You are on page 1of 23

MAKALAH AGAMA ISLAM

ISLAM DAN KESEHATAN JIWA

Dosen pengampu :
Fenti Hasnani, S.Kep.,Ners, MA. Kes

Kelompok 5 :
Dewita Monica P17120022009
Diah Tri Hardani P17120022010

PRODI D3 KEPERAWATAN
POLTEKKES KEMENKES JAKARTA 1
2022
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah senantiasa kami ucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang hingga
saat ini masih memberikan kami nikmat iman dan kesehatan, sehingga kami diberi untuk
menyelesaikan makalah tentang “ISLAM DAN KESEHATAN JIWA”. Makalah ini ditulis
untuk memenuhi nilai tugas mata kuliah Agama Islam .

Tak lupa kami juga mengucapkan terimakasih yang sebanyak-banyaknya kepada setiap
pihak yang telah mendukung serta membantu kami selama proses penyelesaian hingga
selesainya makalah ini. Ucapan terima kasih kami sampaikan pada :

1. Ibu Fenti Hasnani, S.Kep., Ners,MA Kes selaku dosen penanggung jawab mata
kuliah Agama Islam.

Pada makalah ini akan dibahas mengenai Islam dan Kesehatan Jiwa. Makalah ini berisi
paparan secara keseluruhan mengenai Islam dan Kesehatan Jiwa.

Kami menyadari bahwa dalam penulisan karya tulis ini masih jauh dari sempurna serta
kesalahan yang kami yakini diluar batas kemampuan. Maka dari itu kami dengan senang
hati menerima kritik dan saran yang membangun dari para pembaca. Kami berharap karya
tulis ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Jakarta, 3 Oktober 2022

KELOMPOK 5

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................ii
DAFTAR ISI.............................................................................................................................iii
BAB I.........................................................................................................................................1
PENDAHULUAN......................................................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah..................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...........................................................................................................2
C. Tujuan Penulisan.............................................................................................................2
BAB II........................................................................................................................................3
LANDASAN TEORI.................................................................................................................3
A. Kesehatan Jiwa................................................................................................................3
1. Pengertian Kesehatan Jiwa Menurut Para Ahli...........................................................3
2. Pengertian Kesehatan Jiwa Menurut Pandangan Islam...............................................3
3. Pengertian Gangguan atau Penyakit Kejiwaan............................................................4
4. Kriteria Sehat Jiwa......................................................................................................5
5. Cara Meningkatkan Kesehatan Jiwa...........................................................................7
B. Bentuk-bentuk Gangguan atau Penyakit Kejiwaan.........................................................7
C. Penyebab Penyakit Kejiwaan........................................................................................12
D. Dampak Penyakit Kejiwaan..........................................................................................14
E. Agama sebagai Terapi Kesehatan Mental.....................................................................14
BAB III.....................................................................................................................................18
PENUTUP................................................................................................................................18
A. Kesimpulan................................................................................................................18
B. Saran..........................................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................20

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah


Dalam kehidupan manusia, kesehatan merupakan hal yang sangat penting,
karena menjadi salah satu penentu dan pendukung bagi manusia dalam melakukan
segala kegiatan. Bahkan ada pernyataan yang sering kali dikatakan bahwa hidup ini
yang penting sehat, ketika sehat maka kamu akan bisa melakukan segala hal, tapi jika
kamu sakit maka semua akan terbengkalai, ini menggambarkan betapa pentingnya
kesehatan. Seseorang dikatakan sehat ketika tidak ada gangguan yang ia rasakan pada
dirinya, ketika gangguan itu dirasa ada maka bisa dikatakan ia tengah sakit. Terkait
penyakit, pada mulanya manusia hanya menemukan penyakit yang berkaitan dengan
fisik saja karena memang mudah dikenali, misalnya luka cacar, batuk, demam, dan
sebagainya. Namun, sejalan dengan perkembangan hidup manusia, telah ditemukan
pula penyakitpenyakit yang berkaitan atau disebabkan oleh aspek kejiwaan yang
akrab disebut dengan kesehatan mental mulai dari gangguan ringan sampai yang berat
seperti depresi bahkan hilang ingatan yang akan membahayakan diri sendiri dan orang
lain hingga dapat berujung pada tindak pidana, kekerasan, bahkan bunuh diri.
Kesehatan mental merupakan keharmonisan dalam kehidupan yang terwujud
antara fungsi-fungsi jiwa, kemampuan menghadapi problematika yang dihadapi, serta
mampu merasakan kebahagiaan dan kemampuan dirinya secara positif. Kesehatan
mental adalah kondisi dimana seseorang terhindar dari gejala-gejala gangguan jiwa
(neurose) dan gejala penyakit jiwa (Psychose). Pada mulanya kesehatan mental hanya
terbatas pada seseorang yang mempunyai gangguan kejiwaan dan tidak diperuntukkan
bagi setiap seseorang pada umumnya. Namun, pandangan tersebut bergeser,
kesehatan mental tidak terbatas pada seseorang yang memiliki gangguan kejiwaan
tetapi juga diperuntukkan bagi seseorang yang mentalnya sehat yakni bagaimana
seseorang tersebut mampu mengeksplor dirinya sendiri kaitannya dengan bagaimana
ia berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya.
Agama mempunyai kedudukan dan peranan yang sangat penting dan strategis,
utamanya sebagai landasan spiritual, moral, dan etika dalam hidup dan kehidupan
umat manusia. Islam adalah agama dakwah, artinya agama yang selalu mendorong
pemeluknya untuk senantiasa aktif melakukan kegiatan dakwah yakni mengajak
manusia untuk berubah dari satu situasi yang mengandung nilai kehidupan yang
bukan islami kepada nilai kehidupan yang islami serta mengatasi segala kesulitan,
baik lahiriyah maupun batiniyah yang menyangkut kehidupan masa kini dan masa
datang melalui nasehat, petuah, dan bimbingan keagamaan dibidang mental spiritual
(Munir, 2009: 4). Mental manusia pada dasarnya dapat diklasifikasikan menjadi dua,
pertama adalah mental yang sehat, yaitu terhindar dari segala gangguan dan penyakit
jiwa (mental). Kedua adalah mental yang tidak sehat; yaitu mental yang telah
mengalami gangguan, seperti: “sering cemas tanpa diketahui sebabnya, malas, tidak
ada gairah untuk bekerja, rasa badan lesu, dan sebagainya” (Darajat, 1983: 11). Jika
manusia memiliki mental yang pertama, maka segala sikap dan tindakannya akan
mengarah kepada kebaikan (positif). Akan tetapi bila manusia memiliki mental yang

iv
kedua, maka segala sikap dan perbuatannya akan cenderung pada hal-hal yang buruk
(negatif). Untuk membentuk mental yang sehat, diperlukan adanya bimbingan
(pembinaan) mental yang baik dan dapat dipertanggung jawabkan, ini tidak dapat
dilepaskan dengan keberadaan manusia sebagai makhluk yang mempunyai
keterikatan pada dirinya, Tuhan, dan masyarakat social.

2. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian sehat jiwa menurut para ahli dan pandangan Islam ?
2. Apa saja bentuk-bentuk penyakit kejiwaan dan gejalanya ?
3. Apa penyebab timbulnya penyakit kejiwaan?
4. Bagaimana dampak penyakit kejiwaan?
5. Bagaimana agama sebagai terapi kesehatan jiwa?

3. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian sehat jiwa menurut para ahli dan
pandangan Islam ?
2. Untuk mengetahui bentuk-bentuk penyakit kejiwaan dan gejalanya ?
3. Untuk mengetahui penyebab timbulnya penyakit kejiwaan?
4. Untuk mengetahui dampak penyakit kejiwaan?
5. Untuk mengetahui agama sebagai terapi kesehatan jiwa?

4. Manfaat Penulisan
Memberikan pengetahuan dan wawasan baru khususnya bagi mahasiswa mengetahui
kesehatan jiwa yang meliputi pengertian, bentuk-bentuk gangguan kesehatan jiwa,
penyebab timbulnya penyakit atau gangguan jiwa, dampak dari gangguan jiwa serta
cara mengatasi penyakit kejiwaan dalam Islam. Dengan dibuatnya makalah ini
masyarakat atau khususnya mahasiswa dapat mengetahui permasalahan gangguan
kejiwaan dalam pandangan Medis dan pandangan Islam.

v
BAB II
LANDASAN TEORI

A. Kesehatan Jiwa

1. Pengertian Kesehatan Jiwa Menurut Para Ahli.


Pengertian kesehatan jiwa banyak dikemukakan oleh para ahli termasuk
oleh organisasi, diantaranya menurut:
a. WHO
Kesehatan jiwa bukan hanya tidak ada gangguan jiwa, melainkan
mengandung berbagai karakteristik yang positif yang
menggambarkan keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang
mencerminkan kedewasaan kepribadiannya. WHO mengemukakan
bahwa kriteria sehat jiwa terdiri dari:
1) Sikap positif terhadap diri sendiri.
2) Tumbuh dan berkembang baik fisik dan psikologis
dan puncaknya adalah aktualisasi diri.
3) Integrasi (Kesatuan).
Harus mempunyai satu kesatuan yang utuh. Jangan
hanya menonjolkan yang positif saja tapi yang
negatif juga merupakan bagian anda. Jadi seluruh
aspek merupakan satu kesatuan.
4) Otonomi.
Orang dewasa harus mengambil keputusan untuk
diri sendiri dan menerima masukan dari orang lain
dengan keputusan sendiri sehingga keputusan
pasienpun bukan diatur oleh perawat tapi mereka
yang memilih sendiri
5) Persepsi sesuai dengan kenyataan.

b. UU Kesehatan Jiwa No 18 tahun 2014


Kesehatan Jiwa adalah kondisi dimana seorang individu dapat
berkembang secara fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga
individu tersebut menyadari kemampuan sendiri, dapat mengatasi
tekanan, dapat bekerja secara produktif, dan mampu memberikan
kontribusi untuk komunitasnya.1
c. Stuart & Laraia
Indikator sehat jiwa meliputi sifat yang positif terhadap diri sendiri,
tumbuh, berkembang, memiliki aktualisasi diri, keutuhan, kebebasan
diri, memiliki persepsi sesuai kenyataan dan kecakapan dalam
beradaptasi dengan lingkungan.

2. Pengertian Kesehatan Jiwa Menurut Pandangan Islam.

vi
Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam musyawarah Nasional Ulama
tahun 1983 merumuskan kesehatan sebagai ketahanan “jasmaniah,
ruhaniyah dan sosial” yang dimiliki manusia sebagai karunia Allah yang
wajib disyukuri dengan mengamalkan tuntunan-Nya, dan memelihara
serta mengembangkannya.
Konsep tersebut ditinjau dari perspektif Islam yang mengacu dalam Kitab
suci Al-Quran. Islam sangat memperhatikan kondisi kesehatan sehingga
dalam Al- Quran dan Hadits ditemui banyak referensi tentang sehat.
Kosa kata sehat wal afiat dalam bahasa Indonesia mengacu pada kondisi
ragawi dan bagian-bagiannya yang terbebas dari virus penyakit. Sehat
wal afiat ini dapat diartikan sebagai kesehatan pada segi fisik, segi mental
maupun kesehatan masyarakat.
Dalam kamus bahasa arab sehat diartikan sebagai keadaan baik bagi
segenap anggota badan dan afiat diartikan sebagai perlindungan Allah
swt untuk hamba-Nya dari segala macam bencana dan tipu daya.
Perlindungan Allah swt itu sudah barang tentu tidak dapat diperoleh
secara sempurna kecuali bagi orang- orang yang mematuhi petunjuk-
Nya. Dengan demikian makna Afiat dapat diartikan sebagai berfungsinya
anggota tubuh manusia sesuai dengan tujuan penciptaannya.
Untuk memahami sehat secara Islami, ada beberapa terminologi yang
berkaitan dengan potensi manusia yang harus dipahami terlebih dahulu,
yaitu :
a. Al- jasadu, yaitu fisik manusia yang tersusun dari jaringan- jaringan
tubuh seperti tangan, kaki, kepala dan lain sebagainya.
b. Ar- ruh, yaitu sesuatu yang ditiupkan ke dalam badan manusia setelah
berumur tiga kali empat puluh hari.
c. An- nafs, yaitu sebutan dari ar- ruh apabila telah bersatu dengan
badan / jasad manusia.
d. Al- aql, yaitu alat untuk berfikir atau memahami sesuatu.
e. Al- qalbu, yaitu potensi dalam diri manusia yang terpenting karena
mempunyai hubungan dengan al-jasad, an-nafs dan al-aql.

3. Pengertian Gangguan atau Penyakit Kejiwaan.


Diberbagai ayat dalam Al Qur‟an disebut istilah-istilah yang dapat
dikatagorikan sebagai gangguan jiwa seperti Qalbu yang sakit
(maradhun). Majnuun, maftuun dan jinnatuun ketiga-tiganya
diterjemahkan sebagai “gila”.
Istilah tahzan yang berarti bersedih hati juga disebut beberapa kali dalam
berbagai ayat Disamping itu ada istilah yang merupakan sebagai sifat
manusia yag dapat menjadi sumber kegelisahan atau kecemasan seperti
manusia bersifat tergesa-gesa, berkeluh-kesah, melampaui batas, ingkar
tak mau bersyukur atau berterima kasih, serta banyak lagi istilah -istilah
sebagai akhlak yang buruk.
Didalam Al Qur‟an disebut adanya Qalbu ( hati ), nafs, dan aql ( akal )
yang dapat dianggap sebagai potensi kejiwaan, yang ketiganya
berkembang sejak masa bayi sampai mencapai maturitas, dan ketiganya

vii
saling beritegrasidengan baik dan membentuk jiwa yang sehat.
Sebaliknya bila salah satu dari padanyaterganggu perkembangannya
terutama bila terjadi pada qalbu (hati), maka dapat terjadi gangguan jiwa.

4. Kriteria Sehat Jiwa


Ada berbagai pendapat tentang jiwa yang sehat, yaitu karena tidak sakit,
tidak jatuh sakit akibat stressor, sesuai dengan kapasitasnya dan selaras
dengan lingkungan, dan mampu tumbuh berkembang secara positif
(Notosoedirjo dan Latipun, 2005). 2
1. Sehat jiwa karena tidak mengalami gangguan jiwa
Kalangan klinisi klasik menekankan bahwa orang yang sehat jiwa
adalah orang yang tahan terhadap sakit jiwa, dan terbebas dari
gangguan jiwa. Orang yang mengalami neurosa atau psikosa
dianggap tidak sehat jiwa. Vaillant, 1976 dalam Notosoedirjo,
2005 menyatakan bahwa sehat jiwa itu “ as the presence of
successful adjustment or the absence of psychopatology
(dysfunction in psychological, emotional, behavioral, and social
spheres)”. Pengertian diatas bersifat dikotomis, bahwa orang itu
dalam keadaan sehat jika tidak ada sedikitpun gangguan psikis,
dan sakit jika ada gangguan. Dengan kata lain, sehat dan sakit itu
bersifat nominal.
2. Sehat jiwa jika tidak sakit akibat adanya stressor Clausen
memberi batasan yang berbeda dengan klinisi klasik. Orang yang
sehat jiwa adalah orang yang dapat menahan diri untuk tidak jatuh
akibat stressor. Meskipun mengalami tekanan, orang tetap sehat.
Pengertian ini menekankan pada kemampuan individual
merespon lingkungannya. Setiap orang mempunyai kerentanan
(susceptibility) yang berbeda terhadap stressor karena factor
genetic, proses belajar, dan budaya. Selain itu terdapat perbedaan
intensitas stressor yang diterima seseorang, sehingga sangat sulit
menilai apakah dia tahan terhadap stressor atau tidak.
3. Sehat jiwa jika sejalan dengan kapasitasnya dan selaras
dengan lingkungan Michael dan Kirk Patrick memandang bahwa
individu yang sehat jiwa jika terbebas dari gejala psikiatris dan
berfungsi optimal dalam lingkungan sosialnya. Seseorang yang
sehat jiwanya jika sesuai dengan kapsitas diri sendiri, dan dapat
hidup selaras dengan lingkungannya.
4. Sehat jiwa karena tumbuh dan berkembang secara positif
Frank LK mengemukakan pengertian kesehatan jiwa lebih
komprehensif. Orang yang sehat jiwa mampu tumbuh,
berkembang dan matang dalam hidupnya, menerima
tanggungjawab, menemukan penyesuaian dalam berpartisipasi
memelihara aturan social dan tindakan dalam budayanya.

Kriteria Sehat Jiwa menurut M. Jahoda:

viii
1. Sikap positif terhadap diri Menerima diri apa adanya, sadar
diri, obyektif, dan merasa berarti.
2. Tumbuh, kembang dan aktualisasi Berfungsi optimal dan
adaptif
3. Integrasi Keseimbangan antara ekspresi dan represi, ego yang
kuat (Stress dan koping) dan mampu menyeimbangkan konflik
dan dorongan.
4. Otonomi Tergantung dan mandiri seimbang, tanggung jawab
terhadap diri sendiri, menghargai otonomi oranglain, persepsi
reality, mau berubah sesuai dengan pengetahuan baru, empati dan
menghargai sikap dan perasaan orang lain.
5. Environment Mastery Mampu untuk sukses, adaptif terhadap
lingkungan, dan dapat mengatasi kesepian, agresi dan frustasi.

Karakteristik Pribadi yang Sehat Mental

Aspek Pribadi Karakteristik


1.Fisik a. perkembangannya normal
b. Berfungsi untuk melakukan tugas-
tugasnya
c. Sehat, tidak sakit-sakitan
2.Psikis a. Respek terhadap diri sendiri dan orang
lain
b. Memiliki insight dan rasa humor
c. Memiliki respons emosional yang wajar
d. Mampu berpikir realistik dan objektif
e. Terhindar dari gangguan-gangguan
psikologis
f. Bersifat kreatif dan inovatif
g. Bersifat terbuka dan fleksibel, tidak
difensif
h. Memiliki perasaan bebas untuk memilih,
menyatakan pendapat dan bertindak
3.Sosial a. Memiliki perasaan empati dan rasa kasih
sayang (affection) terhadap orang lain, serta
senang untuk memberikan pertolongan
kepada orang-orang yang memerlukan
pertolongan (sikap altruis)
b. Mampu berhubungan dengan orang lain
secara sehat, penuh cinta kasih dan
persahabatan
c. Bersifat toleran dan mau menerima tanpa
memandang kelas sosial, tingkat
pendidikan, politik, agama, suku, ras atau
warna kulit
4.Moral- a. Beriman kepada Allah, dan taat
Religius mengamalkan ajaran-Nya
b. Jujur, amanah (bertanggung jawab) dan
ikhlas dalam beramal

ix
Dari beberapa uraian mengenai karakteristik kesehatan mental
tidak hanya mencakup ciri sehatnya aspek fisik, melainkan juga
aspek lainnya yakni psikis, sosial, serta moral-religius, dimana
semua aspek tersebut harus seimbang satu sama lain serta berjalan
harmonis menuju pada kesejahteraan individu yang
bersangkutan.3

5. Cara Meningkatkan Kesehatan Jiwa


1. Asertif Jujur, mengatakan apa adanya tanpa menyinggung
perasaan orang lain.
2. Solitude Introspeksi diri, merenung untuk berpikir dan
mengoreksi diri.
3. Kesehatan fisik umum Menjaga kesehatan fisik dengan
olahraga, nutrisi yang sehat dan periksa kesehatan rutin.
4. Mekanisme Koping Melatih mekanisme koping yang positif
(adaptif/konstruktif) dan berusaha menghilangkan mekanisme
koping yang negative (maladaptive/destruktif).

B. Bentuk-bentuk Gangguan atau Penyakit Kejiwaan


Dalam perspektif Islam, penyakit jiwa sering diidentikkan dengan beberapa sifat buruk
atau tingkah laku tercela (al-akhlaq al-mazmumah), seperti sifat tamak, dengki, iri hati,
arogan, emosional dan lainnya. Hasan Muhammad as-Syarqawi dalam kitabnya Nahw
‘Ilmiah Nafsi (1970), terdapat sembilan penyakit jiwa. Beberapa sifat tercela ada
relevansinya jika dianggap sebagai penyakit jiwa, sebab dalam kesehatan mental
(mental hygiene) sifat-sifat tersebut merupakan indikasi dari penyakit kejiwaan
manusia (psychoses). Jadi pada penderitanya sakit jiwa salah satunya ditandai
oleh sifat-sifat buruk tersebut. Bentuk-bentuk penyakit kejiwaan diantaranya:

5. Riya
Seperti yang dijelaskan oleh As-Syarqawi, bahwa dalam penyakit
riya‟terdapat unsur penipuan terhadap dirinya sendiri dan juga orang lain,
karena hakikatnya ia mengungkapkan sesuatu yang tidak sesuai dengan
kenyataan yang sebenarnya. Penyakit riya‟ merasuk dalam jiwa
seseorang dengan halus dan tidak terasa sehingga hampir tidak ada orang
yang selamat dari serangan penyakit ini kecuali orang arif yang ikhlas
dan taat.
Dalam riya‟ terdapat unsur-unsur kepura-puraan, penipuan, munafik,
seluruh tingkah-lakunya cenderung mengharap pujian orang lain, senang
kepada kebesaran dan kekuasaan. Over acting, menutup-nutupi
kejelekannya dan seterusnya. Sifat yang demikian ini digambarkan dalam
Al-Qur‟an surat An-Nisa‟: 142 dan At-Taubah: 67 dan juga hadits nabi :

“Yang paling aku kuatirkan terhadap umatku adalah riya‟ dan syahwat
yang tersembunyi”.

x
Islam memberikan terapi riya‟ ini dengan cara mengikis nafsu syahwat
sedikit demi sedikit dan menanamkan sifat merendahkan diri (tawadhu‟)
dengan melihat kebesaran Allah SWT.

6. Emosi/Marah

Marah pada hakikatnya adalah memuncaknya kepanikan di kepala, lalu


menguasai otak atau pikiran dan akhirnya kepada perasaan. Kondisi
semacam ini seringkali sulit untuk dikendalikan.
Lebih lanjut As-Syarqawi mengungkapkan, bahwa emosi marah akan
menimbulkan beberapa pelampiasan, misalnya secara lisan akan
memunculkan caci-makian, kata-kata kotor/keji dan secara fisik akan
menimbulkan tindakan-tindakan destruktif. Dan jika orang marah tidak
mampu melampiaskan tindakan-tindakannya di atas, maka dia akan
berkompensasi pada dirinya sendiri dengan cara misalnya merobek-robek
pakaian, menampar mukanya sendiri, mencakar-cakar tanah, membanting
perabot rumah tangga dan seterusnya seperti tindakan orang gila.
Marah juga dapat berpengaruh pada hati seseorang, yaitu sifat dengki dan
iri hati, menyembunyikan kejahatan, rela melihat orang lain menderita,
cemburu, suka membuka aib orang lain dan seterusnya.
Atas dasar inilah maka nabi melarang orang yang sedang marah untuk
melakukan putusan atau memutuskan sesuatu perkara sebagaimana
sabdanya:

“Seseorang jangan membuat keputusan diantara dua orang (yang


berselisih) sementara ia dalam keadaan marah”.

Al-Ghazali berpendapat, bahwa cara untuk menanggulangi kemarahan


sampai batas yang seimbang dengan jalan mujahadah untuk kemudian
menanamkan jiwa sabar dan kasih sayang.
Di samping itu energi tubuh selama marah berlangsung akan membuat
orang siap untuk melakukan tindakan-tindakan yang akan disesali di
kemudian hari, dengan jalan mengendalikan diri, sebab mengendalikan
diri dari marah itu mempunyai beberapa manfaat, yaitu :
a. Dapat memelihara kemampuan berpikir dan
pengambilan keputusan yang benar.
b. Dapat memelihara keseimbangan fisik, karena mampu
melindungi dari ketegangan fisik yang timbul akibat
meningkatnya energi.
c. Dapat menghindarkan seseorang dari sikap memusuhi
orang lain, baik fisik maupun umpatan, sikap tersebut
juga dapat menyadarkan diri untuk selalu
berintrospeksi.

xi
d. Dari segi kesehatan, pengendalian marah dapat
menghindarkan seseorang dari berbagai penyakit fisik
pada umumnya.

Dalam hal ini Nabi juga sangat memuji tindakan pengendalian diri
terhadap emosi marah ini dan menganggapnya sebagai orang yang kuat,
sebagaimana sabdanya:

“Tidaklah orang dikatakan kuat itu adalah orang yang pandai bergulat,
tetapi orang kuat adalah orang yang mampu menahan amarahnya”.

7. Lalai dan Lupa


Proses kelupaan juga sangat erat kaitannya dengan waktu dan konsentrasi
seseorang terhadap peristiwa-peristiwa yang terjadi. Sebagian psikolog
berpendapat, bahwa seseorang yang terlalu banyak mengurusi persoalan-
persoalan yang rumit, maka akan menyebabkan terjadinya proses
kelupaan terhadap sesuatu yang telah diketahui sebelumnya. Oleh karena
itu dianjurkan seseorang tidak terlalu memforsir diri. Dan hendaknya
menyisihkan sebagian waktunya untuk beristirahat (rekreasi, refresing).
Daya tangkap seseorang, tidak selamanya menjamin kemampuan ingatan
seseorang, sebab secara internal terdapat faktor-faktor yang dapat
menghalangi seseorang untuk mengingat sesuatu, seperti rasa takut yang
mencekam dan adanya interferensi dan seterusnya. Banyaknya informasi
dan kegiatan yang menumpuk sebelumnya membuat seseorang semakin
sulit untuk mengingat materi-materi yang dipelajari kemudian. Sementara
jika informasi terhadap materi yang baru relatif lebih baik jika informasi
dan kegiatan lebih sedikit. Hal ini terbukti adalah anak yang lebih mampu
mengingat secara mendetail berbagai peristiwa pada masa lalu daripada
orang dewasa.
Di sisi lain lupa merupakan sifat asal (tabiat) manusia. Tabiat inilah yang
kadang-kadang membuat manusia lupa akan hal-hal yang penting, lalai
akan Allah swt, dan perintah-Nya, sementara setan selalu menggodanya.
Dari aspek ini kita melihat keberhasilan iblis dalam menggoda Adam a.s.

8. Was-was
Para ulama memandang bahwa penyakit was-was merupakan akibat dari
bisikan hati dan adanya angan-angan keduniaan yang didasarkan pada
hawa nafsu dan kesenangan duniawi. Penyakit was-was juga merupakan
penyakit yang muncul akibat gangguan setan. Setan mengobarkan hawa
nafsu dan membuat seseorang meragukan agamanya. Lupa daratan,
cenderung melakukan perbuatan keji.
Dalam menanggulangi penyakit di atas, nampaknya metode yang
ditempuh oleh “psikologi Islam” berbeda dengan yang ditempuh oleh
Psikologi modern. Islam memandang bahwa sumber utama dari penyakit

xii
was-was adalah setan. Oleh sebab itu jalan keluarnya adalah terapi
berzikir kepada Allah.
As-Samarqandi, seperti yang dikutip oleh As-Syarqawi menyebutkan
bahwa setan senantiasa berusaha menggoda dang memperdaya manusia.
Jalan
yang ditempuhnya adalah antara lain: melalui sifat su‟uzzan baik kepada
Allah maupun kepada manusia, melalui kemewahan hidup, melalui sikap
menghina orang lain, hasut, dengki, bakhil, riya‟, kikir, tamak, dan
sebagainya. Menurut As-Samarqandi cara mengatasi penyakit ini adalah
dengan cara memperkuat keyakinan (iman) kepada Allah dan berpuasa
diri (qana‟ah) akan karunia dan nikmat yang telah diberikan-Nya.

9. Frustasi
Frustrasi (al-Ya‟s) menurut as-Syarqawi adalah putus harapan dan cita.
Munculnya perasaan ini biasanya ketika seseorang berhadapan dengan
macam-macam cobaan dan persoalan hidup yang bertolak belakang
dengan hawa nafsunya. Sifat tersebut sangat dicela oleh agama, karena
menjadikan seseorang statis, kehilangan etos kerja, acuh-tak acuh
terhadap lingkungan, selalu melamun, kehilangan kepercayaan baik
kepada diri sendiri maupun kepada orang lain.
Sebagaimana dalam al-Qur‟an, Allah swt melarang manusia berputus asa
akanRahmat-Nya, sebagaimana firman-Nya:

“Jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah, sesungguhnya tiada”

Berputus ada sari rahmat Allah kecuali kaum yang kafir”. (Q.S.
Yusuf:87). Dalam mental hygiene disebutkan bahwa munculnya perasaan
frustastidisebabkan oleh kegagalan seseorang dalam mencapai tujuan,
tidak terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan yang diinginkan atau
terhambatnya usaha dan perjuangan di dalam mencapai suatu tujuan dan
bandingkan dengan zakiat Darajat.

10. Rakus atau Tamak


Rakus atau tamak adalah keinginan yang berlebih-lebihan yang didasari
oleh kemauan hawa nafsu yang tidak terkendali.jika seseorang mengikuti
hawa nafsunya secara belebihan, maka selama ia bersikap tamak dan
tidak pernah merasa puas dengan apa yang ia terima, selama itu pulaia
terperangkap oleh angan-angan dunia yang tidak pernah terwujudkan.

11. Terpedaya
Terpedaya (al-Ghurur) merupakan suatu jenis penyakit mental yang
diakibatkan oleh salah persepsi tentang kehidupan duniawi dan juga lupa
tentang penciptanya.menurut as-Asyarqawi keterpedayaan dan salah
persepsi berkisar kepada dua hal, yaitu :

xiii
a. Tentang Kehidupan Duniawi
Pemahaman yang tidak benar terhdap kehidupan duniawi
dimaksudkan salah, bahwa dunia dianggap segala-galanya, dunia
merupakan tujuan akhir, harapan dan cita-citanya. Penderita
penyakit ini selalu meragukan kehidupan akhrat, akhirat dianggap
ilusi, tidak kekal, sementara kehidupan dunia dianggapnya segala-
galanya. Persepsi yang demikian ini dikenal dalam filsafat
sebagai penganut hedonisme.
Menurut Islam, untuk menggulangi penyakit di atas adalah
dengan terapi iman, sebab dengan iman seseorang akan
menyadari bahwa kehidupan dunia sesungguhnya bersifat
sementara (Ibid). Sebagaimana Allah berfirman dalam beberapa
ayat-Nya, bahwa dunia ini hanyalahpermainan dan senda-gurau
saja (lihat: Q.S. Al-An‟am: 32, Al-Ankabut: 64, Al-Hadid: 20,
Muhammad: 36).

b. Tentang Kepercayaan Kepada Allah Tentang kepercayaan kepada


Allah termasuk dalam kategori terpedayaadalah kesalahan
persepsi terhdapAllah. Maka ia akan memberikan kenikmatan di
akherat, mereka menganalogikan kehidupan dunia dengan
kehidupan akhirat.
Dari sisi lain sifat terpedaya juga sering merasuk ke dalam jiwa
akhir yang berkeyakinan, bahwa dengan sifat rahman rahim-Nya
Allah akan mentolerir perbuatan-perbuatan hamba-Nya yang
sengaja melalaikan perintah-perintah-Nya.
Dengan demikian, penderita penyakit ini cenderung selalu
mengabaikan perintah-perintah Allah dengan tidak menyadari
bahwa sesungguhnya ia terjebak dalam persepsi yang keliru.

12. Sombong
Menurut al-Ghazali, kibr merupakan perasaan yang muncul pada diri
seseorang , di mana ia menganggap dirinya lebih baik dan lebih utama
dari orang lain. Sedangkanujub adalah perasaan bangga diri yang dalam
penampilannya tidak memerlukan atau melibatkan orang lain.Ujub lebih
terfokus kepada rasa kagum terhadap diri sendiri, suka membanggakan
dan menonjolkan diri sendiri.
Menurut As-Syarqawi, bahwa „ujub merupakan perasaan senang yang
berlebihan. Kemunculannya disebabkan adanya anggapan bahwa si
pasien merupakan orang yang paling baik dan paling sempurna di dalam
segalanya. Sikapujub adalah penyakit mental yang sangat berbahaya,
sebab eksistensinya membuat hati menjadi beku di dalam menerima
kebaikan, memperingan dosa dan selalu menutup-nutupi kesalahan.
Sebagaimana firman Allah swt. :

xiv
“Dan apabila Kami memberikan nikmat kepada manusia ia berpaling
dan menjauhkan diri, tetapi apabila ia ditimpa malapetaka maka ia
banyak berdo‟a”. (Q.S. Fusilat: 51).

Dari sisi lain orang yang bangga dengan dirinya telah menyadari akan
kepribadiannya dan mengerti akan kesalahannya, tetapi tidak tertarik
untuk kembali kepada kebenaran, melainkan bersikap putus asa, tetap
ingkar dan bahkan “ogah” melakukan kebajikan dan pengabdian kepada
Allah

13. Dengki dan Iri hati


Iri hati atau juga disebut dengki merupakan gejala-gejala luar yang kadang-
kadang menunukkan perasaan dalam hati. Akan tetapi gejala-gejala tersebut
tidak mudah untuk diketahui, sebab seseorang kan berusaha semaksimal
mungkin menyembunyikan gejala-gejala tersebut.
Secara umum dapat dikatakan, bahwa rasa iri muncul akibat kegagalan
seseorang dalam mencapai sesuatu tujuan. Oleh sebab itu emosi ini sangat
kompleks, dan ada dasarnya terdiri atas rasa ingin memiliki, rasa marah, dan
rasa rendah diri.
As-Syarqawimejelaskan bahwa emosi ini secara garis besar diklasifikasikan
menjadi dua macam:
a. Iri yang melahirkan kompetisi sehat (al-munafasah);
b. Iri yang melahirkan kompetisi tidak sehat (al-hiqdwal hasad).
Iri jenis pertama merupakan kompetisi sehat untuk meniru hal-hal positif
yang dimiliki orang lain tanpa didasari oleh interes jahat dalam rangka
“fastabiqul khairat”. Iri dalam jenis ini merupakan sesuatu yang diharuskan
bagi setiap muslim berdasarkan firman Allah:
“Maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah kamu
semua kembali, lalu diberitahukannya kepadamu apa yang telah
kamuperaselisihkan”. (Q.S. al-Maidah: 48).
Iri dalam kategori ini, menurut As-Syarqawi (Ibid) cenderung memunculkan
sikap antipati dan bahkan melahirkan sikap permusuhan terhadap orang
lain.Kemunculannya lebih disebabkan oleh rasa sombong, bangga, riya‟, dan
rasa takut kehilangan kedudukan.
Secara umum untuk mengatasi penyakit jiwa akibat tekanan mental, atau
penyakit jiwa yang tergolong unorganik ini adalah dengan terapi pendidikan
akhlak sejak dini, serta menciptakan keluarga dalam rumah tangga yang
sakinah.4

C. Penyebab Penyakit Kejiwaan

xv
Gangguan jiwa memiliki berbagai macam penyebab. Penyebab gangguan jiwa
dapat bersumber dari hubungan dengan orang lain yang tidak memuaskan seperti
diperlakukan tidak adil, diperlakukan semenamena, kehilangan orang yang
dicintai, kehilangan pekerjaan dan sebagainya. Selain itu ada pula gangguan jiwa
yang disebabkan oleh faktor organik, kelainan saraf, dan gangguan pada otak
(Sutejo, 2017).
Menurut Santrock (2013) dalam Sutejo (2017), penyebab gangguan jiwa dapat
dibedakan atas :

14. Faktor Biologis/Jasmaniah


a. Keturunan
Peran yang pasti sebagai penyebab belum jelas, mungkin terbatas
dalam mengakibatkan kepekaan untuk mengalami gangguan jiwa tapi
hal tersebut sangat ditunjang dengan faktor lingkungan kejiwaan yang
tidak sehat.
b. Jasmaniah
Beberapa peneliti berpendapat bentuk tubuh seseorang berhubungan
dengan gangguan jiwa tertentu. Misalnya yang bertubuh
gemuk/endoform cenderung menderita psikosa manik depresif,
sedang yang kurus/ectoform cenderung menjadi skizofrenia.
c. Temperamen
Orang yang terlalu peka/sensitif biasanya mempunyai masalah
kejiwaan dan ketegangan yang memiliki kecenderungan mengalami
gangguan jiwa.
d. Penyakit dan cedera tubuh
Penyakit-penyakit tertentu misalnya penyakit jantung, kanker, dan
sebagainya mungkin dapat menyebabkan rasa murung dan sedih.
Demikian pula cedera/cacat tubuh tertentu dapat menyebabkan rasa
rendah diri.

15. Faktor Psikologis


Bermacam pengalaman frustasi, kegagalan dan keberhasilan yang dialami
akan mewarnai sikap, kebiasaan dan sifatnya. Pemberian kasih sayang orang
tua yang dingin, acuh tak acuh, kaku dan keras akan menimbulkan rasa
cemas dan tekanan serta memiliki kepribadian yang bersifat menolak dan
menentang terhadap lingkungan.

16. Faktor Sosio-Kultural


Kebudayaan secara teknis adalah ide atau tingkah laku yang dapat dilihat
maupun yang tidak terlihat. Faktor budaya bukan merupakan penyebab
langsung yang dapat menimbulkan gangguan jiwa, biasanya terbatas
menentukan “warna” gejala-gejala. Disamping memengaruhi pertumbuhan
dan perkembangan kepribadian seseorang, misalnya melalui aturan-aturan
kebiasaan yang berlaku dalam kebudayaan tersebut (Sutejo, 2017). Beberapa
faktor-faktor kebudayaan tersebut, yaitu :

xvi
a. Cara membesarkan anak
Cara membesarkan anak yang kaku dan otoriter, dapat menyebabkan
hubungan orangtua dan anak menjadi kaku dan tidak hangat. Anak-
anak dewasa mungkun bersifat sangat agresif atau pendiam dan tidak
suka bergaul atau justru menjadi penurut yang berlebihan.
b. Sistem nilai
Perbedaan sistem nilai moral dan etika antara kebudayaan yang satu
dengan yang lain, antara masa lalu dengan sekarang, sering
menimbulkan masalah-masalah kejiwaan. Begitu pula perbedaan
moral yang diajarkan di rumah / sekolah, dengan yang dipraktikkan
di masyarakat sehari-hari.
c. Kepincangan antara keinginan dengan kenyataan yang ada
Iklan-iklan di radio, televisi, surat kabar, film dan lain lain
menimbulkan bayangan-bayangan yang menyilaukan tentang
kehidupan modern yang mungkin jauh dari kenyataan hidup
seharihari. Akibat rasa kecewa yang timbul, seseorang mencoba
mengatasinya dengan khayalan atau melakukan sesuatu yang
merugikan masyarakat.
d. Ketegangan akibat faktor ekonomi dan kemajuan teknologi
Dalam masyarakat modern, kebutuhan dan persaingan makin
meningkat dan makin ketat untuk meningkatkan ekonomi hasil
teknologi modern. Memacu orang untuk bekerja lebih keras agar
dapat memilikinya. Faktor-faktor gaji rendah, perumahan yang buruk,
waktu istirahat dan berkumpul dengan keluarga sangat terbatas dan
sebagainya, merupakan sebagian mengakibatkan perkembangan
kepribadian yang abnormal.
e. Perpindahan kesatuan keluarga
Khusus untuk anak yang sedang berkembang kepribadiannnya,
perubahan-perubahan lingkungan (kebudayaan dan pergaulan), sangat
cukup mempengaruhi.
f. Masalah golongan minoritas
Tekanan-tekanan perasaan yang dialami golongan ini dari
lingkungan, dapat mengakibatkan rasa pemberontakan yang
selanjutnya akan tampil dalam bentuk sikap acuh atau melakukan
tindakan-tindakan yang merugikan banyak orang.5

D. Dampak Penyakit Kejiwaan


Menurut Wahyu (2012) adapun dampak penyakit kejiwaan terdiri dari :
1. Penolakan : Timbul ketika ada keluarga yang menderita gangguan
jiwa, anggota keluarga lain menolak penderita tersebut. Sikap ini
mengarah pada ketegangan, isolasi dan kehilangan hubungan yang
bermakna dengan anggota keluarga yang lainnya.
2. Stigma : Informasi dan pengetahuan tentang gangguan jiwa tidak
semua dalam anggota keluarga mengetahuinya. Keluarga
menganggap penderita tidak dapat berkomunikasi layaknya orang
normal lainnya. Sehingga menyebabkan beberapa keluarga merasa

xvii
tidak nyaman dengan adanya anggota keluarga yang mengalami
gangguan jiwa.
3. Kelelahan dan Burn out : Sering kali keluarga menjadi putus asa
berhadapan dengan anggota keluarga yang memiliki penyakit mental.
Mereka mungkin mulai merasa tidak mampu untuk mengatasi
anggota keluarga dengan gangguan jiwa yang yang terus-menerus
harus dirawat.
4. Duka : Kesedihan bagi keluarga di mana orang yang dicintai
memiliki penyakit mental. Penyakit ini mengganggu kemampuan
seseorang untuk berfungsi dan berpartisipasi dalam kegiatan normal
dari kehidupan sehari-hari.5

E. Agama sebagai Terapi Kesehatan Mental


Agama sebagai terapi kesehatan mental dalam islam sudah ditunjukkan
secara jelas dalam ayat-ayat Al-Quran, di antaranya yang membahas tentang
ketenangan dan kebahagiaan adalah (QS An Nahl 16:97) yang Artinya : “Barang
siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam
keadaan beriman, Maka Sesungguhnya akan kami berikan kepadanya kehidupan
yang baik dan Sesungguhnya akan kami beri balasan kepada mereka dengan
pahala yang lebih baik dari apa yang Telah mereka kerjakan” Ditekankan dalam
ayat ini bahwa laki-laki dan perempuan dalam Islam mendapat pahala yang sama
dan bahwa amal saleh harus disertai iman.
Ajaran Islam memberikan tuntunan kepada manusia dalam menghadapi
cobaan dan mengatasi kesulitan hidupnya, seperti dengan cara sabar dan shalat,
dalam firman Allah Swt dalam al-Qur`an yang menegaskan sebagai berikut: "Hai
orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu,
sesungguhnya Allah beserta orangorang yang sabar ". (QS Al Baqarah ayat 153).
Pada umumnya sabar sering diartikan sebagai keteguhan hati dalam menghadapi
cobaan dan kesulitan, serta keuletan menghadapi cita-cita. Ajaran Islam
mengajarkan, penghayatan nilai-nilai ketakwaan dan keteladanan yang diberikan
Nabi Muhammad SAW.
Ajaran Islam memberikan tuntunan kepada akal agar benar dalam
berpikir melalui bimbingan wahyu (kitab suci AlQur'an al Karim). Islam beserta
seluruh petunjuk yang ada yang ada di dalam al-Qur’an merupakan obat bagi
jiwa atau penyembuh segala penyakit hati yang terdapat dalam diri manusia
(rohani). Firman Allah Swt dalam surat Yunus 57). "Hai manusia, sesungguhnya
telah datang kepadamu nasihat (agama) dari Tuhanmu sebagai penyembuh bagi
penyakit yang ada di dalam, dada (rohani), sebagai petunjuk serta rahmat bagi
orang yang beriman". Tuntunan ajaran Islam mewajibkan bagi manusia
mengadakan hubungan yang baik kepada Allah Swt, orang lain, maupun
hubungan dengan, alam dan lingkungan. Peranan agama Islam dapat membantu
manusia dalam mengobati jiwanya dan mencegahnya dari gangguan kejiwaan
serta membina kodisi kesehatan mental. Dengan menghayati dan mengamalkan
ajaran-ajaran Islam manusia dapat memperoleh kebahagiaan dan kesejahteraan
dalam hidup di dunia maupun akherat.
Ibadah sebagai Psikoterapi antara lain:

xviii
1. Shalat
Dalam hukum syara’ bahwa shalat akan sah jika muslim telah
menunaikan wudhu. Air suci dan mensucikan menjadi media wajib untuk
berwudhu. Wudhu disebut juga sebagai salah satu bentuk dari terapi air
( water of therapy). Terapi air merupakan bentuk terapi dengan
memanfaatkan air sebagai media terapis. Rafi’udin dan Alim Zainudin
(2004: 117) mengatakan selain dampak psikis, wudhu juga memiliki
pengaruh fisiologis, sebab dengan dibasuhnya bagian tubuh sebanyak
lima kali sehari, lebih-lebih ditambah, maka akan membantu
mengistirahatkan organ-organ tubuh dan meredakan ketegangan fisik dan
psikis. Secara etimologi kata shalat berarti doa memohon kebaikan.
Sholat memiliki pengaruh yang sangat efektif untuk mengobati rasa sedih
dan gundah yang menghimpit manusia (Utsman, 2004:338). Saat sholat
didirikan dengan menyempurnakan wudhu, niat yang ikhlas, adab-adab
seperti tuma’ninah ( tenang sejenak), gerakan tidak terlalu cepat,
memahami bacaan sholat maka akan mendatangkan kekhusukan dan
menjadi terapi tersendiri bagi jiwa. Dengan kata lain, jiwa akan tenang
jika shalat dilakukan sesuai dengan tuntunan Rasulullah SAW. Melalui
shalat, kepribadian seseorang akan terbimbing dalam menyikapi berbagai
persoalan kehidupan. Tidak mudah putus asa bila mengalami kegagalan.

2. Dzikir
Firman Allah swt surat ar-Ra’ad: 28.“(yaitu) orang-orang yang beriman
dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah,
Hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram” Alquran
menjelaskan begitu penting melakukan dzikrullah untuk menentramkan
hati hamba-Nya yang beriman. Rasulullah saw. pernah bersabda:
“Tidaklah suatu kelompok yang duduk berzikir melainkan mereka akan
dikelilingi oleh para malaikat. Mereka mendapat limpahan rahmat dan
mencapai ketenangan. Dan Allah swt akan mengingat mereka dari
seseorang yang diterima di sisi-Nya” (HR. Muslim dan Tirmidzi).

3. Membaca Alquran
Di beberapa tempat telah dibuka pusat-pusat pengobatan rohani atau
pengobatan yang menggunakan Alquran. Pengobatan tersebut biasa
dikenal dengan istilah ruqyah syar’iah. Namun, secara umum sebagian
masyarakat memandang ruqyah sebagai bentuk terapi atau pengobatan
alternatif guna membantu kesembuhan dari penyakit yang disebabkan
gangguan jin atau roh jahat di dalam tubuh manusia. Paradigma tersebut
keliru dalam memahami Alquran sebagai petunjuk bagi umat manusia.
Alquran adalah kalamullah yang suci, diturunkan oleh Allah dengan
sebagai petunjuk bagi manusia yang membedakan antara hak dan bathil.
Membaca Alquran disertai mentadabburi setiap bacaan ayat dapat
membimbing jiwa agar ikhlas beramal dan tawadhu dalam bersikap
sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Alquran.

4. Shaum

xix
Muhammad ‘Utsman Najati (2004: 344) mengatakan, ibadah puasa
mengandung beberapa manfaat yang besar, di antaranya menguatkan
kemauan dan menumbuhkan kemampuan jiwa manusia dalam
mengontrol nafsu syahwatnya. Puasa merupakan sarana latihan untuk
menguasai dan mengontrol motivasi atau dorongan emosi, serta
menguatkan keinginan untuk mengalahkan hawa nafsu dan syahwat.
Rasulullah Saw menganjurkan kepada para pemuda yang belum mampu
menikah untuk berpuasa agar dapat membantu mereka mengontrol
seksualnya. Selain itu, kesabaran menahan rasa lapar dan dahaga
membuat seseorang yang berpuasa merasakan penderitaan orang lain
yang serba kekurangan. Sehingga muncul rasa kasih sayang terhadap
sesama dan mendorong untuk membantu fakir miskin. Perasaan dan
sikap peka secara sosial di masyarakat inilah yang disebutkan ‘Ustman
(2004: 346) dapat melahirkan rasa kedamaian dan kelapangan jiwa.

5. Haji
Ibadah haji berawal dari kisah Nabi Ibrahim as. Kisah ini
menggambarkan suatu makna bahwa perjuangan untuk mendapatkan
ridha Allah adalah dengan mengorbankan apa yang paling disayangi dan
dimiliki. Setelah itu dengan perjuangan keras, penuh tawakal dan
pengorbanan semua rahmat dan kasih sayang Allah akan tercurah (Rudhy
Suharto, 2002: 159). Ibadah haji dapat melatih kesabaran, melatih jiwa
untuk berjuang, serta mengontrol syahwat dan hawa nafsu. Ibadah haji
menjadi terapi atas kesombongan, arogansi, dan berbangga diri sebab
dalam praktek ibadah haji kedudukan semua manusia sama. Permohonan
ampunan dan ditambah suasana yang bergemuruh penuh lantunan Ilahi
membuat suasana ibadah haji sarat dengan nilai spiritualitas yang dapat
mengobarkan rasa semangat yang tinggi untuk meraih ketenangan
(‘Utsman, 2004: 348). Dengan melaksanakan ibadah haji akan membawa
seseorang mampu bermuhasabah diri guna mencari jati diri seorang
hamba yang hakiki. Hakikat seorang hamba adalah senantiasa
mengabdikan diri dan kehidupannya untuk Allah semata. Pengabdian
dengan keikhlasan itulah yang mengundang curahan rahmat serta ridha-
Nya. Jiwa hamba pun akan suci dan tenang.6

xx
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Dalam kehidupan manusia, kesehatan merupakan hal yang sangat penting,


karena menjadi salah satu penentu dan pendukung bagi manusia dalam
melakukan segala kegiatan. Bahkan ada pernyataan yang sering kali
dikatakan bahwa hidup ini yang penting sehat, ketika sehat maka kamu akan
bisa melakukan segala hal, tapi jika kamu sakit maka semua akan
terbengkalai, ini menggambarkan betapa pentingnya kesehatan. Seseorang
dikatakan sehat ketika tidak ada gangguan yang ia rasakan pada dirinya,
ketika gangguan itu dirasa ada maka bisa dikatakan ia tengah sakit. Terkait
penyakit, pada mulanya manusia hanya menemukan penyakit yang berkaitan
dengan fisik saja karena memang mudah dikenali, misalnya luka cacar,
batuk, demam, dan sebagainya. Namun, sejalan dengan perkembangan hidup
manusia, telah ditemukan pula penyakitpenyakit yang berkaitan atau
disebabkan oleh aspek kejiwaan yang akrab disebut dengan kesehatan mental
mulai dari gangguan ringan sampai yang berat seperti depresi bahkan hilang
ingatan yang akan membahayakan diri sendiri dan orang lain hingga dapat
berujung pada tindak pidana, kekerasan, bahkan bunuh diri. Kesehatan
mental merupakan keharmonisan dalam kehidupan yang terwujud antara
fungsi-fungsi jiwa, kemampuan menghadapi problematika yang dihadapi,
serta mampu merasakan kebahagiaan dan kemampuan dirinya secara positif.
Kesehatan mental adalah kondisi dimana seseorang terhindar dari gejala-
gejala gangguan jiwa (neurose) dan gejala penyakit jiwa (Psychose). Pada
mulanya kesehatan mental hanya terbatas pada seseorang yang mempunyai

xxi
gangguan kejiwaan dan tidak diperuntukkan bagi setiap seseorang pada
umumnya. Namun, pandangan tersebut bergeser, kesehatan mental tidak
terbatas pada seseorang yang memiliki gangguan kejiwaan tetapi juga
diperuntukkan bagi seseorang yang mentalnya sehat yakni bagaimana
seseorang tersebut mampu mengeksplor dirinya sendiri kaitannya dengan
bagaimana ia berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya.

Agama mempunyai kedudukan dan peranan yang sangat penting dan


strategis, utamanya sebagai landasan spiritual, moral, dan etika dalam hidup
dan kehidupan umat manusia. Islam adalah agama dakwah, artinya agama
yang selalu mendorong pemeluknya untuk senantiasa aktif melakukan
kegiatan dakwah yakni mengajak manusia untuk berubah dari satu situasi
yang mengandung nilai kehidupan yang bukan islami kepada nilai kehidupan
yang islami serta mengatasi segala kesulitan, baik lahiriyah maupun
batiniyah yang menyangkut kehidupan masa kini dan masa datang melalui
nasehat, petuah, dan bimbingan keagamaan dibidang mental spiritual (Munir,
2009: 4). Mental manusia pada dasarnya dapat diklasifikasikan menjadi dua,
pertama adalah mental yang sehat, yaitu terhindar dari segala gangguan dan
penyakit jiwa (mental). Kedua adalah mental yang tidak sehat; yaitu mental
yang telah mengalami gangguan, seperti: “sering cemas tanpa diketahui
sebabnya, malas, tidak ada gairah untuk bekerja, rasa badan lesu, dan
sebagainya” (Darajat, 1983: 11). Jika manusia memiliki mental yang
pertama, maka segala sikap dan tindakannya akan mengarah kepada
kebaikan (positif). Akan tetapi bila manusia memiliki mental yang kedua,
maka segala sikap dan perbuatannya akan cenderung pada hal-hal yang
buruk (negatif). Untuk membentuk mental yang sehat, diperlukan adanya
bimbingan (pembinaan) mental yang baik dan dapat dipertanggung
jawabkan, ini tidak dapat dilepaskan dengan keberadaan manusia sebagai
makhluk yang mempunyai keterikatan pada dirinya, Tuhan, dan masyarakat
social.

B. Saran

Dengan demikian makalah ini dibuat, penulis menyadari bahwa makalah ini
masih jauh dari kata sempurna. Maka sebagai penulis, kami ingin makalah
ini dapat menjadi wawasan baru bagi masyarakat mengenai Kesehatan Jiwa
dalam pandangan Medis dan pandangan Islam. Kami juga mengharapkan
kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan makalah ini.

xxii
DAFTAR PUSTAKA

1. Presiden RI. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa.


Pemerintah Pus. 2014;(1). https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/38646/uu-no-18-
tahun-2014
2. Azizah, Zainuri A. KESEHATAN JIWA Teori dan Aplikasi Praktik Klinik. Kesehat
JIWA Teor dan Apl Prakt Klin. Published online 2016:674. http://rsjiwajambi.com/wp-
content/uploads/2019/09/Buku_Ajar_Keperawatan_Kesehatan_Jiwa_Teori-dan-
Aplikasi-Praktik-Klinik-1.pdf
3. Fakhriyani DV. Kesehatan Mental.; 2019. http://digilib.uinsby.ac.id/918/10/Daftar
Pustaka.pdf
4. Dr. HM. Zainuddin M. ISLAM DAN MASALAH KESEHATAN JIWA. uin-
malang.ac.id. Published 2020. Accessed October 3, 2022.
https://uin-malang.ac.id/r/200501/islam-dan-masalah-kesehatan-jiwa.html
5. T DWI LESTARI. BAB 2.pdf. repositori.unsil.ac.id. Published 2019. Accessed
October 3, 2022. http://repositori.unsil.ac.id/941/3/BAB 2.pdf
6. Ariadi P. Kesehatan Mental Dalam Perspektif Islam. Vol 3.; 2013. Accessed October
6, 2022. https://jurnal.um-palembang.ac.id/syifamedika/article/view/1433/1183

xxiii

You might also like