You are on page 1of 28

Laboratorium Ilmu Kedokteran Jiwa Laporan Kasus

Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman

SKIZOFRENIA PARANOID

Disusun oleh
Intan Widya Astuti
1710029048

Pembimbing
dr. H. Jaya Mualimin, Sp. KJ, M. Kes

Dibawakan dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik pada


Laboratorium Ilmu Kedokteran Jiwa
Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman
Samarinda
2020

1
LEMBAR PERSETUJUAN

LAPORAN KASUS

SKIZOFRENIA PARANOID

Sebagai salah satu syarat untuk mengikuti ujian Stase Jiwa

Oleh :
Intan Widya Astuti (1710029048)

Pembimbing

dr. H. Jaya Mualimin, Sp. KJ, M. Kes

LAB / SMF ILMU KEDOKTERAN JIWA


Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman
RSUD Abdul Wahab Sjahranie
2020

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, berkat rahmat-Nya
penulis dapat menyelesaikan laporan kasus tentang “SKIZOFRENIA PARANOID”. Laporan
kasus ini disusun dalam rangka tugas kepaniteraan klinik di Laboratorium Ilmu Kedokteran
Jiwa RSJD Atma Husada Samarinda.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih
kepada :

1. dr. Ika Fikriah, M. Kes., selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman.
2. dr. Soehartono, Sp. THT-KL, selaku Ketua Program Studi Profesi Dokter Fakultas
Kedokteran Universitas Mulawarman.
3. dr. H. Jaya Mualimin, Sp. KJ, M. Kes, selaku Ka. Lab Ilmu Kedokteran Jiwa dan dosen
pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan saran selama penulis menjalani co-
assistance di Laboratorium Ilmu Kesehatan Anak.
4. Rekan-rekan dokter muda di Lab/SMF Ilmu Kedokteran Jiwa RSJD Atma Husada/FK
Universitas Mulawarman.
Penulis menyadari terdapat ketidaksempurnaan dalam penulisan, sehingga penyusun
mengharapkan kritik dan saran demi penyempurnaan laporan kasus ini. Akhir kata, semoga
laporan kasus ini berguna bagi penyusun sendiri dan para pembaca.

Samarinda, Januari 2020

Penyusun

3
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Skizofrenia adalah kelainan otak yang berjalan kronis, parah, dan melumpuhkan
yang telah mempengaruhi banyak orang sejak dulu.1,2 Penyakit ini telah menjadi masalah
kesehatan yang penting, mempengaruhi hampir 1% dari populasi, biasanya dengan
keterlibatan masalah sosial dan ekonomi karena pasien yang menderita skizofrenia biasanya
tidak memiliki pekerjaan dan rumah.3
Penyebab dari skizofrenia belum dapat dipastikan, namun beberapa teori
mengatakan skizofrenia disebabkan oleh faktor genetik dan lingkungan. Selain itu juga
diketahui bahwa adanya kelainan pada anatomi otak, neurotransmiter, infeksi, dan trauma
merupakan beberapa penyebab dari skizofrenia.4 Gejala skizofrenia dapat dibagi ke dalam
empat domain : Gejala positif yaitu gejala psikotik, seperti halusinasi, biasanya halusinasi
auditori; delusi; dan disogarnisasi kemampuan bicara dan tingkah laku. Gejala negatif yaitu
penurunan rentang emosional, penurunan kemampuan bicara, dan hilangnya ketertarikan dan
keinginan. Gejala kognitif yaitu adanya defisit neurokognitif, pasien biasanya sulit untuk
mengerti keadaan sekitarnya dan berinteraksi sosial. Gejala mood yaitu pasien biasanya
terlihat senang atau sedih dalam keadaan yang sulit untuk dimengerti; mereka biasanya
mengalami depresi. 5
Skizofrenia dibagi menjadi tiga tipe yang masing-masing memiliki gejala yang unik.
Tipe ini temasuk; skizofrenia paranoid, skizofrenia katatonik, dan skizofrenia disorganisasi. 6,7
Pasien dengan skizofrenia paranoid umumnya memerlukan perawatan di rumah sakit karena
memerlukan pemantauan. Pada fase akut terapi bertujuan untuk mencegah pasien melukai
dirinya atau orang lain, mengendalikan perilaku yang merusak, mengurangi beratnya gejala
psikotik dan gejala terkait lainya.8 Laporan kasus ini menjelaskan tentang skizofrenia
paranoid pada perempuan usia 25 tahun dan tatalaksananya.

1.2 Tujuan Penulisan


Tujuan dibuatnya laporan kasus ini adalah untuk menambah wawasan bagi dokter
muda mengenai “Skizofrenia Paranoid”, serta sebagai salah satu syarat mengikuti ujian stase
Ilmu Kedokteran Jiwa.

4
BAB 2
LAPORAN KASUS

1.
2.
2.1 Data Medis Pasien
A. Identitas Pasien
1) Nama : Ny. E
2) Jenis Kelamin : Perempuan
3) Usia : 25 Tahun
4) No. RM : 2019-12-0075
5) Pekerjaan :-
6) Agama : Protestan
7) Status Pernikahan : Menikah
8) Pendidikan : SD
9) Alamat : Laman Telihan RT. 7, Kenohan, Kutai Kertanegara
10) Tanggal Pemeriksaan : 30 Desember 2019

B. Identitas Penanggung Jawab


1) Nama : Tn. Suhandra
Hubungan dengan Pasien : Kakak sepupu
Alamat : Laman Telihan RT. 7, Kenohan, Kutai Kertanegara

C. Riwayat Psikiatri
1) Keluhan Utama : Gelisah
2) Autoanamnesis : Pasien bicara sendiri dan ingin kabur dari RS. Pasien
tidak menjawab bila ditanya dan cenderung marah bila diarahkan.
3) Heteroanamnesis : (kakak sepupu) Pasien merupakan pasien rujukan dari
Puskesmas Kahala Kutai Kertanegara. Pasien gelisah sejak 3 bulan yang lalu.
Pasien juga sulit untuk tidur. Pasien bicara sendiri. Kemauan untuk merawat diri
baik. Pasien memiliki 1 anak, lahir SC 2 tahun yang lalu. Anak dan suami
tinggal di Kutai Barat. Pasien pernah mengalami keluhan serupa 1,5 tahun yang
lalu. Semenjak pasien sakit, pasien tinggal dengan orangtua pasien, sebelumnya
pasien tinggal dengan suami di rumah mertuanya. Pasien dilarang untuk
5
merawat anaknya oleh mertuanya. Sebelumnya pasien sering dikurung oleh
mertuanya. Pasien kadang mengamuk, dan melukai orang sekitarnya. Pasien
pernah memukul orangtuanya. Pasien juga sering mengganggu warga sekitar.
Pasien mengaku mendengar suara-suara.
4) Riwayat Penyakit Dahulu
Keluhan serupa (+) 1,5 tahun yang lalu
5) Riwayat Penyakit Keluarga
Nenek pasien mengalami keluhan serupa
6) Riwayat Alergi
Tidak Ada
7) Pramorbid
Menurut pengakuan kakak sepupu pasien, pasien adalah orang yang pendiam
dan tertutup
8) Faktor Pencetus
Masalah keluarga
9) Genogram

10) Riwayat Pribadi


 Masa Kanak-Kanak Awal (0-3 Tahun)
Sesuai dengan perkembangan normal
 Masa Kanak-Kanak Pertengahan (3-11 Tahun)
Sesuai dengan perkembangan normal
 Maka Kanak-Kanak Akhir (5-13 Tahun)
Sesuai dengan perkembangan normal
 Masa Remaja (13-21 Tahun)
Sesuai dengan perkembangan normal
 Masa Dewasa

6
Mulai muncul gejala usia 23 tahun
1.
2.
2.1.
2.2 Pemeriksaan Fisik
 Kesadaran : Composmentis
 GCS : E = 4, V = 5, M = 6
 Tanda Vital :
TD = 130/70 mmHg, Nadi = 80x/menit, RR = 20x/menit, T = 36,6°C
 Kepala : Pupil isokor 2mm/2mm, Reflex Cahaya (+)
 Leher : Pembesaran KGB (-)
 Dada : Retraksi (-), Simetris D/S
 Jantung : S1S2 Tuggal Reguler, Stenosis (-)
 Paru-Paru : Wheezing (-), Rhonki (-), Vesikular
 Abdomen : Bising usus Normal, Nyeri Tekan (-), Metallic Sound (-)
 Anggota Gerak : Akral teraba hangat, CRT<2 detik

2.3 Status Psikiatri


 Kesan Umum : Bingung, tidak rapi, tidak kooperatif
 Kontak : Verbal (+) Visual (+)
 Kesadaran : Composmentis, Atensi dan Orientasi sulit dievaluasi
 Emosi : Labil, Afek tegang
 Proses Berpikir : inkoheren, waham sulit dievaluasi
 Intelegensi : Cukup
 Persepsi : Halusinasi sulit dievaluasi
 Kemauan : perlu diarahkan
 Psikomotor : Meningkat]
 Tilikan :1

2.4 Pemeriksaan Laboratorium

7
Pemeriksaan 30/12/2019
Leukosit 10.490
Hemoglobin 12,6
Hematokrit 40,4
MCV 88,2
MCH 27,6
MCHC 31,3
Trombosit 235.000
LED 28 mm/jam
GDS 99
2.5 Formulasi Diagnosis
Ureum 1,5
a. Seorang perempuan
Creatinin 0,78
berumur 25 tahun, agama
SGOT 41
Protestan, status menikah, tidak
SGPT 48
bekerja, datang pada hari Senin,
30 Desember 2019 di IGD RSJD Atma Husada Mahakam Samarinda.
b. Pasien rujukan dari Puskesmas Kahala Kutai Kertanegara ini datang dengan
keluhan gelisah. Dari autoanamnesis, pasien bicara sendiri dan ingin kabur dari RS.
Pasien tidak menjawab bila ditanya dan cenderung marah bila diarahkan. Dari
heteroanamnesis kakak sepupu pasien, pasien merupakan pasien rujukan dari
Puskesmas Kahala Kutai Kertanegara. Pasien gelisah sejak 3 bulan yang lalu.
Pasien juga sulit untuk tidur. Pasien bicara sendiri. Kemauan untuk merawat diri
baik. Pasien memiliki 1 anak, lahir SC 2 tahun yang lalu. Anak dan suami tinggal di
Kutai Barat. Pasien pernah mengalami keluhan serupa 1,5 tahun yang lalu.
Semenjak pasien sakit, pasien tinggal dengan orangtua pasien, sebelumnya pasien
tinggal dengan suami di rumah mertuanya. Pasien dilarang untuk merawat anaknya
oleh mertuanya. Sebelumnya pasien sering dikurung oleh mertuanya. Pasien kadang
mengamuk, dan melukai orang sekitarnya. Pasien pernah memukul orangtuanya.
Pasien juga sering mengganggu warga sekitar. Pasien mengaku mendengar suara-
suara.
c. Pasien pernah mengalami keluhan serupa 1,5 tahun yang lalu.
d. Riwayat konsumsi alkohol (-), merokok (-) dan NAPZA (-)
e. Pada pemeriksaan fisik dalam batas normal
8
f. Pada pemeriksaan psikiatri, didapatkan pasien tampak berpenampilan kurang rapi,
wajah sesuai usia, tidak kooperatif, kontak verbal dan visual baik, afek datar,
orientasi dan atensi sulit dievaluasi, memori sulit dievaluasi, proses berfikir
inkoheren, waham sulit dievaluasi, halusinasi auditorik positif, intelegensi cukup,
kemauan bila disuruh, psikomotor meningkat.

2.6 Diagnosis Multiaksial


 Axis I : F.20.0
 Axis II :-
 Axis III :-
 Axis IV :-
 Axis V : GAF Scale 60-51

2.7 Rencana Terapi


 Injeksi Lodomer : Diazepam = 1 : 1 (IM) per 12 jam

2.8 Follow Up
Tanggal Pemeriksaan Terapi
Senin, S: pasien teriak-teriak A: F 20.0
30/12/2019 O: TD: 130/70 HR : 80x RR: 20x T: 36,0 P:
CM, bingung, emosis labil, sulit diarahkan  Acc pindah Ruang
IGD UPIP
 Injeksi Lodomer :
Diazepam = 1 : 1
(IM) per 12 jam

Selasa, S: bingung, bicara melantur, berdiri A: F 20.0


31/12/2019 diranjang, tidak bisa diam P:
O: TD: 100/70 HR : 89x RR: 20x T: 36,7  Aripiprazole 2 x 10
UPIP Afek datar, emosi labil, inkoheren mg
 Jika gelisah
Injeksi Lodomer :
Diazepam = 1 : 1
(IM) per 12 jam
 Fiksasi

Rabu, S: Gelisah, bicara sendiri, tidak mau makan A: F 20.0

9
1/1/2020 O: TD: 120/80 HR : 68x RR: 18x T: 36,5
CM, psikis bingung, emosi labil, sulit P :
UPIP diarahkan, afek datar  Aripiprazole 2 x 10
mg
 Jika gelisah
Injeksi Lodomer :
Diazepam = 1 : 1
(IM) per 12 jam
 Fiksasi

Kamis, S: Pasien mau makan, pasien tidur saat A: F 20.0


2/1/2020 malam. senyum-senyum sendiri, bicara P :
melantur  Aripiprazole 2 x 10
UPIP O: TD: 107/70 HR : 70x RR: 20x T: 36,6 mg
 Jika gelisah
CM, psikis bingung, emosi labil, sulit
Injeksi Lodomer :
diarahkan, afek datar, halusinasi (+) Diazepam = 1 : 1
(IM) per 12 jam

Jumat, S: bingung, ketawa-ketawa sendiri, sulit A: F 20.0


3/07/19 diarahkan, bicara inkoheren P:
O: TD: 110/74 HR : 76x RR: 19x T: 36,8  Aripiprazole 2 x 10
UPIP CM, psikis bingung, emosi stabil, sulit mg
 Jika gelisah
diarahkan, afek tak sesuai, halusinasi (+)
Injeksi Lodomer :
Diazepam = 1 : 1
(IM) per 12 jam
 Acc pindah
Ruangan

Sabtu, S: memukul pasien lain, meludah A: F 20.0


4/07/19 sembarangan, bicara melantur P:
O: TD: 120/74 HR : 97x RR: 20x T: 36,9  Aripiprazole 2 x 10
Punai CM, psikis bingung, emosi labil, sulit mg
 Jika gelisah
diarahkan, afek datar, halusinasi (+)
Injeksi Lodomer :
Diazepam = 1 : 1
(IM) per 12 jam

Minggu, S: Berkelahi dengan teman sekamar A: F 20.0

10
5/07/19 O: TD: 120/70 HR : 86x RR: 20x T: 36,5 P:
CM, tidak kooperatif, psikis bingung, emosi  Aripiprazole 2 x 10
Punai labil, sulit diarahkan, afek tegang, mg
 Jika gelisah
halusinasi (+)
Injeksi Lodomer :
Diazepam = 1 : 1
(IM) per 12 jam
 Acc pindah UPIP
 Fiksasi

Senin, S: bingung, adu mulut dengan pasien lain A: F 20.0


6/07/19 O: TD: 122/72 HR : 77x RR: 19x T: 36,6 P:
CM, tidak kooperatif, psikis bingung, emosi  Aripiprazole 2 x 10
UPIP labil, sulit diarahkan, afek tak sesuai, mg
 Jika gelisah
halusinasi (+)
Injeksi Lodomer :
Diazepam = 1 : 1
(IM) per 12 jam
 Fiksasi

BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA

11
1.
2.
3.
3.1 Definisi Skizofrenia
Skizofrenia adalah pola penyakit bidang psikiatri, merupakan sindroma klinis
dari berbagai keadaan psikopatologis yang sangat mengganggu serta melibatkan
proses pikir, persepsi, emosi, gerakan dan tingkah laku.7
Skizofrenia merupakan sindrom yang heterogen yang mana diagnosisnya
belum dapat ditegakkan memakai suatu uji laboratorium tertentu, diagnosisnya
ditegakkan berdasarkan sekumpulan gejala yang dinyatakan karakteristik untuk
skizofrenia.8

3.2 Epidemiologi Skizofrenia


Data WHO menunjukkan bahwa di tahun 2002 saja diketahui tidak kurang
dari 154 juta penduduk dunia yang depresi, 25 juta skizofrenia, 91 juta mengalami
gangguan mental akibat alkohol, 15 juta gangguan mental karena penyalahgunaan
obat, 50 juta epilepsi, dan 24 juta alzheimer dan demensia lainnya. Hal yang lebih
mencengangkan lagi bahwa terdapat rata-rata 877.000 orang bunuh diri setiap tahun.5
Onset untuk laki laki 15 sampai 25 tahun sedangkan wanita 25-35 tahun.
Skizofrenia tipe paranoid terjadinya lebih awal pada laki-laki dibandingkan
perempuan. Prognosis sizofrenia paranoid lebih baik dibandingkan tipe-tipe yang lain
karena mempunyai respon yang baik dalam pengobatan.2
Berdasarkan laporan RISKESDAS Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia pada tahun 2007 prevalensi gangguan jiwa berat (Skizofrenia) di Indonesia
adalah sebesar 4,6‰. Prevalensi tertinggi terdapat di Provinsi DKI Jakarta (20,3‰)
yang kemudian secara berturut turut diikuti oleh Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam
(18,5‰), Sumatera Barat (16,7‰), Nusa Tenggara Barat (9,9‰), Sumatera Selatan
(9,2‰). Prevalensi terendah terdapat di Maluku (0,9‰).3
Pada tahun 2009 di RSJ Dr. Soeharto Heerdjan Jakarta jumlah penderita
skizofrenia paranoid yang rawat jalan sebanyak 33% dan yang rawat jalan sebanyak
41%. Angka ini menunjukkan bahwa skizofrenia paranoid tercatat paling tinggi
dibandingkan gangguan jiwa lainnya.4

12
3.3 Etiologi Skizofrenia
Untuk mengetahui dan memahami perjalanan penyakit skizofrenia
diperlukan pendekatan yang sifatnya holistik, yaitu dari sudut organobiologik,
psikodinamik, psikoreligius, dan psikososial.9

Organobiologik
Ada banyak faktor yang berperan serta bagi muculnya gejala-gejala
skizofrenia. Hingga sekarang banyak teori yang dikembangkan untuk mengetahui
penyebab skizofrenia, antara lain : faktor genetik, virus, auto-antibody, malnutrisi
(kekurangan gizi).9
Penelitian mutakhir menyebutkan bahwa meskipun ada gen yang abnormal,
skizofrenia tidak akan muncul kecuali disertai faktor-faktor lainnya yang disebut
faktor epigenetik. Kesimpulannya adalah bahwa gejala skizofrenia baru muncul bila
terjadi interaksi antara gen abnormal dengan : 9
1. Virus atau infeksi lain selama kehamilan yang dapat mengganggu perkembangan
otak janin.
2. Menurunnya auto-immune yang mungkin disebabkan infeksi selama kehamilan.
3. Berbagai macam komplikasi kandungan.
4. Kekurangan gizi yang cukup berat terutama pada trimester pertama kehamilan.
Dari penelitian yang telah dilakukan pada penderita skizofrenia ditemukan
perubahan-perubahan atau gangguan pada sistem transmisi sinyal penghantar saraf
(neuro-transmitter) dan reseptor di sel-sel saraf otak (neuron) dan interaksi zat neuro-
kimia seperti dopamin dan serotonin yang ternyata mempengaruhi fungsi-fungsi
kognitif (alam pikir), afektif (alam perasaan) dan psikomotor (perilaku) yang terlihat
dalam bentuk gejala positif dan negatif skizofrenia.13
Selain perubahan-perubahan yang sifatnya neuro-kimiawi dalam penelitian
dengan CT Scan otak ternyata ditemukan pula perubahan anatomi otak penderita
skizofrenia terutama pada penderita yang kronis. Perubahan-perubahan anatomi otak
tersebut antara lain pelebaran ventrikel lateral, atrofi korteks bagian depan. Temuan
kelainan anatomi otak tersebut didukung oleh otopsi (post-mortem).13
Dengan diketahuinya perubahan-perubahan pada sistem transmisi saraf di
sel-sel susunan saraf pusat yang menyebabkan gangguan skizofrenia maka para ahli
telah menemukan jenis obat yang dapat memperbaiki gangguan fungsi neuro-
transmitter sehingga mampu mengobati gejala-gejala negatif maupun positif
13
skizofrenia.
Psikodinamik
Mekanisme terjadinya skizofrenia pada diri seseorang dari sudut
psikodinamik dapat diterangkan dengan dua buah teori yaitu :
1) Teori homeostatik-deskriptif
Dalam teori ini diuraikan gambaran gejala-gejala (deskripsi) dari suatu
gangguan jiwa yang menjelaskan terjadinya gangguan keseimbangan (balance) atau
homeostatik pada diri seseorang, sebelum dan sesudah terjadinya gangguan jiwa
tersebut.9
2) Teori fasilitatif-etiologik
Dalam teori ini diuraikan faktor-faktor yang memudahkan (fasilitasi)
penyebab (etiologi) suatu penyakit itu muncul, bagaimana perjalanan penyakitnya dan
penjelasan mekanisme psikologis dari penyakit yang bersangkutan.9
Selanjutnya menurut teori Freud suatu gangguan jiwa muncul akibat
terjadinya konflik internal pada diri seseorang yang tidak dapat beradaptasi dengan
dunia luar. Sebagaimana diketahui bahwa pada setiap diri terdapat tiga unsur
psikologik yang dinamakan dengan istilah Id, Ego dan Super-Ego.9
Menurut teori freud ini Id adalah bagian dari jiwa seseorang berupa dorongan
atau nafsu yang sudah ada sejak manusia dilahirkan yang memerlukan pemenuhan
dan pemuasan segera. Unsur Id ini sifatnya vital sebagai suatu mekanisme pertahanan
diri, sebagai contohnya misalnya dorongan atau nafsu makan, minum, seksual,
agresivitas dan sejenisnya.
Unsur Super-Ego sifatnya sebagai badan penyensor yang memiliki nilai- nilai
moral etika yang membedakan mana yang boleh mana yang tidak, mana yang baik
mana yang buruk, mana yang halal mana yang haram dan sejenisnya, atau dengan
kata lain merupakan hati nurani manusia. Sedangkan unsur Ego merupakan badan
pelaksana yang menjalankan kebutuhan Id setelah disensor dahulu oleh Super-Ego.9

Psikoreligius
Dari sudut pandanga agama islam teori Freud tersebut sebenarnya sudah ada
hanya peristilahannya yang berbeda. Dalam islam Id dikenal denga istilah nafsu yang
berfungsi sebagai dorongan atau daya tarik. Untuk melaksanakan kebutuhan nafsu
manusia dibekali dengan iman yang berfungsi sebagai self control. Dengan adanya
iman ini manusia dapat menbedakan mana yang baik mana yang buruk dan mana

14
yang halal mana yang haram. Dalam teori freud istilah iman sama dengan Super-Ego.
Manusia melaksanakan kebutuhan-kebutuhan nafsu tadi dalam bentuk
perbuatan, perilaku atau amal yang kesemuanya itu disebut sebagai akhlak. Akhlak
sesorang akan menjadi baik atau buruk tergantung dari hasil tarik menarik antara
nafsu dan iman. Dalam konsep freud akhlak ini disebut Ego.9

Psikososial
Situasi atau kondisi yang tidak kondusif pada diri seseorang dapat
merupakan stresor psikososial.stressor psikososial adalah setiap keadaan atau
peristiwa yang menyebabkan perubahan dalam kehidupan seseorang, sehingga orang
itu terpaksa mengadakan penyesuaian diri untuk menanggulangi stresor (tekanan
mental) yang timbul. Kegagalan dari adaptasi ini yang menyebabkan timbulnya
berbagai jenis gangguan jiwa yang salah satunya adalah skizofrenia.9
Pada umumnya jenis stresor psikososial yang dimaksud meliputi
permasalahan rumah tangga, problem orang tua, hubungan interpersonal, pekerjaan,
kondisi lingkungan, masalah ekonomi, keterlibatan masalah hukum, adanya penyakit
fisik yang kronis.
Secara sederhana dapat disimpulkan bahwa seseorang dapat mengalami
konflik kejiwaan yang bersumber dari konflik internal dan konflik eksternal. Tidak
semua orang mampu menyelesaikan konflik yang dialaminya sehingga orang tersebut
jatuh dalam keadaan frustasi yang mendalam. Sebagai kelanjutannya yang
bersangkutan menarik diri (withdrawn), melamun (day dreaming), hidup dalam
dunianya sendiri yang lama-kelamaan timbullah gejala-gejala berupa kelainan jiwa
misalnya halusinasi, waham dan lain sebagainya. Yang bersangkutan tidak lagi
mampu menilai realitas (reality testing ability-RTA, terganggu) dan pemahaman diri
(insight) buruk, yang merupakan perjalanan awal skizofrenia.9

3.4 Klasifikasi Skizofrenia


Menurut Diagnostic and Statistical manual of Mental Disorders Fourth
Edition Text Revised (DSM-IV-TR) membagi skizofrenia atas subtipe secara klinik
yaitu : 2

(1) Tipe katatonik


Gejala-gejala yang terdapat pada skizofrenia katatonik adalah sebagai berikut :
a) Stupor katatonik, yaitu suatu pengurangan hebat dalam reaktivitas terhadap
lingkungan dan atau pengurangan dari pergerakan atau aktivitas spontan
15
sehingga nampak sepreti patung atau diam membisu (mute).
b) Negativisme katatonik, yaitu suatu perlawanan yang nampaknya tanpa motif
terhadap semua perintah atau upaya untuk menggerakkan dirinya.
c) Kekakuan (rigidity) katatonik, yaitu mempertahankan suatu sikap kaku terhadap
semua upaya untuk menggerakkan dirinya.
d) Kegaduhan katatonik, yaitu kegaduhan aktivitas motorik, yang nampaknya tak
bertujuan dan tidak dipengaruhi oleh rangsang luar.
e) Sikap tubuh katatonik, yaitu sikap yang tidak wajar dan aneh.
(2) Tipe hebefrenik (disorganized)
Gejala-gejala yang terdapat pada skizofrenia hebefrenik adalah sebagai berikut :
1. Inkoherensi, yaitu jalan pikiran yang kacau, tidak dapat dimengerti apa
maksudnya. Hal ini dapat dilihat dari kata-kata yang diucapkan tidak ada
hubunganya satu dengan yang lain.
2. Alam perasaan (mood, affect) yang datar tanpa ekspresi serta tidak serasi.
3. Perilaku dan tertawa kekanak-kanakan, senyum yang menunjukkan rasa puas
diri atau senyum yang hanya dihayati sendiri.
4. Waham tidak jelas dan tidak sistematis sebagai suatu kesatuan dan biasanya
tidak menonjol.
5. Halusinasi yang terpecah-pecah yang isi temanya tidak terorganisir sebagai satu
kesatuan dan biasanya tidak menonjol.
6. Perilaku aneh, misalnya menyeringai sendiri,menunjukkan gerakan- gerakan
yang aneh, pengucapan kalimat yang diulang-ulang dan kecenderungan untuk
menarik diri secara ekstirm dari hubungan sosial.
(3) Tipe paranoid
Gejala-gejala yang terdapat pada skizofrenia paranoid adalah sebagai berikut :
1. Waham (delusion) yang menonjol misalnya waham kejar, waham kebesaran dan
lain sebagainya.
2. Halusinasi yang menonjol misalnya halusinasi auditorik, halusinasi visual dan
lain sebagainya.
3. Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan serta gejala katatonik
secara relatif tidak nyata/tidak menonjol
(4) Tipe tak terinci (undifferentiated)
Adanya gambaran simtom fase aktif, tetapi tidak sesuai dengan kriteria untuk
skizofreniaia katatonik, disorganized, atau paranoid. Atau semua kriteria untuk
16
skizofreniaia katatonik, disorganized, dan paranoid terpenuhi.
(5) Tipe residual
Merupakan kelanjutan dari skizofrenia, akan tetapi gejala fase aktif tidak lagi
dijumpai.

3.5 Gejala skizofrenia


Gejala-gejala skizofrenia dapat dibagi dalam dua kelompok yaitu gejala positif
dan gejala negatif.13
a. Gejala positif
Gejala-gejala positif yang diperlihatkan pada penderita skizofrenia adalah
sebagai berikut :
1) Delusi atau waham, yaitu suatu keyakinan yang tidak rasional yang tidak sejalan
dengan intelegensia pasien dan latar belakang budaya. Meskipun telah dibutikan
secara obyektif bahwa keyakinannya itu tidak rasional, namun penderita tetap
meyakini kebenarannya.
2) Halusinasi, yaitu pengalaman panca indera tanpa ada. Misalnya penderita
mendengar suara-suara/bisikan-bisikan ditelinganya padahal tidak ada sumber dari
suara/bisikan itu.
3) Kekecauan alam pikir, yang dapat dilihat dari isi pembicaraannya. Misalnya
bicaranya kacau, sehingga tidak dapat diikuti alur pikirannya.
4) Gaduh, gelisah, tidak dapat diam, mondar-mandir, agresif, bicara dengan semangat
dan gembira berlebihan.
b. Gejala negatif
Gejala-gejala negatif yang diperlihatkan pada penderita skizofrenia adalah
sebagai berikut :
1. Alam perasaan (affect) “tumpul” dan “mendatar”. Gambaran alam perasaan ini dapat
terlihat dari wajahnya yang tidak menunjukkan ekspresi.
2. Menarik diri atau mengasingkan diri (withdrawn) tidak mau bergaul atau kontak
dengan orang lain, suka melamun (day dreaming).
3. Kontak emosional amat miskin, sukar diajak bicara, pendiam.
4. Pola pikir stereotip

3.6 Fase Skizofrenia


Skizofrenia dapat dilihat sebagai suatu gangguan yang berkembang melalui

17
fase-fase : 11
1. Fase premorbid
Pada fase ini, fungsi-fungsi individu masih dalam keadaan normatif.
2. Fase prodromal
Adanya perubahan dari fungsi-fungsi pada fase premorbid menuju saat
muncul gejala psikotik yang nyata. Fase ini dapat berlangsung dalam beberapa
minggu atau bulan, akan tetapi lamanya fase prodromal ini rerata antara 2 sampai 5
tahun. Pada fase ini, individu mengalami kemunduran dalam fungsi-fungsi yang
mendasar (pekerjaan sosial dan rekreasi) dan muncul gejala yang nonspesifik, misal
gangguan tidur, ansietas, iritabilitas, mood depresi, konsentrasi berkurang, mudah
lelah, dan adanya defisit perilaku misalnya kemunduran fungsi peran dan penarikan
sosial. Gejala positif seperti curiga mulai berkembang di akhir fase prodromal dan
berarti sudah mendekati mulai menjadi psikosis.
3. Fase psikotik
Berlangsung mulai dengan fase akut, lalu adanya perbaikan memasuki fase
stabilisasi dan kemudian fase stabil.
a. Pada fase akut dijumpai gambaran psikotik yang jelas, misalnya dijumpai
adanya waham, halusinasi, gangguan proses pikir, dan pikiran yang kacau.
Gejala negatif sering menjadi lebih parah dan individu biasanya tidak mampu
untuk mengurus dirinya sendiri secara pantas.
b. Fase stabilisasi berlangsung selama 6-18 bulan, setelah dilakukan acute
treatment.
c. Pada fase stabil terlihat gejala negatif dan residual dari gejala positif. Di mana
gejala positif bisa masih ada, dan biasanya sudah kurang parah dibandingkan
pada fase akut. Pada beberapa individu bisa dijumpai asimtomatis, sedangkan
individu lain mengalami gejala nonpsikotik misalnya, merasa tegang (tension),
ansietas, depresi, atau insomnia.

3.7 Diagnosis Skizofrenia


Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia edisi ketiga
(PPDGJ III) membagi gejala skizofrenia dalam kelompok-kelompok penting, dan yang
sering terdapat secara bersama-sama untuk diagnosis. Kelompok gejala tersebut : 14
1. Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya dua gejala
atau lebih bila gejala gejala itu kurang tajam atau kurang jelas) :
18
(a) “thought echo” : isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema dalam
kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama, namun
kualitasnya berbeda ; atau, “thought insertion or withdrawal” : isi yang asing
dan luar masuk ke dalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil
keluar oleh sesuatu dari luar dirinya (withdrawal); dan, “thought broadcasting”
: isi pikiranya tersiar keluar sehingga orang lain atau umum mengetahuinya.
(b) “delusion of control” : waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu kekuatan
tertentu dari luar; atau, “delusion of passivitiy” : waham tentang dirinya tidak
berdaya dan pasrah terhadap suatu kekuatan dari luar; (tentang dirinya = secara
jelas merujuk kepergerakan tubuh / anggota gerak atau ke pikiran, tindakan,
atau penginderaan khusus). “delusional perception” : pengalaman indrawi yang
tidak wajar, yang bermakna sangat khas bagi dirinya, biasnya bersifat mistik
atau mukjizat.
(c) Halusinasi auditorik :
 suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap perilaku
pasien atau,
 mendiskusikan perihal pasien pasein di antara mereka sendiri (diantara
berbagai suara yang berbicara), atau jenis suara halusinasi lain yang berasal
dan salah satu bagian tubuh.
(d) Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat dianggap
tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan agama atau
politik tertentu, atau kekuatan dan kemampuan di atas manusia biasa, misalnya
mampu mengendalikan cuaca, atau berkomunikasi dengan mahluk asing dan
dunia lain.
2. Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara jelas :
(a) Halusinasi yang menetap dan panca-indera apa saja, apabila disertai baik oleh
waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa kandungan
afektif yang jelas, ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan (over- valued ideas)
yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama berminggu minggu atau
berbulan-bulan terus menerus.
(b) Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan (interpolation),
yang berkibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan, atau
neologisme.

19
(c) Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah (excitement), posisi tubuh
tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme, dan stupor.
(d) Gejala-gejala “negatif”, seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang, dan
respons emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang
mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya kinerja
sosial; tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi
oleh depresi atau medikasi neuroleptika.
3. Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun waktu
satu bulan atau lebih tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik (prodromal).
4. Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan
(overall quality) dan beberapa aspek perilaku pribadi (personal behavior),
bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak berbuat sesuatu
sikap larut dalam diri sendiri (self-absorbed attitude), dan penarikan diri secara
sosial.

3.8 Skizofrenia Paranoid


Skizofrenia paranoid adalah jenis skizofrenia yang sering dijumpai di negara
manapun.menurut DSM-IV-TR kriteria diagnostik pada skizofrenia paranoid harus
ditemukan 2 gejala yaitu adanya delusi (waham) dan halusinasi. Adapun kriteria diagnostik
lainnya adalah kekacauan ucapan, tingkah laku dan gejala-gejala negatif namun ini tidak
dominan.2
Skizofrenia tipe paranoid terjadinya lebih awal pada laki-laki dibandingkan
perempuan. Prognosis sizofrenia paranoid lebih baik dibandingkan tipe-tipe yang lain karena
mempunyai respon yang baik dalam pengobatan.2

3.9 Diagnostik skizofrenia paranoid


Berdasarkan Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ -III) :
14

1. Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia


2. Sebagai tambahan berupa :
 Halusinasi dan/atau waham harus menonjol :
(a) Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi
perintah,atau halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa bunyi pluit
(whistling), mendengung (humming), atau bunyi tawa (laughing).

20
(b) Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa atau bersifat seksual atau lain-
lain perasaan tubuh, halusinasi visual mungkin ada tetapi jarang menonjol.
(c) Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham dikendalikan
(delusion of control), dipengaruhi (delusion of influence), atau passivity
(delusion of passivity),dan keyakinan dikejar-kejar yang beraneka ragam
adalah yang paling khas.
 Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan serta gejala katatonik
secara relatif tidak nyata/tidak menonjol.

3.10 Pengobatan skizofrenia


Ganguan jiwa skizofrenia adalah salah satu penyakit yang cenderung berlanjut
(kronis, menahun). Oleh karenanya terapi pada skizofrenia memerlukan watu relatif lama
berbulan bahkan bertahun, hal ini dimaksudkan untuk menekan sekecil mungkin kekambukan
(relaps). Terapi pada skozofrenia bersifat komprehensif yaitu meliputi terapi psikofarmaka,
psikoterapi, terapi psikososial dan terapi psikoreligius.9
Terapi psikofarmaka
Skizofrenia diobati dengan obat antipsikotik yang tipikal dan atipikal. 10 Obat yang
golongan tipikal meliputi : Klorpromazin,Flufenazin, Tioridazin, Haloperidol dan lain-lain,
sedangkan obat golongan atipikal meliputi : Klozapin, Olanzapin, Risperidon, Quetapin,
Aripiprazol dan lain-lain.
Pemakaian antipsikotik dalam menanggulangi skizofrenia telah mengalami
pergeseran. Bila mulanya menggunakan antipsikotik tipikal, kini pilihan beralih ke
antipsikotik atipikal, yang dinyatakan lebih superior dalam menanggulangi gejala negatif dan
kemunduran kognitif.12
Adanya perbedaan efek samping yang nyata antara antipsikotik atipikal dan
antipsikotik tipikal. Antipsikotik atipikal:
 Menimbulkan lebih sedikit efek samping neurologis.
 Lebih besar kemungkinan dalam menimbulkan efek samping metabolik, misalnya
pertambahan berat badan, diabetes mellitus, atau sindroma metabolik.12
Penanggulangan memakai antipsikotik diusahakan sesegera mungkin, bila
memungkinkan secara klinik, karena eksaserbasi psikotik akut melibatkan distres emosional,
perilaku individu membahayakan diri sendiri, orang lain,dan merusak sekitar.11
Individu terlebih dahulu menjalani pemeriksaan kondisi fisik, vital signs, dan

21
pemeriksaan laboratorium dasar, sebelum memperoleh antipsikotik.12
Psikoterapi
Terapi kejiwaan atau psikoterapi pada penderita skizofrenia baru dapat diberikan
apabila penderita dengan terapi psikofarmaka sudah mencapai tahapan dimana kemampuan
menilai realitas (reality testing ability/RTA) sudah kembali pulih dan pemahaman diri
(insight) sudah baik. Psikoterapi diberikan dengan catatan bahwa penderita masih tetap
mendapat terapi psikofarmaka.9
Psikoterapi ini banyak macamnya tergantung dari kebutuhan dan latar belakang
penderita sebelum sakit (pramorbid), sebagai contoh mislanya : psikoterapi suportif,
psikoterapi Re-edukatif, psikoterapi Re-konstruktif, psikoterapi kognitif, psikoterapi
psikodinamik, psikoterapi perilaku, psikoterapi keluarga.
Secara umum tujuan dari psikoterapi adalah untuk memperkuat struktur kepribadian,
mematangkan kepribadian (maturing personality), memperkuat ego (ego strength),
meningkatkan citra diri (self esteem), memulihkan kepercayaan diri (self confidence), yang
kesemuanya untuk mencapai kehidupan yang berarti dan bermanfaat (meaningfulness of
life).9
Terapi psikososial
Salah satu dampak dari gangguan jiwa skozofrenia adalah terganggunya fungsi
sosial penderita atau hendaya (impairment). Dengan terapi psikososial ini dimaksudkan
penderita agar mampu kembali beradaptasi dengan lingkungan sosial sekitarnya dan mampu
merawat diri, mampu mandiri sehingga tidak menjadi beban bagi keluarga dan masyarakat.
Penderita selama menjalani terapi psikososial ini hendaknya masih tetap menjalani
terapi psikofarmaka sebagaimana juga halnya waktu menjalani psikoterapi. Kepada penderita
skizofrenia diupayakan untuk tidak menyendiri, tidak melamun, banyak kegiatan dan
kesibukan dan banyak bergaul (silaturrahmi/sosialisasi).9
Terapi psikoreligius
Terapi keagamaan (psikoreligius) terhadap penderita skizofrenia ternyata
mempunyai manfaat. Larson, dkk (1982) dalam penelitiannya membandingkan keberhasilan
terapi terhadap dua kelompok penderita skizofrenia. Dari kelompok yang mendapat terapi
keagamaan menpunyai respon gejala klinis gangguan jiwa skizofrenia lebih cepat hilang,
lamanya perawatan lebih pendek, hendaya (impairment) lebih cepat teratasi, kemapuan
adaptasi lebih cepat dibandingkan dengan kelompok yang tidak mendapat terapi keagamaan.9
Terapi keagamaan yang dimaksudkan dalam penelitian diatas adalah berupa
kegiatan ritual keagamaan seperti sholat, berdoa, memanjatkan puji-pujian kepada tuhan,
22
ceramah keagamaan, kajian kitab suci dan lain sebagianya. Pemahaman dan penafsiran yang
salah terhadap agama dapat mencetuskan terjadinya gangguan jiwa skizofrenia, yang dapat
diamati dengan adanya gejala- gejala waham (delusi) keagamaan atau jalan pikiran yang
patologis dengan pola sentral keagamaan.9
Dengan terapi psikoreligius ini gejala patologis dengan pola sentral keagamaan tadi
dapat diluruskan, dengan demikian keyakinan atau keimanan penderita dapat dipulihkan
kembali ke jalan yang benar.

BAB 4
PEMBAHASAN

23
4.1 Diagnosis
Teori Kasus
1. Memenuhi kriteria umum diagnosis  Halusinasi auditorik (+)
skizofrenia  Kekecauan alam piker
2. Sebagai tambahan berupa :  Gelisah
 Halusinasi dan/atau waham harus  Agresif
menonjol :  Afek datar
 Gangguan afektif,
dorongan  Menarik diri atau mengasingkan
kehendak dan pembicaraan serta diri (withdrawn)
gejala katatonik secara relatif
 Kontak emosional amat miskin,
tidak nyata/tidak menonjol.
sukar diajak bicara, pendiam.
Teori dan Kasus Sesuai

4.2 Tatalaksana
Teori Kasus
Skizofrenia diobati dengan obat  Aripiprazole 2 x 10 mg
antipsikotik yang tipikal dan atipikal.10 Obat  Jika gelisah Injeksi
Lodomer : Diazepam = 1 : 1
yang golongan tipikal meliputi :
(IM) per 12 jam
Klorpromazin,Flufenazin, Tioridazin,
Haloperidol dan lain-lain, sedangkan obat
golongan atipikal meliputi : Klozapin,
Olanzapin, Risperidon, Quetapin,
Aripiprazol dan lain-lain.
Pemakaian antipsikotik dalam
menanggulangi skizofrenia telah mengalami
pergeseran. Bila mulanya menggunakan
antipsikotik tipikal, kini pilihan beralih ke
antipsikotik atipikal, yang dinyatakan lebih
superior dalam menanggulangi gejala negatif
dan kemunduran kognitif.
Teori dan kasus sesuai

24
BAB 5
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Skizofrenia adalah kelainan otak yang berjalan kronis, parah, dan melumpuhkan
yang telah mempengaruhi banyak orang. Penyakit ini telah menjadi masalah kesehatan yang
penting, mempengaruhi hampir 1% dari populasi, biasanya dengan keterlibatan masalah
sosial dan ekonomi karena pasien yang menderita skizofrenia biasanya tidak memiliki
pekerjaan dan rumah.

25
Skizofrenia memberikan gambaran klinis yang bervariasi, umumnya ditandai
distorsi pikiran dan persepsi yang mendasar dan khas, serta oleh afek yang tidak wajar atau
tumpul. Kesadaran yang jernih dan kemampuan intelektual biasanya dapat dipertahankan
walaupun defisit kognitif tertentu dapat berkembang kemudian.
Penatalaksanaan dari skizofrenia dapat berbeda pada fase-fase penyakit.
Farmakoterapi serta psikoterapi diberikan pada pasien dengan tujuan menghilangkan gejala,
kekambuhan dari penyakit dan memperbaiki kualitas hidup. Secara umum penegakan
diagnosis maupun penatalaksanaan pada pasien tersebut sudah tepat dan sesuai dengan teori
yang ada.

DAFTAR PUSTAKA

1. Sadock, Benjamin J.; Sadock, Virginia A.; Ruiz, Pedro : Kaplan & Sadock's
Comprehensive Textbook of Psychiatry, 9th Edition.Philadhelpia : Lippincott Williams
& Wilkins, 2009.p.1434.

2. Katherine and Patricia. Psyciatric Mental Health Nursing 3rd edition. Philadhelpia :
Lippincott Williams & Wilkins, 2000.

3. Departemen Litbang Kemenkes RI. Laporan RISKESDAS 2007.Jakarta : Balai Penerbit


Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2007.

26
4. Djatmiko, prianto. Rekapan : Grafik 10 Penyakit Terbanyak Rawat Jalan dan Rawat
Inap RSJ Dr. Soeharto Heerdjan Jakarta, 2009.

5. Luana N.A. Makalah Skizofrenia dan Gangguan Psikotik Lainnya.disampaikan dalam


“Simposium Sehari Kesehatan Jiwa Dalam Rangka Menyambut Hari Kesehatan Jiwa
Sedunia”.Jakarta, 27 Oktober 2007.

6. Hausmann A, Fleischaker WW. Differential diagnosis of depressed mood in


schizophrenia; a diagnostic algorithm based on review. Acta Psychiatr Scand,
2002;106: 83-96.

7. Buchanan RW, Carpenter WT. Concept of Schizophrenia. In : Sadock BJ,Sadock VA,


eds. Kaplan and Sadock’s Comprehensive Textbook of Psychiatry.8th ed. Philadhelpia :
Lippincott Williams and Wilkins, 2005.p.1329.

8. First M.B., Tasman A. Schizophrenia. In: DSM-IV-TR Mental Disorders Diagnosis,


Etiology and Treatment. London: Wiley, 2004. p. 640-700.

9. Hawari, D : “ Pendekatan Holistik pada Gangguan Jiwa Skizofrenia edisi 2 cetakan ke-
3.Jakarta : Balai Penerbit FKUI, 2006.

10. Herz M.I., Marder S.R. Schizophrenia Comprehensive Treatment and Management.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 2002.

11. Lehman A.F et al. Practice Guideline for The Treatment of Patients with Schizophrenia.
2nd ed. Arlington: American Psychiatric Association, 2004.

12. Addington D et al. Clinical Practice Guidelines Treatment of Schizophrenia. Can J


Psychiatry, 2005 (suppl 1): 15-565.

13. Kaplan-Sadock. Synopsis of Psychiatry Behavioral Sciences Clinical Psychiatry 7th


edition.New York : Saus Tatue, 1994.

14. Maslim,Rusdi. Buku Saku Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa

27
III(PPDGJ III).Jakarta : PT Nuh Jaya, 2003.

28

You might also like