You are on page 1of 52

KRETERIA WILAYAH

SUMBER BIBIT

Yendri Junaidi,S.Pt.,M.Sc
Bahasan
• Dasar Hukum (Peraturan Pemerintah)
• Maksud, Tujuan dan Sasaran
• Ruang Lingkup
• Kreteria Wilayah Sumber Bibit
• Tata Cara Penetapan
• Tata Cara Pengolahan Wilayah Sumber Bibit
• Tata Cara Pengoarganisasian
• Tata Cara Pengawasan, Monitroing, Evaluasi dan
Pelaporan
• Lampiran
• Pengertian-Pengertian
Dasar Hukum Pelaksanaan
• Peraturan Menteri Pertanian Nomor
48/Permentan/OT.140/9/2011 tentang
Pewilayahan Sumber Bibit tanggal 6 September
2011 dan Peraturan Menteri Pertanian Nomor
64/Permentan/OT.140/11/2012 tentang Perubahan
atas Peraturan Menteri Pertanian Nomor
48/Permentan/OT.140/9/2011
Maksud, Tujuan dan Sasaran
1. Maksud
a.Sebagai acuan dalam mengatur tata cara penetapan dan
pengelolaan wilayah sumber bibit.
2. Tujuan
a.Mendorong pemerintah daerah yang memiliki banyak ternak
rumpun tertentu untuk mengusulkan penetapan wilayah sumber bibit;
b.Meningkatkan pemahaman terhadap pengelolaan wilayah sumber
bibit.
3. Sasaran
a.Terbentuknya wilayah sumber bibit;
b.Tersedianya bibit ternak secara berkelanjutan.
Ruang Lingkup
1. Kriteria wilayah sumber bibit;
2. Tata cara penetapan;
3. Pengelolaan wilayah sumber bibit;
4. Pengorganisasian, Pengawasan,
monitoring, evaluasi dan pelaporan.
KRETERIA WILAYAH SUMBER BIBIT
Diatur dalam PP Nomor 48 Tahun 2011
dengan Tujuan:
• Penetapan wilayah sumber bibit tersebut merupakan salah satu
cara untuk menyediakan bibit di dalam negeri (Pasar 39 huruf b)
• Wilayah sumber bibit ditetapkan pada kawasan yang berpotensi
dan memenuhi kriteria untuk menghasilkan bibit dari suatu rumpun
atau galur ternak berdasarkan usulan dari bupati atau gubernur. Di
dalam penjelasannya bahwa tujuan penetapan wilayah sumber
bibit adalah untuk memberikan kepastian perkembangan dan
kemurnian rumpun atau galur ternak, serta kepastian berusaha di
bidang pembibitan ternak (Pasal 42 ayat 2)
• Penetapan wilayah sumber bibit dilakukan berdasarkan
pertimbangan jenis ternak dan rumpun ternak, agroklimat,
kepadatan penduduk, sosial ekonomi, budaya, serta ilmu
pengetahuan dan teknologi (Pasal 45 ayat 4)
PP Nomor 48 Tahun 2011 Pasal
45 ayat 4 (Jenis Ternak)
• Jenis ternak yang dapat dimuliabiakkan dalam wilayah sumber
bibit meliputi:
1. Sapi (Bos primigenius)
2. Kerbau (Bubalus bubalis).
3. Kambing (Capra hircus).
4. Domba (Ovis aries).
5. Kuda (Equus cabalus).
6. Babi (Sus vitatus).
7. Itik (Anas).
8. Ayam (Gallus-gallus)
9. Puyuh (Cortunix-cortunix).
10.Kelinci (Nesolagus netscheri).
PP Nomor 48 Tahun 2011 Pasal
45 ayat 4 (Rumpun Galur)
• Dominasi populasi rumpun/galur ternak harus
memperhatikan struktur populasinya berdasarkan jenis
kelamin dan umur dengan rincian sebagai berikut:
1. Jantan dewasa;
2. Jantan muda;
3. Jantan anak;
4. Betina produktif;
5. Betina dewasa;
6. Betina muda;
7. Betina anak.
PP Nomor 48 Tahun 2011 Pasal
45 ayat 4 (Agroklimat)

• Agroklimat yang dipersyaratkan


dalam penetapan wilayah sumber
bibit meliputi sumber dan daya
dukung pakan, kesesuaian lahan,
curah hujan, temperatur,
kelembaban, topografi dan
kapasitas tampung.
Sumber dan daya dukung pakan
• Sumber dan daya dukung pakan merupakan
tanaman yang dapat digunakan sebagai bahan
pakan atau pakan beserta ketersediaannya dalam
wilayah sumber bibit yang diusulkan, yang meliputi:
a. HPT: rumput gajah, rumput raja, dll
b. leguminosa: lamtoro, kaliandra, dll
c. hasil samping tanaman pertanian: jerami, dedak,
dedak jagung, dll
d. hasil samping industri pertanian: ampas tahu,
bungkil kelapa sawit, tepung ikan, dll
Kesesuaiaan Lahan di Wilayah
Sumber Bibit
• Mencakup:
1. kondisi pH tanah
2. Jenis tanah
3. Luas lahan
4. Curah hujan
5. Temperatur
6. Kelembaban
Topografi di wilayah sumber bibit

• Kreteria dataran
• Perbukitan
• Pegunungan
• Rawa
Contoh petah biofisik topigrafi
PP Nomor 48 Tahun 2011 Pasal
45 ayat 4 (Kepadatan Penduduk)
• Kepadatan penduduk di wilayah sumber bibit yang diusulkan
dibagi dalam dua kategori yaitu di Pulau Jawa sebagai
representasi daerah padat penduduk dan di luar Pulau
Jawa sebagai representasi daerah jarang penduduk.
• Kepadatan penduduk dapat direpresentasikan dalam bentuk
proporsi antara jumlah jiwa (semua umur) dengan luas
wilayah dalam wilayah sumber bibit yang akan diusulkan,
dalam satuan orang/km2.
• Selain itu, untuk menggambarkan secara lengkap kondisi
penduduk di wilayah tersebut. Kepadatan penduduk
dilengkapi pula dengan data-data jenis kelamin, usia, jenis
pekerjaan, serta rumah tangga peternak.
PP Nomor 48 Tahun 2011 Pasal
45 ayat 4 (Sosial Ekonomi)
• Sosial ekonomi di wilayah sumber bibit yang diusulkan
menggambarkan dinamika masyarakat dalam menjalankan
roda ekonominya, yang dapat ditunjukkan dengan
ketersediaan kelembagaaan ekonomi seperti:
1. Perbankan
2. Koperasi
3. lembaga perkreditan rakyat, pasar hewan, kelembagaan
sosial (kelompok peternak, gabungan kelompok peternak),
dan lain-lain.
• Untuk melengkapi informasi sosial ekonomi, diperlukan juga
data tentang tingkat pendidikan, pendapatan rumah tangga
per tahun.
PP Nomor 48 Tahun 2011 Pasal
45 ayat 4 (Budaya)
• Budaya masyarakat di wilayah sumber bibit harus
mencerminkan tradisi atau kebiasaan adat istiadat
masyarakat dalam kehidupan sehari-hari.
• Bagi masyarakat dengan mata pencaharian pokok
sebagai peternak, kekuatan budaya beternak
digambarkan dalam hal:
1. lama pengalaman beternak
2. kesukaan terhadap pemeliharaan ternak tertentu
3. pola pemeliharaan yang digunakan (intensif, semi
intensif, dan ekstensif).
PP Nomor 48 Tahun 2011 Pasal 45 ayat
4 (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi)
• Ilmu pengetahuan dan teknologi yang
telah diaplikasikan di wilayah sumber
bibit direpresentasikan sebagai teknologi
tepat guna yang diperoleh secara
turuntemurun dan teknologi baru yang
diintroduksikan, misalnya IB, rekayasa
pakan, dll
TATA CARA PENETAPAN

• Pedoman Penetapan Wilayah Sumber Bibit


(proposal)
• Pengajuan Proposal Penetapan Wilayah
Sumber Bibit
• Pemeriksaan Kelengkapan Dokumen
• Penilaian Proposal oleh Tim Penilai
• Verifikasi Lokasi Calon Wilayah Sumber Bibit
• Penilaian dan Penetapan Wilayah Sumber
Bibit
PENGOLAHAN WILAYAH SUMBER
BIBIT
Skema Pengolahan
Persiapan
• Perencanaan operasional
Perencanaan operasional pengelolaan wilayah sumber bibit dituangkan
dalam rencana aksi yang menjelaskan urutan kegiatan, waktu
pelaksanaan dan rincian anggaran yang wajar untuk setiap kegiatan.
• Sosialisasi
a. Sosialisasi penetapan wilayah sumber bibit kepada masyarakat secara
berjenjang dari tingkat kecamatan sampai desa/kelurahan tentang
maksud, tujuan, dan manfaat penetapan wilayah sumber bibit, agar
mendapatkan dukungan penuh dari masyarakat setempat sesuai harapan
pemerintah;
b. Sosialisasi program pemuliaan dilakukan dikelompok-kelompok peternak
sesuai rencana aksi. Dalam sosialisasi tersebut perlu disepakati hasil
yang akan dicapai dengan indikator yang jelas, sehingga berdampak
dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat, khususnya kelompok
peternak.
Pelaksanaan
• Pembentukan gabungan kelompok pembibit
• Penerapan program pemuliaan
1. Identifikasi ternak
2. Pencatatan
3. Pengukuran dan Penimbangan
4. Seleksi
• Penguatan Infrastruktur Pembibitan Ternak
1. Penguatan puskeswan (SDM, sarana dan prasarana)
2. Optimalisasi ketersediaan sumber pakan dan lahan
Pembinaan
• Dalam upaya untuk menjamin keberlanjutan wilayah
sumber bibit dan mempertahankan ketersediaan bibit
di wilayah sumber bibit, kelompok peternak atau
gabungan kelompok peternak diberikan pembinaan
teknis khususnya program pemuliaan dan
manajemen pemelihaaran sesuai prinsip-prinsip
pembibitan antara lain rekording, seleksi, yang
mengacu pada Good BreedingPractice (GBP).
Pembinaan tersebut dilakukan sebagai upaya untuk
meningkatkan produktivitas ternak.
Pendanaan
• Pembiayaan pengelolaan wilayah sumber bibit bersumber
dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN),
APBD dan sumber lain yang tidak mengikat.
• Pembiayaan pengelolaan wilayah sumber bibit paling
kurang dapat dialokasikan untuk jangka waktu 3 tahun
yang penggunaannya dialokasikan untuk pendampingan
dan bimbingan teknis serta pengadaan sarana
pendukung utama pembibitan ternak.
• Pengalokasian anggaran kegiatan pengelolaan dilakukan
melalui dana dekonsentrasi untuk kegiatan non-fisik dan
dana tugas pembantuan untuk kegiatan fisik.
Indikator Keberhasilan
• Untuk mengetahui keberhasilan kegiatan pewilayahan sumber bibit,
ada 2 pendekatan yang digunakan sebagai basisnya, yaitu
pendekatan makro (wilayah administrasi sebagai wilayah sumber
bibit) dan pendekatan mikro (program pembibitan yang dilakukan
oleh kelompok peternak atau gabungan kelompok pembibit).
• Untuk pendekatan makro upaya yang harus dilakukan oleh
pemerintah kabupaten harus dapat mempertahankan wilayah tersebut
dengan melakukan surveilans secara berkelanjutan, mempertahankan
rumpun yang telah ditetapkan, dan mempertahankan kondisi wilayah
sesuai dengan kriteria wilayah sumber bibit.
• Sedangkan untuk pendekatan mikro kinerja reproduksi ternak betina
dan produktivitas ternak harus dapat dipantau perkembangannya
dalam populasi yang ternaknya sudah tercatat dengan baik.
TATA CARA PENGORGANISASIAN

• Tim Penilai ditetapkan oleh Direktur Jenderal Peternakan dan


Kesehatan Hewan atas nama Menteri Pertanian dengan
keanggotaan antara lain berasal dari unsur pakar, aparatur yang
membidangi urusan perbibitan ternak, pakan, kesehatan hewan
dan perencanaan.
• Tim Pendamping ditetapkan oleh kepala dinas kabupaten/kota
atau provinsi. Tim Pendamping terdiri dari unsur dinas yang
membidangi fungsi peternakan kabupaten/kota atau provinsi,
Perguruan Tinggi/Litbang, UPT Direktorat Jenderal Peternakan
dan Kesehatan Hewan, tenaga fungsional (wasbitnak,
wastukan, medik/paramedik veteriner) dan tenaga teknis
lapangan sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan daerah.
• Kelompok Ternak
TATA CARA PENGAWASAN, MONITORING
EVALUASI DAN PELAPORAN
• Pengawasan kegiatan pengelolaan wilayah sumber bibit dilakukan oleh Direktur
Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kepala Dinas Provinsi dan Kepala
Dinas Kabupaten/Kota secara terkoordinasi sesuai kewenangannya.
• Kegiatan monitoring dan evaluasi dilakukan sedini mungkin untuk mengetahui
berbagai masalah yang timbul dan tingkat keberhasilan yang dicapai serta
pemecahan masalahnya. Untuk itu, kegiatan monitoring dan evaluasi dilakukan
secara berkala mulai dari Pusat, Provinsi dan Kabupaten.
• Pelaporan diperlukan untuk mengetahui perkembangan pengelolaan wilayah
sumber bibit dengan tahapan sebagai berikut :
• Tim Pendamping membuat laporan tertulis secara berkala paling kurang 3 (tiga)
bulan sekali kepada bupati/walikota atau gubernur c.q. kepala dinas
kabupaten/kota atau provinsi.
• Kepala Dinas Kabupaten/Kota atau Provinsi merekapitulasi laporan dari Tim
Pendamping yang selanjutnya membuat laporan tertulis secara berkala paling
kurang 6 (enam) bulan sekali kepada Direktur Jenderal Peternakan dan
Kesehatan Hewan
ISTILAH
• Pewilayahan sumber bibit adalah serangkaian
kegiatan untuk memetakan suatu wilayah dengan
agroekosistem tertentu sebagai wilayah sumber bibit.
• Wilayah sumber bibit adalah suatu kawasan
agroekosistem yang tidak dibatasi oleh wilayah
administrasi pemerintahan dan mempunyai potensi
untuk pengembangan bibit dari jenis, rumpun atau
galur ternak tertentu.
• Jenis ternak yang selanjutnya disebut jenis adalah
sekelompok ternak yang memiliki sifat dan
karakteristik genetik sama, dalam kondisi alaminya
dapat melakukan perkawinan untuk menghasilkan
keturunan.
Lanjutan..!!!
• Rumpun ternak yang selanjutnya disebut rumpun
adalah segolongan ternak dari suatu spesies yang
mempunyai ciri-ciri fenotipe yang khas dan dapat
diwariskan pada keturunannya
• Galur ternak yang selanjutnya disebut galur
adalah sekelompok individu ternak dalam satu
rumpun yang mempunyai karakteristik tertentu yang
dimanfaatkan untuk tujuan pemuliaan atau
perkembangbiakan.
• Bibit ternak yang selanjutnya disebut bibit adalah
ternak yang mempunyai sifat unggul dan mewariskan
serta memenuhi persyaratan tertentu untuk
dikembangbiakkan.
Lanjutan..!!!
• Pembibitan adalah serangkaian kegiatan
budidaya untuk menghasilkan bibit ternak.
• Ternak asli adalah ternak yang kerabat
liarnya berasal dari Indonesia, dan proses
domestikasinya terjadi di Indonesia.
• Ternak lokal adalah ternak hasil persilangan
atau introduksi dari luar negeri yang telah
dikembangbiakkan di Indonesia sampai
generasi kelima atau lebih yang telah
beradaptasi pada lingkungan dan/atau
manajemen setempat.
Lanjutan..!!!
• Pemuliaan ternak adalah rangkaian kegiatan
untuk untuk mengubah komposisi genetik pada
sekelompok ternak dari suatu rumpun atau galur
guna mencapai tujuan tertentu.
• Agroklimat adalah suatu kondisi dalam bidang
pertanian yang meliputi kondisi cuaca, temperatur,
kondisi tanah yang dapat mempengaruhi
keberhasilan dalam bidang pertanian.
• Dinas adalah satuan kerja perangkat daerah yang
membidangi fungsi peternakan dan kesehatan
hewan di provinsi dan/atau kabupaten/kota.

You might also like