You are on page 1of 23

1

BAB I
PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang
Logam paduan yang menandakan kemajuan suatu negara adalah baja,
bahkan sekarang di salah satu BUMN Indonesia mengusung semboyan bahwa
baja adalah kekuatan bangsa. Memang kebenaran tentang semboyan itu adalah
sangat benar. Indonesia sebagai negara yang kaya akan sumber daya alam
seharusnya mampu menjadi negara yang adidaya.
Baja pada dasarnya ialah paduan besi (Fe) dengan tambahan unsur karbon
(C) sampai dengan 2% (maksimal). Bila kadar unsur karbon (C) lebih dari 2%,
maka material tersebut biasanya disebut sebagai besi cor (cast iron).
Seperti telah diketahui sebelumnya bahwa pada dasarnya baja adalah
material yang ulet dan tangguh, hal tersebut dapat diindikasikan dari luasnya area
untuk baja jika dilihat dari kurva tegangan regangan, yang tentunya jika
dibandingkan dengan material atau paduan logam jenis lain. Selain itu pula baja
memiliki temperatur transisi yang baik jika dilihat dari kurva temperatur
peralihan, yang sekali lagi menandakan bahwa baja adalah logam yang tangguh,
yang dapat bertahan dengan baik pada temperatur yang tidak stabil sekalipun.
Namun, berspekulasi dini mengenai sifat atau perilaku suatu material seperti
halnya baja tadi dianggap terlalu cepat untuk dapat mengukuhkannya. Oleh karena
itu, perlu dilakukannya suatu bentuk pengujian yang dapat mensinkronisasi hal
yang telah didapat dari literatur, sehingga pembuktian mengenai suatu topik tidak
timpang lagi.
Dalam suatu proses pengujian logam, kekerasan dapat diartikan sebagai
kemampuan suatu bahan terhadap pembebanan dalam perubahan yang tetap.
Artinya, ketika gaya tertentu diberikan pada suatu benda uji, dan karena pengaruh
pembebanan tersebut, benda uji mengalami proses deformasi. Seberapa besar
tingkat kekerasan dari bahan tersebut dapat kita analisis dari besarnya beban yang
diberikan terhadap luas bidang yang menerima pembebanan tersebut.

1
2

Ketika kita memilih bahan benda kerja yang akan digunakan kita harus
mempertimbangkan kekuatan benda tersebut. Dengan pertimbangan itu, biasanya
kita akan cenderung memilih bahan benda kerja yang memiliki tingkat kekerasan
yang lebih tinggi. Sebab, pada umumnya logam keras dipandang lebih kuat bila
dibandingkan dengan logam lunak. Meskipun begitu, logam yang keras biasanya
lebih cenderung rapuh. Sebaliknya, logam lunak lebih cenderung ulet dan elastis.
Meskipun logam keras dipandang lebih kuat daripada logam lunak, namun
yang perlu diperhatikan adalah bahwa tingkat kekerasan bahan yang tinggi belum
menjamin bahwa komponen mesin memiliki kekuatan (ketahanan) untuk
menerima beban.
Berkaitan dengan penggunaan logam keras dan lunak ini, dapat dimaklumi
bahwa teknologi yang berkembang saat ini di negara kita masih dalam tahap
pengembangan teknologi tepat guna dan rekayasa industri yang tingkat risikonya
tidak terlalu tinggi, sehingga ketelitian dalam perancangan pun menjadi rendah,
sebab perancangan konstruksi mesin berteknologi sederhana tentunya jauh
berbeda dengan perancangan konstruksi mesin berteknologi tinggi, dan yang pasti
perancangan konstruksi mesin berteknologi tinggi memerlukan pengolahan logam
yang berkualitas pula.
Mengingat bahan logam yang dibutuhkan komponen mesin dan peralatan
teknik lainnya cukup ketat persyaratan kualitasnya sesuai dengan standar yang
digunakan di negara tersebut, maka pembuatan bahan-bahan logam harus
berupaya menghasilkan produk bahan logam yang cukup bervariasi sifat
logamnya disesuaikan dengan kebutuhan mutu yang diisyaratkan, dan kualitasnya
telah diuji secara akurat di laboratorium pengujian logam.
Dalam proses pengujian kekerasan di laboratorium, terdapat tiga jenis
umum mengenai ukuran kekerasan, yang tergantung pada cara melakukan
pengujian.
1. Kekerasan goresan (scratch hardness) atau kekerasan mohs.
2. Kekerasan lekukan (indentation hardness) menurut Brinel, Rockwell,
Vicker, dan microhardness Vickers atau Knoop untuk logam.
3

3. Kekerasan pantulan (rebound hardness) atau kekerasan dinamik
(dynamic hardness). Untuk logam, hanya kekerasan lekukan yang
banyak menarik perhatian dalam kaitannya dengan bidang rekayasa.
Untuk itu, sebagai mahasiswa metalurgi diharuskan untuk mengerti dan
memahami berbagai macam pengujian pada logam, misalnya pada pengujian
kekerasan, agar terjadi sinkronisasi antara materi yang didapat melalui
perkuliahan dan literatur dengan data yang didapat melalui uji coba praktikum.

1.2 Tujuan Percobaan
Untuk mengetahui kekerasan bahan logam sebagai ukuran ketahanan
beban terhadap deformasi plastis. Nilai kekerasan dinyatakan dalam bilangan
kekerasan Rockwell.

1.3 Batasan Masalah
Dalam percobaan praktikum uji kekerasan kali ini mahasiswa dapat
mempelajari kekerasan suatu logam baik itu logam murni ataupun paduan, ukuran
ketahanan suatu material terhadap indentasi khususnya dengan kekerasan
Rockwell.

1.4 Sistematika Penulisan
Penulisan laporan ini dibagi menjadi lima bab. Bab I menjelaskan
mengenai latar belakang, tujuan percobaan, batasan masalah, sistematika
penulisan. Bab II menjelaskan mengenai tinjauan pustaka yang berisi mengenai
teori singkat dari percobaan yang dilakukan, Bab III menjelaskan mengenai
metode percobaan, Bab IV menjelaskan mengenai hasil percobaan yang dilakukan
beserta pembahasannya. Bab V menjelaskan mengenai kesimpulan dari percobaan
serta saran setelah dilakukannya suatu percobaan. Selain itu juga di akhir laporan
terdapat lampiran yang memuat contoh perhitungan, jawaban pertanyaan dan
tugas serta terdapat juga blanko percobaan.



4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Definisi Kekerasan
Kekerasan suatu bahan adalah peristilahan yang kabur, yang mempunyai
banyak arti tergantung pada pengalaman pihak-pihak yang terlibat. Namun pada
umumnya, kekerasan menyatakan ketahanan terhadap deformasi, dan untuk
logam dengan sifat tersebut merupakan ukuran ketahanannya terhadap deformasi
plastik atau deformasi permanen. Untuk orang-orang yang berkecimpung dalam
mekanika pengujian bahan, banyak yang mengartikan kekerasan sebagai ukuran
ketahanan terhadap lekukan. Untuk para insinyur perancang, kekerasan sering
diartikan sebagai ukuran kemudahan dan kuantitas khusus yang menunjukan
sesuatu mengenai kekuatan dan perlakukan panas dari suatu logam. Terdapat tiga
jenis umum mengenai ukuran kekerasan, yang tergantung pada cara melakukan
pengujian.
3

1. Kekerasan goresan (scratch hardness) atau kekerasan Mohs.
2. Kekerasan lekukan (indentation hardness) menurut Brinel, Rockwell,
Vicker, dan microhardness Tuken atau Knoop untuk logam.
3. Kekerasan pantulan (rebound hardness) atau kekerasan dinamik
(dynamic hardness). Untuk logam, hanya kekerasan lekukan yang
banyak menarik perhatian dalam kaitannya dengan bidang rekayasa.
Kekerasan goresan merupakan perhatian utama para ahli mineral. Dengan
mengukur kekerasan, berbagai mineral dan bahan-bahan yang lain, disusun
berdasarkan kemampuan goresan yang satu terhadap yang lain. Kekerasan
goresan diukur dengan skala Mohs. Skala ini terdiri dari atas 10 standar mineral
disusun berdasarkan kemampuannya untuk digores. Tabel 1 menunjukkan skala
dari kekerasan mohs. Mineral yang paling lunak pada skala ini adalah talk
(kekerasan goresan 1), sedangkan intan mempunyai kekerasan 10. Kuku jari
mempunyai kekerasan sekitar 2, tembaga yang dilunakkan kekerasannya 3, dan
martensit 7. Skala Mohs tidak cocok untuk logam, karena interval skala pada nilai

4
5

kekerasan yang tinggi. Logam yang paling keras mempunyai kekerasan pada skala
Mohs, antara 4 sampai 8. Suatu jenis lain pengukuran kekerasan goresannya
adalah mengukur kedalaman atau lebar goresan pada permukaan benda uji yang
dibuat oleh jarum penggores yang terbuat dari intan dan diberi beban yang
terbatas. Cara ini merupakan metode yang sangat berguna untuk mengukur
kekerasan relatif kandungankandungan mikro, tetapi metode ini tidak
memberikan ketelitian yang besar atau kemampu-ulangan yang tinggi.
Pada pengukuran kekerasan dinamik, biasanya penumbuk dijatuhkan ke
permukaan logam dan kekerasan dinyatakan sebagai energi tumbuknya.
Skeleroskop (shore sceleroscope), yang merupakan contoh paling umum dari
suatu alat penguji kekerasan dinamik, mengukur kekerasan yang dinyatakan
dengan tinggi lekukan atau tinggi pantulan.
3


Tabel 1. Skala kekerasan Mohs.
1

Mineral Skala Number Common Object
Talc 1
Gypsum 2 Finger nail
Calcite 3 Copper Penny
Fluorite 4 Steel Nail
Apatite 5 Glass Plate
Orthoclase 6
Quartz 7 Streak Plate
Topaz 8
Corundum 9
Diamond 10

Namun pada dasarnya dalam dunia industri, terutama yang berhubungan dengan
pengujian logam yang banyak digunakan adalah menggunakan metode indentasi
berdasarkan prinsip-prinsip yang telah ada, karena lebih menjelaskan rentang nilai
kekerasan yang sebenarnya dari logam tersebut, adapun metode-metode yang
sering digunakan dirangkum dalam tabel berikut :
6

Tabel 2. Macam teknik pengujian kekerasan.
2





























2.2 Kekerasan Brinell
Pengujian kekerasan Brinell menggunakan penumbuk (penetrator) yang
terbuat dari bola baja yang diperkeras (atau tungsten carbide).. Uji lekukan yang
pertama kali banyak digunakan serta disusun pembakuannya adalah metode yang
diajukan oleh J.A. Brinell pada tahun 1900. Uji kekerasan Brinell berupa
pembentukan lekukan pada permukaan logam dengan memakai bola baja
berdiameter 10 mm dan diberi beban 3000 kg. Pemilihan beban tergantung dari
kekerasan material, semakin keras material maka beban yang diterapkan juga
semakin besar. Untuk logam lunak, beban dikurangi hingga tinggal 500 kg, untuk
menghindarkan jejak yang dalam, dan untuk bahan yang sangat keras, digunakan
7

paduan karbida tungsten, untuk memperkecil terjadinya distorsi indentor. Beban
diterapkan selama selang waktu tertentu, biasanya 30 detik, dan diameter lekukan
diukur dengan mikroskop daya rendah, setelah beban tersebut dihilangkan.
Kemudian dicari harga rata-rata dari 2 buah pengukuran diameter pada jejak yang
berarah tegak lurus, permukaan dimana lekukan akan dibuat harus relatif halus,
bebas dari debu atau kerak.Angka kekerasan Brinell (BHN) dinyatakan sebagai
beban P dibagi luas permukaan lekuakan. Rumus untuk angka kekerasan tersebut
adalah:

........................................ .........(2.1)

Dimana: P = beban yang diterapkan (kg)
D = diameter bola (mm)
d = diameter lekukan (

(mm)
T = kedalaman jejak (mm)
Satuan dari BHN adalah kilogram per meter kuadrat. Akan tetapi, BHN
tidak memenuhi konsep fisika, karena rumus diatas tidak melibatkan tekanan rata-
rata pada permukaan lekukan.
Dari persamaan diatas dilihat bahwa d = D sin * . Dengan memasukan
harga ini ke dalam persamaan diatas, akan dihasilkan bentuk persamaan kekerasan
Brinell yang lain, yaitu:

..............................................................(2.2)
Untuk mendapatkan BHN yang sama dengan beban atau diameter bola yang
tidak standar, diperlukan keserupaan lekukan secara geometris. Keserupaan
geometris diperoleh, sejauh besar sudut 2* tidak berubah. Tanpa menjaga P/D
2

konstan, yang dalam percobaan sering merepotkan maka BHN akan bervariasi
terhadap beban. Pada daerah dengan beban yang beragam, BHN akan mencapai
harga maksimum pada beban menengah. Oleh karena itu, tidak mungkin
menggunakan beban tunggal untuk mencakup seluruh daerah harga kekerasan
yang terdapat pada logam-logam komersial. Jejak yang relatif besar dari pada
kekerasan Brinell memberikan keuntungan dalam membagikan secara pukul rata
8

ketidakseragaman lokal, selain itu uji Brinell tidak begitu dipengaruhi oleh
goresan dan kekerasan permukaan dibandingkan dengan uji kekerasan yang lain.
Dilain pihak, jejak Brinell yang besar ukurannya, dapat menghalangi pemakaian
uji tersebut untuk benda uji yang kecil, atau pada bagian yang kritis terhadap
tegangan, dimana lekukan yang terjadi dapat menyebabkan kegagalan (failure).

2.3 Kekerasan Vickers
Pengujian kekerasan dengan metode Vickers bertujuan menentukan
kekerasan suatu material dalam bentuk daya tahan material terhadap intan
berbentuk piramida dengan sudut puncak 136 derajat yang ditekankan pada
permukaan material uji tersebut. Permukaan benda uji ditekan dengan penetrator
intan berbentuk piramida. Dasar piramida berbentuk bujur sangkar dan sudut
antara dua bidang miring yang berhadapan 136. Sudut ini dipilih, karena nilai
tersebut mendekati sebagian besar nilai perbandingan yang diinginkan antara
diameter lekukan dan diameter bola penumbuk pada uji kekerasan Brinell. Karena
bentuk penumbuknya piramid, maka pengujian ini sering dinamakan uji kekerasan
piramida intan. Angka kekerasan piramida intan (DPH), atau angka kekerasan
Vickers (VHN atau VPH), didefinisikan sebagai beban dibagi luas permukaan
lekukan. Pada prakteknya, luas ini dihitung dari pengukuran mikroskopik panjang
diagonal jejak. DPH dapat ditentukan dari persamaan berikut:

2 2
d
1,854P
d
2

2PSin
HVN ! ! ...................... ...................... ......(2.3)
Dimana : P = Beban yang digunakan (kg)
d = Panjang diagonal rata-rata dari bekas penekanan (mm)
= Sudut antara permukaan intan yang berlawanan (136
o
)
Uji kekerasan Vickers banyak dilakukan pada pekerjaan penelitian, karena
metode tersebut memberikan hasil berupa skala kekerasan yang kontinu, untuk
suatu beban tertentu dan digunakan pada logam yang sangat lunak, yakni DPH-
nya 5 hingga logam yang sangat keras, dengan DPH 1500. Dengan uji kekerasan
Rockwell, yang atau uji kekerasaan Brinell, biasanya diperlukan perubahan beban
atau penumbuk pada nilai kekerasan tertentu, sehingga pengukuran pada suatu
9

skala kekerasan yang ekstrem tidak bisa dibandingkan dengan skala kekerasan
yang lain. Karena jejak yang dibuat dengan penumbuk piramida serupa secara
geometris dan tidak terdapat persoalan mengenai ukurannya, maka DPH tidak
tergantung kepada beban. Pada umumnya hal ini dipenuhi, kecuali pada beban
yang sangat ringan. Beban yang biasanya digunakan pada uji Vickers berkisar 1
hingga 120 kg, tergantung kepada kekerasan logam yang diuji. Hal-hal yang
menghalangi keuntungan pemakaian metode Vickers adalah: uji kekerasan
Vickers tidak dapat digunakan untuk pengujian rutin karena pengujian tersebut
lamban; memerlukan persiapan permukaan benda uji yang hati-hati; dan terdapat
pengaruh kesalahan manusia yang besar pada penentuan panjang diagonal.
Ketelitian pengukuran diagonal bekas penekanaan cara Vickers akan lebih tinggi
dari pada pengukuran diameter bekas penekanaan Brinell. Cara Vickers dapat
digunakan untuk material yang sangat keras.

2.4 Kekerasan Rockwell
Uji kekerasan Rockwell ini paling banyak dipergunakan di Amerika
Serikat. Hal ini disebabkan oleh sifatsifatnya yaitu : cepat, bebas dari kesalahan
manusia, mampu untuk membedakan perbedaan kekerasan yang kecil pada baja
yang diperkeras, dan ukuran lekukannya kecil sehingga bagian yang mendapat
perlakuan panas yang lengkap dapat diuji kekerasannya tanpa menimbulkan
kerusakan. Uji ini menggunakan kedalaman lekukan pada beban yang konstan
sebagai ukuran kekerasan.
Metoda pengujian kekerasan Rockwell yaitu mengindentasi material contoh
dengan indentor kerucut intan atau bola baja. indentor ditekan ke material
dibawah beban minor atau terkecil pada umumnya 10 kgf. Ketika keseimbangan
telah dicapai, suatu indikasi terlihat pada alat, yang mengikuti pergerakan indentor
dan demikian bereaksi terhadap perubahan kedalaman penetrasi oleh indentor, ini
merupakan angka posisi pertama. Beban kedua atau beban utama ditambahkan
tanpa menghilangkan beban awal, sehingga akan meningkatkan kedalaman
penetrasi. Saat keseimbangan kembali tercapai, beban utama dihilangkan tetapi
beban awal masih tetap diberikan. Dengan hilangnya beban utama maka akan
10

terjadi recovery parsial dan terjadi pengurangan jejak kedalaman. Peningkatan
kedalaman penetrasi akhir sebagai hasil aplikasi ini dan kehilangan beban utama
digunakan untuk menentukan nilai kekerasan Rockwell [Djaprie, 1992].
HR = E e ...........................................................................(2. 4)
Dimana : F
0
= beban awal minor (kgf)
F
1
= beban tambahan utama (kgf)
F = beban total (kgf)
e = peningkatan kedalaman akhir dari penetrasi dimana
E = konstanta yang bergantung pada indentor,
HR = angka kekerasan Rockwell

Tabel 3. Skala kekerasan Rockwell.
4

Skala Indentor
F
0

(kgf)
F
1

(kgf)
F
(kgf)
E

Jenis Material Uji
A Diamond cone 10 50 60 100
Exremely hard materials, tungsten
carbides, dll
B 1/16" steel ball 10 90 100 130
Medium hard materials, low dan
medium carbon steels, kuningan,
perunggu, dll
C Diamond cone 10 140 150 100
Hardened steels, hardened and
tempered alloys
D Diamond cone 10 90 100 100 Annealed kuningan dan tembaga
E 1/8" steel ball 10 90 100 130
Berrylium copper,phosphor
bronze, dll
F 1/16" steel ball 10 50 60 130 Alumunium sheet
G 1/16" steel ball 10 140 150 130 Cast iron, alumunium alloys
H 1/8" steel ball 10 50 60 130
Plastik dan soft metals seperti
timah
K 1/8" steel ball 10 140 150 130 Sama dengan L skala
L 1/4" steel ball 10 50 60 130 Sama dengan L skala
M 1/4" steel ball 10 90 100 130 Sama dengan L skala
P 1/4" steel ball 10 140 150 130 Sama dengan L skala
R 1/2" steel ball 10 50 60 130 Sama dengan L skala
S 1/2" steel ball 10 90 100 130 Sama dengan L skala
V 1/2" steel ball 10 140 150 130 Sama dengan L skala
11

Uji kekerasan Rockwell sangat berguna dan mempunyai kemampuan
ulang (reproducible) asalkan sejumlah kondisi sederhana yang diperlukan dapat
dipenuhi. Sebagian besar hal-hal yang disusun berikut dapat diterapkan dengan
baik pada uji kekerasan yang lain:
1. Penumbuk dan landasan harus bersih dan terpasang dengan baik
2. Permukaan yang akan diuji harus bersih dan kering, halus, dan bebas
dari oksida. Permukaan yang agak kasar biasanya dapat menggunakan
uji Rockwell.
3 Permukaan harus datar dan tegak lurus terhadap penumbuk.
4 Uji untuk permukaan silinder akan memberikan hasil pembacaan yang
rendah, kesalahan yang terjadi tergantung pada lengkungan, beban,
penumbuk, dan kekerasan bahan. Juga telah dipublikasikan koreksi
secara teoritis dan empiris.
5 Tebal benda uji harus sedemikian hingga tidak terjadi gembung pada
permukaan dibaliknya. Dianjurkan agar tebal benda uji 10 kali
kedalaman lekukan. Pengujian dilakukan pada bahan yang tebalnya satu
macam.
6 Daerah di antara lekukan-lekukan harus 3 hingga 5 diameter lekukan.
Kecepatan penerapan beban harus dibakukan. Hal ini dilakukan dengan
cara mengatur daspot pada mesin Rockwell.

2.5 Konversi Kekerasan
Baik kekuatan tarik maupun kekerasan adalah indikator dari kemampuan
atau ketahanan material terhadap deformasi plastis. Konsekuensinya, hal tersebut
sangat proporsional untuk digunakan pada kekuatan tarik sebagai fungsi HB untuk
besi cor, baja atau kuningan. Sama halnya dengan hubungan dengan semua
logam, dimana jika dilakukan konversi terhadap nilainya adalah:
TS (MPa) = 3,45 x HB.(2.5)
TS (Psi) = 500 x HB..(2.6)


12






















Gambar 1. Perbandingan berbagai skala kekerasan.
2


Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil kekerasan dalam perlakuan panas
antara lain; komposisi kimia, langkah perlakuan panas, aliran pendinginan,
temperatur pemanasan, dan lain-lain. Proses hardening cukup banyak dipakai di
industri logam atau bengkel-bengkel logam lainnya. Alat-alat permesinan atau
komponen mesin banyak yang harus dikeraskan supaya tahan terhadap tusukan
atau tekanan dan gesekan dari logam lain, misalnya roda gigi, poros-poros dan
lain-lain yang banyak dipakai pada benda bergerak. Dalam kegiatan produksi,
waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu produksi adalah merupakan
masalah yang sangat sering dipertimbangkan dalam Industri dan selalu dicari
upaya-upaya untuk mengoptimalkannya. Pengoptimalan ini dilakukan mengingat
13

bahwa waktu (lamanya) menyelesaikan suatu produk adalah berpengaruh besar
terhadap biaya produksi.
Hardening dilakukan untuk memperoleh sifat tahan aus yang tinggi,
kekuatan dan fatigue limit atau strength yang lebih baik. Kekerasan yang dapat
dicapai tergantung pada kadar karbon dalam baja dan kekerasan yang terjadi akan
tergantung pada temperatur pemanasan (temperatur autenitising), holding time
dan laju pendinginan yang dilakukan serta seberapa tebal bagian penampang yang
menjadi keras banyak tergantung pada hardenability.




















14

BAB III
METODE PERCOBAAN


3.1 Diagram Alir Percobaan
Untuk mempermudah pemahaman mengenai konsep percobaan pengujian
kekerasan ini, dapat dibuat suatu diagram alir sebagai berikut:




















Gambar 2. Diagram alir percobaan



Preparasi benda uji
Pemasangan indentor metode Rockwell
skala beban 100 kgf dan 150 kgf
Pengujian kekerasan benda uji
pada 3 titik
Analisa dan pembahasan
14
Literatur

Kesimpulan

Data

15

3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat yang digunakan
1. Mesin uji kekerasan Rockwell
2. Indentor berbentuk intan dan bola baja
3. Mesin grinding
4. Obeng
3.2.2 Bahan yang digunakan
1. Logam non treatment
2. Logam dengan treatment
3.3 Prosedur Percobaaan
1. Mempersiapkan benda uji yaitu logam dengan perlakuan panas dan
tanpa perlakuan panas
2. Memasang indentor intan dengan skala 100 kgf dan meletakan benda
tanpa perlakuan pada mesin uji Rockwell.
3. Mengatur pembebanan, menurunkan indentor dan memberikan beban
yang sesuai dengan jenis logam yang diuji.
4. Mencatat nilai kekerasan pada 3 titik dan dihitung nilai rata-ratanya
5. Melakukan pengujian kekerasan yang sama, dengan indentor intan
untuk spesimen uji logam dengan perlakuan dengan skala beban 150
kgf.
6. Mencatat nilai kekerasan pada 3 titik dan dihitung nilai rata-ratanya.
7. Melakukan konversi nilai kekerasan tersebut ke Vickers dan Brinell.
8. Melakukan pembahasan dan menarik kesimpulan.











16

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Hasil Percobaan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan didapatkan data percobaan
sebagai berikut:
Tabel 4. Data percobaan pengujian kekerasan
No
Bahan
Beban
( kgf )
Hardness Hardness
Rata-rata
HV HB
HRB HRC
1.
Logam non-
treatment
100
96,5
97
96,5
-
-
-
96,67

230

219
2.
Logam
treatment
150
-
-
-
41
40,5
42
41,167

403,7

383,7


4.2 Pembahasan

Berdasarkan tabel 3 tersebut, telah dilakukan percobaan pengujian
kekerasan dengan menggunaan metode Rockwell. Dimana untuk sampel satu
berupa logam yang tidak diberi perlakuan dilakukan uji kekerasan skala Rockwell
B dengan pembebanan 100 kgf menggunakan indentor bola baja, menghasilkan
nilai kekerasan rata-rata 96,67 HRB. Sementara pada sampel dua yang telah diberi
perlakuan panas dengan pembebanan 150 kgf menggunakan indentor intan
kerucut menghasilkan nilai kekerasan rata-rata sebesar 41,167 HRC. Seperti telah
diketahui sebelumnya, Rockwell skala C digunakan untuk material yang lebih
keras, sehingga jika dilakukan konversi nilai satuan kekerasan tersebut, baik ke
Vickers maupun Brinell maka sampel dua yang menunjukan nilai kekerasan yang
lebih besar karena tidak dapat dipungkiri sampel tersebut telah mendapat


16
17

perlakuan panas semisal hardening pada kondisi non equilibrium sehingga nilai
kekerasannya lebih tinggi.
Hal itu berdasarkan teori bahwa dalam beberapa hal, terutama bila
diperlukan sifat tahan aus dari suatu bagian komponen, maka sifat kekerasan
sangat menentukan. Kekerasan baja memang juga tergantung pada komposisi
kimianya, terutama kadar karbonnya. Makin tinggi kadar karbon, maka baja
tersebut akan makin keras. Tetapi kekerasan baja masih dapat diubah dengan
merubah struktur mikronya. Kekerasan yang sangat tinggi dapat diperoleh dengan
melakukan proses laku panas untuk memperoleh struktur martensit. Proses ini
dinamakan hardening (pengerasan).
Hardening dilakukan dengan memanaskan baja hingga mencapai
temperature austenit, kemudian didinginkan dengan cepat (quenching), sehingga
akan diperoleh martensit yang keras. Biasanya sesudah proses hardening selesai,
segera akan diikuti dengan proses tempering.

























18

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN


5.1 Kesimpulan
Berdasarkan percobaan dan pembahasan yang telah dilakukan mengenai
pengujian kekerasan ini didapat kesimpulan bahwa:
1. Pengujian kekerasan berupaya mengetahui seberapa besar ketahanan
atau kemampuan suatu material menahan kerusakan dan deformasi
plastis. Hal tersebut dapat diketahui dengan berbagai macam cara,
namun dalam percobaan ini dilaksanakan dengan menggunakan
Rockwell.
2. Sampel dua yang telah diberi perlakuan panas sebelumnya,
menghasilkan nilai kekerasan yang lebih tinggi dan dilakukan dengan
metode Rockwell C menggunakan indentor intan. Sementara sampel
logam satu yang tidak diberi perlakuan panas menghasilkan nilai
kekerasan yang lebih rendah dan dilakukan dengan metode Rockwell
B menggunakan indentor bola baja.

5.2 Saran
Telah dilakukan pengujian kekerasan dengan menggunakan metode
Rockwell pada dua sampel yang berbeda, menghasilkan nilai kekerasan yang
berbeda pula. Dari percobaan tersebut, perlu diperhatikan ketelitian dalam
menggunakan mesin uji kekerasan seperti dalam pemutaran handle agar tidak
melebihi batas yang telah ditentukan, dan jika ya maka penentuan lokasi indentasi
harus diulang. Kemudian usahakan untuk mencari lokasi indentasi yang masih
kosong dan belum terkena indentasi sebelumnya agar mendapatkan nilai
kekerasan yang lebih akurat sesuai material tersebut.





18
19

DAFTAR PUSTAKA



1. Bradbury. 1997. Dasar Metalurgi Untuk Rekasasawan. PT. Gramedia Pustaka
Utama.
2. Callister,William D.2003. Materials and Science Engineering: an Introduction.
6
th
edition. John Wiley and Sons, Inc.
3. Koswara, Engkos.1999. Pengujian Logam. Humaniora Utama Press : Bandung.
4. http://www.alatuji.com [22-4-2011, 11.00 WIB]























19
20














LAMPIRAN

















20


21

Lampiran I. Contoh Perhitungan
1. Menghitung rata-rata hardness pada bahan baja non treatment
Rata iataaja

= 96,67 HRB
2. Menghitung rata-rata hardness pada bahan baja dengan treatment
Rata iataajaRounuai

= 41,167 HRC
Percobaan 1.
Konversi
Nilai konversi ini dapat dilihat di tabel konversi nilai kekerasan.
HRB Vikers
HRB Brinel
Vikers Brinel

Percobaan 2.
Konfersi dengan metode interpolasi



2.a HRB Vikers


3,7 + 400 = x
x= 403,7

2.b HRB Brinel


x= 3,7+380
x=383,7

2.c Vikers Brinel


37= 10 x 3800
10x = 3800+37
x =

= 383,7

96,67 230
96,67 219
230 219
41,167 403,7
41,167 383,7
403,7 383,7
22
































23

Lampiran 3. Gambar alat dan bahan





Gambar 3. Sampel uji






Gambar 4. Indentor






Gambar 5. Mesin uji kekerasan

You might also like