You are on page 1of 281

KITAB WAHYU

Menafsir dan Memberitakan Penyertaan


Allah dalam Perjuangan Iman Umat
Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan dengan cara apa pun,
termasuk fotocopi, tanpa izin tertulis dari penerbit.
(sesuai Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 49 ayat 1 UU No. 19 Tahun 2002)

Sanksi Pelanggaran
Pasal 72 Undang-undang No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta
1. Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling
singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana
penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar
rupiah)
2. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau men­jual kepada umum
suatu Ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Jika Anda menemukan cacat produksi pada buku ini, silakan menukarkan
di toko buku BPK Gunung Mulia atau mengirimkan ke Logistik BPK Gunung Mulia
(Jl. Raya Bogor Km. 28, No. 43, Jakarta 13710). Kami akan mengganti buku tersebut.
Daftar Isi iii

KITAB WAHYU
Menafsir dan Memberitakan Penyertaan
Allah dalam Perjuangan Iman Umat

SAMUEL B. HAKH

Jl. Kwitang 22-23, Jakarta 10420, Indonesia


Telp. 021-3901208, Fax. 021-3901633
http://www.bpkgunungmulia.com
KITAB WAHYU
(Menafsir Dan Memberitakan Penyertaan Allah Dalam Perjuangan Iman Umat)
Copyright © 2020 oleh Samuel B. Hakh
All rights reserved
Diterbitkan oleh
PT BPK Gunung Mulia
Jl. Kwitang 22-23, Jakarta 10420
E-mail: publishing@bpkgm.com
Website: http://www.bpkgunungmulia.com
Anggota IKAPI
Hak Cipta dilindungi oleh Undang-undang
Cetakan ke-1: 2020

Teks Alkitab dikutip dari Alkitab Terjemahan Baru © LAI


Editor: Rika Uli Napitupulu-Simarangkir
Korektor Naskah: Lautan Asima, Ellia Erliani
Penata Letak Isi: Varian
Desainer Sampul: Hendry Kusumawijaya

Katalog dalam terbitan (KDT)


Hakh, Samuel B.
Kitab Wahyu (menafsir dan memberitakan penyertaan Allah dalam perjuangan iman umat)
/ oleh Samuel B. Hakh
– Cet. ke-1. – Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2020.
xxvi, 255 hlm. ; 21 cm.

1. Alkitab - Perjanjian Baru - Wahyu - Tafsiran


I.Judul II. Seri.
223.7

ISBN 978-602-231-851-4
Daftar Isi

Kata Pengantar.............................................................................................xi

Latar Belakang Kitab Wahyu................................................. xiii


Nama dan Ciri Gerakan Apokaliptik................................................ xiii
Penulis, Tempat, dan Waktu Penulisan............................................xv
Jemaat yang Menderita karena Imannya ....................................xviii
Bentuk Sastra Kitab Wahyu................................................................ xix
Menafsir Simbol-Simbol ........................................................................xx
Model-Model Tafsir yang Digunakan untuk Menafsir
Kitab Wahyu............................................................................................. xxii

Pasal 1:1-20 Ketujuh Jemaat di Asia Kecil............................ 1


Judul: 1:1-3.....................................................................................................1
• Pokok Pemberitaan: Berbahagialah Orang yang Mendengar
dan Menaati Firman Allah................................................................6
Salam kepada Ketujuh Jemaat (1:4-8)................................................8
• Pokok Pemberitaan: Salam Rasuli Menimbulkan Perasaan
Damai dan Menyadarkan tentang Kehadiran Allah............ 18
Penglihatan Yohanes di Patmos (1:9-20)....................................... 22
Persaudaraan di dalam Iman (1:9-11)............................................ 22
• Pokok Pemberitaan: Persaudaraan di dalam Iman............ 26

v
vi KITAB WAHYU

Kaki Dian (1:12-16)................................................................................. 27


• Pokok Pemberitaan: Jemaat sebagai Kaki Dian yang
Bercahaya di Tengah Kegelapan................................................. 32
Alfa dan Omega (1:17-20)..................................................................... 33
• Pokok Pemberitaan: Aku adalah Alfa dan Omega, Yang Awal
dan Yang Akhir................................................................................... 37

Pasal 2:1-3:22 Surat kepada Ketujuh Jemaat ..................39


Surat kepada Jemaat di Efesus (2:1-7)............................................ 39
• Pokok Pemberitaan: Kembalilah kepada Kasih yang Mula-
mula........................................................................................................ 51
Surat kepada Jemaat di Smirna (2:8-11)........................................ 53
• Pokok Pemberitaan: Setia sampai Mati................................... 58
Surat kepada Jemaat di Pergamus (2:12-17)............................... 60
• Pokok Pemberitaan: Jemaat Dipuji dan Dicela..................... 72
Surat kepada Jemaat di Tiatira (2:18-29)...................................... 73
• Pokok Pemberitaan: Jemaat yang Sedang Berada di Tengah
Godaan dan Ancaman..................................................................... 85
Surat kepada Jemaat di Sardis (3:1-6)............................................. 88
• Pokok Pemberitaan: Bangunlah dari Kelesuanmu dan
Laksanakanlah Firman Tuhan..................................................... 93
Surat kepada Jemaat di Filadelfia (3:7-13)................................... 95
• Pokok Pemberitaan: Bertekunlah dalam Menghadapi
Penderitaan Sampai Kedatangan Tuhan.............................. 100
Surat kepada Jemaat di Laodikia (3:14-22)............................... 101
• Pokok Pemberitaan: Pembanggaan Diri dan Rasa Aman yang
Palsu.................................................................................................... 108

Pasal 4:1-11 Kedua Puluh Empat Tua-Tua dan


Keempat Binatang......................................................................... 112
• Pokok Pemberitaan: Allah adalah Satu-satunya Tuhan yang
Patut Dipuja dan Disembah....................................................... 121
Daftar Isi vii

Pasal 5:1-14 Kitab yang Dimeterai dan


Anak Domba ..................................................................................... 123
• Pokok Pemberitaan: Hanya Anak Domba yang Layak
Membuka Rahasia Perjalanan Sejarah Umat Manusia... 131

Pasal 6:1-8:5 Dibukanya Keenam Meterai Pertama


dan Meterai yang Ketujuh...................................................... 133
Keenam Meterai Pertama Dibuka (6:1-17)................................ 133
• Pokok Pemberitaan: Orang-Orang Kudus yang Mati
Karena Nama Kristus Beristirahat Menantikan Kedatangan
Tuhan.................................................................................................. 152

Pasal 7:1-17 Orang-Orang Kudus......................................... 155


Orang-Orang yang Dimeterai dari Bangsa Israel (7:1-8) .... 155
Nyanyian Kemenangan Orang Banyak (7:9-17)....................... 159
• Pokok Pemberitaan: Orang yang Setia Sampai Akhir Akan
Beroleh Keselamatan, Sukacita dan Kebahagiaan............ 165

Pasal 8:1-9:21 Malapetaka atas Semua yang Ada


di Alam Semesta ............................................................................ 168
Meterai yang Ketujuh (8:1-5)........................................................... 169
• Pokok Pemberitaan: Doa Orang-Orang Kudus.................. 172
Tujuh Sangkakala (8:6-13)................................................................ 173
• Pokok Pemberitaan: Teguran Kepada Orang Fasik Supaya
Bertobat............................................................................................. 179

Pasal 9:1-21: Sangkakala yang Kelima dan


Keenam ...............................................................................................181
Sangkakala yang Kelima (9:1-12)................................................... 181
Sangkakala yang Keenam (9:13-21).............................................. 186
viii KITAB WAHYU

• Pokok Pemberitaan: Hukuman Allah Kepada Manusia Supaya


Bertobat............................................................................................. 191

Pasal 10:1-11 Kitab Terbuka .................................................. 194


• Pokok Pemberitaan: Firman Allah Manis Seperti Madu Tetapi
Pahit di Perut................................................................................... 200

Pasal 11:1-14 Dua Saksi Allah, Sangkakala ketujuh dan


nyanyian para tua-tua............................................................... 203
Dua Saksi Allah (11:1-14).................................................................. 203
• Pokok Pemberitaan: Gereja Dimusuhi Tetapi Diselamatkan
oleh Tuhan........................................................................................ 212
Sangkakala Ketujuh dan Nyanyian Pujian Para Tua-Tua
(11:15-19)................................................................................................ 214
• Pokok Pemberitaan: Allah Mengalahkan Iblis dan Mengambil
Alih Kekuasaan Atas Alam Semesta........................................ 217

Pasal 12:1-18 Perempuan dan Naga serta


Nyanyian Kemenangan............................................................... 219
Perempuan dan Naga (12:1-9)........................................................ 219
Nyanyian Kemenangan (12:10-12)............................................... 227
Naga Memburu Perempuan Itu (12:13-18)............................... 230
• Pokok Pemberitaan: Allah Menggagalkan Upaya Iblis yang
Hendak Membinasakan Umat-Nya.......................................... 232

Pasal 13:1-18 Binatang yang Keluar dari dalam


Laut dan Binatang yang Keluar dari dalam Bumi..... 235
Binatang yang Keluar dari dalam Laut (13:1-10).................... 235
• Pokok Pemberitaan: Tabah dan Beriman Menghadapi
Penguasa yang Bengis dan Kejam........................................... 243
Binatang yang Keluar dari dalam Bumi (13:11-18)............... 245
Daftar Isi ix

• Pokok Pemberitaan: Waspadalah Terhadap Imam-Imam atau


Nabi-Nabi Palsu yang Berwajah Domba Tetapi Berhati
Serigala.............................................................................................. 249

Daftar Pustaka.............................................................................. 252


Kata Pengantar

Dalam kegiatan pembinaan bagi majelis jemaat, baik di Gereja


Masehi Injili di Timor (GMIT) maupun di Gereja Protestan di
Indonesia bagian Barat (GPIB) dan warga jemaat di gereja-gereja
yang lain, serta kelompok-kelompok Pemahaman Alkitab, ada
permintaan agar saya menyusun satu buku tafsiran yang sederhana
disertai dengan pokok pemberitaan mengenai penglihatan-
penglihatan dan kisah-kisah yang diceritakan dalam Kitab Wahyu.
Maksudnya supaya warga jemaat bisa dengan mudah memahami
makna dari penglihatan dan simbol-simbol dalam Kitab Wahyu dan
menjadikannya sebagai pokok pemberitaan dalam pelayanan jemaat.
Alasannya adalah, Kitab Wahyu sulit dipahami karena isi kitab
ini kebanyakan terdiri dari penglihatan-penglihatan yang disajikan
dalam bahasa-bahasa simbol. Misalnya, ada penglihatan-penglihatan
mengenai binatang-binatang yang aneh dan menakutkan, dan
sebagainya.
Oleh sebab itu, saya berusaha menyusun tafsiran ini dan
disertakan dengan pokok-pokok pemberitaan yang diharapkan
dapat membantu majelis jemaat atau para pelayan maupun warga
jemaat pada umumnya yang ingin memahami isi Kitab Wahyu. Tentu
terbuka kemungkinan bagi para pembaca untuk menyusun pokok
pemberitaan sendiri berdasarkan tafsiran yang ada. Akan tetapi, bagi

xi
xii KITAB WAHYU

para pemula, pokok pemberitaan yang sudah disediakan ini bisa


membantu.
Buku Tafsir Kitab Wahyu ini saya berikan sub-judul Menafsir dan
Memberitakan Penyertaan Allah dalam Perjuangan Iman Umat,
dengan pertimbangan bahwa sekalipun penguasa yang bengis dan
kejam berusaha melenyapkan umat Allah melalui penganiayaan yang
kejam yang mengakibatkan penderitaan yang hebat, tetapi Allah
tetap menyertai umat dalam perjuangan imannya.
Buku yang saya persembahkan ini disusun dalam dua jilid. Jilid
pertama terdiri dari tiga belas pasal dan jilid kedua terdiri dari
sembilan pasal. Jilid yang kedua akan menyusul. Kini, saya
persembahkan jilid pertama kepada para pembaca.

Semoga bermanfaat.
Latar Belakang Kitab Wahyu

Nama dan Ciri Gerakan Apokaliptik


Kitab Wahyu, dalam bahasa Yunani disebut: apokalypse, artinya:
pewahyuan, penyingkapan, dan penyataan. Dalam bentuk kata kerja
dipakai kata apokaluptō, artinya: membuka, menyatakan, me­
nyingkapkan sesuatu yang tadinya tersembunyi, sehingga menjadi
tampak (Malina and John J. Pilch, 2000:2). Apokaliptik adalah suatu
gerakan yang mulai ada terutama sesudah masa pembuangan Israel.
Alam pikiran apokaliptik semakin berkembang sekitar abad ke-2
s.M, pada masa Antiokhus IV sampai abad ke-2 M. Salah satu hasil
karyanya dalam Perjanjian Baru adalah Kitab Wahyu.
Ciri gerakan apokaliptik yang terungkap dari Kitab Wahyu
adalah mereka berusaha menyingkapkan apa yang terselubung atau
yang tersembunyi. Misalnya menyingkapkan ‘rahasia’ alam, binatang,
bulan, bencana alam, kelaparan, dan sebagainya. Khususnya gerakan
ini sibuk meramalkan akhir zaman.
Pandangan terhadap dunia sangat negatif. Menurut pandangan
itu, dunia ini jahat, najis, penuh dosa dan penderitaan. Oleh karena
itu, gerakan apokaliptik berharap dunia ini segera lenyap dan diganti
dengan satu dunia yang baru, di mana Yesus yang akan memerintah
sebagai Raja.

xiii
xiv KITAB WAHYU

Apokaliptik memandang sejarah terdiri dari tahap-tahap yang


semakin mencerminkan keburukan dari dunia. Tahap paling akhir
adalah kurun waktu terburuk. Itulah sebabnya mereka cenderung
menghitung-hitung kurun waktu mana yang sedang berlangsung,
kemudian meramalkan kapan terjadinya akhir zaman.
Dalam sastra apokaliptik, peran setan sangat besar. Namun,
mereka juga melukiskan peran kuasa-kuasa kebaikan atau terang.
Kuasa setan selalu bertentangan dengan kuasa Allah, namun akhir­
nya kuasa Allah yang menang. Tokoh-tokoh masa lampau disebut
pula sebagai penerima wahyu itu dan baru disingkapkan oleh penulis.
Tokoh-tokoh itu antara lain, Musa, Adam, Elia, Petrus, Paulus, dan
lain-lain (Groenan, 1992, 382, 383).
Menurut kelompok apokaliptik, apa yang terjadi sekarang dalam
sejarah sudah diramalkan oleh tokoh-tokoh masa lampau. Mereka
juga suka akan berbagai lambang dan simbol yang aneh dan
mengerikan. Misalnya, binatang aneh yang keluar dari dalam laut
dan keluar dari bumi (Why. 13). Beberapa simbol lain adalah: tanduk
sebagai simbol kuasa, kekuasaan (12:3; 13:1; 17:3); mata sebagai
simbol untuk pengetahuan (2:18; 4:6); pedang yang tajam sebagai
simbol untuk firman Allah (2:12, 16; 19:21); jubah putih sebagai
simbol untuk kemuliaan dan kekudusan (6:11; 7:9); warna hitam
sebagai simbol kelaparan (2:10); mahkota sebagai simbol untuk
kemenangan dan kekuasaan (2:10; 3:11; 14:14). Mereka juga senang
dengan angka-angka (3; 4; 7; 12; 24; 144, dll.). Semuanya diberi arti
tersendiri. Misalnya angka 3 artinya sempurna, juga angka ilahi.
Angka 4 menunjuk pada 4 arah mata angin (mencakup seluruh
dunia) (Edwin D. Freed, 1991, 366). Memang harus diakui bahwa
tulisan Kitab Wahyu yang memakai banyak simbol tidak segera jelas
bagi pembaca pada umumnya.
Persoalan yang muncul adalah adanya anggapan bahwa kitab
ini hanya semata-mata berisi nubuat mengenai peristiwa-peristiwa
DaftarBelakang
Latar Isi Kitab Wahyu xv

yang akan terjadi di masa depan. Bahkan ada yang memakai simbol-
simbol angka dalam kitab ini untuk mulai menghitung-hitung waktu
kedatangan Tuhan, sehingga mengabaikan konteks pergumulan yang
nyata dari kitab ini. Memang dalam kitab ini berkali-kali Yohanes
mencirikan pemberitaannya sebagai ”nubuat” (profēteia) (Why. 1:3;
19:10; 22:7, 10, 18, 19), bahkan dalam Wahyu 10:11, malaikat secara
tegas meminta kepada Yohanes untuk bernubuat dan Yohanes
sendiri memahami dirinya sebagai seorang nabi (Why. 22:6, 9) (Udo
Schnelle, 1998, 519).
Sangat penting digarisbawahi bahwa Kitab Wahyu, sama seperti
kitab-kitab lainnya dalam Perjanjian Baru, lahir dari suatu situasi
khusus pada masa Perjanjian Baru dan dialamatkan kepada jemaat
yang sedang bergumul dengan berbagai persoalan pada masanya
untuk memberikan kekuatan dan pengharapan kepada mereka agar
tabah menghadapi persoalan yang timbul pada masa kini mereka,
sambil menantikan pemerintahan Allah yang penuh di masa depan.
Dalam perkataan lain, Kitab Wahyu adalah kitab yang memberikan
pengharapan kepada pembacanya. Pesan utamanya adalah bahwa
umat tetap tabah dalam pengharapan bahwa Tuhan yang telah
menang atas segala kuasa pasti akan kembali untuk membela yang
benar dan menghakimi yang jahat. Kitab ini secara khusus
menjanjikan pengharapan akan pahala bagi mereka yang membaca
dan setia melaksanakan firman-Nya (Richaed L.S. Gan, 1999:iii).

Penulis, Tempat, dan Waktu Penulisan


Penulis memperkenalkan diri sebagai Yohanes (1:1, 4; 22:8). Ia juga
menggambarkan diri sebagai ‘saudara dan sekutumu dalam
kesusahan menantikan Yesus’ (1:9). Jelas, penulis tidak menulis
secara anonim. Lalu pertanyaannya, siapakah Yohanes ini?
xvi KITAB WAHYU

Yustinus, seorang Bapa gereja (160 M), menyamakan penulis


Kitab Wahyu ini dengan penulis Injil Yohanes. Irenius juga menelusuri
Kitab Wahyu dan juga Injil serta Surat-surat Yohanes sebagai tulisan
yang berasal dari Yohanes murid Yesus. Oleh sebab itu, maka sejak
tahun 200 kitab ini diterima sebagai kitab suci dan diakui sebagai
tulisan Yohanes rasul Yesus itu (Udo Schnelle, 1998, 520). Pandangan
bahwa Kitab Wahyu ditulis oleh Yohanes sang Rasul adalah karena
empat kali penulis menyebut namanya Yohanes (1:1, 4, 9; 22:8). Ia
juga menyebut diri sebagai “hamba” (1:1), dan “saudara dan
sekutumu dalam kesusahan” (1:9) (John F. Walvoord, 2011:17).
Namun, Yohanes tidak pernah menyebut diri sebagai seorang rasul.
Oleh sebab itu, pandangan bahwa Kitab Wahyu ditulis oleh Yohanes
sang rasul tidak diterima secara umum. Alasannya adalah:
Pertama, Gayus, seorang pemimpin gereja (200 M) menolak
Wahyu sebagai karangan Yohanes rasul Yesus, karena menurutnya
Injil Yohanes dan Surat 1 Yohanes ditulis oleh Rasul Yohanes. Padahal
bahasa Yohanes berbeda dengan bahasa Wahyu.
Kedua, di Gereja-gereja Timur, Kitab Wahyu lama diragukan.
Keraguan itu dilaporkan oleh Eusibius dari Kaisaria (300 M). Pada
tahun 367 M, barulah atas pengaruh Atanasius dari Alexandria, Kitab
Wahyu diterima oleh semua gereja. Akan tetapi, pada masa kini
banyak ahli meragukan kalau Kitab Wahyu ditulis oleh Yohanes sang
rasul.
Ketiga, dalam Wahyu 21:14, para rasul disebutkan tetapi tidak
ada petunjuk bahwa penulis memasukkan diri di dalam kelompok
rasul. Ini berarti penulis bukan seorang rasul murid Yesus. Banyak
orang berpendapat bahwa penulis adalah seorang nabi Kristen.
Pendapat ini didasarkan pada kenyataan bahwa penulis mem­
perkenalkan diri sebagai nabi (1:2-3; 22:6, 9, 19). Ia juga men­cerita­
kan panggilannya sebagai nabi (1:9-20), dan memang peranannya
DaftarBelakang
Latar Isi Kitab Wahyu xvii

sebagai nabi sangat menonjol (10:7, 11; 11:18; 16:6; 18:24; 22:9)
(C. Groenen, 1992, 394, 395).
Ketika Yohanes menerima wahyu ini, ia sedang berada di Pulau
Patmos (Why. 1:9), sekitar satu hari perjalanan kapal dari pantai
Asia Kecil. Ia dibuang ke pulau itu karena firman Allah dan
kesaksiannya tentang Yesus. Tampaknya ia menentang penyem­
bahan kepada kaisar di Roma. Apakah Yohanes masih di pulau itu
ketika kitab ini disusun, tidak begitu jelas (Udo Schnelle, 1992, 523,
524).
Waktu penulisan bisa diperkirakan dari intensitas penganiayaan
yang dialami oleh jemaat yang disapa dalam Kitab Wahyu. Memang
Kaisar Nero pada tahun 64 M, menganiaya orang Kristen karena
menuduh mereka membakar kota Roma. Memang orang-orang
Kristen dikejar-kejar. Tetapi pengejaran itu hanya terjadi di Roma.
Penganiayaan itu bukan berkaitan dengan penyembahan kepada
kaisar seperti yang diindikasikan oleh Kitab Wahyu, melainkan
berkaitan dengan soal politik, yaitu bermaksud menghapus desas-
desus bahwa ia yang membakar kota Roma.
Menurut Suetonius, Kaisar yang secara terang-terangan
menyuruh orang menyembah dirinya sebagai dominus et deus noster
(Tuhan dan Allah kami) adalah Domitianus. Ia lahir tahun 51 M, dan
menjadi kaisar tahun 81-96. Pada tahun 85, ia menyatakan diri
sebagai dominus et dues noster (Suetonius, Domitian 13.2; bnd. Why.
4:11) (Udo Schnelle, 1998, 525).
Orang harus menyembah dia sebagai Tuhan dan Allah untuk
membuktikan loyalitasnya kepada kaisar. Mereka yang menolak
untuk menyembah patung kaisar akan dibuang, dianiaya, atau
bahkan dibunuh. Tuntutan semacam ini sesuai dengan gambaran
yang kita peroleh dari Kitab Wahyu (13:12). Jika demikian, maka
kitab ini ditulis pada akhir masa pemerintahan Domitianus, sekitar
xviii KITAB WAHYU

tahun 90/95, mungkin di kota Efesus. Karena di kota ini didirikan


patung kaisar itu dan rakyat dipaksa untuk menyembahnya.

Jemaat yang Menderita karena Imannya


Jemaat yang disapa dalam Kitab Wahyu menderita karena hasutan
dan penganiayaan dari masyarakat sekitar maupun dari pemerintah.
Hasutan itu terutama dilakukan oleh orang-orang Yahudi. Mereka
melakukan hasutan untuk melawan orang Kristen (2:9; 3:9). Apalagi
pada waktu perang Yahudi pada tahun 66-70 M, banyak orang Yahudi
yang lari ke Asia Kecil, sehingga jumlah mereka cukup besar.
Ancaman dari pemerintah Roma berupa penganiayaan (2:10)
atau dibunuh (2:13; 6:9, 11; 16:6; 18:24; 20:4). Penganiayaan itu
dilukiskan sebagai yang berasal dari ”si pelacur Babel” (17:1-3, 9,
15-18) yang mabuk oleh darah orang kudus dan saksi-saksi Yesus
(17:6). Kota yang dimaksud adalah Roma. Sebab dari penganiayaan
itu agama negara, yaitu penyembahan kepada kaisar, dipaksakan.
Selain itu, terdapat penyembahan kepada Zeus dan Yupiter di
Pergamus, yakni dewa utama negara Roma. Mengenai pemujaan
kepada kaisar Roma, dapat kita telusuri dalam Kitab Wahyu. Dalam
kitab ini ada dua binatang, yang satu keluar dari dalam laut dan yang
lain keluar dari dalam bumi (Why. 13). Binatang-binatang itu
menggambarkan kekuasaan kaisar dan para imamnya. Mereka
memaksa rakyat untuk menyembah kepada kaisar sebagai dewa.
Mereka yang tidak menyembah kaisar dan patungnya akan
dikucilkan, dianiaya, bahkan dibunuh (13:16—17:5). Semua itu
didalangi oleh Naga artinya, Setan (12:13) (Edwin D. Freed, 1991,
369, 370).
Pemaksaan ini menempatkan orang Kristen pada dua pilihan.
Menyembah kaisar sebagai dewa berarti selamat, sebaliknya
menentang penyembahan kepada kaisar berarti penganiayaan dan
DaftarBelakang
Latar Isi Kitab Wahyu xix

atau dibunuh. Orang-orang Kristen menolak untuk mengakui kaisar


sebagai dewa karena bagi mereka hanya ada satu Tuhan, yaitu Allah.
Dialah satu-satunya Tuhan yang harus disembah. Karena sikap dan
iman yang teguh itu, orang Kristen dianiaya dan dibunuh (Thomson,
1990:131). Suatu situasi yang sangat memprihatinkan.
Dalam menghadapi situasi yang demikian, penulis menyatakan
rasa solider dengan pembaca dan menasihati mereka agar tetap
tabah dalam menghadapi penderitaan itu. Sebab penderitaan itu
hanya sebentar saja. Pada waktunya Yesus akan datang kembali dan
membinasakan Babel dan Setan itu, dan Ia akan membarui bumi ini
serta memerintah sebagai Raja. Dan orang-orang kudus selama­nya
beserta Tuhan di surga.
Dari segi ajaran, jemaat dihadapkan dengan bidat-bidat yang
bermunculan dalam lingkungan jemaat untuk menyebarkan
ajarannya yang sesat. Pengikut Nikolaus yang menganut ajaran
Bileam (2:6, 14-15); Pengikut Izebel, seorang nabiah palsu (2:20).
Akibat ajaran bidat-bidat ini, banyak jemaat yang menganut
sinkretisme. Bidat-bidat ini dipengaruhi oleh ajaran gnostik.

Bentuk Sastra Kitab Wahyu


Bentuk sastra dalam Kitab Wahyu biasanya disebut sastra apoka­
liptik. Dalam bentuk sastra ini, penulis memakai bahasa simbol. Oleh
karena itu, bagi banyak orang, apokaliptik merupakan suatu bentuk
sastra yang sulit ditafsirkan. Jika kita membaca bentuk sastra ini,
maka kita seakan dibawa ke dalam dunia mitos dan monster. Bahan-
bahan apokaliptik itu merupakan suatu penglihatan mengenai
simbol-simbol yang bersifat rahasia, yang sulit dipahami oleh semua
orang. Keadaan ini membuat pembaca menjadi bingung. Pada waktu
yang sama, teks-teks apokaliptik menggambarkan tentang
peperangan di surga dan di atas bumi, antara yang baik dan yang
xx KITAB WAHYU

jahat, antara anak-anak Allah dan kekuatan-kekuatan setan. Pembaca


dijepit antara bentuk sastra dan simbol-simbol yang ditampilkan,
sehingga tidak tahu bagaimana memecahkan persoalan itu.
Dalam Perjanjian Baru salah satu buku yang dikenal sebagai
karya apokaliptik adalah Kitab Wahyu. Selain itu, ada juga beberapa
bagian tulisan-tulisan Perjanjian Baru yang memiliki ciri apokaliptik,
misalnya Markus 13; pararel; 1 Korintus 15; 2 Tesalonika 2; 2 Petrus
3, dan Yudas. Dalam tulisan-tulisan apokaliptik itu penulis memakai
simbol-simbol untuk menyampaikan pesan berkaitan dengan
penderitaan yang dialami dan upaya mempertahankan iman mereka
di tengah situasi penganiayaan oleh penguasa. Mungkin ada yang
bertanya, mengapa Yohanes memakai simbol dalam menyampaikan
pesan kepada para pembacanya? Jawaban yang populer adalah
supaya penguasa Romawi pada waktu itu, tidak mudah memahami
isi pesan itu. Pemakaian simbolisme itu juga penting karena Kaisar
Domitian secara bertahap menerapkan pada dirinya sendiri sebagai
Tuhan, dan ia mendirikan bentuk agama yang anti-Kristen. Klaim
Domitian untuk atribut ilahi dipatri pada koin yang dikeluarkan
selama ia memerintah dan digunakan sebagai kendaraan propaganda
penting untuk memaksa orang untuk menyembahnya. Penulis Kitab
Wahyu menggunakan berbagai simbol yang aneh untuk
menyampaikan pesan kepada para pembacanya (John F. Walvoord,
2011:31). Tentu para pembacanya mengerti apa yang ia maksudkan.
Karena simbolisme tidak asing bagi jemaat pembacanya.

Menafsir Simbol-Simbol
Simbol-simbol dalam Alkitab, khususnya Kitab Wahyu, merupakan
suatu tipe kiasan yang harus ditelusuri maknanya. Sebab simbol-
simbol itu bersifat esoterik atau rahasia, sehingga hanya diketahui
oleh orang tertentu. Sumber dari simbol-simbol ini juga berbeda
DaftarBelakang
Latar Isi Kitab Wahyu xxi

dengan para nabi dan para penulis Alkitab lainnya. Yang disebut
terakhir ini mengambil simbol mereka dari dunia nyata, misalnya:
belalang, kuda, garam, lampu, dan lain-lain. Sedangkan apokaliptik
memang memiliki simbol yang demikian, tetapi menambahkan
banyak simbol dari dunia fantasi atau mitos, misalnya binatang yang
mempunyai kepala banyak, belalang dengan ekor seperti kalajengking,
binatang yang dikepalanya ada mahkota, dan lain-lain. Simbol-simbol
ini diambil dari masa penulis hidup. Simbol-simbol itu memiliki
makna tertentu, misalnya: binatang menunjuk kepada manusia,
tanda-tanda kosmis menunjuk kepada fenomena alam supernatural,
dan angka menunjuk kepada kontrol Allah atas sejarah manusia.
Dalam sastra apokaliptik, makna angka sangat menonjol. Beberapa
angka yang sangat dominan adalah: tiga, empat, tujuh, sepuluh, dua
belas, dua puluh empat, tujuh puluh, seribu, dan seratus empat puluh
empat. Dalam Kitab Wahyu, angka tujuh dan ke­lipatannya sangat
mendominasi. Selain itu, angka 666 (Why. 13:18) merupakan teka-
teki yang rasanya sulit untuk dijelaskan. Ada upaya untuk menguak
makna angka-angka itu tetapi para ahli berbeda pendapat mengenai
maknanya. Ada yang berpendapat bahwa angka itu memiliki makna
sial, sementara ada yang lain berpendapat bahwa angka itu menunjuk
kepada Kaisar Nero. Sebab jika angka itu dimaknai ke dalam huruf
Ibrani, maka itu menunjuk kepada Nero. Memang harus diakui bahwa
ada sastra apokaliptik yang disertai dengan penafsiran terhadap
maknanya, tetapi persoalan yang membingungkan adalah bahwa
ada juga sastra apokaliptik yang tidak disertai dengan penafsiran
terhadap maknanya.
Penelusuran terhadap makna simbol itu tidak bisa ditemukan
dalam situasi kita masa kini. Makna dari simbol itu harus dicari
dalam lingkungan purba. Ini tidak berarti bahwa sastra apokaliptik
tidak memiliki makna masa kini. Maksudnya adalah, penafsir
pertama-tama harus mencari makna simbol yang dimaksudkan oleh
xxii KITAB WAHYU

penulis dalam konteks asli sebelum diterapkan dalam kehidupan


masa kini. Misalnya angka 666 janganlah langsung mencari artinya
dalam hubungan dengan angka kartu kredit sekarang, tetapi harus
dicari artinya pada masa lampau ketika tulisan itu dihasilkan.
Setiap simbol mempunyai dua unsur, yaitu: gagasan yang
konseptual dan gambar yang menggambarkannya. Persoalan yang
timbul adalah adanya gap secara kultural. Sebab baik simbol maupun
gagasan yang hendak digambarkan berasal dari masa lampau.
Simbol-simbol itu merupakan suatu objek yang aktual tetapi sering
diberikan kombinasi yang aneh. Namun, kombinasi yang aneh itu
memiliki kebenaran religius yang kuat. Ketika simbol-simbol itu
dijelaskan secara benar, maka akan memberikan makna yang dalam.
Ada enam tipe simbol dalam Alkitab yang dapat kita sebutkan
di sini. 1) Simbol ajaib (nyala api dalam belukar duri, tiang awan dan
tiang api; 2) Penglihatan-penglihatan; 3) Bahan simbol (darah,
kerubium, dan lain-lain.); 4) Perlambangan angka, warna dll.; 5)
Tindakan sebagai lambang, misalnya Yehezkiel dan Yohanes
memakan gulungan kitab (Yeh. 2; Why. 10); Agabus mengikat dirinya
dengan ikat pinggang (Kis. 21); 6) Peraturan perlambang, misalnya,
sunat sebagai tanda perjanjian, dan perjamuan sebagai lambang
kematian Kristus.
Setelah menemukan makna suatu simbol, maka penafsir harus
mencari latar belakang alkitabiah di balik simbol-simbol itu,
kemudian menggunakannya untuk menafsirkan simbol yang lain.

Model-Model Tafsir yang Digunakan


untuk Menafsir Kitab Wahyu
Sebelum masuk kepada penafsiran terhadap Kitab Wahyu, kita perlu
mengemukakan beberapa model tafsir yang digunakan terhadap
kisah-kisah dalam Kitab Wahyu.
DaftarBelakang
Latar Isi Kitab Wahyu xxiii

Pertama, penafsiran preterist. Istilah ini diangkat dari kata Latin


praeter, yang berarti “masa lalu”. Model tafsir ini memandang simbol-
simbol dan gambar-gambar dalam Kitab Wahyu sebagai yang
merujuk pada apa yang terjadi di masa lalu, pada Abad Pertama.
Mereka melihat gambar-gambar itu sebagai mewakili penganiayaan
selama masa pemerintahan Domitianus. Walaupun sebagian pe­
nafsir memahami Wahyu pasal 21 dan 22 merujuk pada masa depan,
tetapi ada yang mengembalikan 22 pasal Kitab Wahyu itu di masa
lalu Abad Pertama (James A. Fowler, 2013:8). Dengan demikian,
dalam model penafsiran ini semua peristiwa yang dilaporkan di
dalam Kitab Wahyu sebagai peristiwa masa lalu saja.
Kedua, penafsiran historisis. Model penafsiran ini meng­
hubungkan gambar-gambar dalam Kitab Wahyu dengan sejarah
gereja di Barat. Misalnya, “terompet kelima” telah ditafsirkan sebagai
kedatangan orang-orang Mohammad pada abad ke-7; “terompet
keenam” ditafsirkan sebagai invasi Turki. Wahyu pasal 10 di­hu­
bungkan dengan “malaikat kuat” yang mengumumkan Reformasi
Protestan ketika “buku kecil”, yaitu Alkitab ditemukan. Wahyu 11
dan pengukuran bait suci ditafsirkan sebagai penentuan Reformasi
dari gereja yang benar, dan kedua saksi telah ditafsirkan sebagai
Luther dan Calvin yang melawan Roma (James A. Fowler, 2013:8).
Ketiga, panafsiran futuris. Dalam model tafsir ini, Wahyu 1–3
diakui sebagai masa lalu, tetapi pasal 4–22 dianggap sebagai catatan
mengenai peristiwa yang akan terjadi di masa depan dalam
kesengsaraan tujuh tahun, yang mengarah pada kedatangan kedua
dan kerajaan seribu tahun.
Keempat, penafsiran triumfalis. Model penafsiran ini kadang-
kadang disebut idealis atau simbolik. Model tafsir ini biasanya
melihat gambar-gambar dalam Kitab Wahyu sebagai penjelasan
mengenai konflik antara yang baik dan yang jahat: konflik antara
Tuhan dan Setan, yang berlangsung sepanjang masa (James A.
xxiv KITAB WAHYU

Fowler, 2013:9). Dalam perkataan lain, konflik itu tidak hanya


berlangsung di masa lampau tetapi juga berlangsung di masa lalu,
masa kini dan masa depan.
Kelima, model tafsir idealis. Dalam model tafsir ini para penafsir
tidak mengikat diri kepada peristiwa sastra apokaliptik dengan
peristiwa sejarah atau masa depan, melainkan hanya fokus kepada
kebenaran spiritual. Menurut mereka teks-teks dalam Kitab Wahyu
bukan tentang pedang dan naga, tetapi tentang Firman Tuhan dan
Setan. Bukan tentang pelangi dan ladang hijau, tetapi tentang janji
Tuhan dan belas kasihan-Nya. Kaum idealis mencari makna spiritual
dan/atau teologis yang ingin disampaikan oleh penulis dalam
simbolisme yang digunakannya (John W. Carter, 2015:9).
Keenam, model tafsir perspektif. Model tafsir ini adalah
campuran dari model tafsir futurisme dan preteris. Menurut model
tafsir ini, Yohanes menulis kepada gereja pada masanya sebagai
generasi terakhir sebelum kedatangan Kristus yang kedua. Seiring
berlanjutnya generasi, maka generasi sekarang adalah generasi
terakhir dan pesannya harus dianggap relevan dengan persiapan
mereka untuk menyambut kedatangan Yesus kembali. Perjuangan
antara kekristenan Abad Pertama hanyalah pola dasar dari
perjuangan berkelanjutan oleh gereja pada masa kini ((John W.
Carter, 2015:9).
Dari enam model tafsir ini, ada tiga model tafsir yang perlu kita
simak maknanya, yaitu model tafsir preteris, futuris, dan triumfalis.
Model tafsir preteris memiliki makna bahwa kekristenan secara
kontekstual berakar dalam perjalanan sejarah dunia. Sementara
dalam model tafsir futuris kita dapat belajar bahwa kekristenan
memiliki harapan untuk masa depan. Sedangkan dalam model tafsir
triumfalis memiliki makna bahwa kekristenan secara konstan
mengakui kemenangan Kristus, dalam setiap konflik sepanjang masa.
Kemenangan Kristus itu kita jumpai pada seluruh pasal dalam Kitab
DaftarBelakang
Latar Isi Kitab Wahyu xxv

Wahyu. Ketiga model tafsir ini akan dipakai dalam tafsiran Kitab
Wahyu ini. Pertimbangannya adalah bahwa peristiwa yang dialami
oleh warga jemaat yang disapa dalam Kitab Wahyu adalah peristiwa
masa lalu yang, secara aktual, terjadi di dalam konteks perjalanan
sejarah dunia. Sungguh pun demikian, peristiwa-peristiwa itu
bermakna futuris bahwa peristiwa yang dialami oleh warga jemaat
di masa lalu itu bisa juga terjadi pada masa kini dan masa depan.
Namun, dalam menjalani semua peristiwa itu Kristus terus hadir
untuk memberikan kemenangan bagi umat-Nya.
Pertimbangan ini didasarkan pada beberapa kenyataan.
Pertama, Yohanes menulis kepada jemaat-jemaat yang sedang
mengalami penganiayaan pada Abad Pertama. Kedua, Yohanes
menulis kitab ini untuk memberikan dorongan dan motivasi serta
penghiburan kepada pembaca selama berada dalam masa sulit.
Ketiga, Yohanes menggunakan gambar dan simbol untuk menunjuk
kepada orang dan tempat, serta memberikan penjelasan seperlunya
(John W. Carter, 2015:10).
Pasal 1:1-20
Ketujuh Jemaat di Asia Kecil

Judul: 1:1-3

1:1 Inilah wahyu Yesus Kristus, yang dikaruniakan Allah kepada-


Nya, supaya ditunjukkan-Nya kepada hamba-hamba-Nya apa
yang harus segera terjadi. Dan oleh malaikat-Nya yang diutus-
Nya, Ia telah menyatakannya kepada hamba-Nya Yohanes.

Tulisan yang terakhir dari Perjanjian Baru ini disebut dengan


nama: Kitab Wahyu. Kalimat awal dari kitab ini dimulai dengan:
Inilah wahyu Yesus Kristus. Kata, wahyu diterjemahkan dari bahasa
Yunani, apokalupsis yang diturunkan dari kata kerja apokaluptō, yang
berarti menyingkapkan, membuka, menyatakan atau mewahyukan,
yakni menyingkapkan, atau membuka hal-hal yang tadinya
tersembunyi sehingga bisa diketahui orang. Yohanes secara jelas
menyatakan bahwa ia menerima wahyu itu dari Yesus Kristus.
Sumber wahyu itu adalah Allah sendiri. Ia menyampaikan
wahyu itu melalui perantaraan Yesus Kristus. Sebab Yesus Kristus
adalah Anak Allah, yang di dalam Dia, Allah menyatakan diri (bnd.
Mat. 11:25-27//Luk. 10:21-22; Yoh. 15:15 (Aune, 1997:12). Oleh

1
2 SURAT
KITAB WAHYU

sebab itu, wahyu dari Allah itu adalah juga wahyu Yesus Kristus.
Maksud penyampaian wahyu itu adalah supaya ditunjukkan-Nya
kepada hamba-hamba-Nya. Kata “ditunjukkan” dapat berarti
diungkapkan, atau dibukakan, yakni dibukakan oleh Kristus kepada
hamba-hamba-Nya. Kata “hamba” (doulos) digunakan 14 kali dalam
Kitab Wahyu. Tiga kali digunakan secara literer (Why. 6:15; 13:16;
19:8) dan 11 digunakan secara metaforis, yang menunjuk kepada
Musa (15:3), kepada Yohanes (Why. 1:1), kepada nabi-nabi (10:7;
11:18) tetapi juga dikenakan kepada orang Kristen pada umumnya
(Why. 1:1; 2:20; 7:3; 19:2, 5; 22:3, 6) (Aune, 1997:13). Maka dapat
dikatakan bahwa ungkapan “hamba-hamba-Nya” (tois doulois autou)
yang dimaksudkan di sini adalah para nabi, yakni nabi-nabi Kristen
atau umat beriman pada umumnya, termasuk Yohanes. Kepada
mereka ini, wahyu dari Allah itu dibukakan.
Isi wahyu itu berkaitan dengan apa yang harus segera terjadi.
Ungkapan yang sama terdapat juga dalam Why. 4:1; 22:6 menunjuk
kepada kedatangan Tuhan yang akan segera terjadi. Teks yang sama
terdapat juga dalam Kitab Daniel 2:28, dan 29 yang menyatakan
bahwa “Allah telah menyingkapkan rahasia-rahasia; Ia telah
memberitahukan kepada tuanku ...”. Dalam konteks Kitab Daniel, teks
itu mengacu kepada peristiwa kehancuran kerajaan manusia dan
pendirian pemerintahan Allah yang akan segera terjadi. Sedangkan
dalam Why. 1:1, Yohanes memakai ungkapan itu untuk menunjuk
kepada peristiwa-peristiwa yang harus segera terjadi dan yang
dialami oleh umat beriman. Karena ungkapan itu bersifat eskatologis
(Robbins, 1975:29), maka persoalan yang kadang-kadang terjadi,
yakni orang mulai menghitung-hitung waktu, lalu menetapkan kapan
akhir zaman tiba. Padahal, Perjanjian Baru sama sekali tidak
menganjurkan perhitungan waktu akhir zaman itu. Sebab “tentang
hari dan saat itu tidak seorang pun yang tahu. Malaikat-malaikat di
sorga tidak, dan Anak pun tidak, hanya Bapa sendiri” (lih. Mat. 24:36).
Daftar1 Isi
Pasal 3

Bapa sendirilah yang menyingkapkan apa yang segera terjadi itu


kepada umat beriman. Penyingkapan kepada umat beriman itu
disampaikan oleh malaikat-Nya yang diutus. Melalui malaikat itu, Ia
telah menyatakannya kepada hamba-Nya Yohanes. Sesuai dengan
penjelasan kita di atas, bahwa Allah menyingkapkan peristiwa-
peristiwa yang segera terjadi itu kepada Yesus Kristus, maka kata
ganti orang ketiga tunggal “Ia” yang dimaksudkan pada kalimat
terakhir itu menunjuk kepada Yesus Kristus. Ia-lah yang mem­
bukakan atau memberitahukan peristiwa-peristiwa yang harus
segera terjadi itu kepada hamba-Nya Yohanes (Ladd, 1972:22). Lalu
Yohanes menyampaikannya kepada jemaat. Pada ayat 1 ini kita bisa
melihat bahwa penyampaian pesan itu dari Allah kepada Yesus
Kristus, lalu dari Yesus Kristus kepada Malaikat dan dari Malaikat
kepada hamba-Nya Yohanes. Kata “hamba” (doulos) merupakan
suatu sapaan yang biasa dipakai oleh para penulis Perjanjian Baru
untuk menunjuk kepada diri mereka sendiri (bnd. Rm. 1:1; Flp. 1:1;
Tit. 1:1; Yak. 1:1, 2; 2Ptr. 1:1; Yud. 1:1) (John W. Walvoord. 2011:41).

1:2 Yohanes telah bersaksi tentang firman Allah dan tentang


kesaksian yang diberikan oleh Yesus Kristus, yaitu segala sesuatu
yang telah dilihatnya.

Yohanes telah bersaksi tentang firman Allah. Kata “bersaksi”


marturein, terdapat juga dalam Wahyu 22:16, 18, 20. Kata ini dipakai
oleh orang Kristen dalam rangka pemberitaan firman Allah. Dalam
konteks ini, Yohanes hendak menegaskan bahwa apa yang ia saksikan
itu bukan spekulasi manusia, melainkan firman Allah.
Ungkapan “firman Allah” dalam bentuk plural hoi logoi tou
Theou terdapat tujuh kali dalam Kitab Wahyu, yakni: 1:2, 9; 6:9; 17:7;
19:9; 19:13; 20:4) dan empat kali ungkapan “firman Allah” dan
“kesaksian yang diberikan oleh Yesus Kristus” (ten marturian Iesou
Khristou) dihubungkan secara erat (1:2, 9; 6:9; 20:4) (Aune,
4 SURAT
KITAB WAHYU

1997:19). Hubungan yang erat itu menunjukkan bahwa “firman


Allah” (ton logon tou Theou), dalam kalimat ini, tidak merujuk kepada
Yesus Kristus sebagai Sang Firman, melainkan kepada wahyu yang
Allah berikan itu, yakni segala sesuatu yang telah dilihatnya. Kalimat
terakhir ini menunjuk kepada penglihatan-penglihatan yang Yohanes
terima, lalu ia, dengan setia, mencatatnya kemudian ia me­nyam­
paikannya dalam bentuk simbol-simbol kepada orang Kristen.
Yohanes menyadari bahwa apa yang ia sampaikan itu adalah firman
Allah yang harus diberikan perhatian dan dituruti.

1:3 Berbahagialah ia yang membacakan dan mereka yang men­­


deng­ar­­kan kata-kata nubuat ini, dan yang menuruti apa yang
ada tertulis di dalamnya, sebab waktunya sudah dekat.

“Berbahagialah ia yang membacakan dan mereka yang men­


dengarkan kata-kata nubuat ini, dan yang menuruti apa yang ada
tertulis di dalamnya...” Sapaan bahagia dalam ayat ini merupakan
yang pertama dari tujuh ucapan bahagia dalam Kitab Wahyu (1:3;
14:13; 16:15; 19:9; 20:6; 22:7, 14) (James A. Fowler, 2013:31). Pada
ayat 3 ini, ucapan bahagia tidak hanya dikenakan kepada pembaca,
melainkan juga kepada pendengar. Kalimat: “pembaca dan
pendengar” menggambarkan situasi dalam jemaat Perjanjian Baru.
Oleh karena belum ada cetakan Perjanjian Baru yang banyak ter­
sedia, maka surat-surat atau wahyu yang diterima harus dibacakan
dengan suara yang keras kepada warga jemaat, sehingga perlu ada
yang membacakannya kepada warga jemaat (bnd. Kol. 4:16; 1Tes.
5:27; 1Tim. 4:13) (John F. Walvoord. 2011:41). Struktur kalimat
dalam ayat 3 ini mirip dengan perkataan Yesus dalam Lukas 11:28.
Di situ Yesus mengatakan kepada para pendengar-Nya: “Yang
berbahagia ialah mereka yang mendengarkan firman Allah dan yang
memeliharanya”.
Daftar1 Isi
Pasal 5

Ada beberapa kemungkinan mengenai adanya kemiripan


ucapan Yesus dengan tulisan Yohanes dalam Wahyu 1:3 ini. Pertama,
Yohanes telah mengangkatnya secara langsung dari Luk. 11:28.
Kedua, kalimat itu diangkat dari tradisi Kristen dan digunakan secara
bebas dalam kedua nas tersebut. Ketiga, perkataan Yesus ini diangkat
dari tradisi lisan kemudian dipakai oleh orang Kristen sebagai suatu
perkataan yang cocok dikenakan pada situasi tertentu. Keempat,
ucapan bahagia itu sebagai suatu pernyataan yang digunakan secara
lisan dalam hubungan dengan pembacaan Alkitab dalam ibadah
jemaat, kemudian digunakan oleh penulis Injil Lukas dan Wahyu
(Aune, 1997:20).
Kemungkinan pertama sulit diterima karena tidak ada bukti
yang kuat bahwa Yohanes telah mengenal Injil Lukas dan meng­
gunakannya ketika ia menulis Kitab Wahyu. Kemungkinan kedua
dan keempat juga sulit diterima karena seakan-akan ucapan itu
ciptaan orang Kristen semata lalu beredar dalam tradisi, kemudian
baru digunakan oleh penulis Injil Lukas dan Kitab Wahyu.
Kemungkinan ketiga bisa diterima sebab tekanan dari ucapan itu,
yakni mendengar dan melaksanakan, banyak dijumpai dalam bahan-
bahan Injil-injil sinoptik yang berkaitan dengan pengajaran Yesus
sendiri (Luk. 8:21; 12:47; Mat. 7:24-27//Luk. 6:47-49) dan menurut
Lukas 11:28, Yesus menyapa para pendengar-Nya yang mendengar
dan menuruti firman itu sebagai orang yang berbahagia.
Dalam Kitab Wahyu, ungkapan ”berbahagia” (makarios) kita
jumpai tujuh kali (Why. 1:3; 14:13; 16:15; 19:9; 20:6; 22:7, 14) yang
berkaitan dengan berbagai situasi. Sedangkan dalam Wahyu 1:3, kita
membaca bahwa Kristus, melalui Yohanes, menjanjikan berkat bagi
mereka yang membaca, mendengar dan menuruti kata-kata nubuat
ini. Aspek yang sangat ditekankan dalam ayat ini adalah menuruti,
diterjemahkan dari kata Yunani teroũntes yang berasal dari kata
kerja tereō, dapat berarti: memelihara, menyimpan, menjaga, dan
6 SURAT
KITAB WAHYU

mematuhi. Memang membaca dan mendengar juga penting tetapi


belumlah cukup. Perlu dibarengi dengan menuruti atau mematuhi.
Lembaga Alkitab Indonesia (selanjutnya: LAI) memakai kata
“menuruti” dapat berarti taat atau setia. Dalam pengertian lain,
Yohanes mengalamatkan sapaan “bahagia” ini kepada mereka yang
tidak hanya membaca dan mendengar, melainkan juga yang menaati
atau melaksanakan firman Allah itu sebab waktunya sudah dekat.
(gar kairos engus). Kata kairos (kesempatan, atau waktu yang tepat)
pertama-tama menunjuk kepada krisis yang sudah sangat dekat.
Oleh sebab itu, orang-orang Kristen perlu menghidupi Kristus di
dalam kehidupannya sehari-hari (James A. Fowler, 2013:32, 33).
Dalam perkataan lain, karena dekatnya masa krisis itu, maka
dibutuhkan kepatuhan, ketaatan dan kesetiaan orang-orang Kristen
dalam melakukan firman Tuhan yang disampaikan kepada mereka.

Pokok Pemberitaan

• Berbahagialah Orang yang Mendengar dan Menaati Firman


Allah.
Tidak ada seorang pun yang bisa mengetahui secara pasti peristiwa-
peristiwa yang akan terjadi dalam mengarungi kehidupannya. Hanya
Allah-lah yang mengetahuinya karena Ia mahatahu. Oleh sebab itu,
melalui hamba-hamba-Nya, Ia menyingkapkan rahasia masa depan
atau peristiwa-peristiwa yang akan terjadi kepada jemaat-Nya, agar
mereka dapat mengantisipasi peristiwa-peristiwa atau masa krisis
di depan mereka. Untuk mengantisipasi peristiwa-peristiwa atau
masa krisis itu, warga jemaat perlu mendengar dan memahami
secara baik apa yang disampaikan oleh para hamba Tuhan yang Allah
utus kepada mereka. Sebab mendengar dan memahami secara baik,
akan memotivasi seseorang mengambil sikap untuk taat atau tidak
kepada berita yang disampaikan oleh para hamba itu. Di sini, ada
Daftar1 Isi
Pasal 7

tiga aspek yang sangat ditekankan yakni: mendengar, memahami,


dan menaati berita yang disampaikan. Berita itu adalah firman yang
Allah sampaikan kepada umat-Nya melalui hamba-hamba-Nya. Bagi
mereka yang mendengar, memahami, dan menaati atau setia kepada
firman itu, disapa sebagai orang yang berbahagia karena mereka
akan mampu menghadapi peristiwa-peristiwa yang akan terjadi di
depan mereka.
Dalam pelayanan-Nya, Tuhan Yesus menggunakan ucapan
bahagia ini dan mengenakannya bagi para pendengar-Nya yang
mendengar dan menuruti atau menaati firman yang Ia sampaikan
(Luk. 8:21; 12:47; Mat. 7:24-27//Luk. 6:47-49) dan menurutinya
(Luk. 11:28). Ucapan yang sama juga dipakai oleh penulis Kitab
Wahyu. Ia menggunakan ucapan “bahagia” ini tidak hanya ditujukan
kepada mereka yang mendengar, memahami, dan menaati firman,
melainkan juga ditujukan kepada mereka yang membacakan atau
memberitakan firman itu. Mereka disapa demikian, karena baik
mereka yang memberitakan maupun mereka yang mendengar dan
memahami serta menaati firman itu, dituntut kesediaan tidak hanya
menaati firman itu hingga akhir hidupnya, melainkan juga dituntut
untuk pergi memberitakan firman itu. Bagi maksud itu mereka perlu
mengorbankan waktu, tenaga, materi, bahkan jiwanya sendiri demi
pemberitaan firman itu kepada semua orang.
Dalam ibadah-ibadah gerejawi pada masa kini, setiap kali kita
mengikuti ibadah, pasti kita mendengar firman Tuhan. Pertanyaannya
adalah, apakah seluruh warga jemaat mendengar dan menyimak
dengan baik serta menaati firman yang disampaikan itu? Gereja perlu
melakukan evaluasi juga mengenai khotbah-khotbahnya, apakah
firman yang disampaikan itu disimak dengan baik dan dilaksanakan
oleh seluruh warga jemaatnya? Sebab ibadah tidak hanya berlangsung
di dalam gereja, melainkan juga berlangsung di tengah masyarakat.
Oleh sebab itu, orang Kristen tidak hanya mendengar firman,
8 SURAT
KITAB WAHYU

melainkan dituntut untuk melaksanakan firman yang diberitakan


itu di tengah masyarakat dengan kesungguhan hati, agar mereka
mampu mengantisipasi peristiwa-peristiwa atau masa krisis yang
mungkin saja terjadi dan menimpa dirinya.

Salam kepada Ketujuh Jemaat (1:4-8)

1:4 Dari Yohanes kepada ketujuh jemaat yang di Asia Kecil: Kasih
karunia dan damai sejahtera menyertai kamu, dari Dia, yang
ada dan yang sudah ada dan yang akan datang, dan dari ketujuh
roh yang ada di hadapan takhta-Nya.

1:5 dan dari Yesus Kristus, Saksi yang setia, yang pertama bangkit
dari antara orang mati dan yang berkuasa atas raja-raja bumi
ini. Bagi Dia, yang mengasihi kita dan yang telah melepaskan
kita dari dosa kita oleh darah-Nya

1:6 dan yang telah membuat kita menjadi suatu kerajaan, menjadi
imam-imam bagi Allah, Bapa-Nya, – bagi Dialah kemuliaan dan
kuasa sampai selama-lamanya. Amin.

Ayat-ayat ini berisi salam. Pertama, dari Yohanes kepada ketujuh


jemaat yang di Asia Kecil (ay. 4). Pada umumnya tulisan apokaliptik
memakai nama samaran dalam tulisan mereka, tetapi di sini Yohanes
secara jelas menyebut nama dirinya sendiri sebagai saksi Kristus
yang telah menerima dan yang memberikan kesaksian mengenai
nubuat atau firman Allah itu. Firman Allah itu disampaikan Yohanes
kepada ketujuh jemaat.
Siapakah Yohanes ini, kita tidak tahu dengan pasti. Ada
pandangan yang mengemukakan bahwa penulis kitab ini sama
dengan penulis Kitab Injil Yohanes. Namun, muncul keberatan-
keberatan terhadap pandangan ini, karena beberapa alasan: a) Gaya
Daftar1 Isi
Pasal 9

bahasa Kitab Wahyu sangat berbeda dengan gaya bahasa Kitab Injil
Yohanes. Injil Yohanes memakai gaya bahasa yang halus, sedangkan
Kitab Wahyu ditulis dengan gaya bahasa yang kasar dan susah
dipahami. b), Nama Yohanes sangat umum di kalangan masyarakat
Yahudi dan Kristen waktu itu, sehingga sulit dipastikan bahwa
Yohanes yang dimaksud adalah Yohanes murid Yesus.
Oleh karena itu, sulit untuk menentukan siapakah penulis Kitab
Wahyu. Yang pasti ialah, sang penulis adalah seorang pemberita Injil
yang bernama Yohanes, yang sangat dikenal luas di antara jemaat-
jemaat Kristen di Asia Kecil, khususnya jemaat pembaca, sehingga
ia tidak perlu memperkenalkan dirinya lagi.
Yohanes menyampaikan salam kepada “ketujuh jemaat yang di
Asia Kecil” (ay. 4). Angka tujuh merupakan angka sempurna yang
menunjuk kepada keseluruhan jemaat. Jadi, ketujuh jemaat yang
dimaksudkan di sini adalah keseluruhan jemaat di Asia Kecil. Kepada
semua jemaat itu Yohanes menyampaikan salam: “Kasih karunia dan
damai sejahtera menyertai kamu” (Charis humin kai eirene hapo ho
on). Rumusan salam seperti ini telah menjadi suatu tradisi Kristen
yang kita jumpai juga dalam surat-surat rasuli (Rm. 1:7; 1Kor. 1:3;
2Kor. 1:2; Gal. 1:3; Ef. 1:2; Flp. 1:2; Kol. 1:2; 1Tes. 1:1; 2Tes. 1:2; 1Tim.
1:2; 2Tim. 1:2; Tit. 1:3; Flm. 3; 1Ptr. 1:2; 2Ptr. 1:2; 2Yoh. 3) (Tenney,
1991:46; Robbins, 1975:33). Yohanes memakai salam ini di sini
untuk menyapa jemaat-jemaat di Asia Kecil.
Kedua, “dari Dia, yang ada dan yang sudah ada dan yang akan
datang...” (ay. 4). Kalimat ini menunjuk kepada kekekalan Allah yang
maha hadir, Allah yang tidak bisa dibatasi oleh ruang dan waktu
(Robbins, 1975:34). Ia tidak hanya ada di masa lampau tetapi
sekarang Ia juga sedang hadir dan berkarya dalam panggung sejarah
dunia dan yang terus hadir bersama umat-Nya untuk berkarya di
masa yang akan datang. Ia adalah Alfa dan Omega.
10 SURAT
KITAB WAHYU

Ketiga, dari “ketujuh roh”, suatu ungkapan yang mengingatkan


kita kepada Yesaya 11:2. Dalam teks itu disebutkan tentang tujuh
roh yang dikaruniakan kepada Raja Damai itu, yaitu Roh Tuhan, roh
hikmat dan pengertian, roh nasihat dan keperkasaan, roh pengenalan
dan takut akan Tuhan (Henry M. Morris, 1983:37). Ketujuh roh ini
ada di hadapan takhta-Nya. Keempat, dari “Yesus Kristus, Saksi yang
setia, yang pertama bangkit dari orang mati dan yang berkuasa atas
raja-raja di bumi ini” (ay. 5a). Yohanes secara jelas menyebut nama
Yesus Kristus sebagai Saksi yang setia. Ia disapa demikian karena
ke­se­tiaan-Nya kepada kehendak Bapa sampai Ia disalibkan dan mati
di kayu salib dan dikuburkan. Akan tetapi, Ia telah menang atas kuasa
maut, lalu Ia bangkit dari antara orang mati dan kini Ia duduk di
sebelah kanan Allah untuk memerintah seluruh alam semesta serta
semua kuasa dan penguasa (pemerintah) di dalamnya.
Ayat 5b-6 merupakan suatu doksologi yang dimulai dengan
kalimat: “Bagi Dia, yang mengasihi kita dan yang telah melepaskan
kita dari dosa kita oleh darah-Nya.” Kalimat ini merupakan suatu
doksologi yang ditujukan kepada Kristus yang telah mewujudkan
kasih Allah melalui kematian dan kebangkitan-Nya untuk melepas­
kan manusia dari dosa oleh darah-Nya. Dari kalimat doksologi ini
nyata bahwa Allah yang disapa di sini adalah Allah, Pengasih dan
Penyayang. Kasih-Nya itu, Ia buktikan melalui pengorbanan Anak-
Nya Yesus Kristus untuk menebus dosa kita (George Eldon Ladd,
1972:26). Pernyataan tentang wujud kasih Allah, yang terungkap
dalam doksologi ini, merupakan suatu bentuk credo yang sangat
lazim di kalangan komunitas Kristen awal. Bentuk credo itu banyak
kali kita jumpai dalam tulisan-tulisan Kristen. Dalam Roma 5:8.
Paulus mengatakan: “Akan tetapi Allah menunjukkan kasih-Nya
kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita
masih berdosa”. Bahkan dalam suratnya kepada jemaat di Galatia,
Paulus, yang telah mengalami kasih Allah itu, mengatakan: “Anak
Daftar1 Isi
Pasal 11

Allah yang telah mengasihi aku dan menyerahkan diri-Nya untuk


aku”. Ungkapan yang sama kita jumpai dalam surat kepada jemaat
di Efesus: “Hiduplah di dalam kasih, sebagaimana Kristus Yesus juga
telah mengasihi kamu dan telah menyerahkan diri-Nya untuk kita
...” (Ef. 5:2; bnd. Ef. 5:25).
Gagasan yang sama kita juga jumpai dalam Injil-injil dengan
lebih menekankan tentang tindakan kasih Allah itu. Markus menulis
dalam Injilnya dengan mengatakan: “Karena Anak Manusia datang
... untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak
orang” (bnd. Mat. 20:28). Dengan memakai bahasa metafora, penulis
Injil Yohanes mengatakan: “Gembala yang baik itu memberikan
nyawa-Nya bagi domba-domba-Nya” (Yoh. 10:11). (David E. Aune,
1997:46).
Maka dengan memakai bentuk credo ini, Yohanes bermaksud
untuk menguatkan iman jemaat yang sedang mengalami peng­
hambatan, penganiayaan dan penderitaan itu. Sebab ketika
menghadapi situasi yang mencekam itu, iman anggota jemaat bisa
menjadi goncang lalu mereka memandang kasih Allah itu telah
luntur, sehingga yang mereka alami hanyalah kebencian dan
penderitaan.
Dalam situasi itu, Yohanes menggunakan credo ini untuk
menegaskan bahwa di dalam situasi yang mereka alami itu kasih
Allah tetap dinyatakan dalam kehidupan umat-Nya. Bukti kasih Allah
itu telah dinyatakan melalui tindakan Allah di dalam Kristus yang
telah melepaskan kita dari dosa kita oleh darah-Nya. Dalam Alkitab,
darah, tanda penebusan pertama-tama menunjuk kepada darah
korban (domba) yang disembelih sebagai pengganti nyawa dari
orang yang berdosa. Ketika Israel hendak keluar dari Mesir, masing-
masing kaum keluarga disuruh untuk mengambil seekor anak domba
untuk disembelih lalu darahnya diambil dan dibubuhkan pada tiang
pintu dan pada ambang atas. Maksud dari tindakan itu adalah supaya
12 SURAT
KITAB WAHYU

orang Israel terlepas dari tulah yang menimpa orang Mesir dan
mereka dibebaskan dari penindasan (bnd. Kel. 12:1-13). Di kalangan
orang Israel, setiap orang yang berbuat dosa, wajib mempersem­
bahkan korban sebagai pengganti nyawanya. Dalam upacara korban
itu, darah korban itu memiliki peranan sebagai pengganti nyawa
orang yang berdosa itu.
Di kalangan orang Kristen, korban yang sesungguhnya telah
dipersembahkan, yakni Yesus Kristus, sebagai Anak Domba yang
telah disembelih dan oleh darah-Nya, kita telah dilepaskan dari dosa.
Dengan memakai kalimat dalam doksologi ini, Yohanes hendak
menegaskan tentang tindakan Allah yang membebaskan itu. Bahwa
sekalipun komunitas yang ia sapa menjadi korban penindasan, tetapi
mereka telah ditebus, atau lebih tepatnya, telah memperoleh
kelepasan dari dosa mereka telah menjadi milik Allah. “Mereka
adalah orang-orang yang mengikuti Anak Domba itu kemana saja Ia
pergi” (bnd. Why. 14:4b).
Yohanes tidak berhenti pada tindakan Allah yang melepaskan
atau yang membebaskan. Ia melanjutkan dengan tindakan Allah yang
berikut: “dan yang telah membuat kita menjadi suatu kerajaan,
menjadi imam-imam bagi Allah, Bapa-Nya” (ay. 6). Ada dua tindakan
yang disebutkan. Tindakan yang pertama adalah “membuat kita
menjadi suatu kerajaan” dan yang kedua adalah “menjadi imam-
imam bagi Allah Bapa-Nya”. Pada tindakan-tindakan ini, kita yang
tadinya adalah hamba dosa, telah dibebaskan oleh darah Anak
Domba itu, lalu kita diangkat menjadi suatu kerajaan dan meme­
rintah bersama dengan Dia dalam kerajaan-Nya (2Tim. 2:12). Malah
warga kerajaan itu (Flp. 3:20; Ef. 2:19; Ibr. 12:13) mengambil bagian
dalam kuasa Kristus karena Ia ada di dalam kita (Why. 2:26; 3:21;
5:10; 20:6). Tidak hanya itu. Kita juga diangkat menjadi imam-imam
yang melayani bagi Allah Bapa dari Yesus Kristus (bnd. Why. 20:6).
Dalam Alkitab, fungsi imam adalah melayani Tuhan dan menjadi
Daftar1 Isi
Pasal 13

penghubung antara umat dengan Allah. Jadi, imam-imam itu menjadi


pelayan-pelayan dan memiliki hubungan langsung dengan Allah.
Ketika Yohanes menyebut orang-orang yang telah dilepaskan dari
dosa itu diangkat menjadi imam, maka yang dimaksudkan adalah
mereka terus melayani dalam kerajaan-Nya dan berhubungan
langsung dengan Allah. Penulis 1 Petrus menunjuk kepada kombinasi
“kerajaan-kerajaan” dan “imam-imam” ini dengan menyatakan
bahwa orang Kristen adalah imamat yang rajani (1Ptr. 2:9). Di tempat
lain, Yohanes mengatakan bahwa orang Kristen akan menjadi
kerajaan dan imam-imam bagi Allah kita (Why. 5:10). Keimaman itu
adalah keimaman yang kudus (1Ptr. 2:15) yang melayani Dia siang
dan malam (Why. 7:15) (Fowler, 2013:38). Doksologi itu diakhiri
dengan kalimat: “bagi Dialah kemuliaan dan kuasa sampai selama-
lamanya. Amin”. Kalimat terakhir dari doksologi ini merupakan
kalimat penutup yang biasanya dipakai oleh orang Kristen dalam
mengakhiri sebuah doksologi atau salam (bnd. Rm. 11:36; 16:27;
Gal. 1:5; 2Tim. 4:18; 1Ptr. 4:11; 2Ptr. 3:18; Ibr. 3:21 (David E. Aune,
1997:49). Maksud dari kalimat akhir doksologi ini adalah bahwa
hanya kepada Dia, orang Kristen patut memuliakan-Nya, dan
kekuasaan-Nya perlu diekspos sepanjang zaman (Fowler, 2013:39).

1:7 Lihatlah, Ia datang dengan awan-awan dan setiap mata akan


melihat Dia, juga mereka yang telah menikam Dia. Dan semua
bangsa di bumi akan meratapi Dia. Ya, amin.

Ajakan: “Lihatlah” atau “perhatikanlah” (idou) dipakai 26 kali


dalam Kitab Wahyu. Tiga belas kali dalam bentuk pidato (1:7, 18;
2:10, 22; 3:8, 9 (2x), 20; 5:5; 9:12; 11:14; 21:3, 5; dan 13 kali pula
dalam bentuk cerita 4:1, 2; 5:6; 6:2, 5, 8, 11; 7:9; 12:3; 14:1, 14; 15:5;
19:11) (Aune 1997:53). Dengan menggunakan frasa “lihatlah” atau
“perhatikanlah” pada ayat 7 ini, Yohanes hendak menarik perhatian
para pembaca kepada kedatangan Kristus, de­ngan mengatakan: “Ia
14 SURAT
KITAB WAHYU

datang dengan awan-awan dan setiap mata akan melihat Dia, juga
mereka yang menikam Dia”. Kalimat ini merupakan gabungan dari
dua ucapan kenabian. Kalimat pertama: Ia datang dengan awan-
awan, berasal dari Daniel 7:13. Dalam konteks Kitab Daniel, ungkapan
itu berkaitan dengan penglihatan Daniel pada malam hari. Tampaklah
kepadanya seorang seperti anak manusia datang dengan awan-awan
dari langit. Di kalangan gerakan apokaliptik, awan merupakan
kendaraan yang dipakai oleh Anak Manusia untuk datang kepada
Yang Lanjut Usia.
Jemaat Kristen biasanya memakai kedua ayat ini sebagai nubuat
penghakiman melawan mereka yang menolak Yesus (bnd. Mat.
24:30). Pada waktu penghakiman itu, Yesus datang sebagai hakim
di atas awan yang disaksikan oleh semua orang. Kalimat kedua: “dan
setiap mata akam melihat Dia juga mereka yang menikam Dia. Dan
semua bangsa di bumi akan meratapi Dia. Ya, amin.” Kalimat “dan
setiap mata” tidak ada di dalam Kitab Zakharia 12:10-14. Teks dalam
Kitab Zakharia memakai kalimat: “dan mereka akan memandang
kepada Dia yang telah mereka tikam” (Za. 12:10). Dalam konteks
Kitab Zakharia, tokoh yang disebutkan di sini adalah hamba Tuhan,
yang ditikam oleh penduduk Yerusalem. Di kemudian hari mereka
insaf akan perbuatan mereka lalu dalam keinsafan, mereka
memandang kepada dia yang mereka tikam itu (A. Sevenster,
1976:68, 69).
Yohanes mengutip kedua ucapan kenabian ini untuk meng­
ingatkan pembaca tentang kedatangan Kristus sebagai hakim di atas
awan-awan di langit, sebagaimana Ia sendiri telah menjanjikannya
(Mat. 24:30). Pada waktu kedatangan-Nya itu semua mata akan
melihat Dia, baik mereka yang percaya maupun mereka yang tidak
percaya, termasuk “mereka yang menikam Dia”. Frasa “mereka yang
menikam Dia” menunjuk kepada orang-orang yang memusuhi Yesus
Mesias itu dan yang membunuh Dia. Mereka yang dimaksudkan di
Daftar1 Isi
Pasal 15

sini tidak hanya para tentara Romawi yang menikam Dia (bnd. Yoh.
19:34), melainkan juga para pemimpin Yahudi yang menjadi dalang
di balik penyaliban Yesus itu (bnd. Mat. 27:20-22).
Para pemimpin Yahudi itu menganggap Yesus sebagai rival yang
harus dilenyapkan, karena Ia dipandang sebagai orang yang
merongrong wibawa mereka sebagai pemimpin agama. Yohanes
menambahkan kalimat: Dan semua bangsa di bumi akan meratapi
Dia. Kalimat ini memiliki kesejajaran dengan Zakharia 12:12. Dalam
konteks Kitab Zakharia, teks ini dikaitkan dengan ratapan terhadap
sang mesias yang tertikam itu. Sementara dalam Kitab Wahyu,
Yohanes menghubungkannya dengan kedatangan Kristus kembali
untuk menjadi hakim atas semua bangsa di dunia. Pada waktu itu,
semua orang yang menolak dan menikam Dia akan meratap karena
hukuman yang akan dikenakan kepada mereka. Demi menyung­
guhkan apa yang Yohanes tulis pada ayat ini, ia mengatakan: “Ya
Amin” artinya: ya, sungguh benar.

1:8 “Aku adalah Alfa dan Omega, firman Tuhan Allah, yang ada dan
yang sudah ada dan yang akan datang, Yang Mahakuasa.”

Frasa “Aku adalah” merupakan pernyataan yang pertama kali


kita jumpai dalam Keluaran 3:13. Pernyataan itu hendak menyatakan
hubungan ontologis Allah dengan ciptaan-Nya, untuk menghindari
banyaknya ilah yang disembah dengan namanya masing-masing.
Dalam Kitab Wahyu Tuhan menyatakan diri sebagai Alfa dan Omega.
Alfa dan Omega kita jumpai beberapa kali dalam Kitab Wahyu yang
berkaitan dengan pernyataan Allah mengenai diri-Nya. ”Akulah Alfa
dan Omega, yang Awal dan yang Akhir ” (1:8; 1:17; 21:6; 22:13). Alfa
dan Omega adalah huruf awal dan akhir dalam alfabet Yunani. Alfa
dan Omega artinya: ”yang Awal dan yang Akhir”. Menurut Yohanes,
Allah memakai ungkapan ini untuk menunjuk kepada diri-Nya
16 SURAT
KITAB WAHYU

sebagai pengendali penuh atas waktu dan ruang dari awal hingga
akhir (John and Gloria Ben-Daniel, 2016:8).
Pemakaian gelar ini diambil dari Kitab Nabi Yesaya. Dalam kitab
itu beberapa kali Allah berbicara tentang diri-Nya: ”Akulah yang
dahulu dan Akulah yang terkemudian, tidak ada Allah lain selain dari
pada-Ku” (Yes. 44:6). Pernyataan yang sama kita jumpai dalam Yesaya
48:12: ”... Akulah yang tetap sama, Akulah yang terdahulu, Akulah
juga yang terkemudian (bnd. 41:4). Dalam pasal-pasal itu, Yesaya
menunjuk kepada Allah sebagai satu-satunya Pencipta alam semesta,
dan Tuhan yang berkuasa atas sejarah, sebagai suatu polemik
melawan berhala-berhala di Babel. Yesaya menegaskan bahwa Allah
Israel tidak seperti berhala-berhala itu. Ia adalah satu-satunya Allah
yang tidak dapat dibandingkan dengan ilah-ilah bangsa-bangsa di
dunia.
Gagasan yang sama dipakai dalam Kitab Wahyu, dengan
menekankan Allah sebagai Alfa dan Omega. Ia yang mencipta segala
sesuatu dan membawanya kepada pemenuhan di masa depan. Ia
yang mengucapkan kata yang pertama dalam penciptaan dan Ia juga
yang mengucapkan kata yang terakhir dalam dunia yang baru
(Richard Bauckham, 1993:26, 27).
Di beberapa tempat lain melalui penglihatan dalam Kitab
Wahyu, Allah juga memperkenalkan diri-Nya sebagai ”Yang ada, yang
telah ada, dan yang akan datang” (1:4; 8; 4:8; 11:17; 16:5). Pemakaian
ungkapan ini menunjuk kepada nama YHWH. Dalam Perjanjian Lama
satu-satunya penafsiran terhadap nama itu terdapat dalam Keluaran
3:14 ”ehyeh aser ehyeh” (Aku akan ada yang Aku akan ada, atau Aku
adalah Aku). Dengan memakai ungkapan ini Yohanes hendak
menegaskan bahwa Allah tidak hanya telah ada, dan sekarang ada
di tengah jemaat untuk menyelamatkan, tetapi Ia juga akan datang
di masa depan sebagai Hakim untuk menghakimi dunia ini. Ungkapan
ini tertuang dalam puji-pujian para tua-tua di hadapan Allah (Why.
Daftar1 Isi
Pasal 17

11:17). Penyataan diri ini disampaikan kepada umat yang sedang


mengalami penganiayaan agar mereka dikuatkan. Allah secara aktif
terlibat dalam mengontrol semua proses yang terjadi di dalam
sejarah. Inilah jaminan ilahi yang Yohanes ingin komunikasikan
kepada jemaat (Bauckham, 1993:28, 29).
Dalam Wahyu 1:8, Allah tidak hanya memperkenalkan diri
sebagai Alfa dan Omega, yang ada dan yang sudah ada dan yang akan
datang, melainkan Ia juga memperkenalkan diri sebagai ”Yang
Mahakuasa” (bnd. 4:8; 11:17; 15:3; 16:7; 19:6; 21:22. Lih. juga Why.
16:5-7; 16:14; 19:5). Penandaan ini juga memiliki hubungan dengan
keilahian Nama Allah, yakni: YHWH ’elōhē sebā’ōt (Tuhan, Allah
semesta alam) (2Sam. 5:10; Yer. 5:14; Hos. 12:5; Am. 3:13; 4:13).
Yohanes juga memakai bentuk pendek dari nama itu: ”YHWH sebā’ōt
(Tuhan Mahakuasa) (bnd. Why. 4:8). Dalam Perjanjian Lama nama
ini dipakai untuk menunjuk kepada kekuasaan Yahweh yang tidak
tertandingi oleh kuasa apa pun juga, karena itu Ia berkuasa atas
segala peristiwa sejarah yang terjadi dalam alam semesta (Bauckham,
1993:30).
Dengan memakai penyataan nama-nama Allah ini, Yohanes
hendak memberikan dukungan dan motivasi kepada jemaat yang
sedang mengalami penganiayaan bahwa Tuhan adalah satu-satunya
Allah yang patut disembah (Mounce, 1977:73). Ia yang menciptakan
segala sesuatu dalam alam ini maka penyembahan kepada kaisar
atau dewa-dewa apa pun merupakan tindakan yang akan men­
dapatkan penghukuman dari Allah sebab Ia tidak hanya satu-satunya
Allah, tetapi Ia juga adalah Hakim. Sebagai Tuhan atas sejarah,
penderitaan yang jemaat alami dalam perjalanan sejarah dunia tidak
tersembunyi bagi Allah. Ia sedang dan akan membawa sejarah ini
kepada pemenuhannya di masa depan.
Kombinasi frasa “firman Tuhan Allah” dipakai sebelas kali dalam
Kitab Wahyu (1:8; 4:8, 11; 11:17; 15:3; 16:7; 18:8; 18:6; 21:22; 22:5,
18 SURAT
KITAB WAHYU

6) (Aune, 1997:57) untuk menegaskan bahwa ungkapan: “Aku adalah


Alfa dan Omega”, sebagai pengendali sejarah dunia ini memiliki
wibawa ilahi karena ungkapan itu adalah firman Tuhan Allah.
Keberadaan-Nya pun melampaui ruang dan waktu, sehingga Yohanes
mengatakan: “yang ada dan yang sudah ada dan yang akan datang”.
Sebagai penyelenggara sejarah, Ia telah ada di masa lampau, kini Ia
juga hadir bersama dengan umat-Nya dalam panggung sejarah dan
akan terus hadir di masa depan.

Pokok Pemberitaan

• Salam Rasuli Menimbulkan Perasaan Damai dan Me­nya­


darkan tentang Kehadiran Allah.
Salam dalam surat-surat rasuli merupakan suatu sapaan yang
disampaikan kepada para pendengar atau pembaca, tidak hanya
untuk menarik perhatian dan menimbulkan perasaan senang dan
damai, melainkan juga untuk menyadarkan umat tentang kehadiran
Allah dalam persekutuan mereka. Tradisi ini dipakai juga oleh pe­
nulis Kitab Wahyu untuk menyapa para pembacanya yang sedang
mengalami penindasan. Dalam perikop ini ternyata salam itu tidak
hanya berasal dari penulis Kitab Wahyu yang menyebut dirinya
sebagai Yohanes, melainkan ia juga menyampaikan salam dari Allah,
yang Yohanes sebut sebagai Yang Mahahadir. Penyebutan tentang
kemahahadiran Allah itu tidak hanya menunjuk kepada kehadiran-
Nya yang melampaui segala batas waktu, melainkan juga sebagai
jaminan bagi umat bahwa Ia hadir dan terus hadir, baik pada masa
lalu, masa kini maupun masa yang akan datang, bahkan Ia juga hadir
dalam semua situasi yang dialami oleh umat-Nya itu. Yohanes juga
menyampaikan salam dari ketujuh roh yang ada di hadapan Allah
serta salam dari Yesus Kristus.
Daftar1 Isi
Pasal 19

Menarik bahwa dalam ucapan salam ini, Yesus disapa sebagai


“saksi yang setia, yang pertama bangkit dari antara orang mati dan
yang berkuasa atas raja-raja bumi ini”. Sapaan ini memiliki makna
yang dalam, tentang kesetiaan dan ketaatan Kristus kepada ke­
hendak Bapa, sehingga Ia rela mati di kayu salib. Namun, Ia bangkit
kembali sebagai pemenang atas kuasa maut dan memerintah sebagai
Raja atas alam semesta.
Dalam surat-surat rasuli dan ibadah-ibadah gereja, salam
disampaikan setelah votum. Salam itu disampaikan untuk me­nya­
darkan warga jemaat tentang kehadiran Allah di dalam ibadah-
ibadah kita. Namun, salam itu perlu terus disampaikan juga kepada
warga jemaat dalam perjumpaan kita setiap hari. Sebab, salam yang
kita sampaikan merangsang perasaan sukacita antara kita satu
dengan yang lain sebagai satu persekutuan di dalam Kristus.

• Pujian kepada Allah karena Karya Penyelamatan-Nya.


Salam yang disampaikan oleh Yohanes disertai dengan sebuah
doksologi. Doksologi adalah nyanyian pendek yang biasa dipakai
dalam ibadah-ibadah Kristen. Kebiasaan ini diangkat dari tradisi
yang disampaikan dalam sinagoge Yahudi yang biasanya dinyanyikan
pada akhir doa atau ibadah. Nyanyian pujian merupakan salah satu
unsur yang sangat penting, yang berlangsung dalam persekutuan
ibadah umat sejak kehadiran umat Allah yang dialihkan secara turun-
temurun hingga kini. Ada berbagai motivasi yang mendorong umat
untuk memuliakan Allah. Ada yang memuliakan Allah karena
memperoleh berkat dari Allah, misalnya panen yang melimpah,
berhasil dalam karya, kesembuhan dari berbagai sakit penyakit,
kelepasan dari ancaman maut, dan sebagainya.
Dalam perikop ini Yohanes memuji dan memuliakan Allah
karena kasih-Nya yang Ia nyatakan melalui pengorbanan Anak-Nya
Yesus Kristus. Darah-Nya telah dicurahkan demi menebus segala
20 SURAT
KITAB WAHYU

dosa kita. Oleh sebab itu, kita tidak lagi hidup di bawah kuasa dosa,
melainkan telah dibebaskan dari kuasa itu lalu kita telah diangkat
menjadi imam-imam yang melayani di hadapan Allah. Sebagai imam,
kita tidak lagi mempersembahkan korban di atas mezbah, sebab
Kristus adalah korban yang terakhir yang telah dipersembahkan.
Tugas keimaman kita adalah melayani Tuhan dan menaikkan doa
syafaat bagi umat Allah.
Salah satu unsur tetap dalam ibadah gerejawi adalah puji-pujian
kepada Tuhan. Setiap kali warga jemaat berkumpul dalam ibadah,
maka jemaat menyanyi atau memuji Tuhan. Jemaat memuji Tuhan,
tidak hanya sebagai ucapan syukur atas berkat yang Tuhan berikan
setiap hari, atau atas pengalaman akan kuasa Tuhan dalam kehi­
dupan mereka, melainkan terutama karena karya penebusan Kristus
yang Ia lakukan melalui pengorbanan-Nya di kayu salib, sehingga
jemaat dibebaskan dari kuasa dosa dan maut. Oleh sebab itu, memuji
Tuhan bukan sekadar ikut-ikutan melantunkan kalimat tertentu
dalam suatu nyanyian, melainkan perlu dilakukan dengan kesadaran
dan ucapan syukur akan karya penebusan Kristus bagi kita.

• Kedatangan Kristus sebagai Hakim


Dalam perikop ini Yohanes juga meminta perhatian para pembaca­
nya tentang kedatangan Yesus sebagai hakim di atas awan-awan
untuk menghakimi semua makhluk yang diam di atas bumi, ter­
masuk seluruh umat manusia. Kedatangan-Nya itu akan disaksikan
oleh semua orang, baik mereka yang percaya maupun mereka yang
tidak percaya kepada-Nya, termasuk orang-orang yang menikam
Dia, tidak hanya para tentara Romawi yang menikam-Nya, melainkan
juga orang-orang Yahudi yang menjadi dalang penyaliban Yesus
karena kebencian dan dendam terhadap Yesus. Mereka membenci
dan mendendam Yesus karena mereka menganggap Ia sebagai rival
dalam menyampaikan misi dari Allah.
Daftar1 Isi
Pasal 21

Sikap seperti para tentara Romawi dan para pemimpin Yahudi


itu dapat terjadi pada masa kini, di mana Yesus ditolak dan dibenci
serta dimusuhi karena rupa-rupa sebab antara lain, karena ke­
gagalan, penderitaan, dan sebagainya. Pada waktu penghakiman itu,
orang-orang yang membenci, menolak, dan memusuhi Dia akan
meratap karena penghukuman, dari sang Hakim itu, akan dikenakan
kepada mereka. Apa yang Yohanes katakan ini bukan suatu isapan
jempol, melainkan berdasarkan suatu keyakinan akan kedaulatan
keilahian Allah sebagai sang pengendali waktu. Karena Ia adalah
sang Pengendali waktu, maka orang-orang yang percaya kepada-Nya
diberikan jaminan bahwa peristiwa apa pun yang terjadi dalam
sejarah perjalanan waktu ini, semuanya berada dalam pengendalian
Allah. Ketika waktu-Nya tiba, Ia datang sebagai Hakim untuk
menghakimi semua bangsa.
Kedatangan Kristus sebagai hakim itu perlu terus diingatkan
kepada jemaat pada masa kini agar jemaat selalu siap sedia setiap
waktu dalam penantian akan kedatangan Kristus. Sebab kedatangan-
Nya sama seperti pencuri pada waktu malam. Tidak ada seorang pun
tahu waktu atau saat kedatangan-Nya.
22 SURAT
KITAB WAHYU

Penglihatan Yohanes di Patmos (1:9-20)

Persaudaraan di dalam Iman (1:9-11)

1:9 Aku, Yohanes, saudara dan sekutumu dalam kesusahan, dalam


Kerajaan dan dalam ketekunan menantikan Yesus, berada di
pulau yang bernama Patmos oleh karena firman Allah dan
kesaksian yang diberikan oleh Yesus.

Aku, Yohanes, saudara dan sekutumu. Yohanes menyebut dirinya


sebagai saudara (ho adelfos) dan sekutu (sykoinōnos) dari jemaat
yang sedang berada dalam kesusahan. Kata saudara (adelfos) yang
dipakai oleh penulis Perjanjian Baru termasuk Yohanes, bukan
terutama menunjuk kepada saudara dalam ikatan hubungan darah,
baik vertikal maupun horizontal, melainkan terutama menunjuk
kepada persaudaraan dalam iman kepada Yesus sebagai Tuhan yang
oleh karya penebusan-Nya, warga jemaat diikat dalam satu
persekutuan persaudaraan. Setiap orang yang percaya kepada
Yesus, berada dalam relasi persaudaraan karena iman itu. Iman itu
pula yang memungkinkan terciptanya suatu persekutuan
persaudaraan di antara orang beriman itu.
Oleh karena itu, Yohanes bisa menyapa jemaat-jemaat penerima
tulisan ini sebagai saudara dan sekutu dalam kesusahan, dalam
kerajaan dan dalam ketekunan menantikan Yesus. Yohanes, dalam
kalimat ini, menyatakan bahwa ia tidak hanya saudara dan sekutu,
melainkan “saudara dan sekutu dalam kesusahan, kerajaan dan
ketekunan”. Kesusahan (thlipsis) yang dimaksud di sini adalah
penindasan, penganiayaan, dan penderitaan yang dialami jemaat
yang disapa Yohanes, yang taat pada imannya dan setia sampai mati
sebagai martir (bnd. 7:14). Yohanes tidak hanya menyebut dirinya
sebagai saudara dan sekutu dalam kesusahan, tetapi juga saudara
dan sekutu dalam kerajaan (basileia), yakni sebagai warga dalam
Daftar1 Isi
Pasal 23

kerajaan atau pemerintahan Allah. Sebagai warga kerajaan Allah,


hidup orang Kristen di dunia tidak lepas dari penindasan dan
penderitaan. Oleh sebab itu, dari mereka dituntut ketekunan
menantikan Yesus (hupamone en Iesou). Kata: “ketekunan”
(hupamone) sangat ditekankan dalam kitab ini (1:9; 2:2, 3, 19; 3:10;
14:12). Yohanes mengetahui bahwa dalam penantian akan ke­
datangan Yesus kembali, jemaat yang ia sapa termasuk semua orang
yang percaya kepada Yesus sebagai Tuhan, akan mengalami
penganiayaan dan penderitaan. Dalam menghadapi situasi yang
demikian, jemaat perlu tekun dalam iman mereka. Yohanes
meneruskan kalimatnya dengan mengatakan: Aku ... berada di pulau
yang bernama Patmos.
Yohanes memberitahukan bahwa ia mendapatkan wahyu itu
ketika ia sedang berada di Pulau Patmos (sekarang bernama: Patino),
satu pulau kecil, yang penduduknya miskin dan tidak memiliki satu
kota pun. Panjangnya sekitar 10 mil atau 16 km dan lebar sekitar 6
mil atau 9 km. Terletak sekitar 50 mil dari Efesus dan 37 mil barat
daya Miletus (Aune, 1997:76, 77). Pulau ini menjadi tempat
pembuangan bagi tahanan politik pemerintah Romawi pada waktu
itu. Oleh sebab itu, Yohanes dibuang oleh penguasa setempat ke
pulau itu bukan tanpa sebab. Sebabnya adalah oleh karena firman
Allah dan kesaksian yang diberikan oleh Yesus. Pada zaman Yohanes,
orang yang memberitakan firman Allah dan menyampaikan
kesaksian yang diberikan oleh Yesus, akan dihukum atau dianiaya.
Karena kaisar yang memerintah pada waktu itu mengklaim diri
sebagai satu-satunya Tuhan dan Allah, maka orang Kristen yang
menyembah kepada Yesus sebagai Tuhan, dipandang sebagai
pengkhianat terhadap kaisar, sehingga mereka dianiaya atau di­
buang.
24 SURAT
KITAB WAHYU

1:10 Pada hari Tuhan aku dikuasai oleh Roh dan aku mendengar
dari belakangku suatu suara yang nyaring, seperti bunyi
sangkakala

1:11 katanya: “Apa yang engkau lihat, tuliskanlah di dalam sebuah


kitab dan kirimkanlah kepada ketujuh jemaat ini: ke Efesus, ke
Smirna, ke Pergamus, ke Tiatira, ke Sardis, ke Filadelphia dan
ke Laodikia.”

Pada hari Tuhan aku dikuasai oleh Roh. “Hari Tuhan” (kuriake
hemera) yang dimaksudkan di sini adalah hari kebangkitan Yesus
dari antara orang mati, yang bertepatan dengan hari pertama Minggu
itu. Pada hari pertama itu, orang Kristen biasanya berkumpul untuk
berdoa dan merayakannya sebagai hari Tuhan karena hari itu
memiliki makna khusus, sebagai hari kemenangan Yesus atas kuasa
maut. Orang Kristen meninggalkan ibadah pada hari Sabat dan
melakukan ibadah pada hari Minggu atau hari Tuhan (John and
Gloria Ben-Daniel, 2016:9). Pada hari itu orang Kristen melaksana­
kan ibadah eucharisti (bnd. Yoh. 20:19; Kis. 20:7; 1Kor. 16:2).
Pada hari Tuhan itulah Yohanes dikuasai oleh Roh. Kalimat
“dikuasai oleh Roh” (egenomen en pneumati) dapat diterjemahkan
dengan “dikendalikan” atau “dicengkeram” oleh Roh, yakni Roh Allah.
Yohanes mengatakan bahwa dalam kuasa atau cengkeraman Roh
Allah itu, aku mendengar dari belakangku suatu suara yang nyaring,
seperti bunyi sangkakala. Dalam Perjanjian Lama, motif kalimat
“suara yang nya­ring seperti bunyi sangkakala” menggambarkan suatu
teofani atau suatu penyataan kehadiran ilahi di tengah umat (bnd.
19:16; 20:18; Yes. 18:3; Yl. 2:1; Za. 9:14; Mzm. 47:5). Dalam Kitab
Wahyu, “suara nyaring” dikaitkan dengan suatu maklumat yang
disampaikan kepada umat (1:10; 5:2, 12; 6:10; 7:2, 10; 8:13; 10:3;
11:12, 15). Katanya: Apa yang engkau lihat, tuliskanlah di dalam
sebuah kitab. Kata “tuliskanlah” (grapson) merupakan suatu bentuk
Daftar1 Isi
Pasal 25

kalimat aorist imperative atau kalimat perintah. Dalam PL, perintah


yang sama disampaikan oleh Allah kepada Musa untuk menuliskan
sepuluh hukum Tuhan agar disampaikan kepada umat Israel (Kel.
34:27, 28; bnd. Ul. 31:19, 21). Dalam Kitab Wahyu, perintah ini tidak
hanya kita jumpai pada teks ini, melainkan juga kita jumpai dalam
setiap surat yang disampaikan kepada ketujuh jemaat di Asia Kecil
(2:1, 8, 12, 18; 3:1, 7, 14). Dalam teks ini, Yohanes diperintahkan
untuk menuliskan apa yang ia lihat dalam sebuah kitab. Perintah
tersebut menunjukkan bahwa apa yang Yohanes lihat dan tulis itu
bukan berasal dari dirinya, melainkan bersumber dari Allah sendiri.
Dengan demikian, tulisan itu memiliki otoritas atau wibawa ilahi
(Aune, 1997:87).
Lebih jauh suara itu mengatakan: dan kirimkanlah kepada
ketujuh jemaat ini: ke Efesus, ke Smirna, ke Pergamus, ke Tiatira, ke
Sardis, ke Filadelfia dan ke Laodikia. Ketujuh gereja ini terletak di
dalam Provinsi Romawi di Asia, bagian barat tengah Asia Kecil. Ada
lebih dari tujuh gereja di Asia pada saat buku ini ditulis, dan besar
kemungkinan gereja-gereja ini dipilih karena penulisnya terkenal,
dan mereka paling dikenal oleh penulisnya. Oleh karena itu, mereka
menjadi jemaat-jemaat yang paling mengalami tekanan pada waktu
itu. Surat yang dikirim kepada ketujuh jemaat itu bukan tujuh surat
yang ditujukan untuk tujuh jemaat yang terpisah, melainkan tujuh
pesan yang semuanya ditulis dalam satu gulungan, lalu dikirim
sebagai surat edaran ke ketujuh gereja untuk disalin dan dikirim ke
semua jemaat. Karena tujuh adalah angka alkitabiah yang mewakili
kepenuhan dan totalitas, tujuh jemaat akan dengan mudah dipahami
untuk mewakili seluruh jemaat (John and Gloria Ben-Daniel,
2016:10). Jadi, tujuh jemaat yang disebutkan pada ayat ini dapat
dipahami sebagai keseluruhan jemaat yang berada di Asia Kecil.
26 SURAT
KITAB WAHYU

Pokok-Pokok Pemberitaan

• Persaudaraan di dalam Iman.


Salah satu sapaan yang sering dipakai oleh orang Kristen dalam
nyanyian-nyanyian gerejawi maupun pemberitaan melalui mimbar-
mimbar gereja hingga pada masa kini adalah “di dalam Kristus kita
bersaudara”. Sapaan ini tidak hanya memiliki nilai sosiologis,
melainkan juga memiliki makna teologis yang sangat dalam.
Persaudaraan di dalam persekutuan bersama dengan Kristus tidak
hanya terbatas pada hubungan darah secara vertikal maupun
horisontal, melainkan melampaui semua batas-batas suku, ras, dan
status sosial.
Gagasan ini Yohanes pakai dalam suratnya kepada ketujuh
jemaat di Asia Kecil untuk menyapa warga jemaat yang sedang
berada di dalam penindasan oleh pemerintah Romawi yang lalim
masa itu. Yohanes menyebut dirinya sebagai “sekutu” di dalam
kesusahan. Sapaan ini ia kenakan kepada jemaat-jemaat di Asia Kecil
itu untuk menguatkan iman mereka agar sebagai warga kerajaan
Allah, mereka tetap bertekun dalam iman, sambil menantikan
kedatangan Kristus, sekalipun mereka menghadapi penderitaan
karena penganiayaan. Penganiayaan itu tidak hanya dialami oleh
warga jemaat di Asia Kecil, melainkan juga Yohanes sendiri. Ia
ditangkap dan dibuang ke Pulau Patmos karena pemberitaannya
tentang Kristus.
Di dalam kesendirian dan kesusahannya di pulau itu, maka pada
hari Tuhan (hari Minggu), ia dikuasai oleh Roh Allah lalu ia
mendengar suara dari belakangnya yang memerintahkannya agar
ia menuliskan dan menyampaikan apa yang ia lihat dan dengar itu
kepada jemaat-jemaat di Asia Kecil.
Persaudaraan dalam iman ini bukan sekadar suatu sapaan
penghias bibir saja. Sapaan “di dalam Kristus kita bersaudara”, itu
Daftar1 Isi
Pasal 27

penting dalam membangun relasi di antara warga gereja. Oleh sebab


itu, mestinya di dalam ibadah-ibadah gereja, status atau kedudukan
di dalam masyarakat perlu ditundukkan kepada Kristus, sehingga
semua warga jemaat yang ikut dalam ibadah adalah saudara di dalam
satu iman, yaitu iman kepada Kristus. Sapaan yang paling tepat di
dalam gereja adalah “saudara-saudara di dalam Kristus”. Persau­
daraan itu, tidak hanya diwujudkan dalam situasi ketika kita senang
atau gembira, melainkan juga perlu diwujudkan dalam kesedihan
dan kesusahan.
Dalam kenyataannya, persaudaraan itu kadang-kadang hanya
sekadar lip service saja, karena ketika saudara kita sedang
menghadapi berbagai persoalan dan kesulitan, maka persaudaraan
itu seakan lenyap. Masing-masing menanggung beban hidupnya
sendiri-sendiri. Di samping itu, perseteruan di dalam rapat-rapat
atau sidang gerejawi, bahkan perpecahan di dalam gereja mem­
buktikan betapa rapuhnya persaudaraan itu. Oleh sebab itu, ikatan
persaudaraan di dalam satu iman itu perlu diperkukuh sehingga
persekutuan di dalam gereja sebagai tubuh Kristus tetap teguh.

Kaki Dian (1:12-16)

1:12 Lalu aku berpaling untuk melihat suara yang berbicara


kepadaku. Dan setelah aku berpaling, tampaklah kepadaku
tujuh kaki dian dari emas.

1:13 Dan di tengah-tengah kaki dian itu ada seorang serupa Anak
Manusia, berpakaian jubah yang panjangnya sampai di kaki,
dan dadanya berlilitkan ikat pinggang dari emas.

Ketika Yohanes mendengar perintah untuk mengirimkan surat


kepada ketujuh jemaat di Asia Kecil, lalu ia berpaling untuk melihat
asal suara itu. Yohanes mengatakan: “Lalu aku berpaling untuk
28 SURAT
KITAB WAHYU

melihat suara yang berbicara kepadaku”. Maka tampaklah kepadanya


“tujuh kaki dian dari emas”. “Kaki dian” (epta luknias) adalah sebuah
lampu minyak yang memiliki tujuh cabang pelita yang ditempatkan
“di hadapan Tuhan” di dalam kemah pertemuan, kemudian dibawa
ke dalam bait suci Yerusalem di depan tabir yang menutupi tabut
hukum (Kel. 25:36, 37; 27:20, 21; Bil. 8:1-4; Im. 21:1-4; 1Raj. 7:49)
sebagai simbol keagamaan di kalangan orang Israel. Dalam Kitab
Zakharia 4:2 dan 10b, disebutkan satu kaki dian yang merupakan
simbol kehadiran Allah di tengah umat dan juga melambangkan
“mata Tuhan yang menjelajah seluruh bumi” (Aune 1997:88, 89;
John dan Gloria Ben-Daniel, 2016:10). Namun “tujuh” kaki dian
seperti yang disebut dalam Wahyu 1:12, tidak dikenal dalam literatur
Yahudi. Di dalam Kitab Wahyu, tujuh kaki dian itu merupakan suatu
gambaran yang menunjuk kepada ketujuh jemaat yang disapa di Asia
Kecil, yang telah menjadi terang bagi dunia (Ladd 1972:32). “Dan di
tengah-tengah kaki dian itu ada seorang serupa Anak Manusia,
berpakaian jubah yang panjangnya sampai ke kaki dan dadanya
berlilitkan ikat pinggang dari emas”. “Seorang seperti anak manusia”
mengingatkan kita kepada penglihatan Daniel dalam Daniel 7:13.
Teks itu biasanya dipakai oleh orang Kristen untuk menunjuk kepada
Yesus. Selama pelayanan Yesus, sebutan “Anak Manusia” sering
dipakai dalam bentuk orang ketiga untuk menunjuk kepada diri
Yesus sendiri (Mrk. 8:31, 38; 14:21; Mat. 16:27; Luk. 9:22, 26), dan
lain-lain.
Daftar1 Isi
Pasal 29

Ketujuh jemaat di Asia Kecil sebagai tujuh kaki dian.

Yohanes melihat bahwa Anak Manusia itu “berpakaian jubah


yang panjangnya sampai di kaki”. Jubah (endedumenon= pakaian,
jubah) menunjuk kepada pakaian Imam Besar atau orang yang
berpangkat tinggi. Dalam teks ini, Yohanes melihat bahwa Anak
Manusia itu memakai jubah yang demikian, yang panjangnya sampai
ke kaki dan “dadanya berlilitkan ikat pinggang dari emas”. Ikat
pinggang (zōnen) biasanya dipakai oleh para prajurit untuk
menopang pedang dalam sarungnya (2Sam. 20:8; bnd. 1Raj. 2:5).
Ikat pinggang juga dapat diberikan sebagai hadiah (1Sam. 18:4; 2Sam
18:11). Dalam Efesus 6:14, ikat pinggang digambarkan sebagai
kebenaran. Kebenaran itu dipakai sebagai perlengkapan senjata
Allah untuk melawan penguasa-penguasa dan penghulu dunia yang
gelap serta roh-roh jahat di udara (Ef. 6:12). Jika demikian, maka
ikat pinggang yang dililitkan di dada Anak manusia itu merupakan
30 SURAT
KITAB WAHYU

lambang perlengkapan “perang” untuk menghadapi penguasa yang


menindas orang Kristen.

1:14 Kepala dan rambut-Nya putih bagaikan bulu yang putih metah,
dan mata-Nya bagaikan nyala api.

1:15 Dan kaki-Nya mengkilap bagaikan tembaga membara di dalam


perapian; suara-Nya bagaikan desau air bah.

1:16 Dan di tangan kanan-Nya Ia memegang tujuh bintang dan dari


mulut-Nya keluar sebilah pedang tajam bermata dua, dan
wajah-Nya bersinar-sinar bagaikan matahari yang terik.

Kepala dan rambut-Nya putih seperti bulu (domba) yang putih


metah. Putih seperti bulu domba atau putih seperti salju menunjuk
kepada rambut dari figur surgawi, yang menggambarkan keberadaan
Yang Lanjut Usia itu dan yang telah ada sejak zaman purbakala,
karena Ia ada sebelum segala sesuatu ada. Gambaran yang sama kita
jumpai juga dalam Daniel 13:7, yang menunjuk kepada Allah. Dan
“matanya bagaikan nyala api”. “Nyala api” (floxpuros) menggambar­
kan pandangan yang dapat menembus segala sesuatu, termasuk
kehidupan dalam gereja-Nya. Laksana sinar ex yang dapat men­
deteksi semua benda yang terbungkus rapi. Ciri ini ditemukan lagi
dalam hubungan dengan jemaat di Tiatira (2:18), di mana mata
Tuhan digambarkan sebagai nyala api, yang menyimbolkan
kemahatahuan Allah. Sedangkan dalam Wahyu 19:12, gambaran ini
muncul kembali dalam kaitan dengan penaklukan atas musuh-
musuh-Nya. “Dan kakiNya mengkilap bagaikan tembaga membara
di dalam perapian”. Tembaga membara (khalkolibanō en kaminō
pepuromenes = perunggu di dalam perapian dibakar merah), tidak
begitu jelas maknanya. Tetapi menurut Mazmur 110:1, Allah me­
naklukkan semua musuh-Nya menjadi tumpuan kaki-Nya. Jika
demikian, maka kaki yang membara dari Anak Manusia itu akan
Daftar1 Isi
Pasal 31

mengerikan bagi semua musuh-Nya, karena mereka akan menjadi


tumpuan dari kakinya yang membara itu. “Suara-Nya bagaikan desau
air bah” (he fōne autou hōs fōne hudatōn pollōn = suara air yang
banyak). Ungkapan ini menyimbolkan kuasa dari Anak Manusia itu
yang memiliki kekuatan yang dahsyat seperti air bah yang
menghanyutkan segala sesuatu di hadapannya. Dan di tangan kanan-
Nya Ia memegang tujuh bintang. Tujuh bintang (asteras epta) adalah
simbol untuk ketujuh jemaat di Asia Kecil (1:20).
Dengan demikian, ketujuh bintang menunjuk kepada ketujuh
jemaat yang memiliki tugas dan tanggung jawab untuk memberita­
kan Injil. Ketujuh bintang itu dipegang di dalam tangan-Nya, artinya,
ketujuh jemaat itu berada di dalam perlindungan dan pemeliharaan-
Nya. “Dari mulut-Nya keluar pedang tajam bermata dua”. Pedang
bermata dua (hromphaya distomos) adalah simbol yang menunjuk
kepada firman Allah (bnd. Ef. 6:17). Firman itu lebih tajam dari
pedang bermata dua manapun (Ibr. 4:12). Dalam Wahyu 19:15,
dikatakan bahwa dari mulut-Nya keluar sebilah pedang tajam yang
memukul atau menaklukkan segala bangsa (Ladd 1972:33). Pedang
bermata dua yang dimaksudkan di situ adalah firman Allah (bnd.
19:13). “… dan wajah Nya bersinar-sinar bagaikan matahari yang
terik”. Ungkapan ini mengingatkan kita pada Daniel 10:6, di mana
wajah malaikat itu bercahaya seperti kilat dan matanya seperti suluh
yang menyala-nyala. Gambaran itu dipakai oleh Yohanes untuk
melukiskan kemuliaan Tuhan yang bercahaya. Di Betlehem, Ia telah
lahir sebagai manusia yang lemah, dan dihadapkan dengan
pencobaan, sama seperti manusia pada umumnya. Bahkan mati di
kayu salib. Tetapi Ia telah menang atas kuasa maut dan bangkit
kembali, serta telah naik ke surga, duduk dalam kemuliaan Bapa
(Ladd, 1972:33, 34).
32 SURAT
KITAB WAHYU

Pokok Pemberitaan

• Jemaat sebagai Kaki Dian yang Bercahaya di Tengah Ke­


gelapan.
Ketika Yohanes menoleh ke belakang, ia melihat tujuh kaki dian,
sebagai lambang dari ketujuh jemaat di Asia Kecil. Lambang itu
dikenakan kepada jemaat-jemaat itu, yakni jemaat di Efesus, di
Smirna, di Pergamus, di Tiatira, di Sardis, di Filadelphia, dan di
Laodikia, karena kehadiran mereka di Asia Kecil bukan tanpa makna.
Kehadiran jemaat-jemaat itu digambarkan sebagai kaki dian atau
pelita yang memancarkan cahayanya di tengah kegelapan, sekalipun
diterpa oleh “badai” penganiayaan.
Menarik bahwa di tengah-tengah ketujuh kaki dian sebagai
lambang dari ketujuh jemaat itu, Anak Manusia (Kristus) hadir di
tengah-tengah mereka. Kehadiran Kristus di tengah-tengah jemaat-
jemaat itu untuk memberikan jaminan bahwa di tengah pengania­
yaan dan penderitaan Ia tetap hadir bersama mereka untuk
menguatkan mereka. Lebih jauh, Yohanes melihat suatu penglihatan
yang menakjubkan. Ia melihat Anak Manusia (Kristus) mengenakan
jubah yang panjangnya sampai ke ujung kaki sebagai lambang
kebesaran, dan ikat pinggang di dadanya sebagai lambang ke­be­
naran. Di kalangan jemaat perdana, kebenaran merupakan
perlengkapan senjata Allah untuk melawan penguasa-penguasa
dunia ini dan roh-roh jahat di udara (bnd. Ef. 612) yang mengguna­
kan segala kelicikan dan kebohongan untuk menindas jemaat-Nya.
Tidak hanya itu, Yohanes juga melihat Anak Manusia itu memiliki
mata bagaikan nyala api sebagai lambang kemahatahuan-Nya, yang
menembus segala sesuatu yang tersembunyi, bahkan segala sesuatu
yang ada di dalam hati manusia sekalipun, sehingga tidak sesuatu
pun di dunia ini yang tersembunyi bagi-Nya. Ia melihat apa pun yang
Daftar1 Isi
Pasal 33

dilakukan orang dalam kegelapan; Ia juga mengetahui semua ren­


cana jahat di dalam hati semua orang.
Mereka yang melakukan kejahatan terhadap umat-Nya itu akan
dijadikan sebagai tumpuan kaki-Nya yang membara. Suatu gambaran
yang sangat mengerikan bagi setiap orang yang memusuhi dan
menindas umat-Nya. Sementara di tangan kanan-Nya Ia memegang
ketujuh bintang, sebagai lambang dari utusan ketujuh jemaat itu
yang selalu berada di dalam perlindungan dan pemeliharaan-Nya.
Lebih jauh Yohanes melihat sebilah pedang yang tajam keluar dari
mulut Anak Manusia itu sebagai lambang firman Allah. Firman itu
lebih tajam dari pedang bermata dua, yang menaklukkan seluruh
dunia. Dalam perkataan lain, oleh firman itu semua bangsa
ditaklukkan kepada Kristus.
Setiap kali warga jemaat mengikuti ibadah di dalam ruang-
ruang ibadah, maka ibadah itu biasanya diakhiri dengan pengutusan.
Warga jemaat diutus kembali ke dalam dunia atau ke tempat tugas
masing-masing, bukan tanpa misi. Misinya adalah memancarkan
cahaya terangnya kepada dunia supaya semua orang yang melihat
terang itu datang kepada-Nya (bnd. Mat. 5:14-16). Namun, gereja
hanya bisa menjadi terang apabila ia memiliki persekutuan yang
kukuh dengan Kristus sebagai Terang Dunia itu (bnd.Yoh. 8:13).

Alfa dan Omega (1:17-20)

1:17 Ketika aku melihat Dia, tersungkurlah aku di depan kaki-Nya


sama seperti orang yang mati; tetapi Ia meletakkan tangan
kanan-Nya di atasku, lalu berkata: “Jangan takut! Aku adalah
Yang Awal dan Yang Akhir

1:18 dan Yang Hidup. Aku telah mati, namun lihatlah, Aku hidup,
sampai selama-lamanya dan Aku memegang segala kunci maut
dan kerajaan maut.
34 SURAT
KITAB WAHYU

1:19 Karena itu tuliskanlah apa yang telah kaulihat, baik yang terjadi
sekarang maupun yang akan terjadi sesudah ini.

1:20 Dan rahasia ketujuh bintang yang telah kaulihat pada tangan
kanan-Ku dan ketujuh kaki dian emas itu: ketujuh bintang itu
ialah malaikat ketujuh jemaat dan ketujuh kaki dian itu ialah
ketujuh jemaat.”

Ayat 17. Ketika aku melihat Dia, tersungkurlah aku di depan


kaki-Nya sama seperti orang yang mati. Dalam penglihatan itu
Yohanes “tersungkur di depan kaki-Nya sama seperti orang yang
mati”. Ungkapan ini menggambarkan reaksi manusia di hadapan
Allah (bnd. Yes. 6:5; Yeh. 1:28; Dan. 8:17; 10:9, 11) sebagai makhluk
ciptaan yang sujud menyembah ketika berhadapan dengan Tuhan
Penciptanya. Keadaan yang demikian dialami juga oleh para nabi
(Yeh. 1:28; Dan. 8:17; 10:9-11) dan para perempuan yang datang ke
kubur Yesus (Luk. 24:5) (Aune, 1997:99). Hal yang sama terjadi juga
kepada Yohanes. Namun, Tuhan meletakkan tangan-Nya ke atasnya
dan berkata: (Me phoboũ egō eimi ho prōtos kai ho eskhatos  “Jangan
takut Aku adalah Yang Awal dan Yang Akhir”. Bentuk rumusan “Aku
adalah” (ego eimi) merupakan menandakan pribadi bersifat ilahi
yang kita jumpai 8 kali dalam Injil Yohanes (6:20; 8:24, 28, 58; 13:19;
18:5, 6, 8) sementara dalam Injil-injil Sinoptik 3 kali (Mat. 14:27;
Mrk. 6:50; 13:6).
Dalam Injil-injil, penandaan itu menggambarkan jaminan
kehidupan yang diberikan Yesus kepada para pendengarnya, sebab
Ia ilahi dan Ia adalah hidup itu sendiri. Dalam Kitab Wahyu penan­
daan ego eimi itu kita jumpai 5 kali (1:8; 1:17; 2:23; 21:6; 22:16).
Penandaan ilahi itu juga melukiskan pemberian jaminan hidup bagi
Yohanes dan jemaat yang ia sapa, agar mereka jangan takut
menghadapi penganiayaan atau penderitaan yang dilakukan oleh
penguasa Romawi terhadap komunitas dan dirinya sendiri, sebab Ia
Daftar1 Isi
Pasal 35

adalah hidup itu sendiri, “Yang Awal dan Yang Akhir” (Walhout,
2000:23). Frasa: “Yang Awal dan Yang Akhir” kita jumpai juga dalam
Yesaya 44:6; 41:4; 48:12. Secara polemis frasa itu berarti “tidak ada
ilah lain selain daripada-Ku” (Marie-Claire Barth, 1983:170). Ia satu-
satunya pemegang sejarah dunia ini yang di dalamnya orang Kristen
sedang berjuang. Segala sesuatu di dalam hidup ini dimulai dan
berakhir dengan Dia sebab Ia adalah hidup itu.
Ayat 18. “… dan Yang Hidup. Aku telah mati, namun lihatlah Aku
hidup sampai selama-lamanya”. Yesus tidak hanya bangkit dari antara
orang mati, tetapi Ia hidup, bahkan Ia adalah hidup itu sendiri. Oleh
karena itu, Ia berkuasa juga untuk menghidupkan setiap orang
beriman walaupun mereka telah mati sama seperti Ia mati, tetapi
bangkit kembali. Kebangkitan-Nya itu membuktikan kemenangan-
Nya atas kuasa maut dan sekaligus sebagai jaminan kebangkitan bagi
setiap orang yang percaya kepada-Nya. Itulah sebabnya Ia “meme­
gang segala kunci maut dan kerajaan maut”. Oleh karena Ia telah
menaklukkan kuasa maut itu dan bangkit kembali dari kematian,
maka Ia telah merebut segala kunci maut dan kerajaan maut. Oleh
sebab itu, setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak perlu takut,
walaupun akan mengalami kematian, akan dibangkitkan kembali
oleh Tuhan dari maut itu (Ladd, 1972:34). Maut dan kerajaan maut
tidak bisa menahan orang yang percaya kepada Kristus. Karena
Kristus menjadi jaminan kebangkitan orang percaya dari antara
orang mati.
Jaminan akan kebangkitan dan kehidupan orang percaya itu
perlu diberitahukan kepada jemaat. Oleh sebab itu, Yohanes
diperintahkan: “tuliskanlah”. Perintah: “tuliskanlah” telah kita bahas
dalam 1:11, oleh sebab itu, kita tidak lagi membahasnya di sini.
Kalimat yang hendak kita bahas di sini adalah: apa yang telah
kaulihat, baik yang terjadi sekarang maupun yang akan terjadi
sesudah ini. Apa yang dilihat oleh Yohanes adalah pertama, “yang
36 SURAT
KITAB WAHYU

terjadi sekarang” dan yang kedua adalah “yang akan terjadi sesudah
ini”. Maksud dari ungkapan: “yang terjadi sekarang” adalah apa yang
sedang terjadi pada ketujuh jemaat yang ia sapa, yakni pemuliaan
Kristus melalui penderitaan yang mereka alami, sedangkan “yang
akan terjadi sesudah ini” menunjuk kepada pembebasan orang
beriman pada kedatangan Kristus (Ladd, 1972:34).
Ayat 20. Pada ayat ini, kepada Yohanes dibukakan rahasia
ketujuh bintang dan ketujuh kaki dian emas. Ketujuh bintang itu ialah
malaikat ketujuh jemaat. Malaikat ketujuh jemaat itu ialah ketujuh
jemaat yang disebut dalam Wahyu 2–3. Kata “malaikat” (anggelos)
berarti “utusan”. Persoalan yang timbul di sini adalah siapa yang
dimaksud dengan “malaikat” atau “utusan” yang ditempatkan di
depan kata “ketujuh jemaat” itu? Identitas para “malaikat” ini (Wahyu
1:20; 2:1, 8, 12, 18; 3:1, 7, 14) menimbulkan diskusi yang tanpa akhir
dan diperumit lagi oleh fakta bahwa pembicara kadang-kadang
menyapa mereka dalam bentuk tunggal, dan kadang-kadang dalam
bentuk jamak. Menurut peran mereka dalam visi ini, para malaikat
diberikan kepada setiap jemaat sebagai saluran komunikasi antara
jemaat dengan Yang di surga. Ada yang berpendapat bahwa yang
dimaksud dengan “malaikat” di sini adalah “penatua”, “penilik
jemaat”, sebagai pemimpin jemaat itu ((John W. (Jack) Carter,
2015:34). Akan tetapi, pandangan ini sulit dipertahankan karena
“penatua” selalu berganti, sementara malaikat tetap. Pandangan yang
bisa diterima adalah bahwa ketujuh jemaat itu masing-masing
memiliki malaikat yang selalu memperhatikan dan memelihara
kehidupan jemaat itu. Dalam Ibrani 1:14, fungsi dari malaikat adalah
melayani jemaat. Bahkan secara pribadi orang-orang percaya
memiliki malaikat yang telah ditentukan (Mat. 18:10; Kis. 12:15).
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa malaikat ditetapkan oleh
Allah bagi setiap gereja dan bertanggung jawab untuk efektivitas
pelayanannya (Henry M. Morris, 1983:45, 46; John and Gloria Ben-
Daftar1 Isi
Pasal 37

Daniel, 2016:12). Sedangkan ketujuh kaki dian itu ialah ketujuh


jemaat. Pesan penting yang perlu ditegaskan di sini adalah kehadiran
Kristus di tengah-tengah ketujuh (seluruh) jemaat itu memberikan
kemampuan bagi jemaat dalam menghadapi penganiayaan dan
penderitaan (Ladd, 1972:35). Sekalipun Yesus telah naik ke surga,
jemaat tidak ditinggalkan berjuang sendirian dalam menghadapi
penganiayaan dan penderitaan. Ia tetap hadir di tengah jemaat itu
(bnd. 1Ptr. 1: 5) (Fowler, 2013:54, 55).

Pokok Pemberitaan

• Akulah Alfa dan Omefa, yang Awal dan Yang Akhir.


Ketika Yohanes melihat Allah, ia tersungkur di hadapan-Nya.
Tersungkurnya Yohanes di hadapan Allah merupakan suatu sikap
yang menggambarkan perjumpaan antara Pencipta dan ciptaan.
Sikap yang demikian dilakukan oleh warga jemaat sepanjang segala
abad. Setiap kali jemaat berada di hadapan Allah, mereka sujud dan
menyembah-Nya sebagai Pencipta. Namun, Tuhan mengangkat dan
menyatakan identitas-Nya kepada Yohanes sebagai “yang Awal dan
yang Akhir, dan yang Hidup”. Penyataan identitas Tuhan ini
menggambarkan keberadaan-Nya yang melampaui semua batas
waktu. Sebab Ia telah ada sebelum segala sesuatu ada, dan yang
sekarang sedang ada dalam panggung sejarah umat manusia untuk
memelihara, dan berjuang bersama umat-Nya. Keberadaan-Nya di
antara umat-Nya bukan keberadaan yang pasif, melainkan ke­
beradaan yang aktif. Ia terus berkarya di antara umat-Nya, tidak
hanya pada masa kini, melainkan juga pada masa depan. Salah satu
karya-Nya besar adalah pengorbanan-Nya sampai mati di atas kayu
salib lalu dikuburkan. Namun, maut tidak dapat menahan-Nya di
antara orang mati, karena itu Ia hidup kembali. Kebangkitan-Nya
dari antara orang mati merupakan jaminan bagi setiap orang yang
38 SURAT
KITAB WAHYU

percaya kepada-Nya. Ia telah memegang kunci maut dan alam maut


di dalam tangan-Nya, sehingga sekalipun orang yang percaya kepada-
Nya itu mengalami siksaan dan penderitaan bahkan kematian karena
kesaksian mereka tentang Kristus, namun pintu alam maut tidak
dapat menahan mereka. Mereka akan hidup kembali besama dengan
Dia dalam suatu kehidupan yang kekal.
Bagi gereja yang hidup dalam melayani pada masa kini,
pernyataan: “Akulah yang Awal dan Yang Akhir dan Yang Hidup”
merupakan suatu jaminan bahwa gereja tidak perlu takut terhadap
masa depannya, karena Kristus adalah penyelenggara sejarah dunia
ini dan jaminan bagi masa depan gereja. Oleh sebab itu, tidak ada
sesuatu pun yang terjadi di dalam dunia ini, lepas dari kendalinya.
Sebab Ia adalah pengendali semua peristiwa yang terjadi di dalam
dunia ini. Ia juga senantiasa hadir dalam panggung sejarah umat
manusia, termasuk dalam kehidupan gereja-Nya untuk menuntun
gereja-Nya melintasi semua peristiwa yang terjadi. Memang, dalam
melintasi semua peristiwa dalam dunia ini, orang Kristen mengalami
kesusahan, dan penderitaan tetapi orang yang setia sampai akhir
akan beroleh hidup bersama Dia. Sebab Ia adalah hidup itu sendiri.
Benar, Ia telah mati tetapi Ia hidup kembali. Oleh sebab itu, setiap
orang yang percaya dan setia kepada-Nya akan beroleh hidup yang
kekal.
Pasal 2:1-3:22
Surat kepada Ketujuh Jemaat

Wahyu yang Yohanes terima dari Tuhan, disampaikan kepada tujuh


jemaat di Asia Kecil (Efesus, Smirna, Pergamus, Thiatira, Sardis,
Philadelfia, dan Laodikia). Sebenarnya terdapat jemaat-jemaat lain
di Asia Kecil misalnya Troas dan Kolose. Tetapi tampaknya ketujuh
jemaat ini dipilih karena alasan-alasan berikut. Pertama, angka tujuh,
bagi penulis, adalah angka sempurna. Jadi, ketujuh jemaat yang
disebut sebagai mewakili jemaat-jemaat lainnya. Kedua, ketujuh
jemaat itu mengenal secara baik Yohanes, penulis kitab ini.

Surat kepada Jemaat di Efesus (2:1-7)

2:1 “Tuliskanlah kepada malaikat jemaat di Efesus: Inilah firman


dari Dia, yang memegang ketujuh bintang itu di tangan kanan-
Nya dan berjalan di antara ketujuh kaki dian emas itu.

Jemaat pertama yang disebut adalah Efesus. Efesus adalah kota


pelabuhan yang sangat penting dan terkenal pada masa Yohanes,
dan sebagai pusat perdagangan di Asia Kecil (Aune, 1997:136) selain
Antiokhia dan Alexandria. Kota Efesus pada masa Perjanjian Baru

39
40 SURAT
KITAB WAHYU

adalah ibu kota Provinsi Asia Depan, terletak di bagian Barat Asia
Kecil. Pada tahun 133 s.M, bagian barat Asia Kecil itu menjadi salah
satu provinsi Romawi.
Akan tetapi, sekarang kota itu sudah runtuh dan hanya tersisa
puing-puingnya saja. Letaknya di Turki sekarang. Di kota itu terdapat
pusat pemujaan kepada Dewi Artemis (Latin: Diana). Artemis adalah
dewi kesuburan yang dipuja oleh masyarakat setempat (Henry M.
Morris, 1983:49). Selain itu, terdapat juga pemujaan kepada dewa-
dewa lain, termasuk pemujaan kepada kaisar sebagai dewa. Selama
dua tahun Paulus tinggal di kota ini dan memberitakan Injil (Kis.
19:10). Banyak orang menerima Injil itu, sehingga berdirilah jemaat
di Efesus. Kota ini sangat penting bagi Paulus dalam pekerjaan
pemberitaan Injil.

Tujuh Jemaat di Asia Kecil.


Daftar2 Isi
Pasal 41

Kepada jemaat di kota ini, Yohanes menulis: Inilah firman dari


Dia. Bentuk kalimat ini mengingatkan kita pada bentuk rumusan
para nabi Perjanjian Lama ketika seorang nabi menyampaikan firman
Allah kepada umat: “Inilah firman Tuhan” (Yes. 45:1), atau “Beginilah
firman Tuhan” (bnd. Yes. 45:1, 11, 14; Yer. 6:9, 16, 22; 7:21; 25:15;
bnd. juga Kis. 21:11), dan lain-lain. Dengan memakai bentuk rumusan
ini, Yohanes mengarahkan pendengar atau pembaca kepada apa yang
akan menyusul berikutnya, yakni kepada pemberi firman itu, yaitu
Tuhan Allah, yang memegang ketujuh bintang itu di tangan kanan-
Nya. “Tangan kanan-Nya” (te dexia) yang dimaksud di sini adalah
“tangan kanan Tuhan”. Menurut Mazmur 118:15, 15, “tangan kanan-
Nya” atau “tangan kanan Tuhan” menggambarkan tangan yang penuh
kuasa dan keperkasaan. Yohanes memakai metafor ini untuk
melukiskan tentang tangan Tuhan yang penuh kuasa, dan yang di
dalamnya ia memegang malaikat ketujuh jemaat itu. Maksudnya,
malaikat ketujuh jemaat yang memerhatikan dan mengawasi ketujuh
jemaat itu berada di dalam genggaman tangan-Nya. Tidak hanya itu.
Ia juga berjalan di antara ketujuh kaki dian emas itu (ho peripatōn
èn mésō tōn heptà lukviōn tōn krusōn). Perkataan: ketujuh kaki dian
emas (tōn heptà lukviōn tōn krusōn) merujuk kembali kepada 1:12,
13. Di situ telah dijelaskan bahwa ketujuh kaki dian emas itu
menggambarkan ketujuh utusan jemaat di Asia Kecil. Aspek yang
perlu diperjelas di sini adalah perkataan: (Ia) berjalan di antara “ho
peripatōn èn mésō. Perkataan itu menggambarkan kehadiran Allah
yang berlangsung secara tetap atau terus-menerus. Kehadiran
yang demikian mengingatkan kita kepada Imamat 26:12 (Beckwith,
1979:449).
Dalam teks itu, Allah menegaskan kepada orang Israel: “Aku
akan hadir di tengah-tengahmu dan Aku akan menjadi Allahmu dan
kamu akan menjadi umat-Ku”. Kehadiran Allah di tengah-tengah
umat-Nya itu bukan suatu kehadiran yang pasif, melainkan suatu
42 SURAT
KITAB WAHYU

kehadiran yang aktif. Ia tidak hanya hadir di satu jemaat saja,


melainkan di antara ketujuh jemaat itu. Ia hadir dan berjalan ber­
sama untuk menolong dan menguatkan umat-Nya itu dalam
perjuangan menghadapi penindasan yang kejam dari pemerintah.

2:2 Aku tahu segala pekerjaanmu: baik jerih payahmu maupun


ketekunanmu. Aku tahu, bahwa engkau tidak dapat sabar
terhadap orang-orang jahat, bahwa engkau telah mencobai
mereka yang menyebut dirinya rasul, tetapi yang sebenarnya
tidak demikian, bahwa engkau telah mendapati mereka
pendusta.

2:3 Dan engkau tetap sabar dan menderita oleh karena nama-Ku;
dan engkau tidak mengenal lelah.

Kalimat ‘Aku tahu’ (Yun: oida) merupakan pernyataan yang


mengawali setiap pemberitahuan kepada ketujuh jemaat itu (2:2, 9,
13, 19; 3:1, 8, 15). Lebih jauh dikatakan: Aku tahu segala pekerjaan­
mu: baik jerih payahmu maupun ketekunanmu. Jemaat di Efesus ini
telah didirikan oleh Paulus. Selama dua tahun Paulus tinggal di kota
ini dan mendidik murid-muridnya yang mau belajar firman Tuhan
untuk memberitakan Injil dan menjadi pelayan di dalam gereja. Oleh
karena pekerjaan Paulus di Efesus pada waktu lalu, maka menurut
Kisah Para Rasul semua penduduk Asia mendengar firman Tuhan,
baik orang Yahudi maupun orang Yunani (Kis. 19:9, 10).
Jemaat ini dipuji karena beberapa alasan. Pertama, mereka
bekerja keras (ergon), berjerih payah dan tekun (tov kopon kai
hupamonen sou). Paulus juga memakai ungkapan ini dalam 1
Tesalonika 1:3. Di situ Paulus mengatakan: “Sebab kami selalu
mengingat pekerjaan imanmu, usaha kasihmu dan ketekunan
pengharapanmu kepada Tuhan kita Yesus Kristus di hadapan Allah
dan Bapa kita”.
Daftar2 Isi
Pasal 43

Isbon T. Beckwith mengemukakan bahwa kata erga yang dipakai


oleh penulis Kitab Wahyu di sini memiliki dua makna. Pertama, kerja
keras (kopon) mereka terutama dalam upaya menentang guru-guru
palsu dan kedua, ketekunan atau ketahanan mereka menghadapi
para pengajar sesat itu (Beckwith, 1979:449).
Kedua, mereka tidak sabar terhadap orang-orang jahat. Orang-
orang jahat yang dimaksudkan di sini adalah para pengajar sesat
yang menyebut dirinya rasul, termasuk para pengikut Nikolaus (2:2,
3, 6) yang menyebarkan ajaran sesat. Pertanyaan yang timbul adalah
siapakah pengikut Nikolaus ini? Nama Nikolaus itu disebutkan dalam
2:6, 15, tetapi Kitab Wahyu sendiri tidak memberikan informasi yang
jelas mengenai pengikut Nikolaus ini. Menurut Irenius, yang diikuti
oleh Aune, bahwa para pengajar sesat yang dimaksudkan adalah
pengikut Diaken Nikolaus yang disebutkan dalam Kisah Para Rasul
6:5, yang mencampur-baurkan kekristenan dan kekafiran. Mereka
mengikuti ajaran Bileam, yakni makan persembahan berhala di
depan para dewa dan melakukan perzinahan atau pelacuran (2:14)
(Irenius, Adv. haer.1.26.3). Fiorenza mengemukakan bahwa para
pengajar sesat ini adalah kelompok gnostik Kristen (Elisaberth
Schussler Fiorenza,1985:116, 117).
Menurut ajaran Gnostik, Kristen itu setiap orang yang sudah
dibaptis, telah menjadi manusia rohani, maka dosa tidak dapat
melekat pada diri mereka. Oleh sebab itu, mereka boleh melakukan
hubungan seksual secara bebas. Perilaku seksual itu disebutkan oleh
penulis Kitab Wahyu, dalam 2:14. Kelompok yang memiliki ajaran
yang sama dihadapi juga oleh komunitas penulis Surat 1 Yohanes.
Kelompok ini mengklaim diri sebagai orang yang tidak berdosa,
tetapi justru penulis 1 Yohanes mencap mereka sebagai penipu
(1Yoh. 1:8). Oleh penulis Kitab Wahyu, mereka dicap sebagai ‘jemaah
Iblis’ (2:9).
44 SURAT
KITAB WAHYU

Terhadap orang-orang jahat ini, jemaat Efesus tidak sabar dalam


memberikan perlawanan dengan berusaha menentang ajaran
mereka. Maksud perlawanan jemaat adalah supaya mereka
memelihara ajaran yang benar atau ajaran yang sehat dalam gereja.
Lebih jauh Yohanes menulis perkataan Tuhan kepada jemaat di
Efesus: Bahwa engkau telah mencobai mereka yang menyebut dirinya
rasul, tetapi sebenarnya tidak demikian, engkau telah mendapati
mereka pendusta. Tuhan Yesus tahu bahwa jemaat di Efesus
melakukan pengujian terhadap ajaran dari mereka yang menyebut
diri sebagai rasul (Yun.: apostolos) itu, ternyata mereka adalah rasul
palsu atau pendusta (Aune, 1997:142).
Para rasul palsu ini ternyata memiliki pengaruh yang besar juga
bagi jemaat Efesus, sebab mereka adalah orang-orang Kristen, tetapi
mereka memiliki paham gnostik. Mereka juga disebut sebagai nabiah
Izabel (2:20) dan dikenal sebagai pengikut Nikolaus (2:14-16, 20-
24). Kelompok ini dimusuhi oleh jemaat di Efesus, sebab jemaat tidak
menyukai ajaran dan praktik hidup mereka (Ray Frank Robbins,
1975:54).
Ketiga, mereka tetap sabar dan menderita karena nama Kristus
(2:2, 3). Dan engkau tetap sabar dan menderita oleh karena nama-Ku
dan engkau tidak mengenal lelah (ay. 3). Kalimat ini menggambarkan
situasi sulit yang dialami oleh jemaat di Efesus yang dianiaya oleh
pemerintah yang lalim. Namun, mereka tetap sabar dan menderita
karena nama Kristus. Dalam Injil-injil, Tuhan Yesus telah meng­
ingatkan para murid-Nya bahwa mereka akan dibenci karena nama-
Ku (bnd. Mat. 10:22; Mrk. 13:13//Mat. 22:49//Luk. 21:17) (Aune
1997:146). Ternyata jemaat di Efesus dipuji karena mereka terus
bekerja keras dan tidak mengenal lelah dalam menghadapi para guru
palsu dan situasi sulit dalam jemaat itu. Walaupun jemaat Efesus
dipuji, tetapi mereka juga dicela.
Daftar2 Isi
Pasal 45

2:4 Namun demikian Aku mencela engkau, karena engkau telah


meninggalkan kasihmu yang semula.

Kalimat pada ayat 4 ini mulai dengan kata: alla = ‘namun


demikian’ atau ‘tetapi’. Kata alla yang ditempatkan pada awal ayat
ini untuk memberikan gambaran mengenai perbedaan atau
pertentangan makna antara apa yang dikatakan sebelumnya dengan
apa yang dikatakan berikutnya. Dalam pengertian ini, kata alla
dipakai tiga belas kali dalam Kitab Wahyu dan sembilan kali terdapat
dalam Wahyu 2–3 (2:4, 6, 9 (2x), 14, 20; 3:4, 9). Khusus pada 2:4,
kata alla dipakai untuk menunjukkan bahwa sekalipun di satu pihak
jemaat di Efesus dipuji (lih. ay. 1-3), di pihak lain, mereka dicela. Aku
mencela engkau, karena engkau telah meninggalkan kasihmu yang
semula. Celaan itu berasal dari Tuhan Yesus kepada jemaat di Efesus.
Alasannya adalah karena jemaat Efesus telah meninggalkan atau
mengabaikan (àphēkes) kasih mereka yang semula. ‘Kasihmu yang
semula’ (tèn agápen sou tèn prōten afēkes) adalah kasih yang pertama
dan yang utama, yakni kasih kepada Tuhan dan kepada sesama orang
Kristen di Efesus. Kasih itu mereka wujudkan dengan sungguh-
sungguh dan tulus iklas (Henry M. Morris, 1983:50) ketika mereka
baru bertumbuh atau baru menjadi orang Kristen. Pada waktu
mereka baru menjadi Kristen, mereka mewujudkan kasih demikian
kuat melalui sikap spiritual yang tinggi dan berkualitas.
Namun, seiring dengan berjalannya waktu, kasih yang semula
itu telah ditinggalkan atau diabaikan oleh jemaat Efesus. Artinya,
jemaat sebagai suatu persekutuan tidak lagi mewujudkan kasih yang
pertama dan yang utama; yakni kasih yang hangat kepada Kristus
dan kepada sesama. Benar, secara organisatoris dan dari segi dogma
atau ajaran, mereka telah bekerja keras melawan para guru palsu
yang masuk ke dalam jemaat itu untuk menyebarkan ajaran yang
sesat. Kerja keras itu dipuji (ay. 1-3). Tetapi keberadaan jemaat
sebagai satu persekutuan yang mestinya diikat oleh kasih agape itu,
46 SURAT
KITAB WAHYU

bukan tanpa cela. Kecelaan mereka adalah karena mereka telah


meninggalkan kasih yang pertama dan yang utama itu, yakni kasih
yang hangat dan tulus ikhlas kepada Kristus dan sesama (Robbins,
1975:54). Kasih yang semula itu telah menjadi dingin. Maka, pada
ayat yang berikut Yohanes mengingatkan jemaat mengenai tindakan
mereka yang telah meninggalkan kasih itu.

2:5 Sebab itu ingatlah betapa dalamnya engkau telah jatuh!


Bertobatlah dan lakukanlah lagi apa yang semula engkau
lakukan. Jika tidak demikian, Aku akan datang kepadamu dan
Aku akan mengambil kaki dianmu dari tempatnya, jikalau
engkau tidak bertobat.

Frasa: ‘sebab itu’ (oũn = karena itu, sebab itu) menunjuk kembali
kepada apa yang telah disebutkan sebelumnya, yakni kepada
tindakan jemaat yang telah meninggalkan kasih yang semula, yakni
kasih yang pertama dan yang utama atau kasih yang tulus iklas
kepada Kristus dan sesama. Disusul dengan suatu peringatan yang
tegas kepada jemaat itu ingatlah (mnemóneue) betapa dalamnya
engkau telah jatuh (póthen péptokas, secara harfiah artinya: ‘dari
mana engkau telah jatuh’ atau ‘seberapa jauh engkau telah jatuh’).
LAI lebih bebas menerjemahkannya dengan kalimat: ‘betapa
dalamnya engkau telah jatuh’.
Dalam Perjanjian Lama, peringatan yang demikian kadang-
kadang digunakan oleh para nabi dalam konteks di mana umat
dipanggil untuk bertobat (Yes. 44:21; 46:8-9; Mi. 6:5) (Aune,
1997:147). Dalam konteks jemaat Efesus, peringatan itu disampai­
kan dengan maksud untuk menyadarkan jemaat bahwa kasih yang
semula, yang mereka wujudkan dengan hangat dan tulus iklas ketika
baru menjadi Kristen, telah mereka tinggalkan atau abaikan, se­
hingga kehangatan kasih itu tidak lagi dirasakan dalam jemaat.
Daftar2 Isi
Pasal 47

Oleh sebab itu, jemaat dianjurkan, atau lebih tegasnya,


diperintahkan: Bertobatlah dan lakukanlah. ‘Bertobatlah’ (meta­
nioéson) adalah sebuah kata yang bersifat imperative, artinya:
berbaliklah, atau berubahlah. Suatu perubahan secara total yang
mencakup pikiran, perasaan, dan sikap atau dalam pengertian lain,
mencakup seluruh keberadaan jemaat Efesus. Kata ‘bertobatlah’
digandeng dengan kata: ‘lakukanlah’ (kai poieson berasal dari kata
poieō= lakukan) merupakan satu kata yang bersifat imperatif juga.
Kedua kata ini digandeng untuk menekankan betapa sangat
mendesaknya pertobatan jemaat Efesus itu. Mereka harus meng­
insyafi betapa jauh dan dalamnya kejatuhan mereka, lalu berbalik
dan melakukan lagi apa yang semula engkau lakukan. Artinya, jemaat
harus berbalik atau kembali kepada kasih mereka yang mula-mula
atau kasih yang pertama mereka lakukan itu. Jika tidak demikian,
Aku akan datang kepadamu dan Aku akan mengambil kaki dianmu
dari tempatnya, jikalau engkau tidak bertobat. Ungkapan ‘jika tidak
demikian’ menunjuk kembali kepada anjuran yang telah disam­
paikan sebelumnya, yakni bertobatlah atau berbaliklah dan
lakukanlah kasih yang pertama dan yang utama itu dengan sungguh-
sungguh dan tulus ikhlas. Jika jemaat tidak melakukan kasih yang
semula itu, maka Kristus akan datang dan mengambil kaki dian itu
dari tempatnya. ‘Kaki dian’ telah kita bahas pada 1:20, karenanya
kita tidak lagi membahasnya di sini. Yang hendak digarisbawahi di
sini adalah, jika jemaat Efesus tidak kembali kepada kasih yang
semula itu, maka Kristus akan datang dan mengambil kembali kaki
dian itu dari tempatnya. Dalam perkataan lain, tanpa jemaat itu
kembali kepada kasih yang semula, yakni kasih yang sungguh-
sungguh kepada Kristus dan kasih yang hangat kepada sesama, maka
eksistensi jemaat sebagai satu persekutuan akan hancur dan lenyap.
48 SURAT
KITAB WAHYU

2:6 Tetapi ini yang ada padamu, yaitu engkau membenci segala
per­buatan pengikut-pengikut Nikolaus, yang juga Kubenci.

Sesudah ancaman pada 2:6, maka muncul kata: àllà = tetapi.


‘Tetapi ini yang ada padamu’ (àllà toũto èkheis). Kata àllà yang
ditempatkan pada awal kalimat ini menampilkan suatu gagasan baru
yang memiliki arti sebaliknya dari ancaman pada ayat 5, bahwa
sekalipun ada ancaman yang disampaikan kepada jemaat Efesus,
mereka masih memiliki sesuatu yang positif yang masih ada pada
mereka, yaitu engkau membenci segala perbuatan pengikut-pengikut
Nikolaus, yang juga Kubenci. Menarik bahwa dalam kalimat ini, yang
dibenci oleh jemaat bukan para pengajar sesat itu melainkan
perbuatan mereka. Pertanyaan yang perlu dijawab di sini adalah,
apa perbuatan para pengikut Nikolaus yang dibenci oleh jemaat
Efesus maupun dibenci pula oleh Kristus?
Morris mengungkapkan bahwa para pengikut Nikolaus ini
mengklaim diri memiliki kuasa untuk membuat mukjizat dengan
maksud menarik atau membujuk warga jemaat menjadi pengikut
mereka (Henry M. Morris, 1983:52). Penulis Surat 2 Petrus juga
mengingatkan jemaatnya mengenai perbuatan kelompok ini,
sebagai perbuatan yang berkaitan dengan ‘hawa nafsu cabul’ yang
memikat untuk menjebak warga jemaat yang baru menjadi Kristen
(bnd. Ulrich Beyer, 1972:234). Dalam Surat Yudas, perbuatan yang
sama disebutkan, yakni perbuatan melampiaskan hawa nafsu (Yud.
4). Perbuatan itulah yang harus dibenci oleh jemaat, sama seperti
Kristus juga membencinya, bukan orang-orangnya atau para peng­
ikut Nikolaus itu.

2:7 Siapa bertelinga, hendaklah ia mendengarkan apa yang


dikatakan Roh kepada jemaat-jemaat: Barangsiapa menang,
dia akan Kuberi makan dari pohon kehidupan yang ada di
Taman Firdaus Allah.”
Daftar2 Isi
Pasal 49

‘Siapa bertelinga, hendaklah ia mendengarkan.’ Gaya bahasa


kalimat ini memiliki akar dalam ucapkan Yesus ketika Ia melayani
di Palestina. Dalam Matius 11:15, kepada para pendengar-Nya, Yesus
mengatakan: ‘Siapa yang bertelinga hendaklah ia mendengar’ (bnd.
juga Mat. 13:19, 43; Mrk. 4:9, 23; Luk. 8:8; 14:35). Kalimat: ‘siapa
yang bertelinga hendaklah ia mendengar’ merupakan suatu
proklamasi atau maklumat yang bersifat metafora, yang menunjuk
kepada kerelaan dari setiap orang untuk mendengar apa yang
dikatakan oleh Roh kepada jemaat-jemaat. Dalam Kitab Wahyu,
model kalimat ini kita jumpai pada akhir dari setiap surat yang
disampaikan kepada ketujuh jemaat (2:7, 1, 17, 29; 3:6, 13, 22)
dengan menambahkan kalimat: ‘apa yang dikatakan Roh kepada
jemaat-jemaat’. Maklumat yang sama kita jumpai lagi dalam 13:9,
dalam hubungan dengan penglihatan tentang binatang yang keluar
dari dalam air. Penempatan model kalimat “siapa yang bertelinga
hendaklah ia mendengar” ditempatkan pada bagian akhir dari setiap
surat kepada ketujuh jemaat di Asia Kecil itu sebagai suatu bentuk
panggilan kepada para pendengar agar memberikan perhatian
kepada berita yang disampaikan. Model kalimat itu memiliki dua
fungsi. Pertama, fungsi esoteric. Yakni sebagai petunjuk bahwa apa
yang dikatakan memiliki makna yang dalam dan tersembunyi. Kedua,
fungsi paranetic, yakni pendengar diajak agar mendengar dan
menaati apa yang diproklamasikan (Aune, 1997:150). Dalam kaitan
dengan fungsi kedua ini, jemaat di Efesus diajak untuk mendengar
apa yang dikatakan Roh kepada jemaat-jemaat. ‘Roh’ yang dimaksud
dalam kalimat terakhir ini adalah Roh Kristus. Roh itu yang berkata-
kata kepada jemaat-jemaat. Isi perkataan itu adalah: “Barangsiapa
menang, dia akan Kuberi makan dari pohon kehidupan yang ada di
Taman Firdaus Allah.” Kalimat: ‘Barangsiapa menang’ merupakan
suatu bentuk kalimat kondisional, yang disampaikan kepada ketujuh
jemaat di Asia Kecil (2:7, 11, 17, 26-28; 3:5, 12, 21). Kata ‘menang’
50 SURAT
KITAB WAHYU

(nikān= menaklukkan, menang) adalah metafora yang diambil dari


lingkungan atletik atau militer. Kemenangan dalam lingkungan
militer itu lebih ditekankan dalam Kitab Wahyu. Dalam Kitab Wahyu
perjuangan orang Kristen sering menimbulkan kematian. Namun,
mereka yang mati karena imannya dipandang sebagai pemenang.
Kepada pemenang ini akan disampaikan upah atau pahala, yakni:
dia akan Kuberi makan dari pohon kehidupan yang ada di Taman
Firdaus Allah (22:2, 14, 19). Kalimat ini menggambarkan konsep
eskatologi orang Yahudi yang terdapat dalam 3 Henoh 23:18. Di situ
dikatakan ‘orang yang menang itu akan mewarisi kebenaran dan
kebaikan dalam taman Eden dan pohon kehidupan pada waktu yang
akan datang’. Teks itu menggambarkan suatu pengangkatan kembali
manusia yang jatuh ke dalam dosa. Di samping itu, dalam tulian-
tulisan Yahudi antar-testamen, ada teks-teks yang menggunakan
ungkapan: ‘makan buah pohon kehidupan sebagai metafora untuk
keselamatan (1 Henok 25:5; 3 Henok 23:18; T. Lewi 18:11).
Gagasan tentang pohon kehidupan terdapat juga dalam mitologi
di Mesir dan Babilonia. Di Babilonia misalnya, diceritakan bahwa
ada dua pohon kehidupan yang terdapat di jalan masuk ke surge,
yaitu pohon kehidupan dan pohon kebenaran. Di daerah Timur
Tengah, pohon merupakan simbol dari kehidupan (Aune, 1997:152).
Pada awal Yudaisme, ada dua tradisi yang berkembang dari
metafora mengenai pohon kehidupan itu. Pertama, dalam literatur
apokaliptik yang diangkat dari Kejadian 2:9; 3:23, 24, pohon
kehidupan itu memiliki makna eskatologis sebagai jalan masuk ke
surge, yakni kepada hidup yang kekal. Jadi, pohon kehidupan dalam
literatur apokaliptik merupakan metafora mengenai kenikmatan
akan hidup yang kekal di surga. Kedua, pohon kehidupan sebagai
metafora untuk komunitas atau umat yang terpilih, dimana orang
Israel dipandang sebagai cangkokan pohon yang Allah tanam sendiri
(Yes. 60:21). Metafora itu juga digunakan untuk menggambarkan
Daftar2 Isi
Pasal 51

hidup itu sen­diri, sebagaimana kita jumpai dalam Amsal 3:18; 11:30;
13:12; 15:4; bandingkan dengan Mazmur 1:3. Metafora-metafora ini
juga digunakan oleh penulis-penulis Kristen sebagaimana dalam
Kitab Wahyu ini. Pohon kehidupan itu sering dihubungkan dengan
kehidupan kekal di taman Firdaus (Aune, 1997:152, 153). ‘Taman
Firdaus’ adalah suatu ungkapan yang dipinjam dari bahasa Persia
Lama ‘paridaida’, yang berarti kebun. Pada awal perkembangan
Yudaisme, ‘firdaus’ menggambarkan lingkungan surgawi, yang
darinya Adam dan Hawa diusir (Aune, 1997:154).

Pokok Pemberitaan

• Kembalilah kepada Kasih yang Mula-mula.


Kasih yang mula-mula adalah kasih yang diwujudkan sebagai kasih
yang pertama dan yang utama, yakni kasih kepada Tuhan dan kepada
sesama. Kasih itu mereka wujudkan dengan sungguh-sungguh dan
tulus ikhlas ketika mereka baru bertumbuh menjadi orang Kristen.
Jemaat ini dipuji karena pada waktu itu mereka mewujudkan kasih
itu sedemikian kuat melalui sikap kerohanian dan tindakan mereka
dalam menghadapi para pengajar sesat. Kasih itu pula yang
mendorong mereka membenci dan menolak pengajar-pengajar sesat
yang menyusup masuk ke dalam persekutuan jemaat. Bahkan,
karena kasih itu, jemaat itu tetap sabar dalam penderitaan karena
kesaksian mereka tentang nama Kristus.
Namun, jemaat Efesus juga dicela sebab dalam perjalanan
waktu, kasih yang semula itu telah ditinggalkan atau diabaikan oleh
jemaat. Artinya, jemaat sebagai suatu persekutuan tidak lagi
mewujudkan kasih yang pertama dan yang utama; yakni kasih yang
hangat kepada Kristus dan kepada sesama. Memang, secara
organisatoris dan dari segi dogma atau ajaran, mereka telah bekerja
keras melawan para guru palsu yang masuk ke dalam jemaat itu,
52 SURAT
KITAB WAHYU

yang datang menyebarkan ajaran yang sesat. Kerja keras itu dipuji
(ay. 1-3). Tetapi keberadaan jemaat sebagai satu persekutuan yang
mestinya diikat oleh kasih agape atau kasih dari Allah itu, ternyata
bukan tanpa cela. Kecelaan mereka adalah karena mereka telah
meninggalkan kasih yang pertama dan yang utama itu, yakni kasih
yang hangat dan tulus ikhlas itu kepada Kristus dan sesama. Kasih
yang hangat itu telah menjadi dingin. Maka Tuhan, melalui Yohanes,
mengingatkan jemaat mengenai tindakan mereka yang telah
meninggalkan kasih itu untuk bertobat atau berbalik.
Berbalik merupakan suatu tindakan untuk secara total
mengubah pikiran, perasaan, dan sikap atau dalam pengertian lain,
mengubah seluruh kehidupan mereka. Pertobatan itu sangat
mendesak untuk dilakukan. Sebab jika tidak, Tuhan akan mengambil
kembali kaki dian itu dari tengah-tengah mereka. Dalam perkataan
lain, fungsi jemaat sebagai terang bagi dunia sekelilingnya akan
padam dan jemaat sebagai satu persekutuan akan hancur. Desakan
untuk bertobat ini perlu disambut dengan kerelaan untuk men­
dengar dan melaksanakannya. Mereka yang melakukannya dengan
sungguh-sungguh dan kembali kepada kehangatan kasih yang mula-
mula itu akan disapa sebagai pemenang dan akan beroleh hidup
yang kekal.
Panggilan untuk kembali kepada kasih yang mula-mula
merupakan panggilan bagi gereja sepanjang masa. Sebab gereja yang
berkarya atau melayani di dalam dunia ini bukan tanpa kelemahan.
Kelemahan gereja atau orang Kristen adalah mereka meninggalkan
kasih yang mula-mula itu, yaitu kasih yang hangat dan tulus kepada
Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat-Nya. Tanda-tanda dari
orang Kristen yang telah meninggalkan kasih yang mula-mula atau
kasih yang hangat dan tulus itu tidak hanya terlihat dari kesuaman­
nya mengikuti persekutuan bersama dengan Tuhan, melainkan
terutama dari sikap dan tindakannya yang tidak lagi dengan
Daftar2 Isi
Pasal 53

semangat dan tulus melaksanakan firman Tuhan, bahkan oleh rupa-


rupa sebab telah meninggalkan imannya. Mereka laksana “anak
terhilang”, yang telah meninggalkan kasih kepada bapanya. Oleh
sebab itu, melalui Yohanes, Kristus mengajak mereka: “kembalilah
kepada kasih yang mula-mula”.

Surat kepada Jemaat di Smirna (2:8-11)

2:8 "Dan tuliskanlah kepada malaikat jemaat di Smirna: Inilah


firman dari Yang Awal dan Yang Akhir, yang telah mati dan
hidup kembali.

Jemaat yang menjadi tujuan alamat surat yang kedua bagi


Yohanes adalah Smirna. Smirna adalah juga suatu kota pelabuhan
yang besar, sekitar 35 mil sebelah utara Efesus, yakni diteluk Aegea.
Selain itu, Smirna juga kota yang kaya, tersohor, dan terkemuka di
Asia Kecil. Di kota ini dilakukan upacara penyembahan kepada kaisar.
Praktek penyembahan itu menempatkan orang Kristen pada bahaya
penindasan oleh pemerintah Roma, karena orang Kristen menolak
menyembah patung kaisar (Beckwith, 1979:452). Pada tahun 23 M,
Kaisar Tiberius memberikan izin pembangunan satu kuil di kota ini
untuk menghormati Kaisar Agustus dan ibunya Livia serta Senat.
Pada tahun 26, Kaisar Tiberius memilih kota Smirna sebagai tempat
kuil untuk melakukan kultus penyembahan kepada dirinya sendiri.
Selama periode pemerintahan Roma, Smirna menjadi pusat ilmu
pengetahuan dan medis yang sangat terkenal (Aune, 1997:160).
Pada masa Yohanes terdapat satu jemaat Kristen di Smirna.
Menjelang Abad Kedua Masehi, Smirna menjadi salah satu pusat
kekristenan. Ignatius dari Antiokhia, dalam perjalanan ke Roma, di
mana ia menjadi martir, berhenti di Smirna dan di sana ia menulis
surat kepada empat gereja yang berada di daerah itu. Polycarpus
54 SURAT
KITAB WAHYU

melayani di jemaat ini hingga ia menjadi martir pada tahun 155 M.


Kini nama kota Smirna telah diganti dengan nama Izmir yang berada
di dalam wilayah Turki (Henry M. Morris, 1983:53).
Kepada jemaat di kota ini, Yohanes menulis: Inilah firman dari
Yang Awal dan Yang Akhir, yang telah mati dan hidup kembali.
Sebutan: ‘Yang Awal dan Yang Akhir’ merupakan suatu sebutan yang
kita jumpai tiga kali dalam Kitab Wahyu (1:17; 2:8; 22:13). Sebutan
ini telah kita bahasa pada 1:17. Di situ kita tegaskan bahwa sebutan
itu memiliki makna bahwa tidak ada ilah lain selain daripada Allah.
Ia satu-satunya pemegang sejarah dunia ini, yang di dalamnya orang
Kristen sedang berjuang. Segala sesuatu berawal di dalam Dia,
berakhir di dalam Dia. Ia juga adalah hidup itu sendiri. Oleh sebab
itu, sekalipun Ia telah mati, Ia hidup kembali. Oleh sebab itu, setiap
orang yang mati di dalam iman kepada-Nya, akan hidup kembali.

2:9 Aku tahu kesusahanmu dan kemiskinanmu – namun engkau


kaya – dan fitnah mereka, yang menyebut dirinya orang Yahudi,
tetapi yang sebenarnya tidak demikian: sebaliknya mereka
adalah jemaah Iblis.

‘Aku tahu kesusahanmu dan kemiskinanmu – namun engkau


kaya’. ‘Kesusahan’ (thlipsin) menunjuk kepada penganiayaan dan
penderitaan yang sedang dialami oleh jemaat itu. Jemaat dianiaya
karena iman mereka kepada Kristus. Sementara ‘kemiskinan’
(ptōkheían= miskin) yang dialami oleh jemaat Smirna itu adalah
kemiskinan material yang disebabkan oleh penyitaan harta benda
mereka oleh para penganiaya, sebagai bagian dari penganiayaan
terhadap jemaat. Walau demikian, mereka dikatakan kaya (plousios=
kaya, berlimpah). Kekayaan yang dimaksud di sini adalah kekayaan
yang bersifat rohani. Jadi, sekalipun secara materi jemaat itu miskin,
karena harta mereka dirampas oleh penguasa, namun mereka kaya
secara rohani (Beckwith, 1979:453). Jemaat itu tidak hanya
Daftar2 Isi
Pasal 55

menderita penganiayaan dari penguasa, tetapi juga difitnah. Yohanes


menulis: dan fitnah mereka, yang menyebut dirinya orang Yahudi,
tetapi yang sebenarnya tidak demikian: sebaliknya mereka adalah
jemaah Iblis. Kata: ‘fitnah’ (tèn blasphemían) dapat berarti: mencerca,
mencaci maki, memfitnah. Orang yang melakukan fitnah itu adalah
orang-orang Yahudi. Istilah ‘Orang-orangYahudi’ (Ιoudaious) yang
dipakai dalam kalimat ini menunjuk kepada mereka yang me­
laksanakan kehendak Allah. Tetapi mereka yang menyebut diri orang
Yahudi itu tidak hidup sesuai dengan arti nama ke-yahudi-an itu
(Aune, 1997:162). Sebaliknya, orang-orang Yahudi itu memfitnah
orang Kristen Smirna karena mereka tidak menerima Kristus sebagai
Mesias dan Tuhan mereka (Robbins, 1975:59). Mereka lebih
membanggakan eksistensi mereka sebagai umat pilihan Allah secara
genealogis. Oleh sebab itu, orang Kristen Smirna difitnah. Fitnah
yang orang Yahudi lakukan adalah menyebarkan desas-desus atau
berita bohong mengenai orang Kristen di Smirna. Mereka dituduh
sebagai kriminal dan bersikap antisosial. Akibatnya, orang Kristen
disiksa dan dianiaya, baik oleh orang Yahudi di Smirna maupun oleh
pemerintah Roma. Tertulianus pernah menyebut sinagoge Yahudi
sebagai ‘tempat penganiayaan’ (Scorp. 10:10) (Aune, 1997:163).
Orang Kristen tidak hanya disiksa dan dianiaya, melainkan juga
dimasukkan ke dalam penjara. Mereka yang dimasukkan ke dalam
penjara itu tidak hanya disiksa, melainkan mereka menunggu
pemeriksaan pengadilan dan hukuman mati (Robbins, 1975:60).
Oleh karena sikap dan tindakan orang-orang Yahudi di Smirna
itu, mereka dicap oleh Yohanes sebagai jemaat Iblis (bnd. 3:9). Cap
ini tidak dikenakan kepada seluruh orang Yahudi, melainkan hanya
kepada orang Yahudi di Smirna karena mereka memfitnah orang
Kristen.
56 SURAT
KITAB WAHYU

2:10 Jangan takut terhadap apa yang harus engkau derita!


Sesungguhnya Iblis akan melemparkan beberapa orang dari
antaramu ke dalam penjara supaya kamu dicobai dan kamu
akan beroleh kesusahan selama sepuluh hari. Hendaklah engkau
setia sampai mati, dan Aku akan mengaruniakan kepadamu
mahkota kehidupan.

Kepada jemaat Smirna yang difitnah dan dianiaya itu, Yohanes


menyampaikan pesan dari Tuhan: Jangan takut terhadap apa yang
harus engkau derita. Pesan ini disampaikan kepada jemaat Smirna
dengan maksud agar mereka tetap setia dan tabah dalam imannya,
dalam menghadapi penderitaan yang mereka alami. Lebih jauh
Kristus, melalui Yohanes, mengatakan: Sesungguhnya Iblis akan
melemparkan beberapa orang dari antaramu ke dalam penjara
supaya kamu dicobai dan kamu akan beroleh kesusahan. Kata:
‘sesungguhnya’ (idou dapat juga berarti: lihatlah, atau tengoklah)
menggambarkan suatu situasi di mana suatu peristiwa pasti akan
segera terjadi. Dalam kaitan dengan jemaat di Smirna, Yohanes
meminta perhatian mereka karena Iblis akan melemparkan bebe­
rapa orang dari antara mereka ke dalam penjara. ‘Iblis’ (diabolos)
secara harfiah berarti Setan. Tetapi dalam konteks jemaat Smirna,
yang dimaksud dengan Iblis adalah orang Yahudi sebagai penduduk
lokal yang menuduh, memfitnah, dan menganiaya orang Kristen.
Bahkan mereka juga akan memasukkan beberapa orang Kristen di
Smirna ke dalam penjara untuk diadili dan dihukum mati. Tindakan
penganiayaan itu dilakukan bukan tanpa maksud. Maksudnya adalah
supaya jemaat Smirna dicobai dan akan mengalami kesusahan.
Pencobaan itu sendiri adalah kehendak Tuhan supaya jemaat itu
diuji. Namun, kesusahan itu hanya berlangsung selama sepuluh hari.
Rentang waktu ‘sepuluh hari’ (hemerōn dékha) menggambarkan
suatu periode waktu yang singkat atau lengkap. Dalam pengertian
lain, kesusahan yang sedang dan akan dialami oleh jemaat di Smirna
Daftar2 Isi
Pasal 57

itu hanya berlangsung dalam periode waktu yang singkat (Aune,


1997:166).
Lebih jauh jemaat di Smirna diberikan pesan: Hendaklah engkau
setia sampai mati, dan Aku akan mengaruniakan kepadamu mahkota
kehidupan. ‘Setia sampai mati’ (gínou pistòs akhi thanátou)
merupakan suatu pesan yang disampaikan tidak hanya kepada
jemaat Smirna, tetapi juga kepada seluruh jemaat agar dalam
menghadapi penganiayaan dan penderitaan yang dilakukan oleh
penduduk setempat, termasuk orang Yahudi, hendaklah mereka
setia, bahkan sampai mati. Artinya, apabila karena iman mereka
kepada Kristus, mereka dituntut hukuman mati, mereka tetap setia.
Bagi mereka yang setia sampai mati karena nama Kristus,
Kristus akan mengaruniakan kepada mereka mahkota kehidupan.
Di kalangan masyarakat Yunani, ‘mahkota’ (stéphanon) adalah daun
dan bunga yang dirangkai berbentuk bulat lalu dikenakan pada
kepala kaisar atau seorang pemenang dalam bidang atletik. Di
kalangan orang Kristen ungkapan ‘mahkota kehidupan’ (tòn
stéphanon tēs Zōēs) dipakai sebagai pahala bagi seorang pemenang
dalam perjuangan imannya. Dalam hubungan dengan jemaat Smirna,
Kristus memberikan janji bahwa Ia akan mengaruniakan kepada
jemaat yang setia sampai mati itu ‘mahkota kehidupan’. Dalam
konteks ini ‘mahkota kehidupan’ merupakan suatu metafora yang
dipakai untuk menunjuk kepada hidup yang kekal.

2:11 Siapa bertelinga, hendaklah ia mendengarkan apa yang


dikatakan Roh kepada jemaat-jemaat: Barangsiapa menang,
ia tidak akan menderita apa-apa oleh kematian yang kedua.”

Kalimat: ‘Siapa bertelinga, hendaklah ia mendengarkan apa yang


dikatakan Roh kepada jemaat-jemaat’ sudah diuraikan pada 2:7. Oleh
karena itu, kita tidak lagi menguraikannya di sini. Kalimat yang
hendak diuraikan di sini adalah: Barang siapa menang, ia tidak akan
58 SURAT
KITAB WAHYU

menderita apa-apa oleh kematian yang kedua. Ungkapan: ‘Barang­


siapa menang’ telah diuraikan juga pada 2:7. Di situ telah dijelaskan
bahwa ungkapan itu merupakan metafora yang diambil dari
lingkungan atletik atau militer. Dalam kaitan dengan jemaat di
Smirna, mereka yang menang adalah mereka yang tabah dalam
menghadapi penderitaan, termasuk mereka yang setia sampai mati
karena imannya kepada Kristus. Kepada para pemenang ini akan
disampaikan janji bahwa ia tidak akan menderita apa-apa oleh
‘kematian yang kedua’. Kalimat ‘kematian yang kedua’ (toû thanátou
toû deutérou) dikenal luas dalam masyarakat di Mesir, Babilonia,
Yunani, maupun Yahudi. Kita jumpai juga dalam 20:6, 14; 21:8. Dalam
ayat-ayat itu penulis Kitab Wahyu mengatakan bahwa orang-orang
penakut, orang-orang yang tidak percaya, orang-orang keji, orang-
orang pembunuh, orang-orang sundal, tukang-tukang sihir,
penyembah-penyembah berhala, dan semua pendusta akan
mendapat bagian dalam lautan api, itulah kematian yang kedua
(21:8). Sementara orang yang setia sampai mati tidak akan men­
derita apa-apa oleh kematian yang kedua (2:11).

Pokok Pemberitaan

• Setia Sampai Mati.


Pada masa Yohanes menulis surat kepada jemaat Smirna, jemaat itu
sedang mengalami penderitaan karena penganiayaan dari pe­
merintah Romawi, juga difitnah oleh orang-orang Yahudi di Smirna,
yang dalam surat ini disebut sebagai “iblis”. Fitnahan itu begitu rupa,
sehingga ada warga jemaat di Smirna yang dimasukkan ke dalam
penjara. Dengan demikian, jemaat di Smirna menghadapi ancaman
dan penindasan dari dua pihak. Pada satu pihak, mereka menghadapi
penganiayaan dari pemerintah Romawi, sementara pada pihak lain
Daftar2 Isi
Pasal 59

mereka menghadapi fitnah dari orang Yahudi karena iman mereka


kepada Kristus.
Ternyata jemaat ini tidak hanya difitnah karena iman mereka,
melainkan juga mereka dijarah. Semua harta benda mereka di­ram­
pas oleh penguasa dan pemfitnah itu, sehingga warga jemaat ini
hidup dalam kemiskinan. Tindakan kekejaman seperti ini tentu tidak
hanya dialami oleh jemaat di Smirna, melainkan dialami juga oleh
warga jemaat yang hidup di tengah-tengah masyarakat yang
membenci mereka karena iman. Bahkan mereka dijarah hingga
menjadi miskin. Walaupun demikian, melalui Yohanes, Tuhan
menguatkan mereka “Jangan takut”. Sebab sekalipun mereka miskin
harta, namun mereka kaya secara rohani. Kekayaan rohani itu tidak
dapat diambil oleh siapa pun, bahkan ngengat dan karat pun tidak
dapat merusaknya. Kekayaan itu adalah hidup kekal yang di­
karuniakan Tuhan kepada mereka yang setia sampai mati.
Oleh sebab itu, kepada mereka yang setia dalam imannya sampai
mati, disapa sebagai pemenang dan mereka tidak lagi mengalami
penderitaan dan kematian, sebab mereka dikaruniakan mahkota
kehidupan yang kekal. Itu adalah janji Tuhan. Sebaliknya, mereka
yang tidak setia dalam imannya dan para penyembah berhala akan
dihukum dalam api neraka.
Dalam perjalanan sejarah gereja, banyak orang beriman telah
menyatakan kesetiaannya kepada Kristus, sehingga mereka rela
menjadi martir. Mereka rela dianiaya dan menyerahkan nyawanya
demi iman mereka kepada Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat.
Pertanyaan bagi jemaat masa kini adalah, Apakah dalam menghadapi
penganiayaan dan penderitaan karena iman, kita tetap setia sampai
akhir hidup kita? Pertanyaan ini disampaikan untuk menggugah hati
kita bahwa kesetiaan kita sebagai orang Kristen kepada Kristus
bukan hanya sampai setengah jalan hidup kita, melainkan sampai
akhir hidup kita.
60 SURAT
KITAB WAHYU

Surat kepada Jemaat di Pergamus (2:12-17)

2:12 “Dan tuliskanlah kepada malaikat jemaat di Pergamus: Inilah


firman Dia, yang memakai pedang yang tajam dan bermata
dua:

Surat yang ketiga ditujukan kepada jemaat di Pergamus.


Pergamus terletak sekitar lima puluh lima mil sebelah timur laut
Smirna dan enam belas mil dari laut. Pergamus berlokasi di lembah
subur sungai Caisus. Untuk waktu yang lama, Pergamus menjadi ibu
kota provinsi Roma. Secara historis, Pergamus adalah kota terbesar
di Asia. Pliny menyebutnya sebagai kota termasyhur di Asia. Memang
dari segi perniagaan atau perdagangan, kota Pergamus kurang
terkenal tetapi dari segi politik dan agama, kota ini sangat terkenal.
Dalam mitologi Yunani, Pergamus adalah kota kelahiran Zeus
(Robbins, 1975:62). Oleh sebab itu, di kota ini terdapat kuil untuk
penyembahan kepada Zeus. Di samping itu, ada juga kuil untuk
Dionisios dan kuil untuk Asklepios. Asklepios adalah dewa
penyembuh dan kuilnya dibangun lengkap dengan pendidikan tinggi
di bidang medis untuk para imam medis, sehingga banyak penderita
penyakit datang dari daerah sekitarnya ke kota ini untuk mem­pe­
roleh pelayanan medis.
Oleh karena di kota Pergamus terdapat banyak kuil untuk
penyembahan kepada para dewa, maka kota ini juga dijuluki sebagai
‘kota kuil’. Pada tahun 29 M, dibangun satu altar di kota ini untuk
penyembahan kepada Kaisar Agustus sebagai yang ilahi, termasuk
penyembahan kepada dewa-dewi Romawi. Penyembahan kepada
kaisar pada waktu itu dilakukan dengan maksud untuk menguji
loyalitas penduduk kepada kaisar. Itulah sebabnya dalam peng­
lihatan apokaliptik, kota Pergamus disebut sebagai takhta Iblis
(2:13) (Beckwith, 1979:456). Sekarang kota Pergamus dikenal
sebagai: Bergama.
Daftar2 Isi
Pasal 61

Kepada jemaat di Pergamus ini, Yohanes mengatakan, Inilah


firman dari Dia, yang memakai pedang yang tajam dan bermata dua.
‘Inilah firman dari Dia’ menunjuk kepada Kristus, yang memakai
pedang yang bermata dua. ‘Pedang yang bermata dua’ (hromphían
tèn dístomon tèn oxeĩan) ternyata tidak dipegang di tangan-Nya.
Menurut 1:16, pedang itu ada di mulut-Nya. Dalam Wahyu 19:15,
21, dikatakan bahwa ada pedang yang keluar dari mulut Kristus yang
akan memukul bangsa-bangsa.
Dalam Yesaya 49:2, nabi menyatakan bahwa Allah membuat
mulutnya sebagai pedang yang tajam. Sementara dalam tradisi
Kristen, ‘pedang bermata dua’ merupakan kiasan untuk firman Allah
(Ef. 6:17; Ibr. 4:12). Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa
‘pedang bermata dua’ yang disebutkan dalam 2:11, adalah firman
yang keluar dari mulut Kristus.

2:13 Aku tahu di mana engkau diam, yaitu di sana, di tempat takhta
Iblis; dan engkau berpegang kepada nama-Ku, dan engkau tidak
menyangkal imanmu kepada-Ku, juga tidak pada zaman
Antipas, saksi-Ku, yang setia kepada-Ku, yang dibunuh di
hadapan kamu, di mana Iblis diam.

Tuhan Yesus tahu bahwa jemaat di Pergamus tinggal atau


berdiam di tempat ‘takhta Iblis’ (ho thrónos toû satanā). Para ahli
memberikan pandangan yang berbeda mengenai ungkapan: ‘takhta
Iblis’ itu. Robbins mengemukakan bahwa sebutan ‘takhta iblis’
dikenakan kepada kota Pergamus karena di Pergamus terdapat
kultus penyembahan kepada kaisar Romawi sebagai penguasa ilahi.
Dengan meniru takhta Allah, sang kaisar telah mendirikan takhtanya
di sana agar ia disembah sebagai ilah (Robbins, 1975:63). Pandangan
yang berbeda disampaikan oleh Henry M. Morris. Menurutnya kota
Pergamus disebut sebagai ‘takhta iblis’ karena di kota itu terdapat
kuil penyembahan kepada Dewa Zeus yang didirikan di atas bukit
62 SURAT
KITAB WAHYU

dengan menara yang tingginya sekitar 800 kaki. Juga kota ini menjadi
pusat berbagai penyembahan kepada dewata. Lebih jauh Morris,
dengan mengacu pada pandangan Alexander Hislop, mengemukakan
bahwa kota Pergamus mewarisi praktek keagamaan orang Babilonia
ketika kerajaan Babilonia itu runtuh pada masa pemerintahan
Beltsazar. Para imam yang memelihara praktek keagamaan Babilonia
sejak zaman Nimrod, berimigrasi ke Pergamus dan mendirikan
kultus mereka di sana (Henry M. Morris, 1983:57). Pakar lain, yang
juga memberikan pandangan mengenai ‘takhta iblis’ itu adalah Isbon
T. Beckwith. Beckwith mengajukan lima kemungkinan kota Per­
gamus disebut ‘takhta iblis’. Pertama, sama dengan Morris, ia
mengemukakan bahwa di kota Pergamus terdapat kuil-kuil sebagai
pusat penyembahan kepada para dewata orang Yunani. Kedua, kota
Pergamus menonjol sebagai tempat penyembahan kepada Dewa
Asklepios dengan gelarnya sebagai ‘Juruselamat’ yang memiliki
simbol ular, yang mungkin mengingatkan orang Kristen tentang
Setan (12:9; 20:2). Ketiga, keberadaan dari aeropolis sebagai tempat
yang indah, di mana dilakukan penyembahan kepada Dewa Zeus,
dapat juga dipandang sebagai ‘takhta iblis’. Keempat, Maryr Antipas
pernah mengungkapkan mengenai keganasan kuasa setan di kota-
kota Asia. Kelima, menonjolnya kota Pergamus sebagai pusat
penyembahan kepada kaisar. Dan dari kota ini, penyembahan kepada
kaisar sebagai yang ilahi menyebar ke kota-kota lain di Asia
(Beckwith, 1979:457, 458). Pakar yang berikut adalah David E. Aune.
Menurut Aune ada 8 kemungkinan kota Pergamus dicap sebagai
‘takhta Iblis’. Pertama, sama dengan Beckwith, Aune mengemukakan
bahwa kota Pergamus disebut sebagai ‘takhta Iblis’ karena di kota
ini terdapat kuil penyembahan kepada kaisar Romawi. Ini adalah
kuil pertama kekaisaran yang dibangun di provinsi Asia dan menjadi
pusat penyembahan kepada kaisar. Dalam T. Job, 3:5b; 4:4c, kuil
penyembahan kepada kaisar ini disebut sebagai ‘tópos toû Satanâ’
Daftar2 Isi
Pasal 63

(tempat setan). Kedua, sama dengan Beckwith, Aune juga menyebut


Pergamus sebagai pusat penyembahan kepada Dewa Zeus. Ketiga,
kursi hakim sebagai tempat di mana prokonsul (gubernur) duduk
sebagai hakim dapat disebut sebagai ‘takhta Iblis’, karena kursi itu
sendiri sering disebut sebagai ‘takhta’ dan di atas kursi itu hakim
memutuskan hukuman mati bagi orang Kristen. Keempat, sama
dengan Beckwith, Aune juga menyebut kuil Asklepios sebagai ‘takhta
Iblis’, sebab kota Pergamus adalah salah satu pusat penyembahan
kepada Dewa Asklepios. Aristides, yang dikutip oleh Aune, menyebut
kota Pergamus sebagai ‘perapian Asklepios’. Kuil Asklepios
didedikasikan kepada Dewa Asklepios sebagai juruselamat dengan
lambang ular. Lambang ini dihubungkan orang Kristen sebagai Setan
(Why. 12:9, 14, 15; 20:2; 2Kor. 11:3). Kelima, Pergamus sebagai pusat
penganiayaan terhadap orang Kristen. Salah satu contoh adalah
pengenaan hukuman mati atas Antipas (2:13b). Oleh sebab itu, kota
ini dijuluki sebagai ‘takhta Iblis’, ‘imperium Setan’ dan ‘tempat tinggal
Setan’. Keenam, kota Pergamus sebagai pusat kultus kepada
kekaisaran Romawi. Kultus penyembahan kepada kaisar merupakan
salah satu masalah utama bagi orang Kristen. Ketujuh, kota Pergamus
sebagai kota penting bagi agama-agama Romawi pada umumnya.
Oleh sebab itu, kota Pergamus juga dijuluki sebagai ‘kota berhala’.
Kedelapan, bentuk dari bukit yang di atasnya kota ini dibangun.
Wood, yang dikutip oleh Aune, mengemukakan bahwa julukan
‘takhta Iblis’ merupakan suatu sindiran kepada bentuk dari bukit
tempat penyembahan di kota Pergamus, khususnya jika dilihat dari
arah selatan (Aune, 1997:182, 183).
Mengamati pandangan para ahli ini, kita sulit menentukan
hanya salah satu dari kemungkinan-kemungkinan itu. Sebab
semuanya berkaitan satu dengan yang lain. Penyembahan kepada
kaisar, sebagaimana dikemukakan oleh Aune, merupakan salah satu
persoalan utama bagi orang Kristen, karena mereka dituntut untuk
64 SURAT
KITAB WAHYU

menyembah patung kaisar. Suatu paksaan yang tidak mungkin


dilakukan oleh orang Kristen yang tetap setia kepada imannya. Bagi
mereka yang tetap setia, akan dihadapkan pada pengadilan kaisar
untuk dihukum mati. Persoalan lainnya adalah penyembahan kepada
para dewa sebagai ‘soter’ atau juruselamat, yang bagi orang Kristen
merupakan suatu penyangkalan terhadap Kristus sebagai Juru­
selamat dunia.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kota Pergamus
disebut sebagai ‘takhta Iblis’ karena di kota ini tidak hanya ada
penyembahan kepada para dewa yang dipandang sebagai juru­
selamat bagi penduduk kota itu, tetapi lebih dari itu, di kota Per­
gamus dilakukan penyembahan kepada kaisar sebagai ilah.
Penyembahan kepada kaisar itu diwajibkan atau dipaksakan kepada
semua penduduk kota itu. Suatu pemaksaan yang tidak mungkin
diterima oleh orang Kristen, karena bagi mereka satu-satunya Tuhan
dan Juruselamat mereka adalah Kristus yang telah menebus mereka
dari dosa dan maut.
Karena penolakan orang Kristen menyembah kaisar sebagai
yang ilahi, maka mereka dihadapkan pada penganiayaan dan
penindasan yang dilakukan oleh pemerintah. Ada pula yang ditahan
dalam penjara untuk diadili. Pada pengadilan itu prokonsul, mewakili
kaisar, duduk di atas kursi pengadilan sebagai hakim, sehingga ada
kemungkinan sebutan ‘takhta iblis’ menunjuk kepada kursi sang
hakim itu.
Sekalipun jemaat ini mengalami penghambatan dan pen­
deritaan, mereka tetap bertahan pada iman mereka. Oleh sebab itu,
jemaat dipuji karena keteguhan iman mereka. Salah seorang dari
mereka dibunuh di hadapan jemaat karena ia tetap bertahan pada
imannya, yaitu Antipas.
Daftar2 Isi
Pasal 65

2:14 Tetapi Aku mempunyai beberapa keberatan terhadap engkau:


di antaramu ada beberapa orang yang menganut ajaran Bileam,
yang memberi nasihat kepada Balak untuk menyesatkan orang
Israel, supaya mereka makan persembahan berhala dan berbuat
zinah.

2:15 Demikian juga ada padamu orang-orang yang berpegang


kepada ajaran pengikut Nikolaus.

Pada ayat-ayat sebelumnya jemaat Pergamus dipuji karena


ketegarannya menghadapi penganiayaan dan penindasan oleh
pemerintah Romawi, namun pada ayat 14 ini, ada beberapa ke­
beratan yang juga disampaikan kepada mereka. Keberatan-kebe­
ratan itu ditandai oleh kata ‘tetapi’ (all: tetapi, namun). Tetapi Aku
mempunyai beberapa keberatan terhadap engkau. Kalimat ini
merupakan suatu pernyataan yang bertolak belakang dengan pujian
yang sudah disampaikan sebelumnya, karena ada beberapa
keberatan terhadap jemaat ini. Keberatan-keberatan itu adalah: ‘di
antaramu ada beberapa orang yang menganut ajaran Bileam, yang
memberi nasihat kepada Balak untuk menyesatkan orang Israel’.
Dalam Perjanjian Lama, nama ‘Bileam’ kita jumpai dalam Bilangan
22-24. Dalam pasal-pasal itu, Balak bin Beor, raja Moab menyuruh
utusan membawa upah penenung dengan maksud memanggil Bileam
untuk mengutuk Israel. Dua kali Bileam dipanggil dan akhirnya
Bileam datang juga kepada Balak. Ketika Bileam tiba, Balak
memintanya untuk mengutuk orang Israel, tetapi bukan kata-kata
kutuk yang keluar dari mulut Bileam, melainkan kata-kata berkat.
Tiga kali Balak meminta Bileam untuk mengutuk mereka, tetapi tiga
kali pula Bileam memberkati orang Israel atas perintah Allah.
Perintah Allah kepada Bileam untuk mengubah kutuk menjadi
berkat, disebutkan juga dalam Ulangan 23:4-6; Yosua 24:9,10;
Nehemia 13:2; Mikha 6:5. Dalam Bilangan 31:16, sekali lagi nama
66 SURAT
KITAB WAHYU

Bileam disebut berkaitan dengan nasihatnya supaya perempuan-


perempuan Median berbuat zinah dengan orang-orang Israel dengan
maksud agar mereka berpaling dari Allah lalu menyembah Dewa
Peor.
Dalam Perjanjian Baru, nama Bileam itu muncul tiga kali, yaitu
dalam Yudas 11; dan 2 Petrus. 2:15, 16 dan Wahyu 2:14. Dalam Yudas
11, Bileam disindir sebagai penyesat. Para pengikutnya yang men­
ceburkan diri ke dalam kesesatan Bileam karena upah, akan binasa.
Sementara dalam 2 Petrus. 2:15-16, nama Bileam juga disebut lagi
dalam hubungan dengan teguran yang keras kepada para pengikut
ajaran Bileam karena mereka telah meninggalkan jalan yang benar
lalu mengikuti ajaran Bileam. Dalam Wahyu. 2:14, ajaran Bileam itu
disebutkan dengan jelas, yaitu mengajar pengikutnya: supaya mereka
makan persembahan berhala dan berbuat zinah. ‘Makan persem­
bahan berhala’ (phageín eìdōlóthura) memiliki beberapa kemung­
kinan tindakan berikut ini. Pertama, ikut serta dalam makan ma­
kanan yang dipersembahkan kepada berhala dalam kuil. Kedua,
menerima makanan berhala yang dibagi-bagikan selama upacara
perayaan publik untuk penyembahan kepada berhala, Ketiga,
membeli makanan di pasar yang telah dipersembahkan kepada
berhala. Sebab, persembahan kepada berhala biasanya dimakan oleh
imam dan para penyembah berhala di kuil. Lalu sisanya dijual kepada
publik di pasar. Keempat, makanan sakral itu dibagikan oleh mereka
yang menyembah berhala kepada saudara atau anggota keluarga
mereka yang sudah Kristen (Aune, 1997:186).
Penulis Kitab Wahyu, selain menyebut ajaran Bileam untuk
makan makanan yang dipersembahkan kepada berhala, ia juga
menyebut ajaran yang lain, yaitu ‘berbuat zinah’ (porneũsai, dari
kata: porneia, yang artinya melakukan zinah. Tampaknya latar
belakang ‘zinah’ yang dimaksudkan di sini menunjuk kepada nasihat
Bileam kepada perempuan Midian untuk berbuat zinah dengan
Daftar2 Isi
Pasal 67

orang Israel, dengan maksud agar mereka meninggalkan Yahweh


lalu menyembah Dewa Peor.
Dalam ayat yang kita bahas ini tindakan berbuat zinah
dihubungkan sangat erat dengan makanan yang dipersembahkan
kepada berhala. Hubungan yang erat ini memberikan gambaran
kepada kita bahwa penyembahan kepada berhala dipandang se­
bagai suatu bentuk perzinahan atau pelacuran. Dalam literature
Yahudi (Hik. Sal. 14:12) dikatakan bahwa ‘penyembahan kepada
berhala merupakan awal dari pelacuran dan menyebabkan segala
kejahatan (bnd. juga Hik. Sal. 14:27), bahkan pelacuran dipandang
sebagai ibu dari segala jenis kejahatan (T. Sim. 5:3). Pandangan
negatif terhadap penyembahan berhala dan pelacuran itu diambil
alih oleh ke­kristenan, lalu dikenakan kepada orang-orang Kristen
dan melarang mereka menyembah berhala dan melacurkan diri
karena perbuatan-perbuatan itu membawa kepada kebinasaan (Kis.
15:20, 29; 21:25; Rm. 3:23-25; Gal. 5:19-21; 1Kor. 6:9-11; 1Tes. 1:9;
Why. 22:15).
Ungkapan ‘demikian juga’ (houtōs) yang mengawali ayat 15
menghubungkan ayat itu dengan ayat 14. Sebab pada ayat 15, ada
keberatan lain yang disampaikan kepada jemaat Pergamus.
Keberatan itu adalah ada warga jemaat yang berpegang pada ajaran
pengikut Nikolaus. Yohanes melanjutkan: ‘ada padamu orang-orang
yang berpegang kepada ajaran pengikut Nikolaus’. Mengenai ajaran
pengikut Nikolaus, kita telah bahas pada 2:6, di situ kita telah jelas­
kan bahwa para pengikut Nikolaus ini mengklaim diri memiliki kuasa
untuk membuat mukjizat dan melakukan perbuatan cabul dengan
maksud memikat hati warga jemaat yang baru menjadi Kristen dan
menjebak mereka untuk menjadi pengikut kelompok Nikolaus.
Ternyata karena daya tarik dari ajaran Bileam dan Nikolaus ini, ada
anggota-anggota jemaat yang toleran dan terjebak dengan ajaran-
ajaran itu.
68 SURAT
KITAB WAHYU

2:16 Sebab itu bertobatlah! Jika tidak demikian, Aku akan segera
datang kepadamu dan Aku akan memerangi mereka dengan
pedang yang di mulut-Ku ini.

‘Sebab itu bertobatlah’. Kata ‘bertobat’ (Yun., metanoeson dari


kata: metanoia) artinya: berbalik dari jalan yang sesat kepada jalan
yang benar. Ungkapan bertobatlah merupakan suatu seruan kepada
seluruh jemaat, khususnya kepada jemaat Pergamus, agar mereka
berbalik atau bertobat dari sikap toleran terhadap ajaran-ajaran
sesat itu. ‘Jika tidak demikian, Aku akan segera datang kepadamu’.
Apabila anggota-anggota jemaat yang toleran dan terjebak itu
tidak bertobat, maka Kristus akan segera datang kepada mereka
(Beckwith, 1979:460). Kalimat: ‘Aku akan segera datang kepadamu’
(Yun.,: ērkomaí soi takhu) terdapat lima kali dalam Kitab Wahyu,
yaitu 3:11; 22:7, 12, 20; bnd. 16:15). Jika kita mengamati teks-teks
ini, maka kalimat itu memiliki dua makna. Pertama, Wahyu 22:7, 12,
20 secara jelas menunjuk kepada Parousia, yakni kedatangan pada
akhir zaman, sedangkan Wahyu 2:16; 3:11 menunjuk kepada
kedatangan-Nya sebagai hakim yang mendahului akhir zaman itu
(Aune, 1997:188). Kedatangan Kristus sebagai hakim itu di­
gandengkan dengan kalimat ‘dan Aku akan memerangi mereka
dengan pedang yang di mulut-Ku ini’. Ungkapan: ‘pedang yang di
mulut-Ku ini’ dalam ayat 16 menunjuk kepada keputusan berupa
hukuman kepada mereka. Dalam perkataan lain, kedatangan Kristus
sebagai hakim itu akan menghukum mereka dengan keputusan yang
keluar dari mulut-Nya.

2:17 Siapa bertelinga, hendaklah ia mendengarkan apa yang


dikatakan Roh kepada jemaat-jemaat: Barang siapa menang,
kepadanya akan Kuberikan dari manna yang tersembunyi; dan
Aku akan menga­runiakan kepadanya batu putih, yang di
Daftar2 Isi
Pasal 69

atasnya tertulis nama baru, yang tidak diketahui oleh siapa pun,
selain oleh yang menerimanya.

Kalimat: ‘Siapa bertelinga, hendaklah ia mendengar-kan apa


yang dikatakan Roh kepada jemaat-jemaat’ telah diuraikan pada 2:7,
sehingga kita tidak lagi menguraikannya di sini. Yang hendak kita
uraikan di sini adalah janji Kristus kepada mereka yang menang.
Barangsiapa menang, kepadanya akan Kuberikan dari manna yang
tersembunyi. Kata: ‘manna’ berasal dari kata Ibrani: mān hû, artinya;
‘apakah ini’ (Kel. 16:15). Manna juga sering disebut sebagai ‘roti dari
surga’ (Neh. 9:15; Mzm. 105:40; Yoh. 6:31-33, 50-51). Dalam Keluaran
16 diceritakan mengenai mukjizat manna atau roti yang turun dari
langit itu.
Dalam literatur Yahudi, manna juga disebut sebagai ‘roti hidup’
(Jos. As. 8:5; bnd. Yoh. 6:35, 48), bahkan memiliki makna eskatologis.
Menurut Hagai 12b, keselamatan di masa depan berhubungan
dengan periode di padang gurun, di mana Allah sekali lagi
memberikan mukjizat manna yang akan turun dari langit dan mereka
akan makan, sebab mereka telah tiba pada hari pemenuhan (2 Apoc.
Bar. 29:8; Sib. Or. 7:149; Num. Rab. 11:2). Menurut Jos. As. 16:14,
malaikat-malaikat Tuhan juga memakan manna termasuk semua
umat pilhan Allah dan semua anak-anak Allah. Semua yang makan
manna itu tidak akan mati selama-lamanya (David E. Aune,
1997:189).
Dalam ayat 17 ini, manna itu disebut sebagai ‘manna yang
tersembunyi’. Ungkapan ini memiliki dua makna. Pertama, disebut
‘tersembunyi’ karena manna itu disediakan hanya bagi mereka yang
mendapat bagian dalam zaman yang akan datang. Kedua, sebab
manna itu dimasukkan dalam buli-buli yang ada di hadapan Allah
(bnd. Kel. 16:32-36) dan pada suatu waktu di masa depan, akan
disediakan oleh Mesias bagi orang-orang benar (Aune 1997:189).
Dalam konteks jemaat di Pergamus, Tuhan Yesus menjanjikan manna
70 SURAT
KITAB WAHYU

yang tersembunyi itu sebagai pahala bagi mereka yang menang,


yakni hidup yang kekal. Di samping itu, Tuhan Yesus juga menjanji­
kan batu putih, yang di atasnya tertulis nama baru, yang tidak
diketahui oleh siapa pun, selain oleh yang menerimanya. ‘Batu putih’
(psēphon leukén) yang disebutkan pada ayat ini sulit untuk dipastikan
maknanya. Namun kemungkinan besar maksud dari sebutan ‘batu
putih’ itu berkaitan dengan ‘Urim dan Tummim’, sebagai sarana yang
melaluinya firman Allah disampaikan kepada umat-Nya (Kel. 28:30).
Ada pula yang berpandangan bahwa batu putih itu berhubungan
dengan penggunaan simbol: keramah-tamahan, persahabatan,
pelunasan utang, tanda jasa, hadiah kemenangan, hadiah nobel, dan
sebagainya. Jika pandangan ini benar, maka makna dari simbol ini
adalah bahwa Kristus akan memberikan hadiah yang di dalamnya
terukir nama surgawi kepada setiap orang yang menang (Robbins,
1975:65). Suatu nama yang tidak diketahui oleh siapa pun, selain
oleh yang menerimanya.
Daftar2 Isi
Pasal 71

Patung Dewa Asklepios sebagai dewa pengobatan. Tongkat Asklepios menjadi


lambang medis.
72 SURAT
KITAB WAHYU

Pokok Pemberitaan

• Jemaat Dipuji dan Dicela.


Jemaat Pergamus adalah jemaat yang hidup di tengah-tengah
penduduk kota yang menyembah berbagai dewa dan berhala, serta
menyembah kaisar sebagai yang ilahi. Oleh sebab itu, kota ini disebut
sebagai “takhta Iblis”, atau tempat di mana Iblis bertakhta. Oleh
karena itu, keberadaan jemaat di kota ini laksana sebatang lilin kecil
yang sedang memancarkan cahayanya dalam kegelapan.
Kepada jemaat ini, Yohanes mendapat penglihatan untuk
menuliskan firman dari sang Firman itu. Melalui Firman itu, jemaat
ini dipuji karena sekalipun jemaat itu berada di tengah-tengah tem­
pat di mana Iblis bertakhta atau disebut juga sebagai imperiun Setan,
tetapi mereka tetap berpegang teguh pada iman kepada Yesus
Kristus. Bahkan seorang hamba Tuhan yang bernama Antipas rela
dibunuh karena ia berpegang teguh pada imannya. Kesetiaan jemaat
ini membuktikan bahwa mereka memiliki iman yang teguh dan tahan
uji.
Walau demikian, ternyata ada keberatan terhadap jemaat ini
karena di antara mereka ada beberapa orang yang menganut ajaran
Bileam, yaitu ikut dalam upacara penyembahan berhala dan makan
makanan yang dipersembahkan kepada berhala. Tindakan seperti
itu dipandang sebagai suatu bentuk perzinaan.
Di samping itu, ternyata jemaat ini diancam oleh ajaran
Nikolaus. Ajaran Nikolaus, dikembangkan oleh para pengikutnya
yang mengklaim diri memiliki kuasa untuk membuat mukjizat,
namun kehidupan mereka bejat karena melakukan percabulan
dengan maksud memikat hati warga jemaat yang baru menjadi
Kristen dan menjebak mereka untuk menjadi pengikut Nikolaus.
Ternyata, karena daya tarik dari ajaran Bileam dan Nikolaus ini, maka
Daftar2 Isi
Pasal 73

ada anggota jemaat yang toleran terhadap ajaran-ajaran itu, sehingga


mereka terjebak.
Oleh sebab itu, mereka dipanggil untuk bertobat atau berbalik
dari jalan kepada penyembahan berhala dan percabulan itu dan
kembali kepada Allah. Pertobatan yang dimaksudkan di sini
mencakup seluruh sikap dan eksistensi manusia, baik tutur kata,
sikap, maupun perbuatan dari warga jemaat itu. Sebab jika tidak,
sang Firman itu akan datang dan memerangi mereka dengan pedang
atau firman yang keluar dari mulut-Nya.
Dari kehidupan jemaat di Pergamus, terlihat jelas bahwa mereka
tidak semua memiliki tingkat keteguhan iman yang sama. Pada satu
pihak sebagian dari mereka masih tetap berpegang teguh pada iman
mereka, bahkan rela mati demi iman kepada Kristus, namun ada
sebagian warga jemaat yang memiliki iman yang kendur, sehingga
mereka toleran terhadap penyembahan berhala dan percabulan,
sekalipun secara statistik mereka masih tetap Kristen. Sikap
kekristenan yang demikian dicela oleh Kristus, sebab sikap yang
demikian adalah sikap yang mendua. Padahal iman kepada Kristus
adalah iman yang utuh dan teguh.

Surat kepada Jemaat di Tiatira (2:18-29)

2:18 “Dan tuliskanlah kepada malaikat jemaat di Tiatira: Inilah


firman Anak Allah, yang mata-Nya bagaikan nyala api dan
kaki-Nya bagaikan tembaga:

Jemaat yang keempat adalah Tiatira. Tiatira terletak di Sungai


Lycus dekat jalan yang dibangun oleh Roma, antara Pergamus dan
Sardis, sekitar 40 mil di sebelah tenggara Pergamus. Tiatira adalah
sebuah kota industri dan perdagangan serta komunikasi yang
terkenal di Asia Kecil. Industri dan perdagangan di kota ini dikontrol
74 SURAT
KITAB WAHYU

oleh serikat buruh yang kuat. Makanya di kota ini terdapat banyak
pedagang kain wool, pembuat kain linan, tukang celup kain,
perdagangan budak, tukang besi, dan lain-lain (Aune, 1997:201).
Lidia, seorang pedagang kain ungu yang bertobat oleh pemberitaan
Paulus, berasal dari Tiatira (Kis. 16:14, 15). Kota ini dibangun
kembali oleh Seleukus Nikanor sebagai satu koloni Makedonia
setelah kematian Alaxander Agung. Kota ini juga dijadikan sebagai
markas besar tentara Romawi (Robbins, 1975:66, 67).
Menurut legenda, Tiatira dibangun pertama sebagai tempat suci
bagi Dewa Tyrimnos, disamakan dengan ilah matahari dari Yunani,
yaitu Apollo. Gambar dewa itu dipatri pada mata uang lokal dari
Tiatira (Chaird, 1966:43). Di kota Tiatira terdapat satu jemaat yang
didirikan oleh Paulus atau oleh para muridnya yang mengikuti
pendidikan ketika Paulus tinggal lama di Asia (Kis. 19:10). Warga
jemaatnya didominasi oleh mereka yang berlatar belakang non-
Yahudi (Beckwith, 1979:464).
Kepada jemaat ini disampaikan firman dari Anak Allah (ho huiòs
toũ Theoũ). Frase: ‘Anak Allah’ kita jumpai 46 kali dalam Perjanjian
Baru, tetapi 2:18 adalah satu-satunya ayat di dalam Kitab Wahyu, di
mana gelar ini kita jumpai. Dalam Perjanjian Baru, “Anak Allah”
merupakan suatu gelar yang dikenakan kepada Yesus Kristus yang
telah menang atas kuasa maut (Kis. 13:33; Rm. 1:3; Kol. 1:13; 1Tes.
1:9-10; Ibr. 1:5; 5:5). Dalam surat-surat resmi Romawi seperti dekrit,
titah, keputusan atau ketetapan, para kaisar juga mengklaim diri
sebagai ‘anak ilahi’, atau ‘anak allah’ dalam pengertian bahwa mereka
adalah anak-anak atau anak-anak angkat dewa pendahulu mereka.
Dalam salah satu surat dari Kaisar Agustus kepada rakyat di Efesus,
ia menyebut diri sebagai ‘anak dari allah Julius’. Maka, dapat di­
pahami bahwa penyebutan gelar ‘Anak Allah’ pada ayat ini merupa­
kan suatu perlawanan terhadap gelar ‘anak allah’ yang diklaim oleh
para kaisar Romawi itu (Aune, 1997:202). “Mata-Nya bagaikan nyala
Daftar2 Isi
Pasal 75

api” (ho èkhōn toùs òfthalmòus aùtoũ hōs flóga puròs). Ungkapan ini
menggambarkan kemahatahuan Yesus Kristus sebagai Anak Allah
yang penglihatannya menembus segala sesuatu yang dilakukan
manusia di tempat yang gelap, bahkan Ia mengetahui segala
kepalsuan sampai ke dalam lubuk hati manusia (Beckwith,
1979:465), sehingga tidak ada suatu pun yang tersembunyi di
hadapan-Nya. Dan kaki-Nya bagaikan tembaga (kaì hoi pódes aùtoũ
homoioi khalkolibánō). Ungkapan ini telah diuraikan pada 1:15a. Di
situ kita membaca bahwa ungkapan ini sebagai simbol yang
melukiskan Allah sebagai pemenang yang menaklukkan semua
musuh-Nya di bawah tumpuan kaki-Nya yang membara itu, sehingga
akan mengerikan bagi semua musuh-Nya sebab mereka akan men­
jadi tumpuan di bawah kaki-Nya yang membara itu.

2:19 Aku tahu segala pekerjaanmu: baik kasihmu maupun imanmu,


baik pelayananmu maupun ketekunanmu. Aku tahu, bahwa
pekerjaanmu yang terakhir lebih banyak dari pada yang
pertama.

Kalimat: ‘Aku tahu segala pekerjaanmu’, muncul juga pada 2:2,


di mana kata ‘erga’ menunjuk kepada kerja keras jemaat dalam jerih
payah dan ketekunan mereka. Pada ayat ini Anak Allah itu menge­
tahui pekerjaan (erga) jemaat di Tiatira. Karena Ia mahatahu, maka
Ia tahu segala pekerjaan anggota jemaat di Tiatira itu. Ada empat
macam pekerjaan yang disebutkan berkaitan dengan jemaat Tiatira
yakni: kasihmu, imanmu, pelayananmu, dan ketekunanmu. ‘Kasih’
(àgápen) terdapat dua kali dalam Kitab Wahyu, yakni 2:4 dan 2:19.
Berbeda dengan jemaat Efesus yang dicela karena telah mening­
galkan kasih yang semula itu, jemaat Tiatira malah dipuji karena
mereka tetap mempertahankan kasih itu di dalam jemaat. Sementara
kata: ‘iman” (pístis) terdapat empat kali dalam Kitab Wahyu (2:13,
19; 1:10; 14:12). Jemaat ini juga dipuji karena masih tetap memiliki
76 SURAT
KITAB WAHYU

iman yang teguh. Di samping itu, jemaat ini dipuji karena pela­
yanannya. Kata: “pelayanan” atau “diakonia” hanya terdapat satu kali
dalam Kitab Wahyu, yaitu pada ayat 19 ini. Kata ‘diakonia’ ini
menunjuk kepada pelayanan yang, secara umum, dilakukan oleh
hamba-hamba, pelayan-pelayan restoran, imam-imam, abdi negara,
pedagang, utusan-utusan, dan lain-lain. Secara khusus pelayanan
yang dilakukan oleh jemaat Tiatira, termasuk pelayanan kepada
mereka yang miskin. Pelayanan yang mereka lakukan itu merupakan
wujud dari kasih mereka terhadap orang yang miskin dan iman
mereka kepada Kristus. Selanjutnya kata: ‘ketekunan’ (hupomoné)
terdapat tujuh kali dalam Kitab Wahyu (1:9; 2:2, 3, 19; 3:10; 13:10;
14:12). Sekalipun jemaat ini difitnah dan mengalami penderitaan,
tetapi mereka tetap bertekun dalam meningkatkan semangat
mereka untuk melayani. Itulah sebabnya dikatakan: bahwa
pekerjaanmu yang terakhir lebih banyak dari pada yang pertama.
Dengan demi­k ian, semangat jemaat Tiatira ini dipuji karena
sekalipun mereka ditindas, semangat mereka untuk melayani
semakin meningkat karena kasih mereka terhadap mereka yang
miskin dan tidak ber­daya (Walhout, 2000:46).

2:20 Tetapi Aku mencela engkau, karena engkau membiarkan wanita


Izebel, yang menyebut dirinya nabiah, mengajar dan menyesatkan
hamba-hamba-Ku supaya berbuat zinah dan makan
persembahan-persembahan berhala.

‘Tetapi Aku mencela engkau’. Sungguh pun jemaat Tiatira dipuji


karena kasih, iman, pelayanan, dan ketekunannya (ay. 19), tetapi
jemaat ini juga dicela. Sebabnya adalah, karena jemaat ini membiar­
kan wanita Izebel, yang menyebut dirinya nabiah, mengajar dan
menyesatkan hamba-hamba-Ku supaya berbuat zinah dan makan
persembahan-persembahan berhala. Nama ‘Izebel’ diambil dari nama
istri Ahab, raja Israel yang memerintah pada tahun 869-950 s.M. Ia
Daftar2 Isi
Pasal 77

adalah saudara perempaun dari Ethbaal, raja Tirus dan Sidon. Ia


seorang istri yang sangat berpengaruh bagi Raja Ahab untuk
menyembah ilah-ilah Kanaan (1Raj. 16:31) (Ladd, 1972:51). Ia
mengangkat 450 nabi Baal dan 400 nabi Asyera (1Raj. 18:19). Ia
berusaha embunuh nabi-nabi Yahweh (1Raj. 18:4, 13) termasuk
hendak membunuh Nabi Elia (1Raj. 19:1-3). Ia juga yang menghasut
para tua-tua Israel untuk melempari Nabot hingga tewas, lalu ia
merampas kebun anggur Nabot (1Raj. 21:1-16).
Terhadap Izebel ini, Nabi Elia menubuatkan kematian Izebel,
bahwa ia akan dimakan anjing-anjing di jalan. Nubuat itu terpenuhi
ketika Yehu memusnahkan keluarga Ahab. Izebel ditangkap dan
dilemparkan dari jendela sehingga ia meninggal. Mayatnya dimakan
anjing-anjing (2Raj. 9:30-37). Izebel ini juga dicap sebagai seorang
sundal dan penyihir (2Raj. 9:22) (Aune, 1997:203-204).
Pengaruh Izebel yang menyesatkan bangsa Israel menyembah
Baal, diangkat oleh Yohanes dan mengenakannya kepada kelompok
orang tertentu di Tiatira, yang sangat berpangaruh dalam menye­
satkan Jemaat.
Dalam dunia Romawi, ada inskripsi yang menyatakan bahwa
perempuan sering memainkan peranan sebagai pelindung. Keadaan
itu juga terjadi di kalangan jemaat Kristen. Di kalangan kekristenan
mula-mula itu, ada beberapa perempuan yang memegang jabatan
penting dalam jemaat. Misalnya, Yunias disebut sebagai rasul (Rm.
16:7); Phebe adalah seorang diaken (Rm. 16:1-2); Priskila adalah
seorang guru dan misionaris (Kis. 18:2, 18, 26; Rm. 16:3-4; 1Kor.
16:19; 2Tim. 4:19) (Aune, 1997:203).
Bertolak dari inskripsi mengenai peranan perempuan sebagai
pelindung dalam dunia Yunani Romawi dan juga di kalangan
kekristenan mula-mula, maka kemungkinan besar ada perempuan
pelindung jemaat di Tiatira, yang dicap sebagai ‘Izebel’ karena
berperan sebagai nabiah. Nabiah adalah jabatan yang sangat
78 SURAT
KITAB WAHYU

dihormati dalam gereja. Mereka juga menerima wahyu dari Allah,


sama seperi nabi dalam Perjanjian Lama. Mereka biasanya disapa
dengan jabatan nabiah (Kis. 11:27; 13:1; 1Kor. 12:28; Ef. 4:11).
Jabatan kenabian itu tidak hanya diberikan kepada laki-laki,
melainkan juga perempuan. Oleh sebab itu, sangat mungkin bahwa
perempuan yang dicap sebagai ‘Izebel’ yang menyebut dirinya
‘nabiah’ ini sangat berpengaruh di dalam jemaat, sehingga ia me­
miliki pengikut. Ia mengajar dan menyesatkan hamba-hamba-Ku
supaya berbuat zinah dan makan persembahan-persembahan ber­
hala. Terhadap pengajaran ‘Izebel’ ini, orang Kristen di Tiatira
memberikan toleransi, sehingga ada anggota jemaat yang dipenga­
ruhi oleh ajaran-ajarannya yang menyesatkan. Lalu mereka
melakukan pelacuran dan makan makanan yang dipersembahkan
kepada berhala (Beckwith, 1979:205). Khususnya bagi orang-orang
Tiatira yang baru menjadi Kristen, toleransi ini sangat menggoda
dan mudah ditaklukkan untuk melakukan pelacuran, tidak hanya
bersifat fisik, melainkan juga bersifat rohani, yakni mengabaikan
iman mereka lalu menyembah kepada berhala-berhala bisu itu.
Orang-orang yang demikian masih disebut Kristen, tetapi se­
sungguhnya perbuatan mereka telah menyimpang dari imannya.

2:21 Dan Aku telah memberikan dia waktu untuk bertobat, tetapi ia
tidak mau bertobat dari zinahnya.

Kepada perempuan yang dicap sebagai ‘Izebel’ ini telah


diberikan kesempatan untuk bertobat. Tampaknya, Izebel ini telah
diberikan teguran, tetapi ia tidak bertobat (George Eldon Ladd,
1972:52). ‘Bertobat’ artinya berbalik, atau berpaling kepada jalan
yang benar. Tindakan ini merupakan jalan yang biasanya ditawarkan
oleh para nabi agar manusia luput dari hukuman Tuhan. Dalam
kaitan dengan Izebel ini, ia diminta agar bertobat dari ajarannya
yang mendorong anggota jemaat untuk melacurkan diri dan makan
Daftar2 Isi
Pasal 79

makanan yang dipersembahkan kepada berhala supaya ia di­


selamatkan, namun ia tetap berpegang pada ajarannya, sehingga ia
tidak mau bertobat.

2:22 Lihatlah, Aku akan melemparkan dia ke atas ranjang orang


sakit dan mereka yang berbuat zinah dengan dia akan
Kulemparkan ke dalam kesukaran besar, jika mereka tidak
bertobat dari perbuatan-perbuatan perempuan itu.

Oleh karena ajakan untuk bertobat ditolak, maka ancaman


hukuman dari Tuhan disampaikan. Kalimat: ‘Aku akan melemparkan
dia ke atas ranjang orang sakit’. ‘Ranjang orang sakit’ adalah tempat
tidur yang di atasnya orang yang menderita berbagai penyakit yang
membuatnya berbaring dalam kesengsaraannya (Mat. 9:2; Mrk.
7:30). Inilah bentuk ancaman hukuman kepada ‘Izebel’ itu. Bentuk
ancaman hukuman ini kontras dengan tempat tidur seorang pelacur
(Beckwith, 1979:467). Menarik bahwa ia tidak diancam dengan
hukuman mati, melainkan kesengsaraan. Ancaman hukuman juga
dikenakan kepada para pengikutnya. Yohanes menulis: ‘dan mereka
yang berbuat zinah dengan dia akan Kulemparkan ke dalam
kesukaran besar’. Kata: ‘kesukaran besar’ (thlípsin) dipakai juga oleh
Tuhan Yesus untuk melukiskan penderitaan yang akan terjadi pada
waktu menjelang akhir zaman. Kata yang sama juga dipakai oleh
penulis Kitab Wahyu dalam 7:14, untuk melukiskan ‘mereka yang
keluar dari kesukaran besar dan yang telah membasuh jubah mereka
dan membuatnya putih dalam darah Anak Domba’. Penderitaan yang
sama akan dikenakan juga kepada para pengikut ‘Izebel’ ini (Henry
M. Morris, 1983:61) jika mereka tidak bertobat dari perbuatan-
perbuatan perempuan itu.
80 SURAT
KITAB WAHYU

2:23 Dan anak-anaknya akan Kumatikan dan semua jemaat akan


mengetahui, bahwa Akulah yang menguji batin dan hati orang,
dan bahwa Aku akan membalaskan kepada kamu setiap orang
menurut perbuatannya.

Kalimat: ‘Dan anak-anaknya akan Kumatikan’ menunjuk kepada


para pengikut yang dihasilkan dari pelacuran ‘Izebel’. Namun,
ancaman hukuman kepada para pengikut ‘Izebel’ yang disebutkan
di sini dan para pengikutnya yang disebutkan pada ayat sebelumnya,
berbeda. Anak-anak Izebel ini akan dibunuh sama seperti anak-anak
Ahab yang lahir dari perkawinannya dengan Izebel (bnd. 2Raj. 10:7)
atau sama seperti kematian anak Daud, sebagai hasil perzinahan
dengan Bathseba (2Sam. 12:14). ‘dan semua jemaat akan menge­
tahui’. Hukuman mati yang dikenakan kepada anak-anak Izebel ini
bukan sesuatu yang bersifat rahasia, melainkan akan diketahui oleh
seluruh jemaat ‘bahwa Akulah yang menguji batin dan hati orang’.
Kalimat terakhir ini mengingatkan kita pada Yererima 17:10a, bahwa
‘Tuhan yang menyelidiki hati dan menguji batin’. Dalam Perjanjian
Lama, kemahatahuan Allah itu kita jumpai dalam 1 Samuel 16:7; 2
Samuel 14:20; 1 Raja-raja 8:39; 1 Tawarikh 28:9; 2 Tawarikh 6:30;
Mazmur 44:21; 139:1-6, 23). Kemahatahuan itu juga diungkapkan
dalam Injil-injil. Dalam Matius 9:4 dikatakan, bahwa kemahatahuan
itu dimiliki juga oleh Yesus. Yesus mengetahui apa yang dipikirkan
ahli-ahli Taurat. Ia juga tahu apa yang ada di dalam hati orang (Yoh.
2:25; lih. juga Yoh. 4:29, 39; 16:30; 18:4; 21:17) (Aune, 1997:206).
Penulis Kitab Wahyu memakai kemahatahuan itu dan mem­
berikan muatan kristologis pada ayat ini. Dalam Perjanjian Lama,
yang menyelidiki hati dan menguji batin manusia adalah Yahweh,
maka dalam Perjanjian Baru yang mengetahui hati dan pikiran
manusia itu adalah Kristus. Kristus menyelidiki hati dan menguji
batin manusia, termasuk hati warga jemaat-Nya. Dengan meng­
angkat kemahatahuan Kristus itu, Yohanes menegaskan bahwa
Daftar2 Isi
Pasal 81

Kristus tahu segala sesuatu yang tersembunyi dalam hati dan batin
warga jemaat di Tiatira.
Yohanes melanjutkan suratnya dengan memberitahukan
kepada jemaat Tiatira apa yang Kristus sampaikan kepada mereka.
‘dan bahwa Aku akan membalaskan kepada kamu setiap orang
menurut perbuatannya’. Kalimat ini memiliki kesejajaran dengan
Yeremia 17:10b, bahwa ‘Allah memberi balasan kepada setiap orang
setimpal dengan tingkah lakunya, setimpal dengan hasil perbuatannya’.
Gagasan yang sama kita jumpai dalam Amsal 24:12b. Di situ
dikatakan bahwa Allah membalas manusia menurut perbuatannya.
Dalam Perjanjian Baru, gagasan tentang pembalasan Tuhan itu kita
jumpai cukup banyak dalam tulisan-tulisan Injil maupun surat-surat,
yakni Matius 16:27; Roma 2:6; 2 Timotius 4:14; 1 Petrus 1:17; 2
Korintus 11:15. Penulis Wahyu mengangkat gagasan ini juga dalam
tulisannya ini (Why. 18:6; 20:12, 13; 22:12), lalu dihubungkan dengan
penghakiman (Aune, 1997:207). Dalam ayat ini, ancaman hukuman
itu dialamatkan kepada para pengikut ‘Izebel’ itu.

2:24 Tetapi kepada kamu, yaitu orang-orang lain di Tiatira, yang


tidak mengikuti ajaran itu dan yang tidak menyelidiki apa yang
mereka sebut seluk-beluk Iblis, kepada kamu Aku berkata: Aku
tidak mau menanggungkan beban lain kepadamu.

Ayat 24 ini mulai dengan kalimat ‘tetapi kepada kamu, yaitu


orang-orang lain di Tiatira’ dapat diterjemahkan dengan ‘Aku berkata
kepada kamu yang lainnya di Tiatira’. Kalimat ini tidak lagi ditujukan
kepada para pengikut ‘Izebel’ yang disebutkan pada ayat 23,
melainkan kepada anggota-anggota jemaat lainnya di Tiatira yang
tidak mengikuti ajaran (Izebel) itu. Tentang ‘ajaran Izebel’, kita telah
bahas pada 2:20. Oleh sebab itu, kita tidak lagi membahasnya di sini.
Yang kita hendak bahas di sini adalah kalimat: yang tidak menyelidiki
apa yang mereka sebut seluk-beluk Iblis. Frasa ‘seluk-beluk Iblis’
82 SURAT
KITAB WAHYU

merupakan perhatian utama dari para pengikut Nikolaus. Ada dua


cara untuk mengerti frasa ini. Pertama, para pengikut Nikolaus
terlibat dalam menyelidiki seluk-beluk Iblis yang dipraktikkan oleh
satu kelompok yang dikenal dengan nama gnostik. Kedua, Yohanes
menyindir kelompok ini sebagai kelompok yang menyelidiki seluk-
beluk Iblis untuk menunjuk kepada fokus teologi dari kelompok
gnostik ini, sebab motto gnostik adalah menyelidiki kedalaman
seluk-beluk yang tersembunyi secara mistik. Memang, frasa
‘menyelidiki seluk-beluk atau hal-hal tersembunyi’ tidak hanya
digunakan untuk Iblis. Istilah itu juga dikenakan kepada Allah (bnd.
1Kor. 2:10; Rm. 11:33). Akan tetapi, kelompok gnostik sering
menggunakan frasa ini, sebab mereka mengklaim bahwa hanya
merekalah yang mengetahui rahasia yang terdalam. Oleh sebab itu,
kelompok ini menyebut diri mereka sebagai ‘gnosis’, artinya
mengetahui, yakni mengetahui hal-hal tersembunyi secara mistik
(Aune, 1997:207, 208). Menurut kelompok gnostik itu pengetahuan
khusus perlu dimiliki oleh orang Kristen untuk memperoleh
keselamatan secara penuh. Pengetahuan khusus itu yang dapat
mereka berikan. Mereka yang tidak memiliki pengetahuan khusus
itu dicemooh. Namun, ajaran gnostik ini justru dicap oleh Kristus
sebagai seluk-beluk Iblis (Robbins, 1975:69).
Kepada anggota-anggota jemaat lain yang tidak terlibat dalam
mengikuti ajaran Izebel atau ajaran gnostik ini, Kristus berkata: Aku
tidak mau menanggungkan beban lain kepadamu. Kalimat ini
memiliki kesamaan dengan Kisah Para Rasul 15:28, 29. Di situ
dikatakan: ‘Adalah keputusan Roh Kudus dan keputusan kami supaya
kepada kamu jangan ditanggungkan lebih banyak beban daripada
yang perlu ini: “kamu harus menjauhkan diri dari makanan yang
dipersembahkan kepada berhala, dari darah, dari daging binatang
yang mati dicekik, dan dari percabulan. Jikalau kamu memelihara
diri dari hal-hal ini, kamu berbuat baik. Sekianlah, selamat”’.
Daftar2 Isi
Pasal 83

Pertanyaan yang timbul adalah apakah Yohanes mengetahui


keputusan ini, sehingga ia memakainya di sini? Aune berpendapat
bahwa sulit untuk menerima bahwa Yohanes yang dibuang di pulau
Patmos itu mengetahuinya (Aune, 1997:208). Memang bisa juga
diterima bahwa Yohanes mengetahui keputusan di Yerusalem itu
tetapi bukti-bukti untuk mendukungnya sulit kita peroleh. Oleh
karena itu, bisa diterima bahwa keputusan di Yerusalem itu ditujukan
kepada orang non-Yahudi, sedangkan apa yang disampaikan oleh
Yohanes di sini disampaikan secara khusus kepada anggota jemaat
yang tidak mengikuti ajaran Izebel dan Nikolaus di Tiatira.

2:25 Tetapi apa yang ada padamu, peganglah itu sampai Aku datang.

Kalimat: ‘Tetapi apa yang ada padamu’ menunjuk kembali


kepada empat aspek yang ada pada jemaat Tiatira, yang disebut pada
ayat 19, yakni: kasih, iman, pelayanan, dan ketekunan. Kepada jemaat
Tiatira ini, Kristus memerintahkan: peganglah itu sampai Aku datang.
Maksudnya, jemaat tetap giat dalam mewujudkan kasih, iman,
pelayanan, dan ketekunan mereka kepada Tuhan sampai Ia datang
kembali.

2:26 Dan barang siapa menang dan melakukan pekerjaan-Ku sampai


kesudahannya, kepadanya akan Kukaruniakan kuasa atas
bangsa-bangsa;

2:27 dan ia akan memerintah mereka dengan tongkat besi; mereka


akan diremukkan seperti tembikar tukang periuk – sama seperti
yang Kuterima dari Bapa-Ku

Setelah penyebutan mengenai kedatangan Kristus, lalu


dilanjutkan dengan suatu janji kepada jemaat di Tiatira: “barangsiapa
menang dan melakukan pekerjaan-Ku sampai kesudahannya
kepadanya akan Kukaruniakan kuasa atas bangsa-bangsa”. Janji yang
84 SURAT
KITAB WAHYU

dimaksudkan itu berkaitan dengan perjuangan melawan ajaran


Izebel dan gnostik sampai kesudahan-Nya, yakni hingga hari
kedatangan-Nya. Kepada mereka yang menang dalam perjuangan
itu, dijanjikan akan diberikan kuasa untuk mengambil bagian dalam
pemerintahan Kristus atas bangsa-bangsa, sebagaimana disebutkan
pada ayat 27. Untuk memperkuat janji pada ayat 27 ini, Yohanes
secara bebas mengutip Mazmur 2:7-9 yang berbicara tentang
pengangkatan raja di Israel sebagai “anak” untuk memerintah atas
nama Tuhan terhadap bangsa Israel. Demi menjalankan pemerin­
tahan itu, kepada mereka yang menang akan diberikan kuasa untuk
memerintah laksana seorang gembala (Henry M. Morris, 1983:63).
Kata “tongkat” melukiskan peralatan seorang gembala dalam
menggembalakan kawanan dombanya. Dengan tongkat yang ada di
tangannya, ia tidak hanya mengarahkan domba-dombanya ke
padang rumput yang hijau dan air yang tenang, melainkan juga
menyerang “binatang buas” yang hendak menerkam domba-
dombanya (Kistemaker, 2011:153).

2:28 dan kepadanya akan Kukaruniakan bintang timur.

2:29 Siapa bertelinga, hendaklah ia mendengarkan apa yang


dikatakan Roh kepada jemaat-jemaat.”

Kepada jemaat yang menang dan tabah sampai kedatangan-Nya


kembali, tidak hanya dijanjikan akan diberikan kuasa atas bangsa-
bangsa, melainkan juga dikaruniakan kepadanya astraton proinon
atau “bintang Timur”. Dalam 22:16, Kristus sendiri disebut sebagai
“Bintang Timur yang gilang gemilang”. Dengan pernyataan ini,
mereka yang menang diberikan jaminan tentang kehadiran Kristus
dalam pemerintahannya, sehingga mereka bercahaya seperti bintang
timur. Janji-janji ini hanya diberikan kepada mereka yang dengan
rela mendengar dan manaati firman yang disampaikan kepada
mereka.
Daftar2 Isi
Pasal 85

Pokok Pemberitaan

• Jemaat yang Sedang Berada di Tengah Godaan dan Ancaman.


Jemaat di Tiatira hidup di tengah-tengah masyarakat yang memiliki
praktek hidup yang sangat menggoda. Pertama, mereka dihadapkan
pada godaan untuk melakukan penyembahan dewa dan pelacuran
karena masyarakat di Tiatira adalah penyembah kepada dewa
sebelum kekristenan masuk ke Tiatira. Ketika kekristenan masuk ke
Tiatira, ada anggota masyarakat yang menerima Injil dan me­
ninggalkan praktek penyembahan itu. Namun, sebagian dari ke­
luarga mereka masih melakukan penyembahan kepada dewa,
sehingga pada perayaan penyembahan kepada dewa, orang yang
telah menerima Injil itu juga diundang sebagai keluarga. Relasi
kekeluargaan itu bisa mengingatkan mereka kembali kepada
penyembahan dewata itu. Kedua, di kalangan masyarakat di Tiatira
terdapat ajaran sesat yang disebut dengan ajaran Izebel. Yohanes
mengaitkan ajaran sesat itu dengan memakai nama Izebel, istri Raja
Ahab, yang menyebabkan banyak orang Israel menyembah kepada
berhala, termasuk Raja Ahab sendiri (1Raj. 16:29-34). Tampaknya
di Tiatira, ada perempuan yang berperan sebagai pelindung kota itu,
sebagaimana dalam dunia Yunani Romawi. Kemungkinan besar ada
perempuan di Tiatira yang disebut sebagai pelindung di Tiatira, dan
dicap sebagai ‘Izebel’, karena berperan sebagai nabiah yang mengajar
dan menyesatkan warga jemaat. Ajaran sesat yang dikembangkan
adalah ajaran gnostik. Yohanes menyebutnya sebagai ajaran yang
menyelidiki seluk-beluk Iblis. Orang Kristen yang mengikuti ajaran
ini, mencampurkan ajaran Kristen dengan ajaran gnostik yang
dikembangkan oleh Izebel. Menurut ajaran ini, setiap orang yang
dibaptis telah menjadi manusia rohani. Oleh sebab itu, mereka
menganggap diri tidak berdosa (bnd. 1Yoh. 1:8), sekalipun mereka
melacurkan diri dan mengikuti penyembahan berhala, karena
86 SURAT
KITAB WAHYU

menurut anggapan mereka, sebagai manusia rohani, dosa tidak


mungkin menguasai diri mereka. Para pengikut ajaran gnostik
Kristen ini dengan bangga melakukan perzinahan atau hubungan
seks bebas dan makan makanan yang dipersembahkan kepada
berhala tanpa merasa berdosa. Itulah sebabnya, moral mereka
disebut sebagai bejat (bnd. 2Ptr. 2:1-22).
Ternyata perempuan yang disebut sebagai Izebel itu memiliki
banyak pengikut. Yang menjadi persoalan adalah bahwa orang
Kristen di Tiatira yang memiliki latar belakang dari dunia
penyembahan kepada berhala itu toleran dengan ajaran Izebel,
sehingga mereka tidak hanya makan makanan yang dipersembahkan
kepada berhala, melainkan juga melakukan pelacuran.
Kepada warga jemaat yang mengikuti ajaran Izebel dan
melakukan perzinahan atau seks bebas, serta mengikuti upacara
penyembahan kepada dewata dan makan makanan yang diper­
sembahkan kepada berhala, Yohanes menyampaikan firman dari
Kristus. Gambaran mengenai Kristus yang “mata-Nya bagaikan nyala
api”, merupakan suatu simbol yang menunjuk kepada kemahatahuan
Kristus yang menembusi segala sesuatu yang dilakukan di tempat
yang gelap atau tersembunyi, sehingga tidak ada sesuatu yang
tersembunyi bagi-Nya. Bahkan apa yang tersembunyi dalam lubuk
hati sekalipun, Ia mengetahuinya. Tidak ada dosa yang tersembunyi
bagi-Nya.
Terhadap warga jemaat yang mencampurkan ajaran gnostik dan
ajaran Kristen, diberikan kesempatan untuk bertobat, tetapi mereka
tidak mau. Mereka lebih tergiur dengan ajaran gnostik. Oleh sebab
itu, mereka diancam dengan hukuman kesengsaraan, bahkan
hukuman mati. Sementara bagi warga jemaat yang masih tetap setia
kepada Kristus, dinasihati untuk tetap setia sampai kedatangan
Kristus.
Daftar2 Isi
Pasal 87

Dalam kehidupan masyarakat kita pada masa kini, per­gaulan


bebas yang mengarah pada kehidupan seks bebas dan pengandalan
kuasa-kuasa duniawi sebagai berhala-berhala baru, sedang menjadi
tren. Keadaan ini merupakan ancaman bagi generasi masa kini.
Karena itu, gereja perlu waspada dalam menyikapi situasi ini.

• Berpegang Teguhlah pada Kasih, Iman, Pelayanan, dan


Ketekunanmu Sampai Kedatangan Kristus.
Sekalipun ada warga jemaat yang tergoda untuk mengikuti
ajaran sesat yang disebarkan oleh gnostik yang dicap sebagai Izebel,
tetapi sebagian warga jemaat tetap berpegang teguh pada kasih,
iman, pelayanan,m dan ketekunan. Mereka tidak tergiur oleh godaan-
godaan itu. Kalau kasih dari warga jemaat di Efesus semakin dingin,
maka sebaliknya, kasih warga jemaat di Tiatira kepada Kristus tetap
hangat. Iman mereka kepada Kristus juga tetap teguh, dan mereka
tetap bersemangat dalam melakukan pelayanan kepada warga
jemaat dan orang-orang di sekitar mereka, serta tetap bertekun
dalam mengikut Kristus. Jemaat ini juga dinasihati agar mereka
berpegang teguh pada kasih, iman, pelayanan, dan ketekunan yang
mereka miliki itu sampai kedatangan Kristus.
Kepada warga jemaat yang berpegang teguh pada kasih, iman,
pelayanan, dan ketekunan sampai pada kedatangan Kristus,
dijanjikan kuasa untuk mengambil bagian dalam pemerintahan
Kristus atas bangsa-bangsa. Mereka juga akan diberikan tongkat besi
untuk bangsa-bangsa, laksana seorang gembala yang menggem­
balakan kawanan dombanya dan mereka akan bercahaya seperti
bintang Timur karena mereka mengambil bagian dalam pemerint­
ahan Kristus sebagai Bintang Timur, yang memancarkan cahayanya
bagi bangsa-bangsa.
Dari gambaran mengenai jemaat di Tiatira ini, kita melihat
bahwa sekalipun sebagian warga jemaat tergoda, tetapi masih ada
88 SURAT
KITAB WAHYU

warga jemaat yang tetap tekun dalam imannya. Gambaran ini


merupakan sesuatu yang menggembirakan, bahwa di tengah
kegelapan, masih ada warga jemaat yang tetap setia, laksana bintang-
bintang yang memancarkan cahayanya di tengah kegelapan.

Surat kepada Jemaat di Sardis (3:1-6)

3:1 “Dan tuliskanlah kepada malaikat jemaat di Sardis: Inilah


firman Dia, yang memiliki ketujuh Roh Allah dan ketujuh bintang
itu: Aku tahu segala pekerjaanmu: engkau dikatakan hidup,
padahal engkau mati!

Jemaat yang kelima adalah Sardis. Sardis adalah sebuah kota


yang terletak empat puluh mil di sebelah tenggara Tiatira dan empat
puluh lima mil sebelah timur Smirna. Di masa lampau, kota ini
terkenal karena pernah ditempati oleh Raja Croesus dari Lydia, dan
kemudian menjadi salah satu pusat pemerintahan Persia (Aune,
1997:2180). Kota ini juga menjadi salah satu pusat kota industri
yang menghasilkan wool dan bahan pewarna. Kultus yang paling
utama di Sardis adalah, penyembahan kepada Cybele, salah satu
agama misteri yang terkenal. Selain itu, terdapat penyembahan
kepada kaisar. Orang-orang di kota ini terkenal dengan cara hidup
yang mewah. Persoalan yang paling besar bagi jemaat di sini adalah
kelesuan dalam kehidupan rohaninya. Mungkin sebagai akibat dari
sikap hidup yang sangat menekankan kemewahan itu.
Oleh karena itu, surat yang ditujukan kepada jemaat ini sangat
tajam. Surat itu menyoroti kehidupan jemaat yang sebagian besar
sudah mati rohaninya. Memang secara lahir jemaat itu masih
melakukan ibadah bersama, bahkan sangat giat dalam kegiatan
pelayanannya, tetapi semua itu hanya merupakan kepalsuan belaka,
karena kehidupan kerohanian sebagian besar dari mereka ternyata
Daftar2 Isi
Pasal 89

telah mati. Perkataan “mati” di sini menunjuk pada kelesuan rohani,


atau tidak adanya tanda-tanda kehidupan secara rohani di jemaat
itu. Hampir semua jemaat telah menyerah kepada Yudaisme dan
berhala-berhala (Kistemaker, 2011:160).

3:2 Bangunlah, dan kuatkanlah apa yang masih tinggal, yang sudah
hampir mati, sebab tidak satu pun dari pekerjaanmu Aku dapati
sempurna di hadapan Allah-Ku.

Karena kehidupan kerohanian jemaat telah mati, maka Yohanes


menyerukan kepada jemaat itu: “bangunlah dan kuatkanlah apa yang
masih tinggal”. “bangunlah” atau “terjagalah”, merupakan suatu
seruan yang bersifat perintah kepada jemaat itu. Maksudnya, jemaat
itu harus bangun dari kelesuan rohaninya. Berarti perlu ada suatu
kebangunan atau pembaharuan rohani terjadi di dalam jemaat itu,
sehingga jemaat yang sedang lesu itu dapat diselamatkan. Perintah
pertama untuk bangun, diikuti dengan perintah kedua yaitu
“kuatkanlah apa yang masih tinggal yang sudah hampir mati …”. Dari
kalimat terakhir ini, tampaknya di jemaat Sardis masih ada orang-
orang tertentu yang melayani di dalam jemaat itu, tetapi situasi
pelayanan mereka itu tidak sempurna (Kistemaker, 2001:161). Oleh
sebab itu, Kristus melalui Yohanes lebih jauh mengatakan “sebab
tidak satu pun dari pekerjaanmu Aku dapati sempurna di hadapan
Allah-Ku”.
Memang jemaat ini tidak menderita karena penganiayaan, juga
tidak diganggu oleh pengajaran sesat, serta tidak ditekan oleh orang
Yahudi, sehingga di hadapan manusia, jemaat ini tercatat sebagai
jemaat yang giat dalam pelayanannya. Akan tetapi, di hadapan Allah
jemaat ini belum sempurna karena semua pelayanan itu hanya
bersifat seremonial, ritual, dan formalitas belaka (Ladd, 1972:56).
Laksana kubur yang dilabur putih dari luarnya, tetapi di dalamnya
penuh dengan tulang-tulang orang mati (bnd. Mat. 23:27).
90 SURAT
KITAB WAHYU

3:3 Karena itu ingatlah, bagaimana engkau telah menerima dan


mendengarnya; turutilah itu dan bertobatlah! Karena jikalau
engkau tidak berjaga-jaga, Aku akan datang seperti pencuri
dan engkau tidak tahu pada waktu manakah Aku tiba-tiba
datang kepadamu.

“Karena itu”. Ungkapan ini menunjuk kepada apa yang Yohanes


katakan di ayat sebelumnya, yaitu karena kehidupan rohani jemaat
itu lesu atau mati, maka jemaat ini diberikan peringatan: “Ingatlah,
bagaimana engkau telah menerima dan mendengarnya …”. Kata:
“ingatlah” merupakan suatu peringatan yang bersifat perintah, yang
ditujukan kepada jemaat itu. Yohanes mengingatkan jemaat untuk
menghayati kembali pengalaman mereka yang mula-mula, ketika
mereka menerima dan mendengarkan berita Injil itu. Maksud
peringatan ini adalah supaya jemaat itu kembali kepada semangat
kerohanian mereka yang semula ketika mereka baru menerima
Injil (Kistemaker, 2011:162). Bagi maksud itu jemaat dinasihati:
“... turutilah itu dan bertobatlah”. “Turutilah”, “ikutilah”, atau
“laksanakanlah” apa yang diamanatkan oleh Injil. Menurut Yohanes,
mendengarkan Injil saja belum cukup. Mendengar dan mengikuti
merupakan dua aspek yang tidak bisa dilepaskan satu dari yang lain.
Keduanya (mendengarkan dan menuruti atau melaksanakan) harus
berjalan beriringan. Oleh karena itu, ia mendesak jemaat di Sardis
agar Injil Yesus Kristus yang telah mereka terima tidak hanya
didengarkan tetapi juga dituruti atau dilaksanakan. Salah satu
tuntutan untuk menuruti Injil adalah, mereka harus bertobat.
“Bertobatlah” (metanoie) merupakan suatu bentuk kalimat perintah
yang menggambarkan suatu desakan kepada jemaat di Sardis agar
mereka berbalik kepada Kristus (Aune, 1997:221). Karena jikalau
engkau tidak berjaga-jaga, “Aku akan datang seperti pencuri dan
engkau tidak tahu pada waktu manakah Aku tiba-tiba datang
kepadamu”. Kedatangan seperti pencuri pada malam hari, secara
Daftar2 Isi
Pasal 91

tradisional dihubungkan dengan hari kedatangan Tuhan (Mat. 24:43;


Luk. 1239; 1Tes. 5:2; 2Ptr. 3:10). Maksud Yohanes dengan ucapan
ini adalah bahwa jemaat Sardis harus senantiasa siuman dan ber­
jaga-jaga karena tidak seorang pun tahu kapan tibanya kedatangan
Kristus (Caird, 1966:49).

3:4 Tetapi di Sardis ada beberapa orang yang tidak mencemarkan


pakaiannya; mereka akan berjalan dengan Aku dalam pakaian
putih, karena mereka adalah layak untuk itu.

Perintah untuk bertobat terutama ditujukan kepada anggota-


anggota jemaat yang memang kehidupan kerohaniannya telah mati
atau telah menjadi lesu. Sungguhpun demikian, di kalangan anggota
jemaat di Sardis masih “ada beberapa orang yang tidak mencemar­
kan pakaiannya”. Yohanes mengatakan “masih ada beberapa orang”,
artinya tidak banyak tetapi mereka tidak mencemari kehidupan
moral dan spiritual mereka dengan percabulan dan penyembahan
berhala. Mereka tetap setia kepada janji dan iman mereka kepada
Kristus. Anggota jemaat itu “akan berjalan dengan Kristus dalam
pakaian putih”. Dalam kalimat ini, Yohanes memakai bahasa metafor
yang kontekstual. Karena “pakaian putih” merupakan metafora
untuk kondisi moral dan spiritual warga jemaat tertentu di kalangan
jemaat Sardis (bnd. Why. 7:13-14; 22:14) yang menjaga kekudusan
sebagai orang-orang yang dibenarkan oleh Allah dan yang mem­
pertahankan tingkat kerohanian mereka. Metafora ini kontekstual
karena pekerjaan mencelupkan pakaian merupakan aktivitas yang
setiap hari dilakukan di Sardis (Aune, 1997:222).
Ungkapan itu dipakai untuk melukiskan keadaan warga jemaat
di Sardis. Ada warga jemaat yang memang telah mencemari
kehidupan moral dan spiritual mereka dengan melakukan per­
cabulan dan penyembahan berhala, tetapi sebaliknya ada beberapa
warga jemaat yang masih tetap mempertahankan kehidupan moral
92 SURAT
KITAB WAHYU

dan spiritual mereka. Mereka terus hidup menurut kebenaran firman


Tuhan yang telah mereka terima. Atau, menurut kata-kata Paulus,
orang-orang yang mengenakan kebenaran Kristus. Jadi, warga
jemaat yang belum mencemarkan pakaiannya dipandang sebagai
orang-orang yang mengenakan kebenaran Kristus. Kebenaran itu
belum dicemari.
Yohanes menegaskan bahwa pada waktu kedatangan Tuhan,
anggota-anggota jemaat yang belum mencemari “pakaian”-nya akan
berjalan bersama Tuhan dalam “pakaian putih”, artinya dalam
kemuliaan sorgawi, karena memang mereka layak untuk itu.

3:5 Barang siapa menang, ia akan dikenakan pakaian putih yang


demikian; Aku tidak akan menghapus namanya dari kitab
kehidupan, melainkan Aku akan mengaku namanya di hadapan
Bapa-Ku dan di hadapan para malaikat-Nya.

3:6 Siapa bertelinga, hendaklah ia mendengarkan apa yang


dikatakan Roh kepada jemaat-jemaat.”

Orang yang mempertahankan pakaiannya untuk tidak dicemari


dipandang sebagai suatu perlombaan yang sedang diikuti oleh orang
Kristen. Oleh karena itu, dalam ayat 6, dikatakan: “Barang siapa
menang…” Artinya, barang siapa yang berhasil dalam perlombaan
untuk tidak mencemari kehidupan moral dan kerohaniannya di
tengah kehidupan masyarakat yang dilingkupi oleh dosa seksual dan
penyembahan berhala, “ia akan dikenakan pakaian putih”, mak­
sudnya, ia akan memperoleh kemuliaan surgawi. Namanya pun tidak
akan dihapus dari kitab kehidupan. Yesus mengatakan: “Aku tidak
akan menghapus namanya dari kitab kehidupan”. Metafora tentang
“satu kitab kehidupan di hadapan Allah untuk mendaftarkan nama-
nama orang kudus”, sering kita jumpai di dalam Alkitab (Kel. 32:32;
Mzm. 69:29; Luk. 10:20; Flp. 4:3; Ibr. 12:23; Why. 13:8; 17:8; 20:12,
Daftar2 Isi
Pasal 93

15; 21:27). Seperti suatu register nama-nama semua penduduk di


dalam satu kerajaan, demikian juga kitab kehidupan itu berisi nama-
nama orang-orang kudus yang akan mewarisi kerajaan surga. Orang-
orang kudus ini diakui di hadapan Allah dan malaikat-Nya sebagai
penduduk surgawi (Ladd, 1972:57). Yesus berkata: “Aku akan
mengaku namanya di hadapan Bapa-Ku dan di hadapan para
malaikat-Nya”. Perkataan yang sama Yesus sampaikan juga kepada
para murid-Nya dalam Matius 10:32; Lukas 12:8. Pengakuan ini
merupakan jaminan kepada anggota jemaat atau para pengikut
Yesus, bahwa mereka yang menang dalam perlombaan iman itu akan
mendapat keselamatan.

Pokok Pemberitaan

• Bangunlah dari Kelesuanmu dan Laksanakanlah Firman


Tuhan.
Warga jemaat di Sardis sangat aktif dalam mengikuti ibadah-
ibadah, tetapi ternyata kehidupan kerohanian mereka sangat lesu
atau mati. Penyebabnya adalah karena mereka lebih mengutama­
kan kehidupan yang mewah daripada menaati firman Tuhan yang
mereka dengar. Ibadah-ibadah yang mereka lakukan hanya bersifat
ritual dan seremonial belaka, tetapi tidak memiliki spirit untuk
menaati firman yang mereka dengar. Dalam pengertian lain, ibadah-
ibadah yang berlangsung dalam jemaat hanya bersifat tradisi yang
masih dipelihara. Akan tetapi, firman yang mereka dengar melalui
khotbah-khotbah laksana air yang dicurahkan di atas pasir. Hanya
terlihat sebentar saja, kemudian hilang lenyap. Situasi ini meng­
gambarkan suatu bentuk kelesuan dalam kehidupan spiritualitas
atau kerohanian sebagai orang Kristen. Padahal, spiritualitas Kristen
mestinya merupakan suatu spiritualitas yang hangat dan ber­
semangat. Spiritualitas yang demikian hanya bisa terwujud apabila
94 SURAT
KITAB WAHYU

warga jemaat tidak hanya menjadi pendengar firman, melainkan


menjadi pelaku firman. Bagi maksud itu, perlu ada keinsyafan untuk
pertobatan atau berbalik dari kehidupan kerohanian yang lesu
kepada suatu kehidupan kerohanian yang bersemangat dalam
melaksanakan firman Tuhan. Dalam bahasa Paulus, jemaat
menggantikan hidup yang lama dengan hidup yang baru.
Sekalipun sebagian besar warga jemaat di Sardis lesu dalam
kehidupan kerohaniannya, tetapi ternyata masih ada beberapa warga
jemaat yang masih tetap semangat dalam kehidupan kerohanian
mereka. Mereka dilukiskan sebagai orang-orang yang belum
mencemarkan pakaiannya. Dalam perkataan lain, sejak mereka
menjadi Kristen dan mengakui imannya, mereka dengan setia tidak
hanya mendengar firman Tuhan pada setiap kali ibadah, melainkan
lebih dari itu, mereka melaksanakan firman itu dengan sukacita dan
penuh semangat.
Kepada warga jemaat yang belum mencemarkan kehidupan
kerohanian mereka sejak mereka percaya kepada Kristus sebagai
Tuhan dan Juruselamat mereka, Tuhan Yesus, melalui Yohanes,
menjanjikan bahwa nama mereka akan tetap tertulis di dalam kitab
kehidupan, dan Kristus akan mengakui mereka di hadapan Allah dan
para malaikat-Nya, serta mereka akan berjalan bersama Tuhan
dalam kemuliaan surgawi ketika akhir zaman tiba.
Bercermin dari kehidupan warga jemaat di Sardis, kita bisa
melihat kehidupan kerohanian warga jemaat pada masa kini. Dalam
kehidupan pada masa kini, orang lebih mengutamakan kemewahan,
kehidupan yang glamour, dan melupakan kehidupan spiritualitasnya.
Memang rumah-rumah ibadah masih banyak pengunjungnya, tetapi
persoalannya adalah, apakah semua orang yang beribadah itu
memiliki kehidupan kerohanian yang hangat dan bersemangat,
ataukah kehidupan kerohaniannya sudah menjadi lesu? Masing-
masing kita perlu melakukan introspeksi diri di hadapan Tuhan.
Daftar2 Isi
Pasal 95

surat Kepada Jemaat di Filadelfia (3:7-13)

3:7 Dan tuliskanlah kepada malaikat jemaat di Filadelfia: Inilah


firman dari Yang Kudus, Yang Benar, yang memegang kunci
Daud; apabila Ia membuka, tidak ada yang dapat menutup;
apabila Ia menutup, tidak ada yang dapat membuka.”

Jemaat yang keenam adalah Filadelfia. Filadelfia adalah satu


kota kecil yang terletak sekitar 30 mil di sebelah tenggara Sardis.
Kota ini didirikan sekitar tahun 140 s.M, oleh Raja Attalus II. Ia
memiliki marga Filadelfus. Karena cintanya kepada saudaranya
Eumenes, maka ia menamai kota ini Filadelfia, artinya kota kasih
persaudaraan (Kistemaker, 2011:166). Di kota ini dilakukan
penyembahan kepada Dewa Dionisius. Tampaknya jemaat ini cukup
sehat karena tidak ada kritik terhadap jemaatnya. Memang kekuatan
jemaat ini tidak seberapa, tetapi mereka tetap setia kepada Tuhan
dan menuruti firman-Nya (Caird, 1966:51).
Dalam surat kepada jemaat di Filadelfia terdapat tiga gelar yang
diucapkan secara berturut-turut. Pertama, “Yang Kudus”. Dalam
Kitab Wahyu, gelar “Yang Kudus” dikenakan kepada Allah (4:8; 6:10),
tetapi gelar ini juga dikenakan kepada Yesus (Mrk. 1:24; Luk. 4:34;
Yoh. 6:69; 1Yoh. 2:20) (Aune, 1997:235). Gelar yang kedua adalah
“Yang Benar”. Dalam Perjanjian Lama gelar ini juga dikenakan kepada
Allah sebagai Yang Setia terhadap perjanjian-Nya. Nabi Yesaya
berbicara tentang Allah yang setia, yang kepada-Nya orang
bersumpah. Gelar tersebut dipakai dalam konteks ini untuk
menggambarkan kesetiaan Allah terhadap perjanjian-Nya yang telah
diikat dalam suatu ikatan perjanjian dengan Allah. Gelar yang ketiga,
“Kunci Daud”, adalah kutipan dari Yesaya 22:22. Dalam konteks
Yesaya, Elyakim bin Hilkia diangkat sebagai pemegang kunci yang
secara penuh bertindak atas nama sang raja. Dalam konteks Kitab
Wahyu, “kunci Daud” berarti kunci rumah Daud, atau kunci kerajaan
96 SURAT
KITAB WAHYU

Mesias, yang diangkat oleh orang-orang Yahudi untuk mengklaim


diri sebagai umat Allah yang memegang kunci kerajaan Mesias itu
(Aune, 1997:235; Ladd, 1972:58, 59). Namun, Yohanes menegaskan
bahwa kunci kerajaan Mesias yang dimiliki oleh Israel itu
sesungguhnya milik Yesus sebagai Mesias dari keturunan Daud (5:5;
22:16). Ia adalah pemilik satu-satunya, karena Ia Anak Daud yang
telah ditolak oleh Israel. Ia-lah yang berkuasa untuk menentukan
siapa yang boleh dan tidak boleh masuk ke dalam kerajaan Mesias
itu.

3:8 Aku tahu segala pekerjaanmu: lihatlah, Aku telah membuka


pintu bagimu, yang tidak dapat ditutup oleh seorang pun. Aku
tahu bahwa kekuatanmu tidak seberapa, namun engkau
menuruti firman-Ku dan engkau tidak menyangkal nama-Ku.

Kalimat: “Aku tahu segala pekerjaanmu…” menyatakan bahwa


Ia mengetahui segala pekerjaan jemaat. Memang, jemaat Phila­delfia
adalah suatu jemaat yang kecil, namun mereka memiliki reputasi
yang baik dalam pekerjaannya dan mereka tetap menuruti firman
serta tidak menyangkal iman mereka kepada Kristus, sekalipun
mereka mendapat tekanan dari orang Yahudi. Oleh karena itu, pintu
mesianik itu dibuka bagi mereka. ‘Aku telah membuka pintu bagimu,
yang tidak dapat ditutup oleh seorang pun”. Gagasan tentang
“membukakan pintu” beberapa kali kita jumpai dalam Perjanjian
Baru, yang menunjuk kepada kesempatan, khususnya dalam
hubungan dengan pemberitaan Injil (1Kor. 16:9; 2Kor. 2:12; Kol. 4:3;
Kis. 14:27). Pernyataan ini menegaskan bahwa hanya Yesus satu-
satunya yang berkuasa membuka kesempatan dan menutup kembali
pintu kerajaan mesianis itu. Sekarang pintu itu telah terbuka bagi
jemaat, yakni sebagai suatu kesempatan yang Yesus berikan kepada
jemaat, karena, walaupun mereka menghadapi kesulitan dan
Daftar2 Isi
Pasal 97

penghambatan dari orang Yahudi, mereka tetap menuruti firman-


Nya dan tidak menyangkal nama-Nya (Ladd, 1972:59, 60).

3:9 Lihatlah, beberapa orang dari jemaah Iblis, yaitu mereka yang
menyebut dirinya orang Yahudi, tetapi yang sebenarnya tidak
demikian, melainkan berdusta, akan Kuserahkan kepadamu.
Sesungguhnya Aku akan menyuruh mereka datang dan
tersungkur di depan kakimu dan mengaku, bahwa Aku
mengasihi engkau.

Jemaat ini mendapat kesulitan dan penghambatan dari orang-


orang Yahudi yang disebut di sini sebagai jemaat Iblis. Orang Yahudi
di Filadelfia itu disebut demikian karena sekalipun mereka adalah
umat Allah, mereka menolak Injil dan sangat membenci orang
Kristen. Orang Yahudi yang menjadi Kristen tidak lagi diterima dalam
ibadah sinagoge. Sebaliknya, mereka menyusun doa pengutukan
terhadap orang Kristen (Kistemaker, 2011:171).
Sekalipun mereka bangga bahwa mereka adalah umat pilihan
Allah, tetapi mereka tidak lagi disebut sebagai umat Allah, melainkan
sebagai jemaat Iblis. Eksistensi mereka sebagai umat Allah telah
ditolak karena mereka telah menolak Mesias yang telah dijanjikan
kepada mereka. Benar, bahwa dari segi keturunan dan hubungan
darah, mereka adalah orang Yahudi dari keturunan Abraham. Akan
tetapi, secara imaniah mereka bukan lagi umat Allah, karena mereka
menolak untuk percaya kepada Kristus anak Abraham itu. Walau
demikian, Yesus menubuatkan suatu pertobatan di kalangan orang
Yahudi itu. “Mereka (akan) datang tersungkur di depan kakimu dan
mengaku bahwa Aku mengasihi engkau.” Dalam Perjanjian Lama
pernyataan ini menunjuk kepada orang-orang dari dunia bangsa-
bangsa yang datang untuk sujud di hadapan Israel (bnd. Yes. 60:14;
45:14; 49:23; Yeh. 37:28; 36:23) (Caird, 1966:52). Dalam ayat ini,
pernyataan itu dibalik. Bukan bangsa-bangsa yang datang sujud di
98 SURAT
KITAB WAHYU

hadapan Israel, tetapi Israel datang dan sujud di hadapan gereja.


Oleh karena mereka telah menolak Mesias, maka mereka juga ditolak
sebagai umat Allah, dan tempat mereka telah digantikan oleh gereja.
Gereja telah menjadi umat Allah yang benar.
Yohanes melihat bahwa pada suatu ketika di masa depan, orang
Yahudi akan mengakui bahwa gereja adalah umat Allah dan bahwa
Allah mengasihi gereja-Nya. Gagasan yang sama disampaikan juga
oleh Paulus dalam Roma 9-11. Dalam pasal-pasal itu Paulus
menegaskan bahwa oleh karena penolakan Israel terhadap Yesus
sebagai Mesias dari Allah, maka Allah menolak mereka, sehingga
tempat mereka telah digantikan oleh orang bukan Yahudi. Namun,
Paulus juga yakin bahwa satu saat, di masa depan, orang Yahudi akan
merasa iri pada keselamatan yang diterima gereja, sehingga mereka
juga akan menerima Yesus sebagai Tuhan. Paulus, secara khusus,
menggambarkan gagasan itu dalam perumpamaan tentang zaitun
piaraan dan zaitun liar. Cabang dari zaitun piaraan itu (orang Yahudi)
telah dipotong, lalu dicangkokkan cabang dari zaitun liar (orang
bukan Yahudi), sehingga cabang zaitun liar itu telah berbuah dari
pohon zaitun piaraan (bnd. Rm. 11:17-24) (Ladd, 1972:60, 61).

3:10 Karena engkau menuruti firman-Ku, untuk tekun menantikan


Aku, maka Aku pun akan melindungi engkau dari hari pencobaan
yang akan datang atas seluruh dunia untuk mencobai mereka
yang diam di bumi.

3:11 Aku datang segera. Peganglah apa yang ada padamu, supaya
tidak seorang pun mengambil mahkotamu.

“Karena engkau menuruti firman-Ku untuk tekun menantikan


Aku …” Walaupun jemaat ini kecil, tetapi mereka menuruti atau
melaksanakan firman Tuhan dan setia menantikan kedatangan-Nya.
Oleh karena itu, Yesus menjanjikan perlindungan bagi jemaat dalam
Daftar2 Isi
Pasal 99

menghadapi pencobaan. “… maka Aku pun akan melindungi engkau


dari hari pencobaan yang akan datang atas seluruh dunia untuk
mencobai mereka yang diam di bumi”. Janji perlindungan terhadap
masa depan merupakan suatu jaminan dari Yesus kepada jemaat di
Filadelphia, bahwa masa depan mereka ada di dalam perlindungan-
Nya. Yesus menjanjikan perlindungan dari hari pencobaan yang akan
terjadi atas seluruh dunia. Dalam konteks ini, Yohanes melihat bahwa
akan ada penganiayaan terhadap orang-orang kudus di masa depan,
yang dilakukan oleh orang-orang yang membenci Kristus. Peng­
aniayaan itu menyebabkan banyak orang akan menjadi martir, tetapi
Yesus menjanjikan perlindungan bagi jemaat (Henry M. Morris,
1983:73; Aune, 1997:240), bahkan Ia menjanjikan kedatangan-Nya
yang segera. “Aku datang segera”, suatu ungkapan yang menyatakan
bahwa Yesus akan datang segera dalam kekuasaan dan kemuliaan-
Nya untuk menghakimi dunia dan mendirikan kerajaan-Nya. Oleh
karena itu, jemaat harus tetap berpegang pada apa yang ada pada
mereka. “Peganglah apa yang ada padamu supaya tidak seorangpun
mengambil mahkotamu”.
Juga janji kedatangan-Nya segera. Mereka dinasihati agar
memegang teguh apa yang ada pada mereka, yakni iman dan
ketekunan. Dengan demikian, tidak ada seorang pun mengambil
mahkota atau pahala yang disediakan bagi mereka.

3:12 Barang siapa menang, ia akan Kujadikan sokoguru di dalam


Bait Suci Allah-Ku, dan ia tidak akan keluar lagi dari situ; dan
padanya akan Kutuliskan nama Allah-Ku, nama kota Allah-Ku,
yaitu Yerusalem baru, yang turun dari sorga dari Allah-Ku, dan
nama-Ku yang baru.

3:13 Siapa bertelinga, hendaklah ia mendengarkan apa yang


dikatakan Roh kepada jemaat-jemaat.
100 SURAT
KITAB WAHYU

Surat ini diakhiri dengan suatu janji eskatologis, yakni mereka


yang menang akan dijadikan sokoguru dalam Bait Allah. Dalam
Perjanjian Lama Bait Suci merupakan suatu tempat di mana jemaat
di mana jemaat bersekutu. Dalam konteks ini Bait Allah adalah jemaat
Allah. Mereka yang setia disebut sebagai soko guru (penopang) bagi
jemaat itu.

Pokok Pemberitaan

• Bertekunlah dalam Menghadapi Penderitaan Hingga Hari


Kedatangan Tuhan.
Jemaat Filadelfia adalah jemaat yang kecil, tetapi mereka tetap tekun
dalam iman dan dalam menaati firman Tuhan. Dalam penglihatan
ini, Yohanes menyampaikan firman dari Tuhan Yesus sebagai “Yang
Kudus, Yang Benar, dan Yang memegang kunci Daud”. Ketiga gelar
ini menunjukkan keberadaan Kristus sebagai Dia yang tidak
terhampiri, yang tetap setia terhadap perjanjian-Nya, dan yang
berkuasa menetapkan masuk tidaknya seseorang ke dalam kerajaan
Mesias.
Oleh karena jemaat ini tetap setia dalam menuruti firman Allah,
maka Kristus menyatakan bahwa pintu kerajaan Mesias tetap ter­
buka bagi mereka. Inilah kesempatan yang indah, yang disediakan
bagi jemaat itu. Karena sekalipun mereka dianiaya oleh orang-orang
Yahudi di Filadelfia, yang dicap sebagai jemaat Iblis, namun jemaat
Filadelfia ini tetap tabah dalam menghadapi penganiayaan dan setia
pada iman mereka, serta tekun dalam melaksanakan firman Tuhan.
Melalui Yohanes, Tuhan Yesus menubuatkan pertobatan orang
Yahudi. Bahwa pada suatu saat mereka akan datang sujud di hadapan
Tuhan dan mengaku iman mereka. Lebih jauh, kepada jemaat ini
juga Tuhan Yesus menjanjikan perlindungan-Nya kepada mereka
dalam menghadapi pencobaan atau penganiayaan yang akan terjadi
Daftar2 Isi
Pasal 101

bagi orang-orang kudus. Dalam penganiayaan itu, banyak orang akan


menjadi martir, tetapi jemaat ini berada dalam perlindungan-Nya.
Oleh sebab itu, jemaat ini dinasihati agar mereka tetap
berpegang teguh kepada apa yang ada pada mereka, yakni tekun
dalam iman dan taat kepada firman-Nya sampai hari kedatangan
Kristus. Barang siapa yang menang, artinya barang siapa yang
bertekun sampai akhir hidupnya, ia akan mendapatkan pahala yang
tidak dapat diambil oleh siapa pun. Kepada jemaat ini Tuhan Yesus
juga berjanji bahwa Ia akan menjadikan mereka sebagai sokoh guru
dalam jemaat Tuhan.
Ajakan untuk bertekun dalam iman dan menaati firman Tuhan
merupakan ajakan yang ditujukan juga bagi semua gereja pada masa
kini. Sebab, dalam sejarah perjalanan gereja pada masa kini, gereja
tidak hanya mengalami sukacita dalam persekutuannya bersama
Tuhan, melainkan juga kadang-kadang, gereja atau orang Kristen
dihadapkan pada penguasa dunia yang dengan berbagai dalih
menghambat pertumbuhan gereja. Namun, gereja dituntut untuk
tetap tekun dan setia melaksanakan firman Tuhan untuk mewujud­
kan kasih di tengah kebencian, dan memberlakukan damai di tengah
permusuhan. Itulah tugas gereja, karena gereja diutus ke dalam
dunia untuk mewujudkan damai sejahtera Allah bagi semua orang,
termasuk mereka yang memusuhi gereja.

surat Kepada Jemaat di Laodikia (3:14-22)

3:14 “Dan tuliskanlah kepada malaikat jemaat di Laodikia: Inilah


firman dari Amin, Saksi yang setia dan benar, permulaan dari
ciptaan Allah.

Jemaat yang ketujuh adalah Laodikia. Laodikia adalah sebuah


kota yang terletak di sebelah tenggara Filadelfia. Kota ini didirikan
102 SURAT
KITAB WAHYU

sekitar tahun 250 SM oleh Antiochus II dari Siria. Kota ini dinamai
menurut nama istrinya, Laodike. Laodikia adalah pusat perbankan
dan industri. Sekitar tahun 60/61 M, kota ini hancur karena gempa
bumi, namun penduduknya dapat membangun kembali kota itu
tanpa bantuan dari pemerintah pusat. Kota ini terkenal dengan wool
hitamnya yang biasa dipakai untuk membuat pakaian dan karpet.
Laodikia juga terkenal dengan obat pengoles mata yang dihasilkan
(Ladd, 1972:64). Dengan demikian, penduduk kota Laodikia relatif
adalah orang-orang yang kaya. Tampaknya jemaat ini didirikan oleh
Epafras. Jemaat ini memiliki hubungan yang dekat dengan jemaat
Laodikia, sehingga lima kali jemaat ini disebut dalam Surat Kolose
(2:1; 4:13, 15; 16 (2 kali).
Dalam surat ini terdapat tiga gelar yang disebutkan berturut-
turut yaitu pertama, Amin. Kata “Amin” adalah satu istilah Ibrani yang
berarti kebenaran. Sapaan seperti ini dikenakan kepada Allah. Dalam
teks Yesaya 65:16, Allah disapa sebagai Allah yang benar. Sapaan itu
dipakai bukan terutama membuktikan bahwa Allah Israel itu benar,
tetapi untuk menyatakan bahwa Allah Israel itu setia dengan
perjanjian-Nya. Oleh karena itu, Ia dipercaya dapat memelihara
perjanjian dengan umat-Nya (Aune, 1997:249, 255). LAI me­
nerjemahkannya dengan “Allah yang setia”. Dalam konteks Kitab
Wahyu, gelar itu dikenakan kepada Kristus untuk menyatakan bahwa
Kristus adalah penjelmaan dari kebenaran dan kesetiaan Allah. Arti
gelar ini sama dengan yang kedua yaitu: Saksi yang setia dan benar
(bnd. Why. 1:5). Gelar yang ketiga adalah Permulaan dari ciptaan
Allah. Gelar itu diterjemahkan dari bahasa Yunani, yang dapat berarti:
“asal” atau “sumber” dari ciptaan. Terjemahan terakhir ini mungkin
lebih tepat. Sebab ungkapan: “permulaan dari segala ciptaan” bisa
disalahpahami, seolah-olah Kristus termasuk dalam ciptaan. Gelar
ini memiliki kesamaan dengan Kolose 1:15. Dalam konteks Surat
Kolose, Kristus disebut sebagai yang sulung, lebih utama dari segala
Daftar2 Isi
Pasal 103

yang diciptakan. Maksudnya, bukan Kristus adalah ciptaan pertama


dari semua ciptaan, melainkan “sumber” dari segala yang diciptakan.
Jadi, maksud gelar ini bukan berarti Kristus adalah ciptaan Allah
(Ladd, 1997:65). Maksudnya adalah, Kristus telah ada sebelum segala
sesuatu ada. Ia adalah sumber segala ciptaan.

3:15 Aku tahu segala pekerjaanmu: engkau tidak dingin dan tidak
panas. Alangkah baiknya jika engkau dingin atau panas!

3:16 Jadi, karena engkau suam-suam kuku, dan tidak dingin atau
panas, Aku akan memuntahkan engkau dari mulut-Ku

Yesus mencela jemaat ini karena aktivitas mereka dalam


pelayanan gereja suam-suam kuku saja, artinya tidak panas, maupun
tidak dingin, ayat 15-16. Dalam pengertian lain, aktivitas itu
dilakukan sebagai suatu rutinitas. Mereka sendiri telah memilih
kekristenan, tetapi tidak merasakan kegairahan persekutuan
bersama dengan Kristus. Kekristenan dipandang sebagai stiker
pribadi saja, tanpa dibarengi dengan suatu kualitas pelayanan
sebagai orang Kristen yang sungguh-sungguh di hadapan Allah.
Padaha, yang Allah kehendaki adalah jika engkau dingin atau panas!
Ungkapan ini merupakan gambaran yang hidup dalam kaitan dengan
latar belakang daerah di Laodikia sendiri. Sebab tujuh mil di sebelah
utara Laodikia terdapat kota Hieropolis yang memiliki sumber air
panas yang sangat terkenal, karena digunakan untuk penyembuhan
berbagai penyakit. Sebaliknya, di Kolose terdapat aliran air dingin
dan sangat baik untuk diminum. Sementara di Laodikia air di sana
tidak memiliki kualitas yang baik, sebab airnya suam-suam kuku
saja. Karena air panas itu mengalir melalui lereng tebing yang curam,
berhadapan dengan Laodikia, lalu lambat laun air yang panas itu
menjadi suam-suam kuku sebelum mencapai muara (Mitchell G.
Reddish, 2001:83).
104 SURAT
KITAB WAHYU

Gambaran ini digunakan untuk melukiskan keadaan jemaat di


Laodikia yang suam-suam kuku dalam pelayanan dan kehidupan
kerohaniannya. Sementara yang Allah kehendaki adalah jemaat
Laodikia itu dingin atau panas (Mounce, 1977:109). Dari ungkapan
ini, jelas dibutuhkan suatu sikap untuk mengambil keputusan.
Keputusannya adalah: “dingin” atau “panas”. Bukan “antara panas
dan dingin” atau “suam-suam kuku”, melainkan dengan sikap yang
tegas memilih dingin atau panas. Air yang dingin dan panas itu
dibutuhkan orang sebab bermanfaat bagi manusia. Dalam kaitan
dengan sikap etis dan kualitas kehidupan spiritualitas, dan pelayanan
jemaat di Laodikia, aspek yang perlu adalah agar jemaat itu
bermanfaat bagi masyarakat sekitarnya. Sebab yang Allah kehendaki
adalah kualitas pelayanan dan kehidupan rohani yang bermanfaat
bagi orang-orang di sekitar jemaat itu. Sebaliknya, jika kehidupan
jemaat tidak memiliki manfaat, maka mereka akan dibuang. Keadaan
itu menjijikkan bagi Allah. Itulah sebabnya mereka akan dimuntahkan
kepada penghakiman Allah.

Di kota tua Hieropolis terdapat sumber air panas dan air dingin.
Daftar2 Isi
Pasal 105

3:17 Karena engkau berkata: Aku kaya dan aku telah memperkayakan
diriku dan aku tidak kekurangan apa-apa, dan karena engkau
tidak tahu, bahwa engkau melarat, dan malang, miskin, buta
dan telanjang,

3:18 maka Aku menasihatkan engkau, supaya engkau membeli dari


pada-Ku emas yang telah dimurnikan dalam api, agar engkau
menjadi kaya, dan juga pakaian putih, supaya engkau
memakainya, agar jangan kelihatan ketelanjanganmu yang
memalukan; dan lagi minyak untuk melumas matamu, supaya
engkau dapat melihat.

3:19 Barang siapa Kukasihi, ia Kutegor dan Kuhajar; sebab itu


relakanlah hatimu dan bertobatlah.

Ternyata penyebab jemaat di Laodikia hanya suam-suam kuku


adalah karena mereka membanggakan diri sebagai jemaat yang kaya,
tidak hanya secara jasmani tetapi juga secara rohani, karena mereka
masih mengunjungi ibadah-ibadah gerejawi. Jadi, mereka merasa
puas dan aman, tetapi sebenarnya itu adalah suatu perasaan puas
dan aman yang palsu. Sebab, ibadah-ibadah yang mereka lakukan
itu hanya sebagai suatu rutinitas, formalitas, dan seremonial saja.
Situasi itu menyebabkan mereka dikatakan melarat, malang, miskin,
buta, dan telanjang (ay. 17). Itulah sebabnya mereka dinasihati agar
membeli atau berusaha memperoleh emas yang telah dimurnikan
dalam api, supaya mereka kaya. Emas yang dimaksudkan di sini
adalah simbol untuk “harta rohani” atau firman yang merupakan
kekayaan rohani yang tak ternilai harganya. Selanjutnya jemaat
dinasihati untuk membeli baju putih, sebagai lambang “pakaian
kebenaran” atau “kehidupan yang benar”. Maksudnya, jemaat perlu
mengalami suatu pembaharuan hidup rohani, suatu ciptaan baru.
Yang terakhir adalah minyak pelumas mata. Ungkapan terakhir ini
mempunyai hubungan dengan dunia kedokteran yang tidak asing
106 SURAT
KITAB WAHYU

bagi orang Laodikia. Karena di kota itu terdapat satu sekolah


kedokteran pada waktu itu, yang khusus menangani penyakit mata
(Reddish, 2001:82). Jadi, ilustrasi ini diangkat dari konteks jemaat
itu sendiri. Dalam hubungan dengan kata-kata Yesus ini, maka
ungkapan “minyak pelumas mata” berarti, suatu pengenalan yang
benar atau hikmat dari Allah, supaya dapat melihat atau mengenal
akan kebenaran Allah. Bila dibandingkan dengan jemaat-jemaat
lainnya, maka celaan dan nasihat kepada jemaat yang terakhir ini
laksana rotan yang sangat keras. Namun, rotan itu dilakukan
berdasarkan kasih. Jadi, kasih di sini diwujudkan dalam bentuk
“rotan” kepada jemaat itu agar mereka bertobat (ay. 19).

3:20 Lihat, Aku berdiri di muka pintu dan mengetok; jikalau ada
orang yang mendengar suara-Ku dan membukakan pintu, Aku
akan masuk mendapatkannya dan Aku makan bersama-sama
dengan dia, dan ia bersama-sama dengan Aku.

Oleh karena jemaat di Laodikia hanya puas dengan rutinitas dan


seremonial dalam ibadah mereka, serta bangga dengan keadaan
mereka sebagai jemaat yang kaya, maka Kristus hanya dijadikan
sebagai tamu atau orang asing. Sebagai tamu, Ia berdiri di muka pintu
sambil mengetuk agar Ia diperkenankan masuk ke dalam perse­
kutuan jemaat. “Lihat, Aku berdiri di muka pintu dan mengetok…”.
Gambaran ini merupakan suatu ironi. Jemaat itu adalah milik Kristus,
tetapi anehnya, Kristus di sini diberlakukan sebagai orang asing saja.
Ini berarti bahwa jemaat Laodikia, dalam sikap hidupnya, telah
memperlakukan Kristus sebagai “tamu” atau “orang asing” yang
tidak termasuk dalam persekutuan mereka. “… jikalau ada orang
yang mendengar suara-Ku dan membukakan pintu, Aku akan
masuk mendapatkannya…”. Dengan mengetok pintu, Ia berharap
bahwa ada orang yang mendengar bunyi ketokan-Nya dan membuka
pintu bagi Kristus. “Membuka pintu” merupakan suatu respons atau
Daftar2 Isi
Pasal 107

sambutan untuk menerima tamu, yaitu Kristus yang sedang berdiri


di depan pintu. Dalam konteks ini, jemaat Laodikia harus mem­
berikan res­pons atau sambutan terhadap Kristus. Respons yang
dimaksudkan merupakan suatu bentuk pertobatan atau pemba­ruan
hidup untuk menyambut Kristus dalam persekutuan mereka
(Mounce, 1977:113).
Bagi orang yang membukakan pintu, atau memberikan respons,
Ia akan masuk mendapatkannya dan makan bersama dengannya.
“Aku makan bersama-sama dengan dia dan ia bersama-sama dengan
Aku”. “Makan bersama” dalam dunia Israel purba memiliki makna
yang sangat besar, yakni menggambarkan suatu keakraban dan
persahabatan. Yesus sendiri, ketika Ia melakukan pelayanan di
Palestina, Ia makan bersama dengan para pemungut cukai dan orang
berdosa (Mat. 9:10; Luk. 15:1), sekalipun Ia dikritik dan dicap sebagai
pelahap dan peminum sahabat pemungut cukai dan orang berdosa
(Luk. 7:34). Dalam konteks Wahyu, perjamuan makan bersama
adalah terbentuknya suatu persekutuan bersama dengan Kristus.
Suatu persekutuan yang indah dan intim bersama Dia. Dalam Lukas
22:30, Yesus berkata kepada murid-murid-Nya, “bahwa kamu akan
makan dan minum semeja dengan Aku di dalam kerajaan-Ku”
(Robert H. Mounce, 1977:113). Dengan demikian, persekutuan itu
tidak hanya berlangsung dalam ibadah jemaat dan perjamuan kudus,
tetapi juga akan berlangsung terus sampai kepada perjamuan
Mesianik dalam Kerajaan Surga.

3:21 Barang siapa menang, ia akan Kududukkan bersama-sama


dengan Aku di atas takhta-Ku, sebagaimana Aku pun telah
menang dan duduk bersama-sama dengan Bapa-Ku di atas
takhta-Nya.

3:22 Siapa bertelinga, hendaklah ia mendengarkan apa yang


dikatakan Roh kepada jemaat-jemaat.
108 SURAT
KITAB WAHYU

Kalimat “Barang siapa menang” merupakan suatu ungkapan


yang biasa kita jumpai dalam suatu perlombaan. Mereka yang
menang diberikan hadiah berupa medali atau mahkota. Dalam surat
kepada ketujuh jemaat di Asia Kecil ini, ungkapan ini dipakai
berulang-ulang. Ungkapan ini memiliki makna bahwa mereka yang
menang atau berhasil dalam perjuangan imannya menghadapi
berbagai kesulitan dan penderitaan akan mendapat pahala. Dalam
kaitan dengan jemaat di Laodikia, Tuhan Yesus berjanji bahwa
hadiahnya adalah “ia akan Kududukan bersama-sama dengan Aku
di atas takhta-Ku”. Kalimat terakhir ini merupakan suatu ungkapan
simbolis yang menyatakan bahwa orang Kristen di Laodikia yang
menang akan mengambil bagian bersama dengan Kristus, sama
seperti Kristus sendiri yang telah menang atas kuasa maut, sehingga
Ia mengambil bagian dalam pemerintahan Allah (Flp. 2:5-11)
(Robbins, 1975:81).

Pokok Pemberitaan.

• Pembanggaan Diri dan Rasa Nyaman yang Palsu


Laodikia, sebagai kota industri, adalah sebuah kota yang penduduk­
nya kaya dan hidup makmur. Oleh sebab itu, warga jemaat di kota
ini pun hidup makmur secara jasmani. Kehidupan yang kaya dan
makmur itu membuat mereka bangga dan puas dengan rutinitas
ibadah-ibadah mereka, namun mereka tidak tahu, bahwa kehidupan
mereka secara rohani sangat memprihatinkan. Ada dua ungkapan
yang melukiskan keprihatinan itu. Pertama, secara rohani mereka
sedang melarat, dan malang, serta miskin, buta, dan telanjang. Oleh
sebab itu, mereka dinasihati untuk membeli emas sebagai lambang
firman Allah dan pakaian putih sebagai simbol pakaian kebenaran
serta minyak pelumas mata sebagai lambang pengenalan yang benar
atau hikmat dari Allah supaya mereka dapat melihat atau mengenal
Daftar2 Isi
Pasal 109

akan kebenaran Allah. Kedua, kehidupan kerohanian mereka


digambarkan sebagai suam-suam kuku, artinya tidak dingin ataupun
tidak panas. Mereka telah dibaptis dan menjadi Kristen tetapi tidak
ada gairah atau semangat persekutuan bersama dengan Kristus.
Kekristenan hanya sebagai striker saja tanpa kualitas hidup yang
sungguh-sungguh sebagai orang Kristen. Dalam perkataan lain,
kehidupan kerohanian mereka biasa-biasa saja. Ibadah-ibadah
dilaksanakan sebagai suatu rutinitas dan seremonial saja. Padahal
yang Kristus kehendaki adalah mereka panas atau dingin artinya
kehidupan dan persekutuan mereka bermanfaat atau bermakna bagi
masyarakat sekitar.
Keadaan ketelanjangan dan suam-suam kuku itu menjijikkan
bagi Allah. Oleh sebab itu, mereka diancam akan dimuntahkan.
Memang, teguran kepada jemaat ini sangat keras. Namun, teguran
itu disampaikan sebagai rotan karena didorong oleh kasih, yakni
kasih Kristus kepada jemaat di Laodikia, agar mereka bertobat.
Dengan adanya pertumbuhan ekonomi pada masa kini, keli­
hatan gereja-gereja kita semakin kaya dengan adanya gedung-
gedung gereja yang semakin menjulang tinggi dan besar serta
mewah. Keadaan ini membuktikan bahwa jumlah anggota jemaat
kita semakin bertambah dan secara fisik semakin kaya. Tentu kita
bangga dan menyambut baik pertambahan anggota jemaat dan
semakin meningkatnya tingkat ekonomi umat. Namun, kebanggaan
itu menjadi suatu kebanggaan yang palsu jika tidak dibarengi dengan
semangat dan gairah umat untuk melaksanakan firman Tuhan
dengan setia dan taat untuk meningkatkan kualitas hidup mereka
sebagai orang beriman. Meningkatnya tindakan-tindakan asusila,
kemabukan, pencurian, korupsi, dan tindakan-tindakan kejahatan
lainnya yang dilakukan oleh warga gereja kita, membuktikan bahwa
kualitas kehidupan kerohanian umat hanya suam-suam kuku saja.
Kehidupan jemaat yang mestinya menjadi kesaksian bagi warga
110 SURAT
KITAB WAHYU

sekitar malah hilang dengan sikap hidup jemaat yang menimbulkan


cibiran banyak orang. Keadaan ini merupakan tanggung jawab gereja
pada masa kini untuk membawa kembali warga jemaat kepada
ketaatan yang sungguh-sungguh akan firman Tuhan dan suatu
kehidupan yang baru di dalam persekutuan dengan Tuhan, sehingga
kehidupan kerohanian umat semakin berkualitas dan menjadi suatu
kesaksian yang bermanfaat bagi warga sekitarnya.

• Lihat, Aku berdiri di Muka Pintu dan Mengetuk


Situasi jemaat Laodikia yang suam-suam kuku dan yang bertelanjang
serta yang buta terhadap kebenaran, membuat mereka menutup
pintu hati mereka dan menempatkan Tuhan Yesus sebagai tamu atau
orang asing. Padahal jemaat itu adalah milik Kristus sebab Kristuslah
yang memungkinkan jemaat itu berdiri. Namun, jemaat di Laodikia
menutup pintu hati mereka terhadap Tuhan Yesus. Sikap jemaat ini
merupakan sesuatu yang ironis, sebab pemilik jemaat dijadikan tamu
atau orang asing.
Oleh sebab itu, kepada jemaat di Laodikia, Tuhan Yesus berkata,
“Lihat! Aku berdiri di muka pintu dan mengetuk, jikalau ada orang
yang mendengar suara-Ku dan membukakan pintu, Aku akan masuk
mendapatkannya dan Aku makan bersama-sama dengan dia, dan ia
bersama-sama dengan Aku”. Ungkapan “Lihat” merupakan suatu
bentuk ajakan untuk memberikan respons terhadap Tuhan Yesus
yang sedang berdiri di muka pintu untuk mengetuk pintu hati jemaat.
Tidak hanya itu! Ia juga menyapa atau memanggil jemaat untuk
memberikan respons terhadap panggilan-Nya itu. Jika ada warga
jemaat yang mendengar bunyi ketukan dan panggilan-Nya, maka Ia
akan masuk dan makan bersama dengan dia dan dia dengan Tuhan
Yesus. “Makan bersama” merupakan suatu bentuk persahabatan
untuk membangun relasi persekutuan dan persaudaraan yang akrab,
indah, dan bahagia. Bagi warga jemaat yang mendengar ketukan dan
Daftar2 Isi
Pasal 111

suara panggilan Tuhan Yesus serta memberikan respons lalu


membukakan pintu dan menyambut kedatangan Tuhan Yesus,
mereka akan hidup bersama dalam satu persekutuan yang indah
bersama dengan Dia. Bagi warga jemaat yang menang, yaitu mereka
yang meninggalkan kehidupan rohani yang suam-suam kuku, dan
yang bertelanjang serta yang tetap melakukan kebenaran firman
Allah, mereka akan duduk bersama atau mengambil bagian bersama
dengan Kristus dalam pemerintahan-Nya atas bangsa-bangsa.
Pasal 4:1-11
Kedua Puluh Empat Tua-Tua dan
Keempat Binatang

4:1 Kemudian dari pada itu aku melihat: Sesungguhnya, sebuah


pintu terbuka di sorga dan suara yang dahulu yang telah
kudengar, berkata kepadaku seperti bunyi sangkakala, katanya:
Naiklah ke mari dan Aku akan menunjukkan kepadamu apa
yang harus terjadi sesudah ini.

Pasal ini dimulai dengan ungkapan: sebuah pintu terbuka di


surga. Ungkapan ini mengingatkan kita kepada pandangan kuno
dalam Perjanjian Lama, bahwa langit adalah sebuah kubah besar
yang menopang surga. Kubah itu memiliki pintu, sehingga bila pintu
itu terbuka, maka surga dapat dilihat. Ungkapan yang sama juga
mengingatkan kita pada penglihatan Yehezkiel. Dalam Yehezkiel 1:1
dikatakan bahwa ketika Yehezkiel bersama dengan para buangan di
tepi sungai Kebar, terbukalah langit dan ia melihat penglihatan-
penglihatan tentang Allah (de Heer, 2003:63). Dalam konteks Kitab
Wahyu, jelas bahwa pintu surga dibuka oleh Allah kepada Yohanes
untuk melihat apa yang tidak bisa dilihat oleh manusia pada
umumnya, yakni ia diperbolehkan oleh Allah untuk melihat ke dalam
surga. Suatu kesempatan yang dibukakan baginya untuk melihat

112
Daftar4 Isi
Pasal 113

kuasa dan kemuliaan Allah. Penglihatan itu memiliki makna bahwa


Allah memperkenankan umat-Nya mengetahui peristiwa-peristiwa
yang akan segera terjadi, sekaligus memberikan penghiburan kepada
Yohanes dan jemaat-jemaat yang disapa dalam kitab ini bahwa pintu
surga terbuka bagi mereka yang tetap tekun dan tabah dalam
menghadapi penganiayaan karena nama Kristus. Pertanyaan yang
timbul adalah, Apakah penglihatan itu hanya sekadar suatu
pengalaman indah dan penghiburan bagi Yohanes? Tentu tidak.
Penglihatan itu mengandung suatu harapan bagi semua orang yang
tetap tekun dan tabah dalam imannya kepada Kristus. Dalam
perkataan lain, harapan itu diraih dengan suatu pergumulan dan
perjuangan iman oleh warga jemaat.
Menyusul terbukanya pintu surga, terdengar suara yang dahulu,
yang telah kudengar. Ungkapan ini mengacu kepada rumusan dalam
Wahyu 1:10, 11. Di situ kita membaca “suara seperti bunyi
sangkakala” yang memerintahkan Yohanes untuk menuliskan dalam
sebuah kitab tentang apa yang ia lihat dan dikirimkan kepada ketujuh
jemaat (Aune, 1997:282). Tidak jelas apakah suara ini adalah dari
Tuhan atau dari malaikat. Kemungkinan besar yang pertama yang
dimaksudkan. Namun, jelas maksud suara ini adalah mengajak
Yohanes untuk naik dan melihat apa yang akan segera terjadi.

4:2 Segera aku dikuasai oleh Roh dan lihatlah, sebuah takhta terdiri
di sorga, dan di takhta itu duduk Seorang.

Kemudian Yohanes dikuasai oleh Roh, lalu ia melihat ada sebuah


takhta terdiri di sorga dan di atas takhta itu duduk Seorang. Orang
yang dimaksudkan di sini adalah Allah sendiri yang duduk di atas
takhta-Nya. Gambaran ini menyatakan kepada Yohanes bahwa Allah
yang duduk di atas takhta itu memiliki wibawa dan kuasa yag mutlak
atas segala sesuatu dalam alam semesta. Penglihatan ini merupakan
suatu bentuk penghiburan bagi Yohanes dan jemaat yang disapa
114 SURAT
KITAB WAHYU

dalam Kitab Wahyu, bahwa Allah berkuasa atas segala peristiwa yang
akan segera terjadi, termasuk peristiwa yang dialami oleh umat-Nya.
Ia sedang menjalankan pemerintahan-Nya dari atas takhta-Nya itu
atas bangsa-bangsa termasuk umat-Nya itu.

4:3 Dan Dia yang duduk di takhta itu nampaknya bagaikan permata
yaspis dan permata sardis; dan suatu pelangi melingkungi
takhta itu gilang-gemilang bagaikan zamrud rupanya.

Ketika Yohanes melihat ke takhta itu, maka Dia yang duduk di


atas takhta itu tampaknya bagaikan permata yaspis dan permata
sardis; dan suatu pelangi melingkungi takhta itu gilang-gemilang
bagaikan zamrud. Yaspis adalah sejenis permata yang berwarna
hijau. Sardis berwarna merah, sedangkan zamrud adalah batu kristal
yang memantulkan warna-warni seperti pelangi. Permata-permata
itu merupakan gambaran yang melukiskan tentang kemuliaan Allah.
Yang paling menarik dari gambaran ini adalah, pelangi yang
melingkungi takhta itu. Perkataan pelangi mengingatkan kita kepada
peristiwa air bah (Kej. 9:13). Dalam pasal itu pelangi menyatakan
kesetiaan Allah kepada janji-Nya (Ladd, 1997:73). Melalui peng­
lihatan ini, Allah memperkenankan Yohanes melihat kemuliaan-Nya,
dan sekali lagi Yohanes dihiburkan, bahwa Orang yang duduk di atas
takhta itu tidak hanya berkuasa atas segala peristiwa dalam alam
semesta, tetapi Ia juga setia terhadap perjanjian yang Ia lakukan
kepada umat-Nya.

4:4 Dan sekeliling takhta itu ada dua puluh empat takhta, dan di
takhta-takhta itu duduk dua puluh empat tua-tua, yang
memakai pakaian putih dan mahkota emas di kepala mereka.

Selain itu, Yohanes juga melihat dua puluh empat tua-tua yang
memakai pakaian putih dan makhota emas (ay. 4). Ada perbedaan
analisis terhadap angka 24 tua-tua itu. Walvoord berpendapat bahwa
Daftar4 Isi
Pasal 115

angka 24 mengingatkan kita pada pembagian keimaman dalam


tradisi Perjanjian Lama, di mana para imam dibagi dalam 24
rombongan atau kelompok, dan setiap kelompok diwakili oleh satu
orang imam. Mereka me­wakili semua imam dan pada saat yang sama
mereka mewakili seluruh bangsa Israel. Imam Zakharia, ayah
Yohanes Pembaptis, adalah bagian dari sistem rotasi imam ini ketika
ia dipilih untuk mempersembahkan dupa di bait suci Yerusalem (Luk.
1:8). Dalam cara yang serupa, 24 tua-tua yang disebutkan dalam
Kitab Wahyu, dianggap sebagai representasi dari seluruh imam
dan pada saat yang sama mereka mewakili seluruh orang Israel
(Walvoord, 2011:100). Persoalannya adalah, apakah dua puluh
empat tua-tua itu hanya mewakili seluruh orang Israel saja? Padahal
penglihatan Yohanes ini juga berkaitan dengan penderitaan yang
dialami oleh umat Kristen. Pendapat lain disampaikan oleh Ladd,
bahwa 24 tua-tua itu adalah malaikat surgawi yang mengemban
pemerintahan Allah atas alam semesta (Ladd, 1972:75); atau adalah
malaikat yang tinggi pangkatnya ditugasi untuk menyampaikan
maksud Allah bagi dunia dan mereka menyembah serta memuliakan
Allah di surga (de Heer, 2003:64). Persoalan yang timbul adalah,
apakah ada bukti bahwa malaikat adalah raja yang memakai
mahkota? Atau apakah malaikat diberi tugas untuk menghakimi
manusia? Pendapat yang bisa dipertahankan adalah, bahwa dua
puluh empat tua-tua itu adalah keseluruhan umat Allah atau orang-
orang kudus, baik dalam Perjanjian Lama maupun dalam Perjanjian
Baru (Robbins, 1975:86; Henry M. Morris, 1983:88; Kistemaker,
2011:200,2001; Fowler, 2013:154). Alasannya adalah, mereka adalah
orang-orang yang telah dalam perjuangan iman mereka. Oleh sebab
itu, mereka diberikan mahkota. Jika kita menerima pandangan para
penafsir yang disebut terakhir ini, maka angka 24 itu menunjuk
kepada semua orang kudus, baik dari lingkungan Israel maupun
Kristen. Sedangkan tua-tua merupakan sapaan yang kita jumpai dua
116 SURAT
KITAB WAHYU

kali dalam Perjanjian Lama. Pertama dalam Yesaya 24:23, yang


menggambarkan suatu peristiwa eskatologis, dan kedua, dalam
Keluaran 24:9-10 yang mengisahkan tentang tujuh puluh tua-tua
yang menemani Musa naik ke gunung Sinai, di mana mereka
mendapat penglihatan dari Allah.
Ke-24 tua-tua yang memakai pakaian putih itu merupakan suatu
ungkapan yang menunjuk kepada kemuliaan surgawi (bnd. Mat.
17:3; par.). Selanjutnya dikatakan bahwa ke-24 tua-tua itu memakai
mahkota emas (bnd. 4:4, 10; 9:7; 14:14). Ada dua jenis mahkota
dalam Kitab Wahyu, yang melibatkan dua kata Yunani yang
berbeda. Salah satunya adalah mahkota para penguasa (kaisar)
(Yun. diadem), yang merupakan mahkota yang melambangkan
otoritas pemerintah. Yang lainnya adalah mahkota pemenang (Yun.
stephanos), seperti yang diberikan dalam pertandingan ketika
seseorang memenangkan perlombaan atau beberapa kontes.
Mahkota ini berupa sebuah karangan bunga yang terdiri dari
dedaunan atau logam mulia yang dibentuk menyerupai dedaunan,
dan dipakai sebagai simbol kehormatan, kemenangan, atau sebagai
lencana jabatan tinggi. Para tetua mengenakan stephanos, sebagai
mahkota seorang pemenang. Mahkota itu terbuat dari emas,
menunjukkan bahwa para penatua telah diberikan hadiah atas
kemenangan yang telah dicapai (Walvoord, 2011:101).

4:5 Dan dari takhta itu keluar kilat dan bunyi guruh yang menderu,
dan tujuh obor menyala-nyala di hadapan takhta itu: itulah
ketujuh Roh Allah.

Di samping Yohanes melihat kemuliaan Allah serta martabat


dan keagungan yang diberikan kepada tua-tua itu, Ia juga melihat
kilat dan mendengar bunyi guruh. Kilat dan guruh melukiskan
tentang kehadiran Allah. Bunyi guruh dan kilat mengingatkan kita
pada peristiwa ketika Musa bersama dengan orang Israel tiba di
Daftar4 Isi
Pasal 117

Gunung Sinai (bnd. Kel. 19:16). Dalam konteks Kitab Wahyu, Yohanes
menyatakan bahwa Tuhan datang dan hadir di tengah pergumulan
umat-Nya untuk menguatkan mereka dalam menghadapi penga­
niayaan dan penderitaan. Lebih jauh, Yohanes melihat tujuh obor
yang menyala-nyala di hadapan takhta itulah tujuh Roh Allah (bnd.
1:4). Dalam Perjanjian Baru kita bertemu dengan manifestasi Roh
Allah dalam bentuk yang berubah-ubah. Ketika Roh turun ke atas
Yesus pada waktu baptisan-Nya, orang-orang yang hadir di situ
melihat “Roh Allah turun seperti burung merpati” dan bersandar
pada Yesus (Mat. 3:16). Pada hari Pentakosta, kedatangan Roh
terlihat seperti lidah-lidah api (lih. Kis. 2:3). Dalam ayat ini
Yohanes melihat Roh itu dalam bentuk tujuh obor yang menyala-
nyala sebagai sarana yang dengannya Yohanes diberi tahu tentang
kehadiran Roh Kudus. Kita dapat menyimpulkan bahwa Tritunggal
itu hadir dalam adegan surgawi ini. Masing-masing dalam bentuk
yang berbeda, wahyu khusus-Nya (Walvoord, 2011:101).

4:6 Dan di hadapan takhta itu ada lautan kaca bagaikan kristal; di
tengah-tengah takhta itu dan di sekelilingnya ada empat
makhluk penuh dengan mata, di sebelah muka dan di sebelah
belakang.

4:7 Adapun makhluk yang pertama sama seperti singa, dan makhluk
yang kedua sama seperti anak lembu, dan makhluk yang ketiga
mempunyai muka seperti muka manusia, dan makhluk yang
ke­empat sama seperti burung nasar yang sedang terbang.

4:8 Dan keempat makhluk itu masing-masing bersayap enam, se­


ke­lilingnya dan di sebelah dalamnya penuh dengan mata, dan
dengan tidak berhenti-hentinya mereka berseru siang dan
malam: “Kudus, kudus, kuduslah Tuhan Allah, Yang Mahakuasa,
yang sudah ada dan yang ada dan yang akan datang.”
118 SURAT
KITAB WAHYU

4:9 Dan setiap kali makhluk-makhluk itu mempersembahkan puji-


pujian, dan hormat dan ucapan syukur kepada Dia, yang duduk
di atas takhta itu dan yang hidup sampai selama-lamanya,

4:10 maka tersungkurlah kedua puluh empat tua-tua itu di hadapan


Dia yang duduk di atas takhta itu, dan mereka menyembah Dia
yang hidup sampai selama-lamanya. Dan mereka melemparkan
mah­kotanya di hadapan takhta itu, sambil berkata:

4:11 “Ya Tuhan dan Allah kami, Engkau layak menerima puji-pujian
dan hormat dan kuasa; sebab Engkau telah menciptakan segala
sesuatu; dan oleh karena kehendak-Mu semuanya itu ada dan
diciptakan.

Penglihatan yang lain adalah lautan kaca bagaikan kristal. Sekali


lagi terjadi perbedaan pandangan di antara para ahli tafsir. de Heer
berpendapat bahwa kalimat lautan kaca bagaikan kristal itu dikutip
dari Yehezkiel 1:22, 26 yang digabung dengan Mazmur 104:3. Makna
penggabungan ini adalah gambaran puitis dari jarak antara manusia
dan kemuliaan Allah (de Heer, 2003:67). Sebab keagungan dan
kemuliaan Allah itu begitu hebat, sehingga ada batas antara Allah
sebagai Pencipta dan manusia sebagai makhluk ciptaan-Nya.
Pertanyaan yang timbul adalah, penglihatan Yohanes di sini bersifat
simbolis. Perhatikan kata “bagaikan” atau “seperti”, sehingga lautan
kaca itu tidak bisa ditafsirkan secara teologis. G.B. Caird memiliki
pandangan yang berbeda. Menurutnya, lautan kaca bagaikan kristal
itu adalah lautan kejahatan yang darinya keluar monster dalam
Wahyu 13:1 (Caird, 1966:65). Persoalannya adalah apakah di surga
ada tempat penampungan bagi kejahatan, yang kemudian
menampakkan diri sebagai binatang yang keluar dari dalam laut
dalam Wahyu 13:1 itu? Tampaknya pandangan ini sulit diterima.
Para penafsir lain mengaitkan lautan bagaikan kaca itu dengan
“laut perunggu” yang ditempatkan di bait Suci, antara altar luar dan
Daftar4 Isi
Pasal 119

Sanctuary, dan berisi air untuk para imam untuk menyucikan diri
mereka sebelum mereka memasuki tempat Suci atau melayani di
altar (Kel. 30:17-21; 1Raj. 7:23-26). Di bagian candi yang sama, di
sana ada juga sepuluh baskom untuk mencuci persembahan (1Raj.
7:38-39; 2Taw. 4,6). Lautan kaca tampaknya memiliki fungsi yang
sama dengan air di bait Allah: yaitu sebagai air memurnikan para
martir dan orang-orang kudus yang memasuki tempat Suci surgawi
(Walvoord, 2011:102; John and Gloria Ben-Daniel, 2016:26).
Mungkin saja penglihatan Yohanes tentang lautan kaca bagaikan
kristal itu mengingatkan kita mengenai tempat pembasuhan di bait
Suci itu sebagai tempat pemurnian para martir dan orang-orang
kudus. Lalu, mengapa Yohanes menambahkan kata-kata “bagaikan
kristal”? Dalam Kitab Wahyu, kata “kristal” terdapat tiga kali. Selain
dalam Wahyu 4:6, kita juga bisa jumpai dalam Wahyu 21:11, dan
Wahyu 22:1. Dalam Wahyu 21:11, Yohanes menggambarkan
Yerusalem baru itu penuh dengan kemuliaan Allah “jernih seperti
kristal”. Lalu dalam Wahyu 22:1, Yohanes ditunjukkan sungai air
kehidupan yang jernih bagaikan kristal. Jadi, Yohanes memakai
simbol kristal untuk menggambarkan kejernihan dari apa yang ia
lihat. Maksudnya, di hadapan Allah segala sesuatu terlihat jernih
atau terang benderang. Di situ pula kita melihat muka dengan muka
(1Kor. 13:12). Tidak ada sesuatu pun yang tersembunyi di hadapan
takhta-Nya.
Selanjutnya, Yohanes melihat bahwa empat makhluk penuh
dengan mata. Yang pertama seperti singa, yang kedua seperti anak
lembu, yang ketiga seperti manusia, dan yang keempat seperti
burung nazar. Para pakar memberikan pendapat yang sama, bahwa
gambaran ini memiliki persamaan dengan penglihatan dalam
Yehezkiel (Yeh. 1:5, 6, 7, 8, 10; 10:1-21), tetapi mereka berbeda dalam
mengartikan makhluk-makhluk itu. Beasley-Murray berpendapat
bahwa angka empat itu menggambarkan empat penjuru alam dan
120 SURAT
KITAB WAHYU

perbintangan utama dari zodiak (Fowler, 2013:155). Sementara


empat makhluk hidup, masing-masing memiliki enam sayap dan
mata penuh di sekeliling dan di dalam, yang mungkin melambangkan
kecepatan gerakan dan kecerdasan dan ketajaman yang luar biasa.
Seperti kerub dalam penglihatan Yehezkiel (10:20-22). Penampilan
mereka masing-masing seperti singa, lembu, manusia, dan elang,
dan mereka terus-menerus memuji Tuhan. Keempat makhluk itu
mungkin adalah tatanan malaikat agung yang terlibat dalam me­
layani Tuhan dan memimpin bala tentara surgawi dalam menyem­
bah dan memuji Tuhan (lih. Yes. 6:2-3; Yeh. 6:10; 10:14). Penampilan
mereka juga memiliki simbol yang menggambarkan fungsinya.
Makhluk yang pertama memiliki “kekuatan seperti singa” (lih. Mzm.
103:20). Makhluk yang kedua memiliki “kemampuan untuk
memberikan pelayanan seperti lembu” (lih. Ibr. 1:14). Makhluk yang
ketiga memiliki “kecerdasan seperti manusia” (lih. Luk 15:10), dan
makhluk yang keempat memiliki “kecepatan seperti elang” (lih. Dan.
9:21). Dalam Alkitab, karakteristik-karakteristik di dalam Alkitab ini
dianggap berasal dari malaikat (Ranko Stevanovic, 2002:103). Lebih
jauh, Alan Johnson menjelaskan bahwa mata mereka yang banyak
dari keempat makhluk itu mengartikan penglihatannya yang tajam
dan rupa mereka yang berbeda-beda; singa menggambarkan
kekuasaan, manusia menggambarkan semangat, lembu melukiskan
kekuatan, burung nazar menggambarkan kecepatan dan kelincahan
dalam bertindak. Jadi, keempat makhluk surgawi itu mewakili empat
penjuru alam dengan kemampuannya yang berbeda-beda (Alan
Johnson, 1981:463). Mereka tidak henti-hentinya, siang dan malam,
bersama dengan ke-24 tua-tua menyembah dan memuliakan Allah,
kudus, kudus, kuduslah. Suatu pujian yang sama dengan pujian dalam
Yesaya 6:3. Nyanyian ini dikenal dengan nama Yunani: trihagion atau
Latin: sanctus. Isi pujian ini menggambarkan kekudusan Allah yang
berbeda dari manusia sebagai ciptaan, dan diulangi tiga kali, yang
Daftar4 Isi
Pasal 121

menggambarkan kekudusan Bapa, Anak, dan Roh Kudus serta


menekankan tentang keilahian Allah (Peterson, 2012:156). Menarik,
bahwa sapaan tentang keilahian Allah: Ya Tuhan dan Allah kami sama
dengan tuntutan Domitianus untuk menyem­bahnya sebagai allah.
Jika demikian, maka syair pujian ini merupakan suatu bentuk
sindiran terhadap penyembahan kepada manusia sebagai yang ilahi.
Bagi jemaat Kristen pada zaman Yohanes, satu-satunya Allah
adalah Dia yang bertakhta di atas takhta surgawi. Jadi, sekalipun
pada zaman Yohanes, akibat pendewaan terhadap kaisar menye­
babkan gereja menghadapi penganiayaan yang semakin meningkat
dari pemerintahan Romawi, namun penglihatan ini menunjukkan
dengan tegas, bahwa Allah adalah satu-satunya Tuhan yang
memerintah atas alam semesta.

Pokok Pemberitaan

• Allah Adalah Satu-satunya Tuhan yang Patut Dipuja dan


Disembah.
Pada zaman Yohanes, penyembahan kepada kaisar sebagai dewa
atau yang ilahi merupakan suatu bentuk pemaksaan kepada
masyarakat di daerah jajahannya, agar mereka tetap takluk kepada
kaisar sebagai satu-satunya penguasa atas semua penduduk di
daerah jajahannya itu. Itulah sebabnya, semua penduduk dalam
seluruh daerah jajahan Romawi dipaksa menyembah kaisar sebagai
yang ilahi.
Pemaksaan ini bertentangan dengan iman Kristen, bahwa hanya
Allah-lah satu-satunya Tuhan yang memerintah atas alam semesta,
dan hanya Dia-lah yang patut dipuja dan disembah.
Keilahian Allah sebagai satu-satunya Tuhan yang patut di­
sembah terbukti dalam penglihatan Yohanes. Penglihatan di pasal
ini membuktikan bahwa Allah adalah satu-satunya Tuhan yang
122 SURAT
KITAB WAHYU

duduk dalam kemuliaan di atas takhta-Nya, dan yang memerintah


atas seluruh ciptaan di dalam alam semesta. Pemerintahan Allah itu
tidak hanya berlangsung dari surga. Sebagai Tuhan dan Allah, Ia juga
hadir di tengah-tengah pergumulan dan penderitaan umat-Nya.
Kehadiran-Nya itu memberikan kekuatan bagi umat, bahwa Ia tidak
meninggalkan mereka ditindas dan dianiaya. Ia hadir di tengah
penderitaan mereka, dan mendengar keluh-kesah dan seruan doa
mereka. Sebab Ia adalah Allah yang tetap setia terhadap perjanjian-
Nya dengan umat-Nya. Oleh sebab itu, hanya Dia-lah yang patut
dipuja dan disembah.
Sebagai jemaat Tuhan, kita telah diikat oleh perjanjian dengan
Allah karena penebusan Yesus Kristus Tuhan kita. Ikatan perjanjian
itu memberikan jaminan bagi kita bahwa Ia tidak meninggalkan kita
dalam perjuangan iman melawan penguasa-penguasa dunia yang
menentang Allah dan umat-Nya. Perjanjian-Nya itu juga mengingat­
kan kita bahwa tidak boleh ada ilah-ilah lain buatan tangan manusia
yang kita sembah, selain Allah. Sesuai firman-Nya: “Jangan ada
padamu ilah lain di hadapan Ku” (bnd. Kel. 20:3-5). Sebab hanya

Dia-lah yang patut dipuja dan disembah.


Pasal 5:1-14
Kitab yang Dimeterai dan Anak
Domba

5:1 Maka aku melihat di tangan kanan Dia yang duduk di atas
takhta itu, sebuah gulungan kitab, yang ditulisi sebelah dalam
dan sebelah luarnya dan dimeterai dengan tujuh meterai.

5:2 Dan aku melihat seorang malaikat yang gagah, yang berseru
dengan suara nyaring, katanya: ”Siapakah yang layak membuka
gulungan kitab itu dan membuka meterai-meterainya?”

5:3 Tetapi tidak ada seorang pun yang di sorga atau yang di bumi
atau yang di bawah bumi, yang dapat membuka gulungan kitab
itu atau yang dapat melihat sebelah dalamnya.

Kalau dalam pasal 4 fokus perhatian Yohanes pada takhta Allah


dan sekitarnya, maka fokus perhatian Yohanes dalam pasal ini adalah
pada Kristus, yang digambarkan sebagai Anak Domba. Penglihatan
pada pasal 5 ini dimulai dengan sebuah gulungan kitab … dengan
tujuh meterai (5:1). Dalam bahasa Yunani dipakai kata biblion yang
berarti gulungan kitab. Gulungan kitab yang resmi pada zaman purba
biasanya ditulis hanya pada satu sisi. Padahal gulungan kitab pada
teks ini ditulis sebelah dalam dan sebelah luarnya, dan dimeterai

123
124 SURAT
KITAB WAHYU

dengan tujuh meterai. Pada masa Yohanes, gulungan kitab seperti


itu disebut wasiat. Wasiat itu dililitkan dengan tali kecil dan simpul
ikatannya ditutupi dengan lilin dan dicap dengan cincin meterai. Bila
wasiat itu berkaitan dengan wasiat dari orang yang meninggal, maka
wasiat itu harus dibaca di depan banyak orang dan kemudian
dilaksanakan. Namun, dalam konteks Yohanes, wasiat itu berasal
dari Allah yang hidup. Pandangan ini didasarkan pada tradisi bahwa
di Asia Kecil, jemaat-jemaat mengetahui bahwa satu gulungan yang
dilekatkan dengan tujuh meterai berarti itu adalah wasiat.
Namun, pandangan ini ditentang oleh de Heer. Menurutnya,
Perjanjian Lama pada waktu Yohanes sudah sangat luas diberitakan
dan diterangkan, sehingga tidak dianggap sebagai sesuatu yang
tertutup lagi. Oleh karena itu, de Heer mengemukakan bahwa cara
yang paling baik untuk memahami kitab itu harus bertolak dari
Daniel 12:9. Maka, lanjut de Heer, yang dimaksud dengan kitab itu
adalah “semua rahasia” untuk mendirikan Kerajaan Allah. Pandangan
lain dikemukakan oleh G.B. Caird dan Mitshell G. Reddish bahwa,
gulungan itu berisi deskripsi yang menyingkapkan masa depan dunia
atau tentang maksud dan rencana Allah untuk seluruh ciptaan yang
dinyatakan oleh Yesus Anak Domba Allah itu (Caird, 1966:71;
Reddish, 2001:108). Lebih jauh, Caird mengemukakan bahwa setiap
kali satu meterai dibuka, maka terjadilah satu peristiwa dan seluruh
proses pembukaan meterai itu dibarengi dengan terjadinya
peristiwa-peristiwa dalam alam semesta. Penglihatan Yohanes
tentang gulungan kitab itu, lanjut Caird, diambil dari Yeh. 2:1-3:3.
Dalam konteks Yehezkiel, isi dari gulungan merupakan nubuat
tentang hukuman Allah terhadap Yerusalem. Dalam kaitan dengan
Kitab Wahyu, maka dengan membuka meterai itu, Anak Domba itu
tidak sekadar menyingkap isinya, melainkan terjadinya peristiwa
berupa hukuman terhadap alam ciptaan.
Daftar5 Isi
Pasal 125

5:4 Maka menangislah aku dengan amat sedihnya, karena tidak


ada seorang pun yang dianggap layak untuk membuka
gulungan kitab itu ataupun melihat sebelah dalamnya.

5:5 Lalu berkatalah seorang dari tua-tua itu kepadaku: “Jangan


engkau menangis! Sesungguhnya, singa dari suku Yehuda, yaitu
tunas Daud, telah menang, sehingga Ia dapat membuka
gulungan kitab itu dan membuka ketujuh meterainya.”

Yohanes selanjutnya menangis karena tak seorang pun yang


memiliki kuasa dan yang mampu membuka meterai dan me­
nyingkapkan rahasia perjalanan sejarah umat manusia. Para kaisar
Romawi yang mengangkat diri sebagai yang ilahi pun tidak. Bahkan,
orang-orang kudus pun tidak (Walhoud, 2000:67). Namun, Yohanes
dihibur oleh seorang tua-tua bahwa singa dari suku Yehuda yaitu
Tunas Daud dapat membuka gulungan kitab itu. Yang Yohanes
maksudkan dengan kedua gelar itu, yaitu “Singa dari suku Daud” dan
“Tunas Daud” adalah Yesus. Kedua gelar ini diambil dari Kejadian
49:9, dan Yesaya 11:1. Suku Yehuda adalah suku Daud, yang
melaluinya janji kedatangan seorang raja yang kerajaannya tidak
berkesudahan (bnd. 2Sam. 7:13, 16). Dalam Kitab Yesaya, janji
tentang kedatangan seorang raja itu diteguhkan kembali dengan
nubuat bahwa dari tunggul Isai akan keluar satu tunas. Janji itu telah
digenapi oleh Yesus. Kedua gelar (“Singa dari suku Daud” dan “Tunas
Daud”) dikenakan pada Yesus, sebab Ia telah menang atas kuasa
kematian melalui kebangkitan-Nya. Oleh sebab itu, Dialah yang layak
membuka kitab itu.

5:6 Maka aku melihat di tengah-tengah takhta dan keempat


makhluk itu dan di tengah-tengah tua-tua itu berdiri seekor
Anak Domba seperti telah disembelih, bertanduk tujuh dan
126 SURAT
KITAB WAHYU

bermata tujuh: itulah ketujuh Roh Allah yang diutus ke seluruh


bumi.

5:7 Lalu datanglah Anak Domba itu dan menerima gulungan kitab
itu dari tangan Dia yang duduk di atas takhta itu.

Gelar berikut yang disebutkan di sini adalah Anak Domba. Gelar


ini mengingatkan kita kepada “anak domba” paskah yang diper­
sembahkan waktu Israel keluar dari Mesir (Kel. 12:3-6). Juga anak
domba yang dipersembahkan oleh imam-imam dalam Perjanjian
Lama dalam ibadat Bait Allah. Dalam ibadah korban, korban
disembelih sebagai korban penebus dosa umat (bnd. Yes. 53:7).
Dalam konteks Kitab Wahyu, Anak Domba itu adalah Yesus Kritus.
Dikatakan bahwa Anak Domba itu telah disembelih. Ungkapan
terakhir itu menunjukkan bahwa Yesus Kristus sebagai Anak Domba
telah dikorbankan di kayu salib. Ia telah hidup kembali, tetapi
lukanya masih tetap terlihat (Henry M. Morris 1983:100). Jadi, bila
Yesus digelari sebagai Anak Domba, maka ungkapan “telah
disembelih” menunjuk kepada pengorbanan yang telah Ia lakukan
di atas kayu salib sebagai Penebus dosa manusia. Anak Domba itu
memiliki tujuh tanduk. Dalam PL, “tanduk” melambangkan martabat,
kekuatan atau kuasa (bnd. Ul. 33:17; Dan. 7:8; 1Sam. 2:1). Sedangkan
angka “tujuh” adalah angka sempurna. Tujuh tanduk yang dimiliki
Anak Domba itu melambangkan bahwa martabat dan kekuasaan
serta kekuatan yang dimiliki Yesus adalah sempurna. Dengan
martabat, kekuasaan, dan kekuatan itu Ia memerintah atas seluruh
makhluk, baik di surga maupun di bumi (Kistemaker, 2011:222). Di
samping itu, Yohanes juga melihat bahwa Anak Domba itu memiliki
tujuh mata itulah ketujuh Roh Allah yang diutus ke seluruh bumi.
Ketujuh Roh Allah menggambarkan kesempurnaan Roh Allah (Why.
1:4; 4:5). Ungkapan itu juga merupakan suatu gambaran tentang
kemahatahuan Allah (bnd. Za. 4:10). Lalu Anak Domba, yaitu Tuhan
Daftar5 Isi
Pasal 127

Yesus Kristus, datang kepada Allah yang duduk di atas takhta-Nya


dan menerima gulungan kitab itu dari tangan Allah. Sebab hanya
Dia-lah yang layak menerima gulungan kitab itu.

5:8 Ketika Ia mengambil gulungan kitab itu, tersungkurlah keempat


makhluk dan kedua puluh empat tua-tua itu di hadapan Anak
Domba itu, masing-masing memegang satu kecapi dan satu
cawan emas, penuh dengan kemenyan: itulah doa orang-orang
kudus.

5:9 Dan mereka menyanyikan suatu nyanyian baru katanya:


“Engkau layak menerima gulungan kitab itu dan membuka
meterai-meterainya; karena Engkau telah disembelih dan
dengan darah-Mu Engkau telah membeli mereka bagi Allah dari
tiap-tiap suku dan bahasa dan kaum dan bangsa.

5:10 Dan Engkau telah membuat mereka menjadi suatu kerajaan,


dan menjadi imam-imam bagi Allah kita, dan mereka akan
memerintah sebagai raja di bumi.”

5:11 Maka aku melihat dan mendengar suara banyak malaikat


sekeliling takhta, makhluk-makhluk dan tua-tua itu; jumlah
mereka berlaksa-laksa dan beribu-ribu laksa,

Ketika Anak Domba, yaitu Yesus Kristus yang telah mati di kayu
salib, tetapi yang telah hidup kembali mengambil gulungan kitab itu,
maka tersungkurlah “empat makhluk dan dua puluh empat tua-tua
itu di hadapan Anak Domba itu”. Yohanes melihat bahwa dua puluh
empat tua-tua itu yang melambangkan semua orang Kudus (Henry
M. Morris, 1983:102) masing-masing memegang satu kecapi dan satu
cawan emas, penuh dengan kemenyan (ay. 8). Kecapi merupakan alat
musik yang biasanya dipakai untuk mengiringi nyanyian. Di kalangan
orang Yahudi, kecapi dipakai sebagai alat musik konvensional untuk
128 SURAT
KITAB WAHYU

mengiringi nyanyian mazmur. Yohanes melihat bahwa para malaikat


dan dua puluh empat tua-tua itu bernyanyi dengan iringan kecapi
oleh para tua-tua itu. Sementara “cawan dari emas” merupakan salah
satu peralatan dalam ibadah di bait Allah (bnd. 2Taw. 4:22) untuk
persembahan curahan (Kel. 25:29; 37:16) (Simon J. Kistemaker,
2011:224). Perkataan itulah doa orang-orang kudus (ay. 8), me­
nunjuk kepada orang-orang yang telah dikhususkan atau disen­diri­
kan oleh Allah (bnd. Kis. 9:32, 41; Rm. 1:7; 15:25; 2Kor. 1:1; 13:13)
baik di surga maupun di bumi. Lebih jauh, Yohanes mendengar
mereka memuliakan Allah dengan nyanyian baru. Bentuk pujian
mereka adalah bersahut-sahutan. Keempat makhluk dan kedua
puluh empat tua-tua itu mendahului (ay. 9), disusul para malaikat
(ay. 11), dan diikuti oleh semua makhluk yang di surga dan di bumi
(ay. 13). Isi puji-pujian mereka menakankan tentang kelayakan Anak
Domba untuk membuka meterai-meterainya, karena hanya Dia-lah
yang telah mengorbankan diri-Nya sebagai penebusan bagi manusia.
Penebusan itu ditekankan dalam kata-kata: membeli mereka bagi
Allah. Ungkapan ini juga dipergunakan oleh Paulus dua kali (bnd.
1Kor. 16:20; 7:23). Tampaknya perkataan ini memiliki latar belakang
dalam dunia Romawi kuno, di mana terdapat pembelian budak untuk
dibebaskan dari perhambaan. Atau juga pembebasan sejumlah
tawanan perang dengan membayar sejumlah uang pampasan
perang. Ungkapan itu dipergunakan oleh para malaikat dan para
tua-tua itu untuk menyatakan bahwa oleh pengorbanan-Nya, Kristus
telah membeli orang-orang kudus yang tadinya diperbudak oleh
dosa itu dengan harga tunai, untuk menjadi milik Allah. Orang-orang
yang telah dibeli itu berasal dari berbagai suku dan bahasa dan kaum
dan bangsa. Mereka menjadi suatu kerajaan, dan menjadi imam-
imam bagi Allah kita, dan mereka akan memerintah sebagai raja di
bumi (bnd. 1:6; 20:6).
Daftar5 Isi
Pasal 129

Yohanes melihat dan mendengar suara banyak malaikat


sekeliling takhta, makhluk-makhluk dan tua-tua itu; jumlah mereka
berlaksa-laksa dan beribu-ribu laksa. Ungkapan ini menunjuk kepada
suatu jumlah yang tidak terhitung banyaknya. Mereka semua
bernyanyi memuji Anak Domba itu.

5:12 katanya dengan suara nyaring: “Anak Domba yang disembelih


itu layak untuk menerima kuasa, dan kekayaan, dan hikmat,
dan kekuatan, dan hormat, dan kemuliaan, dan puji-pujian!”

5:13 Dan aku mendengar semua makhluk yang di sorga dan yang di
bumi dan yang di bawah bumi dan yang di laut dan semua yang
ada di dalamnya, berkata: “Bagi Dia yang duduk di atas takhta
dan bagi Anak Domba, adalah puji-pujian dan hormat dan
kemuliaan dan kuasa sampai selama-lamanya!”

5:14 Dan keempat makhluk itu berkata: “Amin”. Dan tua-tua itu jatuh
tersungkur dan menyembah.

Orang banyak itu bernyanyi dengan suara nyaring, katanya:


“Anak Domba yang disembelih itu layak untuk menerima kuasa, dan
kekayaan, dan hikmat, dan kekuatan, dan hormat, dan kemuliaan,
dan puji-pujian!” Isi nyanyian pujian itu menggambarkan tentang
kelayakan Anak Domba yang telah disembelih, yaitu Tuhan Yesus
Kristus yang telah mati di atas kayu salib itu, tetapi telah bangkit
kembali untuk menerima kuasa, dan kekayaan, dan hikmat, dan
kekuatan, dan hormat, dan kemuliaan, dan puji-pujian. Dalam
nyanyian pujian ini, kematian dan kebangkitan Yesus menjadi dasar
puji-pujian ini (bnd. 1:6; 4:11; 7:12). Kemudian Yohanes juga
mendengar respons terhadap puji-pujian dari keempat makhluk dan
dua puluh empat tua-tua itu dari semua makhluk yang di surga dan
yang di bumi dan yang di bawah bumi dan yang di laut dan semua
yang ada di dalamnya memuji Dia yang duduk di atas takhta dan bagi
130 SURAT
KITAB WAHYU

Anak Domba. Ungkapan ini menggambarkan tentang begitu besarnya


respons dari seluruh makhluk ciptaan Tuhan di seluruh alam
semesta berupa puji-pujian kepada Allah sebagai penguasa atas alam
semesta dan Yesus Kristus karena karya penebusan dan keme­
nangan-Nya atas kuasa maut. Isi dari respons berupa puji-pujian itu
adalah Anak Domba, yaitu Kristuslah yang layak menerima puji-
pujian dan hormat dan kemuliaan dan kuasa sampai selama-lama­
nya. Keempat makhluk itu menyungguhkan kelayakan Kristus untuk
menerima puji-pujian itu dengan berkata: “amin” atau sungguh,
benar. Lalu kedua puluh empat tua-tua, yaitu semua orang kudus,
menyembah Dia (ay. 14).

Kitab bermetrai dan Anak Domba


Daftar5 Isi
Pasal 131

Pokok Pemberitaan

• Hanya Anak Domba yang Layak Membuka Rahasia Per­


jalanan Sejarah Umat Manusia.
Allah adalah penguasa alam semesta, dan Ia sendiri adalah pe­
nyelenggara sejarah umat manusia. Sebagai penyelenggara sejarah,
Ia memegang semua rahasia dan peristiwa yang akan terjadi dan
yang menimpa hidup manusia di tangan kanan-Nya, yakni tangan
yang penuh kuasa. Namun, tidak ada seorang pun yang layak dan
mampu membuka rahasia-rahasia itu. Para kaisar Romawi yang
mengangkat diri sebagai dewa pun tidak. Bahkan, orang-orang kudus
pun tidak. Ketidak-mampuan manusia membuka rahasia sejarah
umat manusia untuk mengungkap peristiwa-peristiwa yang akan
terjadi, menyebabkan Yohanes menangis dengan begitu sedih.
Namun, kepadanya diberitahukan bahwa Yesus Kristus, yang adalah
“Singa dari suku Yehuda” dan “Tunas Daud” itu yang layak membuka
semua rahasia dan mengungkap peristiwa-peristiwa yang akan
terjadi dalam sejarah kehidupan umat manusia. Alasannya adalah,
karena hanya Ia yang telah mengorbankan diri-Nya sendiri untuk
menebus manusia bagi Allah dari tiap-tiap suku, dan bahasa dan
kaum dan bangsa melalui kematian-Nya di atas kayu salib, dan mati
lalu dikuburkan, tetapi Ia telah menang atas kuasa maut dan hidup
kembali. Ia pulalah yang membuat mereka menjadi satu kerajaan,
dan menjadi imam-imam bagi Allah dan mereka memerintah sebagai
raja di bumi. Oleh sebab itu, hanya Dialah yang layak menerima
gulungan kitab wasiat itu dari Allah dan membuka meterai-
meterainya. Oleh karena itu, Ia dipuji dan disembah oleh semua
makhluk baik di surga maupun di bumi, bahkan di bawah bumi. Isi
pujian dan penyembahan itu dialamatkan kepada Dia yang duduk
di atas takhta, yaitu Allah dan kepada Anak Domba itu, yaitu Yesus
Kristus.
132 SURAT
KITAB WAHYU

Sebagai gereja, kita tidak mampu mengetahui peristiwa apa


yang terjadi dan yang menimpa gereja di masa depan. Apakah
kesusahan atau kesenangan, apakah kegagalan atau keberhasilan,
apakah sakit penyakit atau keselamatan. Semua itu masih merupa­
kan rahasia bagi kita. Oleh sebab itu, sebagai umat yang telah ditebus
oleh Kristus, kita patut memercayakan diri kepada Kristus, bahwa
hanya Dialah Tuhan yang membuka babak-babak sejarah dunia dan
yang menuntun kita melalui berbagai peristiwa yang akan terjadi di
masa depan. Sebagai gereja, kita percaya bahwa peristiwa apa pun
yang terjadi dalam sejarah manusia, Kristus adalah Pelindung dan
penolong bagi kita.
Pasal 6:1-8:5
Dibukanya Keenam Meterai
Pertama dan Meterai yang
Ketujuh

Keenam Meterai Pertama Dibuka (6:1-17).

6:1 Maka aku melihat Anak Domba itu membuka yang pertama
dari ketujuh meterai itu, dan aku mendengar yang pertama dari
keempat makhluk itu berkata dengan suara bagaikan bunyi
guruh: “Mari!”

“Maka aku melihat” (kai eidon hote enoixen) merupakan suatu


ciri rumusan yang biasa dipakai oleh penulis Kitab Wahyu (4:1; 6:5,
8; 7:9; 14:1, 14; 19:11). Yohanes memakai ungkapan ini untuk
menyampaikan peristiwa-peristiwa yang bersifat rahasia yang Allah
berkenan untuk menyingkapkan kepadanya.
Kata-kata “Anak Domba” (arnion) adalah suatu gagasan yang
banyak kita jumpai dalam Alkitab, terutama dalam PB. Gagasan ini
dipakai satu kali dalam Yoh. 11:15 dan 28 kali dalam Kitab Wahyu
adalah simbol yang menunjuk kepada Yesus. Kadang-kadang

133
134 SURAT
KITAB WAHYU

ungkapan ini disebutkan secara lengkap yaitu: “Anak Domba Allah”


(ho amnos tou Theou) (Yoh. 1:29, 36).
Para penulis PB, terutama penulis Injil Yohanes dan Kitab
Wahyu, telah mengangkat gelar Anak Domba lalu dijadikan simbol
yang dikenakan kepada Yesus atas pengorbanan-Nya di atas kayu
salib, sebagai korban untuk menghapus dosa dunia (Yoh. 1:29).
Anak Domba inilah yang Yohanes lihat dalam penglihatannya
dalam pasal ini. Ia (Anak Domba) yang membuka meterai itu satu
demi satu. “Dan aku mendengar yang pertama dari keempat makhluk
itu berkata dengan suara bagaikan bunyi guruh: “Mari” (erkhou).
Seruan ini tidak hanya dialamatkan kepada penunggang kuda yang
pertama, tetapi juga kedua sampai keempat (6:1, 3, 5, 7). Kata Yunani
yang dipakai adalah erkhou yang dapat berarti: “mari”, “pergi”, atau
“lewat”. Kata “mari” merupakan suatu ajakan, yakni bahwa yang
dipanggil datang kepada yang memanggil. Sedangkan kata “pergi”
atau “lewat” memiliki makna imperative, yakni suatu perintah.
Dalam hal ini “ajakan” atau “perintah” itu disampaikan oleh keempat
makhluk itu. Dalam Kitab Wahyu angka empat merupakan simbol
untuk alam semesta karena mencakup empat mata angin. Jika
demikian, maka benar bahwa kata erkhou diterjemahkan dengan
“mari”, karena keempat penunggang kuda itu akan melaksanakan
misinya di dunia.
Perlu dicatat bahwa pelaksanaan misi itu terjadi sesudah
pembukaan meterai oleh Anak Domba itu. Tindakan itu menyatakan
bahwa semua kuasa itu berada di bawah kontrol Allah. Allah adalah
pemerintah yang mutlak dari dunia ini. Akan tetapi, karena Allah
memberikan kepada manusia kehendak bebas, maka ada ke­
mungkinan kuasa yang dipercayakan itu disalahgunakan. Akibatnya
adalah terjadi bencana dan penderitaan. Ini tidak berarti bahwa
dunia ini menjadi milik kuasa si jahat. Tidak! Dunia ini tetap milik
Daftar6 Isi
Pasal 135

Allah dan berada di bawah kontrolnya, sehingga kuasa-kuasa itu


hanya efektif atas izin Allah.

6:2 Dan aku melihat: sesungguhnya, ada seekor kuda putih dan
orang yang menungganginya memegang sebuah panah dan
kepadanya dikaruniakan sebuah mahkota. Lalu ia maju sebagai
pemenang untuk merebut kemenangan.

“Dan aku melihat, sesungguhnya ada seekor kuda putih”. Kuda


(hippos), dalam ayat ini maupun ayat 4, 5, 8, bukan sesuatu yang riil,
tetapi adalah simbol yang menunjuk kepada suatu peperangan. Kuda
adalah kendaraan yang dipakai dalam peperangan. Baik sebagai
penarik kereta perang maupun ditunggangi oleh tentara yang masuk
ke medan perang.
Pemakaian kuda sebagai kendaraan perang atau penarik kereta
perang telah dilakukan oleh kerajaan Babilonia sekitar tahun 1700
SM. Sebab tanpa kuda, penaklukan suatu daerah yang luas adalah
sesuatu yang mustahil. Ketika Alexander Agung melakukan invasi
ke Palestina dan Mesir serta negara-negara lainnya, ia memakai kuda
sebagai kendaraan perang. Herodotus melaporkan bahwa pema­
kaian kuda sebagai kendaraan perang dilakukan juga oleh orang-
orang Persia (Bryant, 1967:42). Dalam PL kita membaca bahwa kuda
dipakai sebagai penarik kereta perang dalam perang Ramot-Gilead
(1Raj. 22:29-40).
Demikian juga warna-warna dari kuda-kuda itu adalah suatu
simbol yang memiliki makna tertentu. Warna putih (leukos) adalah
simbol untuk kemenangan dalam peperangan. Menurut sumber-
sumber di luar Alkitab, raja atau panglima perang yang menang
dalam peperangan biasanya menunggangi kuda putih ketika diarak.
Raja Xerxes menaiki kuda putih (Herodotus 7:40), demikian juga
panglima perangnya mengendarai seekor kuda putih (Herodotus
136 SURAT
KITAB WAHYU

9:63) ketika mereka menang dalam peperangan (R.H. Charles,


1920:162).
Sedangkan warna merah padam (ay. 4) adalah simbol untuk
darah atau perang. Warna hitam (ay. 5) adalah simbol untuk masa
paceklik atau kelaparan, sedangkan warna hijau kuning (ay. 8) adalah
simbol untuk kematian ((R.H. Charles, 1920:162). “Dan orang yang
menungganginya memegang sebuah panah dan kepadanya di­ka­
runiakan sebuah mahkota” (ay. 2).
Persoalan yang timbul adalah siapakah figur yang Yohanes
maksudkan dengan orang yang menunggang kuda putih itu?
Menjawab pertanyaan ini para ahli memberikan penafsiran yang
berbeda. Paling sedikit ada empat versi penafsiran yang dikemu­
kakan.
Pertama, ada yang menafsirkan bahwa penunggang kuda putih
itu adalah personifikasi dari “antikristus”. Alasannya adalah: a).
Yohanes biasanya membagi angka 7 ke dalam angka 3 dan 4, atau 4
dan 3. Apabila kuda putih dan penunggangnya menggambarkan
aspek kebenaran (Kristus, Injil, Firman, Roh Kudus, dll.), maka tidak
cocok dengan simbol angka di atas, karena ketiga penunggang
kuda berikutnya diidentifikasi sebagai jahat, padahal keempat pe­
nung­gang kuda dalam penglihatan ini merupakan suatu kesatuan.
b). Di dalam Kitab Wahyu, kejahatan selalu meniru kebenaran atau
menyamar sebagai yang benar (malaikat terang, atau Kristus
sendiri), sehingga ia bisa menipu banyak orang (Robbins, 1975:102,
103). c). Peralatan yang dipakai oleh penunggang kuda dalam Wahyu
6:2 (toxon = busur) tidak sama dengan penunggang kuda dalam
Wahyu 19 (pedang), suatu simbol yang menunjuk kepada firman
(Vernard Eller, 1974:85, 86).
Kedua, ada pula pakar yang berpendapat bahwa kuda putih dan
penunggangnya itu adalah simbol dari kekuatan militer Roma dan
Partia, yang akan demikian menonjol pada masa kesengsaraan.
Daftar6 Isi
Pasal 137

Pandangan ini dikemukakan oleh Dave Hagelberg (1997:167, 168).


Boer (1979:47, 48), van Hartingsveld (1985:30), Metzger (1993:57,
58) dan Leon Morris (1990:101, 102). Menurut mereka, upaya untuk
mengidentifikasi penunggang kuda putih itu dengan Kristus sama
sekali tidak menjamin. Alasannya adalah a) penunggang kuda putih
itu merupakan satu kesatuan dengan penunggang kuda lainnya; b).
penunggang kuda putih dalam Wahyu 6:2 tidak sama dengan Wahyu
19:11-16. Senjata mereka berbeda dan mahkota mereka pun
berbeda. Mereka berpendapat bahwa penunggang kuda putih itu
adalah simbol kekuasaan militer. Kekuasaan militer yang dimaksud
di sini adalah kekuasaan militer Partia yang secara bersinambungan
dan sukses dalam melakukan invasi ke Roma. Memang harus diakui
bahwa kerajaan Partia pernah tiga kali menang dalam invasinya ke
Roma pada tahun 53 s.M, 35 s.M dan 64 M (Fiorenza, 1991:62, 63).
Ketiga, ada yang menafsirkan penunggang kuda putih itu ada­
lah simbol untuk Kristus. Alasannya adalah: a). penunggang kuda
dalam pasal ini mirip dengan penunggang kuda dalam Why. 19:11-
16; b). Penunggang kuda putih itu adalah satu-satunya dari ke­
empat penunggang kuda itu yang memakai mahkota (stephanos).
Selanjutnya, kuda putih adalah simbol untuk Injil (Kistemaker,
2011:242). Alasannya adalah: a) Ada kesamaan antara Why. 6:2
dengan Mrk. 13:10, yakni merupakan bahan apokaliptik; b) Dalam
Markus 13:10 pemberitaan Injil ke seluruh dunia terjadi mendahului
peperangan, kelaparan, penganiayaan, sebagai tanda-tanda yang
tidak dapat dihindari pada akhir zaman (Mounce, 1977:152, 153).
Demikian juga keluarnya kuda putih dalam Wahyu 6:2, mendahului
keluarnya kuda merah, hitam, dan hijau-kuning.
Dari keempat versi penafsiran ini, masing-masing versi memiliki
kekuatan dan kelemahannya tersendiri. Penafsiran pertama ini
memang kelihatannya logis, tetapi sulit diterima. Dalam PB
disebutkan juga mengenai mesias-mesias palsu (Mat. 24:23, 24).
138 SURAT
KITAB WAHYU

Juga kita membaca dalam 2 Korintus 11:14, bahwa iblis dapat


menyamar sebagai malaikat terang. Orang yang mengikuti penafsiran
ini sulit diterima pandangannya karena tidak memahami arti yang
se­sungguhnya dari penunggang kuda putih itu. Ada beberapa alasan.
Pertama, pertanyaan mendasar yang diajukan adalah apakah antikris
itu bisa berasal dari Allah, padahal ia adalah musuh Kristus? Kedua,
pandangan bahwa antikris itu berusaha untuk pergi menaklukkan
dunia adalah tidak logis, karena simbol antikris itu baru ditampilkan
pada Wahyu 12, 13, dan ia sendiri akan segera ditaklukkan oleh
penunggang kuda putih (dalam Why. 19:11-20), yakni Raja di atas
segala raja dan Tuhan di atas segala tuan (Henry M. Morris,
1983:112). Ketiga, warna putih dalam Kitab Wahyu adalah warna
kesucian, kemuliaan, dan kemenangan, sehingga sulit dikenakan
kepada antikristus. Keempat, dalam hubungan dengan perbedaan
peralatan perang kedua penunggang kuda yang dipersoalkan, kita
memang perlu mengakui bahwa pedang adalah simbol tradisional
yang menunjuk kepada firman Allah (Why. 1:16). Tetapi perlu
disimak juga, bahwa di tempat lain, Alkitab menggambarkan Allah
sebagai yang memegang busur dan panah dalam menjalankan
penghakiman (murka-Nya) (Hab. 3:8, 9). Oleh karena itu, versi
penafsiran yang pertama ini sangat lemah, sehingga sulit diterima.
Versi penafsiran kedua pada dasarnya menyamakan penung­
gang kuda putih itu dengan penunggang kuda lainnya sebagai simbol
untuk penderitaan. Ia memandang keempat penunggang kuda itu
sebagai satu kesatuan. Versi tafsiran ini mirip dengan versi tafsiran
yang ketiga.
Versi penafsiran ketiga, memang didasarkan pada fakta sejarah,
tetapi persoalan yang timbul dengan model penafsiran ketiga ini
adalah: bagaimana kita memahami penunggang kuda putih di dalam
Wahyu 6:2 dalam hubungan dengan penunggang kuda putih dalam
Wahyu 19:11, 12 yang bernama: “Yang Setia dan Yang Benar”, di
Daftar6 Isi
Pasal 139

mana ia memiliki fungsi yang sama, yakni menghakimi dan berperang


dengan adil? Memang senjata dari penunggang kuda dalam Wahyu
6:2 adalah panah, sedangkan senjata dari penunggang kuda dalam
Wahyu 19:11 adalah pedang (hromfaia), suatu senjata yang biasa
dipakai sebagai simbol dari firman Allah (Ibr. 4:12; Ef. 6:17). Akan
tetapi, kedua senjata itu biasa dipakai dalam peperangan. Selain itu,
tidak mungkin penulis Kitab Wahyu menulis pasal ini hanya
menunjuk kepada peristiwa masa lalu. Mestinya ia berbicara tentang
masa kininya dengan memakai gagasan masa lampau. Cara seperti
itu dilakukan penulis Kitab Wahyu. Dalam Wahyu 17-19 penulis
Kitab Wahyu memakai gagasan tentang Babel untuk menunjuk
kepada kebobrokan, kebejatan, dan kejahatan Roma pada masa
hidupnya.
Versi penafsiran yang keempat sangat menarik untuk dikaji
lebih jauh. Jika kita bandingkan penglihatan dalam Wahyu 6:2 dengan
Wahyu 19:11 dstnya, terdapat kesamaan. Pertama, jenis hewan yang
dipakai adalah kuda. Kedua, warna dari kuda itu (Why. 6:2 dan 19:11)
adalah putih. Hanya ada perbedaan di antara alat perang yang
dibawa. Penunggang kuda dalam Wahyu 6:2 membawa busur dan
panah, sedangkan penunggang kuda dalam Wahyu 19:11 membawa
pedang. Ketiga, penunggang kuda dalam Wahyu 6:2 hanya memakai
satu mahkota. Istilah yang dipakai adalah stephanos (satu mahkota)
sedangkan penunggang kuda dalam Wahyu 19 memakai beberapa
mahkota. Istilah yang dipakai adalah diadema (mahkota kerajaan).
Persoalan yang lain adalah bagaimana mungkin “Anak Domba”
(Kristus) yang Yohanes lihat dalam Wahyu 6:1 sekaligus adalah
penunggang kuda putih itu?
Selanjutnya perlu diterima bahwa jenis sastra dalam Injil Markus
13 sama dengan Wahyu 6, yakni bersifat apokaliptik. Demikian juga
dari segi urutan peristiwa, menurut Markus 13:10, pemberitaan Injil
kepada bangsa-bangsa mendahului malapetaka yang disebutkan
140 SURAT
KITAB WAHYU

dalam pasal itu. Urutan ini disejajarkan dengan urutan peristiwa


dalam Wahyu 6:1-8, sehingga kuda putih ditafsirkan sebagai Injil,
dan penunggang kuda itu adalah Kristus. Namun, model penafsiran
ini ditolak oleh Caird dan Leon Morris. Menurut Caird, penulis Injil
Markus tidak bermaksud membuat suatu kesejajaran dengan Kitab
Wahyu. Memang ada peperangan, kelaparan, dan seterusnya, tetapi
tidak disebutkan tentang pemberitaan Injil (Caird, 1966:80). Leon
Morris lebih jauh mengatakan bahwa keempat kuda itu mesti
dipahami sebagai satu kesatuan yang menggambarkan penghancuran,
kesengsaraan, dan teror. Situasi ini menggambarkan perang dan
kemenangan dalam perang.
Berdasarkan analisis terhadap pandangan-pandangan para
pakar di atas, kita bisa melihat bahwa tidak ada satu pun pandangan
yang luput dari kritikan para pakar lainnya. Setiap pandangan
memiliki celah yang bisa dikritisi. Oleh sebab itu, pilihan versi taf­
siran manapun yang kita sepakati tidak akan luput dari sorotan dan
kritikan. Hal itu terjadi karena penunggang kuda dalam Wahyu 6:2
tidak memiliki nama. Berbeda dengan penunggang kuda dalam Why.
19 yang telah memiliki nama, yakni Yang Setia dan Yang Benar
(19:11) dan “firman Allah” (19:13), sehingga semua penafsir Kitab
Wahyu tidak lagi meragukan penunggang kuda putih itu sebagai
Kristus.
Siapa pun orang yang menunggang kuda putih itu, yang jelas,
Yohanes melihat ia memegang “sebuah panah” (toxon). Panah adalah
senjata yang biasanya dipakai dalam perang. Penulis Kitab Yesaya
menyatakan bahwa Cyrus menaklukkan musuh-musuhnya dengan
pedang dan panahnya (Yes. 41:2). Kadang-kadang Allah juga
dilukiskan oleh para nabi sebagai figur yang menghancurkan busur,
yakni kekuatan militer (Yer. 49:35; 51:3, 56; Mzm. 46:9; Yeh. 39:3;
Hos. 1:5). Kadang-kadang Allah sendiri dilukiskan sebagai seorang
pemanah yang menghancurkan kekuatan musuh (Rat. 2:4; 3:12; Hab.
Daftar6 Isi
Pasal 141

3:9). “Dan kepadanya dikaruniakan sebuah mahkota”. Istilah yang


dipakai di sini adalah stephanos (mahkota).
Mahkota terbukti telah digunakan pada zaman purba di Mesir,
Yunani, dan Roma. Bentuk sederhana dari mahkota adalah dari dua
ranting kayu yang dilengkungkan menjadi lingkaran dan diikat
bersama, lalu dipakai di kepala. Di kalangan orang Romawi, mahkota
yang diberikan kepada seorang pemenang terdiri dari satu rangkaian
bunga dan dedaunan berbentuk lingkaran. Mahkota tidak hanya
digunakan sebagai penghormatan kepada seorang pemenang, tetapi
juga digunakan oleh imam dalam ibadah kultus dan para bijaksana.
Mahkota juga dipakai dalam prosesi dan festival. Selain itu, mahkota
dipandang sebagai tanda keselamatan dan perlindungan. Misalnya
Kaisar Tiberius memakai mahkota yang dianyam dari daun salam
pada waktu terjadi badai dan Guntur, karena daun salam diyakini
melindungi dari guntur. Dalam Perjanjian Lama kita membaca bahwa
mahkota terbuat dari emas dan dihiasi dengan batu permata yang
dikenakan oleh seorang raja. Raja Daud ketika mengalahkan Raja
Rabba di Amon, ia mengambil mahkota raja itu dan memakainya di
atas kepalanya (2Sam. 12:30). Dalam Perjanjian Baru terutama dalam
Kitab Wahyu, mahkota itu diberikan kepada mereka yang menang
dalam perjuangan menghadapi penganiayaan, dan yang setia sampai
akhir (Why. 2:10) (Gerhard Friedrich, 1971:615, 631).
Dalam Wahyu 6:2, mahkota ini diberikan kepada penunggang
kuda itu sebagai tanda kemenangan dalam suatu pertandingan atau
perjuangan. “Lalu ia maju sebagai pemenang (nikon) untuk merebut
kemenangan (nikese)”. Pertanyaan yang muncul adalah, siapa yang
dimaksud dengan “ia” dalam kalimat ini. Kata ganti orang kedua
tunggal ini mestinya menunjuk kepada penunggang kuda putih itu.
Oleh karena itu, penjelasan mengenai siapa figur ini sangat
bergantung kepada siapa yang kita maksudkan sebagai penunggang
kuda itu. Jika versi penafsiran yang keempat yang kita pakai, maka
142 SURAT
KITAB WAHYU

jelas bahwa kata ganti orang kedua tunggal yang dimaksudkan di


sini adalah Kristus, dan kuda putih itu adalah Injil. Oleh Kristus, Injil
atau berita sukacita itu telah disebarkan ke seluruh dunia dan Injil
itu telah mencapai kemenangan, yakni banyak orang percaya kepada
Kristus. Berdasarkan penafsiran ini, kita dapat menekankan misi
pekabaran Injil yang gereja lakukan hingga kini. Makin hari semakin
membawa kemenangan. Dengan perkataan lain, perjalanan kuda
putih itu melambangkan perjalanan pekabaran Injil ke seluruh dunia.
Walau demikian, sekali lagi, karena penunggang kuda putih
dalam Wahyu 6:2 tidak memiliki nama, maka terbuka kemungkinan
orang menafsirkannya secara bebas, sehingga menimbulkan
kepelbagaian tafsiran. Kepelbagaian penafsiran ini bisa mem­
bingungkan jemaat, dan pada gilirannya mereka bisa meragukan
penafsiran yang dipegang oleh gereja. Oleh karena itu, perlu ada
kearifan untuk memecahkan persoalan ini.

6:3 Dan ketika Anak Domba itu membuka meterai yang kedua, aku
mendengar makhluk yang kedua berkata: “Mari!”

6:4 Dan majulah seekor kuda lain, seekor kuda merah padam dan
orang yang menungganginya dikaruniakan kuasa untuk
mengambil damai sejahtera dari atas bumi, sehingga mereka
saling membunuh, dan kepadanya dikaruniakan sebilah pedang
yang besar.

Ketika Anak Domba, yaitu Kristus, membuka meterai yang


kedua, Yohanes mendengar makhluk yang kedua berkata: “Mari!”
Lalu majulah seekor kuda lain, seekor kuda merah padam (ay. 3).
Warna merah padam melukiskan warna darah. Penunggang kuda
itu juga memegang sebilah pedang besar yang melambangkan perang.
Perang antar-bangsa maupun perang antara orang bersaudara.
Peperangan itu membuktikan ambisi dan nafsu manusia untuk
Daftar6 Isi
Pasal 143

berkuasa atas bangsa lain, sehingga terjadilah peperangan.


Peperangan itu tidak hanya menyebabkan pertumpahan darah,
melainkan juga hilangnya ketenteraman dan damai sejahtera di
bumi, yakni di antara mereka yang saling berperang itu. Keadaan
yang demikian, disebutkan juga dalam Markus 13:7, 8. Di situ
dinubuatkan tentang perang dan kabar-kabar tentang perang. “Sebab
bangsa akan bangkit melawan bangsa dan kerajaan akan bangkit
melawan kerajaan ...” (J.J. de Heer, 2003:86). Bila demikian, maka
penunggang kuda di sini adalah seorang raja atau panglima perang
yang mengobarkan perang (Hendry M. Morris, 1983:112).

6:5 Dan ketika Anak Domba itu membuka meterai yang ketiga, aku
mendengar makhluk yang ketiga berkata: “Mari!” Dan aku
melihat: sesungguhnya, ada seekor kuda hitam dan orang yang
menung­ganginya memegang sebuah timbangan di tangannya.

6:6 Dan aku mendengar seperti ada suara di tengah-tengah keempat


makhluk itu berkata: “Secupak gandum sedinar, dan tiga cupak
jelai sedinar. Tetapi janganlah rusakkan minyak dan anggur
itu.”

Ketika Anak Domba itu membuka meterai yang ketiga, Yohanes


mendengar makhluk yang ketiga berkata: “Mari!” Lalu Yohanes
melihat, sesungguhnya, ada “seekor kuda hitam ...” (ay. 4). Warna
hitam adalah warna gelap yang melukiskan bencana kelaparan yang
menimpa penduduk bumi. Lebih jauh Yohanes melihat bahwa di
tangan penunggang kuda itu terdapat satu timbangan. Timbangan
adalah alat yang dipakai untuk menimbang makanan, baik pada masa
Yohanes maupun pada masa sekarang, tetapi juga merupakan
“senjata” di bidang ekonomi, di mana para pedagang atau ekonom
menentukan harga satu barang. Timbangan melambangkan per­
dagangan dan perniagaan yang dapat menyebabkan kemakmuran
144 SURAT
KITAB WAHYU

dan kemewahan, tetapi juga bisa menimbulkan inflasi dan bencana


kelaparan. Kelaparan menyebabkan secupak gandum sedinar. Cupak
adalah ukuran gandum dan jelai yang isinya sekitar satu liter.
Sedangkan dinar adalah mata uang Romawi yang dipakai sebagai
alat tukar pada masa Yohanes. Satu dinar adalah upah pekerja harian
dalam satu hari (bnd. Mat. 20:2). Keadaan ini menggambarkan be­
tapa bala kelaparan itu menimpa manusia, sehingga mereka yang
tidak bekerja tidak dapat menyambung hidupnya (Aune, 1998:397).
Namun, ada instruksi janganlah rusakkan minyak dan anggur itu.
Perintah ini ditujukan kepada penunggang kuda yang ketiga, untuk
tidak merusak minyak dan anggur itu. Minyak dan anggur me­rupa­
kan kebutuhan pokok bagi semua orang, baik orang kaya maupun
orang miskin. Dalam Alkitab, gandum, minyak, dan anggur
merupakan kebutuhan hidup sehari-hari (Ul. 7:13; 11:14; 28:51;
2Taw. 32:28; Neh. 5:1; Hos. 2:8, 22; Yl. 2:19; Hag. 1:11). Dengan
demikian, kuda hitam itu menggambarkan kelaparan yang hebat,
namun ada instruksi agar tidak merusak kebutuhan pokok manusia,
sehingga memungkinkan baik orang kaya maupun orang miskin bisa
hidup (Ladd, 1972:100, 101).

6:7 Dan ketika Anak Domba itu membuka meterai yang keempat,
aku mendengar suara makhluk yang keempat berkata: “Mari!”

6:8 Dan aku melihat: sesungguhnya, ada seekor kuda hijau kuning
dan orang yang menungganginya bernama Maut dan kerajaan
maut mengikutinya. Dan kepada mereka diberikan kuasa atas
seperempat dari bumi untuk membunuh dengan pedang, dan
dengan kelaparan dan sampar, dan dengan binatang-binatang
buas yang di bumi.

Ketika Anak Domba itu membuka meterai yang keempat, aku


mendengar suara makhluk yang keempat berkata: “Mari!” Lalu
Daftar6 Isi
Pasal 145

Yohanes melihat: sesungguhnya, ada seekor kuda hijau kuning (ay.


7, 8). Warna hijau kuning adalah warna yang menunjuk kepada
kematian (thanatos). Dalam Perjanjian Lama, maut dipersonifikasikan
tersendiri (Yes. 25:8; Yer. 9:21; Ayb. 1813; Ams. 13:14). Sementara
dalam literatur Yunani, kematian dikaitkan dengan maut. Jadi,
seorang yang pergi ke rumah Hades berarti pergi kepada kematian.
Dalam Kitab Wahyu, kematian dipersonifikasikan empat kali (1:18;
6:8; 20:13, 14) dan dikaitkan dengan Hades (maut) sebagai
kerajaannya (Aune 1998:401). Oleh karena itu, pada ayat 8 ini arti
warna hijau kuning (kematian) sesuai dengan nama penunggang
kuda itu, yaitu maut. Dikatakan bahwa penunggang kuda itu
membunuh dengan pedang, kelaparan, sampar, binatang buas.
Ungkapan itu menggambarkan malapetaka yang menimpa dunia
sebagai akibat ancaman dari penunggang kuda (maut). Ia
menyebabkan kematian bagi umat manusia, termasuk orang-orang
kudus.
Susunan penglihatan ini janganlah ditafsirkan sebagai urutan
waktu ancaman kepada manusia. Sebab urutan keempat peristiwa
itu bisa saja lain, atau berlangsung dalam waktu yang bersamaan.

6:9 Dan ketika Anak Domba itu membuka meterai yang kelima, aku
melihat di bawah mezbah jiwa-jiwa mereka yang telah dibunuh
oleh karena firman Allah dan oleh karena kesaksian yang
mereka miliki.

Ketika Anak Domba itu membuka meterai yang kelima Yohanes


melihat di bawah mezbah jiwa-jiwa mereka yang telah dibunuh oleh
karena firman Allah (6:9). Perkataan di bawah mezbah diambil dari
Im. 4:17, 18. Di situ dikatakan: “Imam harus mencelupkan jari dalam
darah itu dan memercikkan tujuh kali di hadapan Tuhan ... Kemudian
dari darah itu harus dibubuhinya sedikit pada tanduk-tanduk
mezbah di hadapan Tuhan ... dan semua darah selebihnya harus
146 SURAT
KITAB WAHYU

dicurahkan pada bagian bawah mezbah korban bakaran di depan


pintu pertemuan”. Darah yang dicurahkan di bawah mezbah atau
altar dalam praktek ibadah keimaman adalah darah yang berasal
dari hewan yang tidak bercacat cela. Paktek ibadah korban itu telah
digenapi oleh kematian Kristus di kayu salib. Dalam penglihatan
Yohanes, kita melihat suatu bentuk analogi pemahaman dalam
praktek persembahan korban oleh imam Perjanjian Lama. Analogi
itu dipakai untuk menggambarkan suatu kenyataan, bahwa orang-
orang beriman telah menjadi syahid karena kesaksian mereka akan
firman Allah (Ladd, 1972:103).
Dalam bahasa Ibrani, kata jiwa diterjemahkan dari kata nefesy
yang artinya napas atau tubuh yang hidup. Namun, nefesy di sini
dipisahkan dari tubuh. Dalam bahasa Yunani diterjemahkan dengan
istilah psukhe yang memiliki arti yang sama dalam bahasa Ibrani.
Bila demikian, maka yang dimaksudkan dengan kalimat “di bawah
mezbah jiwa-jiwa mereka yang telah dibunuh oleh karena firman
Allah” adalah orang-orang yang darah dan hidupnya dikorbankan
kepada Allah karena firman-Nya. Menurut tradisi Yahudi “barang
siapa yang dikubur di Israel sama seperti ia dikuburkan di bawah
mezbah, dan barang siapa yang dikuburkan di bawah mezbah adalah
sama seperti ia dikuburkan di bawah takhta kemenangan” (Henry
M. Morris, 1983:118). Dengan demikian, kalimat “di bawah mezbah
jiwa-jiwa mereka yang telah dibunuh oleh karena firman Allah”
merupakan bahasa penghormatan bagi orang-orang yang telah mati
syahid. Para syahid yang disembelih atau yang telah mempersem­
bahkan hidupnya karena kesaksian mereka tentang Yesus Kristus,
dipandang sebagai korban mezbah.
Pemahaman tentang mempersembahkan hidup sebagai korban
kepada Allah telah berkembang luas dalam pemikiran dunia
Perjanjian Baru. Rasul Paulus sendiri dalam surat kepada jemaat di
Roma (Rm. 12:1) menasihati jemaat untuk mempersembahkan
Daftar6 Isi
Pasal 147

tubuh mereka kepada Tuhan sebagai persembahan yang hidup, yang


kudus dan yang berkenan kepada Allah. Bahkan, dalam surat kepada
Timotius, penulis menegaskan bahwa darahnya sudah dicurahkan
sebagai persembahan (bnd. 2Tim. 4:6).

6:10 Dan mereka berseru dengan suara nyaring, katanya: “Berapa


lama­kah lagi, ya Penguasa yang kudus dan benar, Engkau tidak
meng­hakimi dan tidak membalaskan darah kami kepada
mereka yang diam di bumi?

Berapa lama lagi, merupakan suatu bentuk seruan yang berasal


dari orang-orang yang hidupnya tertekan. Beberapa contoh seruan
itu kita jumpai dalam Mazmur 6:3; 13:2; 35:17; 74:9, 10; 79:5; 80:5;
89:47; 90:13; 94:3; Yesaya 6:11; Zakharia 1:12 (G.B. Caird, 1966:84).
Sama seperti dalam Perjanjian Lama, maka dalam Kitab Wahyu, doa
para syahid ini ditujukan kepada Penguasa yang kudus (6:10). Kata
penguasa (despotes) merupakan suatu bentuk terjemahan ke dalam
bahasa Yunani dari bahasa Latin, yang dikenakan kepada para kaisar
Romawi. Pengenaan kepada para kaisar Romawi itu sebagai pe­
nguasa yang jahat, juga menunjuk kepada persepsi Yohanes tentang
kuasa-kuasa yang bekerja di belakang para kaisar Romawi itu.
Sementara dalam literatur Yahudi dan Kristen, Allah atau Kristus
disebut sebagai Penguasa yang kudus dan benar (despotes ho hagios
kai alethinos) (Aune 1998:406-407). Kepada-Nya, yaitu kepada Allah
sebagai Penguasa yang kudus dan benar itu jiwa-jiwa itu berseru.
Perkataan ini mengingatkan kita kepada pemahaman dalam
Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru bahwa darah orang yang benar
itu selalu berseru-seru di hadapan Tuhan (bnd. Kej. 4:10). Di situ
darah Habil berseru-seru di hadapan Tuhan meminta keadilan.
Gagasan yang sama kita jumpai dalam Matius 23:35. Di sana
dikatakan bahwa para nabi, orang bijaksana, dan ahli Taurat yang
diutus untuk memberitakan firman, disesah, dibunuh, dan disalibkan,
148 SURAT
KITAB WAHYU

dan darah mereka ditanggung oleh para pembunuh itu. Dalam Surat
Ibrani 12:24, penulis berbicara tentang darah pemercikan yang
berbicara lebih kuat daripada darah Habil (Aune, 1998:407). Isi
seruan ini berbeda dengan seruan Yesus ketika Ia disalibkan (Luk.
23:24), di mana Ia memohon pengampunan bagi orang yang
menyalibkan-Nya, dan juga seruan Stefanus, martir pertama di antara
orang Kristen (Kis. 7:60), yang juga mendoakan orang-orang yang
membunuhnya. Namun, dalam Kitab Wahyu 6:10, isi seruan itu
memiliki nada tuntutan keadilan dari Allah dan merupakan suatu
cerminan dari Ulangan 32:43. Dalam pasal itu Musa mengatakan
bahwa Allah akan membalas darah hamba-hamba-Nya.

6:11 Dan kepada mereka masing-masing diberikan sehelai jubah


putih, dan kepada mereka dikatakan, bahwa mereka harus
beristirahat sedikit waktu lagi hingga genap jumlah kawan-
kawan pelayan dan saudara-saudara mereka, yang akan
dibunuh sama seperti mereka.

Pemberian pakaian putih memiliki kesamaan dengan jubah


kumpulan besar orang banyak yang berasal dari segala bangsa dan
bahasa, yang berdiri di hadapan Anak Domba, memakai jubah putih
(7:9). Pakaian putih adalah simbol untuk kemuliaan (bnd. Kis. 1:10),
kemenangan dan kekudusan (7:9, 13, 14; 22:14), serta perbuatan-
perbuatan yang benar dari jiwa-jiwa atau para syahid itu (bnd. 19:8)
karena iman mereka kepada Kristus (Aune, 1998:410). Kepada
mereka dimintakan agar beristirahat sedikit waktu lagi. Ungkapan
“sedikit waktu lagi” melukiskan tentang masa penantian akan
kedatangan Tuhan yang sudah dekat. Dalam masa penantian itu
mereka akan beristirahat dari tugas mereka, hingga jumlah para
martir menjadi genap. Ungkapan ini tidak hanya memberitahukan
tentang akan adanya orang Kristen yang dibunuh sebagai martir
dalam perjalanan gereja, tetapi juga mengandung makna bahwa
Daftar6 Isi
Pasal 149

kematian orang Kristen sebagai martir berada dalam kontrol Allah


sendiri. Memang, Iblis dalam waktu yang sedikit itu berusaha
menganiaya orang Kristen melalui penguasa Romawi yang menjadi
alatnya, namun semua itu dilakukan atas izin Allah. Ketika jumlahnya
sudah genap menurut kontrol Allah, maka Ia akan datang kembali
dalam kemuliaan-Nya, dan bertindak sebagai hakim untuk
menghukum mereka yang menjadi alat iblis, dan memberikan
penghiburan dan kebahagiaan kekal bagi mereka yang memiliki iman
yang teguh kepada Kristus sebagai Tuhan hingga akhir hidup mereka
(Kistemaker, 2001:252).
Bila dilihat dari sisi manusiawi, penganiayaan dan pembunuhan
bagi orang Kristen, karena iman kepada Yesus Kristus merupakan
suatu penghambatan terhadap gereja. Akan tetapi, sesungguhnya
keadaan itu membawa kemajuan dalam pemberitaan Injil.

6:12 Maka aku melihat, ketika Anak Domba itu membuka meterai
yang keenam, sesungguhnya terjadilah gempa bumi yang
dahsyat dan matahari menjadi hitam bagaikan karung rambut
dan bulan menjadi merah seluruhnya bagaikan darah.

6:13 Dan bintang-bintang di langit berjatuhan ke atas bumi bagaikan


pohon ara menggugurkan buah-buahnya yang mentah, apabila
ia digoncang angin yang kencang.

6:14 Maka menyusutlah langit bagaikan gulungan kitab yang


digulung dan tergeserlah gunung-gunung dan pulau-pulau dari
tempatnya.

Ketika Anak Domba itu, yaitu Tuhan Yesus, membuka meterai


yang keenam, maka terjadilah tanda-tanda kosmis. Gempa bumi,
matahari menjadi hitam, bulan menjadi merah … bagaikan darah.
Peristiwa-peristiwa ini mengingatkan kita kepada nubuat Nabi Amos
mengenai Hari Tuhan (Am. 8:9) dan nubuat Nabi Yoel mengenai
150 SURAT
KITAB WAHYU

gerhana matahari dan bulan (bnd. Yl. 2:30-31), dimana matahari


menjadi gelap dan bulan menjadi darah menjelang kedatangan
Tuhan. Peristiwa-peristiwa lain adalah bintang-bintang berjatuhan,
langit menyusut bagaikan gulungan kertas, gunung-gunung dan
pulau-pulau bergeser (bnd. Hag. 2:6-7; Mrk. 13:24-26; Mat. 24:29-31;
Luk. 21:25-27). Dalam Perjanjian Lama, peristiwa-peristiwa alam
ini juga terjadi sebagai tanda kehadiran Tuhan (Yl. 2:10; 3:16; Yes.
24:18-23; 29:6; Mi. 1:4; Nah. 1:5) (Aune, 1998:414). Dalam Perjanjian
Baru, peristiwa-peristiwa yang sama disebutkan, namun ditegaskan
bahwa peristiwa-peristiwa itu memang harus terjadi dahulu, tetapi
itu tidak berarti kesudahan­nya akan datang segera (Luk. 21:9).
Alasannya adalah pertama, peristiwa-peristiwa alam yang terjadi itu
baru pada pembukaan meterai yang keenam. Dan masih akan ada
meterai ketujuh yang harus dibuka oleh Anak Domba itu (8:1). Kedua,
bila kita bandingkan peristiwa-peristiwa alam ini dengan kata-kata
Yesus dalam Injil-Injil sebagaimana dikutip di atas, jelas bahwa
tanda-tanda itu terjadi mendahului kedatangan Tuhan. Ketiga, dalam
pasal 7:3, terdapat seruan malaikat untuk menunda perusakan atas
bumi sampai hamba-hamba Allah dimeterai.

6:15 Dan raja-raja di bumi dan pembesar-pembesar serta perwira-


perwira, dan orang-orang kaya serta orang-orang berkuasa,
dan semua budak serta orang merdeka bersembunyi ke dalam
gua-gua dan celah-celah batu karang di gunung.

6:16 Dan mereka berkata kepada gunung-gunung dan kepada batu-


batu karang itu: “Runtuhlah menimpa kami dan sembunyikanlah
kami terhadap Dia, yang duduk di atas takhta dan terhadap
murka Anak Domba itu.”

6:17 Sebab sudah tiba hari besar murka mereka dan siapakah yang
dapat bertahan.
Daftar6 Isi
Pasal 151

Sebagai akibat dari tanda-tanda kosmis yang menggembarkan


itu, maka raja-raja di bumi dan pembesar-pembesar sebagai penguasa
tertinggi dari satu kerajaan atau bangsa beserta menteri-menterinya,
serta perwira-perwira, yakni para pemimpin perang dan orang-orang
kaya serta orang-orang berkuasa, yakni mereka yang memiliki kuasa
di bidang ekonomi dan politik dan semua budak serta orang merdeka,
yakni mereka yang memiliki status sebagai rakyat jelata, semuanya
lari ke celah-celah gunung dan kepada batu-batu karang untuk
mencari perlindungan dari murka Anak Domba (Tuhan). Ungkapan
itu melukiskan tentang terjadinya suatu kegemparan yang besar di
antara umat manusia dari segala strata sosial, yang memandang
peristiwa-peristiwa alam itu sebagai murka Tuhan. Mereka berkata:
Runtuhlah menimpa kami dan sembunyikanlah kami terhadap Dia,
yang duduk di atas takhta dan terhadap murka Anak Domba itu.
Gambaran ini Yohanes sampaikan untuk menegaskan bahwa pada
hari penghakiman tidak ada seorang pun di muka bumi ini yang
dapat bersembunyi dari penghakiman Allah, sebab sudah tiba hari
besar murka mereka dan siapakah yang dapat bertahan. Tidak ada
seorang pun dapat bertahan terhadap murka Allah yang dinyatakan
itu.
152 SURAT
KITAB WAHYU

Pokok Pemberitaan

• Orang-orang Kudus yang Mati Karena Nama Kristus,


Beristirahat Menantikan Kedatangan Tuhan.
Dalam pasal ini, Yohanes melihat bahwa selama Injil diberitakan,
maka bersamaan dengan itu ada berbagai peristiwa yang terjadi,
yakni peperangan, kelaparan, dan kematian yang menimpa
kehidupan seluruh umat manusia. Peristiwa-peristiwa itu tidak
hanya menyebabkan banyak kerusakan, melainkan juga pertum­
pahan darah dan kematian. Kematian itu tidak hanya menimpa
manusia pada umumnya, melainkan juga termasuk orang-orang
beriman. Orang-orang beriman itu dibunuh dengan berbagai cara.
Ada yang dibunuh dengan pedang. Ada pula yang mati karena tidak
mendapatkan akses untuk membeli makanan, sehingga mereka mati
kelaparan. Ada pula yang dibuang ke dalam kandang singa, sehingga
mereka mati karena dicabik-cabik oleh binatang buas. Orang-orang
beriman itu mati syahid karena nama Kristus.
Daftar6 Isi
Pasal 153

Itulah sebabnya pada ayat 9, ketika Anak Domba itu membuka


meterai yang kelima, Yohanes melihat di bawah mezbah jiwa-jiwa
mereka yang telah dibunuh karena firman Allah, yakni orang-orang
yang telah mati syahid karena memberitakan Injil. Mereka berseru
kepada Allah untuk menuntut keadilan atas darah mereka yang telah
ditumpahkan oleh para pembunuh itu. Kepada orang-orang kudus
ini diberikan jubah putih sebagai lambang kemenangan, kekudusan,
kemuliaan, dan mereka diminta untuk menanti hingga waktu Tuhan.
Ketika Yesus membuka meterai yang keenam, terjadilah
berbagai tanda-tanda kosmis, yaitu terjadilah gerhana matahari, dan
bulan menjadi darah. Bintang-bintang berjatuhan, langit menyusut
bagaikan gulungan kertas, gunung-gunung dan pulau-pulau ber­
geser. Peristiwa-peristiwa alam ini terjadi sebagai tanda bahwa
kedatangan Tuhan sudah dekat.
Peristiwa-peristiwa kosmis itu menyebabkan kegentaran yang
besar terhadap semua orang, yakni raja-raja di bumi dan pembesar-
pembesar serta perwira-perwira, dan orang-orang kaya serta orang-
orang berkuasa, dan semua budak serta orang merdeka, singkatnya
semua orang dari berbagai lapisan sosial masyarakat bersembunyi
ke dalam gua-gua dan celah-celah batu karang di gunung. Mereka
berusaha mencari perlindungan dari murka Anak Domba itu, yaitu
Tuhan Yesus Kristus.
Dalam perjalanan sejarah, gereja tidak hanya mengalami masa-
masa yang indah bersama Tuhan, melainkan juga mengalami masa-
masa yang kelam dan gelap. Pada masa-masa itu banyak orang
meninggal dunia. Bahkan gereja mengalami penganiayaan karena
nama Kristus, sehingga banyak orang beriman yang mati syahid.
Mereka yang mati demikian, bukanlah suatu kematian yang sia-sia.
Mereka mati karena nama Kristus, dan mereka telah mendapat
perhatian sambil menantikan kedatangan Kristus.
154 SURAT
KITAB WAHYU

Namun mereka, yakni para penguasa dan orang-orang lain yang


menyebabkan kematian orang beriman, akan mendapat hukuman
murka Allah. Begitu besar murka itu, sehingga menimbulkan
kegentaran bagi semua orang. Baik para kaisar Romawi, raja-raja
dan para pahlawan maupun orang-orang kaya dan rakyat jelata,
mereka takut akan murka Allah dan berusaha mencari perlindungan
dari murka yang dasyat itu. Namun, orang percaya yang telah mati
karena memberitakan Injil Kristus beristirahat menantikan
kedatangan Tuhan.
Berita ini tidak hanya disampaikan oleh Yohanes kepada jemaat
yang disapa dalam Kitab Wahyu, melainkan juga kepada gereja yang
sedang melayani pada masa kini agar tidak takut dan gentar terhadap
kekejaman dan penganiayaan yang dilakukan terhadap penguasa
dunia ini. Benar, bahwa penganiayaan itu mengakibatkan pen­
deritaan, tetapi orang yang mati di dalam Kristus akan tetap bersama
Dia hingga hari kedatangan-Nya.
Pasal 7:1-17
Orang-Orang Kudus

Orang-Orang yang Dimeteraikan dari


Bangsa Israel (7:1-8)

7:1 Kemudian dari pada itu aku melihat empat malaikat berdiri
pada keempat penjuru bumi dan mereka menahan keempat
angin bumi, supaya jangan ada angin bertiup di darat, atau di
laut atau di pohon-pohon.

7:2 Dan aku melihat seorang malaikat lain muncul dari tempat
matahari terbit. Ia membawa meterai Allah yang hidup; dan ia
berseru dengan suara nyaring kepada keempat malaikat yang
ditugaskan untuk merusakkan bumi dan laut,

7:3 katanya: “Janganlah merusakkan bumi atau laut atau pohon-


pohon sebelum kami memeteraikan hamba-hamba Allah kami
pada dahi mereka!”

7:4 Dan aku mendengar jumlah mereka yang dimeteraikan itu:


seratus empat puluh empat ribu yang telah dimeteraikan dari
semua suku keturunan Israel.

155
156 SURAT
KITAB WAHYU

7:5 Dari suku Yehuda dua belas ribu yang dimeteraikan, dari suku
Ruben dua belas ribu, dari suku Gad dua belas ribu,

7:6 dari suku Asyer dua belas ribu, dari suku Naftali dua belas ribu,
dari suku Manasye dua belas ribu,

7:7 dari suku Simeon dua belas ribu, dari suku Lewi dua belas ribu,
dari suku Isakhar dua belas ribu,

7:8 dari suku Zebulon dua belas ribu, dari suku Yusuf dua belas ribu,
dari suku Benyamin dua belas ribu.

Sesudah malapetaka yang terjadi pada pasal 6, maka pada pasal


tujuh Yohanes melihat empat malaikat yang berdiri pada keempat
penjuru bumi. Malaikat adalah utusan Allah untuk melaksanakan
perintah Allah (bnd. Mzm. 104:4; Ibr. 1:7, 14). Para malaikat itu
diberikan kemampuan untuk menahan keempat angin bumi. Angka
keempat angin bumi dalam pandangan orang Israel purba merupa­
kan simbol untuk keempat titik koordinat kompas, yaitu utara,
selatan, timur, dan barat. Keempat penjuru itu menunjuk kepada
seluruh alam semesta (Aune, 1998:450). Dengan menahan keempat
angin bumi tidak bertiup, berarti tidak ada satu makhluk hidup di
alam semesta ini yang bisa terhindar dari murka Allah. Keadaan itu
tentu sangat membahayakan semua ciptaan di bumi, termasuk
orang-orang kudus. Oleh karena itu, seorang malaikat lain, yaitu
seorang utusan lain dari Tuhan, muncul dari tempat matahari terbit
membawa meterai Allah yang hidup. Dalam Perjanjian Lama dan
Yudaisme, ada gagasan bahwa Yahweh, sama seperti raja-raja yang
lain, memiliki cincin meterai (Ibr.: hôtâm) (Ayb. 9:7; Sir. 17:22; T.
Musa, 12:9; Apoc. Musa, 42:1). Dalam Perjanjan Lama gagasan
tentang cincin meterai merupakan metafora untuk raja-raja Israel
sebagai figur yang memerintah atas nama Allah (Yer. 2:24; Hag. 2:23)
dan dilindungi oleh Allah. Gagasan tentang malaikat yang memeterai
Daftar7 Isi
Pasal 157

umat dengan meterai Allah diangkat dari dunia purba, yang memiliki
fungsi perlindungan terhadap orang-orang kudus yang dimeterai,
termasuk mencegah roh jahat yang menyerang orang-orang kudus
yang sudah dimeterai (Aune, 1998:453). Dengan penglihatan ini,
Yohanes menegaskan bahwa meterai yang dibawa oleh malaikat yang
muncul dari mata­hari terbit dimaksudkan untuk melindungi orang-
orang yang dimeterai dari murka Allah. Malaikat itu berseru:
Janganlah merusakkan bumi atau laut atau pohon-pohon sebelum
kami memeteraikan hamba-hamba Allah kami pada dahi mereka.
Kata “kami” dalam teks ini tidak jelas, karena Yohanes hanya melihat
seorang malaikat muncul dari matahari terbit, tetapi dalam
seruannya ini ia memakai bentuk orang kedua jamak, yaitu “kami”.
Apakah ada penambahan malaikat lain lagi yang bertugas me­
meteraikan hamba-hamba Allah itu? Yang pasti, hamba-hamba Allah
yang dimaksudkan adalah orang-orang Kristen yang mengalami
penganiayaan dan penderitaan, bahkan mengorbankan nyawanya
karena kesaksian mereka tentang Kristus. Kepada mereka itu, para
malaikat memberikan meterai dari Allah yang hidup itu pada dahi
mereka. Ungkapan Allah yang hidup merupakan suatu sindiran
terhadap ilah-ilah Romawi yang disembah oleh para kaisar dan
penduduk Romawi serta orang-orang yang berada di daerah-daerah
jajahan pemerintah Romawi sebagai ilah-ilah yang mati. Sebab,
menurut orang Kristen, hanya satu Allah yang hidup, yakni Allah
yang disembah oleh orang Kristen.
Jumlah mereka yang dimeterai itu seratus empat puluh empat
ribu yang telah dimeteraikan dari semua suku keturunan Israel. Itu
berarti yang dimeterai dari dua belas suku Israel itu masing-masing
dua belas ribu orang (7:1-8). Namun, urutan penyebutan nama-nama
dari suku Israel ini berbeda dengan Perjanjian Lama. Dalam 1
Tawarikh 2:1-2, bnd. Kejadian 35:23-26; urutannya adalah: Ruben,
Simeon, Lewi, Yehuda, Ishakar, Sebulon, Dan, Yusuf, Benyamin,
158 SURAT
KITAB WAHYU

Naftali, Gad dan Asyer. Namun, dalam urutan nama di Wahyu 7:5-8,
Yehuda mendahului Ruben, anak sulung itu. Kemudian suku Dan
dihilangkan dari daftar itu dan diganti dengan Manasye. Dalam 1
Tawarikh 2:2, penulis mengutamakan tuturan mengenai keturunan
Yehuda, lalu ia menghilangkan suku Dan. Suku Dan dihapus karena
keturunannya menyembah anak lembu emas yang dibangun oleh
Yerobeam, lalu ditempatkan di daerah Dan dengan maksud agar
orang Israel di bagian Utara jangan pergi menyembah Yahweh di
Yerusalem (2Raj. 12:29-30). Yohanes juga mengeluarkan suku Efraim
karena suku ini mendukung pendirian anak lembu emas di daerah
Dan, sebagai ganti penyembahan kepada Yahweh di Yerusalem (1Raj.
12:29). Oleh sebab itu, nama Efraim diganti dengan nama Yusuf
(Mzm. 78:67b; Hos. 5:3-5) (Kistemaker, 2001:269). Dalam urutan
nama suku-suku Israel (7:5-8), Yehuda disebutkan sebagai yang
pertama karena dari suku ini, Yesus lahir ke dunia (Mat. 1:3; 2:6;
Luk. 3:33; Ibr. 7:14; Why. 5:5). Dengan demikian, dalam penyebutan
nama suku-suku Israel Yohanes tidak menekankan urutan nama
Israel secara fisik, karena bagi Yohanes, tidak semua orang Israel
adalah orang yang percaya dalam terang janji Allah kepada Israel,
sehingga mereka dikeluarkan. Pemahaman Yohanes itu jelas
dikatakan dalam surat kepada jemaat di Sardis. Kepada Yohanes
dikatakan bahwa ada orang-orang yang menyebut dirinya orang
Yahudi, tetapi sebenarnya mereka adalah jemaat Iblis (Why. 2:9).
Pandangan yang sama kita jumpai juga Roma 9-11. Di situ, Paulus
memakai perumpamaan tentang pohon zaitun piaraan yang dipotong
cabangnya dan diganti dengan cabang zaitun liar. Melalui
perumpanaan itu, Paulus menegaskan bahwa tempat dari orang
Israel yang tidak percaya itu telah digantikan dengan orang beriman
dari bangsa-bangsa lain (Ladd, 1972:113).
Mengenai jumlah orang yang dimeterai itu, janganlah ditafsirkan
seakan-akan orang yang diselamatkan hanya berjumlah empat puluh
Daftar7 Isi
Pasal 159

empat ribu orang saja. Angka itu adalah angka simbol (Kistemaker,
2001:266). Angka simbolik itu didapat dari 12x12x1000=144.000.
Angka 12 adalah angka suci dalam Alkitab (12 suku Israel sebagai
gambaran untuk orang Israel, dan 12 rasul Tuhan Yesus sebagai
gambaran untuk orang beriman dari bangsa-bangsa non-Israel, yaitu
gereja). Angka 12 adalah kelipatan dari 3x4 yang diangkat untuk
menandai berkat dan keselamatan dari Allah Tritunggal, yang
mencakup keempat penjuru alam, yakni seluruh umat manusia, baik
dari zaman Perjanjian Lama maupun zaman Perjanjian Baru. Jadi,
angka 3 adalah angka suci untuk Allah Tritunggal, dan angka 4 adalah
simbol untuk dunia atau alam semesta. Sedangkan angka 1.000
adalah angka yang me­nyampaikan gagasan tentang orang banyak
(Aune, 1998:460). Jumlah angka 144.000 tergambar pula dalam
pasal 14:1, 3. Di situ Yohanes melihat “sesungguhnya Anak Domba”
itu berdiri di Sion dan bersama-sama dengan dia seratus empat puluh
empat ribu orang dan di dahi mereka tertulis nama-Nya dan nama
Bapa-Nya.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa jumlah 144.000
menunjuk kepada gereja yang dihubungkan dengan Israel sebagai
Israel rohani. Paulus, dalam suratnya kepada jemaat di Galatia
menyebut mereka sebagai Israel milik Allah. Sementara gereja
digambarkan sebagai gereja yang sedang berjuang di bumi.
Sedangkan dalam ayat 9-17, Yohanes melihat gambaran tentang
gereja yang telah menang.

Nyanyian Kemenangan Orang banyak (7:9-17)

7:9 Kemudian dari pada itu aku melihat: sesungguhnya, suatu


kumpulan besar orang banyak yang tidak dapat terhitung
banyaknya, dari segala bangsa dan suku dan kaum dan bahasa,
berdiri di hadapan takhta dan di hadapan Anak Domba,
160 SURAT
KITAB WAHYU

memakai jubah putih dan memegang daun-daun palem di


tangan mereka.

Ungkapan tentang satu kumpulan besar orang banyak yang tak


terhitung banyaknya (ay. 9) mengingatkan kita kepada janji yang
Allah berikan kepada Abraham, bahwa keturunannya tak terhitung
banyaknya seperti bintang di langit dan seperti pasir di pantai laut
(bnd. Kej. 15:5; 22:17; 26:4; 32:12). Dalam Perjanjian Baru, keturunan
Abraham tidak hanya terbatas pada orang Israel saja, tetapi
mencakup setiap orang yang percaya kepada Yesus Kristus. Itu berarti
bahwa anak-anak Abraham tidak hanya orang Israel, melainkan juga
termasuk orang Kristen non-Yahudi dari segala bangsa dan bahasa
(Gal. 3:6-9; 16, 28f) (Aune, 1998:467). Kumpulan besar orang banyak
itu memakai jubah putih sebagai simbol kekudusan dan kemuliaan.
Mereka juga memegang daun palem sebagai simbol untuk ke­
menangan (1 Makabe 13:51), dan sukacita.
Daun palem juga mengingatkan kita kepada hari raya Pondok
Daun. Pada perayaan itu orang Israel berdiri di depan Bait Suci
dengan memegang daun palem sebagai tanda sukacita (bnd. Im.
23:40). Pada hari raya Pondok Daun itu bangsa Israel mengingat
kembali perjalanan nenek-moyang mereka dahulu yang melakukan
perjalanan yang sulit di padang gurun. Tetapi oleh bimbingan Tuhan,
mereka dapat masuk ke tanah Kanaan (Aune, 1998:467).
Dengan demikian, apabila Yohanes melihat orang banyak itu
memegang daun palem, itu menunjukkan bahwa setelah gereja
melalui suatu perjalanan panjang yang sukar di dalam dunia, gereja
akan mengalami sukacita besar dalam surga. Di sini kita melihat
hubungan antara hari raya Pondok Daun dengan eskatologi.

7:10 Dan dengan suara nyaring mereka berseru: “Keselamatan bagi


Allah kami yang duduk di atas takhta dan bagi Anak Domba!”
Daftar7 Isi
Pasal 161

7:11 Dan semua malaikat berdiri mengelilingi takhta dan tua-tua


dan keempat makhluk itu; mereka tersungkur di hadapan takhta
itu dan menyembah Allah,

7:12 sambil berkata: “Amin! puji-pujian dan kemuliaan, dan hikmat


dan syukur, dan hormat dan kekuasaan dan kekuatan bagi Allah
kita sampai selama-lamanya! Amin!”

Isi puji-pujian yang dikumandangkan melukiskan tentang


keselamatan bagi Allah (sôteria tõ Theõ) yang duduk di atas takhta
dan Anak Domba. Kata “bagi Allah” dalam pujian itu mestinya
dipahami sebagai kepunyaan Allah, sehingga ayat ini bisa di­
terjemahkan dengan keselamatan yang dari Allah. Keselamatan yang
Allah punya atau yang dari Allah diberikan kepada umat beriman
yang telah menang atas penguasa jahat yang menganiaya mereka.
Nyanyian pujian itu berisi tujuh atribut yang dikenakan kepada Allah
yaitu: puji-pujian, dan kemuliaan, dan hikmat dan syukur, dan hormat
dan kekuasaan dan kekuatan. Pujian ini memiliki kemiripan dengan
doksologi dalam 5:12 dengan satu kekecualian, yaitu kekayaan. Di
situ dikatakan bahwa Anak Domba itu layak untuk menerima kuasa,
dan kekayaan, dan hikmat dan kekuatan, dan hormat dan kemuliaan
dan puji-pujian. Pujian-pujian itu disahuti oleh para malaikat itu
dengan kata Amin (Amen) (7:12; bnd. 5:14) artinya benar, atau
sungguh, sebagai respons terhadap nyanyian kemenangan itu (Henry
M. Morris, 1983:134). Kumpulan besar orang banyak itu memuji
Allah karena mereka telah lepas dari penganiayaan dan penderitaan.

7:13 Dan seorang dari antara tua-tua itu berkata kepadaku:


“Siapakah mereka yang memakai jubah putih itu dan dari
manakah mereka datang?”

7:14 Maka kataku kepadanya: “Tuanku, tuan mengetahuinya.” Lalu


ia berkata kepadaku: “Mereka ini adalah orang-orang yang
162 SURAT
KITAB WAHYU

keluar dari kesusahan yang besar; dan mereka telah mencuci


jubah mereka dan membuatnya putih di dalam darah Anak
Domba.

Dalam ayat 13-14 terjadi suatu dialog antara Yohanes dan


seorang dari tua-tua itu. Tua-tua itu bertanya kepada Yohanes:
Siapakah mereka yang memakai jubah putih itu dan dari manakah
mereka datang? Pertanyaan ini diajukan kepada Yohanes dengan
maksud untuk menyadarkan Yohanes bahwa kumpulan besar orang
banyak itu telah ditebus oleh Kristus dengan darah-Nya. Warna jubah
putih melambangkan kesucian dan kemurnian karena jubah orang
banyak itu telah dicuci dengan darah Anak Domba itu (Simon J.
Kistemaker, 2001:275). Namun, pertanyaan ini tidak dapat dijawab
oleh Yohanes. Yohanes yakin bahwa tua-tua itu mengetahui jawaban
atas pertanyaan itu. Lalu tua-tua itu mengatakan bahwa mereka ini
adalah orang-orang yang keluar dari kesusahan yang besar.
Berdasarkan jawaban tua-tua itu, ternyata orang banyak itu
diidentifikasi sebagai orang-orang yang keluar dari kesusahan besar.
“Kesusahan besar” mengingatkan kita pada ucapan Nabi Daniel,
“Pada waktu itu ... akan ada suatu waktu kesesakan yang besar seperti
yang belum terjadi sejak ada bangsa-bangsa sampai pada waktu itu”
(Dan. 12:1). Ucapan yang sama disampaikan oleh Yesus kepada para
murid-Nya, tidak lama sebelum penyaliban-Nya. Ia berkata, “Sebab
pada masa itu akan terjadi siksaan yang dahsyat seperti yang belum
pernah terjadi sejak awal dunia sampai sekarang dan yang tidak
akan terjadi lagi” (Mat. 24:21) (Hendry M. Morris, 1983:135; Simon
J. Kistemaker, 2001:277). Dengan demikian, kesusahan besar yang
dimaksudkan adalah penganiayaan dan penderitaan yang dialami
oleh gereja di dunia, yakni penganiayaan, penindasan, pengham­
batan, pemenjaraan orang-orang percaya, bahkan pembunuhan
orang percaya dari segala zaman.
Daftar7 Isi
Pasal 163

Namun, sesudah kesusahan besar yang dialami itu, menyusul


suatu penghiburan yang besar yang dilihat Yohanes, yaitu bahwa
gereja atau orang-orang percaya yang dihambat dan dianiaya itu
memperoleh sukacita dan kebahagiaan dalam surga. Kalau dikatakan
bahwa gereja mengalami hambatan, bukan berarti bahwa semua
orang Kristen harus dianiaya atau disiksa dan dibunuh karena nama
Kristus baru mereka memperoleh selamat, melainkan juga termasuk
mereka yang mampu mempertahankan imannya dari segala godaan
hingga akhir hidupnya.
Ungkapan yang berikut adalah mencuci jubah. Ungkapan ini
mengingatkan kita kepada Keluaran 19:10 “mencuci pakaian” di kaki
gunung Sinai (Kej. 49:11) “mencuci pakaian dengan darah buah
anggur” (Mzm. 51:9), “mencuci bersih dosa-dosa” oleh pengam­
punan Allah. Mencuci jubah dalam konteks ini merupakan bahasa
simbolis yang berarti menerima penebusan dan pengudusan oleh
darah Kristus sebagai wujud dari anugerah keselamatan dari Allah
bagi mereka yang menang dalam perjuangan imannya.

7:15 Karena itu mereka berdiri di hadapan takhta Allah dan melayani
Dia siang malam di Bait Suci-Nya. Dan Ia yang duduk di atas
takhta itu akan membentangkan kemah-Nya di atas mereka.

7:16 Mereka tidak akan menderita lapar dan dahaga lagi, dan
matahari atau panas terik tidak akan menimpa mereka lagi.

7:17 Sebab Anak Domba yang di tengah-tengah takhta itu, akan


menggembalakan mereka dan akan menuntun mereka ke mata
air kehidupan. Dan Allah akan menghapus segala air mata dari
mata mereka.”

Karena itu, yakni karena mereka telah ditebus dan dikuduskan


oleh darah Anak Domba itu (ay. 14), maka mereka berdiri di hadapan
takhta Allah. Orang-orang kudus mampu berdiri di hadapan Allah
164 SURAT
KITAB WAHYU

karena mereka telah dikuduskan oleh darah Anak Domba itu. Mereka
melayani Dia siang dan malam. Menurut Yehezkiel 46:1-3, ibadah
persembahan korban di bait Allah di Yerusalem itu dilakukan pada
sore hari sebelum pintu gerbang ditutup dan pada pagi hari ketika
pintu gerbang dibuka. Tradisi itu dikutip oleh Paulus dalam Kisah
Para Rasul 26:7, yang menyatakan bahwa kedua belas suku Israel
dengan tekun melakukan ibadah siang dan malam. Dalam 7:15,
dikatakan bahwa orang-orang kudus itu melayani Tuhan siang dan
malam. Ungkapan ini menggambarkan bentuk ibadah orang-orang
kudus di hadapan Allah. Ibadah itu berlangsung di bait Suci-Nya.
Kata “bait Suci” diterjemahkan dari kata Yunani naoz, yang artinya
tempat tinggal ilahi, atau ruang Mahakudus. Dalam Kitab Wahyu kita
menjumpai ungkapan ini di beberapa tempat (11:19; 14:15, 17; 15:5,
6, 8; 16:1, 17; bnd. 22:3) yang menunjuk kepada bait Allah surgawi.
Di situlah Allah berdiam. Di tempat itu pula orang-orang kudus
melayani Dia siang dan malam, artinya tanpa henti. Bagi mereka,
Allah akan membentangkan kemah-Nya. Kata “kemah” (Ibr. Sukkot,
artinya melindungi) mengingatkan kita pada kisah perjalanan bangsa
Israel di padang gurun. Dalam Imamat 23:42, 43 dikatakan: “Di dalam
pondok-pondok daun kamu harus tinggal tujuh hari lamanya, setiap
orang asli Israel haruslah tinggal di dalam pondok-pondok daun,
supaya diketahui oleh keturunanmu, bahwa Aku telah menyuruh
orang Israel tinggal di dalam pondok-pondok ...” Berdasarkan teks
ini para rabi Yahudi menafsirkannya secara teologis sebagai suatu
per­lindungan bagi umat-Nya. Dengan mengangkat istilah kemah,
Yohanes menegaskan bahwa orang-orang kudus itu berada di dalam
perlindungan-Nya (Aune, 2001:476). Sebab Anak Domba, yaitu,
Yesus Kristus, yang di tengah-tengah takhta itu menggembalakan
mereka dan akan menuntun mereka ke mata air kehidupan. Ketika
Tuhan Yesus secara fisik bersama-sama dengan murid-murid-Nya,
Ia menyebut diri-Nya sebagai Gembala yang Baik (Yoh. 10:11).
Daftar7 Isi
Pasal 165

Sesudah Ia bangkit dari antara orang mati, Ia memerintahkan Petrus


untuk menggembalakan kawanan domba Allah (Yoh. 21:16),
kemudian tugas sebagai gembala dilakukan oleh para penatua dalam
gereja (1Ptr. 5:1-4). Tugas seorang gembala adalah melindungi
domba-domba itu dari serangan binatang buas, mengobati yang
sakit, menggendong yang lemah, mencari yang hilang, dan memberi
makan serta membaringkan mereka di padang yang berumput hijau,
dan menuntun mereka ke air yang tenang (bnd. Yes. 40:11; Mzm. 23)
(Kistemaker, 2001:280) dan mata air kehidupan yang merupakan
simbol untuk hidup yang kekal (Yes. 55:1; Yoh. 7:38, 39). Dalam
Wahyu 21:6; 22:17, Tuhan Yesus akan memberi minum orang-orang
yang haus dari mata air kehidupan dengan cuma-cuma. Dan Allah
akan menghapus segala air mata dari mata mereka. Kalimat terakhir
ini menggambarkan betapa indah kasih dan kelemah-lembutan Allah
yang menghapus segala air mata dari mereka yang menderita
penganiayaan dan penindasan karena Kristus, dan betapa bahagia
dan sukacitanya orang-orang kudus itu hidup bersama Dia. Mereka
tidak lagi mengalami kesusahan dan air mata. Situasi ini merupakan
suatu suasana sukacita dalam surga (bnd. ay. 16-17).

Pokok Pemberitaan

• Orang-orang yang Setia Sampai Akhir akan Beroleh


Keselamatan, Sukacita dan Kebahagiaan.
Dalam penglihatan Yohanes ini jumlah orang yang dimeterai adalah
144.000 orang. Jumlah ini bukanlah angka riil, sebagaimana
anggapan orang, melainkan angka simbol. Angka 144.000 me­
nyimbolkan orang-orang percaya yang berasal dari berbagai suku,
bangsa, dan bahasa di seluruh dunia, baik dari bangsa Israel maupun
dari bangsa-bangsa lain. Jumlah orang-orang yang dimeterai itu tidak
terhitung banyaknya (bnd. ay. 9). Orang-orang percaya itu dimeterai
166 SURAT
KITAB WAHYU

sebagai pemenang dalam perjuangan iman mereka menghadapi


penganiayaan dari penguasa yang kejam. Mereka adalah orang-orang
percaya yang setia dalam iman sampai akhir hidupnya. Oleh karena
itu, kepada mereka diberikan pakaian kemuliaan dan keselamatan
dari Allah.
Dalam penglihatan itu, salah seorang dari dua puluh empat tua-
tua menjelaskan kepada Yohanes bahwa mereka yang memakai
pakaian kemuliaan itu adalah orang-orang yang telah menang dalam
menghadapi penindasan atau penganiayaan karena memperta­
hankan iman kepada Kristus, dan sebagai pahalanya, mereka
memperoleh keselamatan dari Allah dalam kerajaan-Nya. Di sana,
mereka berdiri di hadapan takhta Allah dan melayani Dia siang dan
malam. Mereka tidak lagi merasa lapar dan dahaga, tidak ada lagi
tangisan dan air mata. Mereka hidup dalam sukacita dan kebaha­
giaan bersama dengan Allah dan para malaikat-Nya di surga.
Dalam sejarah pelayanan gereja atau orang-orang Kristen yang
hidup pada masa kini, gereja tidak hanya mengalami persekutuan
yang indah bersama Tuhan, melainkan kadang-kadang mengalami
penghambatan, dan penganiayaan dari orang-orang yang tidak
mengakui Kristus sebagai Tuhan. Bahkan juga dari penguasa yang
kejam karena orang-orang percaya mempertahankan iman dan
eksistensi mereka sebagai orang Kristen, dan mereka tetap setia
kepada iman yang telah diikrarkan di hadapan Tuhan dan jemaat-
Nya.
Dalam situasi yang demikian, orang yang tidak kuat imannya
akan murtad dan menyangkal imannya. Namun, melalui penglihatan
yang Allah berikan kepada Yohanes ini, Ia hendak meyakinkan orang
beriman dalam menghadapi berbagai ancaman dan penindasan, agar
mereka tidak perlu takut dan gelisah terhadap para penguasa dunia
yang bengis dan kejam. Sebab orang-orang yang setia sampai akhir
hidupnya, terutama mereka yang menjadi martir karena nama
Daftar7 Isi
Pasal 167

Kristus, akan disambut oleh para malaikat dalam kerajaan Surga. Di


sana, tidak ada lagi penderitaan dan air mata karena Allah meng­
hapus air mata mereka dan mereka hidup dalam sukacita dan
kebahagiaan, bersama dengan para malaikat di dalam kerajaan
surga.
Pasal 8:1-9:21
Malapetaka atas Semua yang Ada
di Alam Semesta

Mendahului bencana-bencana yang disebutkan dalam pasal 8:6—


9:21, Yohanes melihat bahwa ketika Anak Domba itu membuka
meterai yang ketujuh, maka sunyi senyap di surga. Lalu doa-doa
orang kudus dipersembahkan bersama dengan kemenyan oleh
seorang malaikat yang bertindak sebagai imam untuk mem­
persembahkan doa-doa orang kudus itu (81-5). Kemudian menyusul
bencana-bencana yang menimpa umat manusia ketika malaikat yang
pertama, kedua, ketiga, keempat, kelima, dan keenam meniupkan
sangkakalanya (8:6—9:19).
Bencana-bencana itu bukan merupakan hukuman yang meliputi
seluruh umat manusia, melainkan merupakan “rotan” bagi orang
berdosa untuk menyadari keberdosaannya, lalu bertobat atau
berbalik kepada Allah. Pertanyaan yang timbul adalah, mengapa
hanya sepertiga dari manusia yang binasa? Karena Allah masih
memberikan kesempatan kepada sisa manusia yang luput dari
hukuman itu untuk bertobat. Itu berarti, di samping hukuman Allah,
ada kesempatan yang Allah sediakan untuk bertobat. Namun,

168
Daftar8 Isi
Pasal 169

manusia tidak memanfaatkan kesempatan itu sebagai anugerah yang


Allah berikan untuk bertobat dari penyembahan berhala, sihir,
kemabukan, dan pencurian (9:20-21). Namun, manusia yang luput
dari bencana-bencana itu tetap hidup di dalam dosa.

Meterai yang Ketujuh (8:1-5)

8:1 Dan ketika Anak Domba itu membuka meterai yang ketujuh,
maka sunyi senyaplah di sorga, kira-kira setengah jam lamanya.

8:2 Lalu aku melihat ketujuh malaikat, yang berdiri di hadapan


Allah, dan kepada mereka diberikan tujuh sangkakala.

8:3 Maka datanglah seorang malaikat lain, dan ia pergi berdiri


dekat mezbah dengan sebuah pedupaan emas. Dan kepadanya
diberikan banyak kemenyan untuk dipersembahkannya
bersama-sama dengan doa semua orang kudus di atas mezbah
emas di hadapan takhta itu.

8:4 Maka naiklah asap kemenyan bersama-sama dengan doa


orang-orang kudus itu dari tangan malaikat itu ke hadapan
Allah.

Pasal 8 merupakan sambungan dari pasal 7, yang ditandai


dengan kata penghubung “dan” (kaì). Dan ketika Anak Domba itu
membuka meterai yang ketujuh. Ketika meterai yang ketujuh itu
dibuka oleh Anak Domba itu, maka sunyi senyap di surga (sigè èn tõ
oùranõ). Dalam tradisi Israel, ada beberapa pemahaman sunyi
senyap di surga itu. Pertama, sunyi senyap terjadi supaya puji-pujian
Israel dapat didengar. Tetapi dalam konteks ini sunyi senyap itu
terjadi supaya doa-doa orang kudus dapat didengar oleh Allah.
Kedua, sunyi senyap juga menunjuk kepada kehadiran Allah. Dalam
Zakharia 2:13, nabi meminta kepada segala makhluk untuk berdiam
170 SURAT
KITAB WAHYU

diri karena Tuhan telah bangkit dari tempat kediaman-Nya.


Permintaan yang sama disampaikan oleh Nabi Habakuk. Ia
mengatakan, “Tuhan ada di dalam bait-Nya yang kudus. Berdiam
dirilah di hadapan-Nya, ya segenap bumi” (Hab. 2:20) (David E. Aune,
1998:508). Pandangan yang kedua ini lebih sesuai dengan maksud
teks kita ini.
Dalam ayat 1 dikatakan bahwa keadaan sunyi senyap itu
berlangsung setengah jam (hemiórion), artinya dalam waktu yang
tidak terlalu lama. Dalam keadaan sunyi senyap itu ada dua pekerjaan
yang dilakukan. Pertama, pemberian tujuh sangkakala kepada tujuh
malaikat di hadapan Allah. Kedua, persembahan kemenyan bersama
doa semua orang kudus (ay. 3, 4). Untuk melaksanakan pekerjaan
yang kedua, Yohanes melihat seorang malaikat lain yang pergi berdiri
dekat mezbah dengan sebuah pedupaan emas. Pedupaan emas
(libanõton khrusõün) adalah wadah yang di dalamnya dimasukkan
kemenyan untuk dibakar, sehingga menimbulkan bau yang harum.
Itulah sebabnya Yohanes melihat bahwa kepada malaikat itu
diberikan banyak kemenyan untuk dipersembahkan bersama-sama
dengan doa semua orang kudus di atas mezbah emas. “Mezbah emas”
(thusiastérion tò chrusoün) dalam penglihatan Yohanes ini meng­
ingatkan kita kepada mezbah emas (bnd. 1Raj. 7:48) yang terdapat
di dalam ruang mahakudus di bait Allah Yerusalem, yang biasanya
dipersembahkan kemenyan di atasnya, berupa damar yang sudah
ditumbuk menjadi bubuk, kepada Allah. Pembakaran kemenyan itu
akan menimbulkan bau yang harum. Pada zaman Perjanjian Lama,
kemenyan dipakai sebagai simbol doa-doa umat pada peribadahan,
yang dinaikkan sebagai bau harum kepada Allah. Asap kemenyan dan
doa orang-orang kudus itu naik bersama-sama ke atas. Ungkapan ini
bukan menunjukkan bahwa Yohanes melihat doa-doa itu naik ke
atas, sebab doa tidak bisa dilihat. Tetapi maksudnya adalah bahwa
sama seperti asap kemenyan itu naik ke atas, demikianlah doa orang-
Daftar8 Isi
Pasal 171

orang kudus itu naik ke hadapan Allah (Henry M. Morris, 1983:142).


Memang salah satu seruan dalam bentuk doa yang terkenal dari
jemaat purba adalah Maranatha, artinya: Ya Tuhan datanglah. Hanya
dalam perikop ini Yohanes tidak menyebut isi doa itu. Kecuali dalam
pasal 6:10, kita membaca seruan orang kudus itu kepada Penguasa
yang Kudus untuk menghakimi bumi. Jadi, pandangan itu dapat
diterima sebagai suatu kemungkinan.

8:5 Lalu malaikat itu mengambil pedupaan itu, mengisinya dengan


api dari mezbah, dan melemparkannya ke bumi. Maka
meledaklah bunyi guruh, disertai halilintar dan gempa bumi.

Sesudah doa orang kudus itu naik ke hadapan Allah, maka


malaikat yang berdiri di dekat mazbah itu mengambil pedupaan dan
mengisinya dengan api. “Api” yang dimaksud dalam teks ini adalah
bara api, sebagaimana yang dilakukan oleh Nadab dan Abihu yang
mengambil bara api itu dan memasukkannya ke dalam ukupan (bnd.
Im. 10:1). Dalam ay. 5, malaikat itu mengambil pedupaan, mengisinya
dengan (bara) api dari mezbah, dan melemparkannya ke bumi. Maka
meledaklah bunyi guruh (phonai) disertai halilintar (astrapai) dan
gempa bumi. Peristiwa alam yang terakhir ini (gempa bumi)
diterjemahkan dari kata Yunani seismoz yang dapat berarti: getaran,
goncangan, atau gempa bumi. LAI menerjemahkannya dengan kata
gempa bumi. Peristiwa-peristiwa alam ini kadang-kadang meng­
gambarkan kehadiran Allah (bnd. Kel. 19:18), kadang-kadang juga
dilihat sebagai tanda-tanda kedatangan Allah (Mat. 24:7, par.) (David
E. Aune, 1998:518). Dalam konteks ini peristiwa alam itu meng­
gambarkan kehadiran Allah untuk menghukum orang-orang fasik
(bnd. 4:5; 6:12; 11:19; 16:18; Luk. 12:49).
172 SURAT
KITAB WAHYU

Pokok Pemberitaan

• Doa Orang-orang Kudus.


Doa merupakan sarana komunikasi antara manusia dengan Allah.
Di kalangan orang Kristen, doa tidak hanya dilakukan dalam ibadah-
ibadah di gereja atau persekutuan-persekutuan jemaat, tetapi doa
juga disampaikan secara pribadi dalam keheningan. Di dalam doa,
kita mengungkapkan isi hati kita kepada Allah. Baik itu berupa
ucapan syukur, puji-pujian, maupun kegelisahan dan kesedihan.
Dalam Wahyu 8:1-5, kita tidak tahu apa isi doa yang disampaikan
oleh orang-orang Kudus itu kepada Allah. Apakah itu doa yang
disampaikan sebagai jeritan dari tengah penderitaan yang dialami,
atau doa memohon pertolongan Tuhan karena penganiayaan yang
dilakukan oleh orang fasik. Kita tidak tahu.
Namun, yang menarik adalah bahwa surga menjadi sunyi senyap
ketika orang-orang kudus menyampaikan doa mereka kepada Allah.
Kesunyian itu sendiri menggambarkan kehadiran Allah. Laksana
seorang raja, ketika Ia datang dan berdiri di depan podium, maka
semua orang berdiam diri mengarahkan seluruh perhatian mereka
kepadanya. Demikianlah kedatangan dan kehadiran Allah di tengah
umat-Nya. Oleh sebab itu, para nabi PL meminta kepada segala
makhluk, termasuk umat Israel, agar berdiam diri, karena Allah
datang dan hadir di tengah persekutuan mereka.
Kehadiran Allah di tengah-tengah persekutuan umat-Nya itu
bukan kehadiran yang pasif, melainkan kehadiran yang aktif. Ia hadir
dan secara aktif serta empatik mendengarkan doa-doa umat yang
telah Ia kuduskan dan secara aktif pula berkarya untuk kehidupan
dan masa depan umat-Nya itu. Oleh karena itu, ketika kita hendak
berdoa, kita perlu menenangkan hati kita dan mendiamkan semua
suara yang mengganggu, agar secara khusyuk kita sungguh-sungguh
Daftar8 Isi
Pasal 173

mengarahkan seluruh pikiran dan hati kita kepada Allah yang sedang
hadir di hadapan kita. Itulah sikap doa yang benar.

Tujuh Sangkakala (8:6-13)

8:6 Dan ketujuh malaikat yang memegang ketujuh sangkakala itu


bersiap-siap untuk meniup sangkakala.

8:7 Lalu malaikat yang pertama meniup sangkakalanya dan


terjadilah hujan es, dan api, bercampur darah; dan semuanya
itu dilemparkan ke bumi; maka terbakarlah sepertiga dari bumi
dan sepertiga dari pohon-pohon dan hanguslah seluruh rumput-
rumputan hijau.

Sekali lagi, dalam pasal ini kita bertemu dengan angka 7 (tujuh).
Angka ini menunjukkan angka sempurna dan merupakan kelipatan
dari angka 3 sebagai angka sempurna dan angka suci untuk Allah
Tritunggal dan angka 4 sebagai angka yang menunjuk kepada
keempat penjuru alam, yang menggambarkan seluruh ciptaan. Angka
ini dikenakan kepada para malaikat yang bersiap-siap meniup
sangkakala.
Dalam ayat 6-13, kita membaca tentang keempat sangkakala
pertama ditiup dan masing-masing diikuti oleh peristiwa-peristiwa
alam yang dahsyat. Peristiwa-peristiwa alam itu berupa hukuman
yang secara berturut-turut menimpa semua yang hidup di alam
semesta. Hukuman berupa bencana pertama adalah terjadinya hujan
es dan api bercampur darah, yang menimpa sepertiga bumi, pohon-
pohon terbakar dan seluruh rumput hijau menjadi hangus (8:7).
Terbakarnya sepertiga dari pohon-pohon dan rumput hijau tentu
tidak hanya menimbulkan persoalan ekologis, melainkan juga
menjadi ancaman bagi kelangsungan hidup semua makhluk hidup,
akibat dari terputusnya mata rantai kehidupan yang memungkinkan
174 SURAT
KITAB WAHYU

manusia menghirup udara segar. Demikian juga hewan-hewan di


padang akan kelaparan dan binasa karena tidak ada rumput hijau
yang menjadi makanan mereka.
Peristiwa alam yang pertama ini mengingatkan kita kepada
tulah ketujuh yang Allah lakukan melalui Musa di Mesir, ketika Firaun
mengeraskan hatinya untuk tidak melepaskan bangsa Israel pergi
(bnd. Kel. 9:13-32). Jika demikian, maka peristiwa-peristiwa alam
yang disebutkan dalam ayat 7 ini merupakan “rotan” bagi manusia
supaya insaf dan bertobat. Maksudnya, bagi manusia yang belum
ditimpa bencana yang pertama masih diberikan kesempatan untuk
bertobat sebelum kedatangan Anak Domba itu.

8:8 Lalu malaikat yang kedua meniup sangkakalanya dan ada


sesuatu seperti gunung besar, yang menyala-nyala oleh api,
dilemparkan ke dalam laut. Dan sepertiga dari laut itu menjadi
darah,

8:9 dan matilah sepertiga dari segala makhluk yang bernyawa di


dalam laut dan binasalah sepertiga dari semua kapal.

Ketika sangkakala kedua ditiup, terjadilah peristiwa alam yang


kedua yaitu “letusan gunung berapi”, yang mengakibatkan sepertiga
dari semua makhluk di laut dan semua kapal binasa (8:8). Aune dan
de Heer berpendapat bahwa letusan gunung berapi sebagai peristiwa
alam itu telah terjadi pada tanggal 24 Agustus 79 M, ketika gunung
berapi Vesuvius meletus dan membinasakan kota-kota di sekitarnya.
Lahar dari gunung itu tertumpah ke laut dan menjadikan air laut
berwarna merah. Penglihatan ini mengingatkan kita pada tulah
pertama yang Allah lakukan melalui Musa terhadap orang Mesir, di
mana air sungai di Mesir berubah menjadi darah (Kel. 7:14-25)
(Aune, 1998:519, 520; de Heer, 2003:114). Pandangan ini dapat
diterima dengan pengertian bahwa penglihatan Yohanes itu tidak
Daftar8 Isi
Pasal 175

saja sekali terjadi. Letusan gunung yang membinasakan banyak


orang dapat terjadi sebagai peringatan bagi manusia untuk me­
ngakui kemahakuasaan Allah, lalu bertobat.
Jumlah sepertiga dalam penglihatan ini janganlah diartikan
secara harfiah. Jumlah itu adalah suatu simbol yang menyatakan
bahwa apa yang sekarang terjadi bukan penghakiman yang final.
Bencana-bencana itu hanya merupakan tanda-tanda mendekatnya
kedatangan Tuhan, supaya manusia berbalik dari jalan yang
membawa kepada hukuman yang kekal. Bencana yang kedua ini
menyebabkan sepertiga dari segala makhluk di laut dan sepertiga
dari kapal-kapal binasa. Kalau dalam hukuman yang pertama,
hukuman itu dijatuhkan kepada makhluk hidup di atas bumi, maka
hukuman yang kedua ini dijatuhkan pada makhluk hidup yang di
dalam laut, dan kapal-kapal yang berlayar di atas lautan. Ungkapan
ini menggambarkan peristiwa tsunami yang begitu hebat, sehingga
tidak hanya sepertiga dari makhluk di laut binasa melainkan juga
sepertiga dari kapal-kapal hancur diterjang tsunami.
Yang menarik di sini adalah, walau terjadi kehancuran yang
besar yang mengakibatkan matinya makhluk hidup di laut dan
terputusnya mata rantai ekonomi melalui jalur laut, namun hanya
sepertiga dari makhluk di laut dan kapal-kapal itu binasa. Tentu
hukuman ini merupakan ancaman bagi manusia. Semua itu hanya
merupakan peringatan bagi manusia tentang hukuman yang lebih
besar, yang akan menimpa mereka yang menentang Allah (Henry M.
Morris, 1983:148).

8:10 Lalu malaikat yang ketiga meniup sangkakalanya dan jatuhlah


dari langit sebuah bintang besar, menyala-nyala seperti obor,
dan ia menimpa sepertiga dari sungai-sungai dan mata-mata
air.
176 SURAT
KITAB WAHYU

8:11 Nama bintang itu ialah Apsintus. Dan sepertiga dari semua air
menjadi apsintus, dan banyak orang mati karena air itu, sebab
sudah menjadi pahit.

Sesudah malaikat kedua meniup sangkakalanya yang diuraikan


pada 8:9, menyusul tiupan sangkakala yang ketiga diikuti oleh
bencana ketiga yaitu, sebuah bintang besar bernama Apsintus jatuh
dari langit, menyala-nyala seperti obor (8:10, 11). Dalam Perjanjian
Lama. kata “apsintus” muncul tujuh kali (Ul. 29:18; Ams. 5:4; Yer.
9:15; 23:15; Rat. 3:15; Am. 5:7) dan menunjuk kepada sejenis
tumbuhan yang terasa sangat pahit dan biasanya dipakai untuk
mengusir ngengat yang merusak pakaian. Para penulis PL memakai
kata “apsintus” juga untuk dikenakan kepada perempuan jalang
(Ams. 5:4), hukuman atas dosa (Yer. 9:15 dan kehidupan yang korup
(Am. 5:7). Sedangkan dalam penglihatan Yohanes, apsintus adalah
nama bintang. Dalam Mat. 24:29; Mrk. 13:25; Why. 6:13, kita
membaca tentang bintang-bintang yang berjatuhan dari langit, tetapi
dalam konteks Why. 8:11, bintang yang jatuh dari langit itu bernama
apsintus dan memiliki maksud khusus, yaitu mencemari semua air,
sehingga menyebabkan banyak orang mati karenanya (Henry M.
Morris, 1983:148). Ada penafsir, yang dikutip oleh de Heer,
berpendapat bahwa Yohanes dalam penglihatan ini melihat ke depan
dan menubuatkan tentang penggunaan senjata-senjata atom.
Penggunaan senjata-senjata itu mengakibatkan pencemaran mata-
mata air dan kematian bagi orang yang meminumnya (de Heer,
2003:115). Akan tetapi, kesulitan yang timbul dengan teori ini adalah
nama dari bintang itu sendiri yang sama dengan nama sejenis
tumbuhan yang rasanya sangat pahit. Orang yang meminum air dari
jenis tumbuhan ini bisa mabuk, mengalami halusinasi, kerusakan
syaraf secara permanen. Dalam Yeremia 9:15 kita membaca bahwa
oleh karena dosa bangsa Israel, Allah menghukum mereka dengan
memberi mereka “makan ipuh dan minum racun” (bnd. Yer. 23:15)
Daftar8 Isi
Pasal 177

(Aune, 1998:522). Dalam penglihatan Yohanes, kita juga membaca


bahwa Allah meracuni air yang diminum manusia, sehingga banyak
orang mati. Keadaan itu menggambarkan hukuman Allah bagi orang
fasik yang tidak percaya kepada Allah.

8:12 Lalu malaikat yang keempat meniup sangkakalanya dan


terpukullah sepertiga dari matahari dan sepertiga dari bulan
dan sepertiga dari bintang-bintang, sehingga sepertiga dari
padanya menjadi gelap dan sepertiga dari siang hari tidak
terang dan demikian juga malam hari.

8:13 Lalu aku melihat: aku mendengar seekor burung nasar terbang
di tengah langit dan berkata dengan suara nyaring: “Celaka,
celaka, celakalah mereka yang diam di atas bumi oleh karena
bunyi sangkakala ketiga malaikat lain, yang masih akan meniup
sang­kakalanya.”

Sesudah ditiupnya sangkakala yang ketiga dengan segala


kerusakan yang timbul, lalu malaikat yang keempat meniup
sangkakalanya. Akibat yang ditimbulkan oleh sangkakala yang
keempat adalah, sepertiga dari matahari, bulan, bintang-bintang
menjadi gelap (8:12). Kali ini benda-benda penerang di langit
menjadi gelap. Kegelapan ini mengingatkan kita juga kepada tulah
kesembilan di Mesir. Dalam Keluaran 10:21-23 dikatakan bahwa
ketika Tuhan Allah menyuruh Musa mengulurkan tangannya ke
langit, maka gelap gulita meliputi tanah Mesir, sehingga tidak ada
orang yang dapat melihat temannya dan juga tidak ada yang dapat
bangun dari tempatnya selama tiga hari. Dengan demikian, Yohanes
melihat bahwa apa yang terjadi di Mesir berulang lagi menjelang
kedatangan Tuhan sebagai hukuman bagi orang fasik. Dalam Amos
8:9, kita juga membaca bahwa pada hari Tuhan, Tuhan akan membuat
matahari terbenam di siang hari dan membuat bumi gelap pada hari
178 SURAT
KITAB WAHYU

cerah (Aune, 1998:522). Peristiwa yang sama juga dilihat oleh


Yohanes dalam penglihatannya ketika malaikat keempat meniup
sang­kakalanya.
Dalam situasi kegelapan itu, Yohanes mendengar seekor burung
nazar terbang di tengah langit dan berkata dengan suara nyaring.
Dalam tradisi Yunani, burung nasar adalah utusan dari Dewa Zeus.
Dalam Mat. 24:28, burung nazar merupakan simbol tentang
penghakiman pada kedatangan Anak Manusia. Sedangkan Yohanes
mendengar burung nazar itu terbang di tengah langit dan berkata
dengan suara nyaring. Dalam konteks penglihatan Yohanes, burung
nazar dapat dipandang sebagai alat yang Tuhan pakai untuk
menyampaikan kepada manusia tentang hukuman Allah berupa
bencana-bencana berikut yang lebih dahsyat lagi. Burung nazar itu
berkata dengan suara nyaring: Celaka, celaka, celakalah mereka yang
diam di atas bumi. Dalam Kitab 4 Barukh 7:15-16 dilaporkan bahwa
ada seekor burung nazar yang diutus untuk membawa berita berupa
surat dari Barukh kepada Yeremia dalam pembuangan dan berteriak
dengan suara nyaring. Ketika burung itu menghidupkan orang mati,
maka orang berpikir bahwa Allah menyatakan diri kepada mereka
dalam bentuk burung nazar (4 Ezra 7:20).
Dalam Wahyu 8:13, perkataan celaka (oúaì) diteriakkan oleh
burung nazar itu sampai tiga kali. Ketiga teriakan itu memiliki kaitan
dengan tiga bencana yang akan menimpa manusia ketika ketiga
malaikat lain yang akan meniupkan sangkakalanya. Manusia yang
mengalami malapetaka yang dimaksud di sini adalah orang-orang
fasik, sedangkan orang beriman yang telah dimeterai itu berada
dalam perlindungan Tuhan (Ladd, 1972128).
Daftar8 Isi
Pasal 179

Pokok Pemberitaan

• Teguran Kepada Orang Fasik Supaya Bertobat.


Dalam Wahyu 8:6-13 ini, kita membaca tentang berbagai bencana
yang menimpa seluruh alam semesta dan semua yang diam di
dalamnya, ketika keempat malaikat pertama meniupkan sangkakala
mereka. Bencana yang pertama adalah terjadinya hujan es, dan api,
ber­campur darah, yang dilemparkan ke bumi sehingga mengakibatkan
sepertiga dari bumi, pohon-pohon terbakar, dan seluruh rumput
hijau menjadi hangus. Dengan terbakarnya sepertiga dari pohon-
pohon dan rumput hijau akan menimbulkan persoalan ekologis dan
ancaman bagi kelangsungan hidup semua makhluk hidup, karena
terputusnya mata rantai kehidupan yang memungkinkan manusia
menghirup udara segar. Demikian juga hewan-hewan di padang akan
kelaparan dan binasa karena tidak ada rumput hijau yang menjadi
asupan makanan bagi mereka.
Hukuman yang kedua berupa letusan gunung berapi yang
mengakibatkan sepertiga dari semua makhluk di laut dan semua
kapal binasa karena peristiwa tsunami yang begitu hebat, sehingga
tidak hanya sepertiga dari makhluk di laut yang binasa, melainkan
juga sepertiga dari kapal-kapal hancur diterjang tsunami. Hukuman
ini tentu menimbulkan krisis ekonomi bagi manusia, namun hanya
sepertiga dari manusia yang mengalaminya.
Hukuman yang ketiga adalah air sungai dan mata-mata air
menjadi pahit dan beracun. Mungkin kita bertanya, mengapa air
sungai dan mata-mata air menjadi pahit dan beracun? Karena air
merupakan sumbar hidup yang memungkinkan semua makhluk
hidup di bumi bisa minum untuk melangsungkan hidupnya. Tanpa
air, pasti semua yang hidup akan mati. Dalam ayat 11 dikatakan
bahwa sepertiga dari semua air menjadi apsintus, sehingga banyak
orang mati karena air itu, sebab sudah menjadi pahit.
180 SURAT
KITAB WAHYU

Hukuman yang keempat adalah terjadinya kegelapan karena


sepertiga dari benda-benda penerang di langit, seperti matahari,
bulan, dan bintang-bintang menjadi gelap, sehingga tidak ada terang
pada siang hari maupun malam hari. Semua makhluk termasuk
manusia hidup dalam kegelapan. Hukuman ini tentu menyebabkan
manusia tidak bisa bekerja mencari nafkah untuk kelangsungan
hidupnya. Dalam situasi yang gelap gulita itu Yohanes mendengar
seekor burung nazar berteriak dengan suara nyaring untuk
memberitahukan hukuman yang lebih berat lagi bagi manusia.
Semua hukuman yang didatangkan oleh Allah memiliki satu
maksud, yakni supaya manusia meninggalkan jalan yang membawa
kepada kematian, lalu bertobat dari dosanya dan mengaku percaya
kepada Tuhan sebagai Allah yang hidup. Hukuman-hukuman Allah
itu tentu tidak hanya terjadi pada zaman Yohanes, melainkan juga
terjadi pada masa kini. Memang hukuman-hukuman itu memiliki
sisi yang negative tetapi juga bisa memiliki sisi positif, bahwa Allah
adalah penguasa atas alam sementa. Oleh sebab itu, manusia harus
berpaling dari dosa dan kejahatannya, dan berbalik kepada Allah.
Pasal 9:1-21
Sangkakala yang Kelima dan
Keenam

Dalam pasal 9:1-21 diceritakan tentang ditiupnya sangkakala yang


kelima dan keenam serta bencana-bencana yang mengikutinya.

SANGKAKALA YANG KELIMA (9:1-12)

9:1 Lalu malaikat yang kelima meniup sangkakalanya, dan aku


melihat sebuah bintang yang jatuh dari langit ke atas bumi, dan
kepadanya diberikan anak kunci lobang jurang maut.

Ketika sangkakala yang kelima ditiup, sebuah bintang telah jatuh


dari langit. Menurut Hakim-hakim 5:20; Ayub 38:7; Daniel 8:10,
bintang digambarkan sebagai makhluk hidup atau makhluk surgawi.
Sementara dalam Yudas 1:13, para guru-guru palsu disebut sebagai
bintang-bintang yang bagi mereka telah tersedia tempat di dunia
kekelaman (Robert G. Bratcher dan Howard A. Hatton, 2000:143).
Dengan demikian, bintang yang dimaksudkan di sini bukan bintang
dalam arti fisik, melainkan suatu gambaran tentang seorang malaikat
(bnd. 1:16, 20; Ayb. 38:7). Malaikat itu (telah) jatuh ke bumi

181
182 SURAT
KITAB WAHYU

(pepõkóta eìs tèn gën). Menurut Yesaya 14:12, Lucifer, yang juga
disebut sebagai bintang timur, putera fajar, telah jatuh ke bumi untuk
mengalahkan bangsa-bangsa. Tuhan Yesus sendiri menyampaikan
jatuhnya malaikat itu kepada murid-murid-Nya “Aku melihat Iblis
jatuh seperti kilat dari langit” (Luk. 10:18) (Henry M. Morris,
1983:156). Yohanes melihat bahwa kepada malaikat yang jatuh ke
bumi itu diberikan anak kunci lubang jurang maut. Jurang maut
diterjemahkan dari istilah Yunani abussós. Istilah ini dipakai tujuh
kali dalam Kitab Wahyu (9:1, 2, 11; 11:7; 17:8; 20:1, 3), artinya jurang
yang tanpa batas atau yang tak terduga dalamnya. LAI me­
nerjemahkannya dengan “jurang maut”. Jurang maut itu adalah
tempat di mana Iblis dilemparkan atau dipenjarakan (bnd. Yud. 1:6;
Why. 20:1). Gambaran tentang “jurang maut” berasal dari keyakinan
kuno bahwa kuasa jahat itu tinggal di bawah bumi di dalam sebuah
jurang yang ada penutup dan ada kuncinya. Kunci itu ada di tangan
Allah sendiri, dan penutup atau pintu jurang itu dapat dibuka (9:2)
atau ditutup (20:3) (Aune 1998:525, 527). Oleh karena itu, bila pintu
jurang itu dibuka, maka ia menyemburkan asap dari dalamnya. Pintu
jurang itu terkunci, sehingga harus dibuka. Ungkapan ini menun­
jukkan bahwa sekalipun Iblis dikeluarkan dari jurang yang dalam
itu, namun ia secara ketat berada di bawah kontrol Allah.

9:2 Maka dibukanyalah pintu lobang jurang maut itu, lalu naiklah
asap dari lobang itu bagaikan asap tanur besar, dan matahari
dan angkasa menjadi gelap oleh asap lobang itu.

9:3 Dan dari asap itu berkeluaranlah belalang-belalang ke atas


bumi dan kepada mereka diberikan kuasa sama seperti kuasa
kalajengking-kalajengking di bumi.

9:4 Dan kepada mereka dipesankan, supaya mereka jangan


merusakkan rumput-rumput di bumi atau tumbuh-tumbuhan
Daftar9 Isi
Pasal 183

ataupun pohon-pohon, melainkan hanya manusia yang tidak


memakai meterai Allah di dahinya.

9:5 Dan mereka diperkenankan bukan untuk membunuh manusia,


melainkan hanya untuk menyiksa mereka lima bulan lamanya,
dan siksaan itu seperti siksaan kalajengking, apabila ia
menyengat manusia.

9:6 Dan pada masa itu orang-orang akan mencari maut, tetapi
mereka tidak akan menemukannya, dan mereka akan ingin
mati, tetapi maut lari dari mereka.

Ketika pintu jurang maut itu dibuka, tidak hanya asap, tetapi
juga belalang keluar dari dalamnya. Belalang (àkrìdes) mengingatkan
kita kepada tulah belalang yang terjadi di Mesir (bnd. Kel. 10:12-20).
Dalam PL, belalang digambarkan sebagai musuh yang menyerbu dan
dipandang sebagai murka Allah (bnd. Yl. 1:15; 2:4-10). Namun,
belalang yang dilihat Yohanes di sini adalah belalang khusus, sebab
mereka bisa menyengat dengan ekor seperti kalajengking (skorpíos).
Kalau di Mesir belalang itu menyerang tumbuh-tumbuhan, dalam
Kitab Wahyu, belalang itu dipesankan agar jangan merusak rumput-
rumput di bumi atau tumbuh-tumbuhan ataupun pohon-pohon,
melainkan hanya menyerang manusia yang tidak memakai meterai
Allah di dahinya. Belalang-belalang itu diberikan kuasa seperti kuasa
kalajengking untuk menyerang manusia, namun tidak membu­nuh­
nya (ay. 3, 4). Pesan ini mengingatkan kita pada pesan yang Allah
berikan kepada Setan ketika ia meminta untuk mencobai Ayub (2:6).
Serangan itu bukan supaya manusia mati, melainkan supaya manusia
menderita siksaan dari belalang-belalang itu, sebab siksaan bela­
lang itu menyengat seperti sengatan kalajengking. Siksaan itu
berlangsung lima bulan lamanya (ay. 5). Lima bulan merupakan
angka simbolik. Angka lima artinya “beberapa”. Angka lima muncul
beberapa kali dalam Alkitab (1Kor. 14:19; Mat. 17:17-19, par.; Luk.
184 SURAT
KITAB WAHYU

126; 12:52; Kis. 20:6; 24:1; 1Sam. 17:10). Siksaan itu begitu hebat,
sehingga orang ingin mati dari pada hidup tetapi maut lari dari
mereka (ay. 6). Ungkapan ini memiliki kemiripan dengan Wahyu 6:16
di mana orang-orang berkata kepada gunung-gunung dan kepada
batu-batu karang, “Runtuhlah menimpa kami ...” (Aune, 1998:531).

9:7 Dan rupa belalang-belalang itu sama seperti kuda yang


disiapkan untuk peperangan, dan di atas kepala mereka ada
sesuatu yang menyerupai mahkota emas, dan muka mereka
sama seperti muka manusia,

9:8 dan rambut mereka sama seperti rambut perempuan dan gigi
mereka sama seperti gigi singa,

9:9 dan dada mereka sama seperti baju zirah, dan bunyi sayap
mereka bagaikan bunyi kereta-kereta yang ditarik banyak kuda,
yang sedang lari ke medan peperangan.

9:10 Dan ekor mereka sama seperti kalajengking dan ada sengatnya,
dan di dalam ekor mereka itu terdapat kuasa mereka untuk
menyakiti manusia, lima bulan lamanya.

Belalang dalam penglihatan itu digambarkan seperti kuda yang


disiapkan untuk peperangan, menyimbolkan ketangkasan untuk
menaklukkan lawannya. Para menulis Alkitab juga sering memakai
nama belalang untuk melukiskan besarnya pasukan musuh yang
datang menyerang (Hak. 6:5; 7:12; Yer. 46:23). Yohanes melihat
wajah belalang itu seperti manusia. Gambaran ini menunjukkan
bahwa mereka cerdas, rambutnya seperti rambut wanita. Gambaran
ini melukiskan ciri gerombolan penjahat, giginya seperti gigi singa,
yang melambangkan kuasa atau kekuatannya, dadanya seperti baju
zirah. Suatu ungkapan yang melukiskan kemampuannya menangkis
serangan, ekornya seperti kalajengking, sebagai simbol untuk
Daftar9 Isi
Pasal 185

menyiksa dan menyebabkan orang mengalami sakit yang luar biasa


(9:7-10). Gambaran-gambaran ini melukiskan pasukan belalang itu
tidak terkalahkan.
Pertanyaan yang timbul adalah, siapakah gerangan binatang
ini? Umumnya para pakar berpendapat bahwa belalang-belalang ini
adalah setan-setan. Mereka dibiarkan untuk menyiksa manusia yang
tidak mempunyai meterai Allah. Siksaan itu berlangsung selama lima
bulan (ay. 10). Lima bulan artinya beberapa waktu (lih. tafsiran ay.
5). Ungkapan ini hanya menyatakan bahwa siksaan oleh setan-setan
itu betapa pun berat, tetapi ada batasnya juga.

9:11 Dan raja yang memerintah mereka ialah malaikat jurang maut;
namanya dalam bahasa Ibrani ialah Abadon dan dalam bahasa
Yunani ialah Apolion.

9:12 Celaka yang pertama sudah lewat. Sekarang akan menyusul


dua celaka lagi.

Belalang-belalang sebagai simbol dari setan-setan itu bekerja


dengan dipimpin oleh raja mereka, yaitu malaikat jurang maut.
Tampaknya malaikat di sini sama dengan yang disebutkan dalam ay.
1. Namanya Abadon (Ibrani) atau Apolion (Yunani) (ay. 11). Arti nama
ini adalah pemusnah atau pembinasa. Dalam PL nama Abadon adalah
tempat pemusnahan atau penghancuran yang dihubungkan dengan
Sheol atau dunia kematian (bnd. Ayb. 28:22; Mzm. 88:11; Ams.
15:11—27:20). Menarik bahwa nama Apolion (Yunani) memiliki
kemiripan dengan nama Dewa Apollo, dewa terkenal dari orang
Yunani-Romawi, yang di dalam Perjanjian Baru dianggap sebagai
setan. Para kaisar Romawi memandang diri mereka memiliki
hubungan dengan Dewa Apollo. Bahkan Kaisar Nero mengidentifikasi
dirinya dengan Belial, yang memiliki hubungan khusus dengan Apollo
(Aune 1998:535). Domitianus juga memandang dirinya sebagai
186 SURAT
KITAB WAHYU

penjelmaan dari Dewa Apollo. Oleh karena itu, ia menuntut rakyatnya


menyem­bah dirinya sebagai dewa. Pendewaan yang demikian sangat
ditentang oleh penulis Kitab Wahyu.
Dari nama malaikat ini jelas bahwa Abadon atau Apolion adalah
pemimpin para malaikat yang telah dilemparkan ke dalam neraka
dan dipenjarakan di sana. Malaikat-malaikat yang telah jatuh itu
hanya dikeluarkan atas kehendak Allah, yakni jika penutup jurang
maut itu dibuka. Dalam ayat 12, dikatakan bahwa celaka yang
pertama sudah lewat dan akan menyusul dua celaka lagi.

Sangkakala yang Keenam (9:13-21)

9:13 Lalu malaikat yang keenam meniup sangkakalanya, dan aku


mendengar suatu suara keluar dari keempat tanduk mezbah
emas yang di hadapan Allah,

Ketika malaikat keenam meniup sangkakalanya, Yohanes


mendengar suara keluar dari keempat tanduk mezbah emas. Empat
tanduk mezbah mengingatkan kita kepada mezbah pedupaan di
dalam Bait Allah di Yerusalem yang memiliki empat tanduk pada
keempat sudutnya. Sedangkan kata “mezbah” muncul delapan kali
dalam Kitab Wahyu. Empat di antaranya adalah mezbah pedupaan
(8:3, 2 x; 5; 9:13) dan empat lainnya adalah mezbah korban bakaran.
Dalam penglihatan Yohanes, ia mendengar suara keluar dari empat
tanduk mezbah di hadapan Allah. Suara itu keluar dari mezbah yang
sama, dimana doa orang-orang kudus dipersembahkan kepada Allah
(8:3-4). Dapat dikatakan bahwa suara itu merupakan jawaban
terhadap doa orang-orang kudus (bnd. Why. 6:10). Pertanyaan yang
timbul adalah, apakah suara itu suara Allah? Menurut Aune, suara
itu tidak dapat disamakan dengan suara Allah, sebab dalam 8:3-5,
ada seorang malaikat yang berdiri di depan mezbah pedupaan
Daftar9 Isi
Pasal 187

dengan sebuah pedupaan emas dan bertugas sebagai imam yang


menyampaikan kehendak Allah. Suara itu adalah suara dari malaikat
itu (Aune, 1998:53).

9:14 dan berkata kepada malaikat yang keenam yang memegang


sangkakala itu: “Lepaskanlah keempat malaikat yang terikat
dekat sungai besar Efrat itu.”

9:15 Maka dilepaskanlah keempat malaikat yang telah disiapkan


bagi jam dan hari, bulan dan tahun untuk membunuh sepertiga
dari umat manusia.

Suara yang keluar dari tanduk mezbah itu berisi perintah:


lepaskanlah keempat malaikat yang terikat dekat di sungai besar
Efrat. Angka empat merupakan angka kosmik yang menunjuk kepada
seluruh alam semesta. Dengan demikian, perintah lepaskanlah
keempat malaikat, berarti kepada malaikat-malaikat itu diberikan
kekuasaan yang mencakup seluruh alam semesta. Keempat malaikat
itu terikat dekat sungai besar Efrat. Bagi orang Romawi, sungai Efrat
merupakan garis batas di bagian timur dari kerajaan Romawi,
sementara bagi orang Israel, sungai Efrat merupakan garis batas di
bagian utara (bnd. Kej. 15:18) dan penulis Perjanjian Lama
menyebutnya sebagai “sungai besar” (Kej. 15:18; Ul. 1:7; Yos. 1:4).
Di seberang sungai Efrat itu terdapat kerajaan-kerajaan besar seperti
Asyiria dan Persia, yang memiliki kekuatan tentara yang sangat
menakutkan dan me­nyeramkan, baik bagi orang Romawi maupun
orang Israel. Oleh sebab itu, sungai Efrat menjadi simbol untuk
penyerbuan oleh musuh-musuh dari timur terhadap orang Israel
(Yes. 7:20; 8:7; Yer. 46:10). Penyerbuan musuh-musuh itu dilukiskan
sebagai “meluap­nya air” sungai Efrat. Ketakutan terhadap tentara
Persia itu oleh orang Romawi mulai pada tahun 53 s.M, di mana
tentara Persia mengalahkan Crassus, sehingga banyak tentaranya
188 SURAT
KITAB WAHYU

mati (Caird, 1966:122; Ladd, 1972:136). Sementara para nabi di


Israel menafsirkan penyerbuan dari timur itu sebagai hukuman Allah
terhadap orang-orang fasik dan para penyembah berhala (Yes. 14:29-
31; 28:8-29; Yer. 1:13-16; 4:11-13 6:1-26; dyb.; Yeh. 6:1-9; 8; 21:18-
32; dyb.; Dan. 9:1-14; Yl. 2; Am. 5:18-27; 7:1-9; Mi. 1; Hab. 1; Zef.
3:1-8; Za. 1:12; 7:8-14 (Robbins, 1975:127).
Dalam Wahyu 9:15, dikatakan bahwa keempat malaikat yang
dilepaskan itu telah disiapkan bagi jam dan hari, bulan dan tahun.
Maksud dari kalimat terakhir ini adalah, bahwa tugas yang
dilaksanakan oleh keempat malaikat itu untuk membunuh sepertiga
dari manusia yang berada di bawah kontrol Allah.
Persoalan yang timbul adalah, siapakah yang dimaksud dengan
keempat malaikat itu? Apakah keempat malaikat itu adalah malaikat
baik atau malaikat jahat? George Eldon Ladd, David E. Aune,
menegaskan bahwa keempat malaikat itu adalah malaikat jahat yang
berada di bawah kontrol Allah. Pandangan itu didasarkan pada kata
terikat (dedeménous ay. 14). Keempat malaikat maut itu ditahan
sehingga mereka tidak memiliki kebebasan, hingga tiba waktunya
mereka dilepaskan untuk melaksanakan murka Allah, sebab Allah
adalah Tuhan atas waktu. Dalam Kitab Wahyu, empat malaikat
kadang-kadang kita jumpai dengan tugasnya masing-masing (4:6;
7:1-3). Namun, dalam konteks ini, keempat malaikat itu adalah
pelaksana murka Allah. Tugas mereka adalah melaksanakan
penghukuman Allah, yakni membunuh sepertiga dari manusia. Bila
kita memerhatikan bencana yang menimpa manusia, maka
peningkatan hukuman Allah itu terjadi ketika ditiupnya sangkakala
yang kelima dan keenam. Sebab pada tiupan sangkakala yang kelima,
hanya terjadi penderitaan, tetapi pada tiupan sangkakala yang
keenam, nyawa manusia dicabut, yakni dibunuhnya sepertiga dari
umat manusia (Ladd, 1972:136, 137; Aune, 1998:537). Memang,
malaikat-malaikat itu diperintahkan untuk membunuh hanya
Daftar9 Isi
Pasal 189

sepertiga dari umat manusia, tetapi angka itu memberikan gambaran


bahwa banyak sekali manusia yang dibunuh walaupun tidak semua
umat manusia mengalami nasib yang sama.

9:16 Dan jumlah tentara itu ialah dua puluh ribu laksa pasukan
berkuda; aku mendengar jumlah mereka.

9:17 Maka demikianlah aku melihat dalam penglihatan ini kuda-kuda


dan orang-orang yang menungganginya; mereka memakai baju
zirah, merah api dan biru dan kuning belerang warnanya;
kepala kuda-kuda itu sama seperti kepala singa, dan dari
mulutnya keluar api, dan asap dan belerang.

9:18 Oleh ketiga malapetaka ini dibunuh sepertiga dari umat


manusia, yaitu oleh api, dan asap dan belerang, yang keluar
dari mulutnya.

9:19 Sebab kuasa kuda-kuda itu terdapat di dalam mulutnya dan di


dalam ekornya. Sebab ekornya sama seperti ular; mereka
berkepala dan dengan kepala mereka itu mereka mendatangkan
kerusakan.

9:20 Tetapi manusia lain, yang tidak mati oleh malapetaka itu, tidak
juga bertobat dari perbuatan tangan mereka: mereka tidak
berhenti menyembah roh-roh jahat dan berhala-berhala dari
emas dan perak, dari tembaga, batu dan kayu yang tidak dapat
melihat atau mendengar atau berjalan,

9:21 dan mereka tidak bertobat dari pada pembunuhan, sihir,


percabulan dan pencurian.

Jumlah pasukan berkuda di sini adalah dua puluh ribu laksa (ay.
16) atau dua puluh juta. Jumlah itu tentu tidak bersifat literal,
melainkan merupakan suatu jumlah yang melukiskan suatu serbuan
190 SURAT
KITAB WAHYU

dari jumlah pasukan yang sangat besar. Serbuan pasukan ini


tampaknya diilhami oleh ancaman invasi kerajaan Persia terhadap
kerajaan-kerajaan di sekitarnya. Yohanes melihat bahwa kuda-kuda
dan orang-orang yang menungganginya; memakai baju zirah, merah
api dan biru dan kuning belerang warnanya (ay. 17). Kalimat ini
menggambarkan warna dari pasukan berkuda itu yang terdiri dari
warna merah, biru, dan kuning. Dalam penglihatan ini kuda-kuda
yang digunakan itu memiliki ciri-ciri yang menakutkan. Kepala kuda-
kuda itu seperti singa dan ekornya seperti ular dan dari mulutnya
keluar api, asap dan belerang (ay. 17, 18). Dalam Kitab Wahyu, api
dan belerang menggambarkan hukuman dari Allah (9:17-18; 14:10;
19:20; 20:10; 21:8). Ayat 19 dalam penglihatan Yohanes ini memiliki
kemiripan dengan monster Chimaera dalam mitologi Yunani, yang
memiliki badan seperti ular dan di setiap ekornya memiliki kepala.
Dengan demikian, gambaran dari kuda-kuda itu menunjukkan
hukuman Allah yang sangat mematikan, sama seperti hukuman
Tuhan Allah terhadap Sodom dan Gomora. Dalam kisah hukuman
terhadap Sodom dan Gomora, Allah menurunkan hujan belerang dan
api, sehingga binasalah penduduk di kota-kota itu serta semua
tumbuhan di tanah (bnd. Kej. 19:24, 25).
Maksud dari hukuman ini adalah supaya manusia takut akan
Allah lalu bertobat atau berpaling dari menyembah roh-roh jahat,
menyembah berhala-berhala yang terbuat dari emas, perak, tem­
baga, batu dan kayu. Berhala-berhala itu tidak dapat melihat atau
mendengar atau berjalan (ay.20). Tetapi ternyata manusia tidak
bertobat dari pada pembunuhan, sihir, percabulan dan pencurian.
Dalam perkataan lain, hukuman yang dahsyat ini pun gagal
menyadarkan manusia yang masih tersisa dari hukuman itu (ay. 21).
Mereka terus melakukan penyembahan kepada roh-roh jahat dan
berhala-berhala bisu.
Daftar9 Isi
Pasal 191

Pokok Pemberitaan

• Hukuman Allah Kepada Manusia Supaya Bertobat.


Pada pasal 8 dan 9 ini, Yohanes secara berturut-turut melihat
hukuman Allah sebagai “rotan” bagi manusia agar bertobat.
Hukuman yang pertama adalah hujan es dan api bercampur darah,
yang mengakibatkan sepertiga dari bumi, pohon-pohon terbakar,
dan seluruh rumput hijau menjadi hangus. Hukuman yang kedua,
berupa letusan gunung berapi yang mengakibatkan sepertiga dari
semua makhluk di laut dan semua kapal binasa.
Hukuman yang ketiga adalah, mata air-mata air menjadi pahit
dan beracun, sehingga orang yang meminumnya akan mati.
Hukuman yang keempat adalah, sepertiga dari matahari, bulan,
bintang-bintang menjadi gelap (8:12), sehingga sepertiga dari
padanya menjadi gelap dan sepertiga dari siang hari tidak terangm
demikian juga malam hari. Malapetaka yang ditimpakan kepada
manusia begitu dahsyat. Kedahsyatan itu tergambar dari teriakan
burung nazar itu: celaka, celaka, celaka. Teriakan itu mengingatkan
penduduk bumi yang masih hidup bahwa masih ada malapetaka
yang sangat berat akan menyusul, yang akan menimpa orang yang
tidak percaya.
Hukuman yang kelima adalah, dibukanya kunci dari jurang yang
dalam, lalu dilepaskannya Iblis dari jurang itu, yang berupa belalang-
belalang ke atas bumi, dan kepada mereka diberikan kuasa sama
seperti kuasa kalajengking-kalajengking di bumi. Belalang yang
dilihat Yohanes ini adalah belalang yang khusus, sebab mereka
memiliki rupa dan kemampuan yang berbeda dari belalang pada
umumnya. Belalang-belalang itu memiliki ketangkasan untuk
menaklukkan lawannya, dan cerdas seperti manusia, tetapi ternyata
mereka adalah gerombolan penjahat. Mereka memiliki kuasa dan
kekuatan yang hebat dan mampu menangkis serangan dari lawan-
192 SURAT
KITAB WAHYU

lawannya, serta menyiksa dan menyebabkan orang-orang meng­


alami sakit yang luar biasa. Serangan belalang-belalang itu dilakukan
bukan supaya orang-orang yang tidak percaya itu mati, melainkan
supaya mereka mengalami penderitaan. Sebab, sekalipun serangan
itu begitu hebat, namun orang yang ingin mati, tidak bisa mati,
karena kematian itu menjauh dari mereka. Mereka tetap mengalami
penderitaan yang sangat menyakitkan.
Belalang-belalang itu sebagai simbol dari setan-setan yang
dipimpin oleh raja mereka, yaitu malaikat jurang maut, yang ber­
nama Abadon (Ibrani) atau Apolion (Yunani), artinya pemusnah atau
pembinasa. Nama itu merupakan suatu sindiran kepada Kaisar
Domitianus yang memandang dirinya sebagai penjelmaan dari Dewa
Apollo, karena itu ia menuntut rakyatnya menyembah dirinya se­
bagai dewa. Bagi orang yang tidak menyembah dirinya, akan disiksa
dan dianiaya.
Hukuman yang keenam lebih berat dari hukuman-hukuman
sebelumnya, yakni dibunuhnya sepertiga dari manusia oleh empat
malaikat yang dilepaskan untuk melaksanakan murka Allah.
Kemudian Yohanes melihat satu pasukan berkuda yang sangat
banyak, tidak terhitung banyaknya. Pasukan berkuda itu memiliki
ciri-ciri yang menakutkan, karena hukuman yang dilakukan pasukan
berkuda ini pun mematikan. Maksud dari hukuman-hukuman ini
merupakan rotan yang dikenakan kepada manusia supaya bertobat
dan kembali kepada Allah. Namun ternyata, hukuman ini pun gagal
menyadarkan manusia yang masih tersisa dari hukuman sebelum­
nya. Mereka terus melakukan penyembahan kepada roh-roh jahat
dan berhala-berhala.
Jika kita meyakini bahwa Allah adalah penyelenggara sejarah
dan penguasa alam semesta, mestinya kita juga menyadari bahwa
berbagai peristiwa dan bencana yang terjadi pada diri manusia
merupakan teguran kepada seluruh umat manusia agar bertobat
Daftar9 Isi
Pasal 193

dan menyenmbah Allah sebagai satu-satunya Tuhan yang hidup.


Namun ternyata, banyak orang masih tetap pada jalan mereka yang
menyesatkan dan tetap mengandalkan kuasa-kuasa kegelapan.
Keadaan ini perlu menjadi perhatian dan tugas dari gereja untuk
menjadi terang bagi semua orang agar mereka berbalik kepada
Tuhan.
Pasal 10:1-11
Kitab Terbuka

10:1 Dan aku melihat seorang malaikat lain yang kuat turun dari
sorga, berselubungkan awan, dan pelangi ada di atas kepalanya
dan mukanya sama seperti matahari, dan kakinya bagaikan
tiang api.

10:2 Dalam tangannya ia memegang sebuah gulungan kitab kecil


yang terbuka. Ia menginjakkan kaki kanannya di atas laut dan
kaki kirinya di atas bumi,

10:3 dan ia berseru dengan suara nyaring sama seperti singa yang
mengaum. Dan sesudah ia berseru, ketujuh guruh itu mem­
perdengarkan suaranya.

10:4 Dan sesudah ketujuh guruh itu selesai berbicara, aku mau
menuliskannya, tetapi aku mendengar suatu suara dari sorga
berkata: “Meteraikanlah apa yang dikatakan oleh ketujuh guruh
itu dan janganlah engkau menuliskannya!”

Kita telah jelaskan bahwa bencana-bencana yang kita baca pada


pasal 8:6—9:21 itu merupakan ‘rotan’ atau hukuman dari Allah,
sekaligus merupakan suatu kesempatan bagi manusia untuk
bertobat. Akan tetapi, manusia yang luput dari hukuman Allah itu

194
Daftar10
Pasal Isi 195

tidak juga bertobat. Dalam pasal 10 Yohanes melihat seorang


malaikat lain yang kuat turun dari surge (ay. 1). Kalau dalam 4:1
Yohanes diajak naik ke surga untuk menyaksikan berbagai peristiwa
yang terjadi, maka pada 10:1 tampaknya Yohanes telah berada di
bumi dan melihat seorang malaikat lain yang kuat (àllon àngelon
ìschuròn) turun dari langit. Menurut Henry M. Morris, malaikat yang
perkasa ini tidak lain adalah Tuhan Yesus Kristus. Argumentasinya
adalah bahwa baik dalam keadaan pra-inkarnasi-Nya, maupun
setelah masa kebangkitan-Nya, Kristus digambarkan beberapa kali
sebagai malaikat kemuliaan Tuhan. Lebih jauh Morris mengatakan
bahwa malaikat ini bukan ciptaan seperti malaikat yang lainnya.
Pandangan bahwa malaikat itu adalah Kristus terbukti dari
penampilan-Nya yang khusus, di mana Yohanes melihat Ia datang
dari surga ke dunia. Ia adalah Pencipta dan Pembebas (Henry M.
Morris, 1983:176). Namun, Caird (1966:125, 126); Ladd
(1972:141); Kistemaker (2011:332), menyampaikan pendapat yang
berbeda. Menurut ketiga pakar ini, memang turunnya malaikat itu
dari surga berselubungkan awan, dan pelangi ada di atas kepalanya
dan mukanya sama seperti matahari , menyebabkan orang
berpendapat bahwa malaikat itu adalah Yesus Kristus. Akan tetapi,
sesungguhnya malaikat itu bukan Kristus. Malaikat tetap malaikat.
Ia adalah ciptaan Allah. Alasan lain adalah bahwa malaikat ini
bersumpah demi Dia yang hidup untuk selama-lamanya (ay. 6).
Tindakan ini biasanya dilakukan oleh seorang malaikat, sementara
Yesus Kristus tidak. Malaikat ini mirip dengan malaikat yang
disebutkan dalam 5:2. Namun, ia berbeda dengan “bintang yang jatuh
dari langit” yang disebutkan pada 9:1. Pandangan dari ketiga pakar
yang disebutkan terakhir ini mestinya lebih dapat diper­tang­
gungjawabkan.
Malaikat ini dikatakan turun dari surga. Artinya, ia adalah utusan
Allah, yang datang dari Allah untuk menyatakan kehendak-Nya. Ia
196 SURAT
KITAB WAHYU

juga berselubungkan awan dengan pelangi ada di atas kepalanya.


Awan merupakan “selimut” atau “jubah” dari makhluk surgawi
(Caird, 1966:125), dan juga menjadi kendaraan dari yang ilahi untuk
naik atau turun (Mzm. 104:3; Dan. 7:13; Kis. 1:9), tetapi juga sebagai
tanda kehadiran Allah. Sedangkan pelangi adalah tanda anugerah
dan kesetiaan Allah (bnd. Kej. 9:13). Memang, pada pasal 8 dan 9
kita membaca tentang Allah yang merotani manusia dengan
hukuman yang dahsyat, namun pada pasal 10, kita membaca tentang
Allah yang mengasihani. Dalam perkataan lain, Allah yang orang
Kristen imani adalah Allah yang menghukum, sekaligus adalah Allah
yang mengasihani. Ia menghukum dosa, tetapi Ia mengasihi manusia
berdosa yang bertobat. Mukanya sama seperti matahari. Matahari
merupakan suatu ungkapan yang menunjuk pada kemuliaan Allah
(1:6). Kemuliaan itu tidak hanya diberikan kepada malaikat,
melainkan juga orang-orang benar (Mat. 13:43). Dan kakinya
bagaikan tiang api. Tiang api mengingatkan kita pada tanda
kehadiran Allah bersama dengan orang Israel ketika mereka berjalan
mengarungi padang gurun yang kering dan gersang (bnd. Kel. 13:21).
Kehadiran-Nya itu untuk menuntun dan melindungi mereka.
Berdasarkan ciri-ciri malaikat ini, para penafsir berpendapat bahwa
malaikat ini adalah Gabriel.
Ia memegang sebuah gulungan kitab kecil yang terbuka (ay. 2).
Ungkapan ini mengingatkan kita pada Yehezkiel 2:9-10. Di situ, nabi
melihat ada tangan yang terulur kepadanya dan memegang sebuah
gulungan kitab yang isinya terdiri dari nyanyian ratapan, keluh kesah,
dan rintihan. Isi gulungan kitab dalam Kitab Yehezkiel itu memiliki
kemiripan dengan Wahyu. 5:1, di mana Yohanes melihat di tangan
kanan Dia yang duduk di atas takhta itu ada satu gulungan kitab yang
di dalamnya ditulisi nasib dari dunia ini, yang silih berganti ditimpa
oleh berbagai bencana. Namun pada 10:1, kitab kecil yang
Daftar10
Pasal Isi 197

dimaksudkan di situ adalah Injil, yakni berita sukacita atau firman


dari Allah (Aune, 1998:557).
Kaki kanannya di atas laut dan kaki kirinya di atas bumi, artinya
malaikat itu memiliki kuasa atas laut dan darat, dan membawa pesan
untuk seluruh dunia. Kehebatan malaikat ini menunjuk kepada
pentingnya kehadiran dan kuasanya. Ia berseru dengan suara
nyaring seperti singa yang mengaum (ay. 3). Gambaran tentang suara
malaikat ini memiliki kemiripan dengan suara Tuhan yang dilukiskan
oleh para nabi PL seperti singa yang mengaum (bnd. Yer. 25:30; Hos.
11:10; Am. 3:8) (Ladd, 1972:143). Namun jelas, suara ini adalah
suara malaikat.
Ketika malaikat itu berseru dengan suara nyaring, ketujuh guruh
itu memperdengarkan suaranya. Dalam Perjanjian Lama, suara Allah
sering dilukiskan seperti guruh (2Sam. 22:14; Ayb. 37:2-5; Mzm.
18:13; Yes. 29:6; 30:30-31; Yer. 25:30; Am. 1:2). Sementara dalam
Mzm. 29:3-9, tujuh kali suara Tuhan digambarkan seperti guruh yang
mematahkan pohon-pohon dan menimbulkan kegentaran. Situasi
yang sama dialami oleh bangsa Israel ketika mereka tiba di Sinai.
Mereka menyaksikan guruh mengguntur, sehingga mereka takut
dan gemetar lalu berdiri jauh-jauh (Kel. 20:18). Gambaran tentang
suara Allah seperti guntur disampaikan juga dalam Kitab Ayub 37:5.
Di situ dikatakan bahwa “Allah mengguntur dengan suara-Nya yang
mengagumkan, Ia melakukan perbuatan-perbuatan besar yang tidak
tercapai oleh pengetahuan kita” (Aune, 1998:560). Dengan demikian,
dapat dikatakan bahwa ketujuh guruh dalam Wahyu10:3 adalah
suara Allah. Suara itu hendak dicatat oleh Yohanes, tetapi ada suara
yang menegurnya agar jangan dicatat tetapi dimeteraikan. Oleh sebab
itu, kita tidak dapat menebak apa isi pesan dari ketujuh guruh itu.
Isi pesan itu tetap suatu rahasia dan tidak perlu direka-reka isi bunyi
guruh itu.
198 SURAT
KITAB WAHYU

10:5 Dan malaikat yang kulihat berdiri di atas laut dan di atas bumi,
mengangkat tangan kanannya ke langit,

10:6 dan ia bersumpah demi Dia yang hidup sampai selama-lamanya,


yang telah menciptakan langit dan segala isinya, dan bumi dan
segala isinya, dan laut dan segala isinya, katanya: “Tidak akan
ada penun­daan lagi!

10:7 Tetapi pada waktu bunyi sangkakala dari malaikat yang ketujuh,
yaitu apabila ia meniup sangkakalanya, maka akan genaplah
keputusan rahasia Allah, seperti yang telah Ia beritakan kepada
hamba-hamba-Nya, yaitu para nabi.”

Malaikat yang berdiri di atas laut dan di atas bumi itu bersumpah
demi Allah (ay. 6, 7). Sumpah merupakan suatu akta yang menguat­
kan apa yang dikatakan. Jadi, kalau malaikat itu bersumpah, maka
ia menguatkan apa yang ia katakan dalam sumpahnya. Isi sumpah
itu adalah tidak akan ada penundaan lagi. Maksudnya, kedatangan
Kristus dan penghakiman akhir tidak bisa ditunda lagi. Kedatangan
itu sudah dekat. Bahwa kapan tibanya kita tidak mengetahuinya,
tetapi yang pasti kedatangan itu sedang dalam proses mendekat.
Yohanes mencatat bahwa ketika terdengar bunyi sangkakala
ketujuh itu, akan genap keputusan rahasia Allah (ay. 7). Menurut van
Daalen, rahasia Allah yang dimaksudkan dalam teks ini adalah
maksud-maksud Allah yang tersembunyi. Namun, bukan peng­
hakiman terhadap orang jahat, melainkan penyelamatan bagi orang
yang bertobat. Itu berarti masih ada kesempatan bagi semakin
banyak orang untuk bertobat (van Daalen, 1994:131-132). Pendapat
yang sama disampaikan oleh de Heer. Ia mengartikan kata Yunani
chronos sebagai “penundaan”. de Heer menyejajarkan teks 10:6 ini
dengan khotbah Yesus tentang akhir zaman yang ditulis dalam Lukas
21:9, bahwa “apabila kamu mendengar tentang peperangan dan
pemberontakan, janganlah kamu terkejut, sebab semuanya itu harus
Daftar10
Pasal Isi 199

terjadi dahulu, tetapi itu tidak berarti kesudahannya akan datang


segera”. Memang, waktu kedatangan Kristus itu pasti akan tiba,
sesuai dengan sumpah malaikat itu, tetapi kita tidak tahu kapan
tibanya kedatangan Kristus itu. Yohanes sendiri tidak mengung­
kapkan secara jelas berapa lama jarak waktu kedatangan Kristus itu.
Justru pada masa sebelum kedatangan Kristus, Injil diberitakan. Oleh
karena itu, kita boleh menerima bahwa rahasia Allah yang dimaksud
pada ayat 7 itu adalah pemberitaan Injil kerajaan Allah kepada dunia
menjelang kedatangan-Nya (de Heer, 1989:130, 131). Pemberitaan
Injil atau kabar baik itu telah diberitahukan kepada hamba-hamba-
Nya, yaitu para nabi. Nabi-nabi yang dimaksud di sini bukan hanya
nabi Perjanjian Lama tetapi juga nabi-nabi Perjanjian Baru.

10:8 Dan suara yang telah kudengar dari langit itu, berkata pula
kepadaku, katanya: “Pergilah, ambillah gulungan kitab yang
terbuka di tangan malaikat, yang berdiri di atas laut dan di atas
bumi itu.”

10:9 Lalu aku pergi kepada malaikat itu dan meminta kepadanya,
supaya ia memberikan gulungan kitab itu kepadaku. Katanya
kepadaku: “Ambillah dan makanlah dia; ia akan membuat
perutmu terasa pahit, tetapi di dalam mulutmu ia akan terasa
manis seperti madu.”

10:10 Lalu aku mengambil kitab itu dari tangan malaikat itu, dan
memakannya: di dalam mulutku ia terasa manis seperti madu,
tetapi sesudah aku memakannya, perutku menjadi pahit
rasanya.

Pandangan bahwa rahasia Allah yang disebutkan pada ayat 7,


adalah pemberitaan Injil Kerajaan Allah atau kabar baik diperkuat
oleh ayat 8 dan 9. Pada kedua ayat itu, Yohanes disuruh untuk pergi
mengambil gulungan kecil yang terbuka di tangan malaikat itu untuk
200 SURAT
KITAB WAHYU

memakannya (ay. 10). Maksudnya adalah, bahwa firman itu menjadi


bagian dalam dirinya dengan mencernanya. Rasa gulungan itu manis
seperti madu di mulut tetapi pahit di perut (ay. 10b; bnd. Mzm.
119:103). Ungkapan ini memiliki kemiripan dengan Yehezkiel
2:8—3:3; di mana nabi disuruh memakan gulungan kitab yang
diberikan kepadanya. Gulungan yang dimaksud adalah firman Allah.
Firman itu begitu manis karena memberikan kelegaan, sukacita, dan
damai sejahtera, tetapi sekaligus firman itu terasa pahit di perut
karena firman itu tidak hanya mengandung kritik terhadap sikap
hidup dan tindakan orang yang berdosa, melainkan juga orang yang
menerima firman itu kadang-kadang diolok, dibenci, dicaci, dan
dianiaya (bnd. Yer. 15:16 dan 20:7-9) (de Heer, 1989:132).

10:11 Maka ia berkata kepadaku: “Engkau harus bernubuat lagi


kepada banyak bangsa dan kaum dan bahasa dan raja.

Pada ayat ini Yohanes didesak untuk memberitakan Injil


kerajaan Allah atau kabar baik kepada semua bangsa, kaum, dan
raja-raja di bumi selama masa penantian akan kedatangan Kristus
itu. Jadi, sekalipun malaikat itu mengatakan bahwa kesudahan itu
tidak dapat ditunda lagi, tidak berarti hari kedatangan Kristus sudah
tiba. Hari kedatangan itu masih sedang datang. Selama masa
kedatangan itu, Injil diberitakan kepada bangsa-bangsa.

Pokok Pemberitaan

• Firman Allah Manis Seperti Madu Tetapi Pahit di Perut.


Penglihatan Yohanes mengenai kedatangan malaikat Gabriel yang
membawa kitab kecil di tangannya membuktikan bahwa menjelang
semakin dekatnya kedatangan Kristus pada hari eskaton, masih ada
kesempatan untuk memberitakan firman Tuhan atau kabar baik itu
kepada semua umat manusia.
Daftar10
Pasal Isi 201

Menarik bahwa firman Tuhan yang diberitakan itu terasa “manis


seperti madu”, artinya orang yang menerima firman itu akan
merasakan sukacita, kebahagiaan, dan damai sejahtera dalam
hidupnya, karena firman itu berisi penguatan iman dan penghiburan
yang memberikan kelegaan bagi setiap orang yang menerimanya
dengan sukacita. Firman itu juga memberikan tuntunan laksana
pelita bagi orang yang menerimanya.
Namun, bersamaan dengan itu, Yohanes mengatakan bahwa
firman yang ia makan itu terasa pahit di perutnya. Maksudnya adalah,
bahwa firman yang diterima itu di satu pihak membahagiakan, tetapi
di pihak lain mengoreksi atau menyampaikan kritik yang tajam
terhadap kejahatan atau dosa yang dilakukan oleh orang yang
menyambut firman itu. Koreksi atau kritik dari firman itu dirasakan
pahit karena mengungkap kejahatan atau dosa yang disenangi oleh
manusia. Sekalipun kejahatan atau dosa itu dilakukan oleh manusia
di tempat-tempat yang gelap dan tersembunyi, kejahatan atau dosa
itu tidak bisa disembunyikan bagi Allah. Oleh karena itu, Allah,
melalui firman-Nya, mengungkap dan memberikan teguran kepada
orang yang melakukan kejahatan dan dosa. Tentu teguran itu tidak
disukai oleh manusia, karena mengungkap dosa-dosa yang manusia
senang lakukan. Namun, teguran itu diberikan bukan karena Allah
membenci orang berdosa. Bukan! Allah mengasihi orang berdosa,
tetapi Ia membenci dosa. Karena kesenangan manusia adalah
berbuat dosa, maka teguran dari firman itu memang terasa pahit.
Di samping itu, firman itu juga terasa pahit karena orang yang
menerima firman itu kadang-kadang dihadapkan dengan peng­
aniayaan dan penderitaan di dunia karena imannya kepada Kristus.
Sungguh pun demikian, ada perintah dari malaikat Gabriel agar
firman itu diberitakan kepada banyak bangsa dan kaum dan bahasa
dan raja. Perintah ini merupakan amanat bagi gereja pada masa kini
untuk terus memberitakan firman itu kepada semua suku, bangsa,
202 SURAT
KITAB WAHYU

baik rakyat jelata maupun kaum bangsawan dan raja-raja, agar


semua orang mendengar firman itu sekalipun dalam melaksanakan
pemberitaan firman itu, gereja diolok, dicela dan dibenci, bahkan
dianiaya.
Dalam pertumbuhan gereja sejak abad-abad pertama, gereja
mengalami banyak penganiayaan dan penindasan oleh penguasa
yang kejam. Penganiayaan dan penindasan itu justru telah dialami
oleh komunitas yang disapa dalam Kitab Wahyu. Mereka dipaksa
untuk menyembah kaisar sebagai dewa, tetapi karena orang Kristen
yang tetap teguh dalam imannya menolak, mereka dianiaya. Akibat
penganiayaan itu, banyak orang Kristen ditangkap dan dipenjarakan.
Ada pula yang dibuang ke dalam gelanggang pertunjukan lalu
dilepaskan singa-singa ke dalam gelanggang itu. Namun, di tengah
gelanggang itu orang Kristen memuji Tuhan ketika singa-singa itu
dengan buas mencabik-cabik orang beriman itu. Peristiwa itu
menjadi tontonan yang menarik bagi para penguasa yang kejam itu.
Walau demikian, gereja terus bertumbuh. Firman Allah terus
diberitakan hingga kini, sehingga semakin banyak orang yang
percaya kepada Kristus.
Pasal 11:1-14
Dua Saksi Allah, Sangkakala
Ketujuh dan Nyanyian Pujian Para
Tua-Tua

Dua saksi Allah (11:1-14)

11:1 Kemudian diberikanlah kepadaku sebatang buluh, seperti


tongkat pengukur rupanya, dengan kata-kata yang berikut:
“Bangunlah dan ukurlah bait suci Allah dan mezbah dan mereka
yang beribadah di dalamnya.

11:2 Tetapi kecualikan pelataran Bait Suci yang di sebelah luar,


janganlah engkau mengukurnya, karena ia telah diberikan
kepada bangsa-bangsa lain dan mereka akan menginjak-injak
Kota Suci empat puluh dua bulan lamanya.”

Setelah Yohanes disuruh untuk bernubuat lagi kepada banyak


bangsa dan kaum dan bahasa dan raja, maka pada pasal ini ia
diberikan sebatang buluh. Buluh (kálamos) adalah sejenis bambu
dengan rongga atau ruas di batangnya. Biasanya jenis buluh ini
dipakai sebagai batang pengukur yang umumnya tumbuh di lembah

203
204 SURAT
KITAB WAHYU

Yordan. Buluh yang dimaksud di sini adalah alat pengukur yang


dipergunakan oleh pekerja bangunan untuk mengukur sesuatu
benda atau jarak berkaitan dengan pekerjaan bangunan (Henry M.
Morris, 1983:191). Dalam ayat 1, terdapat perintah untuk mengukur
bait Allah. “Bangunlah dan ukurlah bait suci Allah dan mezbah ...”
Suara ini menyuruh Yohanes untuk mengukur Bait Allah.
Persoalan yang timbul adalah, Bait Allah yang mana? Tentu
bukan Bait dalam Surga, sebab dikatakan bahwa bagian luarnya
dikecualikan bagi bangsa-bangsa lain. Kata bait dalam ayat ini berarti
rumah Tuhan. Tetapi, bila yang dimaksud adalah Bait Allah di
Yerusalem, bagaimana hal itu dapat dipahami, karena bait itu sudah
hancur sejak tahun 70 M, sedangkan Kitab Wahyu baru ditulis sekitar
tahun 95 M. Pemecahan persoalan ini diusulkan oleh J.J. de Heer,
bahwa seorang nabi dapat saja dalam penglihatannya melihat
sesuatu yang di masa depan maupun di masa lampau (de Heer,
2003:141). Kalau pandangan de Heer diterima, berarti Yohanes,
dalam penglihatan itu, dibawa kembali kepada masa sebelum tahun
70 M, sebelum penghancuran bait Allah, untuk mengukurnya.
Bait Allah yang dimaksud di sini adalah yang telah dibangun
oleh Herodes, di mana Yesus pernah memasukinya ketika Dia, secara
fisik, melayani di Palestina. Di bait Allah itu ada pelataran dalam dan
pelataran luar yang dipisahkan dengan tembok pemisah.
Penulis Surat Efesus secara simbolik pernah menyinggung
“tembok pemisah” ini dalam Efesus 2:14, bahwa di dalam Kristus,
baik Yahudi maupun non-Yahudi telah dipersatukan, karena Ia telah
merubuhkan tembok pemisah itu, yaitu perseteruan. Sekarang di
dalam persekutuan dengan Kristus, orang-orang bukan Yahudi dan
Yahudi berdiri pada tingkat yang sama. Yang satu tidak memiliki
hak prerogatif atau hak di atas yang lain. Di dalam Gereja tidak
ada Yunani atau Yahudi, Barbar atau orang Skit, budak atau orang
merdeka (bnd. Kol. 3:11). Semua bangsa hidup bersama dalam
Daftar11
Pasal Isi 205

satu persaudaraan. Keadaan ini menggambarkan suatu tatanan


baru.
Pada tembok pemisah itu ditulis peringatan pada prasasti untuk
melarang orang non-Yahudi memasukinya. Siapa yang melanggar,
taruhannya adalah nyawa. Bagian dalam secara khusus disediakan
sebagai tempat bagi orang Israel. Oleh sebab itu, orang bukan Yahudi
dilarang memasukinya. Paulus pernah dituduh melanggar larangan
ini karena ia membawa orang-orang bukan Yahudi ke tempat kudus.
Ia hampir dibunuh oleh orang-orang Yahudi yang marah (Kis. 21:28)
(Gerland, 2004:439).
Perintah untuk mengukur hanya terbatas pada bait itu serta
mezbah korban bakaran dan mereka yang beribadah di dalamnya.
Tindakan mengukur adalah suatu penetapan ilahi untuk pemeli­
haraan umat atau jemaat oleh Allah. Sedangkan pelataran luarnya
(halaman luar) diberikan kepada bangsa-bangsa lain untuk diinjak-
injak. Ungkapan bangsa-bangsa lain (ethnesin) mengingatkan kita
kepada Lukas 21:24, dimana Tuhan Yesus menubuatkan bahwa
“Yerusalem akan diinjak-injak oleh bangsa-bangsa”. Nubuat ini
terpenuhi pada masa pemberontakan orang Yahudi pada tahun 66
M, yang diakhiri dengan penghancuran Yerusalem oleh bangsa
Romawi (Henry M. Morris, 1983:192). Menginjak-injak kota suci
juga berarti pendudukan tanpa penghargaan, yakni apa yang
dihormati sebagai tempat kudus, dipandang sebagai hal yang
umum. Dengan demikian, bangsa-bangsa lain, memiliki otoritas
atas kota suci sementara orang-orang Yahudi memiliki wewenang
atas Bait Suci dan mezbah (Gerland, 2004:439). Jangka waktu untuk
bangsa-bangsa lain itu ditentukan empat puluh dua bulan atau tiga
setengah tahun atau tiga ratus enam puluh hari (Tony Gerland,
2004:441). Jumlah bulan di sini sebenarnya hanya menyatakan
bahwa ada batas waktu yang ditentukan bagi bangsa-bangsa lain itu.
206 SURAT
KITAB WAHYU

Yang menarik adalah, sekalipun halaman luar Bait Allah


diinjank-injak, tetapi umat yang beribadah di dalam Bait itu
terlindungi. Ungkapan ini menyatakan bahwa kehancuran Yerusalem
pada tahun 70 itu adalah bagian dari rencana Allah, tetapi Allah tetap
melindungi umat-Nya. Dengan demikian, dalam konteks komunitas
Yohanes, penglihatan ini merupakan suatu penghiburan kepada
umat beriman yang sedang mengalami penindasan, bahwa sekalipun
terjadi penindasan, orang yang tetap setia dan percaya kepada
Kristus akan dilindungi oleh Tuhan.

11:3 Dan Aku akan memberi tugas kepada dua saksi-Ku, supaya
mereka bernubuat sambil berkabung, seribu dua ratus enam
puluh hari lamanya.

Dan Aku akan memberi kepada (kaì dósõ toĩs). Pembicara dalam
ayat ini adalah Allah atau Kristus sendiri. Ia memberikan tugas
kepada “dua saksi Ku” (dusìn mártusín mou) untuk bernubuat.
Pertanyaan yang timbul adalah, siapakah yang dimaksud dengan dua
saksi ini? Menjawab pertanyaan ini ada perbedaan pendapat di
antara para ahli tafsir. Ada yang mengemukakan bahwa kedua saksi
itu adalah Petrus dan Paulus, dengan alasan, ungkapan tentang “kota
besar” dalam ay. 8 menunjuk kepada Roma, tempat di mana kedua
saksi itu meninggal (de Heer, 2003:144). Akan tetapi timbul soal
bahwa di “kota besar” itu Tuhan disalibkan. Orang meragukan
pendapat ini karena Tuhan disalibkan bukan di Roma. Ada pendapat
lain bahwa kedua saksi itu adalah Stefanus dan Yakobus, dua syahid
yang pertama. Tetapi kuasa yang diberikan kepada kedua saksi ini
dalam ayat 6, sulit diterapkan pada kedua saksi ini. Tidak ada bukti
bahwa mereka memiliki kuasa yang demikian, yakni supaya mereka
bernubuat sambil berkabung 1.260 hari lamanya. Ada pula yang
mengusulkan Musa dan Elia, sesuai dengan ungkapan dalam ayat 6,
di mana Elia dapat menahan hujan selama tiga setengah tahun
Daftar11
Pasal Isi 207

lamanya (bnd. 1Raj. 17:1; Luk. 4:25) (de Heer, 2003:144). Namun,
pandangan ini juga ditolak, sebab ungkapan dalam ayat 3, menunjuk
kepada masa depan, bukan masa lampau. Selanjutnya, kembalinya
kedua tokoh ini ke surga tidak cocok dengan perikop ini (Walvoord,
2011:174). Pandangan yang kini diikuti oleh mayoritas pakar adalah,
bahwa kedua saksi itu menggambarkan gereja atau orang Kristen
sebagai saksi di dunia ini (Ladd, 1972:152; Robbins, 1975:136, 137;
Fowler, 2013:197; de Heer, 2003:145). Bila demikian, maka kedua
saksi itu bukan menunjuk kepada pribadi tetapi kepada kelompok.
Persoalan yang timbul dari pandangan ini adalah, mengapa tidak
dikatakan satu saksi, tetapi dua? Soal ini dapat dipecahkan dengan
menunjuk kepada Ulangan 17:6; 19:5, dan kemudian dikutip dalam
Matius 18:16; Yohanes 8:17; 2 Korintus 13:1; 1 Timotius 5:19; Ibrani
10:28), bahwa keterangan dari dua orang saksi dianggap sah
(Gerland, 2004:441). Jadi, apa yang disaksikan oleh kedua saksi
(gereja) adalah sesuatu yang sah. Kedua saksi itu bernubuat, artinya
menjadi penyambung lidah Allah untuk menyampaikan firman-Nya
sambil berkabung. Perkabungan merupakan suatu tanda penyesalan
atas segala dosa yang telah dibuat.

11:4 Mereka adalah kedua pohon zaitun dan kedua kaki dian yang
berdiri di hadapan Tuhan semesta alam.

Kedua saksi itu juga disebut sebagai pohon zaitun dan kaki dian.
Ungkapan dua pohon zaitun mengingatkan kita pada sapaan yang
diberikan kepada Zerubabel (berasal dari keturunan raja) dan Imam
Besar Yosua (bnd. Za. 4:14). Di situ dikatakan, “Inilah kedua orang
yang diurapi yang berdiri di dekat Tuhan seluruh bumi”. Sedangkan
kaki dian mengingatkan kita pula kepada Zakharia 4:2. Dalam teks
itu, sang nabi mengatakan, “Aku melihat, tampak sebuah kendil, dari
emas seluruhnya, dan tempat minyaknya di bagian atasnya; kendil
(kaki dian) itu ada tujuh pelitanya ....’ (Ladd, 1972:152). Bila demikian,
208 SURAT
KITAB WAHYU

maka dua pohon zaitun itu menggambarkan fungsi gereja atau orang
Kristen sebagai “raja” dan “imam”. Sedangkan kaki dian meng­
gambarkan gereja atau orang Kristen yang setia sebagai “terang”
bagi bangsa-bangsa.

11:5 Dan jikalau ada orang yang hendak menyakiti mereka, keluarlah
api dari mulut mereka menghanguskan semua musuh mereka.
Dan jikalau ada orang yang hendak menyakiti mereka, maka
orang itu harus mati secara itu.

11:6 Mereka mempunyai kuasa menutup langit, supaya jangan turun


hujan selama mereka bernubuat; dan mereka mempunyai kuasa
atas segala air untuk mengubahnya menjadi darah, dan untuk
memukul bumi dengan segala jenis malapetaka, setiap kali
mereka meng­hendakinya.

Dalan ayat 5 dan 6 ini, kata benda orang ketiga jamak; “mereka”
menunjuk kepada kedua saksi atau gereja. Jika ada orang yang
hendak menyakiti gereja, maka gereja diberi kuasa untuk meng­
hanguskan musuh-musuh itu sebagaimana yang dilakukan oleh Elia
(bnd. 2Raj. 1:9-12) dan mengubah air menjadi darah seperti yang
dilakukan Musa di Mesir (Kel. 7:16, 17). Dan berkuasa pula menutupi
langit sehingga hujan tidak turun seperti yang dilakukan oleh Elia
(1Raj. 17:1).
Sebenarnya, dalam penglihatan itu Yohanes memakai tradisi PL
untuk melukiskan mukjizat-mukjizat yang menyertai gereja Tuhan
di dunia. Di manapun gereja hadir untuk melayani, gereja diberikan
kuasa untuk melakukan mukjizat, sebagaimana yang dilakukan oleh
Nabi Musa dan Elia pada masa lampau.
Daftar11
Pasal Isi 209

11:7 Dan apabila mereka telah menyelesaikan kesaksian mereka,


maka binatang yang muncul dari jurang maut, akan memerangi
mereka dan mengalahkan serta membunuh mereka.

11:8 Dan mayat mereka akan terletak di atas jalan raya kota besar,
yang secara rohani disebut Sodom dan Mesir, di mana juga
Tuhan mereka disalibkan.

11:9 Dan orang-orang dari segala bangsa dan suku dan bahasa dan
kaum, melihat mayat mereka tiga setengah hari lamanya dan
orang-orang itu tidak memperbolehkan mayat mereka
dikuburkan.

11:10 Dan mereka yang diam di atas bumi bergembira dan bersukacita
atas mereka itu dan berpesta dan saling mengirim hadiah,
karena kedua nabi itu telah merupakan siksaan bagi semua
orang yang diam di atas bumi.

Setelah kedua saksi itu menyelesaikan pekerjaan mereka,


keadaan berubah. Ada binatang yang muncul dari jurang maut
(sebagai tempat kediamannya) memerangi mereka (yaitu gereja).
Binatang yang dimaksud adalah gambaran untuk kerajaan Roma
(bnd. Why. 13) yang diberikan kuasa oleh Iblis yang disimbolkan
sebagai naga untuk memerangi gereja dan membunuh sebagian
anggota jemaat sebagai saksi-saksi Kristus.
Mayat dari saksi-saksi itu bergelimpangan di jalan-jalan kota
besar. Kota besar di sini dapat berarti Yerusalem, tetapi dapat juga
berarti Sodom dan Mesir yang juga berbuat jahat seperti binatang
itu (Roma). Kalau demikian, maka ungkapan “(tempat) Tuhan
disalibkan” tidak berarti Yerusalem, tetapi di daerah Yahudi.
Orang-orang dari segala bangsa, suku, dan bahasa, dan kaum
melihat mayat-mayat dari para saksi itu selama tiga setengah hari
lamanya. Tiga setengah hari lamanya menggambarkan waktu yang
210 SURAT
KITAB WAHYU

tidak terlalu lama, tetapi merupakan waktu yang cukup lengkap dan
final. Selama waktu itu musuh-musuh gereja bersukacita dan
berpesta karena kematian kedua saksi itu, yang disebut juga sebagai
dua nabi (ay. 10). Ketika orng Kristen ditangkap dan dibuang ke
dalam kendang singa atau dilemparkan ke dalam gelanggang, lalu
dilepaskan binatang buas dan mereka dijadikan sebagai mangsa
binatang buas yang mencabik-cabik mereka, situasi itu menjadi
tontonan menarik bagi para penontonnya.

11:11 Tiga setengah hari kemudian masuklah roh kehidupan dari


Allah ke dalam mereka, sehingga mereka bangkit dan semua
orang yang melihat mereka menjadi sangat takut.

11:12 Dan orang-orang itu mendengar suatu suara yang nyaring dari
sorga berkata kepada mereka: “Naiklah ke mari!” Lalu naiklah
mereka ke langit, diselubungi awan, disaksikan oleh musuh-
musuh mereka.

Setelah mayat dari kedua saksi itu bergelimpangan di jalan-jalan


selama tiga setengah hari, masuklah roh kehidupan dari Allah ke
dalam mayat-mayat itu, sehingga mereka hidup kembali (ay. 11).
Ungkapan ini memiliki kesamaan dengan Yehezkiel 37:10, yang me­
nyatakan tentang penghidupan kembali bangsa Israel secara rohani.
Dalam konteks Kitab Wahyu, bangkitnya kembali para saksi ini
adalah suatu penglihatan yang bersifat simbolik.
Simbol yang dimaksudkan adalah bahwa gereja yang dianggap
telah kalah dan tak berdaya, dihidupkan kembali atau memperoleh
kekuatan baru dari Allah, lalu bertumbuh, sehingga membuat
musuh-musuh itu sangat takut. Orang-orang yang menyaksikan
bangkitnya gereja atau orang-orang kudus, mendengar suara dari
surga. Tidak segera jelas sumber suara ini. Apakah suara ini adalah
suara seorang malaikat atau suara Tuhan Allah. Yang jelas suara itu
Daftar11
Pasal Isi 211

memanggil gereja (orang beriman) untuk naik ke langit diselubungi


awan-awan. Peristiwa ini disaksikan oleh orang-orang yang
memusuhi gereja (ay. 12).

11:13 Pada saat itu terjadilah gempa bumi yang dahsyat dan
sepersepuluh bagian dari kota itu rubuh, dan tujuh ribu orang
mati oleh gempa bumi itu dan orang-orang lain sangat
ketakutan, lalu memuliakan Allah yang di sorga.

11:14 Celaka yang kedua sudah lewat: lihatlah, celaka yang ketiga
segera menyusul.

Ketika saksi-saksi itu (orang-orang kudus) naik, menyusullah gempa


bumi yang hebat, sehingga sepersepuluh dari kota itu rubuh. Dalam
tradisi Alkitab, kota-kota yang Allah pernah hukum adalah Sodom
dan Mesir. Kota-kota itu dihukum oleh Allah karena kejahatan dan
dosa-dosanya (Kej. 13:13; 19:24; Kel. 1:13-14; 3:7; 20:2). Demikian
juga Yerusalem disamakan dengan kota-kota yang jahat itu. Meskipun
kedua saksi itu menunjukkan pelayanan bagi warga kota Yerusalem,
mereka ditolak oleh mayoritas penduduk. Oleh sebab itu, Yerusalem
dihukum. Yesus mengatakan bahwa kota-kota yang tidak menerima
para rasul atau perkataan mereka akan dianggap lebih buruk
daripada Sodom dan Gomora pada hari penghakiman (Mat. 10:14-
15; Luk. 10:12). Yesus sendiri pernah berpesan kepada murid-murid-
Nya bahwa kota yang menolak mereka akan mendapatkan hukuman
lebih berat dari Sodom dan Gomora (Mat. 10:14-15; Luk. 10:12)
(Gerland, 2004:461). Yesus sendiri menangisi kota Yerusalem karena
kota itu menolak dan menganiaya para nabi dan menubuatkan
kehancuran kota itu oleh serangan musuh (Luk. 19:42-44). Bahkan
dalam Matius 22:1-14, Yesus, dalam bentuk perumpamaan
menggambarkan kehancuran kota Yerusalem karena mereka
menolak dan menganiaya para utusan Allah (bnd. Luk. 14:15-24).
212 SURAT
KITAB WAHYU

Dengan demikian, dapat di­simpulkan bahwa kota yang dimaksudkan


di sini adalah Yerusalem. Bencana itu menimbulkan ketakutan,
sehingga orang-orang lain memuliakan Allah. Sekalipun bencana
menimpa Yerusalem, tetapi Allah tidak membinasakan mereka
seluruhnya (hanya seperti sepuluh bagian). Sedangkan yang lainnya
bertobat dan memuliakan Allah. Ayat 13 ini sebenarnya
mengungkapkan bahwa pada waktunya Israel akan bertobat dan
percaya kepada Kristus. Dengan demikian, dalam penglihatan itu
ada suatu harapan bagi Israel untuk diselamatkan.

Pokok Pemberitaan

• Gereja Dimusuhi Tetapi Diselamatkan Oleh Tuhan.


Dalam perikop ini Yohanes menggambarkan gereja sebagai dua saksi,
yakni saksi yang mendapat kepercayaan dari Allah untuk mem­
beritakan firman Allah kepada semua orang di dunia. Dalam
menjalankan pelayanannya, gereja disebut juga sebagai raja dan
imam, serta terang bagi bangsa-bangsa. Gereja disebut “raja” karena
ia melaksanakan pemerintahan atau pelayanan atas nama Allah.
Gereja juga disebut imam karena gereja tidak hanya mengajar dan
memberitakan firman, melainkan juga menjadi pelayan dan
mendoakan mereka yang berada di dalam kegelapan. Untuk
mendukung pelayanannya sebagai raja dan imam bagi bangsa-
bangsa, maka di manapun gereja hadir untuk melayani, gereja
diberikan kuasa untuk melakukan berbagai mukjizat sama seperti
Musa dan Elia di masa lampau.
Namun, ketika gereja menjalankan pelayanannya, muncullah
binatang dari jurang maut memerangi gereja. Binatang yang
dimaksud adalah gambaran untuk kerajaan Roma. Kerajaan itu
diberikan kuasa oleh Iblis yang disimbolkan sebagai naga untuk
memerangi, menganiaya, dan membunuh sebagian anggota jemaat
Daftar11
Pasal Isi 213

sebagai saksi-saksi Kristus. Akibat dari penganiayaan dan pem­


bunuhan itu, mayat-mayat dari anggota jemaat yang setia itu
bergelimpangan di jalan-jalan. Ungkapan ini mengingatkan kita
kepada penganiayaan penguasa Romawi terhadap gereja, sehingga
banyak orang menjadi syahid. Para penguasa Romawi yang
menganiaya dan membunuh orang-orang beriman berpesta dan
bersukacita atas kematian orang beriman itu, karena mereka
menganggap bahwa gereja sudah tidak berdaya lagi. Namun,
penganiayaan dan pembunuhan itu tidak berlangsung lama. Dalam
bacaan ini dikatakan tiga setengah hari, yakni waktu yang tidak
terlalu lama, tetapi merupakan waktu yang cukup lengkap dan
final. Setelah tiga setengah hari itu lewat, Allah memberikan roh
ke­hidupan ke dalam mayat-mayat para syahid itu, sehingga mereka
hidup kembali. Semua orang yang melihat peristiwa itu menjadi
takut.
Lalu suara dari surga memanggil para syahid itu naik ke surga
yang diselubungi oleh awan-awan, yang digambarkan sebagai
kendaraan surgawi yang membawa para syahid itu ke surga rumah
Bapa. Peristiwa itu disaksikan oleh orang-orang yang memusuhi
gereja. Dalam penglihatan itu, Yohanes menyatakan bahwa naiknya
para syahid itu ke surga disusul oleh gempa bumi yang hebat,
sehingga sepersepuluh dari kota Yerusalem rubuh. Peristiwa itu
menyebabkan banyak orang menjadi takut lalu memuliakan Allah.
Apa yang dlihat oleh Yohanes merupakan suatu peringatan bagi
gereja, bahwa dalam melaksanakan tugasnya untuk memberitakan
firman Allah, gereja dihadapkan dengan ancaman dan tantangan
dari penguasa yang lalim. Dalam situasi itu gereja mengalami
hambatan, tetapi penglihatan Yohanes ini mengingatkan gereja
bahwa Allah yang mengutus gereja untuk melayani di dunia adalah
Allah yang hidup. Ia akan menghidupkan kembali gereja-Nya. Oleh
sebab itu, gereja tidak perlu takut.
214 SURAT
KITAB WAHYU

Sangkakala yang Ketujuh DAN Nyanyian


Pujian para Tua-Tua (11:15-19).

11:15 Lalu malaikat yang ketujuh meniup sangkakalanya, dan


terdengarlah suara-suara nyaring di dalam sorga, katanya:
“Pemerintahan atas dunia dipegang oleh Tuhan kita dan Dia
yang diurapi-Nya, dan Ia akan memerintah sebagai raja sampai
selama-lamanya.

Dalam ayat 15 ini, diberitahukan tentang peniupan sangkakala


yang ketujuh oleh malaikat ketujuh. Sesudah itu menyusul suara
nyaring di dalam Surga dengan berkata: pemerintahan atas dunia
dipegang oleh Tuhan dan Dia yang diurapi-Nya. Ungkapan ini
menyatakan bahwa Allah dalam Kristus telah mengambil alih
pemerintahan atas bumi. Ungkapan Tuhan di sini maksudnya Allah
atau Tuhan Allah. Sedangkan ungkapan Dia yang diurapi-Nya berarti
Kristus. Kata Kristus di sini bukan nama pribadi, melainkan suatu
gelar. Pemerintahan yang dipegang oleh Kristus bersifat kekal.
Perkataan pemerintahan-Nya dalam ayat ini bukan menunjuk kepada
satu daerah tertentu di bumi yang diperintah-Nya, tetapi yang
dimaksudkannya adalah kuasa dan kedaulatan-Nya. Dengan kuasa
dan kedaulatan-Nya itu Ia memerintah sebagai raja atas alam
semesta. Ungkapan itu menggarisbawahi pemahaman bahwa Allah
dalam Kristus telah mengalahkan kuasa Iblis, dan Ia mengambil alih
pengawasan secara menyeluruh atas dunia.

11:16 Dan kedua puluh empat tua-tua, yang duduk di hadapan Allah
di atas takhta mereka, tersungkur dan menyembah Allah,

11:17 sambil berkata: “Kami mengucap syukur kepada-Mu, ya Tuhan,


Allah, Yang Mahakuasa, yang ada dan yang sudah ada, karena
Engkau telah memangku kuasa-Mu yang besar dan telah mulai
memerintah sebagai raja
Daftar11
Pasal Isi 215

11:18 dan semua bangsa telah marah, tetapi amarah-Mu telah datang
dan saat bagi orang-orang mati untuk dihakimi dan untuk
memberi upah kepada hamba-hamba-Mu, nabi-nabi dan orang-
orang kudus dan kepada mereka yang takut akan nama-Mu,
kepada orang-orang kecil dan orang-orang besar dan untuk
membinasakan barangsiapa yang membinasakan bumi.

Pengambil-alihan kekuasaan atas bumi atau alam semesta


diikuti dengan penyembahan kedua puluh empat tua-tua kepada
Allah (ay. 16). Kedua puluh empat tua-tua itu menggambarkan semua
umat manusia yang dibebaskan. Mereka menyembah Allah karena
sekalipun mereka duduk di atas takhta di hadapan Allah, mereka
adalah ciptaan. Penyembahan itu diikuti dengan pujian yang
terungkap dalam ayat 17-18. Isi pujian penyembahan itu merupakan
ucapan syukur kepada Allah yang disembah sebagai Yang Maha
Kuasa dan yang memerintah sebagai Raja. Dalam ayat 18 disebutkan
tentang kemarahan semua bangsa. Yang dimaksud dengan semua
bangsa di sini adalah bangsa-bangsa yang tidak menyembah dan taat
kepada Allah. Bangsa-bangsa itu marah. Suatu sikap yang menunjuk
kepada persekongkolan penguasa dunia untuk melawan Allah dan
umat-Nya. Namun, Allah memadamkan amarah mereka dengan
amarah-Nya. Di sini, Yohanes mengungkapkan bahwa Allah yang
pengasih itu adalah juga Allah yang marah. Kemarahan Allah itu
diwujudkan dengan murka-Nya. Contoh dari kemarahan Allah itu
kita jumpai juga dalam cerita-cerita Keluaran. Ia dengan penuh kasih
menuntun dan memelihara umat dengan memberi manna, daging,
dan air, juga terkadang menghukum dengan membuat bumi terbelah,
sehingga orang yang tidak taat itu ditelan oleh bumi. Jadi, pada waktu
tertentu, Ia bertindak sebagai Allah yang mengasihi. Akan tetapi,
pada waktu yang lain, Ia juga bertindak sebagai Allah yang marah
atau murka.
216 SURAT
KITAB WAHYU

Dalam kaitan dengan amarah Allah, Yohanes juga mendengar


tentang penghakiman Allah atas manusia. Mereka yang taat kepada-
Nya diberi upah, sedangkan mereka yang tidak taat akan dibinasa­
kan.

11:19 Maka terbukalah Bait Suci Allah yang di sorga, dan kelihatanlah
tabut perjanjian-Nya di dalam Bait Suci itu dan terjadilah kilat
dan deru guruh dan gempa bumi dan hujan es lebat.

Pada ayat 19, Yohanes melihat Bait Suci yang di surga terbuka
dan kelihatanlah tabut Perjanjian Allah. Dalam pasal 11:1, kita juga
membaca tentang Bait Suci. Namun, ayat itu menunjuk kepada Bait
di Yerusalem, sedangkan Bait dalam ayat ini menunjuk kepada Bait
Surgawi. Yang dimaksud dengan Tabut Perjanjian di sini adalah
sebuah peti yang dilapisi emas. Di dalamnya tersimpan dua loh batu
dan tongkat Musa. Peti itu disimpan di dalam ruang Mahakudus.
Tabut itu sendiri melambangkan kehadiran dan kesetiaan Allah di
tengah dan kepada umat-Nya.
Tanda-tanda kosmis yag disebutkan di sini menandakan
kehadiran Allah. Sedangkan hujan es adalah tanda hukuman Allah
(bnd. Kel. 9:24; Why. 16:21).
Daftar11
Pasal Isi 217

Malaikat meniupkan sangkakala.

Pokok Pemberitaan

• Allah Mengalahkan Iblis dan Mengambil Alih Kekuasaan


Atas Alam Semesta.
Ketika malaikat yang ketujuh meniup sangkakalanya, terdengarlah
suatu maklumat dengan suara yang nyaring di dalam surga. Isi dari
maklumat itu adalah bahwa Allah telah mengalahkan kuasa iblis
yang dinyatakan melalui penguasa Roma, dan Allah di dalam Kristus
mengambil alih pengawasan dan pemerintahan atas dunia. Ia akan
memerintah sebagai raja sampai selama-lamanya.
Pengambil-alihan pengawasan dan pemerintahan oleh Allah
atas bumi itu disambut dengan ucapan syukur oleh kedua puluh
empat tua-tua. Kedua puluh empat tua-tua itu menggambarkan
semua umat manusia yang dibebaskan. Mereka menyembah Allah
karena sekalipun mereka duduk di atas takhta di hadapan Allah,
mereka adalah ciptaan. Isi pujian penyembahan itu merupakan
218 SURAT
KITAB WAHYU

ucapan syukur kepada Allah yang telah mengambil alih kekuasaan


dan memerintah sebagai Raja.
Bangsa-bangsa yang tidak menyembah dan taat kepada Allah
menjadi marah atas pengambil-alihan kekuasaan itu. Suatu sikap
yang menunjuk kepada persekongkolan penguasa dunia untuk
melawan Allah dan umat-Nya. Namun, Allah memadamkan amarah
mereka dengan amarah-Nya. Melalui ungkapan ini, Yohanes
menegaskan bahwa Allah yang pengasih itu adalah juga Allah yang
marah. Kemarahan Allah itu diwujudkan dengan murka-Nya. Kasih
dan murka Allah itu dapat kita baca dalam relasi bangsa Israel
dengan Allah. Ada waktu dimana Allah memelihara dan melindungi
mereka sebagai wujud dari kasih-Nya kepada umat-Nya, tetapi ada
juga waktu dimana Ia murka dan menghukum mereka dengan keras.
Lebih jauh, tanda dari kasih dan murka Allah itu ditunjukkan
kepada Yohanes, ketika bait Allah di surga terbuka lalu ia melihat
tabut perjanjian. Tanda-tanda kosmis yang disebutkan seperti kilat,
dan guruh serta gempa bumi merupakan tanda kehadiran Allah (bnd.
Kel. 19:16) di tengah umat. Sebaliknya, hujan es adalah tanda
hukuman Allah atas orang yang tidak mengenal Allah (bnd. Kel. 9:24,
25).
Bagi gereja masa kini, perlu ditegaskan bahwa kebangkitan
Yesus dari dunia orang mati, merupakan bukti bahwa Ia telah
mengambil alih kekuasaan atas alam maut. Oleh sebab itu, sekalipun
gereja-Nya mengalami berbagai penindasan dan penderitaan, tetapi
jaminan terhadap masa depan gereja telah pasti, yakni akan
diselamatkan, sementara mereka yang tidak taat kepada-Nya akan
dihukum.
Pasal 12:1-18
Perempuan dan Naga serta
Nyanyian Kemenangan

Perempuan dan Naga (12:1-9)

12:1 Maka tampaklah suatu tanda besar di langit: Seorang


perempuan berselubungkan matahari, dengan bulan di bawah
kakinya dan sebuah mahkota dari dua belas bintang di atas
kepalanya.

12:2 Ia sedang mengandung dan dalam keluhan dan penderitaannya


hendak melahirkan ia berteriak kesakitan.

Pada pasal 11, Allah menugaskan dua saksi untuk bernubuat


dan berkabung. Sementara pada pasal 12:1, Yohanes melaporkan
bahwa ia melihat satu tanda besar (sēmeion méga) di langit. Yohanes
melihat “seorang perempuan berselubungkan matahari dengan
bulan di bawah kakinya dan sebuah mahkota dari dua belas bintang
di atas kepalanya”. Penglihatan ini menunjukkan bahwa apa yang
dilihat Yohanes adalah simbol dari kenyataan yang disampaikan.
Jadi, bukan wanita sejati di langit yang berdiri di bulan. Apa yang

219
220 SURAT
KITAB WAHYU

dilihat oleh Yohanes menandakan kebenaran yang tidak secara


langsung dinyatakan dalam teks, melainkan disampaikan dalam
bentuk simbolisme.
Gambaran yang diberikan kepada perempuan ini sungguh
menakjubkan. Akan tetapi, siapakah perempuan itu? Menjawab
pertanyaan ini, para penafsir memberikan pendapat yang berbda-
beda. Robbin berpendapat bahwa perempuan itu adalah gereja atau
secara khusus Maria ibu Yesus (Robbin, 1975:147). Persoalannya
adalah, kalau perempuan itu adalah gereja, apakah gereja melahirkan
Mesias? Yang terjadi adalah, sesudah Kristus barulah gereja lahir.
Persoalan lain adalah, apakah sesudah Yesus naik ke surga, Maria
melarikan diri ke padang gurun? Oleh sebab itu, pandangan ini sulit
dipertahankan. Pandangan yang lain disampaikan oleh Wilsford. Ia
menolak pandangan bahwa perempuan itu adalah Maria. Menurut­
nya, perempuan yang begitu dihiasi dengan berselubungkan
matahari dan bulan di bawah kakinya serta yang memakai mahkota
itu adalah “gereja sebagai pengantin perempuan bagi Kristus”. Sebab
pokok yang penting dalam Kitab Wahyu adalah tentang “Kristus dan
mempelai perempuan” (Wilsford, 2011:81). Wilsford memperkuat
pandangannya dengan mengutip perkataan Paulus, menurut Surat
Efesus, yang menyatakan, “Kristus mengasihi gereja dan menyerah­
kan diri baginya untuk menjadikannya suci, membersihkannya,
mencuci dengan air melalui firman, dan untuk menghadirkannya
kepada dirinya sendiri sebagai gereja yang bercahaya, tanpa noda
atau kerut atau cacat lainnya, tetapi suci dan tidak bercela … Ini
adalah misteri yang mendalam … tetapi yang aku maksudkan ialah
hubungan Kristus dengan gereja” (Ef. 5:25-32). Memang, pandangan
Wilsford didukung oleh teks Alkitab, tetapi persoalannya adalah,
apakah gereja sebagai pengantin perempuan yang dimaksudkan di
sini adalah umat Perjanjian Baru saja? Gambaran yang disimbolkan
oleh perempuan itu tampaknya memiliki makna yang lebih luas.
Daftar12
Pasal Isi 221

Perdapat yang berbeda disampaikan oleh Gerland. Menurutnya,


perempuan itu adalah Israel, sebab dari Israel itulah Mesias lahir
(Tony Gerland, 2004:479). Pandangan yang sama disampaikan oleh
Aune, bahwa perempuan yang hamil itu menggambarkan Israel.
Lebih jauh, Aune menunjuk kepada beberapa teks Perjanjian Lama
yang menggambarkan Israel sebagai perempuan yang hamil dan
menderita sakit bersalin (Yes. 21:3; 26:17, 18; 37:3; Yer. 4:31;
6:24:13:21; 22:23; 30:6; Mi. 4:9; 1 Henok 62:4; 1 QH 8:9). Dalam
Yesaya 66:7, lanjut Aune, nabi menggunakan metafora perempuan
yang menderita sakit bersalin untuk melahirkan anaknya, menggam­
barkan tentang dekatnya keselamatan itu (Aune, 1988:682).
Pandangan Aune juga memiliki dasar biblis yang kuat dalam
Perjanjian Lama dan tradisi Yahudi. Namun persoalannya adalah,
ketika Yohanes menyusun Kitab Wahyu, banyak orang Yahudi yang
berdiam di perantauan disebut sebagai jemaat Iblis, karena mereka
menganiaya orang Kristen (bnd. Why. 2:9; 3:9) (Kistemaker,
2011:383).
Pandangan yang menarik dan didukung oleh mayoritas pakar
adalah bahwa perempuan yang berselubungkan matahari itu adalah
simbol untuk sisa Israel yang percaya dan taat kepada Yahweh
sebagai ibu bagi Mesias, termasuk gereja di dunia. Alasannya adalah,
penyerangan Iblis terhadap umat Allah itu terjadi sejak kejatuhan
manusia sampai akhir zaman. Oleh sebab itu, perempuan yang ia
serang itu mewakili umat Perjanjian Lama maupun umat Perjanjian
Baru (Kistemaker, 2011:383). Itu berarti bahwa perempuan ini
adalah gambaran tentang umat Allah (Ladd, 1972:168), yaitu umat
Allah dalam Perjanjian Lama dan umat Allah dari Perjanjian Baru,
bersama-sama sebagai satu kesatuan (de Heer, 2003:161), atau
seluruh umat beriman yang disimbolkan sebagai pengantin bagi
Yahweh, maupun gereja sebagai pengantin bagi Kristus (Hendry M.
Morris, 1983:214). Sebab, menurut kodrat manusiawinya, dari Israel
222 SURAT
KITAB WAHYU

Yesus lahir, dan setelah Yesus naik ke surga, gereja sebagai umat
Allah dari Perjanjian Baru diserang oleh sang Naga itu (de Heer,
2003:161).
Dari pandangan para ahli tafsir (Robbin, Wilsford, Gerland,
Aune, Kistemaker, Ladd, Morris dan de Heer), tentang identitas
perempuan itu, pandangan Kistemaker, Ladd, Morris, dan de Heer
dapat dipertahankan. Oleh sebab itu, pandangan bahwa perempuan
itu sebagai simbol umat Allah, baik dalam Perjanjian Lama maupun
Perjanjian Baru, atau sebagai seluruh umat beriman dari Perjanjian
Lama, sebagai pengantin bagi Yahweh dan umat Perjanjian Baru,
sebagai pengantin bagi Kristus, memberikan gambaran yang lebih
lengkap mengenai simbol perempuan itu. Sebab Yesus sang Mesias
itu datang dari Israel, lalu setelah Yesus naik ke surga, umat beriman
dalam Perjanjian Baru, atau pengantin perempuan bagi Kristus, terus
diburu dan dianiaya oleh naga itu.
Lebih jauh, Yohanes mengatakan bahwa, “Ia berselubungkan
matahari”. Ungkapan ini menunjuk kepada kemuliaannya sebagai
“pengantin perempuan”. Bulan di bawah kakinya menunjuk kepada
kuasanya dan “sebuah mahkota dengan dua belas bintang di atas
kepalanya”. Mahkota yang dimaksudkan adalah mahkota keme­
nangan (stefanos), berbeda dengan mahkota yang dipakai oleh naga
itu (ay. 3). Sedangkan dua belas bintang melambangkan dua belas
bapa leluhur Perjanjian Lama dan dua belas rasul Perjanjian Baru
(Kistemaker, 2011:383; Ladd, 1972:168), atau sebagai totalitas umat
Allah (James A. Fowler, 2013:206). Yohanes melihat bahwa “Ia
(perempuan itu) sedang mengandung dan dalam keluhan dan
penderitaannya hendak melahirkan ia berteriak kesakitan”. Ungkapan
ini mengingatkan kita pada Yeremia 4:31. Di situ dikatakan, “Aku
mendengar tangisan seperti suara perempuan bersalin, suara orang
kesesakan seperti suara ibu yang melahirkan anak pertama, suara
putri Sion yang mengap-mengap yang merentang-rentangkan
Daftar12
Pasal Isi 223

tangannya: Celakah aku sebab aku binasa di depan para pem­bunuh”.


Dalam konteks Yeremia, nabi bernubuat mengenai hukuman Allah
atas Yehuda dan Yerusalem karena kejahatan mereka (Doughty
2014:20, 21). Sedangkan dalam konteks Kitab Wahyu, perempuan
yang mengandung “dan dalam keluhan dan penderitaannya hendak
melahirkan” menggambarkan kedatangan Yesus dalam keadaan-Nya
sebagai manusia. Memang, ketika Kitab Wahyu ditulis, kelahiran
Yesus sudah terjadi sekitar satu abad yang lalu. Akan tetapi, Yohanes
mau menggambarkan bagaimana penderitaan umat beriman kepada
Yahweh dalam Perjanjian Lama yang disebabkan oleh permusuhan
dan penindasan dari bangsa-bangsa lain terhadap mereka. Dari sisa
yang setia itu Yesus lahir ke dunia.

12:3 Maka tampaklah suatu tanda yang lain di langit; dan lihatlah,
seekor naga merah padam yang besar, berkepala tujuh dan
ber­tanduk sepuluh, dan di atas kepalanya ada tujuh mahkota.

12:4 Dan ekornya menyeret sepertiga dari bintang-bintang di langit


dan melemparkannya ke atas bumi. Dan naga itu berdiri di
hadapan perempuan yang hendak melahirkan itu, untuk
menelan Anaknya, segera sesudah perempuan itu melahirkan-
Nya.

12:5 Maka ia melahirkan seorang Anak laki-laki, yang akan meng­


gembalakan semua bangsa dengan gada besi; tiba-tiba Anaknya
itu dirampas dan dibawa lari kepada Allah dan ke takhta-Nya.

12:6 Perempuan itu lari ke padang gurun, di mana telah disediakan


suatu tempat baginya oleh Allah, supaya ia dipelihara di situ
seribu dua ratus enam puluh hari lamanya.
224 SURAT
KITAB WAHYU

Pada ayat 3 Yohanes melihat suatu tanda yang lain, yaitu seekor
naga merah padam yang besar. Naga sering digunakan dalam bahasa
gambar profetik. Nabi Yesaya menunjuk kepada Nebukadnezar, raja
Babel, sebagai “monster” (Yes. 51:34), dan Yehezkiel menggam­bar­
kan Firaun, raja Mesir, sebagai “monster besar” (Yeh. 29:3). Dalam
Perjanjian Lama, kejahatan sering dipersonifikasikan dalam bentuk
naga (Mzm. 74:13, 14). Dalam konteks Kitab Wahyu, naga dipakai
sebagai lambang kebengisan penguasa dan merupakan representasi
kekuatan setan (James A. Fowler, 2013:207). Naga juga dilukiskan
sebagai Setan atau Iblis (12:9). Warna merah padam (Yun.: pyrros)
melambangkan perang, pertumpahan darah, me­nunjuk kepada
karakteristik keganasan dan kebengisan sang penguasa (John F.
Wardvoord 2011:183). Naga itu berkepala tujuh dan bertanduk
sepuluh. Angka tujuh adalah angka sempurna bagi Allah. Akan tetapi,
naga ini dikatakan memiliki tujuh kepada dan bertanduk sepuluh.
Ungkapan ini hendak menyatakan bahwa naga di sini hendak
menyamar dan meniru Allah sebagai yang ilahi. Dikatakan bahwa
naga itu juga memiliki tanduk atau kekuasaan (bnd. Dan. 7:7, 8),
suatu angka genap yang melukiskan kekuasaan naga itu. Dan di atas
kepalanya ada tujuh mahkota (ay. 3). Istilah Yunani yang dipakai
untuk mahkota yang digunakan oleh naga itu adalah “diadema”, yakni
sebagai simbol kekuasaan dan martabat dari penguasa sebagai
seorang raja yang ingin menyamakan diri dengan Allah sebagai Raja
di atas segala raja. Kekuasaan naga itu nyata juga dari ekornya yang
menyeret sepertiga dari bintang-bintang di langit dan melempar­
kannya ke atas bumi (ay. 4). Ungkapan ini menunjuk­kan bahwa
sekalipun naga itu memiliki kuasa untuk memberontak, namun
kekuasaannya terbatas (Fowler, 2013: 207).
Pertanyaan yang timbul adalah, apa atau siapa yang dimaksud
dengan bintang-bintang di langit itu? Menjawab pertanyaan ini para
penafsir memberikan pendapat yang berbeda-beda. Menurut Aune
Daftar12
Pasal Isi 225

dan Kistemaker, bintang-bintang yang dimaksud adalah malaikat-


malaikat yang dilemparkan ke bumi karena dibujuk oleh Iblis untuk
memberontak (Aune, 1998:685,686; Kistemaker, 2011:385).
Sementara menurut John dan Gloria Ben-Daniel, bintang-bintang
dalam ayat ini merujuk pada Daniel 12:3. Dalam konteks Kitab Daniel,
bintang-bintang itu menggambarkan orang-orang benar. Lalu,
jatuhnya bintang-bintang itu merujuk pada kemurtadan banyak
pejabat tinggi dan tentara di antara orang-orang Yahudi pada zaman
raja Suriah, Antiochus Epiphanes, untuk mem­persembahkan korban
di bait Allah (167-165 SM). Kemudian, penulis Kitab Wahyu memakai
teks itu untuk melukiskan jatuhnya bintang-bintang yang me­
lambangkan kemurtadan banyak orang Kristen, bahkan para
pemimpin gereja yang berpangkat tinggi pada masa pemerintahan
Domitianus (John and Gloria Ben-Daniel, 2016:60). Kesulitan dalam
memberikan jawaban yang konklusif di sini adalah bahwa dalam
Kitab Wahyu bintang dapat mengacu pada utusan atau pemimpin
gereja (Why. 1:20). Akan tetapi, bintang juga bisa mengacu pada
malaikat (Why. 9:1; bnd. Ayb. 38:7) yang mengikuti bujukan naga
dalam pemberontakannya terhadap Tuhan sehingga jatuh ke dalam
dosa (Yes. 14:12; Yeh. 28:15) (Gerland, 2004:486). Jika kita mengikuti
tafsiran terakhir, bahwa Yohanes mengacu kepada teks dalam Daniel
12:3, maka mestinya bintang yang disebutkan dalam ayat 4 ini
menunjuk kepada utusan atau para pemimpin gereja yang murtad
karena penganiayaan oleh penguasa Romawi pada waktu itu.
Ketika perempuan itu melahirkan anaknya, tiba-tiba anak itu
dirampas dan dibawa lari kepada Allah dan ke takhta-Nya. Dalam
konteks ini Yohanes tidak mengisahkan tentang penderitaan dan
penyaliban Yesus. Yang dilihat oleh Yohanes adalah keyakinan bahwa
anak itu dibawa kepada Allah dan takhta-Nya. Dan ia akan
menggembalakan semua bangsa dengan gada dan besi. Ungkapan ini
mengingatkan kita kepada Mamur 2:7-9 dan Yesaya 9:6-7. Teks dalam
226 SURAT
KITAB WAHYU

konteks Kitab Mazmur, menggambarkan proses pelantikan raja di


Israel. Pada proses pelantikan itu, sang raja ditetapkan sebagai
“anak” Tuhan yang memerintah atas nama Tuhan (Bullock,
2018:108; Alter, 2007:61). Sementara teks dalam Kitab Yesaya
menubuatkan bahwa anak yang lahir itu akan memerintah sebagai
Raja yang menggembalakan seluruh kaum dan bangsa dengan adil
(Sawyer, 2018:78, 80). Ternyata pemerintahan Anak itu memiliki
ciri menggembalakan. Bentuk awal pemerintahan-Nya adalah
dengan kekerasan. “Mereka akan hancur berkeping-keping seperti
bejana pembuat tembikar” (Mzm. 2:8; lih. Why. 2:27; 19:15).
Setelah Anak itu naik takhta-Nya, naga itu terus melampiaskan
kebencian terhadap perempuan itu, yang melambangkan umat Allah
sebagai pengantin perempuan. Perempuan itu lari ke padang gurun
sebagai tempat pengungsian dan perlindungan Allah bagi perem­
puan itu. Itulah tempat yang disediakan Allah. Padang gurun
mengingatkan kita pada perjalanan orang Israel ketika keluar dari
Mesir ke Kanaan. Padang gurun adalah tempat yang kering dan
gersang, di mana orang menggantungkan seluruh hidupnya, baik
jasmani maupun rohani kepada Allah, sama seperti orang Israel yang
Allah pelihara selama 40 tahun lamanya di padang gurun. Di padang
gurun itu umat Allah dilatih dan dipersipkan untuk tugas yang lebih
besar di masa depan (Kistemaker, 2011:388). Di padang gurun itu
umat Allah dipelihara oleh Allah, sehingga umat itu bisa melanjutkan
hidupnya selama seribu dua ratus enam puluh hari. Suatu jangka
waktu yang sama dengan diinjak-injaknya kota Yerusalem, yakni 42
bulan (bnd. 11:2, 3). Suatu jangka waktu yang terbatas.

12:7 Maka timbullah peperangan di sorga. Mikhael dan malaikat-


malaikatnya berperang melawan naga itu, dan naga itu dibantu
oleh malaikat-malaikatnya,
Daftar12
Pasal Isi 227

12:8 tetapi mereka tidak dapat bertahan; mereka tidak mendapat


tempat lagi di sorga.

12:9 Dan naga besar itu, si ular tua, yang disebut Iblis atau Satan,
yang menyesatkan seluruh dunia, dilemparkan ke bawah; ia
dilemparkan ke bumi, bersama-sama dengan malaikat-
malaikatnya.

Berita dalam ayat 7-9 ini melukiskan suatu peperangan di surga


antara Mikhael bersama bala tentara surga melawan naga itu dan
pengikut-pengikutnya. Tampaknya ada suatu penyerbuan dari naga
atau Iblis dan pengikutnya untuk memperoleh tempat di surge, tetapi
mereka tidak mendapat tempat lagi di surga. Yohanes secara jelas
menyatakan bahwa Iblis tidak sendirian. Ia bersama-sama dengan
pengikut-pengikutnya melakukan penyerbuan ke surga. Namun
naga, si ular tua yang disebut Iblis, dikalahkan dan dilemparkan ke
bumi bersama dengan pengikut-pengikutnya.

Nyanyian Kemenangan (12:10-12)

12:10 Dan aku mendengar suara yang nyaring di sorga berkata:


“Sekarang telah tiba keselamatan dan kuasa dan pemerintahan
Allah kita, dan kekuasaan Dia yang diurapi-Nya, karena telah
dilemparkan ke bawah pendakwa saudara-saudara kita, yang
mendakwa mereka siang dan malam di hadapan Allah kita.

12:11 Dan mereka mengalahkan dia oleh darah Anak Domba, dan
oleh perkataan kesaksian mereka. Karena mereka tidak
mengasihi nyawa mereka sampai ke dalam maut.
228 SURAT
KITAB WAHYU

12:12 Karena itu bersukacitalah, hai sorga dan hai kamu sekalian
yang diam di dalamnya, celakalah kamu, hai bumi dan laut!
Karena Iblis telah turun kepadamu, dalam geramnya yang
dahsyat, karena ia tahu, bahwa waktunya sudah singkat.”

Pada ayat 10, Yohanes mendengar suara yang nyaring di surga.


Tidaklah jelas siapa yang menyampaikan suara itu. Apakah suara itu
berasal dari para malaikat yang berperang melawan naga, si ular tua,
atau Iblis, atau orang-orang kudus? Tidak dapat dipastikan asal suara
itu. Tetapi perkataan suara itu jelas. “Sekarang telah tiba keselamatan
dan kuasa dan pemerintahan Allah kita dan kekuasaan Dia yang
diurapi-Nya” (12:10). Kata sekarang menunjukkan suatu periode
waktu telah berakhir, yakni suatu periode waktu peperangan antara
Mikhael dan tentara surga melawan naga, si ular tua atau Iblis itu,
dan sekarang mulai suatu periode waktu yang baru, yakni periode
keselamatan dan kuasa dan pemerintahan Allah kita serta kekuasaan
Dia yang diurapi-Nya. Kata Dia yang dimaksud dalam teks ini adalah
Kristus, yang diurapi oleh Allah. Isi nyanyian itu menyatakan bahwa
keselamatan dan pemerintahan Allah dan Anak-Nya telah ber­
langsung di surga karena (Iblis itu) telah dilemparkan ke bawah.
Perkataan “telah dilemparkan ke bawah” mengingatkan kita pada
perkataan Yesus: “Aku melihat Setan jatuh seperti kilat dari langit”
(Luk. 10:18-19). Memang, Iblis telah dilemparkan ke bawah, yaitu
ke bumi, namun pengaruh Iblis dan pengikut-pengikutnya itu
terbatas, sebab ia harus tunduk kepada kuasa Tuhan. Sebagai contoh,
Iblis tidak bisa melawan Ayub tanpa persetujuan Tuhan (Ayb. 1-2).
Dalam 1 Korintus 10:13, Paulus menulis, “Pencobaan-pencobaan
yang kamu alami ialah pencobaan-pencobaan biasa, yang tidak
melebihi kekuatan manusia. Sebab Allah setia dan karena itu Ia tidak
akan membiarkan kamu dicobai melampaui kekuatanmu. Pada
waktu kamu dicobai Ia akan memberikan kepadamu jalan ke luar,
sehingga kamu dapat menanggungnya”. Dalam perkataan lain, ketika
Daftar12
Pasal Isi 229

kita dicobai oleh Iblis, kita diberikan jalan keluar dari cobaan itu.
(Wilsford, 2014:87).
Yohanes meneruskan dengan memberikan suatu identitas
kepada Iblis sebagai “pendakwa saudara-saudara kita, yang
mendakwa mereka siang dan malam di hadapan Allah kita” (12:10).
Ternyata kemenangan Mikhael atas Iblis dan pengikut-pengikutnya
itu bukan yang menentukan. Sebab sekalipun ia telah dikalahkan, ia
masih berbahaya bagi gereja yang sedang berjuang dalam dunia
(bnd. 1Ptr. 5:8), yaitu tempat di mana perempuan (umat Allah)
sedang berada. Ia (Iblis) bertindak sebagai pendakwa saudara-
saudara kita. Dalam penglihatan Nabi Zakharia, kita membaca bahwa
ketika imam besar Yosua berdiri di hadapan malaikat Tuhan, Iblis
juga berdiri di sebelah kanannya untuk mendakwa dia (Za. 3:1).
Demikian juga Iblis itu terus mendakwa orang-orang kudus siang
dan malam di hadapan Allah. Namun, Iblis dikalahkan dengan tiga
senjata rohani yang kuat. Pertama, dengan darah Anak Domba.
Dakwaan Setan terhadap orang-orang percaya, dihapuskan oleh
darah Anak Domba yang menjadikan orang percaya itu menjadi
kudus, dan memungkinkan kemenangan rohaninya. Kedua, oleh
perkataan kesaksian mereka. Kata-kata dan kesaksian orang kudus
itu menentang pekerjaan pendakwa (Iblis) oleh pemberitaan Injil.
Sebab Injil adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan. Ketiga,
komitmen orang percaya yang rela mati demi Injil (12:11). Komitmen
itu terlihat dari kerelaan orang percaya yang bersedia menjadi martir
demi Kristus. Mereka tidak mengasihi nyawa mereka lebih daripada
kesaksian mereka tentang Kristus. Mereka mengikuti teladan Yesus
yang tetap setia sampai mati. Ia menyerahkan nyawa-Nya bagi
domba-domba-Nya (Yoh. 10:11, 15; lih. Mat. 16:25) (Walvoord,
2011:188).
Oleh karena kemenangan di surga itu, maka suara dari surga
menyampaikan berita sukacita atas kemenangan Mikhael kepada
230 SURAT
KITAB WAHYU

mereka yang di surga, “bersukacitalah, hai sorga dan hai kamu


sekalian yang diam di dalamnya” (12:12). Namun, pada waktu yang
bersamaan, suara itu memberitahukan “celakalah kamu, hai bumi
dan laut! Karena Iblis telah turun kepadamu, dalam geramnya yang
dahsyat”. Alasan dari celaka yang serius atas penduduk bumi dan
laut adalah karena iblis telah dilemparkan ke bumi dan akan
melepaskan amarahnya yang dahsyat kepada penduduk bumi. Sebab
ia tahu bahwa waktu sudah singkat sehingga ia menimbulkan
kesengsaraan bagi penduduk bumi. Dalam kesengsaraan itu, banyak
orang-orang kudus menjadi martir (Walvoord, 2011:188).

Naga Memburu Perempuan Itu (12:13-18)

12:13 Dan ketika naga itu sadar, bahwa ia telah dilemparkan di atas
bumi, ia memburu perempuan yang melahirkan Anak laki-laki
itu.

12:14 Kepada perempuan itu diberikan kedua sayap dari burung


nasar yang besar, supaya ia terbang ke tempatnya di padang
gurun, di mana ia dipelihara jauh dari tempat ular itu selama
satu masa dan dua masa dan setengah masa.

Setelah naga atau iblis itu menyadari bahwa ia telah kalah, ia


mengarahkan perhatiannya pada perempuan itu dan mengejarnya
untuk melampiaskan kemarahannya. Pengejaran terhadap pe­
rempuan itu menggambarkan upaya Iblis untuk melakukan
penganiayaan terhadap perempuan atau umat Allah. Namun, kepada
perempuan (umat Allah) itu diberikan dua sayap dari burung nasar
yang besar, suatu ungkapan yang menunjuk kepada intervensi ilahi
untuk menghalangi upaya Iblis menganiaya umat Allah. Sosok dari
“dua sayap elang besar” merupakan simbol yang menunjuk kepada
Keluaran 19:4 dan Ulangan 32:11-12. Dalam teks-teks itu Tuhan
Daftar12
Pasal Isi 231

digambarkan sebagai elang yang mendukung dan melindungi Israel


sebagai umat-Nya (Walvoord, 2011:189). Pemberian sayap itu
mempunyai maksud, yaitu “supaya ia (perempuan itu) terbang ke
tempatnya di padang gurun”. Padang gurun adalah tempat yang sunyi,
kering dan gersang. Namun, di sana Allah memelihara perempuan
atau umat-Nya selama satu masa, dua masa dan setengah masa (tiga
setengah tahun). Jarak waktu ini sama dengan 1.260 hari (bnd. ay.
6) atau 42 bulan (13:5). Jumlah waktu ini melambangkan waktu
penganiayaan terhadap umat Allah oleh Iblis tetapi dibatasi oleh
Allah, yakni waktu antara kenaikan dan kedatangan Kristus kembali.

12:15 Lalu ular itu menyemburkan dari mulutnya air, sebesar sungai,
kembali perempuan itu, supaya ia dihanyutkan sungai itu.

12:16 Tetapi bumi kembali menolong perempuan itu. Ia membuka


mulutnya, dan menelan sungai yang disemburkan kembali dari
mulutnya.

12:17 Maka marahlah kembali kepada perempuan itu, lalu pergi


meme­rangi keturunannya yang lain, yang menuruti hukum-
hukum Allah dan memiliki kesaksian Yesus.

12:18 Dan ia tinggal berdiri di pantai laut.

Naga itu menyemburkan air sebesar sungai ke arah perempuan


itu, suatu ungkapan yang menunjuk kepada kebencian dan
penganiayaan yang hendak menghanyutkan dan menghancurkan
umat Allah itu (ay. 15). Tetapi bumi menolong perempuan itu dengan
membuka mulutnya dan menelan sungai yang disemburkan itu. Naga
atau Iblis itu berusaha dengan segenap kekuatannya untuk
menganiaya dan memusnahkan umat Allah. Namun, ada campur
tangan ilahi dengan memakai ciptaan-Nya, yaitu bumi yang membuka
mulutnya dan menelan sungai yang disemburkan naga itu dari
232 SURAT
KITAB WAHYU

mulutnya (ay. 16). Tindakan ilahi yang memakai ciptaan-Nya untuk


menelan air sungai yang disemburkan naga adalah untuk meng­
gagalkan serangan naga dan membawa umat-Nya dengan selamat
melalui suatu masa kesusahan besar. Pertolongan bumi kepada
perempuan atau umat Allah menyebabkan kemarahan naga itu, lalu
ia pergi memerangi keturunannya yang lain, yang menuruti hukum-
hukum Allah dan memiliki kesaksian Yesus (ay. 17). Kiasan ini
melukiskan penganiayaan yang dialami oleh umat Allah sejak
kelahirannya. Penganiayaan terhadap umat Allah itu dimulai oleh
Saulus. Ketika kekristenan menyebar sampai ke Roma, orang Kristen
dianiaya oleh Kaisar Nero, yang kemudian dilanjutkan oleh
Domitianus yang mewajibkan semua orang dalam wilayah pe­me­
rintahannya menyembah dirinya sebagai dewa. Namun, karena
orang Kristen menolak kaisar, mereka lalu dihambat dan dianiaya.

Pokok Pemberitaan

• Allah Menggagalkan Upaya Iblis yang Hendak Menaklukkan


Umat-Nya.
Upaya Iblis untuk menaklukkan umat Allah di bawah kuasanya selalu
digagalkan oleh Allah. Benar, bahwa dalam perjalanannya, umat Allah
(Israel) tergoda untuk menjadi pengikut Iblis, dengan melakukan
penyembahan kepada dewa dewi di Kanaan, sehingga Allah
menghukum mereka. Namun, ada “sisa yang setia” kepada Allah,
sehingga Allah memakai Raja Koresh untuk membebaskan mereka
kembali ke Kanaan. Melalui sisa yang setia itu, Yesus lahir ke dunia
untuk menyelamatkan umat manusia. Iblis berusaha dengan ber­
bagai cara, antara lain mencobai Yesus untuk mengikuti keinginan­
nya (Mat. 4:1-11; Mrk. 1:12-13; Luk. 4:1-13). Tidak hanya itu. Iblis
juga ingin menggagalkan maksud kedatangan Yesus untuk me­
nyelamatkan manusia. Oleh sebab itu, Ia memakai Yudas Iskariot
Daftar12
Pasal Isi 233

untuk menjual Yesus kepada para pemimpin Yahudi (Luk. 22:3-5)


supaya Ia dihukum mati. Namun ternyata, pada hari yang ketiga
Yesus mengalahkan kuasa maut dan bangkit dari antara orang mati
dan naik kepada Bapa, dan memerintah sebagai Raja atas seluruh
ciptaan. Naiknya Yesus kepada Bapa membuat Iblis melampiaskan
kebenciannya terhadap umat Allah (gereja) dengan berbagai cara
licik termasuk penghambatan dan penganiayaan terhadap para
pengikut Yesus. Yohanes mengiaskan situasi itu dengan pelarian
perempuan itu ke padang gurun. Namun, di tempat yang sulit itu
pun Allah terus memelihara umat-Nya atau para pengikut Yesus.
Sekalipun Iblis gagal dalam usahanya untuk menggagalkan
karya penyelamatan Allah di dalam Yesus, ia terus berusaha. Kali ini
ia dan para pengikutnya melakukan penyerbuan ke surga untuk
memperoleh tempat di sana (12:8). Akibatnya timbul peperangan
antara Iblis dan pengikut-pengikutnya dengan Mikhael, penghulu
malaikat itu, dan para malaikat di surga. Dalam peperangan itu, Iblis
dan para pengikutnya dikalahkan dan dilemparkan ke bawah, yaitu
ke bumi.
Kekalahan Iblis itu diikuti oleh nyanyian kemenangan dan
sukacita oleh para malaikat surgawi. Namun, bersamaan dengan itu,
ada keluhan terhadap mereka yang diam di bumi, karena Iblis dan
para pengikutnya telah dilemparkan ke bumi dalam geramnya yang
dahsyat. Di bumi, ia melampiaskan kemarahannya itu kepada
perempuan, yaitu umat Allah dengan memburu atau menganiaya
umat Allah. Namun, Tuhan melindungi umat-Nya dan menatang
mereka laksana burung elang yang menatang anak-anaknya di atas
sayapnya ketika anak-anaknya terjatuh. Dalam perkataan lain,
sekalipun umat mengalami penganiayaan, Tuhan melindungi mereka
yang tetap setia kepada-Nya.
Iblis tidak berhenti dengan usahanya untuk memusnahkan umat
Allah. Dengan ganasnya ia menyemburkan air laksana sungai, suatu
234 SURAT
KITAB WAHYU

kiasan mengenai meningkatnya penganiayaan terhadap umat Allah.


Cara yang Iblis pakai adalah menggunakan penguasa yang kejam
agar secara sistematis ia melakukan penganiayaan terhadap umat
Allah dengan maksud untuk memusnahkan mereka. Namun, Allah
tidak meninggalkan umat-Nya. Allah menguatkan dan melindungi
umat-Nya di tengah penganiayaan itu.
Karena Iblis dan para pengikut-Nya gagal memusnahkan umat
Allah, ia dan para pengikutnya memburu para pengikut Yesus yang
tetap beriman dan setia kepada firman-Nya.
Penglihatan Yohanes ini merupakan suatu peringatan bagi
gereja masa kini, bahwa Iblis tidak berhenti dengan usahanya untuk
memusnahkan iman umat kepada Allah. Sekalipun ia berulang kali
gagal, ia terus berusaha. Dalam kisah pencobaan Iblis terhadap Yesus
(Luk. 4:1-13), Lukas memberikan catatan yang sangat kuat pada ayat
13, bahwa sekalipun Iblis kalah dalam usahanya untuk mengalahkan
Yesus, namun ia tidak pergi selamanya. Ia mundur dari pada-Nya
dan menunggu waktu yang baik untuk melakukan penyerangan.
Penulis Surat Petrus juga mengingatkan jemaat yang ia sapa dalam
suratnya dengan mengatakan, “Sadarlah dan berjaga-jagalah!
Lawanmu, si Iblis, berjalan keliling sama seperti singa yang
mengaum-ngaum dan mencari orang yang dapat ditelannya” (1Ptr.
5:8).
Dalam Wahyu 12:18, Yohanes juga mengatakan: “Dan ia (naga)
tinggal berdiri di pantai”. Ia menunggu waktu yang baik untuk
menyerang. Oleh sebab itu, berwaspadalah!
Pasal 13:1-18
Binatang yang Keluar dari dalam
Laut dan Binatang yang Keluar
dari dalam Bumi

Binatang yang Keluar dari dalam Laut


(13:1-10)
Wahyu 13 merupakan kelanjutan dari Wahyu 12. Sebab dalam pasal
12:18, dikatakan bahwa naga itu tinggal berdiri di pantai laut. Ia
menunggu binatang yang keluar dari laut itu 13:1-10), agar ia
memberikan kekuatan, takhta, dan kekuasaan kepadanya, supaya ia
melakukan penganiayaan terhadap umat Allah (13:11-18).

13:1 Lalu aku melihat seekor binatang keluar dari dalam laut,
bertanduk sepuluh dan berkepala tujuh; di atas tanduk-
tanduknya terdapat sepuluh mahkota dan pada kepalanya
tertulis nama-nama hujat.

235
236 SURAT
KITAB WAHYU

13:2 Binatang yang kulihat itu serupa dengan macan tutul, dan
kakinya seperti kaki beruang dan mulutnya seperti mulut singa.
Dan naga itu memberikan kepadanya kekuatannya, dan
takhtanya dan kekuasaannya yang besar.

13:3 Maka tampaklah kepadaku satu dari kepala-kepalanya seperti


kena luka yang membahayakan hidupnya, tetapi luka yang
membaha­yakan hidupnya itu sembuh. Seluruh dunia heran, lalu
mengikut binatang itu.

13:4 Dan mereka menyembah naga itu, karena ia memberikan


kekuasaan kepada binatang itu. Dan mereka menyembah
binatang itu, sambil berkata: “Siapakah yang sama seperti
binatang ini? Dan siapakah yang dapat berperang melawan
dia?”

13:5 Dan kepada binatang itu diberikan mulut, yang penuh


kesombongan dan hujat; kepadanya diberikan juga kuasa untuk
melakukannya empat puluh dua bulan lamanya.

13:6 Lalu ia membuka mulutnya untuk menghujat Allah, menghujat


nama-Nya dan kemah kediaman-Nya dan semua mereka yang
diam di sorga.

13:7 Dan ia diperkenankan untuk berperang melawan orang-orang


kudus dan untuk mengalahkan mereka; dan kepadanya
diberikan kuasa atas setiap suku dan umat dan bahasa dan
bangsa

13:8 Dan semua orang yang diam di atas bumi akan menyembahnya,
yaitu setiap orang yang namanya tidak tertulis sejak dunia
dijadikan di dalam kitab kehidupan dari Anak Domba, yang
telah disembelih.
Daftar13
Pasal Isi 237

13:9 Barang siapa bertelinga, hendaklah ia mendengar!

13:10 Barang siapa ditentukan untuk ditawan, ia akan ditawan;


barangsiapa ditentukan untuk dibunuh dengan pedang, ia harus
dibunuh dengan pedang.

Pada Wahyu 13:1, Yohanes melihat seekor binatang yang keluar


dari dalam laut. Ciri-ciri binatang itu sama dengan binatang yang
dilihat oleh Yohanes dalam Wahyu 17:7, 8. Di situ, Yohanes melihat
binatang itu keluar dari jurang maut. Binatang itu berkepala tujuh
dan bertanduk sepuluh. Pada Wahyu 13:1 dikatakan bahwa binatang
itu juga bertanduk sepuluh dan berkepala tujuh. Dalam tradisi Alkitab,
tanduk adalah lambang kekuatan dan kekuasaan. Sedangkan kepala
menunjukkan bahwa binatang itu adalah pemimpin. Di atas tanduk-
tanduk itu terdapat sepuluh mahkota. Mahkota adalah simbol status
atau kedudukan binatang itu. Deskripsi ini memiliki kesamaan
dengan Daniel 7:4-8 yang menggambarkan penguasa-penguasa
dunia yang sudah lalu maupun yang akan dating, dan Wahyu 12:3
dan 17:3, 7. Di atas kepala binatang itu tertulis nama-nama hujat.
Nama-nama hujat menunjuk kepada nama-nama ilahi yang
digunakan oleh binatang itu sebagai “juruselamat”, “anak allah”, atau
“yang ilahi”. Yohanes menyebutnya sebagai nama hujat karena
binatang itu memakai nama-nama ilahi untuk menyamakan diri
dengan Allah.
Pada ayat 2 Yohanes melihat bahwa binatang itu “serupa
dengan macan tutul, dan kakinya seperti kaki beruang, dan mulutnya
seperti mulut singa”. Yohanes menyebut urutan daftar atribut
binatang itu, yaitu macan tutul, beruang, singa. Urutan penyebutan
ini terbalik dari apa yang dilihat Daniel. Pembalikan penyebutan itu
men­cerminkan sudut pandang Yohanes yang berbeda. Daniel, yang
hidup di zaman binatang singa (Babilonia), menantikan waktu untuk
melihat kebangkitan beruang (Media-Persia), dan kemudian macan
238 SURAT
KITAB WAHYU

tutul (Yunani). Sementara Yohanes, yang menulis pada fase pertama


dari binatang yang mengerikan (Roma), melihat ke belakang pada
waktunya, sehingga ia melihat mereka dalam urutan terbalik.
Gambaran dari penguasa-penguasa itu disampaikan juga dalam
bentuk mimpi kepada Nebukadnezar (Dan. 2). Dalam penafsiran
mimpi oleh Daniel, patung yang kepalanya terbuat dari emas adalah
Nebukadnezar. Sesudah itu akan muncul tiga kerajaan lainnya, yaitu
kerajaan Persia digambarkan sebagai bagian dari patung yang
terbuat dari perak, kerajaan Yunani digambarkan sebagai bagian
dari patung yang terbuat dari tembaga, dan kerajaan Roma sebagai
yang terbuat dari besi (Gerland, 2004:509).
Para penguasa dunia itu disimbolkan sebagai macan tutul,
beruang, dan singa untuk menggambarkan kebengisan mereka.
Seperti yang dikatakan oleh Stevanovic, bahwa setiap kepala
merupakan simbol dari kekuatan setan (Stevanovic, 2002:213).
Ternyata kebuasan dan keganasan, bahkan kekuasaan binatang itu
berasal dari naga atau Iblis yang telah dicampakkan ke bumi (lih.
12:13). Yohanes secara tegas menulis: Dan naga itu memberikan
kepadanya kekuatannya, dan takhtanya dan kekuasaannya yang
besar. Jelas bahwa kekuatan dan kekuasaan binatang itu memiliki
sumber, yaitu dari naga atau Iblis, yang berdiri di pantai laut itu.
Pada ay. 3 dikatakan bahwa satu dari kepala pada binatang itu
kena luka yang membahayakan hidupnya tetapi luka yang
membahayakan hidupnya itu sembuh. Terhadap kalimat ini para
penafsir menyampaikan pandangan yang berbeda. Menurut Aune,
sembuhnya luka yang membahayakan itu menunjuk kepada Nero
yang hidup kembali (Aune, 1998:736-740). Namun, Kistemaker
menolak pandangan ini karena kepala yang kena luka itu disebabkan
oleh orang lain. Sementara Nero membunuh diri sendiri. Sementara
Gerland berpendapat bahwa kepala yang kena luka itu adalah
pemulihan kehidupan dengan raja akhir zaman yang dikendalikan
Daftar13
Pasal Isi 239

oleh setan yang akan datang ke dunia sebagai Kristus palsu (Gerland,
2004:510). Kistemaker, James A. Fowler, dan John and Gloria Ben-
Daniel berpendapat bahwa satu dari kepala binatang itu kena luka
yang membahayakan hidupnya, tetapi luka yang membahayakan
hidupnya itu sembuh. Hal itu menunjukkan bahwa binatang itu
meniru Kristus sebagai anak Domba yang disembelih. Ia disalibkan
dan mati, tetapi bangkit kembali (Kistemaker, 2011:408; James A.
Fowler, 2013:214, 215; John and Gloria Ben-Daniel, 2016:67).
Pandangan dari ketiga penafsir yang disebut terakhir ini bisa
dipertahankan, sebab konstruksi kata kerja Yunani yang digunakan
di sini menggambarkan kemiripan dengan penyembelihan Anak
Domba dalam Wahyu 5:6. Sementara pada ayat 4 dikatakan, Dan
mereka menyembah naga itu, karena ia memberikan kekuasaan
kepada binatang itu. Dari rumusan kalimat pada ayat 3 dan 4 ini,
jelas bahwa dalam tiga hal binatang itu meniru Allah. Pertama, dalam
Wahyu 5:6, Yohanes melihat Kristus dalam rupa seekor “Anak Domba
yang disembelih”, yaitu dengan sebuah luka pada lehernya yang
mendatangkan maut, maka penglihatan yang mirip terdapat dalam
penglihatan dalam Wahyu 13:3 ini, yaitu salah satu dari kepala
binatang itu “seperti tersembelih”. Kedua, dalam Wahyu 5:11-13
Kristus disembah bersama-sama dengan Bapa, sedangkan dalam
Why. 13:4 binatang itu disembah bersama dengan naga sebagai
pemberi kuasa dan status pada binatang itu. Ketiga, dalam ayat 4b,
para penyembah itu menyanyikan suatu pujian bagi binatang itu.
“Siapakah yang sama seperti binatang ini? Dan siapakah yang dapat
berperang melawan dia?” Nyanyian yang mirip, dapat kita lihat
dalam Wahyu 5:11-13 tentang nyanyian pujian bagi Kristus
(Bauckhman, 1993:37; John and Gloria Ben-Daniel, 2016:64).
Dengan demikian, kiranya jelas bahwa binatang itu dalam banyak
hal meniru Allah. Tindakan itu merupakan suatu hujat terhadap
Allah.
240 SURAT
KITAB WAHYU

Binatang yang keluar dari dalam laut (Why. 13:1-10).

Pada ayat 5 kita membaca bahwa binatang itu diberikan mulut


yang penuh kesombongan dan hujat. Yang dimaksud dengan
ungkapan ini adalah pengangkatan diri binatang itu sebagai ilah.
Pengangkatan itu dipandang sebagai kesombongan dan hujat di
hadapan Allah. Binatang itu juga diberikan kuasa 42 bulan. Lamanya
waktu ini telah kita bahas dalam pasal-pasal lalu, di mana ungkapan
itu menunjuk kepada jangka waktu terbatas yang diberikan sesuai
dengan kebijakan Allah. Hujatan yang dialamatkan oleh binatang
itu adalah Allah. Binatang itu menghujat nama-Nya dan kemah ke­
diaman-Nya dan semua mereka yang diam di sorga (ay. 6). Kalimat
itu memberikan gambaran bahwa binatang itu tidak segan-segan
menghujat nama Allah dan semua yang tinggal di surge, termasuk
Daftar13
Pasal Isi 241

malaikat-malaikat-Nya (John and Gloria Ben-Daniel, 2016:65).


Selanjutnya, dalam ayat 7, menurut Yohanes, binatang itu diizinkan
untuk berperang melawan orang-orang kudus untuk mengalahkan
mereka, yakni orang-orang beriman. Kekalahan orang beriman itu
dipandang sebagai suatu peristiwa yang terjadi atas perkenan Allah.
Sebab tidak ada sesuatu pun yang terjadi di dalam dunia ini tanpa
sepengetahuan Allah. Kekalahan orang beriman itu menyebabkan
banyak orang beriman menjadi syahid. Namun, sesungguhnya
mereka yang menjadi korban keganasan atau syahid karena iman
mereka kepada Tuhan, adalah pemenang (bnd. Why. 15:2).
Pada ayat 8, Yohanes memberikan gambaran tentang pe­
nyembahan kepada binatang itu dilakukan oleh semua orang yang
diam di atas bumi. Kalimat ini mencerminkan suatu hyperbolis, yakni
sesuatu yang dilebih-lebihkan mengenai kekuasaan binatang itu
(bnd. Dan. 5:19). Sebab yang dimaksudkan adalah semua orang
dalam daerah kekuasaan binatang itu yang namanya tidak tertulis
di dalam kitab kehidupan dari Anak Domba yang disembelih. Jadi,
orang yang menyembah binatang itu adalah mereka yang namanya
tidak ada dalam kitab kehidupan, yakni mereka yang belum atau
tidak percaya kepada Kristus. Sebaliknya, nama dari mereka yang
percaya sudah tertulis dalam kitab kehidupan. Yang dimaksud
dengan kitab kehidupan adalah buku yang berisi daftar orang-orang
beriman, yang diberikan hidup yang kekal karena percaya kepada
Yesus Kristus sebagai Tuhan. Buku ini disebut kitab kehidupan Anak
Domba yang disembelih, yakni Yesus Kristus yang telah mati di atas
kayu salib untuk menebus dosa umat manusia. Setiap orang yang
percaya kepada Kristus yang tersalib itu akan memperoleh hidup
yang kekal.
Pertanyaan yang timbul adalah, siapakah yang dimaksud dengan
binatang itu? Berdasarkan ciri-ciri yang dimiliki binatang itu, para
pakar umumnya sepakat bahwa binatang yang dimaksud dalam ayat
242 SURAT
KITAB WAHYU

ini adalah penguasa-penguasa yang kejam, termasuk kaisar-kaisar


Romawi (Duane Warden, 1991:203-212; Ranko Stevanovic,
2002:213; de Villiers, 2002:48, 49) yang diberi kedudukan dan
kekuasaan oleh iblis untuk melakukan penganiayaan secara kejam
dan keji terhadap umat Allah, laksana binatang buas yang menerkam
atau menganiaya umat Allah sebagai mangsanya. Pada ayat ke-3
Yohanes menulis, “luka yang membahayakan hidupnya itu sembuh”.
Kalimat ini merujuk pada kenyataan bahwa setelah Kaisar Nero
meninggal, orang-orang dalam daerah kekuasaan Roma me­
nyangka bahwa penindasarn itu akan segera berakhir. Namun
ternyata muncul kaisar penindas yang lain, yaitu Kaisar Domitianus
yang mengangkat dirinya sendiri sebagai dewa. Domitianus dipuja
sebagai Dominus et Deus noster (“Tuhan dan Tuhan kita”), dan
pemujaan kaisar adalah wajib bagi seluruh penduduk di daerah
jajahannya. Seluruh penduduk harus menyembah dirinya. Siapa yang
tidak menyembahnya akan dihukum. Namun, orang Kristen menolak
untuk menyembah kaisar karena ketaatan mereka kepada Allah.
Oleh sebab itu, mereka dianiaya (Walvoord, 2011:194). Karena
kekejaman Domitianus itu sama seperti yang dilakukan oleh Kaisar
Nero, maka orang menganggap Kaisar Nero hidup kembali.
Pada ayat 9 Yohanes mengatakan “barangsiapa yang bertelinga
hendaklah ia mendengar”. Kalimat ini mencerminkan perkataan
Yesus dalam laporan Injil-injil. Kalimat yang sama dipergunakan juga
dalam ketujuh surat yang ditujukan kepada tujuh jemaat di Asia kecil
sebagai wakil dari seluruh jemaat (Fowler, 2013:216).
Ayat 10 diterjemahkan oleh LAI mengikuti naskah Alexandrinus.
Dalam ayat ini, naskah Alexandrinus lebih baik dari naskah Yunani.
Ayat 10 merupakan kutipan dari Yeremia 15:2. Dalam Kitab Yeremia,
kata-kata itu merupakan suatu penghakiman yang ditujukan kepada
semua bangsa yang tidak mengenal Allah, tetapi dalam konteks
Wahyu ditujukan kepada mereka yang percaya kepada Kristus (orang
Daftar13
Pasal Isi 243

Kristen). Maksud ayat 10 ini adalah bahwa orang-orang Kristen harus


menerima kenyataan penghambatan gereja oleh kaisar Romawi
sebagai tantangan yang harus dihadapi. Yang penting bagi mereka
adalah tabah dan beriman. Jadi, orang Kristen dinasihati agar
senantiasa tabah dan tetap beriman kepada Kristus.

Pokok Pemberitaan

• Tabah dan Beriman Menghadapi Penguasa yang Kejam.


Dalam Wahyu 13, binatang yang keluar dari dalam laut menggambar­
kan penguasa yang bengis dan kejam. Kekejaman dan kebengisannya
itu terlihat dari ciri-ciri yang dimilikinya. Ia memiliki tanduk sebagai
lambang dari kekuatan atau kekuasaannya. Ia serupa dengan macam
tutul, kakinya seperti kaki beruang, dan mulutnya seperti mulut
singa. Nama binatang-binatang ini dikenakan kepada penguasa
untuk menggambarkan kebengisan dan kebuasan yang diberlakukan
oleh penguasa itu.
Oleh sebab sistem pemerintahan yang dibangun penguasa pada
waktu itu, antara lain, Kaisar Domitianus adalah sistem yang
menindas, terutama bagi orang Kristen yang tidak mau menyembah
kaisar sebagai dewa, maka mereka akan dianiaya dan dibunuh. Yang
perlu ditegaskan bahwa kekuatan, takhta, dan kekuasaan Kaisar
Domitianus diperoleh dari naga atau ular tua, yaitu Iblis. Pada masa
pemerintahannya ia mewajibkan seluruh penduduk di daerah
kekuasaannya untuk menyembah dirinya sebagai ilah. Ia mengangkat
dirinya sebagai Dominus et Deus noster (“Tuhan dan Tuhan kita”).
Penyembahan kepada dirinya sekaligus merupakan penyembahan
kepada naga atau Iblis. Mereka yang menyembah kaisar memuja dia
sebagai ilah (13:2-4).
Dalam penyembahan itu mereka mengatakan, “Siapakah yang
seperti engkau? Dan siapakah yang dapat berperang melawan Dia?”
244 SURAT
KITAB WAHYU

Perkataan-perkataan ini merupakan suatu hujatan terhadap Allah.


Sebab, ungkapan yang sama dipakai oleh orang Israel dalam
penyembahan kepada Allah Israel. “Siapakah yang seperti Engkau
ya Tuhan?” (Kel. 15:11) Ungkapan itu dipakai untuk menyatakan
kemutlakan kekuasaan Allah atas seluruh alam semesta. Ungkapan
yang sama juga dikenakan kepada kaisar untuk menunjuk kepada
sifat absolut dari kekuasaan kaisar itu.
Akibat dari pemerintahannya yang kejam terhadap orang-orang
yang tidak menyembah kaisar, banyak orang Kristen menjadi martir.
Itulah sebabnya, pada ayat 10 Yohanes menekankan bahwa sekalipun
orang Kristen menghadapi penganiayaan dan hukuman mati yang
diberlakukan oleh penguasa, mereka tidak perlu takut dan gentar
terhadap hukuman itu. Yang penting adalah “ketabahan dan iman”.
Ungkapan yang terakhir ini merupakan pokok teologis yang sangat
ditekankan oleh Yohanes dalam Kitab Wahyu. Sebab, apabila orang
Kristen tabah dan memiliki iman yang kuat kepada Tuhan, mereka
tidak perlu takut dan kuatir karena mereka akan mendapatkan
pahalanya. Tuhan Yesus sendiri mengatakan, “… barangsiapa yang
menyelamatkan nyawanya akan kehilangan nyawanya, tetapi barang
siapa yang kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan memper­
olehnya (bnd. Mat. 16:25//Mrk. 8:35//Luk. 9:24). Karena keyakinan
ini, orang-orang Kristen rela dianiaya dan dibunuh, sebab mereka
percaya bahwa sekalipun mereka kehilangan nyawa karena iman
kepada Kristus sebagai Tuhan, mereka akan mendapatkannya
kembali. Oleh sebab itu, mereka menolak untuk menyembah kaisar
sebagai ilah.
Daftar13
Pasal Isi 245

Binatang yang Keluar dari dalam Bumi


(13:11-18)

13:11 Dan aku melihat seekor binatang lain keluar dari dalam bumi
dan bertanduk dua sama seperti anak domba dan ia berbicara
seperti seekor naga.

13:12 Dan seluruh kuasa binatang yang pertama itu dijalankannya


di depan matanya. Ia menyebabkan seluruh bumi dan semua
penghuninya menyembah binatang pertama, yang luka
parahnya telah sembuh.

Pada Wahyu 13:11-18, Yohanes melihat suatu penglihatan yang


lain, yaitu tentang seekor binatang yang keluar dari bumi bertanduk
dua seperti anak domba dan ia berbicara seperti seekor naga. Bintang
yang dimaksud di sini adalah para imam palsu atau imam-imam yang
bekerja di kuil kaisar. Mereka memimpin ritus penyembahan kepada
kaisar. Kalau dalam pasal 13 Yohanes melihat seekor binatang yang
keluar dari laut, yakni penguasa yang datang dari seberang laut,
dalam pasal 13, Yohanes melihat binatang lain yang datang dari
dalam bumi. Binatang yang dimaksudkan adalah imam-imam dalam
kuil kaisar yang memimpin ritus penyembahan kepada kaisar itu.
Mereka adalah penduduk setempat atau orang pribumi yang berasal
dari Asia Kecil. Binatang ini diidentifikasi sebagai bertanduk dua
seperti anak domba. Penglihatan ini menunjukkan bahwa para imam
itu menampilkan diri seperti anak domba. Mereka menyebarkan
ajaran yang mereka pandang baik dan indah, tetapi sebenarnya
ajaran mereka itu berasal dari naga atau Iblis. Dalam perkataan lain,
para imam itu berwajah domba tetapi berhati serigala. Ajaran yang
disebarkan oleh para imam itu bertujuan untuk mendorong rakyat
untuk menyembah kepada penguasa, yaitu Kaisar Domitianus.
246 SURAT
KITAB WAHYU

13:13 Dan ia mengadakan tanda-tanda yang dahsyat, bahkan ia


menurun­kan api dari langit ke bumi di depan mata semua orang.

13:14 Ia menyesatkan mereka yang diam di bumi dengan tanda-tanda,


yang telah diberikan kepadanya untuk dilakukannya di depan
mata binatang itu. Dan ia menyuruh mereka yang diam di bumi,
supaya mereka mendirikan patung untuk menghormati
binatang yang luka oleh pedang, namun yang tetap hidup itu.

Di samping ajaran sesat yang disebarkan oleh imam-imam kuil


kaisar ini, mereka juga melakukan tanda mukjizat atau mengadakan
tanda-tanda yang dahsyat, mereka menurunkan api dari langit (ay.
13). Mukjizat-mukjizat itu dilakukan di depan matanya, maksudnya
di depan para wakil kaisar (sebagai wakil kaisar) yang menghadiri
upacara penyembahan kepada kaisar. Semua ajaran dan tanda
mukjizat yang dilakukan itu bermaksud untuk menarik perhatian
masyarakat agar mereka datang menyembah kaisar (ay. 14). Ayat ini
mempunyai latar belakang dalam Daniel 3, di mana Nebukadnezar
menghendaki orang membuat baginya patung dan menyuruh semua
orang menyembahnya. Hal yang sama dilihat pula oleh Yohanes di
dalam penglihatannya ini.

13:15 Dan kepadanya diberikan kuasa untuk memberikan nyawa


kepada patung binatang itu, sehingga patung binatang itu
berbicara juga, dan bertindak begitu rupa, sehingga semua
orang, yang tidak menyembah patung binatang itu, dibunuh.

Ternyata tidak hanya para imam kuil kaisar itu yang melakukan
mukjizat. Patung binatang itu sendiri bisa berbicara. Keadaan itu
tentu membuat orang menjadi takjub, lalu mereka datang me­
nyembah binatang itu. Orang-orang yang tidak menyembah patung
binatang itu dibunuh (ay. 15, bnd. juga Dan. 3). Apa yang dikatakan
oleh Yohanes di sini telah menjadi kenyataan. Yakni orang-orang
Daftar13
Pasal Isi 247

Kristen yang tidak menyembah kepada patung kaisar dibunuh. Salah


satu bukti kuat dari penganiayaan dan pembunuhan ini adalah surat
Plinius, seorang wali negeri berkebangsaan Romawi yang dikirimkan
kepada Kaisar Trayanus sekitar tahun 115 M, yang menyatakan
bahwa orang-orang yang dituduh sebagai orang Kristen disuruh
untuk mempersembahkan kemenyan kepada patung kaisar dan bila
mereka tidak melakukannya, akan dihukum atau dianiaya.

13:16 Dan ia menyebabkan, sehingga kepada semua orang, kecil atau


besar, kaya atau miskin, merdeka atau hamba, diberi tanda
pada tangan kanannya atau pada dahinya,

13:17 dan tidak seorang pun yang dapat membeli atau menjual selain
dari pada mereka yang memakai tanda itu, yaitu nama binatang
itu atau bilangan namanya.

Para pengikut binatang itu diberi tanda pada tangan kanan


atau dahinya (ay. 16-17). Pemberian tanda pada pengikut satu
kepercayaan adalah suatu kebiasaan pada waktu dahulu. Para
pengikut itu dibubuhi tanda pada anggota badan mereka yang
menunjuk kepada identitas mereka. Pemberian tanda yang demikian
dilakukan pula oleh Raja Ptolemeus dari Mesir pada kulit sejumlah
orang Yahudi. Dalam teks ini, orang-orang yang memiliki tanda itu
mendapat kemudahan untuk berusaha dan membeli serta menjual,
artinya mereka yang menyembah kepada kaisar diberikan ke­le­
luasaan untuk berkecimpung dalam bidang ekonomi. Sebaliknya,
mereka (orang Kristen) yang tidak memiliki tanda itu dianiaya.

13:18 Yang penting di sini ialah hikmat: barangsiapa yang bijaksana,


baik­lah ia menghitung bilangan binatang itu, karena bilangan
itu adalah bilangan seorang manusia, dan bilangannya ialah
enam ratus enam puluh enam.
248 SURAT
KITAB WAHYU

Dalam ayat ini disebutkan tentang bilangan 666. Yohanes sendiri


menyatakan bahwa untuk mengetahui arti bilangan itu perlu hikmat.
Pada masa kini para penafsir berusaha mencari cara memecahkan
perhitungan angka itu dengan dua jalan. Pertama, ada penafsir yang
mengemukakan bahwa angka 6 adalah angka yang tidak sempurna.
Hanya tinggal satu angka untuk mencapai angka 7 sebagai angka
sempurna. Jadi, menurut perhitungan itu, angka 666 adalah usaha
manusia untuk meniru Allah. Menurut metode perhitungan ini, para
kaisar berusaha meniru Allah, tetapi tidak pernah dapat. Mereka
tetap adalah manusia. Kedua, ada penafsir lain yang memecahkan
teka-teki angka itu dengan cara perhitungan gematria. Gematria
adalah cara untuk memperoleh arti suatu nama dengan menghitung
makna angka atau huruf tertentu. Menurut teori ini angka 666
memiliki makna yang menunjuk kepada Kaisar Nero. Sebab, menurut
perhitungan itu, nama Kaisar Nero dapat dieja dengan QSR NRVN.
Q=60; S=100; R=200. N=50; V=6; N=50. Jumlah angka-angka itu
adalah 666. Mungkin timbul pertanyaan, mengapa Yohanes tidak
menyebut secara terang-terangan nama Kaisar Domitianus yang
memerintah pada waktu itu? Jawabannya jelas, bahwa tulisan
semacam itu akan disita oleh pemerintah Romawi, sehingga tidak
mencapai maksudnya, yaitu memberikan penghiburan dan kekuatan
bagi jemaat yang sedang menderita di Asia Kecil. Jadi, jalan yang
paling aman adalah menyebut nama kaisar Romawi dengan angka
atau cara gematria. Yang pasti, jemaat yang kepadanya kitab ini
ditujukan mengerti siapa yang dimaksudkan di balik angka-angka
itu.
Daftar13
Pasal Isi 249

Patung Kaisar Domitianus. Ia mengangkat dirinya sebagai Dominus et Deus noster


(“Tuhan dan Tuhan kita”)

Pokok Pemberitaan

• Waspadalah Terhadap Imam-imam Palsu yang Berwajah


Domba Tetapi Berhati Serigala.
Pada masa pemerintahan Domitianus, penyembahan kepada dirinya
diberlakukan di semua kota provinsi dari daerah kekuasaan jajahan
penguasa Romawi. Tindakan itu dilakukan untuk memperlancar
kultus penyembahan kepada kaisar sebagai dewa dan menyatakan
kesetiaan kepada kaisar. Bagi maksud itu, di setiap kota provinsi
dalam daerah jajahan Romawi, didirikan patung kaisar dan diangkat
250 SURAT
KITAB WAHYU

para imam yang dibiayai oleh pemerintah untuk melakukan kultus


penyembahan kepada kaisar.
Para imam pun diberikan kuasa oleh naga itu untuk mengada­
kan tanda mukjizat dengan maksud untuk menimbulkan rasa kagum
dan menarik perhatian penduduk untuk datang melakukan
penyembahan kepada kaisar. Demi memastikan anggota masyarakat
yang menyembah kaisar, mereka yang menyembahnya diberikan
tanda pada tangan kanan atau dahi mereka, sehingga mereka dengan
mudah bisa dikenali sebagai penyembah kaisar. Dengan demikian,
para imam bisa mengetahui dengan jelas siapa yang menolak untuk
menyembah kaisar. Bagi yang mendapat tanda itu, mereka dengan
leluasa melakukan transaksi di bidang ekonomi, sementara yang
tidak mendapat tanda itu dipersulit atau dilarang untuk berjualan
ataupun membeli. Peraturan ini diberlakukan supaya demi
menyambung hidup, semua orang mengikuti penyembahan kepada
kaisat sebagai ilah.
Bagi anggota masyarakat yang tidak percaya kepada Kristus
sebagai Tuhan, penyembahan kepada dewa dewi termasuk
penyembahan kepada kaisar merupakan praktik yang biasa. Oleh
sebab itu, mereka dengan sukarela menyembah patung kaisar dan
memperoleh tanda di anggota tubuh mereka dan mereka memper­
oleh kemudahan untuk bertransaksi di bidang ekonomi. Namun, bagi
orang Kristen, penyembahan kepada kaisar sebagai ilah merupakan
persoalan yang sulit diterima. Sebab orang-orang Kristen percaya
bahwa hanya satu Tuhan yang harus mereka sembah, yaitu Yesus
Kristus yang telah menang atas kuasa maut dan bangkit dari antara
orang mati. Orang-orang Kristen percaya bahwa Yesus yang telah
bangkit itu hadir bersama mereka dalam kesusahan dan penderitaan
yang mereka alami. Namun, keyakinan ini menghadapkan mereka
pada dua dilema sekaligus. Di satu pihak mereka sulit untuk
memperoleh akses untuk membeli bahan makanan di pasar untuk
Daftar13
Pasal Isi 251

memenuhi kebutuhan mereka. Di pihak lain, nyawa mereka menjadi


taruhan karena iman mereka.
Ternyata tanda yang diberikan kepada para penyembah kaisar
itu adalah bilangan 666. Dalam perhitungan gematria, seperti yang
sudah dijelaskan, yaitu perhitungan harga dari angka tertentu
membuktikan bahwa angka 666 menunjuk kepada nama dari Kaisar
Nero. Memang pada masa Domitianus memerintah, Kaisar Nero
sudah meninggal. Tetapi penulis sastra apokaliptik biasanya
memakai sifat tokoh masa lalu untuk mengenakan sifat yang sama,
yang dimiliki tokoh masa kini. Sebagai contoh, ketika Yohanes
berbicara tentang kebobrokan kota Roma, ia memakai nama Babel
(bnd. Why. 17; 18; dan 19:1-5). Padahal pada masa Yohanes,
kekuasaan Babel sudah runtuh. Demikian juga ketika ia berbicara
tentang kekejaman Domitianus, ia memakai nama Kaisar Nero
sebagai suatu sindiran, karena kedua tokoh ini memiliki tipikal yang
sama.
Perikop ini merupakan suatu peringatan bagi gereja agar selalu
berwaspada terhadap upaya imam-imam palsu atau nabi-nabi palsu
yang menyesatkan warga gereja. Termasuk pengkultusan terhadap
orang tertentu yang dianggap sebagai orang sakti. Bagi orang Kristen,
Yesus adalah satu-satunya Tuhan yang wajib disembah.
Daftar Pustaka

Aune, David E. Word Biblical Commentary, Revelation 6-16. Nashville,


Dallas, Meico City, Rio de JaneiroThomas Neson, Inc, 1998.
Alter, Robert. The Book of Psalms: A Translation with Commentary.
New York, London: WW Norton & Company, 2007.
Barth, Marie-Claire. Tafsiran Alkitab, Kitab Nabi Yesaya Fasal 40-55.
Jakarta Pusat: BPK Gunung Mulia, 1983.
Bauckham, Richard. The Theology of the Book of Revelation.
Cambridge: University Press, 1993.
Beckwith, Isbon T., The Apocalypse of John, Studies in Introduction
with a Critical and Exegetical Commentary, Grand Rapids
Michigan: Baker Book House, 1979.
Beyer, Ulrich. Tafsiran Alkitab, Surat 1, 2 Petrus. Jakarta Pusat: BPK
Gunung Mulia, 1972.
Boer, Harry R. The Book of Revelation. Grand Rapids Michigan: Wm
B. Eerdmans Publ. Co., 1979.
Bratcher, Robert G., dan Hatton, Howard A. Pedoman Penafsiran
Alkitab, Wahyu kepada Yohanes. Jakarta: LAI; Yayasan Karunia
Bakti Budaya Indonesia, 2009.
Bryant, T. Alton. The New Compact Bible Dictionary. Grand Rapids
Michigan: Zondervan Publ. House 1967.
Bullock, C. Hasell. Encountering the Book of Psalms. Grand Rapids,
Michigan: Baker Academic, a devision of Baker Publ. Group,
2018.
252
Daftar Pustaka
Isi 253

Carter, John W., The Revelation of John, A Message of Encouragement


for a Persecuted Church. American Journal of Biblical Theology,
2015.
Chaird, G. B. The Revelation of St John the Dinine. Grand Rapids
Michigan: Williem B. Eerdmans Publ. Co., 1972.
Charles, R.H. A Critical Commentary on The Revelation of St John, vol.
I. Edinburgh: T&T Clark. 1920.
De Heer, J.J. Tafsiran Alkitab, Kitab Wahyu Yohanes cet., 8. Jakarta:
BPK Gunung Mulia, 2003.
De Villiers, P.G.R., “Persecution in the Book of Revelation”, Acta
Theologica (2002), 47-70.
Eller, Vernard. The Most Revealing Book of The Bible: Making Sense
Out of Revelation. Grand Rapids Michigan: Wm. B. Eerdmans
Publ. Co., 1974.
Fiorenza, Elisaberth Schussler. The Book of Revelation, 1985.
Fowler, James A. A Commentary of Revelation of John. California:
Fallbrook, 2013.
Freed, Edwin D. The New Testament, A Critical Introduction, 2nd ed.,
London: SCM Press, 1991.
Friedrich, Gerhard, (ed.), Theological Dictionary of the New Testa­
ment, trans. By Geoffrey W. Bromiley, Vol. VII. Grand Rapids,
Michigan: Wm. B. Eerdmans Publ. Co., 1971.
Gan, Richard L.S. The Revelation of Jesus Christ. Singapore: Ghim Moh
P. O. Box 333, 1999.
Gerland, Tony. A Commentary on the Book of Revelation: A Testimony
of Jesus Christ - Volume 1, Camano Island, WA U.S.A:
SpiritAndTruth.org, 2004.
Groenen, C. Pengantar ke Dalam Perjanjian Baru. Yogyakarta:
Kanisius, 1992.
254 SURAT
KITAB WAHYU

Hagelberg, Dave. Tafsiran Kitab Wahyu dari Bahasa Yunani.


Yogyakarta: Yayasan ANDI, 1997.
John and Gloria Ben-Daniel, The Revelation of St. John “in the Light
of the Temple”: A New Commentary. Jerusalem: Beit Yochanan,
2016.
Johnson, Alan. The Epositor’s Bible Commentary, Revelation. Grand
Rapids Mihigan: The ondervan Corporation, 1981.
Kistemaker, Simon J. Tafsiran Kitab Wahyu, terj.: Peter Suwadi Wong
dan Baju Wijotomo; ed., Hendry Ongkowidjojo. Surabaya:
Penerbit Momentum, 2011.
Ladd, George Eldon. A Commentary of the Revelation of John. New
York and Evanston: Happer and Row, Publisher, 1966.
Malina, Bruce J. and Pilch, John J., Social-Science Commentary on the
Book of Revelation. Minneapolis: Fortress Press, 2000.
Marsunu, Y.M. Seto. Membuka Meterai Kitab Wahyu. Jogyakarta:
Kanisius, 2013.
Metzger, Bruce M., Breaking the Code, Understanding the Book of
Revelation. Nashville: Abingdon Press, 1993.
Morris, Henry M. The Revelation Record, A Scientific and Devosional
Commentary on the Book of Revelation. Wheaton Illinois
Tyndale House Publishers; San Diego, California: Creations-
Life Publishers, 1983.
Morris, Leon. Revelation, Tyndale New Testament Commentaries.
Leicester, Englad: Inter-Varsity Press, 1990.
Mounce, Rober H. The International Commentary on the New
Testament; The Book of Revelation, Revised. Grand Rapids
Michigan/Cambridge, UK: William B. Eerdmans Pbl. Co., 1977.
Peterson, Paige. New International Version, The New American
Commentary. An Exegetical and Theological Expositionof Holy
Scripture. nasville, Tennesse, 2012.
Daftar Pustaka
Isi 255

Reddish, Mitchell G. Smyth & Helwys Bible Commentary, Revelation.


USA: Smyth & Helwys Publ. Inc., 2001.
Robbins, Ray Frank. The Revelation of Jesus Christ. Nashville
Tennessee: Broadman Press, 1975.
Sawyer, John F.A., Isaiah Through the Century. Wiley Blackwell Bible
Commentary. UK: John Wiley and son’s LTD, 2018.
Schnelle, Ude. The History and Theology of the New Testament
Writings. London: SCM Press, 1998.
Stevanovic, Ranko. Revelation of Jesus Christ. Michigan: Undrews
University Press, 2002.
Sevenster, A. Tafsiran Zakharia dan Hagai. Jakarta Pusat: BPK Gunung
Mulia, 1976.
Tenney, Merril C., Interpreting Revelation. Grand Rapids Michigan:
Wm. B. Eerdmans Publ. Co., 1991.
Thomson, Leonard L., The Book of Revelation, Apocalyse and Empire.
New York, Oxford: Oxford University Press, 1990.
Van Hartingsveld, L., Revelation, A Practical Commentary. Grand
Rapids Michigan: Wm B. Eerdmans Publ. Co., 1985.
Walvoord, John F. Revelation, ed., by Philip E. Rawley & Mark
Hitchcock, Chicago: Moody Publishers, 2011.
Walhout, Edwin. Revelation Down to Earth, Making Sense of the
Apocalypse of John. Grand Rapids Michigan/Cambridge UK:
Wm B. Eerdmans Publ.co., 2000.
Warden, Duane, “Imperial Persecution and the Dating of 1 Peter and
Revelation” JETS 34/2 (June 1991), 203-212.
Wilsford, James A., The Revelation of Jesus Christ to the Apostle John,
Notes and Commentary jwilsford@sc.rr.com, 2011).
Wilsford, James A., The Revelation of Jesus Christ to the Apostle John,
Notes and Commentary jwilsford@sc.rr.com, 2014).

You might also like