You are on page 1of 32

LAPORAN KASUS

STROKE INFARK ATEROTROMBOTIK SISTEM KAROTIS


SINISTRA DENGAN FAKTOR RESIKO HIPERTENSI EMERGENCY

Disusun untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik Madya di SMF Neurologi


Rumah Sakit Umum Daerah Jayapura

Oleh :
Bill Hanny Manuhutu (0120840043)
Lis Amitasari (0120840160)

PEMBIMBING :
dr. Nelly Y. Tan Rumpaisum, Sp.S

SMF SARAF
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH JAYAPURA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS CENDERAWASIH
JAYAPURA-PAPUA
2018
BAB I

LAPORAN KASUS

1.1 IDENTITAS PASIEN

No. DM : 439208

Nama : Ivone Ireuw

Umur : 51 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Kotaraja

Status Pernikahan : Menikah

Pekerjaan : Pengajar Sekolah Minggu dan Ibu Rumah Tangga

Agama : Kristen Protestan

Suku atau Bangsa : Merauke

Tanggal MRS : 16-01-2018

Tanggal KRS : 22-01-2018


1.2 ANAMNESIS
HETEROANAMNESA
Keluhan Utama Kelemahan anggota gerak kanan
Riwayat Penyakit ± 2 hari sebelum masuk rumah sakit, pasien merasakan lemah pada
Sekarang anggota gerak kanan secara mendadak. Mulut mencong (+), mual (-),
muntah (-), sakit kepala (+), kejang (-), bicara pelo (+), bicara
kadang nyambung kadang tidak, sebelumnya jatuh (-).
Riwayat Penyakit Faktor Resiko yang Tidak Dapat Dimodifikasi :
Dahulu - Umur : 51 tahun
- Jenis Kelamin : Perempuan
- Riwayat Penyakit Keluarga : Ada yang pernah mengalami stroke
dan langsung meninggal (adik Ny. Ivone)
- Ras : Papua (kulit hitam)
Faktor Resiko yang Dapat Dimodifikasi :
- Hipertensi (+)
- Diabetes Mellitus (-)
- Kolesterol tinggi (-)
- Penyakit Jantung (+)
- Obesitas (+)
- Asam Urat tinggi (+)
Faktor Resiko Perilaku (Primordial) :
- Merokok (-)
- Kebiasaan Mengkonsumsi Alkohol (-)
- Aktivitas Fisik (+)
- Stress (-)
Riwayat Penyakit Ada yang pernah mengalami stroke dan langsung meninggal (adik
Keluarga Ny. Ivone).
Kebiasaan :
Merokok (-), kebiasaan mengkonsumsi alkohol (-), aktivitas fisik (+),
stress (-).
Keadaan Sosial :
Pekerjaan pasien sebagai pengajar sekolah minggu dan sebagai ibu
rumah tangga.
1.3 PEMERIKSAAN FISIK
PEMERIKSAAN UMUM
Keadaan Umum Tampak Sakit Sedang
Kesadaran Composmentis GCS : 14 (E4 M6 V4)
Tanda-Tanda - Tekanan Darah : 220/110 mmHg
Vital - Nadi : 86x/menit
- Respirasi : 20x/menit
- Suhu Badan : 36,50C
Status Generalis Kepala :
Konjungtiva Anemis -/- Sklera Ikterik -/-
Leher :
Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening
Thorax :
- Paru
Inspeksi : Simetris, ikut gerak napas
Palpasi : Vokal fremitus dextra sama dengan sinistra
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Suara napas vesikuler, Rhonki -/-
- Jantung
Inspeksi : Ictus cordis (-)
Palpasi : Thrill (-)
Perkusi : Redup (+)
Auskultasi : BJ I – II regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen :
Inspeksi : Cembung
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), Hepar/Lien : Tidak teraba membesar
Perkusi : Timpani
Ekstremitas :
- Superior : Akral hangat, edema (-)
- Inferior : Akral hangat, edema (-)

PEMERIKSAAN NEUROLOGIK
Pemeriksaan Tingkat Kesadaran : Composmentis GCS : 14 (E4 M6 V4)
Umum Sikap Tubuh : Piknikus
Tanda Meningen - Kaku Kuduk : (-)
dan Iritasi - Lasegue : tidak terbatas
Radikal Spinal - Kernig : tidak terbatas
- Brudzinsky I : (-)
- Brudzinsky II : (-)
- Brudzinsky III : (-)
Koordinasi Ekuilibrium
- Berdiri (Romberg)
Mata Terbuka : Normal (+)
Mata Tertutup : Normal (+)
- Berjalan
Jalan Lurus : Normal (+)
Jalan Belok : Normal (+)
Jalan Tandem : Normal (+)
Non-Ekuilibrium
- Tes Telunjuk Hidung : dalam batas normal
- Tes Telunjuk-Telunjuk : dalam batas normal
- Tes Tumit-Lutut : dalam batas normal
- Disdiadokokinesis : dalam batas normal
- Rebound : dalam batas normal
Sistem Motorik Inspeksi
- Keadaan Otot (Trofi, Fasikulasi) : dalam batas normal
- Gerakan Involunter (Tipe, Frekuensi) : (-)
Palpasi
- Tonus : dalam batas normal
- Nyeri Tekan : (+)
- Kekuatan Kontraksi (Skala 0-5) :
4 5

4 5

Sistem Sensorik Eksteroseptif


- Raba/Nyeri/Suhu : dalam batas normal
Proprioseptif
- Posisi : dalam batas normal
- Arah Gerak : dalam batas normal
Sensorik Kortikal
- Stereognosia : dalam batas normal
- Two Point Discrimination : dalam batas normal
- Graphaesthesia : dalam batas normal
Lokalisasi

REFLEKS FISIOLOGIS
REFLEKS KANAN KIRI
Biseps + +
Triseps + +
REFLEKS PATOLOGIS
REFLEKS KANAN KIRI
Babinski - -
Chaddock - -
Gordon - -
Radialis + +
Oppenheim - -
Patella + +
Gonda - -
Achilles + +
Schaeffer - -
Hoffman – Tromner - -

SARAF CRANIALIS
NERVUS I - Bahan Pemeriksaan : Kopi, Teh
(Nervus Olfaktorius) - Anosmia : (-)
- Hiposmia : (-)
- Parosmia : (-)
- Lainnya : Normosmia (+), dalam batas normal
NERVUS II - Tajam Penglihatan : OD 6/6 OS 6/6
(Nervus Optikus)
NERVUS III, IV, VI - Ptosis : (-)
(Nervus - Eksoftalmus / Enoftalmus : -/-
Okulomotorius, - Diplopia : (-)
Trokhlearis dan - Horner’s Syndrome : (-)
Abdusen) - Gerak Bola Mata : dalam batas normal
- Pupil
Refleks Cahaya : Direk : +/+
Indirek : +/+
NERVUS V - Motorik : dalam batas normal
(Nervus Trigeminalis) - Sensorik
Cabang Oftalmikus : dalam batas normal
Cabang Maksilaris : dalam batas normal
Cabang Mandibularis : dalam batas normal
- Refleks Kornea : +/+
NERVUS VII - Motorik : parese Nervus VII dextra
(Nervus Fasialis) - Gerakan Involunter : (+)
- Lakrimasi : (+)
NERVUS VIII - Subjektif (Tinitus) : dalam batas normal, tinitus (-)
(Nervus Vestibulo- - Hiperakusi : (-)
Kokhlearis)
NERVUS IX, X - Gerakan palatum : dalam batas normal
(Nervus - Refleks Muntah : (+)
Glossopharingeus dan - Menelan : dalam batas normal
Nervus Vagus)
NERVUS XI - Parese : (-)
(Nervus Aksesorius) - Tonik – Spasme : (-)
NERVUS XII - Deviasi : (+)
(Nervus Hipoglossus) - Fasikulasi : (-)
- Atrofi : (-)

PEMERIKSAAN KHUSUS
Kepala Konjungtiva anemis -/- Sklera ikterik -/-
Leher Tidak ditemukan pembesaran KGB
Tulang Belakang Dalam batas normal, Kifosis (-), Lordosis (-), Skoliosis (-)
Sistem Saraf - Miksi : (+)
Otonom - Defekasi : (+)
- Keringat : (+)
Pembuluh Darah - Kepala : Bruit (-)
- Leher : Bruit (-)
Pemeriksaan Umum
Mental - Isi Kesadaran : dalam batas normal
- Hubungan Psikik : baik
- Emosi : baik
Fungsi Luhur
- Tangan Dominan : kanan
- Orientasi Waktu : (+)
- Orientasi Orang : (-)
- Orientasi Tempat : (+)
Memori
- Jangka Pendek : terganggu
- Jangka Panjang : terganggu
Bahasa Afasia : (+)
Lain-Lain - Apraksia : (+)
- Astereognasia : (-)
- Agrafia : (-)
- Aleksia : (-)

1.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG


BARTEL INDEX IN ADL (ACTIVITY DAILY LIVING)
NO. KEGIATAN KEMAMPUAN SCORE NILAI
1. BAB  Tidak terkendali / tidak teratur 0
(butuh pencahar)
 Kadang tidak teratur 1
1
 Terkendali / teratur 2
2. BAK  Tidak terkendali / tidak teratur 0
(menggunakan kateter)
1 0
 Kadang tidak teratur
 Terkendali / Teratur 2
3. Membersihkan  Membutuhkan orang lain 0
Diri (mandi, sikat  Mandiri 1
0
gigi, bercukur,
dll)
4. Penggunaan  Membutuhkan orang lain 0
jamban (keluar  Bila memerlukan bantuan pada 1
masuk WC) beberapa aktivitas 1
memakai pakaian,  Mandiri 2
menyiram WC
5. Makan  Tidak mampu / membutuhkan 0
orang lain
 Membantu sebagian 1
1
 Mandiri 2
6. Berpindah Posisi  Membutuhkan orang lain 0
(Transfer) (banyak)
Dari tempat tidur  Membutuhkan 2 orang 1
ke kursi roda  Membutuhkan 1 orang 2
2
 Mandiri / sendiri 3
7. Mobilitas  Tidak mampu 0
 Memakai kursi roda 1
 Bila dipapah 1 orang 2 2
 Bisa sendiri / mandiri 3
8. Berpakaian  Bila bergantung pada orang lain 0
 Membutuhkan bantuan orang 1
1
 Sendiri / mandiri 2
9. Naik Turun  Tidak mampu 0
Tangga (Step)  Memerlukan orang lain 1
1
 Mandiri 2
10. Mandi  Tidak mampu / dibantu 0
0
 Mandiri 1
TOTAL 9

Keterangan :
0–4 : very severe disability
5–9 : severe disability
10 – 14 : moderate disability
15 – 19 : mild disability
20 : independent in AD

SIRIRAJ SCORE
JENIS PEMERIKSAAN POIN NILAI
Kesadaran :
- Composmentis 0 0
x 2,5
- Somnolen dan Stupor 1
- Semikoma dan Koma 2
Muntah dalam waktu 24 jam :
- Tidak ada 0 0 x2
- Ada 1
Nyeri kepala dalam 2 jam :
- Tidak ada 0 1 x2
- Ada 1
Atheroma :
- Tidak ada 0 1 x3
- Ada 1
Tekanan Diastolik 110 x 0,1
Konstanta -12 -12
Jumlah -2

Rumus Siriraj Score : Interpretasi Hasil :

(penurunan kesadaran x 2,5) + Perdarahan Supratentorial (Skor SSS > +1)


(muntah x 2) + (nyeri kepala x 2) Infark Serebri (Skor SSS < -1)
+ (0,1 x diastolik) – (3 x
Meragukan (Skor SSS -1 < n > +1)
ateroma) - 12 LABORATORIUM
LABORATORIUM

Tanggal : 16 – 01 – 2018 Tanggal : 18 – 01 – 2018


Parameter Hasil Nilai Rujukan Parameter Hasil
WBC 8.02 5 – 10 GLUKOSA -
NEUT 4.81 3.0 – 7.0 PROTEIN +1
LYMPH 2.46 1.5 – 4.0 BILIRUBIN -
MONO 0.59 0.1 – 0.5 CREATININ
EOS 0.15 0.05 – 0.25 PH
BASO 0.01 0.01 – 0.1 KETON -
M : 4.50 – 5.50
RBC 5.76 BLOOD +3
F : 4.0 – 5.0
M : 14.0 – 17.4
HGB 12.8 NITRIT -
F : 12.0 – 16.0
M : 42 – 52
HCT 40.1 LEUKOSIT -
F : 36 – 48
MCV 69.6 84.0 – 96.0 PRO/CREA +2
MCH 22.2 28.0 – 34.0 ALBUMIN
MCHC 31.9 32.0 – 36.0 ALB/CREA +2
RDW - SD 37.2 BERAT JENIS 1.045
RDW - CV 14.9 11.5 – 14.5 KECERAHAN KERUH
LIGHT
PLT 193 150 – 400 WARNA
YELLOW
MPV 10.2 7.4 – 10.4
PCT 0.20 0.15 – 0.32
PDW 12.0 9.0 – 13.0
P-LCR 27.3
DDR NEGATIF

RADIOLOGI (CT-SCAN KEPALA)


KETERANGAN :

RADIOLOGI (FOTO THORAX)


KETERANGAN :
Tampak adanya pembesaran jantung

1.5 RESUME
Pasien Nyonya I dibawa oleh keluarganya ke UGD RSUD DOK II Jayapura dengan keluhan
utama lemah anggota gerak kanan secara mendadak. Keluhan ini muncul ± 2 hari sebelum
masuk rumah sakit. Mulut mencong (+), mual (-), muntah (-), sakit kepala (+), kejang (-),
bicara pelo (+), bicara kadang nyambung kadang tidak, sebelumnya jatuh (-). Pasien
mempunyai riwayat hipertensi. Tanda-tanda vital : TD = 220/110 mmHg, N = 86x/menit, RR
= 20x/menit, S = 36,50C.

1.6 ASSESSMENT
STROKE INFARK ATEROTROMBOTIK SISTEM KAROTIS SINISTRA DENGAN
FAKTOR RISIKO HIPERTENSI EMERGENCY

Diagnosis Klinis :
- Parese N. VII Dekstra dan N. XII dextra
- Hemiparese Dekstra
Diagnosis Topis :
- Sistem Karotis Sinistra (Arteri Lentikularis Sinistra cabang Arteri Serebri Media
Sinistra yang memperdarahi Ganglia Basalis Sinistra)
Diagnosis Etiologi :
- Stroke Infark Aterotrombotik
Diagnosis Banding :
- Stroke Perdarahan Intra Serebral Sistem Karotis dengan Faktor Risiko Hipertensi
1.7 PLANNING
Medikamentosa
 IVFD NaCl 0,9% + Citicholin 500 mg + Ketorolac 1 ampul + Diazepam 1 ampul / 12
jam
 Valsartan 2 x 160 mg (pagi, sore)
 Diltiazem 1 x 1 tab (siang)
 Manitol 200 – 150 – 150 guyur / 8 jam
Non-Medikamentosa
 Diet rendah garam 1800 kkal
 Posisi Tidur
 O2 Nasal 2 Liter per menit
 Pasang DC (Dower Cateter)
 CT Scan Kepala Non-Kontras
 X Foto Thorax PA
 EKG
 Cek Darah Lengkap (Fungsi Ginjal, Fungsi Hati, Lemak Darah)

1.8 PROGNOSIS
Quo ad Vitam : Bonam
Quo ad Fungtionam : Dubia ad Bonam
Quo ad Sanationam : Dubia ad Bonam

1.9 FOLLOW UP RUANGAN

Tanggal 17 – 01 – 2018 (HARI PERAWATAN KE-1)


Sadar, kontak inadekuat, kesan disafasia motorik (bicara kadang nyambung
S
kadang tidak)
Status Neurologis :
Rangsang Meningeal (-),
Sensorik : kesan parese N. VII kanan sentral
O
Motorik : kesan kanan lebih tertinggal dibanding kiri,
Refleks Fisiologis : BPR +/+, KPR +/+, ARK +/+
Refleks Patologis : Babinski / Chaddock -/-
A Stroke Infark Aterotrombotik Sistem Karotis Kiri FR Hipertensi Emergency
P  O2 jaga 1 – 2 Liter per menit
 Diet RG 1800 kkal/hari (biasa)
 Bed rest, tirah baring, mika-miki / 2 jam
 IVFD NaCl 0,9% + Citicholin 500 mg 1 ampul + Kalmeco 1 ampul +
Ketorolac 1 ampul + Diazepam 1 ampul / per 12 jam
 Manitol 20% 200 – 150 – 150 cc guyur / 8 jam, habis dalam 10 – 15 menit
 Valsartan 160 mg 2x1
 Diltiazem 1 x 1 (siang)
 CPG 75 mg 1 x 1
 CT Scan Kepala Non-Kontras 16-01-2018 : tampak gambaran infark di
daerah hemisfer kiri
 EKG : LVH (+)
 Cek DL/UL
 Edukasi Keluarga untuk pasien pakai kateter dan jangan bolak-balik
kamar kecil

Tanggal 18 – 01 – 2018 (HARI PERAWATAN KE-2)


S Sadar, kontak inadekuat, bicara kadang nyambung kadang tidak
TD 180/110 mmHg, N 64x/menit, HR 66x/menit, RR 20x/menit, Suhu
36,40C, SpO2 98%
Status Neurologis :
Rangsang Meningeal (-),
Motorik : kesan kanan lebih tertinggal dibanding kiri,
O
Refleks Patologis : Babinski / Chaddock -/-
Kekuatan Motorik :
4 5

4 5

A Stroke Infark Aterotrombotik Sistem Karotis Kiri FR Hipertensi Emergency


 O2 jaga 1 – 2 Liter per menit
 Diet RG 1800 kkal/hari (biasa)
 Bed rest, tirah baring, mika-miki / 2 jam
P  IVFD NaCl 0,9% + Citicholin 500 mg 1 ampul + Kalmeco 1 ampul +
Ketorolac 1 ampul + Diazepam 1 ampul / per 12 jam
 Manitol 20% 200 – 150 – 150 cc guyur / 8 jam, habis dalam 10 – 15 menit
 Valsartan 160 mg 2x1
 Diltiazem 1 x 1 (siang)

Tanggal 19 – 01 – 2018 (HARI PERAWATAN KE-3)


S Sadar, kontak inadekuat, bicara kadang nyambung kadang tidak
TD 180/100 mmHg, N 70x/menit, HR 66x/menit, RR 24x/menit, Suhu 370C,
SpO2 94%, MMSE : 17
Status Neurologis:
Rangsang Meningeal : kaku kuduk (-),
Refleks Patologis: Babinski -/-
O
Refleks Fisiologis: Bisep +/+
Motorik :
4 5

4 5

A Stroke Infark Aterotrombotik Sistem Karotis Kiri FR Hipertensi Emergency


 O2 jaga 1 – 2 Liter per menit
 Diet RG 1800 kkal/hari (biasa)
 Bed rest, tirah baring, mika-miki / 2 jam
P  IVFD NaCl 0,9% + Citicholin 500 mg 1 ampul + Kalmeco 1 ampul +
Ketorolac 1 ampul + Diazepam 1 ampul / per 12 jam
 Manitol 20% 200 – 150 – 150 cc guyur / 8 jam, habis dalam 10 – 15 menit
 Valsartan 160 mg 2x1
 Diltiazem 1 x 1 (siang)

Tanggal 20 – 01 – 2018 (HARI PERAWATAN KE-4)


S Sadar, bicara kadang nyambung kadang tidak
TD 190/110 mmHg, N 72x/menit, HR 70x/menit, RR 20x/menit, Suhu
36,20C, MMSE : 16, KU : TSR, Kesadaran : Composmentis GCS 14
(E4V4M6)
Status Neurologis :
Rangsang Meningeal : kaku kuduk (-),
O
Refleks Patologis: Babinski -/-
Refleks Fisiologis: Bisep +/+
Motorik :
4 5

4 5

A Stroke Infark Aterotrombotik Sistem Karotis Kiri FR Hipertensi Emergency,


Hiperurisemia
 O2 jaga 1 – 2 Liter per menit
 Diet RG 1800 kkal/hari (biasa)
 Bed rest, tirah baring, mika-miki / 2 jam
 IVFD NaCl 0,9% + Citicholin 500 mg 1 ampul + Kalmeco 1 ampul +
Ketorolac 1 ampul + Diazepam 1 ampul / per 12 jam
P
 Manitol 20% 200 – 150 – 150 cc guyur / 8 jam, habis dalam 10 – 15 menit
 Valsartan 160 mg 2x1
 Diltiazem 1 x 1 (siang)
 Allopurinol 300 mg, 1x1 (malam)
 Plan : Senin pulang

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Sampai saat ini stroke masih menjadi salah satu masalah besar sekaligus tantangan di
bidang kesehatan. Stroke menduduki peringkat kedua setelah penyakit jantung atau ketiga
setelah peenyakit jantung dan kanker dalam urutan penyebab kematian. Berdasarkan laporan
WHO (World Health Organization) pada tahun 1999 diperkirakan 5,54 juta orang meninggal
akibat stroke. Selain itu stroke juga mengakibatkan kecacatan. Pada tahun 1999, 50 juta orang
telah mengalami kecacatan akibat stroke. Dinyatakan pula bahwa sebagian besar (lebih dari
80%) pasien yang mengalami kematian dan kecacatan akibat stroke tersebut berdomisili di
negara-negara yang sedang berkembang. Jika ditinjau dari sisi psikologik dan sosio ekonomi,
penyakit tersebut merupakan masalah besar.
Data stroke di Indonesia menunjukkan kecenderungan peningkatan baik dalam hal
kejadian, kecacatan, maupun kematian. Angka kematian berdasarkan usia adalah sebesar
15,9% (umur 45-55 tahun), 26,8% (umur 55-64 tahun) dan 23,5% (umur >65 tahun).
Kejadian stroke sebesar 51,6/100.000 penduduk dan kecacatan: 1,6% tidak berubah; 4,3%
semakin memberat. Penderita laki-laki lebih banyak daripada perempuan dan profil
berdasarkan usia dibawah 45 tahun sebesar 11,8%, usia 45-64 tahun sebesar 54,2% dan usia
diatas 65 tahun sebesar 33,5%. Stroke menyerang usia produktif dan usia lanjut yang
berpotensi menimbulkan masalah baru dalam pembangunan kesehatan secara nasional di
kemudian hari.
Stroke adalah suatu sindrom yang ditandai dengan gangguan fungsi otak, fokal atau
global, yang timbul mendadak, berlangsung lebih dari 24 jam atau berakhir dengan kematian
tanpa penyebab yang jelas selain vaskular. Stroke adalah kelainan jaringan otak yang
disebabkan oleh gangguan aliran darah. Penanganan stroke memerlukan pengorbanan yang
tidak sedikit, baik dari aspek moril, maupun materil dari setiap keluarga yang menghadapi
masalah ini. Resesi ekonomi global mengakibatkan biaya yang harus dikeluarkan dalam
penatalaksanaan kasus stroke menjadi berlipat ganda. Tindakan preventif berupa penanganan
prahospital perlu ditekankan. Hal ini penting untuk menjamin perbaikan kulitas hidup
penderita stroke disamping penatalaksaan yang lebih efektif untuk menekan angka kejadian
stroke.
Dalam laporan kasus ini akan dibahas lebih rinci mengenai cara menegakkan diagnosa
stroke, terapi stroke secara umum dan khusus, serta komplikasi yang akan terjadi pada pasien
dengan stroke.
2.1 DIAGNOSIS STROKE
Tugas seorang dokter yang menangani pasien stroke, yang pertama kali adalah
menentukan apakah yang dihadapi benar-benar pasien stroke. Setelah yakin pasien tersebut
adalah pasien stroke kita harus pastikan apakah stroke iskemik atau perdarahan. Ini
diperlukan karena penanganan pasien stroke perdarahan sangat berbeda dengan stroke
iskemik.
Penegakkan diagnosis stroke iskemik atau perdarahan dalam suatu pusat neurologis
yang besar tidak sulit karena adanya CT-Scan atau MRI, tetapi alat ini tidak seluruhnya ada
pada pelayanan masyarakat dan kalaupun ada kadang tidak bisa dilakukan karena faktor
biaya, maka diagnosa harus dibuat atas dasar pemeriksaan klinis.
Pemeriksaan Klinis
Langkah pertama adalah kita pastikan apakah pasien yang kita hadapi adalah stroke
atau bukan dengan cara anamnesis yang cermat. Anamnesis yang cermat sangat membantu
untuk menegakkan diagnosis yang tepat. Beberapa hal yang perlu ditanyakan kepada pasien
stroke adalah :
 Bagaimana permulaan serangan, apakah sangat akut (mendadak) sehingga dalam
beberapa detik pasien jatuh tidak sadar, subakut dalam beberapa jam, atau kronis?
 Apakah tanda defisit neurologi fokal (lumpuh separuh, kesemutan separuh badan,
gangguan penglihatan, tidak bisa bicara, dll).
 Berapa kali serangan yang telah dialami pasien. Pada infark kadang-kadang
sebelumnya telah terjadi serangan yang setelah seperempat jam sembuh atau kurang
dari 24 jam sembuh (TIA), kemudian terjadi lagi serangan baru, yang sembuh lagi, dan
tiap serangan yang terjadi akan bertambah berat.
 Adakah faktor resiko penyakit vaskular seperti DM, hipertensi, dislipidemia, dll. Dan
dipastikan tidak ada riwayat trauma sebelumnya.
Bila kita dapatkan kejadiannya mendadak atau akut disertai defisit neurologi, kejadiannya
lebih dari 24 jam dan disertai faktor resiko penyakit vaskular maka pasien yang kita hadapi
mengalami stroke. Selanjutnya kita pastikan apakah stroke iskemik atau perdarahan dengan
cara menanyakan :
 Apakah pasien mengalami sakit kepala (stroke perdarahan) sebelum ia lumpuh atau
jatuh.
 Apakah pada permulaan serangan pasien baru bangun tidur (stroke iskemik), ataukah
serangan pertama terjadi saat melakukan aktivitas (stroke perdarahan).
 Bagaimana selanjutnya perjalanan gejala : apakah gejala bertambah buruk ataukah
semakin berkurang.
 Apakah pasien mual dan muntah (stroke perdarahan).
 Apakah terjadi kejang (stroke perdarahan).
 Apakah kesadaran pasien menurun (stroke perdarahan).
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa bila didapatkan
kesadaran menurun, muntah, sakit kepala, kejang, maka kemungkinan stroke yang dihadapi
adalah stroke perdarahan.
Tabel Diagnosis Banding Perdarahan dan Infark Otak

Gejala Perdarahan Infark


Permulaan Sangat akut Sub akut
Waktu serangan Aktif Bangun pagi
Peringatan sebelumnya - ++
Nyeri kepala ++ -
Muntah-muntah ++ -
Kejang-kejang ++ -
Kesadaran menurun ++ +/-
Bradikardi +++ (dari hari 1) + (terjadi hari ke-4)
Perdarahan di retina ++ -
Papil edema + -
Kaku kuduk, Kernig, Brudzinski ++ -
Ptosis ++ -
Lokasi Sub kortikal Kortikal / Sub kortikal

Tabel Diagnosis Banding Kortikal dan Subkortikal

Gejala/Tanda Perdarahan Infark


Afasia ++ -
Asteronosis ++ -
2 Point Discrimination terganggu ++ -
Graphesthesia terganggu ++ -
Extinetion Phenomenon ++ -
Loss of Body Image ++ -
Kelumpuhan lengan dan tungkai tidak sama ++ -
Dystonic posture - ++
Gangguan sensibilitas - ++
Kedua mata melihat ke hidung - ++

Dari kedua tabel diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa diagnosis perdarahan atau infark
hanya dapat dibuat berdasarkan atas suatu kumpulan gejala dan bukan atas adanya satu
gejala. Pada kasus perdarahan harus dibedakan apakah perdarahan intraserebral (PIS) atau
perdarahan subarakhnoidal (PSA).
Tabel Diagnosis Banding Perdarahan Intraserebral dan Perdarahan Subarakhnoidal

Perdarahan Perdarahan
Gejala
Intraserebral Subarakhnoidal
Nyeri kepala ++ +++
Kaku Kuduk + +++
Kernig / Brudzinski + +++
Gangguan N. III, N. IV + (bila besar) +++
Kelumpuhan Biasanya hemiplegia hemiparesis
Cairan Serebrospinal Eritrosit >1000 Eritrosit >25000
Hipertensi ++ -

Pemeriksaan Obyektif
Setelah pemeriksaan interna yang teliti maka dilakukan pemeriksaan neurologis yang rutin.
Pada pemeriksaan neurologis pada pasien stroke harus diperhatikan pemeriksaan
neurovaskular. Pemeriksaan ini meliputi :
1. Palpasi dan auskultasi dari arteri atau cabang arteri karotis yang terletak dekat
permukaan.
2. Mendengar dan mencari bruit cranial atau servical.
3. Mengukur tekanan darah pada kedua lengan dalam posisi berbaring dan duduk.
4. Mengukur tekanan arteri optalmika, apakah menurun pada sisi infark.
5. Melihat dengan oftalmoskop ke retina terutama ke pembuluh darahnya.
Pemeriksaan Penunjang Lain
Untuk ketepatan dan kecepatan diagnosis perlu tersedia fasilitas standar untuk pemeriksaan
berikut ini :
1. CT (Computed Tomography) Scan
Pemeriksaan CT Scan kepala tanpa kontras harus dilakukan sesegera mungkin setelah
pasien tiba di ruang gawat darurat. Dengan pemeriksaan ini, adanya perdarahan otak
dapat segera diketahui.
2. EKG (Elektrokardiografi)
Karena pentingnya iskemia dan aritmia jantung serta penyakit jantung lainnya sebagai
penyebab stroke maka pemeriksaan EKG harus dilakukan pada semua pasien stroke
akut.
3. Kadar Gula Darah
Pemeriksaan kadar gula darah sangat diperlukan karena pentingnya diabetes mellitus
sebagai salah satu faktor risiko utama stroke. Tingginya kadar gula darah pada stroke
akut berkaitan dengan pula dengan tingginya angka kecacatan dan kematian. Selain itu,
dengan pemeriksaan dapat diketahui adanya hipoglikemia yang memberikan gambaran
klinik menyerupai stroke.
4. Elektrolit Serum dan Faal Ginjal
Pemeriksaan ini diperlukan terutama berkaitan dengan kemungkinan pemberian obat
osmoterapi pada pasien stroke yang disertai peningkatan tekanan intrakranial dan
keadaan dehidrasi. Pada keadaan terjadi gangguan fungsi ginjal, pemberian obat
osmoterapi (manitol) tidak boleh diberikan (kontraindikasi).
5. Darah Lengkap (Hitung Sel Darah)
Pemeriksaan darah lengkap diperlukan untuk menentukan keadaan hematologik yang
dapat mempengaruhi stroke iskemik, misalnya anemia, polisitemia vera dan keganasan.
6. Faal Hemostasis
Pemeriksaan jumlah trombosit, waktu protrombin (PT) dan tromboplastin (aPTT)
diperlukan terutama berkaitan dengan pemakaian obat antikoagulan dan trombolitik.
7. X-Foto Thorax
Pemeriksaan radiologik thorax berguna untuk menilai besar jantung, adanya kalsifikasi
katup jantung maupun edema paru, adanya infeksi paru TBC (dikaitkan dengan
vaskulitis).
8. Pemeriksaan Lain yang diperlukan pada keadaan tertentu (sesuai indikasi), seperti : tes
faal hati, saturasi oksigen, analisis gas darah, toksikologi, kadar alkohol dalam darah,
pungsi lumbal (bila ada dugaan perdarahan subarakhnoid, tetapi gambaran CT Scan
normal), EEG / Elektro-Ensefalografi (terutama pada paralisis Todd).
Berdasarkan uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam menegakkan
diagnosis stroke diperlukan anamnesis yang tepat dan akurat, pemeriksaan klinis,
pemeriksaan klinis neurologis, pemeriksaan tambahan. Pada pemeriksaan pungsi lumbal
sudah banyak ditinggalkan karena adanya CT Scan Kepala dan MRI yang merupakan Gold
Standard dalam diagnosa stroke.
Pada CT Scan atau MRI dapat memberikan informasi mengenai lokasi, ukuran infark,
perdarahan dan apakah perdarahan menyebar ke ruang intra ventrikuler serta dapat membantu
perencanaan operasi.
Pemeriksaan MRI (Magnetic Resonance Imaging) dapat menunjukkan infark pada fase
akut dalam beberapa saat setelah serangan yang dengan pemeriksaan CT Scan belum tampak.
Sedangkan pada perdarahan intraserebral, pemeriksaan ini cukup rumit serta memerlukan
waktu yang lama sehingga jarang dilakukan pada stroke perdarahan akut.
Angiografi biasanya dilakukan pada kasus yang selektif terutama pada perdarahan
intraserebral non-hipertensi, perdarahan multipel, perdarahan yang letaknya atipik. Untuk
mencari kemungkinan AVM, aneurisma atau tumor sebagai penyebab perdarahan
intraserebral.
Bila sarana CT Scan / MRI tidak ada maka untuk membedakan stroke iskemik akut dan
stroke perdarahan digunakan cara skoring. Cara ini biasanya sangat praktis dan dapat
dilakukan dengan cepat tetapi akurasinya tidak mencapai 100%. Salah satunya adalah Skor
Stroke Siriraj.

2.2 TERAPI STROKE


Penatalaksanaan stroke meliputi terapi umum dan terapi khusus. Pada prinsipnya tujuan
utama terapi pada stroke adalah :
1. Mencegah kerusakan otak yang bersifat irreversibel
2. Mencegah komplikasi
3. Mencegah kecacatan yang lebih berat
4. Mencegah serangan ulang

2.2.1 TERAPI UMUM


Penatalaksanaan Umum di Ruang Gawat Darurat
1. Stabilisasi Jalan Napas dan Pernapasan
 Pemantauan secara terus menerus terhadap status neurologis, nadi, tekanan darah, suhu
tubuh, dan Saturasi oksigen dianjurkan dalam 72 jam, pada pasien dengan defisit
neurologis yang nyata.
 Pemberian oksigen dianjurkan pada keadaan dengan saturasi oksigen < 95%.
 Perbaiki jalan nafas termasuk pemasangan pipa orofaring pada pasien yang tidak sadar.
Berikan bantuan ventilasi pada pasien yang mengalami penurunan kesadaran atau
disfungsi bulbar dengan gangguan jalan napas.
 Terapi oksigen diberikan pada pasien hipoksia.
 Stroke iskemik akut yang non-hipoksia tidak mernerlukan terapi oksigen.
 Intubasi ETT (Endo Tracheal Tube) atau LMA (Laryngeal Mask Airway) diperlukan
pada pasien dengan hipoksia (p02 <60 mmHg atau pCO2 >50 mmHg), atau syok, atau
pada pasien yang berisiko untuk terjadi aspirasi.
 Pipa endotrakeal diusahakan terpasang tidak lebih dari 2 minggu. Jika pipa terpasang
lebih dari 2 minggu, maka dianjurkan dilakukan trakeostomi.
2. Stabilisasi Hemodinamik
 Berikan cairan kristaloid atau koloid intravena (hindari pernberian cairan hipotonik
seperti glukosa).
 Dianjurkan pemasangan CVC (Central Venous Catheter), dengan tujuan untuk
memantau kecukupan cairan dan sebagai sarana untuk rnemasukkan cairan dan nutrisi.
 Usahakan CVC 5 -12 mmHg.
 Optimalisasi tekanan darah.
 Bila tekanan darah sistolik <120 mmHg dan cairan sudah mencukupi, maka obat-obat
vasopressor dapat diberikan secara titrasi seperti dopamin dosis sedang atau tinggi,
norepinefrin atau epinefrin dengan target tekanan darah sistolik berkisar 140 mmHg.
 Pemantauan jantung (cardiac monitoring) harus dilakukan selama 24 jam pertama
setelah serangan stroke iskemik.
 Bila terdapat adanya penyakit jantung kongestif, segera atasi (konsultasi Kardiologi).
 Hipotensi arterial harus dihindari dan dicari penyebabnya. Hipovolemia harus dikoreksi
dengan larutan satin normal dan aritmia jantung yang mengakibatkan penurunan curah
jantung sekuncup harus.
3. Pemeriksaan Awal Fisik Umum
 Tekanan darah
 Pemeriksaan jantung
 Pemeriksaan neurologi umum awal :
 Derajat kesadaran
 Pemeriksaan pupil dan okulomotor
 Keparahan hemiparesis
4. Pengendalian Peningkatan Tekanan Intrakranial (TIK)
 Pemantauan ketat terhadap penderita dengan risiko edema serebral harus dilakukan
dengan memperhatikan perburukan gejala dan tanda neurologis pada hari-hari pertama
setelah serangan stroke.
 Monitor TIK harus dipasang pada pasien dengan GCS <9 dan penderita yang
mengalami penurunan kesadaran karena kenaikan TIK.
 Sasaran terapi adalah TIK kurang dari 20 mmHg dan CPP >70 mmHg.
 Penatalaksanaan penderita dengan peningkatan tekanan intrakranial meliputi :
 Tinggikan posisi kepala 200 – 300
 Posisi pasien hendaklah menghindari tekanan vena jugular
 Hindari pemberian cairan glukosa atau cairan hipotonik
 Hindari hipertermia
 Jaga normovolernia
 Osmoterapi atas indikasi : Manitol 0.25 - 0.50 gr/kgBB, selama >20 menit,
diulangi setiap 4 - 6 jam dengan target ≤ 310 mOsrn/L. Osmolalitas sebaiknya
diperiksa 2 kali dalam sehari selama pemberian osmoterapi. Kalau perlu, berikan
furosemide dengan dosis inisial 1 mg/kgBB i.v.
 Intubasi untuk menjaga normoventilasi (pCO2 35 - 40 mmHg). Hiperventilasi
mungkin diperlukan bila akan dilakukan tindakan operatif.
 Paralisis neuromuskular yang dikombinasi dengan sedasi yang adekuat dapat
mengurangi naiknya TIK dengan cara mengurangi naiknya tekanan intratorakal
dan tekanan vena akibat batuk, suction, bucking ventilator. Agen nondepolarized
seperti vencuronium atau pancuronium yang sedikit berefek pada histamine dan
blok pada ganglion lebih baik digunakan. Pasien dengan kenaikan krtitis TIK
sebaiknya diberikan relaksan otot sebelum suctioning atau lidokain sebagai
alternatif.
 Kortikosteroid tidak direkomendasikan untuk mengatasi edema otak dan tekanan
tinggi intracranial pada stroke iskemik, tetapi dapat diberikan kalau diyakini tidak
ada kontraindikasi.
 Drainase ventricular dianjurkan pada hidrosefalus akut akibat stroke iskemik
serebelar.
 Tindakan bedah dekompresif pada keadaan iskemik sereberal yang menimbulkan
efek masa, merupakan tindakan yang dapat menyelamatkan nyawa dan
memberikan hasil yang baik.
5. Penanganan Transformasi Hemoragik
Tidak ada anjuran khusus tentang terapi transformasi perdarahan asimptomatik. Terapi
transformasi perdarahan simtomatik sama dengan terapi stroke perdarahan, antara lain
dengan memperbaiki perfusi serebral dengan mengendalikan tekanan darah arterial secara
hati-hati.
6. Pengendalian Kejang
 Bila kejang, berikan diazepam bolus lambat intravena 5-20mg dan diikuti oleh fenitoin,
loading dose 15-20 mg/kg bolus dengan kecepatan maksimum 50 mg/menit.
 Bila kejang belum teratasi, maka perlu dirawat di ICU.
 Pemberian antikonvulsan profilaksis pada penderita stroke iskemik tanpa kejang tidak
dianjurkan.
 Pada stroke perdarahan intraserebral, obat antikonvulsan profilaksis dapat diberikan
selama 1 bulan, kemudian diturunkan, dan dihentikan bila tidak ada kejang selama
pengobatan.
7. Pengendalian Suhu Tubuh
 Setiap pederita stroke yang disertai demam harus diobati dengan antipiretika dan
diatasi penyebabnya.
 Berikan Asetaminofen 650 mg bila suhu lebih dari 38,50 C atau 37,50 C.
 Pada pasien febris atau berisiko terjadi infeksi, harus dilakukan kultur dan hapusan
(trakea, darah dan urin) dan diberikan antibiotik. Jika memakai kateter ventrikuler,
analisa cairan serebrospinal harus dilakukan untuk mendeteksi meningitis.
 Jika didapatkan meningitis, maka segera diikuti terapi antibiotik.
8. Pemeriksaan Penunjang
 EKG
 Laboratorium (kimia darah, fungsi ginjal, hematologi, faal hemostasis, kadar gula
darah, analisis urin, analisa gas darah, dan elektrolit)
 Bila perlu pada kecurigaan perdarahan subaraknoid, lakukan punksi lumbal untuk
pemeriksaan cairan serebrospinal
 Pemeriksaan radiologi : foto rontgen dada dan CT Scan
Penatalaksanaan Umum di Ruang Rawat
1. Cairan
 Berikan cairan isotonis seperti 0,9% salin dengan tujuan menjaga euvolemi. Tekanan
vena sentral dipertahankan antara 5-12 mmHg.
 Pada umumnya, kebutuhan cairan 30 ml/kgBB/hari (parenteral maupun enteral).
 Balans cairan diperhitungkan dengan mengukur produksi urin sehari ditambah dengan
pengeluaran cairan yang tidak dirasakan (produksi urin sehari ditambah 500 ml untuk
kehilangan cairan yang tidak tampak dan ditambah lagi 300 ml per derajat Celcius
pada penderita panas).
 Elektrolit (natrium, kalium, kalsium dan magnesium) harus selalu diperiksa dan
diganti bila terjadi kekurangan sampai tercapai nilai normal.
 Asidosis dan alkalosis harus dikoreksi sesuai dengan hasil analisa gas darah.
 Cairan yang hipotonik atau mengandung glukosa hendaklah dihindari kecuali pada
keadaan hipoglikemia.
2. Nutrisi
 Nutrisi enteral paling lambat sudah harus diberikan dalam 48 jam, nutrisi oral hanya
boleh diberikan setelah hasil tes fungsi menelan baik.
 Bila terdapat gangguan menelan atau kesadaran menurun makanan, nutrisi diberikan
melalui pipa nasogastrik.
 Pada keadaan akut, kebutuhan kalori 25-30 kkal/kg/hari dengan komposisi :
 Karbohidrat 30-40 % dari total kalori;
 Lemak 20-35 % (pada gangguan nafas dapat lebih tinggi 35-55 %);
 Protein 20-30% (pada keadaan stress kebutuhan protein 1.4-2.0 g/kgBB/hari
(pada gangguan fungsi ginjal <0.8 g/kgBB/hari).
 Apabila kemungkinan pemakaian pipa nasogastrik diperkirakan >6 minggu,
pertimbangkan untuk gastrostomi.
 Pada keadaan tertentu yaitu pemberian nutrisi enteral tidak memungkinkan, dukungan
nutrisi boleh diberikan secara parenteral.
 Perhatikan diit pasien yang tidak bertentangan dengan obat-obatan yang diberikan.
Contohnya, hindarkan makanan yang banyak mengandung vitamin K pada pasien
yang mendapat warfarin.
3. Pencegahan dan Penanganan Komplikasi
 Mobilisasi dan penilaian dini untuk mencegah komplikasi subakut (aspirasi,
malnutrisi, pneumonia, thrombosis vena dalam, emboli paru, dekubitus, komplikasi
ortopedi dan kontraktur) perlu dilakukan.
 Berikan antibiotika atas indikasi dan usahakan sesuai dengan tes kultur dan
sensitivitas kuman atau minimal terapi empiris sesuai dengan pola kuman.
 Pencegahan dekubitus dengan mobilisasi terbatas dan atau memakai kasur
antidekubitus.
 Pencegahan thrombosis vena dalam dan emboli paru.
 Pada pasien tertentu yang beresiko menderita thrombosis vena dalam, heparin
subkutan 5000 IU dua kali sehari atau LMWH atau heparinoid perlu diberikan.
Resiko perdarahan sistemik dan perdarahan intraserebral perlu diperhatikan. Pada
pasien imobilisasi yang tidak bias menerima antikoagulan, penggunaan stocking
eksternal atau aspirin direkomendasikan untuk mencegah thrombosis vena dalam.
4. Penatalaksanaan Medis Lain
 Pemantauan kadar glukosa darah sangat diperlukan. Hiperglikemia (kadar glukosa
darah >180 mg/dl) pada stroke akut harus diobati dengan titrasi insulin. Target yang
harus dicapai adalah normoglikemia. Hipoglikemia berat (<50 mg/dl) harus diobati
dengan dekstrosa 40% intravena atau infuse glukosa 10-20%.
 Jika gelisah lakukan terapi psikologi, kalau perlu berikan minor dan mayor
tranquilizer seperti benzodiazepine short acting atau propofol bias digunakan.
 Analgesik dan antimuntah sesuai indikasi.3
 Berikan H2 antagonis, apabila ada indikasi (perdarahan lambung).
 Hati-hati dalam menggerakkan, penyedotan lender, atau memandikan pasien karena
dapat mempengaruhi TTIK.
 Mobilisasi bertahap bila hemodinamik dan pernafasan stabil.
 Kandung kemih yang penuh dikosongkan, sebaiknya dengan kateterisasi intermiten.
 Pemeriksaan penunjang lanjutan seperti pemerikssan laboratorium, MRI, Dupleks
Carotid Sonography, Transcranial Doppler, TTE, TEE, dan lain-lain sesuai dengan
indikasi.
 Rehabilitasi.
 Edukasi.
 Discharge planning (rencana pengelolaan pasien di luar rumah sakit).
2.2.2 TERAPI KHUSUS
Prinsip utama terapi stroke iskemik adalah membuka dan melancarkan aliran darah
akibat penyumbatan (trombus/emboli) tanpa menimbulkan komplikasi perdarahan. Upaya
reperfusi ditujukan untuk menurunkan kecacatan dan kematian akibat stroke dan upaya ini
harus dilakukan pada fase akut yang kita sebut dengan prinsip “time is brain”. Menurut cara
pandang ini, serangan stroke akut merupakan keadaan darurat yang harus segera ditangani.
Terapi stroke harus dimulai sedini mungkin agar tidak terjadi kecacatan dan kematian.
Beberapa penelitian klinik telah menunjukkan bahwa iskemia serebral yang berlangsung
lebih dari 6 jam dapat mengakibatkan kerusakan sel otak secara permanen.
Strategi pengobatan stroke iskemik saat ini tertuju pada tatalaksana modifikasi faktor
resiko melalui perubahan gaya hidup (diet, olahraga), berhenti merokok, operasi karotis pada
resiko tinggi, dan terapi anti-hipertensi, anti-hiperlipidemia, anti-koagulan atau anti-platelet.
Strategi pengobatan stroke iskemik ada 2 yaitu :
1. Reperfusi yaitu memperbaiki aliran darah ke otak yang bertujuan untuk memperbaiki
area iskemik dengan obat-obat anti-trombotik (anti-platelet, anti-koagulan, trombolitik).
2. Neuroproteksi yaitu mencegah kerusakan otak agar tidak berkembang lebih berat akibat
adanya area iskemik. Obat yang digunakan piracetam, citicholin, dll.

2.1 KOMPLIKASI STROKE


Komplikasi pada stroke sering terjadi dan menyebabkan gejala klinik stroke menjadi semakin
memburuk. Tanda-tanda komplikasi harus dikenali sejak dini sehingga dapat dicegah agar
tidak semakin buruk dan dapat menentukan terapi yang sesuai. Komplikasi pada stroke
meliputi :
1. Komplikasi Dini (0 – 48 jam pertama)
 Edema serebri
Merupakan komplikasi yang umum terjadi, dapat menyebabkan defisit neurologis
menjadi lebih berat, terjadi peningkatan tekanan intrakranial, herniasi dan akhirnya
menimbulkan kematian.
 Abnormalitas jantung
Kelainan jantung dapat menjadi penyebab, timbul bersama atau akibat stroke,
merupakan penyebab kematian mendadak pada stroke stadium awal, sepertiga
sampai setengah penderita stroke menderita gangguan ritme jantung.
 Kejang
Kejang pada fase awal lebih sering terjadi pada stroke hemoragik dan pada
umumnya akan memperberat defisit neurologis.
 Nyeri kepala
 Gangguan fungsi menelan dan aspirasi
2. Komplikasi Jangka Pendek (1 – 14 hari pertama)
 Pneumonia
Akibat imobilisasi yang lama. Merupakan salah satu komplikasi stroke pada
pernapasan yang paling sering, terjadi kurang lebih pada 5% pasien dan sebagian
besar terjadi pada pasien yang menggunakan pipa nasogastrik.
 Emboli paru
Cenderung terjadi 7-14 hari pasca stroke, seringkali pada saat penderita mulai
mobilisasi.
 Perdarahan gastrointestinal
Umumnya terjadi pada 3% kasus stroke. Dapat merupakan komplikasi pemberian
kortikosteroid pada pasien stroke. Dianjurkan untuk memberikan antagonis H2
pada pasien stroke ini.
 Stroke rekuren
 Abnormalitas jantung
Stroke dapat menimbulkan beberapa kelainan jantung berupa :
 Edema pulmonal neurogenik
 Penurunan curah jantung
 Aritmia dan gangguan repolarisasi
 Deep Vein Trombosis (DVT)
 Infeksi traktus urinarius dan inkotinensia urin
3. Komplikasi Jangka Panjang
 Stroke rekuren
 Abnormalitas jantung
 Kelainan metabolik dan nutrisi
 Depresi
 Gangguan vaskular lain : penyakit vaskular perifer
BAB III

PENUTUP

Telah dibahas kasus seorang wanita, usia 51 tahun dengan diagnosa akhir Stroke Infark
Aterotrombotik Sistem Carotis Sinistra di ruang perawatan SMF Neurologi RSUD DOK II
Jayapura selama 5 hari. Pasien diberikan perawatan dan selalu di follow up untuk
perkembangannya. Pasien sudah dipulangkan pada tanggal 22 Januari 2018 dan mendapatkan
pengobatan untuk rawat jalan.
DAFTAR PUSTAKA

Bachrudin, Moch.2016. Neurologi Klinis. UMM Press: Malang

Aninditha, T., Wiratman W. 2017. Buku Ajar Neurologi Jilid 2. Departemen Neurologi
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia : Jakarta

You might also like