Professional Documents
Culture Documents
Skizofrenia Paranoid
Skizofrenia Paranoid
Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman
SKIZOFRENIA PARANOID
Disusun oleh
Intan Widya Astuti
1710029048
Pembimbing
dr. H. Jaya Mualimin, Sp. KJ, M. Kes
1
LEMBAR PERSETUJUAN
LAPORAN KASUS
SKIZOFRENIA PARANOID
Oleh :
Intan Widya Astuti (1710029048)
Pembimbing
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, berkat rahmat-Nya
penulis dapat menyelesaikan laporan kasus tentang “SKIZOFRENIA PARANOID”. Laporan
kasus ini disusun dalam rangka tugas kepaniteraan klinik di Laboratorium Ilmu Kedokteran
Jiwa RSJD Atma Husada Samarinda.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih
kepada :
1. dr. Ika Fikriah, M. Kes., selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman.
2. dr. Soehartono, Sp. THT-KL, selaku Ketua Program Studi Profesi Dokter Fakultas
Kedokteran Universitas Mulawarman.
3. dr. H. Jaya Mualimin, Sp. KJ, M. Kes, selaku Ka. Lab Ilmu Kedokteran Jiwa dan dosen
pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan saran selama penulis menjalani co-
assistance di Laboratorium Ilmu Kesehatan Anak.
4. Rekan-rekan dokter muda di Lab/SMF Ilmu Kedokteran Jiwa RSJD Atma Husada/FK
Universitas Mulawarman.
Penulis menyadari terdapat ketidaksempurnaan dalam penulisan, sehingga penyusun
mengharapkan kritik dan saran demi penyempurnaan laporan kasus ini. Akhir kata, semoga
laporan kasus ini berguna bagi penyusun sendiri dan para pembaca.
Penyusun
3
BAB 1
PENDAHULUAN
4
BAB 2
LAPORAN KASUS
1.
2.
2.1 Data Medis Pasien
A. Identitas Pasien
1) Nama : Ny. E
2) Jenis Kelamin : Perempuan
3) Usia : 25 Tahun
4) No. RM : 2019-12-0075
5) Pekerjaan :-
6) Agama : Protestan
7) Status Pernikahan : Menikah
8) Pendidikan : SD
9) Alamat : Laman Telihan RT. 7, Kenohan, Kutai Kertanegara
10) Tanggal Pemeriksaan : 30 Desember 2019
C. Riwayat Psikiatri
1) Keluhan Utama : Gelisah
2) Autoanamnesis : Pasien bicara sendiri dan ingin kabur dari RS. Pasien
tidak menjawab bila ditanya dan cenderung marah bila diarahkan.
3) Heteroanamnesis : (kakak sepupu) Pasien merupakan pasien rujukan dari
Puskesmas Kahala Kutai Kertanegara. Pasien gelisah sejak 3 bulan yang lalu.
Pasien juga sulit untuk tidur. Pasien bicara sendiri. Kemauan untuk merawat diri
baik. Pasien memiliki 1 anak, lahir SC 2 tahun yang lalu. Anak dan suami
tinggal di Kutai Barat. Pasien pernah mengalami keluhan serupa 1,5 tahun yang
lalu. Semenjak pasien sakit, pasien tinggal dengan orangtua pasien, sebelumnya
pasien tinggal dengan suami di rumah mertuanya. Pasien dilarang untuk
5
merawat anaknya oleh mertuanya. Sebelumnya pasien sering dikurung oleh
mertuanya. Pasien kadang mengamuk, dan melukai orang sekitarnya. Pasien
pernah memukul orangtuanya. Pasien juga sering mengganggu warga sekitar.
Pasien mengaku mendengar suara-suara.
4) Riwayat Penyakit Dahulu
Keluhan serupa (+) 1,5 tahun yang lalu
5) Riwayat Penyakit Keluarga
Nenek pasien mengalami keluhan serupa
6) Riwayat Alergi
Tidak Ada
7) Pramorbid
Menurut pengakuan kakak sepupu pasien, pasien adalah orang yang pendiam
dan tertutup
8) Faktor Pencetus
Masalah keluarga
9) Genogram
6
Mulai muncul gejala usia 23 tahun
1.
2.
2.1.
2.2 Pemeriksaan Fisik
Kesadaran : Composmentis
GCS : E = 4, V = 5, M = 6
Tanda Vital :
TD = 130/70 mmHg, Nadi = 80x/menit, RR = 20x/menit, T = 36,6°C
Kepala : Pupil isokor 2mm/2mm, Reflex Cahaya (+)
Leher : Pembesaran KGB (-)
Dada : Retraksi (-), Simetris D/S
Jantung : S1S2 Tuggal Reguler, Stenosis (-)
Paru-Paru : Wheezing (-), Rhonki (-), Vesikular
Abdomen : Bising usus Normal, Nyeri Tekan (-), Metallic Sound (-)
Anggota Gerak : Akral teraba hangat, CRT<2 detik
7
Pemeriksaan 30/12/2019
Leukosit 10.490
Hemoglobin 12,6
Hematokrit 40,4
MCV 88,2
MCH 27,6
MCHC 31,3
Trombosit 235.000
LED 28 mm/jam
GDS 99
2.5 Formulasi Diagnosis
Ureum 1,5
a. Seorang perempuan
Creatinin 0,78
berumur 25 tahun, agama
SGOT 41
Protestan, status menikah, tidak
SGPT 48
bekerja, datang pada hari Senin,
30 Desember 2019 di IGD RSJD Atma Husada Mahakam Samarinda.
b. Pasien rujukan dari Puskesmas Kahala Kutai Kertanegara ini datang dengan
keluhan gelisah. Dari autoanamnesis, pasien bicara sendiri dan ingin kabur dari RS.
Pasien tidak menjawab bila ditanya dan cenderung marah bila diarahkan. Dari
heteroanamnesis kakak sepupu pasien, pasien merupakan pasien rujukan dari
Puskesmas Kahala Kutai Kertanegara. Pasien gelisah sejak 3 bulan yang lalu.
Pasien juga sulit untuk tidur. Pasien bicara sendiri. Kemauan untuk merawat diri
baik. Pasien memiliki 1 anak, lahir SC 2 tahun yang lalu. Anak dan suami tinggal di
Kutai Barat. Pasien pernah mengalami keluhan serupa 1,5 tahun yang lalu.
Semenjak pasien sakit, pasien tinggal dengan orangtua pasien, sebelumnya pasien
tinggal dengan suami di rumah mertuanya. Pasien dilarang untuk merawat anaknya
oleh mertuanya. Sebelumnya pasien sering dikurung oleh mertuanya. Pasien kadang
mengamuk, dan melukai orang sekitarnya. Pasien pernah memukul orangtuanya.
Pasien juga sering mengganggu warga sekitar. Pasien mengaku mendengar suara-
suara.
c. Pasien pernah mengalami keluhan serupa 1,5 tahun yang lalu.
d. Riwayat konsumsi alkohol (-), merokok (-) dan NAPZA (-)
e. Pada pemeriksaan fisik dalam batas normal
8
f. Pada pemeriksaan psikiatri, didapatkan pasien tampak berpenampilan kurang rapi,
wajah sesuai usia, tidak kooperatif, kontak verbal dan visual baik, afek datar,
orientasi dan atensi sulit dievaluasi, memori sulit dievaluasi, proses berfikir
inkoheren, waham sulit dievaluasi, halusinasi auditorik positif, intelegensi cukup,
kemauan bila disuruh, psikomotor meningkat.
2.8 Follow Up
Tanggal Pemeriksaan Terapi
Senin, S: pasien teriak-teriak A: F 20.0
30/12/2019 O: TD: 130/70 HR : 80x RR: 20x T: 36,0 P:
CM, bingung, emosis labil, sulit diarahkan Acc pindah Ruang
IGD UPIP
Injeksi Lodomer :
Diazepam = 1 : 1
(IM) per 12 jam
9
1/1/2020 O: TD: 120/80 HR : 68x RR: 18x T: 36,5
CM, psikis bingung, emosi labil, sulit P :
UPIP diarahkan, afek datar Aripiprazole 2 x 10
mg
Jika gelisah
Injeksi Lodomer :
Diazepam = 1 : 1
(IM) per 12 jam
Fiksasi
10
5/07/19 O: TD: 120/70 HR : 86x RR: 20x T: 36,5 P:
CM, tidak kooperatif, psikis bingung, emosi Aripiprazole 2 x 10
Punai labil, sulit diarahkan, afek tegang, mg
Jika gelisah
halusinasi (+)
Injeksi Lodomer :
Diazepam = 1 : 1
(IM) per 12 jam
Acc pindah UPIP
Fiksasi
BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA
11
1.
2.
3.
3.1 Definisi Skizofrenia
Skizofrenia adalah pola penyakit bidang psikiatri, merupakan sindroma klinis
dari berbagai keadaan psikopatologis yang sangat mengganggu serta melibatkan
proses pikir, persepsi, emosi, gerakan dan tingkah laku.7
Skizofrenia merupakan sindrom yang heterogen yang mana diagnosisnya
belum dapat ditegakkan memakai suatu uji laboratorium tertentu, diagnosisnya
ditegakkan berdasarkan sekumpulan gejala yang dinyatakan karakteristik untuk
skizofrenia.8
12
3.3 Etiologi Skizofrenia
Untuk mengetahui dan memahami perjalanan penyakit skizofrenia
diperlukan pendekatan yang sifatnya holistik, yaitu dari sudut organobiologik,
psikodinamik, psikoreligius, dan psikososial.9
Organobiologik
Ada banyak faktor yang berperan serta bagi muculnya gejala-gejala
skizofrenia. Hingga sekarang banyak teori yang dikembangkan untuk mengetahui
penyebab skizofrenia, antara lain : faktor genetik, virus, auto-antibody, malnutrisi
(kekurangan gizi).9
Penelitian mutakhir menyebutkan bahwa meskipun ada gen yang abnormal,
skizofrenia tidak akan muncul kecuali disertai faktor-faktor lainnya yang disebut
faktor epigenetik. Kesimpulannya adalah bahwa gejala skizofrenia baru muncul bila
terjadi interaksi antara gen abnormal dengan : 9
1. Virus atau infeksi lain selama kehamilan yang dapat mengganggu perkembangan
otak janin.
2. Menurunnya auto-immune yang mungkin disebabkan infeksi selama kehamilan.
3. Berbagai macam komplikasi kandungan.
4. Kekurangan gizi yang cukup berat terutama pada trimester pertama kehamilan.
Dari penelitian yang telah dilakukan pada penderita skizofrenia ditemukan
perubahan-perubahan atau gangguan pada sistem transmisi sinyal penghantar saraf
(neuro-transmitter) dan reseptor di sel-sel saraf otak (neuron) dan interaksi zat neuro-
kimia seperti dopamin dan serotonin yang ternyata mempengaruhi fungsi-fungsi
kognitif (alam pikir), afektif (alam perasaan) dan psikomotor (perilaku) yang terlihat
dalam bentuk gejala positif dan negatif skizofrenia.13
Selain perubahan-perubahan yang sifatnya neuro-kimiawi dalam penelitian
dengan CT Scan otak ternyata ditemukan pula perubahan anatomi otak penderita
skizofrenia terutama pada penderita yang kronis. Perubahan-perubahan anatomi otak
tersebut antara lain pelebaran ventrikel lateral, atrofi korteks bagian depan. Temuan
kelainan anatomi otak tersebut didukung oleh otopsi (post-mortem).13
Dengan diketahuinya perubahan-perubahan pada sistem transmisi saraf di
sel-sel susunan saraf pusat yang menyebabkan gangguan skizofrenia maka para ahli
telah menemukan jenis obat yang dapat memperbaiki gangguan fungsi neuro-
transmitter sehingga mampu mengobati gejala-gejala negatif maupun positif
13
skizofrenia.
Psikodinamik
Mekanisme terjadinya skizofrenia pada diri seseorang dari sudut
psikodinamik dapat diterangkan dengan dua buah teori yaitu :
1) Teori homeostatik-deskriptif
Dalam teori ini diuraikan gambaran gejala-gejala (deskripsi) dari suatu
gangguan jiwa yang menjelaskan terjadinya gangguan keseimbangan (balance) atau
homeostatik pada diri seseorang, sebelum dan sesudah terjadinya gangguan jiwa
tersebut.9
2) Teori fasilitatif-etiologik
Dalam teori ini diuraikan faktor-faktor yang memudahkan (fasilitasi)
penyebab (etiologi) suatu penyakit itu muncul, bagaimana perjalanan penyakitnya dan
penjelasan mekanisme psikologis dari penyakit yang bersangkutan.9
Selanjutnya menurut teori Freud suatu gangguan jiwa muncul akibat
terjadinya konflik internal pada diri seseorang yang tidak dapat beradaptasi dengan
dunia luar. Sebagaimana diketahui bahwa pada setiap diri terdapat tiga unsur
psikologik yang dinamakan dengan istilah Id, Ego dan Super-Ego.9
Menurut teori freud ini Id adalah bagian dari jiwa seseorang berupa dorongan
atau nafsu yang sudah ada sejak manusia dilahirkan yang memerlukan pemenuhan
dan pemuasan segera. Unsur Id ini sifatnya vital sebagai suatu mekanisme pertahanan
diri, sebagai contohnya misalnya dorongan atau nafsu makan, minum, seksual,
agresivitas dan sejenisnya.
Unsur Super-Ego sifatnya sebagai badan penyensor yang memiliki nilai- nilai
moral etika yang membedakan mana yang boleh mana yang tidak, mana yang baik
mana yang buruk, mana yang halal mana yang haram dan sejenisnya, atau dengan
kata lain merupakan hati nurani manusia. Sedangkan unsur Ego merupakan badan
pelaksana yang menjalankan kebutuhan Id setelah disensor dahulu oleh Super-Ego.9
Psikoreligius
Dari sudut pandanga agama islam teori Freud tersebut sebenarnya sudah ada
hanya peristilahannya yang berbeda. Dalam islam Id dikenal denga istilah nafsu yang
berfungsi sebagai dorongan atau daya tarik. Untuk melaksanakan kebutuhan nafsu
manusia dibekali dengan iman yang berfungsi sebagai self control. Dengan adanya
iman ini manusia dapat menbedakan mana yang baik mana yang buruk dan mana
14
yang halal mana yang haram. Dalam teori freud istilah iman sama dengan Super-Ego.
Manusia melaksanakan kebutuhan-kebutuhan nafsu tadi dalam bentuk
perbuatan, perilaku atau amal yang kesemuanya itu disebut sebagai akhlak. Akhlak
sesorang akan menjadi baik atau buruk tergantung dari hasil tarik menarik antara
nafsu dan iman. Dalam konsep freud akhlak ini disebut Ego.9
Psikososial
Situasi atau kondisi yang tidak kondusif pada diri seseorang dapat
merupakan stresor psikososial.stressor psikososial adalah setiap keadaan atau
peristiwa yang menyebabkan perubahan dalam kehidupan seseorang, sehingga orang
itu terpaksa mengadakan penyesuaian diri untuk menanggulangi stresor (tekanan
mental) yang timbul. Kegagalan dari adaptasi ini yang menyebabkan timbulnya
berbagai jenis gangguan jiwa yang salah satunya adalah skizofrenia.9
Pada umumnya jenis stresor psikososial yang dimaksud meliputi
permasalahan rumah tangga, problem orang tua, hubungan interpersonal, pekerjaan,
kondisi lingkungan, masalah ekonomi, keterlibatan masalah hukum, adanya penyakit
fisik yang kronis.
Secara sederhana dapat disimpulkan bahwa seseorang dapat mengalami
konflik kejiwaan yang bersumber dari konflik internal dan konflik eksternal. Tidak
semua orang mampu menyelesaikan konflik yang dialaminya sehingga orang tersebut
jatuh dalam keadaan frustasi yang mendalam. Sebagai kelanjutannya yang
bersangkutan menarik diri (withdrawn), melamun (day dreaming), hidup dalam
dunianya sendiri yang lama-kelamaan timbullah gejala-gejala berupa kelainan jiwa
misalnya halusinasi, waham dan lain sebagainya. Yang bersangkutan tidak lagi
mampu menilai realitas (reality testing ability-RTA, terganggu) dan pemahaman diri
(insight) buruk, yang merupakan perjalanan awal skizofrenia.9
17
fase-fase : 11
1. Fase premorbid
Pada fase ini, fungsi-fungsi individu masih dalam keadaan normatif.
2. Fase prodromal
Adanya perubahan dari fungsi-fungsi pada fase premorbid menuju saat
muncul gejala psikotik yang nyata. Fase ini dapat berlangsung dalam beberapa
minggu atau bulan, akan tetapi lamanya fase prodromal ini rerata antara 2 sampai 5
tahun. Pada fase ini, individu mengalami kemunduran dalam fungsi-fungsi yang
mendasar (pekerjaan sosial dan rekreasi) dan muncul gejala yang nonspesifik, misal
gangguan tidur, ansietas, iritabilitas, mood depresi, konsentrasi berkurang, mudah
lelah, dan adanya defisit perilaku misalnya kemunduran fungsi peran dan penarikan
sosial. Gejala positif seperti curiga mulai berkembang di akhir fase prodromal dan
berarti sudah mendekati mulai menjadi psikosis.
3. Fase psikotik
Berlangsung mulai dengan fase akut, lalu adanya perbaikan memasuki fase
stabilisasi dan kemudian fase stabil.
a. Pada fase akut dijumpai gambaran psikotik yang jelas, misalnya dijumpai
adanya waham, halusinasi, gangguan proses pikir, dan pikiran yang kacau.
Gejala negatif sering menjadi lebih parah dan individu biasanya tidak mampu
untuk mengurus dirinya sendiri secara pantas.
b. Fase stabilisasi berlangsung selama 6-18 bulan, setelah dilakukan acute
treatment.
c. Pada fase stabil terlihat gejala negatif dan residual dari gejala positif. Di mana
gejala positif bisa masih ada, dan biasanya sudah kurang parah dibandingkan
pada fase akut. Pada beberapa individu bisa dijumpai asimtomatis, sedangkan
individu lain mengalami gejala nonpsikotik misalnya, merasa tegang (tension),
ansietas, depresi, atau insomnia.
19
(c) Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah (excitement), posisi tubuh
tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme, dan stupor.
(d) Gejala-gejala “negatif”, seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang, dan
respons emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang
mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya kinerja
sosial; tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi
oleh depresi atau medikasi neuroleptika.
3. Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun waktu
satu bulan atau lebih tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik (prodromal).
4. Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan
(overall quality) dan beberapa aspek perilaku pribadi (personal behavior),
bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak berbuat sesuatu
sikap larut dalam diri sendiri (self-absorbed attitude), dan penarikan diri secara
sosial.
20
(b) Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa atau bersifat seksual atau lain-
lain perasaan tubuh, halusinasi visual mungkin ada tetapi jarang menonjol.
(c) Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham dikendalikan
(delusion of control), dipengaruhi (delusion of influence), atau passivity
(delusion of passivity),dan keyakinan dikejar-kejar yang beraneka ragam
adalah yang paling khas.
Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan serta gejala katatonik
secara relatif tidak nyata/tidak menonjol.
21
pemeriksaan laboratorium dasar, sebelum memperoleh antipsikotik.12
Psikoterapi
Terapi kejiwaan atau psikoterapi pada penderita skizofrenia baru dapat diberikan
apabila penderita dengan terapi psikofarmaka sudah mencapai tahapan dimana kemampuan
menilai realitas (reality testing ability/RTA) sudah kembali pulih dan pemahaman diri
(insight) sudah baik. Psikoterapi diberikan dengan catatan bahwa penderita masih tetap
mendapat terapi psikofarmaka.9
Psikoterapi ini banyak macamnya tergantung dari kebutuhan dan latar belakang
penderita sebelum sakit (pramorbid), sebagai contoh mislanya : psikoterapi suportif,
psikoterapi Re-edukatif, psikoterapi Re-konstruktif, psikoterapi kognitif, psikoterapi
psikodinamik, psikoterapi perilaku, psikoterapi keluarga.
Secara umum tujuan dari psikoterapi adalah untuk memperkuat struktur kepribadian,
mematangkan kepribadian (maturing personality), memperkuat ego (ego strength),
meningkatkan citra diri (self esteem), memulihkan kepercayaan diri (self confidence), yang
kesemuanya untuk mencapai kehidupan yang berarti dan bermanfaat (meaningfulness of
life).9
Terapi psikososial
Salah satu dampak dari gangguan jiwa skozofrenia adalah terganggunya fungsi
sosial penderita atau hendaya (impairment). Dengan terapi psikososial ini dimaksudkan
penderita agar mampu kembali beradaptasi dengan lingkungan sosial sekitarnya dan mampu
merawat diri, mampu mandiri sehingga tidak menjadi beban bagi keluarga dan masyarakat.
Penderita selama menjalani terapi psikososial ini hendaknya masih tetap menjalani
terapi psikofarmaka sebagaimana juga halnya waktu menjalani psikoterapi. Kepada penderita
skizofrenia diupayakan untuk tidak menyendiri, tidak melamun, banyak kegiatan dan
kesibukan dan banyak bergaul (silaturrahmi/sosialisasi).9
Terapi psikoreligius
Terapi keagamaan (psikoreligius) terhadap penderita skizofrenia ternyata
mempunyai manfaat. Larson, dkk (1982) dalam penelitiannya membandingkan keberhasilan
terapi terhadap dua kelompok penderita skizofrenia. Dari kelompok yang mendapat terapi
keagamaan menpunyai respon gejala klinis gangguan jiwa skizofrenia lebih cepat hilang,
lamanya perawatan lebih pendek, hendaya (impairment) lebih cepat teratasi, kemapuan
adaptasi lebih cepat dibandingkan dengan kelompok yang tidak mendapat terapi keagamaan.9
Terapi keagamaan yang dimaksudkan dalam penelitian diatas adalah berupa
kegiatan ritual keagamaan seperti sholat, berdoa, memanjatkan puji-pujian kepada tuhan,
22
ceramah keagamaan, kajian kitab suci dan lain sebagianya. Pemahaman dan penafsiran yang
salah terhadap agama dapat mencetuskan terjadinya gangguan jiwa skizofrenia, yang dapat
diamati dengan adanya gejala- gejala waham (delusi) keagamaan atau jalan pikiran yang
patologis dengan pola sentral keagamaan.9
Dengan terapi psikoreligius ini gejala patologis dengan pola sentral keagamaan tadi
dapat diluruskan, dengan demikian keyakinan atau keimanan penderita dapat dipulihkan
kembali ke jalan yang benar.
BAB 4
PEMBAHASAN
23
4.1 Diagnosis
Teori Kasus
1. Memenuhi kriteria umum diagnosis Halusinasi auditorik (+)
skizofrenia Kekecauan alam piker
2. Sebagai tambahan berupa : Gelisah
Halusinasi dan/atau waham harus Agresif
menonjol : Afek datar
Gangguan afektif,
dorongan Menarik diri atau mengasingkan
kehendak dan pembicaraan serta diri (withdrawn)
gejala katatonik secara relatif
Kontak emosional amat miskin,
tidak nyata/tidak menonjol.
sukar diajak bicara, pendiam.
Teori dan Kasus Sesuai
4.2 Tatalaksana
Teori Kasus
Skizofrenia diobati dengan obat Aripiprazole 2 x 10 mg
antipsikotik yang tipikal dan atipikal.10 Obat Jika gelisah Injeksi
Lodomer : Diazepam = 1 : 1
yang golongan tipikal meliputi :
(IM) per 12 jam
Klorpromazin,Flufenazin, Tioridazin,
Haloperidol dan lain-lain, sedangkan obat
golongan atipikal meliputi : Klozapin,
Olanzapin, Risperidon, Quetapin,
Aripiprazol dan lain-lain.
Pemakaian antipsikotik dalam
menanggulangi skizofrenia telah mengalami
pergeseran. Bila mulanya menggunakan
antipsikotik tipikal, kini pilihan beralih ke
antipsikotik atipikal, yang dinyatakan lebih
superior dalam menanggulangi gejala negatif
dan kemunduran kognitif.
Teori dan kasus sesuai
24
BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Skizofrenia adalah kelainan otak yang berjalan kronis, parah, dan melumpuhkan
yang telah mempengaruhi banyak orang. Penyakit ini telah menjadi masalah kesehatan yang
penting, mempengaruhi hampir 1% dari populasi, biasanya dengan keterlibatan masalah
sosial dan ekonomi karena pasien yang menderita skizofrenia biasanya tidak memiliki
pekerjaan dan rumah.
25
Skizofrenia memberikan gambaran klinis yang bervariasi, umumnya ditandai
distorsi pikiran dan persepsi yang mendasar dan khas, serta oleh afek yang tidak wajar atau
tumpul. Kesadaran yang jernih dan kemampuan intelektual biasanya dapat dipertahankan
walaupun defisit kognitif tertentu dapat berkembang kemudian.
Penatalaksanaan dari skizofrenia dapat berbeda pada fase-fase penyakit.
Farmakoterapi serta psikoterapi diberikan pada pasien dengan tujuan menghilangkan gejala,
kekambuhan dari penyakit dan memperbaiki kualitas hidup. Secara umum penegakan
diagnosis maupun penatalaksanaan pada pasien tersebut sudah tepat dan sesuai dengan teori
yang ada.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sadock, Benjamin J.; Sadock, Virginia A.; Ruiz, Pedro : Kaplan & Sadock's
Comprehensive Textbook of Psychiatry, 9th Edition.Philadhelpia : Lippincott Williams
& Wilkins, 2009.p.1434.
2. Katherine and Patricia. Psyciatric Mental Health Nursing 3rd edition. Philadhelpia :
Lippincott Williams & Wilkins, 2000.
26
4. Djatmiko, prianto. Rekapan : Grafik 10 Penyakit Terbanyak Rawat Jalan dan Rawat
Inap RSJ Dr. Soeharto Heerdjan Jakarta, 2009.
9. Hawari, D : “ Pendekatan Holistik pada Gangguan Jiwa Skizofrenia edisi 2 cetakan ke-
3.Jakarta : Balai Penerbit FKUI, 2006.
10. Herz M.I., Marder S.R. Schizophrenia Comprehensive Treatment and Management.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 2002.
11. Lehman A.F et al. Practice Guideline for The Treatment of Patients with Schizophrenia.
2nd ed. Arlington: American Psychiatric Association, 2004.
27
III(PPDGJ III).Jakarta : PT Nuh Jaya, 2003.
28