Professional Documents
Culture Documents
Makalah Kel-5 Islam Dan Kesehatan Jiwa
Makalah Kel-5 Islam Dan Kesehatan Jiwa
Dosen pengampu :
Fenti Hasnani, S.Kep.,Ners, MA. Kes
Kelompok 5 :
Dewita Monica P17120022009
Diah Tri Hardani P17120022010
PRODI D3 KEPERAWATAN
POLTEKKES KEMENKES JAKARTA 1
2022
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah senantiasa kami ucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang hingga
saat ini masih memberikan kami nikmat iman dan kesehatan, sehingga kami diberi untuk
menyelesaikan makalah tentang “ISLAM DAN KESEHATAN JIWA”. Makalah ini ditulis
untuk memenuhi nilai tugas mata kuliah Agama Islam .
Tak lupa kami juga mengucapkan terimakasih yang sebanyak-banyaknya kepada setiap
pihak yang telah mendukung serta membantu kami selama proses penyelesaian hingga
selesainya makalah ini. Ucapan terima kasih kami sampaikan pada :
1. Ibu Fenti Hasnani, S.Kep., Ners,MA Kes selaku dosen penanggung jawab mata
kuliah Agama Islam.
Pada makalah ini akan dibahas mengenai Islam dan Kesehatan Jiwa. Makalah ini berisi
paparan secara keseluruhan mengenai Islam dan Kesehatan Jiwa.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan karya tulis ini masih jauh dari sempurna serta
kesalahan yang kami yakini diluar batas kemampuan. Maka dari itu kami dengan senang
hati menerima kritik dan saran yang membangun dari para pembaca. Kami berharap karya
tulis ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
KELOMPOK 5
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................................ii
DAFTAR ISI.............................................................................................................................iii
BAB I.........................................................................................................................................1
PENDAHULUAN......................................................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah..................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...........................................................................................................2
C. Tujuan Penulisan.............................................................................................................2
BAB II........................................................................................................................................3
LANDASAN TEORI.................................................................................................................3
A. Kesehatan Jiwa................................................................................................................3
1. Pengertian Kesehatan Jiwa Menurut Para Ahli...........................................................3
2. Pengertian Kesehatan Jiwa Menurut Pandangan Islam...............................................3
3. Pengertian Gangguan atau Penyakit Kejiwaan............................................................4
4. Kriteria Sehat Jiwa......................................................................................................5
5. Cara Meningkatkan Kesehatan Jiwa...........................................................................7
B. Bentuk-bentuk Gangguan atau Penyakit Kejiwaan.........................................................7
C. Penyebab Penyakit Kejiwaan........................................................................................12
D. Dampak Penyakit Kejiwaan..........................................................................................14
E. Agama sebagai Terapi Kesehatan Mental.....................................................................14
BAB III.....................................................................................................................................18
PENUTUP................................................................................................................................18
A. Kesimpulan................................................................................................................18
B. Saran..........................................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................20
iii
BAB I
PENDAHULUAN
iv
kedua, maka segala sikap dan perbuatannya akan cenderung pada hal-hal yang buruk
(negatif). Untuk membentuk mental yang sehat, diperlukan adanya bimbingan
(pembinaan) mental yang baik dan dapat dipertanggung jawabkan, ini tidak dapat
dilepaskan dengan keberadaan manusia sebagai makhluk yang mempunyai
keterikatan pada dirinya, Tuhan, dan masyarakat social.
2. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian sehat jiwa menurut para ahli dan pandangan Islam ?
2. Apa saja bentuk-bentuk penyakit kejiwaan dan gejalanya ?
3. Apa penyebab timbulnya penyakit kejiwaan?
4. Bagaimana dampak penyakit kejiwaan?
5. Bagaimana agama sebagai terapi kesehatan jiwa?
3. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian sehat jiwa menurut para ahli dan
pandangan Islam ?
2. Untuk mengetahui bentuk-bentuk penyakit kejiwaan dan gejalanya ?
3. Untuk mengetahui penyebab timbulnya penyakit kejiwaan?
4. Untuk mengetahui dampak penyakit kejiwaan?
5. Untuk mengetahui agama sebagai terapi kesehatan jiwa?
4. Manfaat Penulisan
Memberikan pengetahuan dan wawasan baru khususnya bagi mahasiswa mengetahui
kesehatan jiwa yang meliputi pengertian, bentuk-bentuk gangguan kesehatan jiwa,
penyebab timbulnya penyakit atau gangguan jiwa, dampak dari gangguan jiwa serta
cara mengatasi penyakit kejiwaan dalam Islam. Dengan dibuatnya makalah ini
masyarakat atau khususnya mahasiswa dapat mengetahui permasalahan gangguan
kejiwaan dalam pandangan Medis dan pandangan Islam.
v
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Kesehatan Jiwa
vi
Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam musyawarah Nasional Ulama
tahun 1983 merumuskan kesehatan sebagai ketahanan “jasmaniah,
ruhaniyah dan sosial” yang dimiliki manusia sebagai karunia Allah yang
wajib disyukuri dengan mengamalkan tuntunan-Nya, dan memelihara
serta mengembangkannya.
Konsep tersebut ditinjau dari perspektif Islam yang mengacu dalam Kitab
suci Al-Quran. Islam sangat memperhatikan kondisi kesehatan sehingga
dalam Al- Quran dan Hadits ditemui banyak referensi tentang sehat.
Kosa kata sehat wal afiat dalam bahasa Indonesia mengacu pada kondisi
ragawi dan bagian-bagiannya yang terbebas dari virus penyakit. Sehat
wal afiat ini dapat diartikan sebagai kesehatan pada segi fisik, segi mental
maupun kesehatan masyarakat.
Dalam kamus bahasa arab sehat diartikan sebagai keadaan baik bagi
segenap anggota badan dan afiat diartikan sebagai perlindungan Allah
swt untuk hamba-Nya dari segala macam bencana dan tipu daya.
Perlindungan Allah swt itu sudah barang tentu tidak dapat diperoleh
secara sempurna kecuali bagi orang- orang yang mematuhi petunjuk-
Nya. Dengan demikian makna Afiat dapat diartikan sebagai berfungsinya
anggota tubuh manusia sesuai dengan tujuan penciptaannya.
Untuk memahami sehat secara Islami, ada beberapa terminologi yang
berkaitan dengan potensi manusia yang harus dipahami terlebih dahulu,
yaitu :
a. Al- jasadu, yaitu fisik manusia yang tersusun dari jaringan- jaringan
tubuh seperti tangan, kaki, kepala dan lain sebagainya.
b. Ar- ruh, yaitu sesuatu yang ditiupkan ke dalam badan manusia setelah
berumur tiga kali empat puluh hari.
c. An- nafs, yaitu sebutan dari ar- ruh apabila telah bersatu dengan
badan / jasad manusia.
d. Al- aql, yaitu alat untuk berfikir atau memahami sesuatu.
e. Al- qalbu, yaitu potensi dalam diri manusia yang terpenting karena
mempunyai hubungan dengan al-jasad, an-nafs dan al-aql.
vii
saling beritegrasidengan baik dan membentuk jiwa yang sehat.
Sebaliknya bila salah satu dari padanyaterganggu perkembangannya
terutama bila terjadi pada qalbu (hati), maka dapat terjadi gangguan jiwa.
viii
1. Sikap positif terhadap diri Menerima diri apa adanya, sadar
diri, obyektif, dan merasa berarti.
2. Tumbuh, kembang dan aktualisasi Berfungsi optimal dan
adaptif
3. Integrasi Keseimbangan antara ekspresi dan represi, ego yang
kuat (Stress dan koping) dan mampu menyeimbangkan konflik
dan dorongan.
4. Otonomi Tergantung dan mandiri seimbang, tanggung jawab
terhadap diri sendiri, menghargai otonomi oranglain, persepsi
reality, mau berubah sesuai dengan pengetahuan baru, empati dan
menghargai sikap dan perasaan orang lain.
5. Environment Mastery Mampu untuk sukses, adaptif terhadap
lingkungan, dan dapat mengatasi kesepian, agresi dan frustasi.
ix
Dari beberapa uraian mengenai karakteristik kesehatan mental
tidak hanya mencakup ciri sehatnya aspek fisik, melainkan juga
aspek lainnya yakni psikis, sosial, serta moral-religius, dimana
semua aspek tersebut harus seimbang satu sama lain serta berjalan
harmonis menuju pada kesejahteraan individu yang
bersangkutan.3
5. Riya
Seperti yang dijelaskan oleh As-Syarqawi, bahwa dalam penyakit
riya‟terdapat unsur penipuan terhadap dirinya sendiri dan juga orang lain,
karena hakikatnya ia mengungkapkan sesuatu yang tidak sesuai dengan
kenyataan yang sebenarnya. Penyakit riya‟ merasuk dalam jiwa
seseorang dengan halus dan tidak terasa sehingga hampir tidak ada orang
yang selamat dari serangan penyakit ini kecuali orang arif yang ikhlas
dan taat.
Dalam riya‟ terdapat unsur-unsur kepura-puraan, penipuan, munafik,
seluruh tingkah-lakunya cenderung mengharap pujian orang lain, senang
kepada kebesaran dan kekuasaan. Over acting, menutup-nutupi
kejelekannya dan seterusnya. Sifat yang demikian ini digambarkan dalam
Al-Qur‟an surat An-Nisa‟: 142 dan At-Taubah: 67 dan juga hadits nabi :
“Yang paling aku kuatirkan terhadap umatku adalah riya‟ dan syahwat
yang tersembunyi”.
x
Islam memberikan terapi riya‟ ini dengan cara mengikis nafsu syahwat
sedikit demi sedikit dan menanamkan sifat merendahkan diri (tawadhu‟)
dengan melihat kebesaran Allah SWT.
6. Emosi/Marah
xi
d. Dari segi kesehatan, pengendalian marah dapat
menghindarkan seseorang dari berbagai penyakit fisik
pada umumnya.
Dalam hal ini Nabi juga sangat memuji tindakan pengendalian diri
terhadap emosi marah ini dan menganggapnya sebagai orang yang kuat,
sebagaimana sabdanya:
“Tidaklah orang dikatakan kuat itu adalah orang yang pandai bergulat,
tetapi orang kuat adalah orang yang mampu menahan amarahnya”.
8. Was-was
Para ulama memandang bahwa penyakit was-was merupakan akibat dari
bisikan hati dan adanya angan-angan keduniaan yang didasarkan pada
hawa nafsu dan kesenangan duniawi. Penyakit was-was juga merupakan
penyakit yang muncul akibat gangguan setan. Setan mengobarkan hawa
nafsu dan membuat seseorang meragukan agamanya. Lupa daratan,
cenderung melakukan perbuatan keji.
Dalam menanggulangi penyakit di atas, nampaknya metode yang
ditempuh oleh “psikologi Islam” berbeda dengan yang ditempuh oleh
Psikologi modern. Islam memandang bahwa sumber utama dari penyakit
xii
was-was adalah setan. Oleh sebab itu jalan keluarnya adalah terapi
berzikir kepada Allah.
As-Samarqandi, seperti yang dikutip oleh As-Syarqawi menyebutkan
bahwa setan senantiasa berusaha menggoda dang memperdaya manusia.
Jalan
yang ditempuhnya adalah antara lain: melalui sifat su‟uzzan baik kepada
Allah maupun kepada manusia, melalui kemewahan hidup, melalui sikap
menghina orang lain, hasut, dengki, bakhil, riya‟, kikir, tamak, dan
sebagainya. Menurut As-Samarqandi cara mengatasi penyakit ini adalah
dengan cara memperkuat keyakinan (iman) kepada Allah dan berpuasa
diri (qana‟ah) akan karunia dan nikmat yang telah diberikan-Nya.
9. Frustasi
Frustrasi (al-Ya‟s) menurut as-Syarqawi adalah putus harapan dan cita.
Munculnya perasaan ini biasanya ketika seseorang berhadapan dengan
macam-macam cobaan dan persoalan hidup yang bertolak belakang
dengan hawa nafsunya. Sifat tersebut sangat dicela oleh agama, karena
menjadikan seseorang statis, kehilangan etos kerja, acuh-tak acuh
terhadap lingkungan, selalu melamun, kehilangan kepercayaan baik
kepada diri sendiri maupun kepada orang lain.
Sebagaimana dalam al-Qur‟an, Allah swt melarang manusia berputus asa
akanRahmat-Nya, sebagaimana firman-Nya:
Berputus ada sari rahmat Allah kecuali kaum yang kafir”. (Q.S.
Yusuf:87). Dalam mental hygiene disebutkan bahwa munculnya perasaan
frustastidisebabkan oleh kegagalan seseorang dalam mencapai tujuan,
tidak terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan yang diinginkan atau
terhambatnya usaha dan perjuangan di dalam mencapai suatu tujuan dan
bandingkan dengan zakiat Darajat.
11. Terpedaya
Terpedaya (al-Ghurur) merupakan suatu jenis penyakit mental yang
diakibatkan oleh salah persepsi tentang kehidupan duniawi dan juga lupa
tentang penciptanya.menurut as-Asyarqawi keterpedayaan dan salah
persepsi berkisar kepada dua hal, yaitu :
xiii
a. Tentang Kehidupan Duniawi
Pemahaman yang tidak benar terhdap kehidupan duniawi
dimaksudkan salah, bahwa dunia dianggap segala-galanya, dunia
merupakan tujuan akhir, harapan dan cita-citanya. Penderita
penyakit ini selalu meragukan kehidupan akhrat, akhirat dianggap
ilusi, tidak kekal, sementara kehidupan dunia dianggapnya segala-
galanya. Persepsi yang demikian ini dikenal dalam filsafat
sebagai penganut hedonisme.
Menurut Islam, untuk menggulangi penyakit di atas adalah
dengan terapi iman, sebab dengan iman seseorang akan
menyadari bahwa kehidupan dunia sesungguhnya bersifat
sementara (Ibid). Sebagaimana Allah berfirman dalam beberapa
ayat-Nya, bahwa dunia ini hanyalahpermainan dan senda-gurau
saja (lihat: Q.S. Al-An‟am: 32, Al-Ankabut: 64, Al-Hadid: 20,
Muhammad: 36).
12. Sombong
Menurut al-Ghazali, kibr merupakan perasaan yang muncul pada diri
seseorang , di mana ia menganggap dirinya lebih baik dan lebih utama
dari orang lain. Sedangkanujub adalah perasaan bangga diri yang dalam
penampilannya tidak memerlukan atau melibatkan orang lain.Ujub lebih
terfokus kepada rasa kagum terhadap diri sendiri, suka membanggakan
dan menonjolkan diri sendiri.
Menurut As-Syarqawi, bahwa „ujub merupakan perasaan senang yang
berlebihan. Kemunculannya disebabkan adanya anggapan bahwa si
pasien merupakan orang yang paling baik dan paling sempurna di dalam
segalanya. Sikapujub adalah penyakit mental yang sangat berbahaya,
sebab eksistensinya membuat hati menjadi beku di dalam menerima
kebaikan, memperingan dosa dan selalu menutup-nutupi kesalahan.
Sebagaimana firman Allah swt. :
xiv
“Dan apabila Kami memberikan nikmat kepada manusia ia berpaling
dan menjauhkan diri, tetapi apabila ia ditimpa malapetaka maka ia
banyak berdo‟a”. (Q.S. Fusilat: 51).
Dari sisi lain orang yang bangga dengan dirinya telah menyadari akan
kepribadiannya dan mengerti akan kesalahannya, tetapi tidak tertarik
untuk kembali kepada kebenaran, melainkan bersikap putus asa, tetap
ingkar dan bahkan “ogah” melakukan kebajikan dan pengabdian kepada
Allah
xv
Gangguan jiwa memiliki berbagai macam penyebab. Penyebab gangguan jiwa
dapat bersumber dari hubungan dengan orang lain yang tidak memuaskan seperti
diperlakukan tidak adil, diperlakukan semenamena, kehilangan orang yang
dicintai, kehilangan pekerjaan dan sebagainya. Selain itu ada pula gangguan jiwa
yang disebabkan oleh faktor organik, kelainan saraf, dan gangguan pada otak
(Sutejo, 2017).
Menurut Santrock (2013) dalam Sutejo (2017), penyebab gangguan jiwa dapat
dibedakan atas :
xvi
a. Cara membesarkan anak
Cara membesarkan anak yang kaku dan otoriter, dapat menyebabkan
hubungan orangtua dan anak menjadi kaku dan tidak hangat. Anak-
anak dewasa mungkun bersifat sangat agresif atau pendiam dan tidak
suka bergaul atau justru menjadi penurut yang berlebihan.
b. Sistem nilai
Perbedaan sistem nilai moral dan etika antara kebudayaan yang satu
dengan yang lain, antara masa lalu dengan sekarang, sering
menimbulkan masalah-masalah kejiwaan. Begitu pula perbedaan
moral yang diajarkan di rumah / sekolah, dengan yang dipraktikkan
di masyarakat sehari-hari.
c. Kepincangan antara keinginan dengan kenyataan yang ada
Iklan-iklan di radio, televisi, surat kabar, film dan lain lain
menimbulkan bayangan-bayangan yang menyilaukan tentang
kehidupan modern yang mungkin jauh dari kenyataan hidup
seharihari. Akibat rasa kecewa yang timbul, seseorang mencoba
mengatasinya dengan khayalan atau melakukan sesuatu yang
merugikan masyarakat.
d. Ketegangan akibat faktor ekonomi dan kemajuan teknologi
Dalam masyarakat modern, kebutuhan dan persaingan makin
meningkat dan makin ketat untuk meningkatkan ekonomi hasil
teknologi modern. Memacu orang untuk bekerja lebih keras agar
dapat memilikinya. Faktor-faktor gaji rendah, perumahan yang buruk,
waktu istirahat dan berkumpul dengan keluarga sangat terbatas dan
sebagainya, merupakan sebagian mengakibatkan perkembangan
kepribadian yang abnormal.
e. Perpindahan kesatuan keluarga
Khusus untuk anak yang sedang berkembang kepribadiannnya,
perubahan-perubahan lingkungan (kebudayaan dan pergaulan), sangat
cukup mempengaruhi.
f. Masalah golongan minoritas
Tekanan-tekanan perasaan yang dialami golongan ini dari
lingkungan, dapat mengakibatkan rasa pemberontakan yang
selanjutnya akan tampil dalam bentuk sikap acuh atau melakukan
tindakan-tindakan yang merugikan banyak orang.5
xvii
tidak nyaman dengan adanya anggota keluarga yang mengalami
gangguan jiwa.
3. Kelelahan dan Burn out : Sering kali keluarga menjadi putus asa
berhadapan dengan anggota keluarga yang memiliki penyakit mental.
Mereka mungkin mulai merasa tidak mampu untuk mengatasi
anggota keluarga dengan gangguan jiwa yang yang terus-menerus
harus dirawat.
4. Duka : Kesedihan bagi keluarga di mana orang yang dicintai
memiliki penyakit mental. Penyakit ini mengganggu kemampuan
seseorang untuk berfungsi dan berpartisipasi dalam kegiatan normal
dari kehidupan sehari-hari.5
xviii
1. Shalat
Dalam hukum syara’ bahwa shalat akan sah jika muslim telah
menunaikan wudhu. Air suci dan mensucikan menjadi media wajib untuk
berwudhu. Wudhu disebut juga sebagai salah satu bentuk dari terapi air
( water of therapy). Terapi air merupakan bentuk terapi dengan
memanfaatkan air sebagai media terapis. Rafi’udin dan Alim Zainudin
(2004: 117) mengatakan selain dampak psikis, wudhu juga memiliki
pengaruh fisiologis, sebab dengan dibasuhnya bagian tubuh sebanyak
lima kali sehari, lebih-lebih ditambah, maka akan membantu
mengistirahatkan organ-organ tubuh dan meredakan ketegangan fisik dan
psikis. Secara etimologi kata shalat berarti doa memohon kebaikan.
Sholat memiliki pengaruh yang sangat efektif untuk mengobati rasa sedih
dan gundah yang menghimpit manusia (Utsman, 2004:338). Saat sholat
didirikan dengan menyempurnakan wudhu, niat yang ikhlas, adab-adab
seperti tuma’ninah ( tenang sejenak), gerakan tidak terlalu cepat,
memahami bacaan sholat maka akan mendatangkan kekhusukan dan
menjadi terapi tersendiri bagi jiwa. Dengan kata lain, jiwa akan tenang
jika shalat dilakukan sesuai dengan tuntunan Rasulullah SAW. Melalui
shalat, kepribadian seseorang akan terbimbing dalam menyikapi berbagai
persoalan kehidupan. Tidak mudah putus asa bila mengalami kegagalan.
2. Dzikir
Firman Allah swt surat ar-Ra’ad: 28.“(yaitu) orang-orang yang beriman
dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah,
Hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram” Alquran
menjelaskan begitu penting melakukan dzikrullah untuk menentramkan
hati hamba-Nya yang beriman. Rasulullah saw. pernah bersabda:
“Tidaklah suatu kelompok yang duduk berzikir melainkan mereka akan
dikelilingi oleh para malaikat. Mereka mendapat limpahan rahmat dan
mencapai ketenangan. Dan Allah swt akan mengingat mereka dari
seseorang yang diterima di sisi-Nya” (HR. Muslim dan Tirmidzi).
3. Membaca Alquran
Di beberapa tempat telah dibuka pusat-pusat pengobatan rohani atau
pengobatan yang menggunakan Alquran. Pengobatan tersebut biasa
dikenal dengan istilah ruqyah syar’iah. Namun, secara umum sebagian
masyarakat memandang ruqyah sebagai bentuk terapi atau pengobatan
alternatif guna membantu kesembuhan dari penyakit yang disebabkan
gangguan jin atau roh jahat di dalam tubuh manusia. Paradigma tersebut
keliru dalam memahami Alquran sebagai petunjuk bagi umat manusia.
Alquran adalah kalamullah yang suci, diturunkan oleh Allah dengan
sebagai petunjuk bagi manusia yang membedakan antara hak dan bathil.
Membaca Alquran disertai mentadabburi setiap bacaan ayat dapat
membimbing jiwa agar ikhlas beramal dan tawadhu dalam bersikap
sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Alquran.
4. Shaum
xix
Muhammad ‘Utsman Najati (2004: 344) mengatakan, ibadah puasa
mengandung beberapa manfaat yang besar, di antaranya menguatkan
kemauan dan menumbuhkan kemampuan jiwa manusia dalam
mengontrol nafsu syahwatnya. Puasa merupakan sarana latihan untuk
menguasai dan mengontrol motivasi atau dorongan emosi, serta
menguatkan keinginan untuk mengalahkan hawa nafsu dan syahwat.
Rasulullah Saw menganjurkan kepada para pemuda yang belum mampu
menikah untuk berpuasa agar dapat membantu mereka mengontrol
seksualnya. Selain itu, kesabaran menahan rasa lapar dan dahaga
membuat seseorang yang berpuasa merasakan penderitaan orang lain
yang serba kekurangan. Sehingga muncul rasa kasih sayang terhadap
sesama dan mendorong untuk membantu fakir miskin. Perasaan dan
sikap peka secara sosial di masyarakat inilah yang disebutkan ‘Ustman
(2004: 346) dapat melahirkan rasa kedamaian dan kelapangan jiwa.
5. Haji
Ibadah haji berawal dari kisah Nabi Ibrahim as. Kisah ini
menggambarkan suatu makna bahwa perjuangan untuk mendapatkan
ridha Allah adalah dengan mengorbankan apa yang paling disayangi dan
dimiliki. Setelah itu dengan perjuangan keras, penuh tawakal dan
pengorbanan semua rahmat dan kasih sayang Allah akan tercurah (Rudhy
Suharto, 2002: 159). Ibadah haji dapat melatih kesabaran, melatih jiwa
untuk berjuang, serta mengontrol syahwat dan hawa nafsu. Ibadah haji
menjadi terapi atas kesombongan, arogansi, dan berbangga diri sebab
dalam praktek ibadah haji kedudukan semua manusia sama. Permohonan
ampunan dan ditambah suasana yang bergemuruh penuh lantunan Ilahi
membuat suasana ibadah haji sarat dengan nilai spiritualitas yang dapat
mengobarkan rasa semangat yang tinggi untuk meraih ketenangan
(‘Utsman, 2004: 348). Dengan melaksanakan ibadah haji akan membawa
seseorang mampu bermuhasabah diri guna mencari jati diri seorang
hamba yang hakiki. Hakikat seorang hamba adalah senantiasa
mengabdikan diri dan kehidupannya untuk Allah semata. Pengabdian
dengan keikhlasan itulah yang mengundang curahan rahmat serta ridha-
Nya. Jiwa hamba pun akan suci dan tenang.6
xx
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
xxi
gangguan kejiwaan dan tidak diperuntukkan bagi setiap seseorang pada
umumnya. Namun, pandangan tersebut bergeser, kesehatan mental tidak
terbatas pada seseorang yang memiliki gangguan kejiwaan tetapi juga
diperuntukkan bagi seseorang yang mentalnya sehat yakni bagaimana
seseorang tersebut mampu mengeksplor dirinya sendiri kaitannya dengan
bagaimana ia berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya.
B. Saran
Dengan demikian makalah ini dibuat, penulis menyadari bahwa makalah ini
masih jauh dari kata sempurna. Maka sebagai penulis, kami ingin makalah
ini dapat menjadi wawasan baru bagi masyarakat mengenai Kesehatan Jiwa
dalam pandangan Medis dan pandangan Islam. Kami juga mengharapkan
kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan makalah ini.
xxii
DAFTAR PUSTAKA
xxiii