadapi. Dalam matrik IFE, total skor untuk pembobotan berkisar antara 1-
4, dengan rata-rata 2,5. Jika total skor pembobotan yang diberikan di bawah 2,5
maka kondisi internal organisasi lemah, dan jika total skor berada di atas 2,5 maka
posisi internal organisasi sangat kuat.
b. Teknik Pembobotan.
Teknik yang digunakan dalam menentukan nilai bobot baik dari faktor
internal maupun eksternal adalah dengan teknik Pairwise Comparison. Teknik ini
akan membandingkan setiap variabel pada baris (baris horizontal) denga variabel
pada kolom (vertikal). Penentuan bobot pada setiap variabel yang dibandingkan
akan menggunakan skala 1, 2 dan 3. Skala yang digunakan akan menunjukan:
1 = jika faktor strategis internal atau eksternal pada baris/horizontal kurang
penting dari pada faktor strategis internal dan eksternal pada kolom/vertikal.
2 = jika faktor strategis internal atau eksternal pada baris/horizontal sama
penting dengan faktor internal dan eksternal pada kolom/vertikal.
3 = jika faktor strategis internal atau eksternal pada baris/horizontal lebih
penting daripada faktor strategis internal dan eksternal pada kolom/vertikal.
Adapun bentuk dari penilaian bobot/pembobotan dengan metode Pairwise
Comparison dapat dilihat pada Tabel 8 dan Tabel 9 (Kinnear dan Taylor, 1991)
berikut ini:
Tabel 8. Penilaian bobot faktor strategis internal
Faktor Strategis Internal A B ……. Total Bobot
A.
B.
……….
Total
Sumber: Kinnear dan Taylor, 1991

Tabel 9. Penilaian bobot faktor strategis eksternal


Faktor Strategis Ekssternal A B ……. Total Bobot
A.
B.
……….
Total
Sumber: Kinnear dan Taylor, 1991

c. Teknik Peratingan
Pemberian nilai peringkat/rating terhadap faktor strategis internal
(kekuatan dan kelemahan), dapat dilihat dalam Tabel 10 dan Tabel 11 dengan
petunjuk pengisian sebagai berikut:
1. Pemberian nilai rating menunjukan tingkat faktor strategis sebagai kekuatan
atau kelemahan. Pemberian nilai peringkat didasarkan pada keterangan seperti
berikut:
- Nilai 4, jika faktor strategis tersebut dinilai mempunyai kekuatan utama.
- Nilai 3, jika faktor strategis tersebut dinilai mempunyai kekuatan kecil.
- Nilai 2, jika faktor strategis tersebut dinilai mempunyai kelemahan kecil.
- Nilai 1, jika faktor strategis tersebut dinilai mempunyai kelemahan utama.
2. Pengisian kolom penilaian rating dapat menggunakan tanda check list (√) atau
tanda silang (x) dan lain-lain pada kolom 2, 3, 4 dan 5.
Tabel 10. Penilaian rating pada faktor kekuatan
Kekuatan 4 3 2 1
1.
2.
……..

Sumber: Kinnear dan Taylor, 1991

Tabel 11. Penilaian rating pada faktor kelemahan


Kelemahan 4 3 2 1
1.
2.
……..

Sumber: Kinnear dan Taylor, 1991

Pemberian nilai peringkat/rating terhadap faktor strategis eksternal


(peluang dan ancaman) dapat dilihat dalam Tabel 12 dan Tabel 13 dengan
petunjuk pengisian sebagai berikut:
1. Pemberian nilai rating didasarkan pada kemampuan perusahaan dalam meraih
peluang yang ada. Pemberian nilai peringkat didasarkan pada keterangan
seperti berikut:
- Nilai 4, jika perusahaan mempunyai kemampuan yang “sangat baik” dalam
meraih peluang.
- Nilai 3, jika perusahaan mempunyai kemampuan yang ”baik” dalam meraih
peluang.
- Nilai 2, jika perusahaan mempunyai kemampuan yang “cukup baik” dalam
meraih peluang.
- Nilai 1, jika perusahaan mempunyai kemampuan yang “tidak baik” dalam
meraih peluang.
2. Pemberian nilai rating yang didasarkan pada kemampuan perusahaan dalam
menghindari ancaman yang ada. Pemberian nilai tersebut seperti di bawah ini:
- Nilai 4, jika ancaman tersebut kecil.
- Nilai 3, jika ancaman tersebut sedang.
- Nilai 2, jika ancaman tersebut besar.
- Nilai 1, jika ancaman tersebut sangat besar.
3. Pengisian kolom penilaian pada peratingan dapat menggunakan tanda check
list (√) atau tanda silang (x) dan lain-lain pada tempat yang telah disediakan.
Tabel 12. Penilaian rating pada faktor peluang
Peluang 4 3 2 1
1.
2.
……..

Tabel 13. Penilaian rating pada faktor ancaman


Ancaman 4 3 2 1
1.
2.
……..

d. Matriks IE
Matriks Internal Eksternal merupakan gabungan antara matriks Internal
dan matriks Eksternal yang berisikan sembilan macam sel dan akan
memperlihatkan suatu kombinasi total nilai yang terboboti dari matriks IFE dan
matriks EFE. Tujuan dari penggunaan matriks ini adalah untuk memperoleh
strategi pengembangan yang lebih rinci. Diagram tersebut dapat mengidentifikasi
sembilan sel strategi perusahaan. Gambar kesembilan sel tersebut, yaitu seperti
pada Gambar 5.
Skor Total IFE
Kuat Rataan Lemah
4,0 3,0 2,0 1,0
I II III
Tinggi Growth Growth Stability
3,0
Skor IV V VI
Total Rataan Growth Stability Retrenchment
EFE 2,0
VI VIII IX
Rendah Stability Retrenchment Retrenchment
1,0

Gambar 5. Matriks IE (David, 2009)

Secara jelasnya, mengenai metodologi atau tata urutan yang dilakukan


dalam penelitian ini akan disajikan dalam Gambar 6.
Permasalahan

Pengumpulan Data

Data sekunder Data primer

Analisis Data

Analisis Lingkungan Eksternal Analisis Lingkungan Internal

Peluang Ancaman Kekuatan Kelemahan

Pairwise
Analisis SWOT Rating Pembobotan
Comparison

Strategi SO Strategi WO Strategi ST Strategi WT


Internal Factor External Factor
Evaluation (IFE) Evaluation (EFE)

Diagram IE

Perumusan Strategi Pengembangan


Agroindustri Serat Sabut Kelapa
Berkaret (Sebutret)
Gambar 6. Metodologi Penelitian
4. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1. Letak Geografis


Kabupaten Sambas dengan luas wilayah 6.395,70 km2 atau 639.570 Ha
(4,36% dari luas wilayah propinsi Kalimantan Barat), merupakan wilayah
kabupaten yang terletak pada bagian pantai barat paling utara dari wilayah
Propinsi Kalimantan Barat. Panjang pantai seluas ±128,5 Km dan panjang
perbatasan negara berjumlah ± 97 Km. Dilihat dari letak geografisnya, kabupaten
Sambas terletak diantara 10 081 Lintang Utara sampai 00 331 Lintang Utara dan
1080 391 Bujur Timur sampai 1100 041 Bujur Timur, dengan batas wilayah :
a. Sebelah Utara berbatasan dengan Laut Natuna dan Serawak (Malaysia
Timur).
b. Sebelah Selatan berbatasan dengan kota Singkawang dan kabupaten
Bengkayang.
c. Sebelah Barat berbatasan dengan Laut Natuna.
d. Sebelah Timur berbatasan dengan Serawak (Malaysia Timur) dan kabupaten
Bengkayang.
Kecamatan Teluk Keramat sebagai daerah sampel untuk komditas karet
secara administratif terletak pada Lintang Utara antara 10 181 13” - 10 361 29”
dan Bujur timur 1090 031 55” - 1090 181 12”, dengan batas wilayah:
a. Sebelah Utara berbatasan dengan kecamatan Paloh dan kecamatan Tangaran.
b. Sebelah Selatan berbatasan dengan kecamatan Sambas.
c. Sebelah Timur berbatasan dengan kecamatan Sejangkung.
d. Sebelah Barat berbatasan dengan kecamatan Jawai dan kecamatan Tekarang.
Secara administratif, kecamatan Jawai yang merupakan daerah sampel
untuk komoditas kelapa terletak pada Lintang Utara 10 111 33” - 10 321 15” dan
Bujur timur 1080 571 25” - 1090 081 21”, dengan batas wilayah yaitu:
a. Sebelah Utara berbatasan dengan kecamatan Tangaran.
b. Sebelah Selatan berbatasan dengan kecamatan Jawai Selatan.
c. Sebelah Barat berbatasan dengan Laut Natuna.
d. Sebelah Timur berbatasan dengan kecamatan Tekarang.
4.2. Wilayah Administrasi Pemerintahan
Kabupaten Sambas terdiri dari 19 kecamatan dan 184 desa, seperti dalam
Tabel 7, yaitu kecamatan Selakau berjumlah 9 desa, kecamatan Pemangkat
berjumlah 5 desa, kecamatan Jawai berjumlah 11 desa, kecamatan Tebas berjmlah
23 desa, kecamatan Sambas berjumlah 18 desa, kecamatan Teluk keramat
berjumlah 24 desa, kecamatan Paloh berjumlah 8 desa, kecamatan Sejangkung
berjumlah 12 desa, kecamatan Sajingan Besar berjumlah 5 desa, kecamatan
Galing berjumlah 10 desa, kecamatan Subah berjumlah 11 desa, kecamatan
Tekarang berjumlah 7 desa, kecamatan Semparuk berjumlah 5 desa, kecamatan
Sajad berjumlah 4 desa, kecamatan Sebawi berjumlah 7 desa, kecamatan Jawai
Selatan berjumlah 9 desa, kecamatan Tangaran berjumlah 7 desa, kecamatan
Selakau Timur berjumlah 4 desa dan kecamatan Salatiga berjumlah 5 desa. Dari
19 kecamatan tersebut terdapat 2 kecamatan yang berbatasan langsung dengan
Negara Malaysia (Serawak) yaitu kecamatan Paloh dan Sajingan Besar.
Kecamatan Teluk Keramat yang merupakan daerah sampel untuk
komoditas karet terdiri dari 24 desa, dengan jumlah 75 dusun dan 16.879 kepala
keluarga. Sedangkan kecamatan Jawai yang merupakan daerah sampel untuk
komoditas kelapa teridiri dari 11 desa, dengan jumlah 44 dusun dan 10.937 kepala
keluarga. Mengenai wilayah administrasi Kabupaten Sambas di Provinsi
Kalimantan Barat dapat dilihat pada Gambar 7.

4.3. Jumlah Penduduk


Penduduk kabupaten Sambas berdasarkan data Kependudukan dan Catatan
Sipil Kabupaten Sambas tahun 2010, jumlah penduduk kabupaten Sambas
berjumlah 546.088 jiwa terdiri dari penduduk laki-laki 278.748 jiwa dan
penduduk perempuan 267.340 jiwa dengan kepadatan rata-rata 77 jiwa/km2,
dengan kepala keluarga sebanyak 146.904 kepala keluarga. Jumlah penduduk
selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 14.

4.4. Perekonomian
Nilai Produk Domestik Bruto (PDRB) kabupaten Sambas pada tahun 2009
atas dasar harga berlaku adalah sebesar Rp 5.287.291.210,- . PDRB atas dasar
harga berlaku tahun 2009 ini mengalami peningkatan sebesar 13,13 % dari tahun
2008 yang berjumlah Rp 4.673.550.470,-. Sedangkan berdasarkan harga konstan
yaitu sebesar Rp 2.771.482.120,- yang mengalami peningkatan sebesar 5,43 %
dari tahun 2008 yang sebesar Rp 2.628.632.190,-. PDRB perkapita penduduk atas
dasar harga berlaku sebesar Rp 10.649.297,18. Sedangkan apabila dilihat
berdasarkan harga konstan adalah berjumlah Rp 5.582.218,40. PDRB perkapita
berdasarkan harga konstan ini mengalami peningkatan sebesar 4,27 %.

Peta Provinsi Kalimantan Barat

Gambar 7. Peta Provinsi Kalimantan Barat


Tabel 14. Rekapitulasi jumlah desa, jumlah penduduk dan kepala keluarga di
Kabupaten Sambas tahun 2010
Jumlah
No Kecamatan Penduduk
Desa Laki-laki Perempuan L + P KK
1 Sambas 18 25.145 24.471 49.616 13.145
2 Teluk Keramat 24 31.302 29.546 60.848 16.879
3 Jawai 11 21.418 19.779 41.197 10.937
4 Tebas 23 39.348 36.525 75.873 20.112
5 Pemangkat 5 26.756 25.946 52.702 12.536
6 Sejangkng 12 12.756 12.372 25.128 6.259
7 Selakau 9 16.021 14.954 30.975 8.612
8 Paloh 8 11.425 10.440 21.865 6.490
9 Sajingan Besar 5 4.841 4.449 9.290 2.048
10 Subah 11 9.454 8.573 18.027 5.006
11 Galing 10 10.231 9.748 19.979 5.550
12 Tekarang 7 7.883 7.281 15.164 4.138
13 Semparuk 5 13.356 16.931 30.287 9.275
14 Sajad 4 5.684 5.808 11.492 2.996
15 Sebawi 7 9.081 8.482 17.563 4.682
16 Jawai Selatan 9 10.894 10.112 21.006 5.345
17 Tangaran 7 10.700 10.106 20.806 6.099
18 Salatiga 5 7.624 7.257 14.881 3.895
19 Selakau Timur 4 4.829 4.560 9.389 2.900
Jumlah 184 278.748 267.340 546.088 146.904
Sumber: Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Sambas 2010

Struktur perekonomian didominsai oleh sektor pertanian dengan kontribusi


sebesar 42,48 % terhadap keseluruhan perekonomian, kemudian disusul oleh
sektor perdagangan, hotel dan restoran yaitu sebesar 29,05 %, sektor industri
sebesar 10,57 % dan sektor lainnya sebesar 17,90 %. Perekonomian ini sangat
tergantung pada sumber daya alam. Komoditas unggulan yang menopang
perekonomian masyarakat adalah padi, karet, jeruk siam dan kelapa.

4.5. Jumlah Produksi


4.5.1. Jumlah produksi Karet
Kalimantan Barat merupakan salah satu provinsi yang ada di wilayah
kepulauan Kalimantan. Jumlah produksi karet di Kalimantan Barat menduduki
peringkat kedua terbanyak setelah provinsi Kalimantan Tengah dengan jumlah
produksi sebesar 248.272 ton/tahun dari semua provinsi yang ada di Kalimantan.
Menurut Kementerian Pertanian Direktorat Jenderal Perkebunan jumlah produksi
karet pada tahun 2010 seperti dalam Tabel 15.
Tabel 15. Jumlah produksi karet di Kalimantan
No Nama Provinsi Produksi (ton/tahun)
1 Kalimantan Barat 248.272
2 Kalimantan Tengah 258.641
3 Kalimantan Timur 24.403
4 Kalimantan Selatan 103.563
Jumlah 634.879
Sumber: Direktorat Pengembangan Potensi Daerah BKPM, 2011

Berdasarkan data jumlah produksi karet di Kalimantan Barat, Kabupaten


Sambas menempati urutan kelima terbanyak dari 14 kabupaten/Kota yang ada di
Provinsi Kalimantan Barat setelah Kabupaten Sanggau, kabupaten Sintang,
Kabupaten Landak dan Kabupaten Bengkayang. Adapun mengenai jumlah
produksi karet di Kalimanta Barat seperti yang tercantum dalam Tabel 16.
Tabel 16. Jumlah produksi karet di Kalimantan Barat
No Nama Kabupaten/Kota Produksi (ton/tahun)
1 Pontianak 4.310
2 Landak 36.932
3 Sambas 20.192
4 Bengkayang 21.952
5 Singkawang 4.855
6 Sanggau 49.836
7 Sekadau 18.437
8 Sintang 34.434
9 Melawi 14.336
10 Kapuas Hulu 15.554
11 Ketapang 14.031
12 Kayong Utara 905
13 Kubu Raya 12.498
Jumlah 248.272
Sumber: BPS Provinsi Kalimantan Barat, 2011

4.5.2. Jumlah Produksi Kelapa


Jumlah produksi kelapa di Kalimantan Barat menduduki peringkat
pertama terbanyak dengan jumlah produksi sebesar 79.599 ton/tahun dari semua
provinsi yang ada di Kalimantan. Menurut Kementerian Pertanian Direktorat
Jenderal Perkebunan jumlah produksi karet pada tahun 2010 seperti tercantum
dalam Tabel 17.
Berdasarkan data jumlah produksi kelapa di Kalimantan Barat Kabupaten
Sambas menempati urutan ketiga terbanyak dari 14 kabupaten/Kota yang ada di
Provinsi Kalimantan Barat setelah Kabupaten Kubu Raya dan Pontianak dengan
jumlah produksi sebesar 14.888 ton/tahun. Adapun mengenai jumlah produksi
kelapa dan perkiraan produksi sabut kelapa di Kalimanta Barat seperti yang
tercantum dalam Tabel 18.
Tabel 17. Jumlah produksi kelapa di Kalimantan
No Nama Provinsi Produksi (ton/tahun)

1 Kalimantan Barat 79.599


2 Kalimantan Tengah 70.082
3 Kalimantan Timur 22.225
4 Kalimantan Selatan 31.568
Jumlah 203.474
Sumber: Direktorat Pengembangan Potensi Daerah BKPM, 2011

Tabel 18. Jumlah produksi kelapa dan sabut kelapa di Kalimantan Barat
No Nama Produksi Kelapa Produksi Sabut
Kabupaten/Kota (ton/tahun) Kelapa (ton/tahun)
1 Pontianak 14.547 1.475,066
2 Landak 752 76,253
3 Sambas 14.888 1.509,643
4 Bengkayang 2.529 256,441
5 Singkawang 1.424 144,394
6 Sanggau 299 30,319
7 Sekadau 1 0,101
8 Sintang 381 38,633
9 Melawi 116 11,762
10 Kapuas Hulu 52 5,273
11 Ketapang 1.755 117,957
12 Kayong Utara 5.037 510,752
13 Kubu Raya 37.818 3.834,745
Jumlah 79.599 8.011,339
Sumber: BPS Provinsi Kalimantan Barat, 2011
5. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Identifikasi Faktor Internal (Kekuatan dan Kelemahan)


5.1.1. Faktor Kekuatan
a. Ketersediaan bahan baku yang banyak.
Kelancaran proses produksi dalam mengembangkan suatu usaha dibidang
agroindustri, diperlukan ketersediaan bahan baku yang cukup. Karena bahan baku
merupakan salah satu bagian dari sumber daya fisik yang penting dalam upaya
untuk meraih serta mempertahankan keunggulan kompetitif perusahaan.
Ketersediaan bahan baku tersebut selain didukung oleh sumber daya alam yang
dimiliki masyarakat, juga dimiliki oleh masyarakat disekitarnya seperti kabupaten
dan kota yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Sambas seperti kabupaten
Bengkayang dan kota Singkawang. Komoditas karet di kabupaten Sambas sendiri
terdapat 53.578 Ha, sedangkan komoditas kelapa (kelapa dalam dan kelapa
hybrida) berjumlah 22.612,6 Ha. Perkebunan karet maupun kelapa tersebar
hampir diseluruh kecamatan yang ada di kabupaten Sambas. Berdasarkan pada
Tabel 19 terlihat bahwa, dari 19 kecamatan yang ada di kabupaten Sambas,
terdapat 17 kecamatan yang memiliki perkebunan karet dan hanya 2 kecamatan
saja yang tidak memiliki perkebunan karet yaitu kecamatan Jawai Selatan dan
kecamatan Pemangkat. Sedangkan dari 19 kecamatan yang tidak memiliki lahan
perkebunan kelapa hanya 4 kecamatan saja yaitu kecamatan Galing, kecamatan
Sajad, kecamatan Sambas dan kecamatan Teluk Keramat dan 15 kecamatan
lainnya mempunyai perkebunan kelapa.
Menurut Van-Dam (1997) dalam Pujiastuti (2007) Setiap butir buah
kelapa rata-rata mempunyai berat sekitar 1,8 kg yang terdiri dari sabut 35%,
tempurung 28%, daging buah 12%, dan air 25%. Serat dapat dipisahkan dari sabut
kelapa dengan menggunakan mesin pemisah serat. Dari sabut kelapa dapat
diperoleh 227,8 gram serat kering, yang terdiri dari 62,6 gram serat panjang
(bristle), 38,2 gram serat pendek dan medium (mattress), dan 127 gram debu
sabut. Jika di Kabupaten Sambas menghasilkan 14.888 ton/tahun (14.888.000
kg/tahun), maka idealnya akan menghasilkan serat sabut pertahunnya (serat
panjang dan serat pendek) sebanyak 1.509.463,2 kg/tahun atau sekitar 1.509,643
ton/tahun, dengan asumsi bahwa semua sabut kelapa yang ada diolah menjadi
serat sabut. Persebaran perkebunan kelapa dan perkiraan produksi sabut di
Kabupaten Sambas seperti pada Tabel 20.
Tabel 19. Persebaran komoditas karet di Kabupaten Sambas
No Kecamatan Luas lahan (Ha) Produksi (ton/tahun)
1 Galing 4.336 700,50
2 Jawai 83 0,00
3 Jawai Selatan 0 0,00
4 P aloh 1.533 277,19
5 Pemangkat 0 0,00
6 Sajad 3.019 890,50
7 Salatiga 50 0,00
8 Sambas 5.016 1.702,00
9 Sebawi 2.239 705,40
10 Subah 7.109 1.675,00
11 Sajingan Besar 5.142 1.862,00
12 Sejangkung 7.983 2.279,69
13 Selakau 594 26,30
14 Selakau Timur 995 132,80
15 Semparuk 29 5,60
16 Tangaran 1.667 520,00
17 Tebas 807 130,50
18 Tekarang 846 254,20
19 Teluk Keramat 12.130 5.730,90
Jumlah 53.578 20.192
Sumber: BPS Kabupaten Sambas 2010
Tabel 20. Persebaran komoditas kelapa dan sabut kelapa di Kabupaten Sambas
Luas lahan Produksi kelapa Produksi Sabut
No Kecamatan
(Ha) (ton/tahun) Kelapa (ton/tahun)
1 Galing 0,0 0 0
2 Jawai 5.485,0 3.805,60 385,888
3 Jawai Selatan 4.343,0 3.291,10 333,718
4 Paloh 923,0 269,13 27,290
5 Pemangkat 2.184,0 1,84 0,187
6 Sajad 0 0 0
7 Salatiga 2.759,0 2,30 0,233
8 Sambas 0 0 0
9 Sebawi 22,0 10,89 1,104
10 Subah 146,5 15,10 1,531
11 Sajingan Besar 33,1 3,96 0,402
12 Sejangkung 9,0 3,10 0,314
13 Selakau 2.220,0 859,00 87,103
14 Selakau Timur 310,0 98,40 9,978
15 Semparuk 817,0 57,80 5,861
16 Tangaran 2.146,0 875,00 88,725
17 Tebas 399,0 187,70 19,033
18 Tekarang 858,0 536,90 54,442
19 Teluk Keramat 0 0 0
Jumlah 22.162,6 14.888 1.509,643
Sumber: BPS Kabupaten Sambas 2010
Selain itu, berdasarkan hasil penelitian di lapangan menyatakan bahwa,
semua responden, baik itu responden petani kelapa (20 responden) maupun
responden petani karet (20 responden) berkeinginan untuk menambah luas lahan
perkebunannya, namun keinginan tersebut memiliki kendala, karena sebagian
besar mereka sudah tidak lagi mempunyai lahan yang belum dikelola. Sekitar
65% responden menyatakan sudah tidak memiliki lahan yang belum dikelola,
sedangkan 35% masih memiliki lahan yang belum dikelola. Jika keinginan
tersebut dapat diakomodir oleh Pemda setempat, maka ketersediaan bahan baku
karet dan kelapa akan bertambah banyak.
b. Tenaga kerja lokal cukup tersedia.
Ketersediaan tenaga kerja merupakan salah satu input dalam suatu proses
produksi maupun pada proses pascapanen olahan dalam bentuk yang lain. Tenaga
kerja atau sumber daya manusia yang bisa diartikan sebagai karyawan ini
merupakan salah satu sumber daya internal yang penting bagi perusahaan untuk
meraih serta mempertahankan keunggulan kompetitif. Pengolahan industri
sebutret diperlukan tenaga kerja yang apabila ditinjau dari segi kuantitasnya
cukup tersedia. Jumlah tingkat lulusan di kabupaten Sambas setiap tahunnya
mengalami peningkatan, yaitu berjumlah 260.767 orang pada tahun 2008 menjadi
264.568 orang pada tahun 2009. Dengan tingkat pendidikan Sarjana berjumlah
8.498 orang, Diploma berjumlah 28.182 orang, SMA berjumlah 40.967 orang,
SMP berjumlah 69.392 orang, SD sebanyak 96.825 orang, tidak sekolah/tidak
tamat sekolah sebanyak 20.767 orang. Menurut Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Kabupaten Sambas pada tahun 2011, jumlah ketenagakerjaan pada
tahun 2010 seperti yang tercantum dalam Tabel 21. Berdasarkan Tabel 21,
penduduk di Kabupaten Sambas yang berjumlah 546.088 jiwa mempunyai
258.908 jiwa penduduk yang termasuk golongan angkatan kerja atau sekitar
47,4%.
Tabel 21. Ketenagakerjaan
No Ketenagakerjaan 2010
1 Penduduk 15 tahun ke atas 330.305
2 Angkatan kerja 258.908
3 Jumlah pengangguran 11.736
Sumber : Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kab. Sambas
c. Karet dan kelapa merupakan komoditas andalan masyarakat sebagai sumber
pendapatan.
Hal ini dapat dilihat dari banyaknya jumlah petani yang mengusahakannya
di Kabupaten Sambas. Jumlah kepala keluarga atau petani karet adalah 39.706
KK yang tersebar di 17 kecamatan yang ada di Kabupaten Sambas. Kecamatan-
kecamatan tersebut adalah kecamatan Galing, Jawai, Paloh, Sajad, Salatiga,
Sambas, Sebawi, Subah, Sajingan Besar, Sejangkung, Selakau, Selakau Timur,
Semparuk, Tangaran, Tebas, Tekarang dan Teluk Keramat. Jumlah petani kelapa
adalah 12.593 KK, yang tersebar di 15 kecamatan antara lain kecamatan Jawai,
Jawai Selatan, Paloh, Pemangkat, Salatiga, Sebawi, Sajingan Besar, Sejangkung,
Selakau, Selakau Timur, Semparuk, Subah, Tangaran, Tebas dan Tekarang (Tabel
22). Banyaknya jumlah kepala keluarga yang menjadikan karet dan kelapa
sebagai komoditas andalan dalam menghasilkan pendapatan sehari-hari
merupakan suatu keuntungan bagi suatu usaha yang akan dijalankan karena
ketersediaan bahan baku akan bisa dijamin kekontinyuitasannya karena
masyarakat petani pasti akan mencari pembeli dari produk yang mereka hasilkan
agar petani tetap bisa mendapatkan uang untuk memberi nafkah pada
keluarganya.
Tabel 22. Jumlah kepala keluarga petani karet dan kelapa
No Kecamatan Petani karet (KK) Petani kelapa (KK)
1 Galing 3.992 0
2 Jawai 99 3.704
3 Jawai Selatan 0 1.357
4 Paloh 660 450
5 Pemangkat 0 1.092
6 Sajad 1.956 0
7 Salatiga 50 1.021
8 Sambas 3.102 0
9 Sebawi 1.707 49
10 Subah 4.865 204
11 Sajingan Besar 1.213 77
12 Sejangkung 4.646 22
13 Selakau 395 1.728
14 Selakau Timur 756 266
15 Semparuk 30 97
16 Tangaran 2.095 1.350
17 Tebas 742 647
18 Tekarang 701 529
19 Teluk Keramat 12.697 0
Jumlah 39.706 12.593
Sumber: BPS Kabupaten Sambas 2010
d. Kondisi tanah yang cocok untuk budidaya tanaman karet dan kelapa.
Tanah atau lahan yang ada di kabupaten Sambas (Darwis et al, 1985)
termasuk pada golongan sangat sesuai dan cukup sesuai untuk tanaman kelapa,
terutama di daerah pesisir pantai, yang terdiri dari tanah Podsolit Merah Kuning
dengan luas 157.320 Ha khususnya berada di daerah dataran rendah atau pantai.
Tanah jenis Aluvial yang merupakan jenis tanah yang cocok atau sesuai untuk
tanaman karet berjumlah 230.630 Ha yang terletak didataran rendah dan daerah
dataran tinggi atau pegunungan. Dengan kondisi lahan atau tanah yang seperti ini
akan sangat memberikan manfaat pada petani yang mengusahakannya.
e. Tersedianya pasar produk sebutret.
Peluang pemasaran produk sebutret masih terbuka lebar. Permintaan akan
produk sebutret di dunia internasional sangat tinggi terutama negara-negara di
Eropa dan Amerika terutama untuk pembuatan jok mobil dan pesawat terbang.
Selain itu, minat dari masyarakat di kabupaten sambas juga cukup tinggi.
Berdasarkan dari data dilapangan 100% responden menyatakan berminat untuk
menggunakan produk sebutret ini karena adanya keunggulan-keunggulan yang
dimiliki, jika harga dari produk tersebut terjangkau harganya. Selain itu, produksi
sebutret yang ada saat ini belum bisa memenuhi permintaan dari Negara Amerika,
Jepang dan Australia karena produksinya masih relatif kecil. Sampai saat ini
sebutret yang bisa di produksi baru baru sekitar 20 hingga 30 meter kubik per
bulan. Sementara permintaan dari Amerika, Jepang dan Australia sekitar 150
meter kubik per bulan atau 50 meter kubik tiap negara. http://info-cilacap-
barat.blogspot.com/2010/07/ sabutret-wanareja-berpeluang-jadi.html. Oleh sebab
itu, pemasaran produk yang akan dilakukan nantinya harus disesuaikan dengan
kebutuhan dan keinginan dari konsumen (dilakukan segmentasi pasar), karena
setiap daerah atau wilayah pasti memiliki selera dan kebutuhan yang berbeda-
beda.

5.1.2. Faktor Kelemahan


a. Skala usahatani yang dilakukan relatif kecil.
Sebagian besar lahan usahatani merupakan lahan yang diusahakan secara
turun temurun. Berdasarkan dari hasil penelitian dilapangan, digambarkan bahwa
luas lahan yang diusahakan oleh para petani, baik petani karet maupun petani
kelapa sebagian besar di bawah 1 Ha. Persetase luas lahan yang dimiliki oleh
responden petani karet (20 orang) dan responden petani kelapa (20 orang) dapat
dilihat pada Gambar 8 dan Gambar 9.

10% 10%
15%
0 – 0,5 Ha
0,6 – 1 Ha
1,1 – 1,5 Ha
65%
>1,6 Ha

Gambar 8. Persentase lahan petani karet

5%
20%

0 – 0,5 Ha
15% 0,6 – 1 Ha
60% 1,1 – 1,5 Ha
>1,6 Ha

Gambar 9. Persentase lahan petani kela


kelapa

b. Tingkat pendidikan masyarakat masih relatif rendah.


Masih rendahnya tingkat pendidikan yang dimiliki oleh masyarakat ini
bisa menjadi kendala dalam proses alih teknologi. Pada tahun 2009 tingkat
pendidikan yang dimiliki oleh masyarakat kabupaten Samba
Sambass didominasi oleh
penduduk dengan tingkat pendidikan yang setara dengan SD. Adapun rincian dari
tingkat pendidikan yang ada di kabupaten Sambas adalah sebagai berikut, yaitu:
Sarjana berjumlah 8.498 orang, Diploma berjumlah 28.182 orang, SMA
berjumlah 40.967 orang, SMP berjumlah 69.392 orang, SD sebanyak 96.825
orang, tidak sekolah/tidak tamat sekolah sebanyak 20.767 orang.
c. Sarana dan prasarana transportasi, listrik dan komunikasi yang kurang
mendukung.
Ketersediaan sarana dan prasarana transportasi, listrik dan komunikasi
sangat penting dan merupakan sarana pendukung bagi perkembangan investasi.
Jalan merupakan prasarana yang penting untuk menunjang mobilitas orang,
barang dan jasa. Panjang jalan yang ada di kabupaten Sambas pada tahun 2009
(Sambas Dalam Angka, 2010) baru mencapai 842,15 kilometer, dari panjang jalan
tersebut yang sudah beraspal baru mencapai 37,48 %; 11,58 % jalan berkerikil;
dan 50,94 % jalan tanah. Dengan kondisi jalan seperti ini akan mempengaruhi
proses produksi, karena mobilitas barang baik untuk pengadaan bahan baku
maupun pemasaran hasil akan menjadi terganggu dan dapat memberikan dampak
yang besar karena bisa menambah biaya produksi. Selain itu, tenaga listrik yang
yang ada masih terjadi pemadaman bergilir disemua wilayah Kabupaten Sambas
dan jaringan telekomunikasi yang masih belum terjangkau dan masih belum dapat
dinikmati oleh semua masyarakat Kabupaten Sambas.
d. Penguasaan teknologi oleh petani masih rendah.
Proses pengolahan yang dilakukan karet ditingkat petani masih bersifat
trdisional, karena masih belum melakukan proses pengolahan lebih lanjut
sehingga jenis produk yang dihasilkan hanya pada produk yang biasa dan telah
lama dilakukan oleh masyarakat. Jenis olahan yang dilakukan oleh petani karet
adalah hanya dalam bentuk bahan olahan karet (bokar) dan dalam bentuk sheet-
sheet tipis. Jenis olahan tersebut ada yang dijual dalam bentuk kering (sheet tipis)
dan basah atau dijual langsung kepada pedagang pengumpul yang ada di desa
masing-masing. Selain itu untuk komoditas kelapa hanya dapat dilakukan secara
trdisonal yaitu berupa pembuatan kopra. Dengan demikian sangat diperlukan
penguasaan teknologi pengolahan lebih lanjut agar produksi yang dihasilkan lebih
beragam dan diharapkan dapat menciptakan nilai tambah pada produk yang ada.
Oleh karena itu, keterampilan sumber daya manusia dalam melakukan pengolahan
lebih lanjut perlu untuk ditingkatkan melalui pelatihan-pelatihan.
e. Belum adanya tenaga ahli atau tenaga profesional tentang proses produksi
pembuatan sebutret.
Dalam proses penerapan suatu teknologi diperlukan orang-orang yang ahli
dibidangnya yang bisa memberikan pengarahan dan bimbingan agar teknologi
yang telah disampaikan dapat dilaksanakan sesuai dengan perencanaan.
Olehkarena itu sangat diperlukan tenaga ahli yang sesuai dengan produk yang
akan dikembangkan.
f. Produk masih belum banyak dikenal oleh masyarakat.
Sebagian besar masyarakat di kabupaten Sambas masih belum mengenal
produk olahan sebutret yang merupakan kombinasi dari serat sabut kelapa dengan
karet. Masih asingnya produk sebutret di kalangan masyarakat umum sehingga
perlu kerja keras dalam melakukan promosi dan proses pemasaran di kabupaten
Sambas. Berdasarkan hasil penelitian terhadap responden di lapangan diketahui
bahwa sebagian besar belum mengenal produk serat sabut kelapa berkaret
(sebutret). Data yang didapat dari total responden (70 responden) dapat dilihat
pada Tabel 23.
Tabel 23. Jumlah masyarakat yang mengenal produk sebutret
Tidak Jumlah
Mengenal
Jenis Responden mengenal responden
produk
produk (orang)
Pedagang pengumpul karet 0 5 5
Pedagang pengumpul kelapa 0 5 5
Petani karet 0 20 20
Petani kelapa 0 20 20
Masyarakat umum 4 16 20
Total Responden 4 66 70
Persentase (%) 5,71 94,29 100

g. Kurangnya akses terhadap informasi pasar.


Pasar yang ada di kabupaten Sambas adalah pasar yang dilakukan oleh
perusahaan-perusahaan sebagai penampung produk yang dihasilkan oleh para
petani, sehingga harga bahan baku yang berlaku adalah harga yang telah
ditetapkan oleh para pengusaha tersebut. ketetapan harga tersebut menjadi harga
mati dan petani tidak mendapatkan alternatif yang lain atas barang yang dijual,
karena tidak ada informasi lain yang mereka dapatkan selain harga yang berlaku
di pasaran.
h. Keterbatasan modal.
Salah satu kendala dalam pengembangan agroindustri adalah dalam hal
permodalan. Sehingga perlu adanya investor yang mau menanamkan modalnya
dalam pembangunan industri pengolahan sebutret ini, karena jika dilimpahkan
langsung kepada masyarakat petani, mereka tidak mempunyai modal untuk
menyediakan bahan-bahan yang akan diperlukan dalam proses pengolahan
tersebut, demikian halnya dengan pemerintah daerah. Karena terbatasnya dana
atau anggaran yang dimiliki oleh pemda sangat sulit untuk proses pengembangan
tersebut.
i. Daya saing yang rendah, hanya sebatas lokal desa dan kecamatan.
Artinya bahwa produk yang telah dihasilkan masih belum dapat
diandalkan. Hal ini diakibatkan oleh masih minimnya kegiatan pengolahan,
keterbatasan sarana distribusi dan jangkauan pemasaran, keterbatasan
infrastruktur dan sarana dan prasarana, harga yang tidak stabil akibat dari tidak
adanya mekanisme penentuan harga serta terbatasnya akses terhadap informasi
pasar. Sehingga mau tidak mau petani menjual hasil produksinya hanya ditingkat
lokal.

5.2. Identifikasi Faktor Eksternal (Peluang dan Ancaman)


5.2.1. Faktor Peluang
a. Melalui pengembangan agroindustri serat sabut kelapa berkaret (sebutret)
akan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat petani (kelapa dan karet),
menambah peluang usaha dan lapangan pekerjaan.
Tersedianya lapangan pekerjaan pada saat ini sangat penting bagi
masyarakat. Minimnya jumlah lapangan pekerjaan yang ada menjadi pemicu
banyak masyarakat Kabupaten Sambas yang mencapai ribuan orang bekerja ke
luar daerah terutama bekerja ke negara tetangga Malaysia Timur yaitu Sarawak
dan Brunei Darusalam menjadi TKI. Berdirinya berbagai usaha terutama dibidang
pengembangan agroindustri sebutret ini diharapkan akan dapat membantu
masyarakat yang memerlukan pekerjaan karena akan banyak memerlukan tenaga
kerja, sehingga masyarakat khususnya di Kabupaten Sambas tidak perlu lagi pergi
jauh-jauh ke negara tetangga untuk mencari pekerjaan. Oleh karena itu, peluang
yang sangat besar ini harus benar-benar dimanfaatkan oleh pemerintah daerah
Kabupaten Sambas sebagai pengambil kebijakan untuk menyusun langkah-
langkah agar pengembangan agroindustri sebutret ini agar bisa terlaksana.
b. Masih belum adanya industri pengolahan dan pemanfaatan sabut kelapa.
Jenis industri yang ada sebagian besar dalam lingkup industri kecil atau
industri rumah tangga. Industri pengolahan tersebut meliputi industri pengolahan
bahan pangan seperti industri minyak kelapa, kecap, gula kelapa dan lain-lain.
Selain itu ada juga industri non-pangan seperti industri pengolahan karet,
pembuatan peti jeruk dan lain-lain. Oleh karena itu pengembangan agroindustri
sebutret yang bahan bakunya sudah tersedia sangat penting sekali untuk
dikembangkan, supaya sabut kelapa yang merupakan produk samping dari kelapa
dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Karena selama ini sabut kelapa
dianggap sebagai limbah dan dibuang atau dibiarkan begitu saja di samping
rumah mereka. Padahal apabila ada teknologi pengolahan sabut kelapa yang
penerapannya sederhana dan dapat diadopsi oleh masyarakat akan sangat
membantu petani untuk menambah atau meningkatkan pendapatannya.
Adapun mengenai bentuk usaha yang akan dijalankan bisa dalam bentuk
usaha industri rumah tangga seperti yang telah dilakukan di India, yang mana di
India itu sendiri menurut Kamath (2009) hampir 98% dari industri sabut di Kerala
India terdiri unit usaha yang bergerak di sektor rumah tangga. Oleh karena itu,
seandainya usaha pengembangan sebutret ini dijalankan, dan dengan didukung
oleh ketersediaan bahan baku yang ada akan menghasilkan banyak industri
pengolahan tersebut dan akan banyak menyerap tenaga kerja. Oleh karena itu,
peluang yang sangat besar ini harus bisa dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya.
c. Adanya dukungan yang diberikan oleh Pemda Kabupaten Sambas dalam
pengembangan agroindustri.
Bentuk dukungan yang telah diberikan oleh Pemda Kabupaten Sambas
saat ini adalah menempatkan komoditas kelapa dan karet sebagai komoditas
unggulan. Selain itu, adanya program yang digulirkan oleh pemerintah daerah
untuk menjadikan kabupaten Sambas sebagai kawasan industri seperti yang
tercantum dalam Peraturan Pemerintah Kabupaten Sambas nomor 6 tahun 2007
tentang Rencana pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Sambas.
Dengan adanya dukungan dalam bentuk program pengembangan kawasan
tersebut akan sangat membantu dalam proses percepatan pembangunan tersebut.
d. Perekonomian masyarakat yang semakin meningkat.
Secara umum pendapatan setiap penduduk kabupaten Sambas dicerminkan
dalam Pendapatan Regional Domestik Bruto (PDRB) kabupaten Sambas pada
tahun 2009 atas dasar harga berlaku adalah sebesar Rp 5.287.291.210,- . PDRB
atas dasar harga berlaku tahun 2009 ini mengalami peningkatan sebesar 13,13 %
dari tahun 2008 yang berjumlah Rp 4.673.550.470,-. Berdasarkan harga konstan
yaitu sebesar Rp 2.771.482.120,- yang mengalami peningkatan sebesar 5,43 %
dari tahun 2008 yang sebesar Rp 2.628.632.190,-. PDRB perkapita penduduk atas
dasar harga berlaku sebesar Rp 10.649.297,18. Sedangkan apabila dilihat
berdasarkan harga konstan adalah berjumlah Rp 5.582.218,40. PDRB perkapita
berdasarkan harga konstan ini mengalami peningkatan sebesar 4,27 %.
e. Jumlah penduduk yang semakin meningkat
Penduduk Kabupaten Sambas berdasarkan data Dinas Kependudukan dan
Catatan Sipil Pemda Kabupaten Sambas tahun 2010 (pemutakhiran data
penduduk), jumlah penduduk Kabupaten Sambas berjumlah 546.088 jiwa terdiri
dari penduduk laki-laki 278.748 jiwa dan penduduk perempuan 267.340 jiwa
dengan kepadatan rata-rata 77 jiwa/km2, dengan Kepala Keluarga sebanyak
146.904 KK. Dengan pertambahan penduduk tersebut harus disertai dengan
penyediaan lapangan pekerjaan. Salah satu usaha yang dapat dijadikan penyerap
lapangan pekerjaan adalah dengan mendirikan usaha agroindustri yang berbahan
baku dari kelapa dan karet yang lebih dikenal dengan nama sebutret.

5.2.2. Faktor Ancaman


a. Ketidakpastian harga bahan baku ditingkat petani.
Fluktuasinya harga ditingkat petani dapat merupakan ancaman dalam
usaha pengembangan agroindustri sebutret. Ketidakpastian harga bahan baku
ditingkat petani akan sangat berpengaruh terhadap harga dari produk akhir itu
sendiri. Karena apabila harga bahan baku berupa karet menjadi mahal, maka dapat
dipastikan harga produk sebutretnya juga akan mengalami kenaikan. Hal ini
merupakan kosekuensi agar perusahaan tidak mengalami kerugian. Hal tersebut
akan terjadi pada musim hujan. Karena pada musim tersebut para petani tidak
akan melakukan panen karet.
b. Pasar masih dikuasai oleh produk yang berbahan baku dari sintetis.
Tidak bisa dipungkiri lagi bahwa untuk saat ini, peralatan-peralatan rumah
tangga seperti kasur, kursi dan lain-lain masih didominasi oleh produk yang
berbahan baku dari sintetis. Bahkan hasil dari produk sintetis tersebut dapat
mengalahkan produk yang berasal dari kapuk, dan dapat mengubah pandangan
masyarakat bahwa produk tersebut lebih baik dari yang lainnya. Selain harganya
yang relatif masih dapat dijangkau oleh masyarakat golongan menengah ke
bawah, juga untuk saat ini produk tersebut lebih mudah didapatkan di pasaran,
dibandingkan dengan produk yang lainnya.
c. Ekspansi lahan perkebunan kelapa sawit.
Maraknya pembukaan lahan untuk perluasan perkebunan sawit yang
dilakukan oleh investor maupun masyarakat sangat berpengaruh pada
ketersediaan lahan hutan yang ada. Sampai saat ini jumlah luas lahan perkebunan
sawit lebih besar dibandingkan jumlah luas lahan tanaman karet. Adapun luas
lahan kelapa sawit yaitu berjumlah 54.401,30 Ha, sedangkan luas lahan
perkebunan karet hanya mencapai 53.578 Ha. Apabila luas perkebunan kelapa
sawit dibandingkan dengan luas perkebunan kelapa akan terasa lebih jauh lagi.
Hal ini dikarenakan luas perkebunan kelapa hanya mencapai 22.612,6 Ha.
Besarnya animo masyarakat dan perusahaan-perusahaan yang ingin menanamkan
modalnya dibidang perkebunan kelapa sawit, bukan suatu hal yang mustahil jika
lama-kelamaan akan semakin menggeser atau mengurangi jumlah luas
perkebunan karet dan kelapa yang ada di Kabupaten Sambas.
d. Pemerintah belum konsisten dalam mengaplikasikan kebijakan tentang
pengembangan komoditas unggulan.
Kabupaten Sambas memiliki beberapa komoditas pertanian yang menjadi
unggulan daerah seperti karet, kelapa, rambutan dan jeruk. Tapi sampai saat ini
masih belum ada satupun dari komoditas tersebut yang menjadi prioritas untuk
dibina dan dikembangkan, sehingga usaha peningkatan pendapatan petani masih
belum terlaksana. Selain itu, Program yang digulirkan beberapa tahun yang lalu
seperti program Kawasan Industri Semparuk sampai saat ini belum ada
perkembangan yang berarti, malah seakan-akan masih berjalan ditempat. Dengan
demikian program yang ingin menjadikan kabupaten Sambas yang berwawasan
industri masih sangat jauh dari harapan.
e. Politik dan keamanan.
Stabilitas politik dan keamanan di daerah merupakan salah satu ancaman
yang dapat mengganggu dalam pengembangan suatu agroindustri. Kondisi iklim
politik dan keamanan sangat berpengaruh terhadap suatu usaha investasi. Hal ini
dikarenakan oleh jika kondisi politik dan keamanan disuatu daerah dalam kondisi
baik, maka minat para investor akan lebih besar ketimbang jika kondisi tersebut
tidak baik.
f. Perubahan cuaca.
Perubahan cuaca sangat bepengaruh terhadap ketersediaan bahan baku
pembuatan sebutret, terutama dalam penyediaan latek karet. Hal ini dikarenakan
oleh semakin tidak menentunya cuaca yang tidak lagi didasarkan pada musim
kemarau maupun musim penghujan, sehingga ketersediaan lateks juga tidak
menentu. Karena karet hanya akan bisa dipanen pada waktu hari tidak hujan.
Kabupaten Sambas termasuk daerah beriklim tropis dengan curah hujan bulanan
rata-rata 187.348 mm dan jumlah hari hujan rata-rata 11 hari /bulan. Curah hujan
yang tertinggi terjadi pada bulan September sampai dengan Januari dan curah
hujan terendah antara bulan Juni sampai dengan bulan Agustus.
g. Hama tanaman.
Hama tanaman juga sangat berpengaruh terhadap jumlah hasil produksi.
Karena apabila tidak secepatnya ditanggulangi dan diantisipasi akan berdampak
lebih besar lagi dan bisa berakibat pada berkurangnya luas lahan yang dimiliki
oleh petani. Adapun hama tanaman yang pernah menyerang pada tanaman kelapa
di kabupaten Sambas pada tahun 2010 adalah hama dari spesies Plesispa reichei
Chapuis. Adapun serangan hama ini ditandai dengan adanya kerusakan pada anak
daun sehingga daun menjadi keriting dan kering.
h. Belum adanya kemitraan usaha yang kuat.
Hal ini sangat berpengaruh pada kontinuitas bahan baku. Petani akan
bersemangat untuk berproduksi jika harga di pasaran tinggi dan akan kembali lesu
apabila harganya turun. Oleh karena itu, perlunya kemitraan antara industri hulu
(pertanian) dengan industri hilirnya agar konsistensi harga yang ada di pasaran
tetap terjaga dan relatif lebih stabil.
i. Kurangnya koordinasi dari instansi yang terkait
Berbagai usaha pembinaan sudah dilakukan oleh pemerintah kabupaten
Sambas terhadap produk yang telah menjadi unggulan daerah, namun usaha
tersebut masih belum maksimal. Hal ini dikarenakan oleh kurangnya koordinasi
antar instansi-instansi yang terkait, sehingga sampai saat ini masih belum adanya
produk-produk unggulan daerah yang mendapatkan prioritas untuk dibina. Selain
itu, diakibatkan oleh kurangnya koordinasi di lingkungan pemda banyak lahan
tumpang tindih dalam penggunaannya sehingga ada lahan yang sudah
diperuntukan untuk suatu kegiatan diberikan izin lagi untuk kegiatan yang
lainnya.

4.6. Implikasi Faktor Internal dan Eksternal Terhadap Pengembangan


Agroindustri Serat Sabut Kelapa Berkaret di Kabupaten Sambas.

Faktor internal dan eksternal yang telah diidentifikasi akan berimplikasi


terhadap pengembangan agroindustri sebutret di Kabupaten Sambas. Implikasi
tersebut akan ditinjau dalam dua aspek, yaitu aspek teknis dan aspek non-teknis:
1. Aspek teknis
Adapun implikasinya adalah dengan rendahnya kualitas sumber daya
manusia yang salah satunya diakibatkan oleh rendahnya tingkat pendidikan yang
dimiliki oleh masyarakat akan berpengaruh terhadap manajemen organsisasi
nantinya seperti dalam hal perencanaan, pengendalian, pengelolaan keuangan,
pemasaran dan pada proses produksi seperti rendahnya kreatifitas yang dimiliki
dalam upaya mengembangkan produk. Oleh karena itu, upaya untuk
meningkatkan pengetahuan baik secara formal maupun non-formal (melalui
pelatihan maupun pendampingan) sangat penting untuk dilakukan untuk
meningkatkan mutu SDM dalam rangka merencanakan dan mengatur proses
produksi dan operasi menjadi lebih baik dan teratur, serta dapat meningkatkan
efisiensi biaya produksi, mengurangi tingkat kerusakan pada produk dan dapat
meningkatkan mutu produk sebutret melalui inovasi teknologi yang dilakukan,
sehingga daya saing produk menjadi lebih tinggi. Oleh karena itu, keahlain SDM
dalam memanajemen suatu organisasi sangat penting untuk keberlanjutan usaha
yang akan dijalankan. Menurut David (2009) fungsi dasar manajemen yang harus
dimiliki dan dikuasai oleh pengusaha adalah seperti dalam Tabel 24.
Tabel 24. Fungsi dasar manajemen
Fungsi Penjelasan
Perencanaan Perencanaan terdiri atas semua aktifitas manajerial yang
terkait dengan persiapan di masa depan. Tugas-tugas
khususnya mencakup peramalan, penetapan tujuan,
pengunaan strategi, pengembangan kebijakan dan
penentuan sasaran.
Pengorganisasian Pengrganisasian mencakup semua aktifitas manajerial
yang menghasilkan struktur tugas dan hubungan otoritas.
Tugas-tugas khususnya mencakup rancangan
organisasional, spesialisasi pekerjaan, deskripsi kerja,
spesifikasi kerja, rentang kendali, kesatuan komando,
koordinasi, rancangan pekerjaan dan analisis kerja.
Pemotivasian Pemotivasian mencakup upaya-upaya menuju
pembentukan perilaku manusia. Topik-topik spesifiknya
mencakup kepemimpinan, komunikasi, kelompok kerja,
modifikasi perilaku, delegasi otoritas, pengayaan
pekerjaan, kepuasan kerja, pemenuhan kebutuhan,
perubahan organisasional, semangat kerja karyawan dan
semabngat kerja manajerial.
Penempatan Staf Aktifitas penempatan staf berpusat pada manajemen
personalia atau sumber daya manusia. Termasuk di
dalamnya adalah administrasi gaji dan upah, tunjangan
karyawan, wawancara, rekruitmen, pemecatan, pelatihan,
pengembangan manajemen, keamanan karyawan,
tindakan afirmatif, peluang kerja yang setara, hubungan
dengan serikat pekerja, pengembangan karier, riset
personalia, kebijakan pendisiplinan, prosedur keluhan
dan kehumasan.
Pengendalian Pengendalian mengacu pada semua aktifitas manajerial
yang diarahkan untuk memastikan bahwa hasil-hasil
aktualnya sejalan dengan yang direncanakan. Area
pentingnya mencakup pengendalian kualitas,
pengendalian keuangan, pengendalian penjualan,
pengendalian persediaan, pengendalian pengeluaran,
analisis varians, imbalan dan sanksi.
Sumber: David, 2009

Menurut David (2006) dan Hubeis (2011) fungsi manajemen terdiri dari
lima fungsi dasar, yaitu perencanaan, pengorganisasian, pemotivasian,
penunjukan staf dan pengendalian. Perencanaan terdiri dari semua aktivitas
manajerial yang berkaitan dengan persiapan mengenai masa depan.
Pengorganisasian berkaitan dengan semua mutu manajerial yang menghasilkan
struktur tugas dan hubungan wewenang. Fungsi pengorganisasian berkaitan
dengan desain organisasi, spesialisasi pekerjaan dan analisis pekerjaan. Fungsi
Pemotivasian berkaitan erat dengan kepemimpinan, komunikasi, kerjasama,
delegasi wewenang, kepuasan pekerjaan, pemenuhan kebutuhan, perubahan
organisasi, moral karyawan dan moral manajerial. Penunjukan staf berkaitan
dengan pengelolaan sumber daya yaitu administrasi gaji dan upah, tunjangan
karyawan, wawancara penerimaan, pelatihan dan pengembangan manajemen.
pengendalian terdiri dari semua aktifitas manajerial yang diarahkan untuk
memastikan hasil konsisten dengan yang direncanakan.
Tabel 25. Fungsi dasar manajemen produksi
Fungsi Penjelasan
Proses Keputusan proses berkaitan dengan rancangan sistem
produksi fisik. Berbagai keputusan spesifiknya
mencakup pilihan teknologi, tata letak fasilitas, analisa
alur proses, lokasi fasilitas, perimbangan lini,
pengendalian proses dan analisa transportasi.
Kapasitas Keputusan kapasitas berkaitan dengan penentuan tingkat
output optimal bagi organisasi. Keputusan-keputusan
spesifiknya meliputi peramalan, pernecanaan fasilitas,
perencanaan agregat, penjadwalan, pernecanaan
kapasitas dan analisa antrean.
Persediaan Keputusan persediaan menyangkut pengelolaan tigkat
bahan mentah, proses pengerjaan dan barang
jadi.keputusan-keputusan spesifiknya mencakup apa
yang perlu dipesan, kapan dipesan, seberapa banyak
pesanannya dan penanganan bahan-bahan.
Angkatan Kerja Keputusan angkatan kerja berkaitan dengan pengelolaan
tenaga kerja terampil, tidak terampil dan manajerial.
Keputusan spesifiknya meliputi rancangan kerja,
pengukursn kerja dan teknik-teknik motivasi.
Kualitas Keputusan kualitas bertujuan untuk memastikan bahwa
barang dan jasa yang berkualitas tinggilah yang
diproduksi. Keputusan-keputusan spesifiknya meliputi
pengendalian (kontrol) kualitas, penentuan sampel,
pengujian, penjaminan kualitas dan pengendalian biaya.
Sumber: David, 2009
Faktor lain yang juga harus dimiliki dan dikuasai oleh pengusaha maupun
karyawan yaitu tentang produksi/operasi. Karena dengan rendahnya kualitas SDM
akan berpengaruh pada produk yang akan dihasilkan. Oleh karena itu, fungsi ini
harus ada dalam suatu organisasi usaha yang dijalankan. Menurut David (2009)
fungsi dasar dalam produksi atau operasi seperti tercantum dalam Tabel 25.
Menurut David (2006) dan Hubeis (2011) manajemen produksi terdiri dari
lima fungsi keputusan, yaitu proses, kapasitas, persediaan, tenaga kerja dan mutu.
Proses menyangkut desain dari sistem produksi fisik. Kapasitas menyangkut
penetapan tingkat luaran maksimal untuk organisasi. Persediaan mencakup
mengelola banyaknya bahan baku, barang setengah jadi dan barang jadi. Tenaga
kerja berkenaan dengan mengelola tenaga kerja terampil, tidak terampil dan
manajerial. Mutu bertujuan untuk memastikan bahwa barang dan jasa bermutu
tinggi yang dihasilkan.
Selain itu, diharapkan dengan peningkatan SDM yang dimiliki dapat
mengakses informasi-informasi yang berkaitan dengan pemasaran produk
sebutret. Pemasaran menurut Hubeis (2011) merupakan proses menetapkan,
mengantisipasi, menciptakan dan memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggan
akan produk dan jasa, dimana keputusan mendasar yang harus dibuat untuk
menetukan pemasaran yang tepat adalah keputusan dalam bauran pemasaran
(seperangkat alat pemasaran yang digunakan perusahaan untuk mencapai tujuan
perusahaannya). Menurut David (2009) ada tujuh fungsi pemasaran (functions of
market ) pokok yaitu :
a. Analisis konsumen (costumer analysis).
Analisis konsumen merupakan pengamatan dan evaluasi kebutuhan, hasrat
dan keinginan konsumen. Hal ini dilakukan dengan melibatkan pengadaan
survei konsumen, penganalisaan informasi konsumen, pengevaluasian strategi
pemosisian pasar, pengembangan profil konsumen (memaparkan karakteristik
demografis dari konsumen) dan penentuan strategi segmentasi pasar.
b. Penjualan produk/jasa.
Penjualan (selling) meliputi banyak aktivitas pemasaran seperti iklan, promosi
penjualan, publisitas, penjualan perorangan, manajemen tenaga penjualan,
hubungan konsumen dan hubungan diller.
c. Perencanaan produk dan jasa (produk and service planning).
Perencanaan produk dan jasa meliputi berbagai aktifitas seperti uji pemasaran,
pemomosian produk dan merek, pemanfataan garansi, pengemasan, penentuan
pilihan produk, fitur produk, gaya produk, kualitas produk, penghapusan
produk lama dan penyediaan layanan konsumen.
d. Penetapan harga (pricing).
Tindakan dalam penetapan harga sangat penting untuk dilakukan dalam
rangka mempertahankan keberadaan produk dipasaran. Karena penetapan
harga yang terlalu tinggi justru akan merugikan perusahaan di waktu yang
akan datang.
e. Distribusi.
Distribusi mencakup pergudangan, saluran-saluran distribusi, cakupan
distribusi, lokasi atau wilayah penjualan, tingkat dan lokasi persediaan, kurir
transportasi dan penjualan grosir
f. Riset pemasaran (marketing research).
Riset pemasaran adalah pengumpulan, pencatatan dan penganalisaan data
yang sistematis mengenai berbagai persoalan yang terkait dengan pemasaran
barang dan jasa.
g. Analisis peluang (opportunity analysis).
Analisis peluang melibatkan penilaian atas biaya, manfaat dan resiko yang
terkait dengan keputusan pemasaran. Ada tiga langkah yang diperlukan untuk
membuat analisis biaya-manfaat yaitu: 1) menghitung total biaya yang terkait
dengan suatu keputusan, 2) memperkirakan total manfaat dari keputusan
tersebut, dan 3) membandingkan total biaya dengan total manfaat.
2. Aspek non-teknis
Bedirinya industri pengolahan serat sabut kelapa berkaret diharapkan lebih
dapat membantu meningkatkan perekonomian masyarakat, jika keberadaan
perkebunan karet dan kelapa sebagai bahan baku tetap terjaga kelestariannya,
karena petani khususnya patani kelapa selain menjual kelapa dalam kopra, juga
akan mendapatkan tambahan dari penjualan sabut kelapanya. Apalagi di
Kabupaten Sambas masih belum ada industri pengolahan sebutret. Oleh karena itu
dengan adanya teknologi pengolahan sebutret paling tidak akan dapat membantu
masyarakat petani karet dan kelapa dalam upaya untuk meningkatkan nilai tambah
pada produk. Tetapi usaha pengembangan industri pengolahan sebutret tidak akan
dapat berjalan dengan baik apabila kebijakan yang dibuat oleh Pemerintah Daerah
dan perpolitikan yang berkembang kurang mendukung untuk terciptanya usaha
tersebut. Oleh karena itu kebijakan-kebijakan yang telah dibuat untuk
pengembangan agroinustri harus diaplikasikan dengan sebaik-baiknya, karena
menurut Hubeis (2011) kebijakan pemerintah yang berupa undang-undang baik di
tingkat pusat, propinsi maupun kabupaten yang akan menentukan beroperasinya
suatu perusahaan. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan
memfasilitasi dan membangun kemitraan antara UKM-UKM yang ada dengan
industri-industri yang lebih besar serta antara industri hulu (pertanian) dengan
industri hilir (proses pengolahan). Tanpa adanya keterpaduan tersebut
perkembangan usaha agroindustri ini akan sulit untuk dicapai.

4.7. Perumusan Strategi Pengembangan Agroindustri Serat Sabut Kelapa


Berkaret di Kabupaten Sambas.

4.7.1. Matriks SWOT


Alat yang biasa digunakan dalam merumuskan alternatif strategi untuk
merumuskan suatu kebijakan atau program adalah dengan matriks SWOT.
Matriks ini akan menggambarkan bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang
ada dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimiliki. Matriks
SWOT ini dapat menghasilkan empat macam kemungkinan alternatif strategi
yaitu strategi S-O, strategi W-O, strategi S-T dan strategi W-T. Hasil analisis
SWOT dapat dilihat pada Tabel 26.
Strategi yang bisa dilakukan dalam pengembangan produk sebutret di
kabupaten Sambas dalam upaya untuk memaksimalkan kekuatan dan
memanfaatkan peluang serta meminimalkan kelemahan dan megatasi ancaman
yang ada adalah sebagai berikut:
1. Strategi S-O
Strategi ini dibuat untuk memanfaatkan semua kekuatan untuk merebut dan
memanfaatkan peluang yang ada dengan sebesar-besarnya, yaitu:
a. Memanfaatkan teknologi pengolahan sebutret untuk meningkatkan nilai
tambah pada komoditas karet dan kelapa. S1,S3,O1,O2,O3,O6.
Adanya teknologi pengolahan sebutret merupakan suatu jalan yang
sangat baik untuk meningkatkan nilai tambah (value added) pada komoditas
karet dan kelapa. Karena dengan adanya teknologi tersebut sabut kelapa yang
selama ini dianggap limbah akan dapat dimanfaatkan menjadi produk yang
bernilai jual.
b. Memanfaatkan peluang pasar dengan menciptakan produk sebutret yang
bervariasi dan bermutu yang disesuaikan dengan selera konsumen.
S1,S2,S5,O1,O2,O3,O4,O5.O6.
Kemampuan suatu usaha sangat penting untuk melihat tren yang sedang
berkembang di masyarakat/konsumen, yaitu mengenai produk apa yang
diminati konsumen dan produk apa yang mulai ditinggalkan oleh konsumen.
Oleh karena itu, pengembangan variasi produk-produk baru sangat penting
untuk dilakukan dalam upaya peningkatan usaha, baik dari pengusaha maupun
dari tenaga kerja untuk melihat peluang dengan adanya variasi produk,
sehingga ada proses timbal balik antara tenaga kerja dengan pengusaha
sebutret, hubungan baik yang terbina akan memperlancar proses produksi dan
pemasaran hasil produk sebutret.
2. Strategi S-T
Strategi ini adalah untuk menggunakan kekuatan yang dimiliki untuk
mengatasi ancaman yang ada seperti:
a. Meningkatkan konsistensi dalam penerapan kebijakan tentang pembangunan
industri khususnya untuk pengembangan agroindustri sebutret.
S1,S2,S3,T3,T4,T5,T9.
Kebijakan-kebijakan tentang pengembangan agroindustri yang ada saat
ini dirasakan masih banyak kekurangannya. Salah satu contoh kebijakan yang
ada sekarang ini adalah kebijakan tentang program Kawasan Industri
Semparuk (KIS) yang berlokasi di kecamatan Semparuk Kabupaten Sambas
belum berjalan sebagaimana perencanaannya, dimana tujuan dari program
tersebut adalah menjadikan kabupaten Sambas menjadi kawasan yang
berwawasan industri. Oleh karena itu masih diperlukan penyempurnaan
terhadap kebijakan-kebijakan yang sudah ada. Baik kebijakan mengenai
sarana dan prasarana seperti lokasi yang akan dijadikan tempat
pengembangan, penyediaan bahan baku disektor hulu sampai pada kebijakan-
kebijakan disektor hilirnya.
b. Meningkatkan kemitraan antara pemerintah daerah, akademisi, petani dan
swasta melalui pengembangan agroindustri sebutret.
S1,S3,S5,T1,T2,T5,T8.
Kurangnya kemitraan antara pemerintah daerah, akademisi, petani dan
swasta merupakan suatu hal sangat sulit untuk dilaksanakannya suatu kegiatan
pengembangan agroindustri sebutret tanpa bersinerginya pilar-pilar tersebut
dalam pengembangan usaha industri. Pilar-pilar tersebut adalah pemerintah
daerah, yang merupakan pembuat kebijakan yang berkaitan dengan
pengembangan agroindustri, akademisi yang merupakan pencipta dari
teknologi yang terbaru, masyarakat petani sebagai penyedia bahan baku dan
pengusaha atau swasta sebagai pemilik modal. Oleh karena itu pemerintah,
akademisi, masyarakat petani dan pengusaha/pemilik modal harus bersama-
sama dalam memanfaatkan potensi dan sumber daya alam seperti karet dan
kelapa yang ada dengan sebaik-baiknya untuk menghasilkan produk sebutret
yang berkualitas sehingga mampu bersaing di pasaran.
Adanya kemitraan tersebut diharapkan akan dapat menghasilkan
produk unggulan dibidang agroindustri, meningkatkan kemampuan
masyarakat petani yang berbasis teknologi tepat guna. Agar semua kekuatan
dan peluang yang ada dapat dimanfaatkan secara efektif dan efisien. Sehingga
tujuan utama dari pembangunan yang berupa peningkatan pendapatan dan
kesejahteraan masyarakat dapat terwujud.
3. Strategi W–O
Strategi ini merupakan strategi yang digunakan untuk memanfaatkan
peluang yang ada dengan sebesar-besarnya untuk meminimalkan kelamahan-
kelamahan yang ada, seperti:
a. Mengadakan pelatihan untuk meningkatkan kualitas SDM dalam penyerapan
teknologi dan informasi tentang pengolahan dan pasar sebutret.
W2,W4,W5,W7,W9,O3,O4.O6.
Masih banyaknya masyarakat yang berpendidikan lulusan Sekolah
Dasar (SD) merupakan salah satu faktor penghambat dalam upaya penyerapan
teknologi dan informasi. Olehkarena itu, untuk mengantisipasi hambatan
tersebut salah satu upaya yang bisa dan dapat dilakukan adalah dengan
mengadakan pelatihan-pelatihan tentang pengoperasian teknologi dan
informasi, selain dari pelaksanaan program wajib belajar sembilan tahun.
Adanya program-program tersebut diharapkan dapat mengatasi kelemahan-
kelemahan yang dimiliki untuk merebut semua peluang-peluang yang ada.
b. Memperkuat pendanaan untuk pengembangan agroindustri sebutret dan
peningkatan sarana dan prasarana pendukungnya. W3,W6,W8,O1,O2,O3,O6.
Permodalan atau pendanaan menjadi salah satu poin yang sangat
penting untuk dipertimbangkan dalam upaya pengembangan agroindustri.
Karena dalam pengembangan agroindustri banyak faktor-faktor yang terlibat.
Faktor-faktor tersebut, selain penganggaran mengenai pembangunan
agroindustri itu sendiri juga mengenai sarana dan prasarana penunjang
lainnya. Adapun sarana dan prasarana penunjang tersebut seperti infrastruktur
jalan, jembatan, telekomunikasi, listrik dan air. Karena tanpa adanya
dukungan dari elemen itu akan sangat mengganggu dalam pengadaan bahan
baku dan proses pemasaran yang berakibat pada tingginya biaya yang akan
dikeluarkan sehingga akan sangat berpengaruh pada harga produk. Olehkarena
itu pemanfaatan terhadap alokasi anggaran yang telah ada harus
dimaksimalkan dengan sebaik-baiknya yang didasarkan pada skala prioritas
untuk pembangunan. Walaupun dalam proses pengembangan tersebut tidak
bisa dilakukan dalam satu waktu, paling tidak tahapan-tahapan untuk menuju
kearah pengembangan tersebut dapat terlaksana dan terwujud dalam bentuk
yang nyata.
4. Strategi W – T
Strategi yang digunakan untuk meminimalkan kelamahan dan
menghindari ancaman yang ada, antara lain:
a. Meningkatkan sosialisai dan promosi tentang teknologi pengolahan maupun
hasil produk sebutret. W4,W6,W7,T2.
Kegiatan sosialisasi dan promosi tentang teknologi dan produk sebutret
harus semakin ditingkatkan. Hal tersebut dimaksudkan agar teknologi dan
produk sebutret tidak hanya diketahui oleh masyarakat yang berpendidikan
tinggi dan melek informasi saja, melainkan oleh semua lapisan masyarakat
dari perkotaan sampai ke desa-desa. Untuk mengatasi kelemahan tersebut,
perlu meningkatkan sosialisasi teknologi dan produk dengan memanfaatkan
media-media yang ada, misalnya melalui poster-poster, selebaran-selebaran
dan gambar-gambar yang disebarkan dengan memanfaatkan institusi yang
bersifat struktural pemerintah daerah maupun melalui radio-radio lokal. Hal
ini dilakukan agar ancaman-ancaman dapat diminimalkan sehingga
masyarakat tidak hanya terpaku pada produk-produk peralatan rumah tangga
yang berbahan baku sintetis saja.
b. Mengadakan kegiatan peremajaan dan perluasan lahan tanaman karet dan
kelapa. W1,T3,T4,T5.
Program-program yang berbasis pada perkebunan rakyat hendaknya
semakin ditingkatkan, misalnya seperti program penanaman pohon karet dan
kelapa yang bertujuan untuk melakukan upaya rehabilitasi kebun dan lahan
secara terpadu dan terencana dengan melibatkan semua instansi pemerintah
terkait, swasta dan masyarakat. Hal ini dilakukan untuk mengatasi kelemahan
yang dimiliki sehingga peremajaan dan perluasan lahan perkebunan dapat
dilakukan. Selain itu pelaksanaan program-program seperti ini diharapkan
dapat meminimalkan ancaman yang ada seperti tingginya animo masyarakat
dan investor untuk melakukan ekspansi perkebunan kelapa sawit, sehingga
perkebunan dan hutan yang tersisa tidak hanya dijadikan lahan perkebunan
kelapa sawit melainkan untuk peremajaan dan perluasan lahan perkebunan
karet dan kelapa.
c. Meningkatan koordinasi antar lembaga yang terkait dalam fungsi dan tata
guna lahan khususnya lahan karet dan kelapa serta penanggulangan hama
tanaman. W1,T3,T4,T5.T7,T9.
Koordinasi mengenai fungsi dan tata guna lahan dan penanggulangan
hama tanaman yang dilakukan oleh instansi yang terkait sangat perlu untuk
ditingkatkan. Hal tersebut dilakukan agar kelemahan yang dimiliki dapat di
atasi dan berbagai ancaman dapat diminimalkan secepat mungkin. Contoh
yang ada sekarang ini adalah kurangnya kurangnya koordinasi antar instansi
yang terkait seperti antar bidang dalam Dinas Perkebunan dan Kehutanan,
Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Sambas maupun dengan Badan
Perencanaan Daerah berakibat pada tumpang-tindihnya lahan yang digunakan
Tabel 26. Matriks SWOT
Kekuatan (Strenghts) Kelemahan (Weakness)
IFE 1. Ketersediaan bahan baku yang 1. Skala usahatani yang dilakukan
banyak. relatif kecil.
2. Tenaga kerja lokal cukup 2. Tingkat pendidikan relatif
tersedia. rendah.
3. Karet dan kelapa merupakan 3. Sarana dan prasarana
komoditas andalan masyarakat transportasi, listrik dan
sebagai sumber pendapatan. telekomunikasi yang kurang
4. Kondisi tanah yang cocok untuk mendukung.
budidaya tanaman karet dan 4. Penguasaan teknologi oleh
kelapa. petani masih rendah.
5. Tersedianya pasar produk 5. Belum adanya tenaga ahli
sebutret. tentang proses produksi
pembuatan sebutret.
6. Produk masih belum dikenal
oleh masyarakat.
7. Kurangnya akses terhadap
informasi pasar.
8. Keterbatasan modal.
EFE 9. Daya saing rendah hanya
sebatas lokal desa dan
kecamatan.
Peluang (Opportunities) Strategi S – O Strategi W – O
1. Meningkatkan pendapatan 1. Memanfaatkan teknologi 1. Mengadakan pelatihan untuk
petani dan lapangan pekerjaan. pengolahan sebutret untuk meningkatkan kualitas SDM
2. Masih belum adanya industri meningkatkan nilai tambah pada dalam penyerapan teknologi
pengolahan sabut kelapa. komoditas karet dan kelapa. dan informasi tentang
3. Adanya dukungan yang S1,S3,O1,O2,O3,O6. pengolahan dan pasar sebutret.
diberikan oleh pemda. 2. Memanfaatkan peluang pasar W2,W4,W5,W7,W9,O3,O4.O6.
4. Perekonomian masyarakat dengan menciptakan produk 2. Memperkuat pendanaan untuk
yang semakin meningkat. sebutret yang bervariasi dan pengembangan agroindustri
5. Jumlah penduduk yang bermutu yang disesuaikan sebutret dan peningkatan sarana
semakin meningkat. dengan selera konsumen. dan prasarana pendukungnya.
6. Teknologi pembuatan sebutret S1,S2,S5,O1,O2,O3,O4,O5.O6. W3,W6,W8, O1,O2,O3,O6.
sudah ada.
Ancaman (Threats) Strategi S – T Strategi W – T
1. Ketidakpastian harga bahan 1. Meningkatkan konsistensi dalam 1. Meningkatkan sosialisai dan
baku ditingkat petani. penerapan kebijakan tentang promosi tentang teknologi
2. Pasar masih dikuasai oleh pembangunan industri khususnya pengolahan maupun hasil
produk yang berbahan baku untuk pengembangan produk sebutret.
dari sintetis. agroindustri sebutret. W4,W6,W7,T2.
3. Pemerintah belum konsisten S1,S2,S3,T3,T4,T5,T9. 2. Mengadakan kegiatan
dalam mengaplikasikan 2. Meningkatkan kemitraan antara peremajaan dan perluasan lahan
kebijakan. pemerintah daerah, akademisi, tanaman karet dan kelapa.
4. Ekspansi lahan perkebunan petani dan swasta melalui W1,T3,T4,T5.
kelapa sawit. pengembangan agroindustri 3. Meningkatan koordinasi antar
5. Politik dan keamanan. sebutret. S1,S3,S5,T1,T2,T5,T8. lembaga yang terkait dalam
6. Perubahan cuaca. fungsi dan tata guna khususnya
7. Hama tanaman. lahan karet dan kelapa serta
8. Belum adanya kemitraan penanggulangan hama tanaman.
usaha yang kuat. W1,T3,T4,T5.T7,T9.
9. Kurangnya koordinasi dari
instansi yang terkait.

untuk perkebunan kelapa sawit, perkebunan rakyat, program transmigrasi dan


Program Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GNRHL). Kejadian
ini terjadi terjadi di beberapa kecamatan yang ada di kabupaten Sambas,
diantaranya yang terjadi di kecamatan Galing, kecamatan Sajingan dan
kecamatan Sajad. Karena sangat disayangkan, pada lahan yang sama
dikeluarkannya izin pengolahan lahan untuk Program Gerakan Nasional
Rehabilitasi Hutan dan Lahan dan perkebunan kelapa sawit. Selain itu, ada
lahan yang sudah diperuntukan untuk berdirinya rumah-rumah untuk
mendukung program transmigrasi jga diberikan izin untuk pengembanagn
kelapa sawit sehingga terjadi penggusuran oleh perusahaan yang akan
berinvestasi di kelapa sawit. Bahkan di kecamatan lain ada lahan pekebunan
karet yang telah dikelola oleh masyarakat bertahun-tahun yang telah siap
panen masuk ke dalam areal atau lokasi yang akan dijadikan untuk
perkebunan kelapa sawit. Hal tersebut tentu saja tidak akan terjadi jika adanya
koordinasi antar elemen dan instansi yang terkait. Selain itu kurang akuratnya
data yang dimiliki oleh Badan Pertanahan di Kabupaten Sambas, sehingga
banyak tanah yang mempunyai kepemilikan yang ganda.

5.4.2. Analisis Matriks IFE (Internal Factor Evaluation Matrix)


Faktor yang menjadi kekuatan utama dan yang diharapkan dapat
meminimalkan kelemahan yang dimiliki untuk mengembangkan usaha serat sabut
kelapa berkaret (sebutret) adalah tersedianya pasar produk sebutret dengan hasil
skor terbesar yaitu sebesar 0.321 dengan bobot 0.080 dan dengan rating sebesar
4,0. Selain itu, faktor lain yang dapat dimanfaatkan adalah karet dan kelapa
merupakan komoditas andalan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari
mempunyai skor sebesar 0.314 dengan bobot 0.079 dan rating sebesar 4,0; yang
diikuti oleh ketersediaan bahan baku yang banyak dengan skor sebesar 0.310;
tenaga kerja lokal cukup tersedia dengan skor sebesar 0.236; kondisi tanah yang
cocok untuk budidaya tanaman karet dan kelapa dengan skor 0.198. Perhitungan
faktor-faktor internal dapat dilihat dalam Tabel 27.
Kelemahan dalam usaha pengembangan yang akan dilakukan adalah
terletak pada daya saing yang rendah, hanya sebatas lokal desa dan kecamatan
dengan bobot sebesar 0,073 dan rating sebesar 2,0 yang menghasilkan skor
sebesar 0,145. Selain itu faktor yang menjadi kelemahan adalah Skala usahatani
yang dilakukan relatif kecil dengan skor 0,144; Tingkat pendidikan relatif rendah
dan kurangnya akses terhadap informasi pasar dengan skor sebesar 0,132;
kemudian diikuti oleh keterbatasan modal dengan skor sebesar 0,121; penguasaan
teknologi oleh petani masih rendah dengan skor sebesar 0,117; sarana dan
prasarana transportasi yang kurang mendukung dengan skor 0,111 serta yang
menjad kelemahan utamanya adalah produk masih belum dikenal oleh masyarakat
dengan skor sebesar 0,089.
Tabel 27. Matriks IFE
Faktor Internal Bobot Rating Skor
Kekuatan
A. Ketersediaan bahan baku yang banyak. 0.077 4.0 0.310
B. Tenaga kerja lokal cukup tersedia. 0.074 3.2 0.236
C. Karet dan kelapa merupakan komoditas andalan
0.079 4.0 0.314
masyarakat sebagai sumber pendapatan.
D. Kondisi tanah yang cocok untuk budidaya tanaman
0.066 3.0 0.198
karet dan kelapa.
E. Tersedianya pasar produk sebutret. 0.080 4,0 0.321
Kelemahan
F. Skala usahatani yang dilakukan relatif kecil. 0.072 2.0 0.144
G. Tingkat pendidikan relatif rendah 0.066 2.0 0.132
H. Sarana dan prasarana transportasi, listrik dan
0.069 1.6 0.111
telekomunikasi yang kurang mendukung.
I. Penguasaan teknologi oleh petani masih rendah. 0.073 1.6 0.117
J. Belum adanya tenaga ahli. tentang proses produksi
0.071 2.0 0.142
pembuatan sebutret.
K. Produk masih belum dikenal oleh masyarakat. 0.074 1.2 0.089
L. Kurangnya akses terhadap informasi pasar 0.066 2.0 0.132
M. Keterbatasan modal 0.060 2.0 0.121
N. Daya saing yang rendah, hanya sebatas lokal desa
0.073 2,0 0.145
dan kecamatan.
Total 1 2.512

Dari hasil analisis perhitungan faktor-faktor internal didapatkan total skor


sebesar 2,512. Nilai yang didapat tersebut berada di atas nilai rata-rata sebesar 2,5,
yang menurut David (2003) nilai tersebut menunjukan posisi internal yang cukup
kuat, dimana usaha pengembangan yang ingin dilakukan memiliki kemampuan
untuk dikembangkan yang berada di atas rata-rata dalam memanfaatkan kekuatan
dan mengantisipasi kelemahan internal yang dimiliki.

5.4.2. Analisis Matriks EFE (External Factor Evaluation Matrix)


Teknologi pembuatan sebutret sudah ada merupakan peluang utama
dengan bobot sebesar 0.071 dan rating sebesar 4,0, sehingga menghasilkan skor
sebesar 0.286. Diharapkan peluang-peluang yang ada dapat dimanfaatkan dengan
sebaik-baiknya untuk menghindari bebagai ancaman yang muncul. Faktor lain
yang menjadi peluang dalam upaya pengembangan usaha sebutret adalah
meningkatkan pendapatan dan menambah lapangan pekerjaan dengan skor
sebesar 0,275; kemudian diikuti oleh perekonomian masyarakat yang semakin
meningkat dengan jumlah skor sebesar 0,240; Masih belum ada industri
pengolahan sabut kelapa dengan skor 0,230; kemudian Jumlah penduduk yang
semakin meningkat dengan skor 0,206 dan Adanya dukungan yang diberikan
oleh pemda dengan jumlah skor sebesar 0.199.
Tabel 28. Matriks EFE
Faktor Eksternal Bobot Rating Skor
Peluang
A. Meningkatkan pendapatan dan menambah lapangan
0.072 3.8 0.275
pekerjaan.
B. Masih belum ada industri pengolahan sabut kelapa. 0.068 3.4 0.230
C. Adanya dukungan yang diberikan oleh pemda. 0.066 3.0 0.199
D. Perekonomian masyarakat yang semakin meningkat. 0.067 3.6 0.240
E. Jumlah penduduk yang semakin meningkat. 0.069 3.0 0.206
F. Teknologi pembuatan sebutret sudah ada, 0.071 4,0 0.286
Ancaman
G. Ketidakpastian harga bahan baku ditingkat petani. 0.064 2.0 0.128
H. Pasar dikuasai oleh produk yang berbahan baku dari
0.070 1.8 0.127
sintetis.
I. Pemerintah belum konsisten dalam mengaplikasikan
0.064 1.4 0.089
kebijakan.
J. Ekspansi lahan perkebunan kelapa sawit. 0.071 1.6 0.112
K. Politik dan keamanan. 0.066 1.6 0.106
L. Perubahan cuaca. 0.063 1.8 0.132
M. Hama tanaman. 0.056 2.0 0.112
N. Belum adanya kemitraan usaha yang kuat. 0.069 2,0 0.138
O. Kurangnya koordinasi antar instansi yang terkait. 0.064 2.0 0.129
Total 1 2.509

Faktor yang menjadi ancaman dalam upaya pengembangan sebutret adalah


belum adanya kemitraan usaha yang kuat dengan skor sebesar 0,138 yang didapat
dari bobot sebesar 0,069 dan rating sebesar 2,0, dan Perubahan cuaca dengan skor
sebesar 0,132 yang didapat dari bobot sebesar 0,056 dan rating sebesar 2,0.
Kemudian diikuti oleh Kurangnya koordinasi antar instansi yang terkait dengan
skor sebesar 0,129; Ketidakpastian harga bahan baku ditingkat petani dengan skor
0,128; Pasar dikuasai oleh produk yang berbahan baku dari sintetis dengan skor
0,127; Ekspansi lahan perkebunan kelapa sawit dan hama tanaman dengan skor
sebesar 0,112; politik dan keamanan dengan skor 0,106; dan yang menjadi
kelemahan utamanya adalah pemerintah belum konsisten dalam mengaplikasikan
kebijakan yaitu dengan nilai 0,090. Penilaian atas faktor-faktor eksternal dapat
dilihat pada Tabel 28.
5.4.3. Analisis Matriks Internal-Eksternal (Internal-External Matrix)
Gabungan kedua matriks IFE dan EFE akan menghasilkan matriks Internal-
Eksternal (IE) yang berisikan Sembilan macam sel yang memperlihatkan
kombinasi total nilai terboboti dari matriks-matriks IFE dan EFE. Nilai IFE yang
diperoleh adalah sebesar 2,512 dan nilai EFE adalah 2,509 (Gambar 10). Perpaduan
dari kedua nilai tersebut menunjukan bahwa strategi pengembangan serat sabut
kelapa berkaret (sebutret) ini terletak pada sel ke lima, yaitu sel stabilitas yang
dapat dikelola dan dilakukan dalam pengembangan kedepannya dengan penetrasi
pasar dan pengembangan produk.
Berdasarkan gambaran dari matriks Internal-Eksternal (IE) di atas yang
menyatakan bahwa pengembangan agroindustri serat sabut kelapa berkaret di
Kabupaten Sambas yaitu dengan cara penetrasi pasar dan pengembangan produk.
Menurut David (2009) mengatakan bahwa penetrasi pasar (market penetration)
adalah strategi yang mengusahakan peningkatan pangsa pasar untuk produk atau
jasa yang ada di pasar saat ini melalui upaya-upaya pemasaran yang lebih besar.
Sedangkan pengembanagn produk (product development) menurut David (2009)
adalah sebuah strategi yang mengupayakan peningkatan penjualan dengan cara
memperbaiki atau memodifikasi produk atau jasa yang ada saat ini.

Skor Total IFE = 2,512


Kuat Rataan Lemah
4,0 3,0 2,0 1,0

Skor Tinggi II III


I
Total 3,0
EFE =
Rataan IV V VI
2,509
2,0
Rendah
VII VIII IX
1,0

Gambar 10. Matriks IE


4.8. Strategi Pengembangan Agroindustri Serat Sabut Kelapa Berkaret.
Berdasarkan analisis SWOT pada Tabel 26 dan posisi pengembangan
agroindustri sebutret di Kabupaten Sambas pada matriks IE (Gambar 10), maka
dapat dirumuskan strategi yang dapat dilakukan untuk mengembangkan usaha serat
sabut kelapa berkaret, yaitu:
a. Melakukan pendataan ulang yang lebih akurat tentang kepemilikan, fungsi
dan tataguna lahan yang ada di kabupaten sambas dengan mengoptimalkan
koordinasi antar instansi yang terkait terutama dari Dinas Perkebunan dan
Kehutanan, Dinas Pertanian, Badan Pertanahan Nasional, Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah dan Kecamatan-kecamatan sampai ke desa-desa, agar
data yang dimiliki menjadi seragam. Hal ini bertujuan agar lahan-lahan
perkebunan karet dan kelapa yang sudah ada dan hutan-hutan yang tersisa
tidak beralih fungsi menjadi lahan perkebunan kelapa sawit yang saat ini
banyak diminati oleh masyarakat agar ketersediaan bahan baku tetap terjaga.
Selain itu juga untuk menghindari adanya kepemilikan ganda dan
memperjelas status kepemilikan pada lokasi tanah yang ada.
b. Melakukan studi kelayakan investasi usaha sebutret dengan terperinci agar
kedepannya industri yang telah dijalankan tidak mengalami masalah. Oleh
karena itu dalam studi tersebut harus memperhatikan beberapa aspek, yaitu
aspek pasar (meliputi permintaan, penawaran, harga, program pemasaran dan
perkiraan penjualan), aspek teknis dan produksi (meliputi skala produksi,
proses produksi, mesin dan fasilitas, perlengkapan, penanganan limbah dan tata
letak), aspek keuangan (meliputi sumber pendanaan, biaya, keuntungan dan
tingkat pengembalian), aspek manajemen (meliputi struktur organisasi dan
tenaga kerja), aspek hukum (meliputi badan hukum, jaminan hukum dan
perizinan) dan aspek sosial ekonomi (meliputi devisa negara dan daerah,
kesempatan kerja, dampak pada industri lain dan dampak pada masyarakat).
c. Memproduksi sebutret yang sesuai dengan keinginan dan citarasa konsumen.
Artinya bahwa sebelum barang-barang yang telah diproduksi dipasarkan,
terlebih dahulu dilakukan segmentasi pasar (market segmentation), targeting
dan positioning. Segmentasi pasar didefinisikan sebagai pembagian pasar
menjadi bagian-bagian konsumen yang berbeda menurut kebutuhan dan
kebiasaan belanja mereka. Targeting adalah suatu tindakan memilih satu atau
lebih segmen pasar yang akan dimasuki. Sedangkan Positioning adalah
penetapan posisi pasar, yang tujuannya adalah untuk membangun dan
mengkomunikasikan keunggulan bersaing yang ada di pasar ke dalam benak
konsumen (David, 2009), sehingga produk yang telah dihasilkan tepat sasaran.
Selain itu, diharapkan produk yang dihasilkan sesuai dengan perkembangan
zaman yang mengedepankan kenyamanan kepada sipemakai produk.
Adapun proses pengolahan serat sabut kelapa berkaret menurut Sinurat
et al (2001) adalah sebagai berikut: Sabut lunak atau sabut keras yang telah
direndam di dalam bak perendaman diolah dengan mesin pemisah untuk
menghasilkan serat. Serat dibersihkan dan dipisahkan dari kotoran, kemudian
dikeringkan dan disimpan dalam bak. Serat hasil pemisahan ini disebut serat
alami, dan produk sebutret yang terbuat dari serat alami disebut sebutret alami.
Serat alami dan produk dari serat yang telah mengalami pengeritingan disebut
sebutret keriting. Proses pengeritingan dilakukan dengan memintal serat
terlebih dahulu menggunakan mesin pemintal. Hasil pemintalan serat digulung
pada beberapa rol penggulung. Selanjutnya, rol-rol penggulung tersebut
dipindahkan dan ditempatkan secara bertingkat pada rak rol penggulung.
Dengan menarik ujung-ujung pintalan serat dari rol-rol penggulung, kemudian
menggabungkan dan memuntirnya dengan alat pembuat tali dan akan terbentuk
tali atau tambang yang terdiri atas beberapa pintalan serat. Selanjutnya,
tumpukan tali direndam dalam uap air mendidih selama 15-20 menit, lalu
dipindahkan dan diperam atau dikeringkan pada suhu ruangan paling sedikit
selama 14 hari di dalam bak pemeraman. Tali hasil pemeraman dibuka dan
diurai lagi dengan menggunakan tangan (secara manual) dan diperoleh serat
yang telah berubah menjadi serat keriting permanen. Sebelum proses
pencetakan terlebuh dahulu yang dilakukan adalah membuat kompon lateks.
Pembuatan kompon lateks tersebut dapat dilakukan selama proses pemeraman
tali. Lateks kebun diolah dengan menggunakan mesin sentrifusi untuk
menghasilkan kompon lateks pekat pendadihan. Bahan kimia yang berfase
serbuk padat ditimbang dan diolah di dalam mesin ball mill dan mengubahnya
menjadi bahan dispersi. Selanjutnya lateks pekat dan bahan dispersi dicampur
dengan menggunakan mixer dan diperam selam 72 jam untuk menghasilkan
kompon lateks. Setelah itu serat alami atau serat keriting ditaburkan dan dicetak
dengan ketebalan yang seragam antara 2-4 cm untuk membentuk sheet tipis.
Kompon lateks yang telah dipersiapkan disemprot dengan menggunakan alat
penyemprot pada kedua permukaan sheet yaitu bagian atas dan bawah, dan
diharapkan agar kabut kompon dapat menembus dan membasahi seluruh bagian
dalam sheet. Sheet basah yang baru disemprot dikeringkan terlebih dahulu pada
suhu ruangan atau ditiup dengan udara menggunakan kipas angin atau dapat
juga di dalam pengering yang bersuhu 400C, sebelum dimasukan ke dalam oven
pemvulkanisasi. Sheet tebal dapat dibentuk dengan cara menumpuk beberapa
sheet tipis yang telah dikeringkan, dengan terlebih dahulu dibubuhi dengan
lapisan perekat dengan menyemprotkan sedikit kompon lateks pada permukaan
sheet yang akan bersinggungan. Tumpukan sheet-sheet tipis ditekan di dalam
cetakan penjepit secara perlahan dengan tangan atau alat tekan guna
merapatkan kedua permukaan yang saling bersinggungan sehingga diperoleh
kerapatan atau ketebalan sheet yang diinginkan. Selanjutnya kedua belah
cetakan, atas dan bawah dikunci atau diikat dengan baut atau kawat pengikat
yang terpasang pada cetakan, lalu cetakan yang berisi sheet tebal dimasukan ke
dalam oven pemvulkanisasi. Proses vulkanisasi berlangsung pada suhu 100 0C
selama 60-90 menit, dengan kecepatan aliran udara panas di dalam oven
vulkanisasi antara 0,125-0,213 m/dt. Sebagai tahap akhir pengolahan, sisi
pinggir produk hasil vulkanisasi dipotong atau diratakan dengan menggunakan
alat pemotong sebutret dan produk akhir dibungkus dan disimpan di dalam
gudang.
Hasil dari produk yang telah dibuat pastinya tidak akan luput dari
permasalahan. Ada beberapa faktor menurut Sinurat et al (2001) yang
berpengaruh dalam proses pembuatan sebutret tersebut, antara lain:
a) Tingkat kekeringan pada sabut, karena sabut yang terlalu kering akan
menyulitkan dalam proses pemisahan serat.
b) Besar kecilnya diameter gulungan pintalan pada rol penggulung, karena
makin besar diameter rol penggulung makin cepat penarikan tali dari corong
pemuntir yang mengakibatkan pintalan menjadi mudah terputus. Diameter
gulungan pintalan yang disarankan tidak melebihi dari 100 mm.
c) Penggunaan jenis serat, apakah serat alami atau tanpa pengeritingan ataupun
serat keriting, sehingga untuk pembuatan sebutret yang relatif tebal
hendaknya menggunakan serat keriting karena serat keriting mempunyai
kepegasan yang lebih baik dibandingkan dengan serat alami.
d) Penggunaan jenis pengolahan kompon lateks, karena lateks yang dihasilkan
dengan metode pusingan memiliki tingkat pampatan yang lebih tinggi
dibandingkan dengan lateks dadih.
e) Jumlah kompon lateks yang disemprotkan.
f) Proses penekanan pada tumpukan sheet, karena kurangnya penekanan pada
sheet akan berpengaruh pada tingkat kerapatannya sehingga menyebabkan
besarnya rongga di dalam produk.
g) Tingkat kepegasan akan berkurang apabila produk terkena air dan berada
dalam ruangan yang lembab. Kepegasan produk akan kembali normal
apabila dipindahkan ke dalam ruangan yang kering. Hal ini terjadi karena
serat-serat yang telah diselubungi oleh lapisan karet menjadi agak kaku dan
cendrung kembali keposisi awal.
h) Alat penyemprot yang digunakan, karena kompon lateks dadih yang bersifat
cendrung menggumpal sehingga proses penyemprotan akan terhenti yang
disebabkan oleh terjadinya penyumbatan di dalam saluran nozle injektor
jika kompresor tidak mampu memompakan udara dalam jumlah yang
cukup. Oleh karena itu disarankan untuk menggunakan kompresor yang
bertenaga 3-4 Hp atau sekitar 0,75 Hp. Contoh bentuk produk sebutret dari
serat alami dapat dilihat pada Gambar 11.
Gambar 11. Produk sebutret dari serat alami (BPTK Bogor)
d. Melakukan kegiatan persiapan sumber daya manusia, sumber daya alam,
infrastruktur dan sumber pendanaan. Peningkatan dan pengembangan sumber
daya manusia dapat dilakukan dengan mengadakan pembinaan dan pelatihan
dalam pengolahan produk sebutret dari instansi yang terkait seperti Dinas
Koperasi, UMKM, Perindustrian dan perdagangan melalui Balai Latihan Kerja
(BLK) ataupun dengan mengadakan kerjasama dengan institusi atau lembaga-
lembaga yang berkompeten dibidang pengolahan sebutret. Adapun tujuannya
adalah dapat memberikan pengetahuan dalam proses pembuatan sebutret dan
meningkatkan pengelolaan usaha yang berupa peningkatan produk yang akan
dihasilkan, manajemen produksi dan tenaga kerja, administrasi dan keuangan,
pemasaran produk, serta tentang pemeliharaan mesin dan peralatan produksi.
Kegiatan pembinaan tersebut dapat dilakukan dengan melakukan pelatihan,
seminar, diskusi maupun dengan melakukan studi banding ke tempat-tempat
yang telah memproduksi produk yang sama agar produk yang dihasilkan
memiliki daya saing tinggi. Hasil dari pelatihan dan pembinaan tersebut
diharapkan akan menciptakan tenaga kerja yang terampil dan bisa diandalkan
dalam manajemen organisasi dan menghasilkan produk yang bermutu dan
mampu bersaing dengan produk-produk sejenis yang berbahan baku dari
sintetis baik ditingkat lokal, nasional maupun internasional.
Persediaan sumber daya alam diarahkan untuk pengembangan industri
hulu agar ketersediaan bahan baku tetap untuk industri pengolahan sebutret
tetap terjaga keberlanjutannya dengan meningkatkan produktifitas kerja petani
karet dan kelapa. Selain meningkatkan produktifitas kerja petani, hal-hal yang
penting untuk dipertimbangkan adalah dalam pengumpulan bahan baku
tersebut. Proses pengumpulan bahan baku, khusus untuk komoditas kelapa
dapat dilakukan dengan membeli langsung kepada petani melalui kelompok
tani, pedagang pengumpul kelapa ataupun ke industri kopra atau pengolahan
minyak kelapa yang ada di daerah yang bersangkutan. Sedangkan proses
pengumpulan lateks karet melalui kelompok tani yang ada ataupun mendatangi
langsung kepetani karet, jika ingin mendapatkan lateks karet dan bukan
kepedagang pengumpul karet karena pedagang pengumpul hanya membeli
produk dalam bentuk bokar dan sheet-sheet tipis yang telah melalui proses
penggilingan manual.
Selain itu, hal-hal yang perlu dilakukan adalah meningkatkan kegiatan
pembangunan infrastruktur yang berupa jalan karena dari total 842,15 km jalan
yang ada sekitar 64,52 % jalan yang masih berbentuk jalan tanah dan berkerikil.
Pembangunan jembatan yang menghubungkan antara kecamatan Tekarang
dengan Perigi Piyai di Kecamatan Tebas dan jembatan yang merupakan akses
dari ibu kota Kecamatan Teluk Keramat dengan ibu kota Kabupaten yaitu
antara Teluk Keramat dengan Tanjung Harapan. Penyediaan tenaga listrik yang
masih terjadi pemadaman bergilir disemua wilayah Kabupaten Sambas dan
jaringan telekomunikasi yang masih belum terjangkau dan masih belum dapat
dinikmati oleh semua masyarakat Kabupaten Sambas sebagai faktor penunjang
untuk akses pembangunan industri pengolahan serat sabut kelapa berkaret di
daerah-daerah yang menjadi sentra produksi karet dan kelapa. Agar
pengembangan agroindustri sebutret dapat berjalan diperlukan sumber
pendanaan. Pendanaan adalah suatu indikator penting dalam mendeteksi apakah
suatu usaha dapat dijalankan atau tidak. Usaha tersebut dapat didanai baik
dengan modal sendiri, modal asing, ataupun gabungan keduanya, akan dapat
mencapai keuntungan yang ekonomis. Bagaimana struktur modal tersebut
disusun agar dapat meminimumkan biaya modal (cost of capital), sehingga
akan optimal penggunaannya. Sumber dana yang didapat dari modal asing
yaitu: sumber dana yang didapatkan dari luar perusahaan (kreditur) yang tidak
ikut memiliki perusahaan tersebut seperti bank, perusahaan asing, dan lain
sebagainya. Sumber dana dari modal asing biasanya berwujud hutang, baik
hutang jangka panjang, maupun hutang jangka pendek. Sumber dana dari
internal perusahaan yang akan melakukan aktivitas usaha. Sumber dana ini
disebut juga sebagai sumber dana modal sendiri. Sumber dana modal sendiri
biasanya berwujud modal saham. Jika usaha pengembangan sebutret tersebut
dijalankan dalam bentuk koperasi maka modal koperasi diperoleh dari
simpanan pokok, wajib dan sukarela dari anggota.
e. Membangun industri pengolahan sebutret yang berbasis kerakyatan dalam
rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan petani dan peningkatan
ekonomi daerah, baik melalui pendirian Koperasi, BUMD, maupun dengan
melakukan kerjasama (mitra) dengan pihak swasta.
Kemitraan yang dilakukan dengan pihak swasta diharapkan akan
menciptakan:
a) Saling memerlukan dalam arti perusahaan mitra memerlukan pasokan bahan
baku dan kelompok mitra memerlukan penampungan hasil dan bimbingan.
b) Saling memperkuat dalam arti baik kelompok mitra maupun perusahaan
mitra sama-sama memperkuat kedudukan masing-masing dalam
meningkatkan daya saing usahanya.
c) Saling menguntungkan, yaitu kelompok mitra maupun perusahaan mitra
memperoleh peningkatan pendapatan dan kesinambungan usaha.
Adapun bentuk kerjasama atau kemitraan dapat dilakukan dengan
berbagai pola kerjasama, antara lain:
a) Pola Sub-kontrak, pola ini merupakan hubungan kemitraan yang dilakukan
antara kelompok mitra dengan perusahaan mitra, yang di dalamnya
kelompok mitra memproduksi barang-barang yang diperlukan oleh
perusahaan mitra sebagai bagian dari produksinya.
b) Pola Dagang umum, pola ini merupakan hubungan kemitraan yang
dilakukan antara kelompok mitra dengan perusahaan mitra, yang di
dalamnya perusahaan mitra memasarkan hasil produksi kelompok mitra
atau kelompok mitra memasok kebutuhan yang diperlukan oleh perusahaan
mitra.
c) Pola Keagenan, pola ini merupakan hubungan kemitraan yang di dalamnya
kelompok mitra diberi hak khusus untuk memasarkan barang dan jasa
perusahaan mitra.
d) Pola Kerjasama Operasional Agribisnis (KOA), pola ini merupakan
hubungan kemitraan yang di dalamnya kelompok mitra menyediakan lahan,
sarana dan tenaga, sedangkan perusahaan mitra menyediakan biaya atau
modal dan/atau sarana untuk mengusahakan atau membudidayakan
komoditas kelapa dan karet.
Tabel 29. Alternatif lokasi pembangunan agroindustri sebutret berdasarkan
keunggulan dan kelemahan dari masing-masing daerah
Kecamatan Keunggulan Kelemahan
- Memiliki luas lahan karet - Tidak memiliki lahan
terbesar. perkebunan kelapa.
- Memiliki jumlah penduduk - Akses transportasi ke jalan
Teluk Keramat kedua terbesar. utama kabupaten kurang
- Berbatasan langsung dengan mendukung karena harus
kecamatan penghasil kelapa menggunakan kapal
terbesar di kab. Sambas. penyeberangan sungai
Sambas besar.
- Memilliki luas lahan kelapa - Lahan perkebunan karet
terbesar. yang ada masih belum
- Berbatasan langsung dengan berproduksi.
Jawai kecamatan penghasil karet - Akses transportasi ke jalan
terbesar di kab. Sambas. utama kabupaten kurang
mendukung karena harus
menggunakan kapal
penyeberangan sungai
Sambas besar.
-. Memiliki jumlah penduduk - Luas perkebunan karet
terbesar. hanya menempati urutan ke
- Memiliki akses transportasi 13 terbesar dari 19 kec.
yang strategis karena dilewati yang ada di kab. Sambas.
oleh jalan utama yang - Luas perkebunan kelapa
Tebas menghubungkan ibukota hanya menempati urutan ke
provinsi dengan ibukota kab. 10 terbesar terbesar dari 19
Sambas. kec. yang ada di kab.
- Dekat dengan pelabuhan laut Sambas.
Sintete yang dimiliki oleh kab.
Sambas.

Susunan organisasi dalam suatu usaha disesuaikan dengan kebutuhan,


karena susunan organisasi dalam setiap perusahaan akan berbeda yang
didasarkan pada besar kecilnya usaha yang dijalankan. Jika usaha tersebut
dalam bentuk koperasi, secara umum bentuk organisasinya meliputi Rapat
Anggota Tahunan (RAT), pembina, pengurus, pengawas, unit usaha dan
anggota. Sedangkan bentuk organisasi dalam badan usaha atau perusahaan
secara umum meliputi direktur/ketua, sekretaris, bendahara, divisi pengolahan,
divisi pengendalian mutu, divisi pengadaan bahan baku dan divisi pemasaran.
Dimana setiap divisi-divisi tersebut memiliki staf atau karyawan yang
menjalankan tugasnya masing-masing yang jumlahnya disesuaikan dengan
kebutuhan masing-masing divisi.

Gambar 12. Peta administrasi Kabupaten Sambas


Berdasarkan pada ketersedian bahan baku, jumlah tenaga kerja dan
kemudahan akses transportasi, menurut analisis dari peneliti ada beberapa
alternatif lokasi yang cocok untuk dijadikan sebagai tempat pembangunan
agroindustri serat sabut kelapa berkaret yang didasarkan pada keunggulan dan
kelemahan dari masing-masing daerah kecamatan tersebut. Adapun yang
menjadi keunggulan dan kelemahannya adalah seperti yang tercantum dalam
Tabel 29. Mengenai letak kecamatan yang akan direkomendasikan sebagai
alternatif untuk menjadi lokasi berdirinya usaha agroindustri dapat dilihat pada
Gambar 12.
f. Melakukan kerjasama dengan lembaga-lembaga yang berkompeten dalam
bidang pengolahan sebutret seperti dengan Balai peneltian Teknologi Karet
Bogor (BPTK Bogor) ataupun dengan pengusaha sebutret yang ada di Cilacap
dan lain-lain dalam rangka proses alih teknologi. Kerjasama yang dilakukan
tersebut dapat dalam bentuk penelitian dan pengembangan lebih lanjut tentang
proses pengolahan sebutret agar tercipta produk yang berkualitas dengan
memodifikasi bentuk dan jenis produk (diversifikasi produk) sehingga tercapai
tujuan untuk meningkatkan nilai tambah dengan harga yang terjangkau oleh
masyarakat menengah ke bawah sehingga mampu bersaing baik dalam negeri
maupun luar negeri dan dapat bersaing dengan produk rumah tangga yang
berbahan baku dari sintetis.
g. Menyediakan peralatan dan mesin proses produksi untuk menghasilkan
produk sebutret. Adapun peralatan dan mesin yang digunakan dalam proses
tersebut (Sinurat et al, 2001) antara lain seperti:
a) Bak perendam yang berfungsi untuk merendam sabut kering.
b) Mesin pemisah serat yang berfungsi untuk memisahkan antara serat halus
dan serat kasar.
Menurut Sinurat (2000) mesin pemisah serat sabut kelapa terdiri
dari dua unit utama, yaitu unit penggilas dan unit pemisah (seperti pada
Gambar 13). Adapun cara kerja mesin pemisah serat sabut kelapa adalah
motor listrik penggerak (1) (Gambar 13a.) berfungsi untuk menggerakkan
poros rotor unit pemisah (2) dengan V-belt, dan poros rotor menggerakkan
poros unit penggilas (3) dengan V-belt dan gigi-gigi pengubah (reducing
gear). Unit penggilas yang terdiri dari dua buah rol berfungsi untuk
menekan, menggeser dan memecahkan gabus pengikat serat sabut kelapa.
Unti pemisah (2) terdiri atas stator dan rotor. Sabut yang telah digilas
dalam unit penggilas jatuh dan diumpankan ke dalam unit pemisah melalui
saluran pengumpan (7). Selanjutnya di dalam stator (1) pada Gambar 13a.
sabut akan dibanting, digeser, dicabik dan diceraiberaikan oleh sudu-sudu
rotor yang terdiri atas sudu-sudu pemukul (6) dan pemindah (7). Stator (1)
dilengkapi dengan sudu-sudu penyangga (5) yang berfungsi sebagai
penahan sabut. Serat yang terpisah dikeluarkan melalui saluran serat (6)
pada Gambar 13b. sedangkan gabus dan serat-serat pendek dikeluarkan
melaui saluran gabus (5). Mesin akan digerakkan oleh motor listrik yang
bertenaga 5 Hp (horsepower) dengan putaran 1440 rpm (rotasi permenit)
dapat menghasilkan serat panjang dan sedang sebanyak 35,3%, 6,9% serat
pendek, 49% gabus (debu sabut kelapa) dan 16,8% bagian yang hilang.
Gambar tentang alat pemisah serat dapat dilihat pada Gambar 13a dan
Gambar 13b.
Keterangan:
1. Motor 5.Saluran gabus
2. Unit pemisah 6. Saluran serat
3. Unit penggilas 7. Hopper
4. Kerangka

Gambar 13a. Mesin pemisah serat sabut kelapa (tampak depan)


(Sinurat, 2000)

Gambar 13b. Mesin pemisah serat sabut kelapa (tampak samping kanan)
(Sinurat, 2000)
c) Mesin pemintal yang berfungsi untuk pemintalan serat.
Menurut Sinurat (2000) mesin pemintal serat terdiri dari empat unit
utama, yaitu motor listrik (1), corong pemuntir (8), rangka pemutar (9),
dan rol penggulung (13) seperti pada Gambar 15. Adapun cara kerja dari
mesin pemintal serat sabut kelapa adalah mesin pemintal serat digerakkan
oleh motor listrik yang bertenaga 1 Hp dengan laju putaran 1470 rpm.
Motor listrik (1) menggerakkan poros pulley (3) dan pulley (6) dengan
transmisi B-velt atau pulley (2), selanjutnya dengan transmisi atau pulley
(6) menggerakkan poros (7) yang juga sebagai poros roda gigi penggerak
kedua corong pemuntir (8). Demikian juga dengan pulley (3) yang
menggerakkan poros (4) berfungsi sebagai poros penggerak rangka
pemutar (9). Rangka pemutar (9) menggerakkan poros (10), dan
selanjutnya menggerakkan rol penggulung (13) dengan transmisi roda-
roda gigi (11) dan roda friksi (12). Serat yang akan dipintal akan ditumpuk
di atas pengumpan (14). Serat-serat tersebut dimasukan secara manual
melalui lobang pengumpan ke dalam corong pemuntir (8). Serat yang telah
dipuntir oleh corong pemuntir (8) dimasukan lagi ke dalam corong tetap
hingga ke lobang poros berongga (10) dan selanjutnya dipuntir dan ditekan
(dilemaskan) lagi oleh rol pemuntir. Pintalan serat yangkeluar dari roll
pemuntir digulung oleh rol penggulung (13). Setelah rol penggulung (13)
terisi penuh, pintalan serat akan dipindahkan atau digulung pada rol yang
lain dan akan dimanfaatkan sebagai bahan untuk pembuatan tali dengan
cara menggabungkan beberapa pintalan serat. Hasil dari pemintalan
dengan tenaga 1 Hp dengan laju putaran 1470 rpm dapat menghasilkan
109,86 m/jam. Gambar tentang alat pemintal serat dapat dilihat pada
Gambar 14 berikut ini:

Tampak atas
Tampak depan

Keterangan:
1. Motor
2. Pulley
3. Pulley
4. Poros
5. Poros
6. Pulley
7. Poros
8. Corong pemuntir
9. Rangka pemutar
10. Poros
11. Roda gigi
12. Roda friksi
13. Roll penggulung
14. Pengumpan
Tampak kanan 15. Rangka mesin

Gambar 14. Alat pemintal serat (Sinurat, 2000)


d) Alat pemintal tali.
Alat pemintal ini berfungsi untuk membentuk tali dengan
menggabungkan 2-4 pintalan serat. Alat ini terdiri dari dua unit utama,
yaitu rak dan palang pemutar. Rak berfungsi sebagai dudukan rol-rol
penggulung, dan palang berputar yang dilengkapi dengan tiga buah roda
dan dapat bergerak maju mundur yang berfungsi untuk menggabungkan
dan memuntir pintalan serat hingga terbentuk tali dengan 2-4 lilitan
pintalan serat. Gambar tentang alat pemintal tali dapat dilihat pada
Gambar 15.
Keterangan:
1. Roll 4. Palang pemutar
2. Pintalan 5. Pegangan
3. Tali 6. roda

Gambar 15. Alat pemintal tali (Sinurat, 2000)


e) Pelengkapan pemeraman seperti kompor, bak pemanas dan bak
pemeraman yang berfungsi untuk pemeraman tali.
Perlengkapan pemeraman tali berfungsi sebagai tempat memeram
tali setelah mengalami penguapan atau perebusan di dalam air mendidih
selama 15-20 menit. Perlengkapan pemeraman tali terdiri dari tiga unit
utama, yaitu kompor minyak tanah, tangki/bak pemanas air dan tangki/bak
pemeraman tali. Kompor minyak tanah berfungsi untuk memanaskan bak
pemanas, tangki pemanas berfungsi sebagai tempat untuk mendidihkan air
dan bak pemeraman berfungsi sebagai tempat untuk memeram dan
mengeringkan pada suhu kamar tumpukan tali yang sudah diuapi dengan
air mendidih. Perlengkapan pemeraman dapat dilihat pada Gambar 16.

Gambar 16. Perlengkapan pemeraman (Sinurat, 2000)


f) Alat pencetak.
Alat pencetak berfungsi untuk mencetak serat keriting dengan
ketebalan awal yang seragam sekitar 2-4 cm untuk membentuk sheet-sheet
tipis yang akan disemprot dengan kompon lateks. Alat ini terdiri dari dua
bagian, yaitu bagian atas dan bagian bawah yang terbuat dari kawat kasa
atau pelat berlobang-lobang. Peralatan pencetak dapat dilihat pada Gambar
17 berikut in:

Kawat kasa Pelat berlubang

Gambar 17. Peralatan pencetak (Sinurat, 2000)


g) Alat pembuat kompon lateks.
Bahan-bahan kimia yang digunakan adalah seperti lateks dadih,
larutan borax-kasein, disperse belerang, larutan kalium hidroksida,
disperse dietil-ditiokarbamat seng, disperse oksida seng, disperse 2,6
Ditertier buti-4 methil phenol, disperse merkapto-benzotiazole seng,
larutan emulfin serta air pengencer bila diperlukan, dan alat pengolah
kompon lateks seperti mesin sentrifusi, perlengkapan pendadihan (drum
plastik), mesin ball-mill, mixer dan bak pemeraman. Pendadihan tersbut
merupakan suatu proses pemisahan antara lateks air menjadi lateks
berkadar karet kering (KKK) 60%. Adapun proses pembuatan kompon
lateks menurut Sinurat et al (2001) adalah dengan cara lateks diolah
dengan menggunakan mesin setrifugasi untuk menghasilkan lateks pekat
pusingan dan menggunakan perlengkapan pendadihan atau drum plastik
untuk menghasilkan lateks pekat pendadihan. Bahan kimia berfase serbuk
padat ditimbang dan diolah dalam mesin ball mill dan mengubahnya
menjadi bahan dispersi. Selanjutnya lateks pekat dan bahan disperse
dicampur dengan menggunakan mixer dan diperam selama 72 jam untuk
menghasilkan kompon lateks. Formulasi kompon untuk pembuatan
sebutret menurut Martini (2007), yaitu sebagai pada Tabel 30.
Tabel 30. Formulasi kompon untuk pembuatan sebutret
Jumlah (w/w) gram
Bahan
Lateks dadih (A) Lateks sentrifusi (B)
Lateks pekat, KKK 60% 167 167
Kalium laurat, larutan 20% 4 4
Kalium hidroksida, larutan 10% 3 3
Dispersi ZDEC 50% 3 3
Dispersi ZMBT 50% 2 2
Dispersi ZnO 50% 10 10
BHT, dispersi 50% 2 2
Sulfur, dispersi 50% 5 5
Sumber: Martini, 2007
Menurut Maspanger dkk (2001) proses pengolahan lateks dadih
dibuat berdasarkan prosedur yang telah dilalukan oleh Simowibowo
(1988b) dan Handoko (1998) yaitu dari lateks kebun dengan penambahan
bahan pengawet larutan amoniak dan bahan pendadih Na-CMC (natrium
karboksil metal selulosa lateks kebun di dalam sebuah drum plastik.
Dengan operasi secara batch selama masa pemeraman 12-18 hari.
Selanjutnya dilakukan pormulasi kompon lateks dengan komposisi terdiri
dari lateks dadih, bahan pemvulkanisasi (belerang) bahan pencepat (ZDC
dan MBT), bahan pemutih dan bahan pendispersi. Kompon didispersikan
dengan gilingan peluru, selanjutnya dikocok dengan berbagai kecepatan
(100-150 rpm). Hasil kocokan divulkanisasi dengan uap air pada rentang
suhu 80-100 0C, dan terakhir dikeringkan pada suhu 40-60 0C.
Sarana yang digunakan dalam proses pendadihan menurut
Maspanger et al (2001), yaitu alat dibuat dari drum plastik yang
dilengkapi dengan pengaduk manual, tabung gelas untuk pengontrol
pemisahan fasa serum dan lateks, keran pemasukan lateks kebun, keran
pengeluaran serum, keran pengeluaran lateks dadih dan tangki atau bak
penampung lateks dadih. Sedangkan gilingan yang digunakan untuk
mendispresi kompon adalah alat berupa gilingan peluru (ball-mill) yang
terbuat dari guci porcelain, berisi bola-bola porcelain yang akan
menggerus bahan-bahan kimia kompon, menghasilkan campuran dispersi.
Proses dispersi ini memerlukan waktu selama 3-4 jam, untuk memutar
ball-mill digunakan motor listrik dengan kekuatan ½ Hp. Adapun alat
yang digunakan sebagai pengocok (mixer) dalam pembuatan kompon
karet adalah daun pengocok (blade) yang telah dirancang berbentuk bola
dunia yang tersusun dari barisan kawat-kawat membujur untuk
menghasilkan gelembung-gelembung mikro. Proses pengocokan harus
dalam keadaan stabil yang digerakkan dengan electromotor 1 Hp di dalam
bejana penampung lateks yang berputar sekitar 20-30 rpm, sedangkan
putaran spiral pengocok 200-250 rpm yang berlangsung selama 1 jam.
Gambar peralatan pembuatan lateks dadih dapat dilihat pada Gambar 18.

Gambar 18. Tangki pendadihan lateks (Maspanger et al, 2001)


h) Alat penyemprot.
Alat yang digunakan terdiri dari unit-unit injector (kompresor),
dudukan injektor dan meja yang berfungsi untuk penyemprotan kompon
lateks dan pembubuhan perekat pada sheet serat di dalam pencetak. Alat
penyemprot kompon lateks dapat dilihat pada Gambar 19.
Keterangan:
1. Pegangan
2. Kerangka
3. Distributor kompon
4. Distributor udara
5. Injektor
6. Pengatur
7. Pembawa
8. Roda

Gambar 19. Alat penyemprot kompon lateks (Sinurat et al, 2001)


i) Alat kempa manual dan baut penjepit yang berfungsi untuk pengempaan
pada tumpukan sheet yang telah disusun. Adapun pengempaan tersebut
adalah dengan cara menumpukan sheet-sheet tipis dan ditekan di dalam
cetakan penjepit secara perlahan dengan tangan atau alat tekan guna
merapatkan permukaan sheet yang saling bersinggungan hingga diperoleh
kerapatan atau ketebalan sheet yang diinginkan. Selanjutnya cetakan-
cetakan tersebut dikunci atau diikat dengan baut atau kawat pengikat yang
terpasang pada cetakan, lalu cetakan yang berisi sheet tebal di masukan ke
dalam oven pemvulkanisasi.
j) Alat pemvulkanisasi seperti alat pengering (oven pengering) yang
berfungsi untuk pengeringan produk.
Menurut Sinurat (2000) oven pemvulkanisasi terdiri atas empat
unit utama, yaitu tungku atau ruang pembakaran (9), heat exchanger (7),
kamar vulkanisasi (3) dan sistem sirkulasi udara panas (12) seperti pada
Gambar 20. Proses pemvulkanisasi dilakukan pada suhu 100-1100C
selama 60-75 menit, dengan kecepatan aliran udara panas dalam oven
vulkanisasi antara 0,125-0,213 m/dt. Adapun sistem kerja dari masing-
masing unit tersebut adalah:
(a) Sistem pembakaran.
Ketika membuka pintu ruang pembakaran (5), bahan bakar
(kayu bakar) dapat dimasukan secara manual ke dalam ruang
pembakaran (9). Selama proses pembakaran pintu (5) dalam keadaan
terbuka dan udara akan mengalir secara alami ke dalam ruang
pembakaran melalui pintu (5). Gas hasil pembakaran (asap panas)
yang terjadi dalam ruang pemabakaran (9) mengalir berturut-turut
melalui kotak api (13) dan keluar melalui cerobong asap (6). Selama
pengaliran gas hasil pemabakaran, dinding ruang pembakaran (9),
dinding kotak api (13), dinding pipa-pipa heat exchanger (7), serta
dinding cerobong asap mengalami pemanasan. Panas yang terkandung
di dalam dinding-dinding selanjutnya dipindahkan secara konduksi,
konveksi dan radiasi ke lingkungan atau udara sekitarnya. Pemberian
kayu bakar ke dalam ruang pembakaran (9) selalu dilakukan secara
bertahap atau sedikit demi sedikit agar kenaikan suhu udara di dalam
kamar vulkanisasi (3) berlangsung secara berangsur-angsur.
(b) Sistem aliran udara panas.
Jika pintu (4) dibuka udara segar dapat mengalir secara alami
ke dalam ruang udara (8) dan menerima panas dari dinding-dinding
ruang pembakaran (9) dan kotak api (13). Selanjutnya udara tersebut
akan mengalir dan akan dipanasi lagi di dalam celah-celah pipa-pipa
heat exchanger (7) hingga suhunya cukup tinggi pada saat masuk ke
dalam kamar vulkanisasi (3). Di dalam kamar (3) udara panas akan
mengeringkan dan memvulkanisasi serat sabut kelapa berkaret,
sedangkan udara bekas yang masih panas akan keluar dari kamar
vulkanisasi melalui cerobong udara.
(c) Sistem sirkulasi udara bekas.
Ketika menghidupkan motor listrik (1) untuk menggerakkan
kipas angin (2), maka udara bekas yang masih bersuhu tinggi di dalam
kamar vulkanisasi (3) akan dihisap dan disirkulasikan melalui pipa-
pipa (12) dan akan mengalir menuju saluran (14) hingga ke ruang
udara (8). Sirkulasi udara bekas ini akan menyerap panas dari dinding-
dinding kotak api (13) dan dinding ruang pemabakaran (9), sert akan
memanasi udara segar di dalam ruang (8). Dengan memenafaatkan
udara segar tersebut, suhu udara yang masuk ke dalam kamar
vulkanisasi (3) melalui heat exchanger (7) akan meningkat dan
konsumsi atau pemakaian bahan bakar akan menjadi lebih hemat, serta
beban termal atau panas yang dialami oleh dinding kotak api (14) dan
ruang pembakaran (9) akan menjadi berkurang.
(d) Persiapan vulkanisasi.
Serat sabut kelapa berkaret akan dimasukan ke dalam kamar
vulkanisasi (3) melalui pintu (13) untuk divulkanisasi jika suhu yang
ada pada thermometer yang telah dipasang pada dinding kamar
vulkanisasi (3) telah menunjukan suhu udara panas sekitar 100-110 0C.
sheet-sheet yang akan divulkanisasi diletakkan secara bersusun di atas
empat buah rak bertingkat di dalam kamar vulkanisasi. Setelah serat-
sabut kelapa berkaret berada di dalam kamar vulkanisasi (3), kipas
angin (2) dioperasikan untuk menarik atau menghisap udara bekas dan
zat-zat menguap dari kamar vulkanisasi. Suhu udara di dalam kamar
vulkanisasi dikendalikan dengan mengatur pengumpanan atau
pemberian bahan bakar dan aliran udara melalui pintu (4) dan (11).
Peralatan vulkanisasi dapat dilihat pada Gambar 21.
Keterangan:
1. Motor listrik
2. Kipas angin
3. Kamar vulkanisasi
4. Pintu udara segar
5. Pintu ruang
pembakaran
6. Cerobong asap
7. Pintu kamar vulkanisasi
8. Ruang udara segar
9. Ruang pembakaran
10. Cerobong udara
11. Pintu kamar vulaknisasi
12. Pipa sirkulasi
13. Kotak api
14. Saluran udara sirkulasi
: Arah aliran asap
: Arah aliran udara

Gambar 20. Alat vulkanisasi (Sinurat, 2000)


k) Alat pemotong.
Alat ini berfungsi untuk pemotongan sisi sebelum pengepakan dan
penggudangan pada produk sebutret yang telah dihasilkan. Alat ini terdiri
dari unit-unit pisau pemotong dan meja. Perlatan pemotongan sheet dapat
dilihat pada Gambar 21.

Gambar 21. Alat pemotong sheet (Sinurat, 2000)

Penggunaan alat tersebut menurut Sinurat (2001) bahwa dalam


pengolahan sebutret keriting mampu menghasilkan 1,5 kg/jam dengan empat
buah bantal berukuran panjang 500 mm, lebar 500 mm dan dengan ketebalan
100 mm/jam dengan kerapatan produk 0,06 gram/cm3. Perbandingan berat
antara serat sabut dengan karet kering untuk pembuatan 100 gram sebutret
keriting, yaitu sekitar 50 gram serat dan 50 gram karet kering. Harga bahan
baku (serat dan karet) yang terkandung dalam produk sebutret keriting denga
kompon lateks pusingan, yaiut sekitar Rp 6.750,-/kg atau Rp 40.500,- untuk
pembuatan bantal yang berukuran 100 cm x 100 cm x 10 cm. demikian juga
dengan pengolahan produk dari sebutret alami, dapat menghasilkan sebutret
alami dengan kapasitas empat buah pad/jam, yang berukuran 25 cm x 25 cm x
1 cm. Komposisi bahan baku untuk pembuatan 100 gram sebutret terdir atas
90 gram serat alami dan 10 gram karet kering dengan kerapatan 0,1 gram/cm3 .
Untuk pembuatan pad dengan ukuran 100 cm x 100 cm x 1 cm yang
diperlukan untuk pembuatan sebutret 2 kg dengan harga bahan baku (serat dan
karet dari kompon pusingan) yang terkandung di dalamnya, yaitu sekitar Rp
2.500,- atau Rp 2.750,-/kg. Perbedaan harga untuk kedua jenis produk
tersebut terutama disebabkan oleh perbedaan jumlah karet kering dan jenis
serat yang terkandung di dalam sebutret. Untuk pembuatan bantal diperlukan
sebutret yang mempunyai kepegasan yang baik dengan cara menyelingi serat
dengan lapisan karet dan titik-titik singgung atau perpotongan serat keriting
diharapkan dapat bersatu dan terikat dengan baik agar cukup kuat untuk
menahan beban mekanis. Sedangkan pad yang terbuat dari sebutret alami
biasanya hanya digunakan untuk menahan beban mekanis yang tidak
memerlukan kepegasan namun agak kaku dan nyaman serta dapat meredam
atau menyerap getaran dan bahannya tidak memerlukan jumlah karet yang
banyak.
h. Menyediakan tenaga ahli dibidang pengolahan sebutret dan bisnis agroindustri
sebagai tenaga pendamping di lapangan untuk mengadakan kegiatan tindak
lanjut (follow-up) secara berkelanjutan terhadap kegiatan pelatihan yang telah
dilaksanakan, agar pelatihan tersebut tidak terkesan sia-sia, karena selama ini
industri rumah tangga seperti citrus centre yang memproduksi minuman sirup
jeruk yang ada di Kabupaten Sambas mengalami kesulitan dalam menigkatkan
mutu dan pemasaran produknya sehingga usaha yang dijalankan tidak
mengalami kemajuan. Artinya bahwa penyediaan pendampingan yang
dilakukan tidak hanya dalam proses produksi bahan baku tetapi juga
diharapkan pada industri pengolahan produk khususnya sebutret dan bisnis
produk agroindustri. Karena permasalahan yang ada selama ini khususnya di
Kabupaten Sambas penyediaan pendampingan melalui penyuluh-penyuluh
pertanian hanya terfokus pada bagaimana meningkatkan jumlah produksi
bahan baku, tetapi pendampingan juga dilakukan pada proses pengolahan dan
bisnis agroindustri.
i. Melakukan promosi produk sebutret yang dihasilkan, baik di daerah kabupaten
sambas itu sendiri, daerah Kabupaten/Kota yang ada disekitarnya sampai pada
mancanegara. Khusus untuk di Kabupaten Sambas, pemerintah daerah melalui
Bupati, salah satunya dapat melalukan intervensi kepada jajarannya untuk
menggunakan produk sebutret sebagai oleh-oleh atau buah tangan apabila
mengadakan kegiatan seperti rapat-rapat di pemerintahan, workshop, pelatihan-
pelatihan dan lain-lain. Sedangkan bentuk promosi yang dapat dilakukan untuk
memperkenalkan produk yang telah dihasilkan yaitu dengan seringnya
mengikuti pameran-pameran baik ditingkat lokal, nasional maupun
internasional. Selain itu juga dapat memanfaatkan teknologi informasi yang ada
seperti jaringan internet (melalui media sosial seperti Twitter, Facebook,
Myspace dan Youtube yang saat ini banyak digunakan oleh anak-anak muda di
dunia), televisi, radio dan lain-lain. Bentuk-bentuk promosi yang akan
digunakan pastinya akan disesuaikan dengan target pasar yang akan dituju.
Bentuk promosi lain yang juga dapat digunakan adalah dengan melakukan
relasi bisnis dengan toko-toko atau tempat-tempat penjualan lainnya seperti
tenaga pengecer atau penjualan dari rumah ke rumah, kois-kios penjualan
barang-barang kebutuhan rumah tangga dengan sistem bagi hasil ataupun
pengusaha menjual langsung produk sebutret kepada toko-toko pengecer, dan
kios-kios penjualan.
6. SIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan
1. Faktor yang menjadi kekuatan utama, yaitu tersedianya pasar produk sebutret
dengan jumlah nilai sebesar 0,32, sedangkan faktor kelemahan terbesarnya
terletak pada produk masih belum dikenal oleh masyarakat dengan nilai 0,089.
Faktor yang menjadi peluang terbesar, adalah teknologi pembuatan sebutret
sudah ada dengan nilai 0,286, sedangkan faktor ancaman terbesarnya terletak
pada pemerintah belum konsisten dalam mengaplikasikan kebijakan dengan
nilai 0,089. Implikasi secara teknisnya berpengaruh terhadap manajemen
organsisasi seperti dalam perencanaan, pengendalian, pengelolaan keuangan,
pemasaran dan rendahnya kreatifitas untuk mengembangkan produk. Secara
non-teknis berpengaruh pada peningkatan pendapatan petani kelapa dengan
menjual sabutnya dan akan menciptakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat
serta akan mengurangi pengangguran dan akan meningkatkan nilai tambah
pada produk, sehingga kebijakan-kebijakan untuk pengembangan agroindustri
harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
2. Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa strategi yang
tepat untuk pengembangan agroindustri sebutret di Kabupaten Sambas ada
sembilan strategi yaitu: (1) Melakukan pendataan ulang tentang kepemilikan,
fungsi dan tataguna lahan. (2) Melakukan studi kelayakan investasi usaha
sebutret. (3) Memproduksi barang sebutret yang sesuai dengan citarasa
konsumen dengan melakukan segmentasi pasar, targeting dan positioning. (4)
Melakukan kegiatan persiapan sumber daya manusia, sumber daya alam,
infrastruktur dan sumber pendanaan. (5) Membangun industri pengolahan
sebutret yang berbasis kerakyatan. (6) Melakukan kerjasama dengan lembaga
yang berkompeten dalam bidang pengolahan sebutret dalam proses alih
teknologi dan penelitian lebih lanjut tentang proses pengolahan sebutret. (7)
Menyediakan peralatan dan mesin proses produksi untuk menghasilkan
produk sebutret. (8) Menyediakan tenaga ahli dibidang pengolahan sebutret
dan bisnis agroindustri. Melakukan promosi produk sebutret. (9) Strategi yang
telah disebutkan di atas merupakan hasil dari analisis pada faktor internal dan
eksternal.
6.2. Saran
1. Diperlukan penelitian lebih lanjut lagi tentang teknologi proses pegolahan
sebutret agar dapat menghasilkan produk yang lebih berkualitas dengan biaya
produksi yang rendah sehingga harganya dapat bersaing dengan produk-
produk sejenis yang berbahan baku dari sintetis, terjangkau oleh kalangan
masyarakat menengah kebawah dan dapat diimplementasikan dalam industri
yang berskala kecil atau berskala rumah tangga.
2. Diperlukan penelitian tentang penanggulangan berbagai resiko pertanian
khususnya komoditas karet dan kelapa, seperti: resiko produksi yang
disebabkan oleh iklim, hama dan penyakit dan bencana alam; resiko pasar dan
pemasaran yang disebabkan oleh harga input dan output yang berfluktuasi;
resiko manusia yang disebabkan adanya pencurian, kecelakaan dan tenaga
kerja yang sakit; resiko institusional disebabkan oleh kebijakan-kebijakan
yang dibuat oleh pemerintah dalam hal konsistensi dalam penerapan
kebijakan; dan resiko keuangan/finansial yang disebabkan oleh permodalan,
agar resiko-resiko yang menghambat untuk penyediaan bahan baku dalam
pengembangan agroindustri sebutret dapat diminimalkan.
DAFTAR PUSTAKA

Abednego, J. G. 1990. Pembuatan Kompon Karet. Balai Penelitian Teknologi


Karet Bogor. Bogor.

Andoko A dan Heru SD. 2005. Petunjuk Lengkap Budidaya Karet. PT.
Agromedia Pustaka. Jakarta.

Anonim, 2005. Pohon Serba Guna. www.e-smartschool.com.

Anwar C. 2001. Budidaya Karet. Pusat Penelitian Karet. Medan.

Awang SA. 1991. Kelapa, Kajian Sosial Ekonomi. Aditya Media. Yogyakarta.

BPS Sambas. 2010. Sambas Dalam Angka. Pemda Sambas.

BPS Kalimantan Barat. 2011. Kalimantan Barat Dalam Angka. Pemda Provinsi
Kalimantan barat.

Balai Penelitian Teknologi Karet. 2003. Jok Sebutret, Produk Alternatif yang
Prosfektif. Pemda Kota Bogor.

Bantacut T. 2002. Laporan Akhir Studi Kelayakan Penetapan, Perancangan dan


Pendidikan serta Pengembangan Agroindustri Komoditas Unggulan
Kabupaten Ngada. Kerjasama Tim Agroindustri Fakultas Teknologi Industri
Pertanian IPB Bogor dan Disperindag Kabupaten Ngada NTT.

Bhuana KS. 1990. Teori Vulkanisasi Karet. Pusat Penelitian Perkebunan. Bogor.
Di dalam Indriati T. 2004. Pengaruh Kadar Karet Kering dan Umur
Pemeraman Kompon Lateks Sentrifugasi Terhadap Karakteristik Serat Sabut
Kelapa Berkaret [Skripsi]. Teknologi Industri Pertanian. Bogor.

Caska IS, Indahyati H dan Syahra A. 2009. Strategi pengembangan Industri


Pengolahan Nenas Sebagai Upaya Percepatan Ekonomi Masyarakat
Pedesaan Di Kabupaten Bengkalis. Eksekutif; 6.1: 198-207. http://www.
jurnal.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/6109198207.pdf. [5 Desember 2010].
Darwis S.N, Manurung, S.O dan Las I. 1985. Peta Kesesuaian Iklim Serta
Kemungkinan Pengembangan Tanaman Kelapa di Kalimantan. Balai
Penelitian Tanaman Pangan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Bogor.

David FR. 2003. Strategic Management. 6th Ed. New Jersey, USA: Pretice Hall
Engelewood Cliffs.

David FR. 2006. Manajemen Strategi (Terjemahan), PT. Prenhallindo, Jakarta.

David FR. 2009. Manajemen Strategi (Konsep). Salemba Empat, Jakarta.


Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Sambas. 2010. Laporan
Tahunan. Pemda Sambas.

Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Sambas. 2011. Laporan
Tahunan. Pemda Sambas.

Direktorat Pengembangan Potensi Daerah BKPM. 2011. Statistik Perkebunan.


Kementerian Pertanian Direktorat Jenderal Perkebunan.
http://regionalinvestment.bkpm.go.id/newsipid/commodityarea.php?ia=63&ic
=4. [26 februari 2012]

Djatmiko BS. Raharja, dan Iskandar A. 1990. Pra Studi Kelayakan Komoditi
Sabut Kelapa. Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Bogor.

Fatimah ZC. 2006. Karet. Departemen Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara [Karya Ilmiah]. Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara.
http://www.repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1843/1/06008757.pdf.
[6 Desember 2010].

Ferry Y dan Mahmud Z. 2005. Prospek Pengolahan Hasil Samping Buah Kelapa.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. Porspektif; 4. 2 : 55-63.
http://www.perkebunan.litbang.deptan.go.id/.../perspektif Vol 4 No.2-3
Zainal. [3 September 2010].
Goutara B, Djatmiko dan Tjiptadi W. 1985. Dasar Pengolahan Karet.
Agroindustri Press. Jurusan Teknologi Industri Pertanian. Fateta IPB. Bogor.
George S. 2006. A Real-Life Situation Faced a Decision or Action Taken by an
Individual Manager or by an Organization at the Strategic, Functional or
Operational Levels. Management Case at Kurlon Ltd. Vikalpa Volume 31
No.3. http://www.scribd.com/doc/37164122/kurlon [13 Februari2012].
Handoko B. 1998. Modifikasi Proses Pembuatan Lateks Dadih Dari Lateks
Kebun. Laporan Intern BPTK Bogor-Unpublish.
Honggokusumo, S. 1985. Pengetahuan Lateks. Departemen Perdagangan dan
Koperasi. Jakarta.
Hubeis M. 2011. Pemetaan Usaha Kecil Prospektif di Bogor. Program Magister
Profesional Industri, Usaha Kecil Menengah, Sekolah Pascasarjana IPB.
Joseph GH dan Kindangen JG. 1993. Potensi dan Peluang Pengembangan
Tempurung, Sabut dan Batang Kelapa untuk Bahan Baku. Prosiding
Konferensi Nasional Kelapa III. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Tanaman Industri.
Kamath A. 2009. Technological Modernisation in the Coir Fibre Industry:
Prescribing Innovation to a Traditional Low-Tech Sector in Kerala, India.
Paper for the DIME RAL2 WP 2.6 Conference on Industrial Dynamics and
Sectoral Systems, in Mila Theme: Entrepreneurship and innovation in new
and traditional sectors in developing countries.
http://portale.unibocconi.it/wps/allegatiCTP/Kamath.pdf [13 Februari 2012].

Kinnear TC dan Robinson. 1991. Marketing Research and Approach, Mc. Graw
Hill, New York.

Mahzan S, Zaidi AMA, Arsat N, Hatta MNM, Ghazali MI, Mohideen SR. 2010.
Study on Sound Absorbtion Properties of Coconut Coir Fibre Reinforced
Composite with Added Recycled Rubber. International Journal of Integrated
Engineering Vol 2, No 1.
http://penerbit.uthm.edu.my/ojs/index.php/ijie/article/view/126
[13Februari 2012].

Martini T. 2007. Pengaruh Cara Pengeritingan Serat sabut Kelapa dan Jumlah
Karet Terhadap Karakeristik Serat Sabut Kelapa Berkaret (Sebutret) [Skripsi]
Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Maspanger DR, Handoko B dan Haris U. 2001. Rekayasa Alsin Manufaktur Karet
Busa Untuk Industri Pedesaan. Balai Besar Pengembangan Alat dan Mesin
Pertanian Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen
Pertanian. Jakarta.

Maspanger D, Sinurat M dan Drajat B. 2005. Mengenal Lebih Jauh Teknologi


Pembuatan Barang Jadi Karet. Di dalam Warta Penelitian dan Pengembangan
Pertanian Vol. 27 no.1. Bogor.
Meilani L. 2006. Strategi Pemasaran Produk Serat Sabut Kelapa Berkaret
(Sebutret) Sebagai Pembuat Jok dan Kasur pada Industri Furnitur [Skripsi]
Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Pearce JA dan Robinson. 1997. Strategic Management Formulating
Implementation and Control. The Free Press. New York.
Pujiastuti L. 2007. Pengaruh Waktu dan Suhu Vulkanisasi pada Pembuatan Kasur
dari Serat Sabut Kelapa Berkaret [Skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi
Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Rangkuti F. 2004. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. PT Gramedia
Pustaka Utama. Jakarta.
Rindengan B, Lay A, Novarianto H, Kembuan H dan Mahmud Z. 1995.
Karakterisasi Daging Buah Kelapa Hibrida Untuk Bahan Baku Industri
Makanan. Laporan Hasil Penelitian. Kerjasama Proyek Pembinaan
Kelembagaan Penelitian Pertanian Nasional. Badan Litbang 49p.
Said IG dan Saptono IT. 2007. Strategi Pengembangan Industri Pengolahan
Sabut Kelapa Nasional [Jurnal]. Manajemen dan Agribisnis Volume 1 nomor
1 April 2003, Lembaga Penelitian IPB, Bogor.
(http://www.mma.ipb.ac.id/docs/jma_online_images/v1n 01-42-54.

Saputrayadi A. 2004. Strategi Pengembangan Usaha Kecil Dodol Nangka di


Kabupaten Lombok Barat Nusa Tenggara [Tesis]. Bogor: Program
Pascasarjana, Insitut Pertanian Bogor.
Sumawibowo S. 1988b. Metode Baru Pembuatan lateks Dadih Yang Dapat
Dipanen Setiap Hari. Menara Perkebunan. 56(3):84-88.

Sinurat M. 2000. Mesin Pemisah Serat Sabut Kelapa. 11/DOK/BPTK/2000. Balai


Penelitian Teknologi Karet. Bogor.
Sinurat M. 2000. Mesin Pemintal Serat Sabut Kelapa. 12/DOK/BPTK/2000. Balai
Penelitian Teknologi Karet. Bogor.
Sinurat M. 2000. Oven Pemvulkanisasi Serat Sabut Kelapa Berkaret.
14/DOK/BPTK/2000. Balai Penelitian Teknologi Karet. Bogor.
Sinurat M, Handoko B, Alam A dan Rizal RA. 2001. Teknologi Pembuatan Serat
Sabut Kelapa Berkaret. 36/DOK/BPTK/2001. Balai Penelitian Teknologi
Karet. Bogor.
Sinurat M. 2003. Teknologi Pembuatan Jok dari Serat Sabut Kelapa Berkaret. Di
dalam Kursus Teknologi Barang Jadi Lateks 2003. Balai Penelitian Teknologi
Karet. Bogor.
Siswoputranto PS. 1981. Perkembangan Karet Internasional. Lembaga
Penunjang Pembangunan Nasional (LEPPENAS), Jakarta.

Soekartawi. 2005. Pengantar Agroindustri. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.


Sumarmadji, Dastin A, Istianto, Siagian N, Anas A dan Kustyanti, T. 2003.
Prosiding Konferensi Agribisnis Karet Menunjang Industri Lateks dan Kayu
2003. Lembaga Riset Perkebunan Indonesia, Pusat Penelitian Karet. Medan.
Suparto D. 2002. Pengetahuan Tentang Lateks Hevea. Kursus Teknologi
Barang Jadi dari Lateks. Balai Penelitian Teknologi Karet Bogor.
Bogor.
Tejano EA. 1985. State of the Art of Coconut Coir Dust and Husk Utilization
(General Overview). Paper presented during the National Workshop on Waste
Utilization, Coconut Husk held on November 12, 1984 at the Philippine
Coconut Authority, Diliman, Quezon City, PHILIPPINES. © Philippine
Journal of Coconut Studies.
Thulasirajan K dan Narasimha VL. 2011. Studies on Coir Fibre Reinforced
Bituminous Concrete. International Journal of Earth Sciences and Engineering
ISSN 0974-5904, Volume 04, No 06 SPL, October 2011, pp. 835-838.
http://www.ace-klu.in/img/020410420.pdf [13 Februari 2012].

Van Dam JEG. 1997. Prospect of Coir Technology and Market Development. Di
dalam Evironment friendly Coconut and Coconut Product. Proceeding of the
XXXIV Cocotech Meeting. Manila, Philipines, July 14-18.

Van Dam JEG. 2002. Coir Processing Technologies: Improvement of Drying,


Softening, Belaching and Dyeing Coir Fibre/Yarn and Printing Coir Floor
Coverings. FAO and CFC : Netherlands.

Webster CC dan Baulkwill WJ. 1989. Rubber. John Willey and Sons, Inc. New
York.

Wildan A. 2010. Studi Proses Pemutihan Serat Kelapa Sebagai Reinforced Fiber
[Tesis]. Teknik Kimia Program Pascasarjana Universitas Diponegoro.
Semarang. http://eprints.undip.ac.id/25180/1/achmad_wildan.pdf.
[25 April 2012].
Yuprin. 2009. Analisis pemasaran Karet Di Kabupaten Kapuas. Wacana ; 12. 3 :
519-538. http://www. images.soemarno.multiply.multiplycontent.com.
[3 Januari 2011].
LAMPIRAN
Lampiran 1. Perhitungan bobot internal dan eksternal pengembangan agroindustri
sebutret

Pakar 1. Dinas Koperasi, Usaha Mikro, Kecil, Menengah, Perindustrian dan Perdagangan

Internal
Faktor Internal A B C D E F G H I J K L M N Total Bobot
A. Ketersediaan bahan baku yang banyak. 2 2 1 2 3 3 2 2 2 2 3 3 2 29 0.080
B. Tenaga kerja lokal cukup tersedia. 2 2 2 2 3 2 2 2 2 2 2 2 2 27 0.074
C. Karet dan kelapa merupakan komoditas andalan masyarakat sebagai sumber pendapatan. 2 2 3 3 2 2 2 3 3 2 2 3 2 31 0.085
D. Kesuburan tanah yang cocok untuk budidaya tanaman karet dan kelapa. 3 2 1 1 2 2 2 2 2 1 2 2 2 24 0.066
E. Tersedianya pasar produk sebutret. 2 2 1 3 3 3 2 2 3 2 2 2 2 29 0.080
F. Skala usahatani yang dilakukan relatif kecil. 1 1 2 2 1 2 3 2 2 2 2 3 1 24 0.066
G. Tingkat pendidikan relatif rendah. 1 2 2 2 1 2 1 2 2 2 3 3 2 25 0.069
H. Sarana dan prasarana transportasi yang kurang mendukung. 2 2 2 2 2 1 3 2 2 2 2 2 2 26 0.071
I. Penguasaan teknologi oleh petani masih rendah
. 2 2 1 2 2 2 2 2 2 2 3 2 2 26 0.071
J. Belum adanya tenaga ahli atau tenaga professional tentang pengolahan
. sebutret 2 2 1 2 1 2 2 2 2 2 3 2 2 25 0.069
K. Produk masih belum dikenal oleh masyarakat. 2 2 2 3 2 2 2 2 2 2 3 2 2 28 0.077
L. Kurangnya akses terhadap informasi pasar. 1 2 2 2 2 2 1 2 1 1 1 2 2 21 0.058
M.Keterbatasan modal. 1 2 1 2 2 1 1 2 2 2 2 2 2 22 0.060
N. Daya saing yang rendah, hanya sebatas lokal desa dan kecamatan. 2 2 2 2 2 3 2 2 2 2 2 2 2 27 0.074
TOTAL 23 25 21 28 23 28 27 26 26 27 24 31 30 25 364 1.000

Eksternal
Faktor eksternal A B C D E F G H I J K L M N O Total Bobot
A. Meningkatkan pendapatan dan menambah lapangan pekerjaan. 2 2 2 2 3 2 2 3 2 2 2 3 2 2 31 0,073
B. Masih belum ada industri pengolahan sabut kelapa. 2 3 2 2 2 2 2 2 1 2 2 2 2 2 28 0,067
C. Adanya dukungan yang diberikan oleh pemda. 2 1 2 2 2 2 2 2 2 3 2 2 2 2 28 0,067
D. Perekonomian masyarakat yang semakin meningkat. 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 28 0,067
E. Jumlah penduduk yang semakin meningkat. 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 29 0,069
F. Teknologi pembuatan sebutret sudah ada, 1 2 2 2 2 2 2 3 2 2 3 3 2 2 30 0,071
G. Ketidakpastian harga. 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 28 0,067
H. Pasar dikuasai oleh produk yang berbahan baku dari sintetis. 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 2 2 29 0,069
I. Pemerintah belum konsisten dalam mengaflikasikan kebijakan. 1 2 2 2 2 1 2 2 2 2 2 2 1 2 25 0,060
J. Ekspansi lahan perkebunan kelapa sawit. 2 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 2 2 30 0,071
K. Politik dan keamanan. 2 2 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 27 0,064
L. Perubahan cuaca. 2 2 2 2 2 1 2 2 2 2 2 2 1 2 26 0,062
M.Hama tanaman. 1 2 2 2 2 1 2 1 2 1 2 2 1 2 23 0,055
N. Belum adanya kemitraan usaha yang kuat. 2 2 2 2 2 2 2 2 3 2 2 3 3 3 32 0,076
O. Kurangnya koordinasi antar instansi yang terkait. 2 2 2 2 1 2 2 2 2 2 2 2 2 1 26 0,062
TOTAL 25 28 28 28 27 26 28 27 31 26 29 30 33 24 30 420 1.000
Lampiran 1 (Lanjutan).

Pakar 2: Dinas Dinas Kehutanan dan Perkebunan

Internal
Faktor Internal A B C D E F G H I J K L M N Total Bobot
A. Ketersediaan bahan baku yang banyak. 2 2 2 2 2 3 2 2 2 2 2 3 3 29 0.080
B. Tenaga kerja lokal cukup tersedia. 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3 3 29 0.080
C. Karet dan kelapa merupakan komoditas andalan masyarakat sebagai sumber pendapatan. 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 27 0.074
D. Kesuburan tanah yang cocok untuk budidaya tanaman karet dan kelapa. 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 25 0.069
E. Tersedianya pasar produk sebutret. 2 2 2 2 2 2 3 2 2 2 2 3 2 28 0.077
F. Skala usahatani yang dilakukan relatif kecil. 2 2 2 2 2 3 2 2 2 2 2 3 2 28 0.077
G. Tingkat pendidikan relatif rendah. 1 2 2 2 2 1 2 2 2 2 2 2 2 24 0.066
H. Sarana dan prasarana transportasi yang kurang mendukung. 2 2 2 2 1 2 2 2 2 2 2 2 2 25 0.069
I. Penguasaan teknologi oleh petani masih rendah. 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 26 0.071
J. Belum adanya tenaga ahli atau tenaga professional tentang pengolahan sebutret
. 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3 2 28 0.077
K. Produk masih belum dikenal oleh masyarakat. 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 26 0.071
L. Kurangnya akses terhadap informasi pasar. 2 1 2 2 2 2 2 2 2 1 2 2 2 24 0.066
M.Keterbatasan modal. 1 1 2 2 1 1 2 2 2 1 2 2 2 21 0.058
N. Daya saing yang rendah, hanya sebatas lokal desa dan kecamatan. 1 1 1 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 24 0.066
TOTAL 23 23 25 27 24 24 28 27 26 24 26 28 31 28 364 1.000

Eksternal
Faktor eksternal A B C D E F G H I J K L M N O Total Bobot
A. Meningkatkan pendapatan dan menambah lapangan pekerjaan. 2 2 2 2 2 3 2 3 3 2 2 3 2 2 32 0,076
B. Masih belum ada industri pengolahan sabut kelapa. 2 2 2 2 2 3 2 2 2 2 2 2 2 2 29 0,069
C. Adanya dukungan yang diberikan oleh pemda. 2 2 2 2 1 3 2 2 2 2 2 2 2 2 28 0,067
D. Perekonomian masyarakat yang semakin meningkat. 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 28 0,067
E. Jumlah penduduk yang semakin meningkat. 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 29 0,069
F. Teknologi pembuatan sebutret sudah ada, 2 2 3 2 2 2 2 2 2 3 3 3 2 1 31 0,074
G. Ketidakpastian harga. 1 1 1 2 2 2 2 1 2 2 2 2 2 1 23 0,055
H. Pasar dikuasai oleh produk yang berbahan baku dari sintetis. 2 2 2 2 2 2 2 3 3 2 2 3 2 2 31 0,074
I. Pemerintah belum konsisten dalam mengaflikasikan kebijakan. 1 2 2 2 2 2 3 1 2 2 2 2 2 2 27 0,064
J. Ekspansi lahan perkebunan kelapa sawit. 1 2 2 2 2 2 2 1 2 2 2 3 2 2 27 0,064
K. Politik dan keamanan. 2 2 2 2 2 1 2 2 2 2 2 2 2 2 27 0,064
L. Perubahan cuaca. 2 2 2 2 2 1 2 2 2 2 2 2 1 2 26 0,062
M.Hama tanaman. 1 2 2 2 2 1 2 1 2 1 2 2 1 2 23 0,055
N. Belum adanya kemitraan usaha yang kuat. 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3 2 30 0,071
O. Kurangnya koordinasi antar instansi yang terkait. 2 2 2 2 1 3 3 2 2 2 2 2 2 2 29 0,069
TOTAL 24 27 28 28 27 25 33 25 29 29 29 30 33 26 27 420 1.000
Lampiran 1 (Lanjutan).

Pakar 3: Bappeda

Internal
Faktor Internal A B C D E F G H I J K L M N Total Bobot
A. Ketersediaan bahan baku yang banyak. 2 2 2 3 1 2 2 2 2 2 2 2 2 26 0.071
B. Tenaga kerja lokal cukup tersedia. 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 26 0.071
C. Karet dan kelapa merupakan komoditas andalan masyarakat sebagai sumber pendapatan. 2 2 3 2 2 2 2 2 2 1 2 2 2 26 0.071
D. Kesuburan tanah yang cocok untuk budidaya tanaman karet dan kelapa. 2 2 1 2 2 2 2 2 2 1 2 2 2 24 0.066
E. Tersedianya pasar produk sebutret. 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3 27 0.074
F. Skala usahatani yang dilakukan relatif kecil. 3 2 2 2 2 3 2 2 2 2 2 2 2 28 0.077
G. Tingkat pendidikan relatif rendah. 2 2 2 2 2 1 2 2 2 1 2 2 2 24 0.066
H. Sarana dan prasarana transportasi yang kurang mendukung. 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 26 0.071
I. Penguasaan teknologi oleh petani masih rendah
. 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3 3 2 29 0.080
J. Belum adanya tenaga ahli atau tenaga professional tentang pengolahan sebutret
. 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 26 0.071
K. Produk masih belum dikenal oleh masyarakat. 2 2 3 3 2 2 3 2 1 2 2 2 2 28 0.077
L. Kurangnya akses terhadap informasi pasar. 2 2 2 2 2 2 2 2 1 2 2 2 2 25 0.069
M.Keterbatasan modal. 2 2 2 2 1 2 2 2 1 2 2 2 2 24 0.066
N. Daya saing yang rendah, hanya sebatas lokal desa dan kecamatan. 2 2 2 2 1 2 2 2 2 2 2 2 2 25 0.069
TOTAL 26 26 26 28 25 24 28 26 23 26 24 27 28 27 364 1.000

Eksternal
Faktor eksternal A B C D E F G H I J K L M N O Total Bobot
A. Meningkatkan pendapatan dan menambah lapangan pekerjaan. 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 2 2 29 0,069
B. Masih belum ada industri pengolahan sabut kelapa. 2 2 2 2 2 3 2 2 2 2 2 2 2 2 29 0,069
C. Adanya dukungan yang diberikan oleh pemda. 2 2 2 2 2 2 2 2 1 2 2 2 2 2 27 0,064
D. Perekonomian masyarakat yang semakin meningkat. 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 28 0,067
E. Jumlah penduduk yang semakin meningkat. 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 29 0,069
F. Teknologi pembuatan sebutret sudah ada, 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3 2 2 30 0,071
G. Ketidakpastian harga. 2 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 27 0,065
H. Pasar dikuasai oleh produk yang berbahan baku dari sintetis. 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 2 2 29 0,069
I. Pemerintah belum konsisten dalam mengaflikasikan kebijakan. 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 28 0,067
J. Ekspansi lahan perkebunan kelapa sawit. 2 2 3 2 2 2 2 2 2 2 2 3 2 2 30 0,071
K. Politik dan keamanan. 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 28 0,067
L. Perubahan cuaca. 2 2 2 2 2 1 2 2 2 2 2 2 2 2 27 0,064
M.Hama tanaman. 1 2 2 2 2 1 2 1 2 1 2 2 2 2 24 0,057
N. Belum adanya kemitraan usaha yang kuat. 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 28 0,067
O. Kurangnya koordinasi antar instansi yang terkait. 2 2 2 2 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 27 0,064
TOTAL 27 27 29 28 27 26 29 27 28 26 28 29 32 28 29 420 1.000
Lampiran 1 (Lanjutan).

Pakar 4: Akademisi 1

Internal
Faktor Internal A B C D E F G H I J K L M N Total Bobot
A. Ketersediaan bahan baku yang banyak. 2 2 3 2 2 3 2 2 2 2 2 2 2 28 0.077
B. Tenaga kerja lokal cukup tersedia. 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 26 0.071
C. Karet dan kelapa merupakan komoditas andalan masyarakat sebagai sumber pendapatan. 2 2 2 2 2 2 2 2 3 2 3 3 2 29 0.080
D. Kesuburan tanah yang cocok untuk budidaya tanaman karet dan kelapa. 1 2 2 2 2 2 2 2 2 1 2 2 2 24 0.066
E. Tersedianya pasar produk sebutret. 2 2 2 2 3 3 3 2 2 3 3 3 2 32 0.088
F. Skala usahatani yang dilakukan relatif kecil. 2 2 2 2 1 3 3 2 2 2 2 2 2 27 0.074
G. Tingkat pendidikan relatif rendah. 1 2 2 2 1 1 2 2 2 1 2 2 2 22 0.060
H. Sarana dan prasarana transportasi yang kurang mendukung. 2 2 2 2 1 1 2 2 2 2 2 2 2 24 0.066
I. Penguasaan teknologi oleh petani masih rendah. 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 26 0.071
J. Belum adanya tenaga ahli atau tenaga professional tentang pengolahan sebutret
. 2 2 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 25 0.069
K. Produk masih belum dikenal oleh masyarakat. 2 2 2 3 1 2 3 2 2 2 2 2 1 26 0.071
L. Kurangnya akses terhadap informasi pasar. 2 2 1 2 1 2 2 2 2 2 2 3 2 25 0.069
M.Keterbatasan modal. 2 2 1 2 1 2 2 2 2 2 2 1 2 23 0.063
N. Daya saing yang rendah, hanya sebatas lokal desa dan kecamatan. 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 2 2 27 0.074
TOTAL 24 26 23 28 20 25 30 28 26 27 26 27 29 25 364 1.000

Eksternal
Faktor eksternal A B C D E F G H I J K L M N O Total Bobot
A. Meningkatkan pendapatan dan menambah lapangan pekerjaan. 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3 3 30 0,071
B. Masih belum ada industri pengolahan sabut kelapa. 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 2 30 0,071
C. Adanya dukungan yang diberikan oleh pemda. 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 29 0,069
D. Perekonomian masyarakat yang semakin meningkat. 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 28 0,067
E. Jumlah penduduk yang semakin meningkat. 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 28 0,067
F. Teknologi pembuatan sebutret sudah ada, 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3 3 2 31 0,074
G. Ketidakpastian harga. 2 2 2 2 2 2 3 2 1 2 2 2 2 2 28 0,067
H. Pasar dikuasai oleh produk yang berbahan baku dari sintetis. 2 2 2 2 2 2 1 3 2 2 2 3 2 2 29 0,069
I. Pemerintah belum konsisten dalam mengaflikasikan kebijakan. 2 2 2 2 2 2 2 1 2 2 2 2 2 2 27 0,064
J. Ekspansi lahan perkebunan kelapa sawit. 2 2 2 2 2 2 3 2 2 2 2 3 2 2 30 0,071
K. Politik dan keamanan. 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 28 0,067
L. Perubahan cuaca. 2 2 2 2 2 1 2 2 2 2 2 2 1 2 26 0,062
M.Hama tanaman. 1 2 2 2 2 1 2 1 2 1 2 2 1 2 23 0,055
N. Belum adanya kemitraan usaha yang kuat. 1 1 2 2 2 1 2 2 2 2 2 3 3 2 27 0,064
O. Kurangnya koordinasi antar instansi yang terkait. 1 2 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 26 0,062
TOTAL 26 26 27 28 28 25 28 27 29 26 28 30 33 29 30 420 1.000
Lampiran 1 (Lanjutan).

Pakar 5: Akademisi 2

Internal
Faktor Internal A B C D E F G H I J K L M N Total Bobot
A. Ketersediaan bahan baku yang banyak. 2 2 3 2 2 2 2 2 3 2 2 3 2 29 0.080
B. Tenaga kerja lokal cukup tersedia. 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 26 0.071
C. Karet dan kelapa merupakan komoditas andalan masyarakat sebagai sumber pendapatan. 2 2 3 2 3 3 2 2 2 2 2 3 2 30 0.082
D. Kesuburan tanah yang cocok untuk budidaya tanaman karet dan kelapa. 1 2 1 2 2 2 2 2 2 1 2 2 2 23 0.063
E. Tersedianya pasar produk sebutret. 2 2 2 2 3 2 2 3 3 2 2 3 2 30 0.082
F. Skala usahatani yang dilakukan relatif kecil. 2 2 1 2 1 2 2 3 2 2 2 2 1 24 0.066
G. Tingkat pendidikan relatif rendah. 2 2 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 25 0.069
H. Sarana dan prasarana transportasi yang kurang mendukung. 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 25 0.069
I. Penguasaan teknologi oleh petani masih rendah. 2 2 2 2 1 1 2 2 2 2 3 3 2 26 0.071
J. Belum adanya tenaga ahli atau tenaga professional tentang pengolahan sebutret
. 1 2 2 2 1 2 2 2 2 2 2 3 2 25 0.069
K. Produk masih belum dikenal oleh masyarakat. 2 2 2 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 27 0.074
L. Kurangnya akses terhadap informasi pasar. 2 2 2 2 2 2 2 2 1 2 2 2 2 25 0.069
M.Keterbatasan modal. 1 2 1 2 1 2 2 2 1 1 2 2 1 20 0.055
N. Daya saing yang rendah, hanya sebatas lokal desa dan kecamatan. 2 2 2 2 2 2 3 2 3 2 2 2 3 29 0.080
TOTAL 23 26 22 29 22 27 28 26 27 27 25 27 32 23 364 1.000

Eksternal
Faktor eksternal A B C D E F G H I J K L M N O Total Bobot
A. Meningkatkan pendapatan dan menambah lapangan pekerjaan. 2 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 2 2 30 0,071
B. Masih belum ada industri pengolahan sabut kelapa. 2 2 2 2 2 2 2 2 1 1 2 2 2 2 26 0,062
C. Adanya dukungan yang diberikan oleh pemda. 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 27 0,064
D. Perekonomian masyarakat yang semakin meningkat. 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 28 0,067
E. Jumlah penduduk yang semakin meningkat. 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 29 0,069
F. Teknologi pembuatan sebutret sudah ada, 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 28 0,067
G. Ketidakpastian harga. 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 28 0,067
H. Pasar dikuasai oleh produk yang berbahan baku dari sintetis. 2 2 2 2 2 2 2 3 2 2 2 3 2 2 30 0,071
I. Pemerintah belum konsisten dalam mengaflikasikan kebijakan. 2 2 2 2 2 2 2 1 2 2 2 2 2 2 27 0,064
J. Ekspansi lahan perkebunan kelapa sawit. 2 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 2 2 30 0,071
K. Politik dan keamanan. 2 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 29 0,069
L. Perubahan cuaca. 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 28 0,067
M.Hama tanaman. 1 2 2 2 2 2 2 1 2 1 2 2 2 2 25 0,060
N. Belum adanya kemitraan usaha yang kuat. 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 28 0,067
O. Kurangnya koordinasi antar instansi yang terkait. 2 2 2 2 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 27 0,064
TOTAL 26 30 29 28 27 28 28 26 29 26 27 28 31 28 29 420 1.000
Lampiran 1 (Lanjutan).

Rekapitulasi bobot internal dan eksternal pengembangan agroindustri sebutret

Rekapitulasi bobot internal


Faktor Internal Pakar I Pakar 2 Pakar 3 Pakar 4 Pakar 5 Jumlah Rata-rata
A. Ketersediaan bahan baku yang banyak. 0,080 0,080 0,071 0,077 0,080 0,387 0,077
B. Tenaga kerja lokal cukup tersedia. 0,074 0,080 0,072 0,071 0,071 0,368 0,074
C. Karet dan kelapa merupakan komoditas andalan masyarakat sebagai sumber pendapatan. 0,085 0,074 0,071 0,080 0,082 0,393 0,079
D. Kesuburan tanah yang cocok untuk budidaya tanaman karet dan kelapa. 0,066 0,069 0,066 0,066 0,063 0,330 0,066
E. Tersedianya pasar produk sebutret. 0,080 0,077 0,074 0,088 0,082 0,401 0,080
F. Skala usahatani yang dilakukan relatif kecil. 0,066 0,077 0,077 0,074 0,066 0,360 0,072
G. Tingkat pendidikan relatif rendah. 0,069 0,066 0,066 0,060 0,069 0,330 0,066
H. Sarana dan prasarana transportasi yang kurang mendukung. 0,071 0,069 0,071 0,066 0,069 0,346 0,069
I. Penguasaan teknologi oleh petani masih rendah
. 0,071 0,071 0,080 0,071 0,071 0,365 0,073
J. Belum adanya tenaga ahli atau tenaga professional tentang pengolahan
. sebutret 0,069 0,077 0,071 0,069 0,069 0,354 0,071
K. Produk masih belum dikenal oleh masyarakat. 0,077 0,071 0,077 0,071 0,074 0,371 0,074
L. Kurangnya akses terhadap informasi pasar. 0,058 0,066 0,069 0,069 0,069 0,330 0,066
M.Keterbatasan modal. 0,060 0,057 0,066 0,064 0,055 0,302 0,060
N. Daya saing yang rendah, hanya sebatas lokal desa dan kecamatan. 0,074 0,066 0,069 0,074 0,080 0,363 0,073
TOTAL 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 5.000 1.000

Rekapitulasi bobot eksternal


Faktor Eksternal Pakar I Pakar 2 Pakar 3 Pakar 4 Pakar 5 Jumlah Rata-rata
A. Meningkatkan pendapatan dan menambah lapangan pekerjaan. 0,073 0,076 0,069 0,071 0,071 0,362 0,072
B. Masih belum ada industri pengolahan sabut kelapa. 0,067 0,069 0,069 0,071 0,062 0,339 0,067
C. Adanya dukungan yang diberikan oleh pemda. 0,067 0,067 0,064 0,069 0,064 0,331 0,066
D. Perekonomian masyarakat yang semakin meningkat. 0,067 0,067 0,067 0,067 0,067 0,333 0,067
E. Jumlah penduduk yang semakin meningkat. 0,069 0,069 0,069 0,067 0,069 0,343 0,069
F. Teknologi pembuatan sebutret sudah ada, 0,071 0,074 0,071 0,074 0,067 0,357 0,071
G. Ketidakpastian harga. 0,067 0,055 0,065 0,067 0,067 0,319 0,064
H. Pasar dikuasai oleh produk yang berbahan baku dari sintetis. 0,069 0,074 0,069 0,069 0,071 0,352 0,070
I. Pemerintah belum konsisten dalam mengaflikasikan kebijakan. 0,060 0,064 0,067 0,064 0,064 0,319 0,064
J. Ekspansi lahan perkebunan kelapa sawit. 0,071 0,064 0,071 0,071 0,071 0,350 0,071
K. Politik dan keamanan. 0,064 0,064 0,067 0,067 0,069 0,331 0,066
L. Perubahan cuaca. 0,062 0,062 0,064 0,062 0,067 0,317 0,063
M.Hama tanaman. 0,055 0,055 0,057 0,055 0,060 0,281 0,056
N. Belum adanya kemitraan usaha yang kuat. 0,076 0,071 0,067 0,064 0,067 0,345 0,069
O. Kurangnya koordinasi antar instansi yang terkait. 0,062 0,069 0,064 0,062 0,064 0,321 0,064
TOTAL 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 5.000 1.000
Lampiran 2. Rekapitulasi rating internal dan eksternal pengembangan agroindustri
sebutret

Rekapitulasi rating internal


Faktor Internal Pakar I Pakar 2 Pakar 3 Pakar 4 Pakar 5 Jumlah Rata-rata
A. Ketersediaan bahan baku yang banyak. 4,0 4,0 4,0 4,0 4,0 20,0 4,0
B. Tenaga kerja lokal cukup tersedia. 3,0 3,0 3,0 4,0 3,0 16,0 3,2
C. Karet dan kelapa merupakan komoditas andalan masyarakat sebagai sumber pendapatan. 4,0 4,0 4,0 4,0 4,0 20,0 4,0
D. Kesuburan tanah yang cocok untuk budidaya tanaman karet dan kelapa. 3,0 3,0 3,0 3,0 3,0 15,0 3,0
E. Tersedianya pasar produk sebutret. 4,0 4,0 4,0 4,0 4,0 20,0 4,0
F. Skala usahatani yang dilakukan relatif kecil. 2,0 2,0 2,0 2,0 2,0 10,0 2,0
G. Tingkat pendidikan relatif rendah. 2,0 2,0 2,0 2,0 2,0 10,0 2,0
H. Sarana dan prasarana transportasi yang kurang mendukung. 1,0 2,0 2,0 1,0 2,0 8,0 1,6
I. Penguasaan teknologi oleh petani masih rendah. 1,0 1,0 2,0 2,0 2,0 8,0 1,6
J. Belum adanya tenaga ahli atau tenaga professional tentang pengolahan sebutret. 2,0 2,0 2,0 2,0 2,0 10,0 2,0
K. Produk masih belum dikenal oleh masyarakat. 2,0 1,0 1,0 1,0 1,0 6,0 1,2
L. Kurangnya akses terhadap informasi pasar. 2,0 2,0 2,0 2,0 2,0 10,0 2,0
M.Keterbatasan modal. 2,0 2,0 2,0 2,0 2,0 10,0 2,0
N. Daya saing yang rendah, hanya sebatas lokal desa dan kecamatan. 2,0 2,0 2,0 2,0 2,0 10,0 2,0

Rekapitulasi rating eksternal


Faktor Eksternal Pakar I Pakar 2 Pakar 3 Pakar 4 Pakar 5 Jumlah Rata-rata
A. Meningkatkan pendapatan dan menambah lapangan pekerjaan. 4,0 4,0 3,0 4,0 4,0 19,0 3,8
B. Masih belum ada industri pengolahan sabut kelapa. 3,0 3,0 4,0 4,0 3,0 17,0 3,4
C. Adanya dukungan yang diberikan oleh pemda. 3,0 3,0 3,0 3,0 3,0 15,0 3,0
D. Perekonomian masyarakat yang semakin meningkat. 4,0 4,0 3,0 3,0 4,0 18,0 3,6
E. Jumlah penduduk yang semakin meningkat. 3,0 3,0 3,0 3,0 3,0 15,0 3,0
F. Teknologi pembuatan sebutret sudah ada, 4,0 4,0 4,0 4,0 4,0 20,0 4,0
G. Ketidakpastian harga. 2,0 2,0 2,0 2,0 2,0 10,0 2,0
H. Pasar dikuasai oleh produk yang berbahan baku dari sintetis. 2,0 1,0 2,0 2,0 2,0 9,0 1,8
I. Pemerintah belum konsisten dalam mengaflikasikan kebijakan. 1,0 2,0 2,0 1,0 1,0 7,0 1,4
J. Ekspansi lahan perkebunan kelapa sawit. 2,0 2,0 1,0 1,0 2,0 8,0 1,6
K. Politik dan keamanan. 1,0 1,0 2,0 2,0 2,0 8,0 1,6
L. Perubahan cuaca. 1,0 2,0 2,0 2,0 2,0 9,0 1,8
M.Hama tanaman. 2,0 2,0 2,0 2,0 2,0 10,0 2,0
N. Belum adanya kemitraan usaha yang kuat. 2,0 2,0 2,0 2,0 2,0 10,0 2,0
O. Kurangnya koordinasi antar instansi yang terkait. 2,0 2,0 2,0 2,0 2,0 10,0 2,0
Lampiran 3. Kuesioner untuk petani karet

Kuesioner ini digunakan sebagai bahan untuk penelitian mengenai


STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI SERAT SABUT KELAPA
BERKARET (SEBUTRET) (STUDI KASUS DI KABUPATEN SAMBAS).
Informasi ini dibutuhkan untuk penulisan TESIS di Jurusan Teknologi Industri
Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB).
Penelitian ini dilakukan oleh Junardi (NRP : F351090111).

PETUNJUK PENGISIAN

Responden diharapkan dapat memberikan jawaban terhadap seluruh


pertanyaan dengan cara memberikan tanda silang (x) atau checklist ( √ ) pada
kolom yang tersedia (Jawaban yang diberikan dapat lebih dari satu sesuai dengan
pilihan responden). Dan menuliskan jawaban menurut bapak/ibu pada tempat
yang telah disediakan.

IDENTITAS RESPONDEN PETANI KARET


Nama : ……………………..
Alamat : ………………………
Umur : ………………………
Jenis kelamin : Laki-laki/Perempuan

1. Apa tingkat pendidikan terakhir yang telah bapak/ibu peroleh?


 SD  SMTA  D3/S1/S2/S3
 SMTP  Lainnya, sebutkan_______________________
2. Berapa luas lahan/tanaman karet yang bapak/ibu miliki saat ini?
 0 – 0,5 ha  1,1 - 2,0 ha
 0,6 – 1,0 ha  Lainnya, sebutkan__________________
3. Berapa luas lahan tanaman karet yang telah berproduksi yang bapak/ibu
usahakan saat ini?
 0 – 0,5 ha  1,1 - 2,0 ha
 0,6 – 1,0 ha  Lainnya, sebutkan__________________
Lampiran 3 (Lanjutan).

4. Apakah bapak/ibu berkeinginan untuk memperluas lagi lahan tanaman karet?


 Ya  Tidak
5. Jika jawaban pada nomor 4 adalah Ya, berapakah penambahan luas lahan
yang bapak/ibu inginkan?
…………………………………………………………………………………
6. Jika jawaban pada nomor 4 adalah Ya, apakah ada lahan yang bapak/ibu
miliki untuk perluasan tersebut?
 Ya  Tidak
7. Berapa hari dalam 1 (satu) bulan bapak/ibu meyadap karet?
 < 5 kali  6 – 10 kali  11 – 15 kali  16 – 20 kali
 Lainnya, sebutkan ______________________________
8. Berapa banyak hasil dari yang telah bapak/ibu dapatkan dalam satu hari
penyadapan?
 < 5 kg  6 – 10 kg  11 – 15 kg  > 16
 Lainnya, sebutkan ______________________________
9. Apakah ada pengolahan produk pasca panen yang bapak/ibu lakukan?
 Tidak ada  Ada sebagai industri kecil  Ada secara tradisional
 Ada kerjasama dengan perusahaan  Lainnya, sebutkan_____________
10. Kepada siapakah bapak/ibu menjualnya ?
 Pedagang pengumpul desa  Menjual langsung ke pabrik
 Pedagang pengumpul kecamatan  Lainnya, sebutkan _____________
11. Berapakah harga karet yang berlaku saat ini?
…………………………………………………………………………………
12. Bagaimana stabilitas/kondisi harga karet saat ini?
 Tidak stabil  Stabil  Cukup stabil  Sangat stabil
 Lainnya, sebutkan______________________________
Lampiran 3 (Lanjutan).

13. Apa faktor penyebab ketidakstabilan harga karet?


 Pengaruh perubahan musim
 Pengaruh perubahan harga pasar internasional
 Tidak adanya mekanisme penentuan harga
 Lainnya, sebutkan_____________________
14. Berapa jumlah penghasilan rata-rata per hari bapak/ibu dapatkan dari hasil
penjualan karet?
 < Rp 25.000  Rp 75.000 - Rp 100.000
 Rp 26.000 - Rp 50.000  > Rp 100.000
 Rp 51.000 - Rp 75.000  Lainnya, sebutkan ___________________
15. Apakah jenis transportasi yang gunakan dalam mendukung usaha yang
bapak/ibu lakukan?
 Transportasi sungai  Transportasi darat
16. Jika jenis transportasi yang digunakan adalah transportasi sungai, apakah
infrastruktur yang ada sudah mendukung usaha yang bapak/ibu lakukan?
 Ya
 Tidak (alasannya…………………………………………………………)
17. Jika jenis transportasi yang digunakan adalah transportasi darat, apakah
infrastruktur yang ada (jalan dan lain-lain) sudah mendukung usaha yang
bapak/ibu lakukan?
 Ya
 Tidak (alasannya…………………………………………………………)
18. Apa saja hambatan yang hadapi dalam pengembangan usaha yang bapak/ibu
lakukan ini?
…………………………………………………………………………………
19. Apakah bapak/ibu sudah mengetahui bahwa sekarang pemerintah telah
mengeluarkan dana pinjaman usaha yang disebut dengan KUR (Kredit Usaha
Rakyat)?
 Ya
 Tidak (alasannya…………………………………………………………)
Lampiran 3 (Lanjutan).

20. Apakah bapak/ibu berkeinginan untuk melakukan peminjaman dana tersebut?


 Ya  Tidak
21. Jika jawaban pada nomor 19 adalah Ya, bagaimana kemudahan untuk
mengakses melakukan peminjaman dana tersebut?
 Mudah  Sulit
22. Sepengetahuan bapak/ibu, apakah ada agunan/jaminan/persyaratan yang
ditetapkan oleh pihak Bank untuk mengakses/melakukan peminjaman dana
tersebut?
 Ya  Tidak
23. Jika jawaban pada nomor 22 adalah Ya, apakah bentuk/jenis
agunan/jaminan/persyaratan yang harus dikeluarkan tersebut?
.............................................................................................................
24. Apakah bapak/ibu mengetahui/mengenal produk/peralatan rumah tangga
(kursi, kasur, bantal dan lain-lain) dari serat sabut kelapa berkaret (sebutret)?
 Ya  Tidak
25. Jika jawaban pada nomor 20 adalah Ya, apakah bapak/ibu berkeinginan untuk
menggunakan produk sebutret tersebut?
 Ya
 Tidak (alasannya...……….………………………………………………)
26. Jika jawaban pada nomor 20 Tidak, apakah bapak/ibu berkeinginan untuk
mengetahui/mengenal produk sebutret tersebut?
 Ya
 Tidak (alasannya……………………….…………………………………)
27. Bentuk promosi seperti apa yang bapak/ibu harapkan pada produk sebutret?
 Media cetak (surat kabar)  Dari rumah ke rumah
 Media eletronik (televisi)  Radio
 Leflet/Brosur  Lainnya, sebutkan_____________
Lampiran 3 (Lanjutan).

28. Apakah bapak/ibu mendukung jika dikemudian hari di Kabupaten Sambas


didirikan usaha pembuatan produk/peralatan rumah tangga (kursi, kasur,
bantal dan lain-lain) dari serat sabut kelapa berkaret (sebutret)?
Ya (alasannya)………………………………………………………………..
 Tidak (alasnnya)………………………………………………………………
29. Menurut bapak/ibu mengetahui apa permasalahan agroindustri yang timbul di
daerah Kabupaten Sambas saat ini?
(jawaban bisa lebih dari satu)
 Produksi  Pemasaran  Distribusi  Permodalan
 Pengolahan  Transportasi  Lainnya, sebutkan_____________
30. Menurut bapak/ibu, apakah sudah ada tenaga profesinal bidang produk
agroindustri di Kabpaten Sambas saat ini?
 Belum ada  Banyak  Sangat banyak
 Sudah ada namun kurang  Lainnya, sebutkan______________
31. Apakah masalah produksi produk agroindustri di Kabupaten Sambas saat ini?
 Rendahnya mutu produksi  Rendahnya penguasaan tehnologi
 Kurangnya tenaga kerja  Lainnya, sebutkan______________
32. Menurut bapak/ibu, apakah sudah ada kebijakan yang dikeluarkan oleh
Pemerintah daerah Kabupaten Sambas untuk mendukung proses produksi
produk agroindustri di Kabupaten Sambas saat ini?
 Ya  Tidak
33. Menurut bapak/ibu, apakah sudah ada kebijakan yang dikeluarkan oleh
Pemerintah Daerah Kabupaten Sambas tentang investasi/penanaman modal
dibidang agroindustri?
 Ya  Tidak
34. Jika jawaban pada no. 33 Ya, menurut bapak/ibu, apakah kebijakan yang telah
dikeluarkan tersebut sudah berjalan sesuai dengan aturannya?
 Sudah  Belum
Lampiran 4. Kuesioner untuk petani kelapa

Kuesioner ini digunakan sebagai bahan untuk penelitian mengenai


STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI SERAT SABUT KELAPA
BERKARET (SEBUTRET) (STUDI KASUS DI KABUPATEN SAMBAS).
Informasi ini dibutuhkan untuk penulisan TESIS di Jurusan Teknologi Industri
Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB).
Penelitian ini dilakukan oleh Junardi (NRP : F351090111).

PETUNJUK PENGISIAN

Responden diharapkan dapat memberikan jawaban terhadap seluruh


pertanyaan dengan cara memberikan tanda silang (x) atau checklist ( √ ) pada
kolom yang tersedia (Jawaban yang diberikan dapat lebih dari satu sesuai dengan
pilihan responden). Dan menuliskan jawaban menurut bapak/ibu pada tempat
yang telah disediakan.

IDENTITAS RESPONDEN PETANI KELAPA


Nama : …………………….
Alamat : …………………….
Umur : …………………….
Jenis kelamin : Laki-laki/Perempuan

1. Apa tingkat pendidikan terakhir yang telah bapak/ibu peroleh?


 SD  SMTA  D3/S1/S2/S3
 SMTP  Lainnya, sebutkan________________________
2. Berapa luas lahan/tanaman kelapa yang bapak/ibu miliki saat ini?
 0 – 0,5 ha  < (lebih besar dari)1 ha
 0,6 – 1,0 ha  Lainnya, sebutkan___________________
3. Berapa luas lahan/tanaman kelapa yang telah berproduksi yang bapak/ibu
usahakan saat ini?
 0 – 0,5 ha  < (lebih besar dari)1 ha
 0,6 – 1,0 ha  Lainnya, sebutkan___________________
Lampiran 4 (Lanjutan).

4. Apakah bapak/ibu berkeinginan untuk memperluas lagi lahan tanaman kelapa?


 Ya  Tidak
5. Jika jawaban pada nomor 4 adalah Ya, berapakah penambahan luas lahan
yang bapak/ibu inginkan?………………………………………………………
6. Jika jawaban pada nomor 4 adalah Ya, apakah ada lahan yang bapak/ibu
miliki untuk perluasan tersebut?
 Ya  Tidak
7. Berapa kali dalam 1 (satu) tahun bapak/ibu panen kelapa?
 1 (satu) kali  3 kali
 2 kali  Lainnya, sebutkan _____________
8. Berapa banyak hasil dari yang telah bapak/ibu dapatkan dalam satu kali
panen?
 < 50 butir  101 – 150 butir
 51 – 100 butir  Lainnya, sebutkan ______________________
9. Apakah ada pengolahan produk pasca panen yang bapak/ibu lakukan?
 Tidak ada  Ada sebagai industri kecil
 Ada secara tradisional  Ada kerjasama dengan
 Lainnya, sebutkan____________________________
10. Dalam bentuk apa sajakah kelapa yang bapak/ibu jual?
 Kelapa muda  Kopra
 Kelapa tua yang sudah dikupas  Lainnya, sebutkan _____________
11. Kalau yang bapak/ibu jual dalam bentuk kelapa tua yang sudah dikupas atau
dalam bentuk kopra, bagaimana dengan sabut kelapanya?
 Dijual  Dibuang
 Lainnya, sebutkan ___________________
Lampiran 4 (Lanjutan).

12. Kalau yang bapak/ibu jual dalam bentuk kelapa tua yang sudah dikupas,
kepada siapakah bapak/ibu menjualnya?
 Pedagang pengumpul desa
 Menjual langsung ke pabrik pengolahan minyak kelapa
 Pedagang pengumpul kecamatan
 Lainnya, sebutkan ___________________________
13. Berapa butir buaha kelapa yang bapak/ibu jual dalam satu kali panen?
…………………………………………………………………………………
14. Berapa harga per-butir buah kelapa di tempat bapak/ibu jual?
Rp………………………………………………………………………………
15. Bagaimana stabilitas/kondisi harga kelapa saat ini?
 Tidak stabil  Stabil  Cukup stabil  Sangat stabil
 Lainnya, sebutkan_________________
16. Apa faktor penyebab ketidakstabilan harga kelapa?
 Pengaruh perubahan musim
 Pengaruh perubahan harga pasar internasional
 Tidak adanya mekanisme penentuan harga
 Lainnya, sebutkan_________________
17. Berapa jumlah penghasilan rata-rata dalam satu kali panen bapak/ibu dapatkan
dari hasil penjualan buah kelapa?
 < Rp 25.000  Rp 26.000 - Rp 50.000  Rp 75.000 - Rp 100.000
 Rp 51.000 - Rp 75.000  > Rp 100.000  Lainnya, sebutkan _______
18. Kalau yang bapak/ibu jual dalam bentuk kopra, kepada siapakah bapak/ibu
menjualnya?
 Pedagang pengumpul desa
 Menjual langsung ke pabrik pengolahan minyak kelapa
 Pedagang pengumpul kecamatan
 Lainnya, sebutkan __________________________
19. Berapa jumlah (kg) kopra yang bapak/ibu hasilkan dalam satu kali panen?
…………………………………………………………………………………
Lampiran 4 (Lanjutan).

20. Berapa harga per-kg kopra di tempat bapak/ibu menjualnya?


Rp………………………………………………………………………………
21. Berapa jumlah penghasilan rata-rata dalam satu kali panen bapak/ibu dapatkan
dari hasil penjualan kopra?
 < Rp 25.000  Rp 75.000 - Rp 100.000  Rp 51.000 - Rp 75.000
 Rp 26.000 - Rp 50.000  > Rp 100.000  Lainnya, sebutkan ________
22. Apakah jenis transportasi yang gunakan dalam mendukung usaha yang
bapak/ibu lakukan?
 Transportasi sungai  Transportasi darat
23. Jika jenis transportasi yang digunakan adalah transportasi sungai, apakah
infrastruktur yang ada sudah mendukung usaha yang bapak/ibu lakukan?
 Ya
 Tidak (alasannya……………………………………………………………)
24. Jika jenis transportasi yang digunakan adalah transportasi darat, apakah
infrastruktur yang ada (jalan dan lain-lain) sudah mendukung usaha yang
bapak/ibu lakukan?
 Ya
 Tidak (alasannya……………………………………………………………)
25. Apa saja hambatan yang hadapi dalam pengembangan usaha yang bapak/ibu
lakukan ini?
…………………………………………………………………………………
26. Apakah bapak/ibu sudah mengetahui bahwa sekarang pemerintah telah
mengeluarkan dana pinjaman usaha yang disebut dengan KUR (Kredit Usaha
Rakyat)?
 Ya
 Tidak
(alasannya……………………………………………………………………)
27. Jika jawaban pada nomor 26 adalah Ya, apakah bapak/ibu berkeinginan untuk
melakukan peminjaman dana tersebut?
 Ya  Tidak
28. Jika jawaban pada nomor 26 adalah Ya, bagaimana kemudahan untuk
mengakses melakukan peminjaman dana tersebut?
 Mudah  Sulit
29. Sepengetahuan bapak/ibu, apakah ada agunan/jaminan/persyaratan yang
ditetapkan oleh pihak Bank untuk mengakses/melakukan peminjaman dana
tersebut?
 Ya  Tidak
30. Jika jawaban pada nomor 29 adalah Ya, apakah bentuk/jenis
agunan/jaminan/persyaratan yang harus dikeluarkan tersebut?
…………………………………………………………………………………
31. Apakah bapak/ibu mengetahui/mengenal produk/peralatan rumah tangga
(kursi, kasur, bantal dan lain-lain) dari serat sabut kelapa berkaret (sebutret)?
 Ya  Tidak
32. Jika jawaban pada nomor 31 adalah Ya, apakah bapak/ibu berkeinginan untuk
menggunakan produk sebutret tersebut?
 Ya
 Tidak (alasannya...………….………………………………………………)
33. Jika jawaban pada nomor 31 Tidak, apakah bapak/ibu berkeinginan untuk
mengetahui/mengenal produk sebutret tersebut?
 Ya
 Tidak (alasannya…………………………………….………………………)
34. Bentuk promosi seperti apa yang bapak/ibu harapkan pada produk sebutret?
 Media cetak (surat kabar)  Dari rumah ke rumah
 Media eletronik (televisi)  Radio
 Leflet/Brosur  Lainnya,
sebutkan______________________
35. Apakah bapak/ibu mendukung jika dikemudian hari di Kabupaten Sambas
didirikan usaha pembuatan produk/peralatan rumah tangga (kursi, kasur,
bantal dan lain-lain) dari serat sabut kelapa berkaret (sebutret)?
 Ya (alasannya)………………………………………………………………)
 Tidak (alasnnya)……………………………………………………………)
Lampiran 4 (Lanjutan).

35. Menurut bapak/ibu, apa permasalahan agroindustri yang timbul di daerah


Kabupaten Sambas saat ini?
(jawaban bisa lebih dari satu)
 Produksi  Pemasaran  Distribusi  Permodalan
 Pengolahan  Transportasi  Lainnya, sebutkan_____________
36. Menurut bapak/ibu, apakah sudah ada tenaga profesinal bidang produk
agroindustri di Kabpaten Sambas saat ini?
 Belum ada  Banyak  Sangat banyak
 Sudah ada namun kurang  Lainnya, sebutkan______________
37. Apakah masalah produksi produk agroindustri di Kabupaten Sambas saat ini?
 Rendahnya mutu produksi  Rendahnya penguasaan tehnologi
 Kurangnya tenaga kerja  Lainnya, sebutkan______________
38. Menurut bapak/ibu, apakah sudah ada kebijakan yang dikeluarkan oleh
Pemerintah daerah Kabupaten Sambas untuk mendukung proses produksi
produk agroindustri di Kabupaten Sambas saat ini?
 Ya  Tidak
39. Menurut bapak/ibu, apakah sudah ada kebijakan yang dikeluarkan oleh
Pemerintah Daerah Kabupaten Sambas tentang investasi/penanaman modal
dibidang agroindustri?
 Ya  Tidak
40. Jika jawaban pada no. 39 Ya, menurut bapak/ibu, apakah kebijakan yang telah
dikeluarkan tersebut sudah berjalan sesuai dengan aturannya?
 Sudah  Belum
Lampiran 5. Kuesioner untuk pedagang pengumpul karet

Kuesioner ini digunakan sebagai bahan untuk penelitian mengenai


STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI SERAT SABUT KELAPA
BERKARET (SEBUTRET) (STUDI KASUS DI KABUPATEN SAMBAS).
Informasi ini dibutuhkan untuk penulisan TESIS di Jurusan Teknologi Industri
Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB).
Penelitian ini dilakukan oleh Junardi (NRP : F351090111).

PETUNJUK PENGISIAN

Responden diharapkan dapat memberikan jawaban terhadap seluruh


pertanyaan dengan cara memberikan tanda silang (x) atau checklist ( √ ) pada
kolom yang tersedia (Jawaban yang diberikan dapat lebih dari satu sesuai dengan
pilihan responden). Dan menuliskan jawaban menurut bapak/ibu pada tempat
yang telah disediakan.

IDENTITAS RESPONDEN PEDAGANG PENGUMPUL KARET


Nama : ……………………
Alamat : …………………….
Umur : …………………….
Jenis kelamin : Laki-laki/Perempuan

1. Apa tingkat pendidikan terakhir yang telah bapak/ibu peroleh?


 SD  SMTP  SMTA
 D3/S1/S2/S3  Lainnya, sebutkan_____________
2. Berapa lama bapak/ibu sudah menjadi pedagang pengumpul karet?
…………………………………………………………………………………
3. Berapa besar ruang lingkup operasional usaha yang bapak/ibu lakukan saat
ini?
 1 desa saja  Lebih dari1 desa (sebutkan jumlah desanya_____________)
 1 kecamatan  Lebih dari 1 kecamatan (sebutkan__________________)
4. Berapa kg rata-rata dalam 1 hari bapak/ibu mengumpulkan/membeli karet?
…………………………………………………………………………………
Lampiran 5 (Lanjutan).

5. Berapa harga (Rp/kg) yang telah bapak/ibu tawarkan dalam membeli hasil
olahan karet?
…………………………………………………………………………………
6. Kepada siapakah bapak/ibu menjual kembali karet yang telah dibeli tersebut ?
 Pedagang pengumpul desa  Menjual langsung ke pabrik
 Pedagang pengumpul kecamatan  Lainnya, sebutkan _______
7. Berapa kali dalam 1 bulan bapak/ibu menjual kembali karet yang telah dibeli
tersebut ?
 1 kali  3 kali
 2 kali  Lainnya, sebutkan ________________
8. Berapakah harga karet yang bapak/ibu dapatkan saat ini?
…………………………………………………………………………………
9. Bagaimana stabilitas/kondisi harga karet saat ini?
 Tidak stabil  Stabil  Sangat stabil
 Cukup stabil  Lainnya, sebutkan_________________
10. Apa faktor penyebab ketidakstabilan harga karet?
 Pengaruh perubahan musim
 Pengaruh perubahan harga pasar internasional
 Tidak adanya mekanisme penentuan harga
 Lainnya, sebutkan_________________
11. Berapa jumlah penghasilan rata-rata bapak/ibu dapatkan dari hasil penjualan
karet?
 < Rp 500.000  Rp 1.500.000 - Rp 2.000.000
 Rp 500.000 - Rp 1.000.000  > Rp 2.000.000 (sebutkan ____________)
 Rp 1.000.000 - Rp 1.500.000
12. Apakah jenis transportasi yang gunakan dalam mendukung usaha yang
bapak/ibu lakukan?
 Transportasi sungai  Transportasi darat
Lampiran 5 (Lanjutan).

13. Jika jenis transportasi yang digunakan adalah transportasi sungai, apakah
infrastruktur yang ada sudah mendukung usaha yang bapak/ibu lakukan?
 Ya
 Tidak (alasannya……………………………………………………………)
14. Jika jenis transportasi yang digunakan adalah transportasi darat, apakah
infrastruktur yang ada (jalan dan lain-lain) sudah mendukung usaha yang
bapak/ibu lakukan?
 Ya
 Tidak (alasannya……………………………………………………………)
15. Apa saja hambatan yang hadapi dalam pengembangan usaha yang bapak/ibu
lakukan ini?
…………………………………………………………………………………
16. Apakah bapak/ibu sudah mengetahui bahwa sekarang pemerintah telah
mengeluarkan dana pinjaman usaha yang disebut dengan KUR (Kredit Usaha
Rakyat)?
 Ya
 Tidak (alasannya……………………………………………………………)
17. Apakah bapak/ibu berkeinginan untuk melakukan peminjaman dana tersebut?
 Ya  Tidak
18. Jika jawaban pada nomor 16 adalah Ya, bagaimana kemudahan untuk
mengakses melakukan peminjaman dana tersebut?
 Mudah  Sulit
19. Sepengetahuan bapak/ibu, apakah ada agunan/jaminan/persyaratan yang
ditetapkan oleh pihak Bank untuk mengakses/melakukan peminjaman dana
tersebut?
 Ya  Tidak
20. Jika jawaban pada nomor 19 adalah Ya, apakah bentuk/jenis
agunan/jaminan/persyaratan yang harus dikeluarkan tersebut?
…………………………………………………………………………………
Lampiran 5 (Lanjutan).

21. Apakah bapak/ibu mengetahui/mengenal produk/peralatan rumah tangga


(kursi, kasur, bantal dan lain-lain) dari serat sabut kelapa berkaret (sebutret)?
 Ya  Tidak
22. Jika jawaban pada nomor 21 adalah Ya, apakah bapak/ibu berkeinginan untuk
menggunakan produk sebutret tersebut?
 Ya
 Tidak (alasannya...………………………….……………………………)
23. Jika jawaban pada nomor 21 Tidak, apakah bapak/ibu berkeinginan untuk
mengetahui/mengenal produk sebutret tersebut?
 Ya
 Tidak (alasannya………………………………….………………………)
24. Bentuk promosi seperti apa yang bapak/ibu harapkan pada produk sebutret?
(jawaban bisa lebih dari satu)
 Media cetak (surat kabar)  Dari rumah ke rumah
 Media eletronik (televisi)  Radio
 Leflet/Brosur  Lainnya, sebutkan_____________
25. Apakah bapak/ibu mendukung jika dikemudian hari di Kabupaten Sambas
didirikan usaha pembuatan produk/peralatan rumah tangga (kursi, kasur,
bantal dan lain-lain) dari serat sabut kelapa berkaret (sebutret)?
 Ya (alasannya)……………………………………………………………….
 Tidak (alasnnya)…………………………………………………………….
26. Menurut bapak/ibu, apa permasalahan agroindustri yang timbul di daerah
Kabupaten Sambas saat ini?
(jawaban bisa lebih dari satu)
 Produksi  Pemasaran  Distribusi  Permodalan
 Pengolahan  Transportasi  Lainnya, sebutkan_____________
27. Menurut bapak/ibu, apakah sudah ada tenaga profesinal bidang produk
agroindustri di Kabpaten Sambas saat ini?
 Belum ada  Banyak  Sangat banyak
 Sudah ada namun kurang  Lainnya, sebutkan______________
28. Apakah masalah produksi produk agroindustri di Kabupaten Sambas saat ini?
 Rendahnya mutu produksi  Rendahnya penguasaan tehnologi
 Kurangnya tenaga kerja  Lainnya, sebutkan______________
29. Menurut bapak/ibu, apakah sudah ada kebijakan yang dikeluarkan oleh
Pemerintah daerah Kabupaten Sambas untuk mendukung proses produksi
produk agroindustri di Kabupaten Sambas saat ini?
 Ya  Tidak
30. Menurut bapak/ibu, apakah sudah ada kebijakan yang dikeluarkan oleh
Pemerintah Daerah Kabupaten Sambas tentang investasi/penanaman modal
dibidang agroindustri?
 Ya  Tidak
41. Jika jawaban pada no. 30 Ya, menurut bapak/ibu, apakah kebijakan yang telah
dikeluarkan tersebut sudah berjalan sesuai dengan aturannya?
 Sudah  Belum
Lampiran 6. Kuesioner untuk pedagang pengumpul kelapa

Kuesioner ini digunakan sebagai bahan untuk penelitian mengenai


STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI SERAT SABUT KELAPA
BERKARET (SEBUTRET) (STUDI KASUS DI KABUPATEN SAMBAS).
Informasi ini dibutuhkan untuk penulisan TESIS di Jurusan Teknologi Industri
Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB).
Penelitian ini dilakukan oleh Junardi (NRP : F351090111).

PETUNJUK PENGISIAN

Responden diharapkan dapat memberikan jawaban terhadap seluruh


pertanyaan dengan cara memberikan tanda silang (x) atau checklist ( √ ) pada
kolom yang tersedia (Jawaban yang diberikan dapat lebih dari satu sesuai dengan
pilihan responden). Dan menuliskan jawaban menurut bapak/ibu pada tempat
yang telah disediakan.

IDENTITAS RESPONDEN PEDAGANG PENGUMPUL KELAPA


Nama : …………………….
Alamat : …………………….
Umur : …………………….
Jenis kelamin : Laki-laki/Perempuan

1. Apa tingkat pendidikan terakhir yang telah bapak/ibu peroleh?


 SD  SMTP  SMTA
 D3/S1/S2/S3  Lainnya, sebutkan_____________
2. Berapa lama bapak/ibu sudah menjadi pedagang pengumpul buah kelapa?
…………………………………………………………………………………
3. Berapa besar ruang lingkup operasional usaha yang bapak/ibu lakukan saat
ini?
 1 desa saja  Lebih dari1 desa (sebutkan jumlah desanya_____)
 1 kecamatan  Lebih dari 1 kecamatan (sebutkan_____________
Lampiran 6 (Lanjutan).

4. Berapa butir rata-rata dalam 1 kali panen bapak/ibu mengumpulkan/membeli


buah kelapa?
…………………………………………………………………………………
5. Berapa harga (Rp/butir) yang telah bapak/ibu tawarkan dalam membeli buah
kelapa?
…………………………………………………………………………………
6. Kepada siapakah bapak/ibu menjual kembali kelapa yang telah
dikumpulkan/dibeli tersebut ?
 Pedagang pengumpul desa  Menjual langsung ke pabrik
 Pedagang pengumpul kecamatan  Lainnya, sebutkan _______
7. Berapa kali dalam 1 kali panen bapak/ibu menjual kembali kelapa yang telah
dibeli tersebut ?
 1 kali  3 kali
 2 kali  Lainnya, sebutkan ________________
8. Dalam bentuk apa sajakah kelapa yang bapak/ibu jual?
 Kelapa muda  Kopra
 Kelapa tua yang sudah dikupas  Lainnya, sebutkan _____________
9. Kalau yang bapak/ibu jual dalam bentuk kelapa tua yang sudah dikupas atau
dalam bentuk kopra, bagaimana dengan sabut kelapanya?
 Dijual  Lainnya, sebutkan ________________
 Dibuang
10. Berapakah harga yang bapak/ibu dapatkan saat ini dalam menjual kembali
buah kelapa?
…………………………………………………………………………………
11. Bagaimana stabilitas/kondisi harga kelapa saat ini?
 Tidak stabil  Stabil  Cukup stabil  Sangat stabil

 Lainnya, sebutkan_________________
Lampiran 6 (Lanjutan).

12. Apa faktor penyebab ketidakstabilan harga kelapa?


 Pengaruh perubahan musim
 Pengaruh perubahan harga pasar internasional
 Tidak adanya mekanisme penentuan harga
 Lainnya, sebutkan_______________
13. Berapa jumlah penghasilan rata-rata bapak/ibu dapatkan dari hasil penjualan
kembali buah kelapa?
 < Rp 500.000  Rp 500.000 - Rp 1.000.000
 Rp 1.500.000 - Rp 2.000.000  Rp 1.000.000 - Rp 1.500.000
 > Rp 2.000.000 (sebutkan __________________)
14. Apakah jenis transportasi yang gunakan dalam mendukung usaha yang
bapak/ibu lakukan?
 Transportasi sungai  Transportasi darat
15. Jika jenis transportasi yang digunakan adalah transportasi sungai, apakah
infrastruktur yang ada sudah mendukung usaha yang bapak/ibu lakukan?
 Ya
 Tidak (alasannya……………………………………………………………)
16. Jika jenis transportasi yang digunakan adalah transportasi darat, apakah
infrastruktur yang ada (jalan da lain-lain) sudah mendukung usaha yang
bapak/ibu lakukan?
 Ya
 Tidak (alasannya……………………………………………………………)
17. Apa saja hambatan yang hadapi dalam pengembangan usaha yang bapak/ibu
lakukan ini?
…………………………………………………………………………………
18. Apakah bapak/ibu sudah mengetahui bahwa sekarang pemerintah telah
mengeluarkan dana pinjaman usaha yang disebut dengan KUR (Kredit Usaha
Rakyat)?
 Ya
 Tidak (alasannya……………………………………………………………)
Lampiran 6 (Lanjutan).

19. Apakah bapak/ibu berkeinginan untuk melakukan peminjaman dana tersebut?


 Ya  Tidak
20. Jika jawaban pada nomor 18 adalah Ya, bagaimana kemudahan untuk
mengakses melakukan peminjaman dana tersebut?
 Mudah  Sulit
21. Sepengetahuan bapak/ibu, apakah ada agunan/jaminan/persyaratan yang
ditetapkan oleh pihak Bank untuk mengakses/melakukan peminjaman dana
tersebut?
 Ya  Tidak
22. Jika jawaban pada nomor 21 adalah Ya, apakah bentuk/jenis
agunan/jaminan/persyaratan yang harus dikeluarkan tersebut?
…………………………………………………………………………………
23. Apakah bapak/ibu mengetahui/mengenal produk/peralatan rumah tangga
(kursi, kasur, bantal dan lain-lain) dari serat sabut kelapa berkaret (sebutret)?
 Ya  Tidak
24. Jika jawaban pada nomor 23 adalah Ya, apakah bapak/ibu berkeinginan untuk
menggunakan produk sebutret tersebut?
 Ya
 Tidak (alasannya...……………………..…………………………………)
25. Jika jawaban pada nomor 23 Tidak, apakah bapak/ibu berkeinginan untuk
mengetahui/mengenal produk sebutret tersebut?
 Ya
 Tidak (alasannya…………………………..………………………………)
26. Bentuk promosi seperti apa yang bapak/ibu harapkan pada produk sebutret?
(jawaban bisa lebih dari satu)
 Media cetak (surat kabar)  Dari rumah ke rumah
 Media eletronik (televisi)  Radio
 Leflet/Brosur  Lainnya, sebutkan_____________
Lampiran 6 (Lanjutan).

27. Apakah bapak/ibu mendukung jika dikemudian hari di Kabupaten Sambas


didirikan usaha pembuatan produk/peralatan rumah tangga (kursi, kasur,
bantal dan lain-lain) dari serat sabut kelapa berkaret (sebutret)?
 Ya (alasannya)………………………………………………………………)
 Tidak (alasnnya)……………………………………………………………)
28. Menurut bapak/ibu, apa permasalahan agroindustri yang timbul di daerah
Kabupaten Sambas saat ini?
(jawaban bisa lebih dari satu)
 Produksi  Pemasaran  Distribusi  Permodalan
 Pengolahan  Transportasi  Lainnya, sebutkan_____________
29. Menurut bapak/ibu, apakah sudah ada tenaga profesinal bidang produk
agroindustri di Kabpaten Sambas saat ini?
 Belum ada  Banyak  Sangat banyak
 Sudah ada namun kurang  Lainnya, sebutkan______________
30. Apakah masalah produksi produk agroindustri di Kabupaten Sambas saat ini?
 Rendahnya mutu produksi  Rendahnya penguasaan teknologi
 Kurangnya tenaga kerja  Lainnya, sebutkan______________
31. Menurut bapak/ibu, apakah sudah ada kebijakan yang dikeluarkan oleh
Pemerintah daerah Kabupaten Sambas untuk mendukung proses produksi
produk agroindustri di Kabupaten Sambas saat ini?
 Ya  Tidak
32. Menurut bapak/ibu, apakah sudah ada kebijakan yang dikeluarkan oleh
Pemerintah Daerah Kabupaten Sambas tentang investasi/penanaman modal
dibidang agroindustri?
 Ya  Tidak
33. Jika jawaban pada no. 32 Ya, menurut bapak/ibu, apakah kebijakan yang telah
dikeluarkan tersebut sudah berjalan sesuai dengan aturannya?
 Sudah  Belum
Lampiran 7. Kuesioner untuk konsumen

Kuesioner ini digunakan sebagai bahan untuk penelitian mengenai


STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI SERAT SABUT KELAPA
BERKARET (SEBUTRET) (STUDI KASUS DI KABUPATEN SAMBAS).
Informasi ini dibutuhkan untuk penulisan TESIS di Jurusan Teknologi Industri
Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB).
Penelitian ini dilakukan oleh Junardi (NRP : F351090111).

PETUNJUK PENGISIAN

Responden diharapkan dapat memberikan jawaban terhadap seluruh


pertanyaan dengan cara memberikan tanda silang (x) atau checklist ( √ ) pada
kolom yang tersedia (Jawaban yang diberikan dapat lebih dari satu sesuai dengan
pilihan responden). Dan menuliskan jawaban menurut bapak/ibu pada tempat
yang telah disediakan.

IDENTITAS RESPONDEN KONSUMEN


Nama : …………………….
Alamat : ..……………………
Umur : …………………….
Jenis kelamin : Laki-laki/Perempuan

1. Apa tingkat pendidikan terakhir yang telah bapak/ibu peroleh?


 SD  SMTP  SMTA
 D3/S1/S2/S3  Lainnya, sebutkan_____________
2. Apa jenis pekerjaan yang bapak/ibu lakukan saat ini?
 Petani  PNS
 Pedagang/wiraswata  Lainnya, sebutkan______________
3. Berapa jumlah pendapatan yang bapak/ibu dapatkan dalam 1 bulan?
 < Rp 500.000  Rp 500.000 - Rp 1.000.000
 Rp 1.500.000 - Rp 2.000.000  Rp 1.000.000 - Rp 1.500.000
 < Rp 2.000.000 (sebutkan __________________)
Lampiran 7 (Lanjutan).

4. Apakah bapak/ibu menggunakan produk/peralatan rumah tangga yang berasal


dari busa?
 Ya  Tidak
5. Jika jawaban pada nomor 4 adalah Ya, berapa jenis produk/peralatan rumah
tangga yang bapak/ibu gunakan?
 1 jenis  3 jenis
 2 jenis  Lainnya, sebutkan______________
6. Apa sajakah jenis produk/peralatan rumah tangga yang bapak/ibu gunakan?
…………………………………………………………………………………
7. Dalam membeli produk/peralatan rumah tangga yang berasal dari busa, hal
terpenting apa yang menjadi pertimbangan? (jawaban bisa lebih dari satu)
 Kualitas  Harga  Lainnya, sebutkan______________
8. Berapa rata-rata pengeluaran untuk pembelian produk/peralatan rumah tangga
yang berasal dari busa?
 < Rp 1.000.000  Rp 1.000.000 – Rp 1.500.000
 Rp 1.500.000 – Rp 2.000.000  Lainnya, sebutkan_____________
9. Pertimbangan apa yang menyebabkan bapak/ibu menggunakan
produk/peralatan rumah tangga yang berasal dari busa? (jawaban bisa lebih
dari satu)
 Lebih murah  Lebih mudah diperoleh
 Kualitasnya lebih baik  Lebih terkenal
 Lainnya, sebutkan____________________
10. Menurut bapak/ibu, apakah harga produk/peralatan rumah tangga yang berasal
dari busa saat ini tergolong mahal?
 Ya  Tidak
Lampiran 7 (Lanjutan).

11. Jika dikeluarkan produk/peralatan rumah tangga yang dapat menggantikan


busa yang terbuat dari bahan hasil alam (bukan busa), maka menurut
bapak/ibu harga yang sesuai untuk produk baru tersebut adalah? (jawaban bisa
lebih dari satu)
 Lebih murah dari harga rata-rata busa yang ada dipasaran
 Lebih mahal dari harga rata-rata busa yang ada dipasaran
 Sama dengan harga rata-rata busa yang ada dipasaran
12. Jika produk /peralatan rumah tangga pengganti busa tersebut sudah
dikeluarkan dengan harga menurut jawaban bapak/ibu pada nomor 11 dengan
kualitas yang lebih baik, apakah bapak/ibu tertarik untuk
mencoba/membelinya?
 Pasti beli  Mungkin tidak beli  Ragu-ragu
 Mungkin beli  Tidak
13. Apakah bapak/ibu menggunakan produk/peralatan rumah tangga yang berasal
dari kapuk?
 Ya  Tidak
14. Jika jawaban pada nomor 13 adalah Ya, berapa jenis produk/peralatan rumah
tangga tersebut?
 1 jenis  3 jenis
 2 jenis  Lainnya, sebutkan______________
15. Berapa rata-rata pengeluaran untuk pembelian produk/peralatan rumah tangga
yang berasal dari kapuk?
 < Rp 100.000  Rp 100.000 – Rp 150.000
 Rp 150.000 – Rp 200.000  Lainnya, sebutkan_____________
16. Pertimbangan apa yang menyebabkan bapak/ibu menggunakan
produk/peralatan rumah tangga yang berasal dari kapuk? (jawaban bisa lebih
dari satu)
 Lebih murah  Lebih mudah diperoleh  Kualitasnya lebih baik
 Lebih terkenal  Lainnya, sebutkan____________________
Lampiran 7 (Lanjutan).

17. Menurut bapak/ibu, apakah harga produk/peralatan rumah tangga yang berasal
dari kapuk saat ini tergolong mahal?
 Ya  Tidak
18. Jika dikeluarkan produk/peralatan rumah tangga yang dapat menggantikan
kapuk yang, maka menurut bapak/ibu harga yang sesuai untuk produk baru
tersebut adalah?
 Lebih murah dari harga rata-rata kapuk yang ada dipasaran
 Lebih mahal dari harga rata-rata kapuk yang ada dipasaran
 Sama dengan harga rata-rata kapuk yang ada dipasaran
19. Jika produk /peralatan rumah tangga pengganti kapuk tersebut sudah
dikeluarkan dengan harga dengan harga yang sedikit lebih mahal tapi dengan
kualitas yang lebih baik, apakah bapak/ibu tertarik untuk
mencoba/membelinya?
 Pasti beli.  Mungkin tidak beli.  Ragu-ragu.
 Mungkin beli.  Tidak
20. Apakah bapak/ibu mengetahui/mengenal produk/peralatan rumah tangga
(kursi, kasur, bantal dan lain-lain) dari serat sabut kelapa berkaret (sebutret)?
 Ya  Tidak
21. Jika jawaban pada nomor 20 adalah Ya, apakah bapak/ibu berkeinginan untuk
menggunakan produk sebutret tersebut?
 Ya
 Tidak (alasannya...………………..………………………………………)
22. Jika jawaban pada nomor 20 Tidak, apakah bapak/ibu berkeinginan untuk
mengetahui/mengenal produk sebutret tersebut?
 Ya
 Tidak (alasannya…………………..………………………………………)
23. Bentuk promosi seperti apa yang bapak/ibu harapkan pada produk sebutret?
(jawaban bisa lebih dari satu)
 Media cetak (surat kabar)  Dari rumah ke rumah
 Media eletronik (televisi)  Radio
 Leflet/Brosur  Lainnya, sebutkan_____________
Lampiran 7 (Lanjutan).

24. Apakah bapak/ibu mendukung jika dikemudian hari di Kabupaten Sambas


didirikan usaha pembuatan produk/peralatan rumah tangga (kursi, kasur,
bantal dan lain-lain) dari serat sabut kelapa berkaret (sebutret)?
 Ya (alasannya)……………………………………………………………)
 Tidak (alasnnya)……………………………………………………………)
25. Menurut bapak/ibu, apa permasalahan agroindustri yang timbul di daerah
Kabupaten Sambas saat ini?
(jawaban bisa lebih dari satu)
 Produksi  Pemasaran  Distribusi  Permodalan
 Pengolahan  Transportasi  Lainnya, sebutkan_____________
26. Menurut bapak/ibu, apakah sudah ada tenaga profesinal bidang produk
agroindustri di Kabpaten Sambas saat ini?
 Belum ada  Banyak  Sangat banyak
 Sudah ada namun kurang  Lainnya, sebutkan______________
27. Apakah masalah produksi produk agroindustri di Kabupaten Sambas saat ini?
 Rendahnya mutu produksi  Rendahnya penguasaan tehnologi
 Kurangnya tenaga kerja  Lainnya, sebutkan______________
28. Menurut bapak/ibu, apakah sudah ada kebijakan yang dikeluarkan oleh
Pemerintah daerah Kabupaten Sambas untuk mendukung proses produksi
produk agroindustri di Kabupaten Sambas saat ini?
 Ya  Tidak
29. Menurut bapak/ibu, apakah sudah ada kebijakan yang dikeluarkan oleh
Pemerintah Daerah Kabupaten Sambas tentang investasi/penanaman modal
dibidang agroindustri?
 Ya  Tidak
30. Jika jawaban pada no. 29 Ya, menurut bapak/ibu, apakah kebijakan yang telah
dikeluarkan tersebut sudah berjalan sesuai dengan aturannya?
 Sudah  Belum
Lampiran 8. Kuesioner untuk akademisi dan stakeholders terkait

Kuesioner ini digunakan sebagai bahan untuk penelitian mengenai


STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI SERAT SABUT KELAPA
BERKARET (SEBUTRET) (STUDI KASUS DI KABUPATEN SAMBAS).
Informasi ini dibutuhkan untuk penulisan TESIS di Jurusan Teknologi Industri
Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB).
Penelitian ini dilakukan oleh Junardi (NRP : F351090111).

PETUNJUK PENGISIAN

Responden diharapkan dapat memberikan jawaban terhadap seluruh


pertanyaan dengan cara memberikan tanda silang ( x ) atau checklist ( √ ) pada
kolom yang tersedia (Jawaban yang diberikan dapat lebih dari satu sesuai dengan
pilihan responden) dan menuliskan jawaban menurut bapak/ibu pada tempat yang
telah disediakan.

IDENTITAS RESPONDEN
Nama : …………………….
Instansi : …………………….
Alamat : ..……………………
Umur : …………………….
Jenis kelamin : Laki-laki/Perempuan

Petunjuk umum:
1. Pengisian kuesioner dilakukan secara langsung dan tertulis oleh responden.
2. Jawaban merupakan pendapat pribadi dari masing-masing responden.
3. Dalam mengisi kuesioner, responden diharapkan melakukannya secara
sekaligus (tidak menunda/sebagian) untuk menghindari inkonsistensi jawaban.

a. Pemberian Pembobotan terhadap Faktor Strategis Internal dan


Eksternal Pengembangan Agroindustri Sebutret
Lampiran 8 (Lanjutan).

Petunjuk khusus:
1. Pembobotan dengan metode Paired Comparaison yaitu penilaian bobot
(weight) dengan membandingkan setiap faktor strategi internal dan eksternal
usaha, dimana setiap bobot peubah digunakan skala 1, 2, dan 3 dengan
keterangan sebagai berikut:
1 = jika indikator horizontal kurang penting daripada indikator vertikal,
2 = jika indikator horizontal sama penting daripada indikator vertikal,
3 = jika indikator horizontal lebih penting daripada indikator vertikal,
2. Penentuan bobot merupakan pandangan masing-masing responden terhadap
setiap faktor strategi internal dan eksternal usaha.
Pembobotan internal pengembangan agroindustri sebutret
Faktor Internal A B C D E F G H I J K L M N Total Bobot
A. Ketersediaan bahan baku yang banyak .
B. Tenaga kerja lokal cukup tersedia .
C. Karet dan kelapa merupakan komoditas andalan masyarakat sebagai sumber pendapatan
.
D. Kesuburan tanah yang cocok untuk budidaya tanaman karet dan kelapa .
E. Tersedianya pasar produk sebutret .
F. Skala usahatani yang dilakukan relatif kecil .
G. Tingkat pendidikan relatif rendah .
H. Sarana dan prasarana transportasi yang kurang mendukung .
I. Penguasaan teknologi oleh petani masih rendah .
J. Belum adanya tenaga ahli tentang proses produksi pembuatan sebutret .
K. Produk masih belum dikenal oleh masyarakat .
L. Kurangnya akses terhadap informasi pasar .
M. Keterbatasan modal .
N. Daya saing yang rendah , hanya sebatas lokal desa dan kecamatan .
TOTAL

Pembobotan eksternal pengembangan agroindustri sebutret


Faktor eksternal A B C D E F G H I J K L M N O Total Bobot
A. Meningkatkan pendapatan dan menambah lapangan pekerjaan.
B. Masih belum ada industri pengolahan sabut kelapa.
C. Adanya dukungan yang diberikan oleh pemda.
D. Perekonomian masyarakat yang semakin meningkat.
E. Jumlah penduduk yang semakin meningkat.
F. Teknologi pembuatan sebutret sudah ada,
G. Ketidakpastian harga.
H. Pasar dikuasai oleh produk yang berbahan baku dari sintetis.
I. Pemerintah belum konsisten dalam mengaflikasikan kebijakan.
J. Ekspansi lahan perkebunan kelapa sawit.
K. Politik dan keamanan.
L. Perubahan cuaca.
M. Hama tanaman.
N. Belum adanya kemitraan usaha yang kuat.
O. Kurangnya koordinasi antar instansi yang terkait.
TOTAL
Lampiran 8 (Lanjutan).

b. Pemberian Peringkat/Rating terhadap Faktor Strategis Internal dan


Eksternal Pengembangan Agroindustri Sebutret
1. Pemberian nilai peringkat/rating terhadap faktor strategis internal (kekuatan
dan kelemahan).
Petunjuk pengisian:
a) Pemberian nilai rating menunjukan tingkat faktor strategis sebagai
kekuatan atau kelemahan. Pemberian nilai peringkat didasarkan pada
keterangan seperti berikut:
- Nilai 4, jika faktor strategis tersebut dinilsi mempunyai kekuatan utama.
- Nilai 3, jika faktor strategis tersebut dinilai mempunyai kekuatan kecil.
- Nilai 2, jika faktor strategis tersebut dinilai mempunyai kelemahan kecil.
- Nilai 1, jika faktor strategis tersebut dinilai mempunyai kelemahan
utama.
b) Pengisian kolom penilaian rating menggunakan tanda check list (√)
KEKUATAN 4 3 2 1
- Ketersediaan bahan baku yang banyak.
- Tenaga kerja lokal cukup tersedia.
- Karet dan kelapa merupakan komoditas andalan masyarakat sebagai
sumber pendapatan.
- Kesuburan tanah yang cocok untuk budidaya tanaman karet dan
kelapa.
- Tersedianya pasar produk sebutret.

KELEMAHAN 4 3 2 1
- Skala usahatani yang dilakukan relatif kecil.
- Tingkat pendidikan relatif rendah .
- Sarana dan prasarana transportasi yang kurang mendukung.
- Penguasaan teknologi oleh petani masih rendah.
- Belum adanya tenaga ahli. tentang proses produksi pembuatan
sebutret.
- Produk masih belum dikenal oleh masyarakat.
- Kurangnya akses terhadap informasi pasar.
- Keterbatasan modal.
- Daya saing yang rendah, hanya sebatas lokal desa dan kecamatan.
Lampiran 8 (Lanjutan).
2. Pemberian nilai peringkat/rating terhadap faktor strategis eksternal (peluang
dan ancaman)
Petunjuk pengisian:
a) Pemberian nilai rating didasarkan pada kemampuan perusahaan dalam
meraih peluang yang ada. Pemberian nilai peringkat seperti seperti
berikut:
- Nilai 4, jika perusahaan mempunyai kemampuan yang “sangat baik”
dalam meraih peluang.
- Nilai 3, jika perusahaan mempunyai kemampuan yang ”baik” dalam
meraih peluang.
- Nilai 2, jika perusahaan mempunyai kemampuan yang “cukup baik”
dalam meraih peluang.
- Nilai 1,jika perusahaan mempunyai kemampuan “tidak baik” dalam
meraih peluang.
b) Pemberian nilai rating yang didasarkan pada kemampuan perusahaan
dalam menghindari ancaman yang ada. Pemberian nilai tersebut seperti di
bawah ini:
- Nilai 4, jika ancaman tersebut kecil.
- Nilai 3, jika ancaman tersebut sedang.
- Nilai 2, jika ancaman tersebut besar.
- Nilai 1, jika ancaman tersebut sangat besar.
c) Pengisian kolom penilaian rating menggunakan tanda check list (√)

PELUANG 4 3 2 1
- Meningkatkan pendapatan dan menambah peluang usaha dan lapangan pekerjaan.
- Masih belum adanya industri pengolahan dan pemanfaatan sabut kelapa.
- Adanya dukungan yang diberikan oleh pemda .
- Perekonomian masyarakat yang semakin meningkat.
- Jumlah penduduk yang semakin meningkat.
- Teknologi pembuatan sebutret sudah ada,

ANCAMAN 4 3 2 1
- Ketidakpastian harga bahan baku ditingkat petani.
- Pasar dikuasai oleh produk yang berbahan baku dari sintetis.
- Pemerintah belum konsisten dalam mengaplikasikan kebijakan.
- Ekspansi lahan perkebunan kelapa sawit.
- Politik dan keamanan.
- Perubahan cuaca.
- Hama tanaman.
- Belum adanya kemitraan usaha yang kuat.
- Kurangnya koordinasi antar instansi yang terkait.

You might also like