Professional Documents
Culture Documents
7171 19651 1 PB
7171 19651 1 PB
ABSTRAK
Pernikahan usia dini dapat terjadi karena faktor ekonomi dan faktor pendidikan. Pada kasus
pernikahan ini, diperlukan perhatian lebih agar kualitas pernikahan tetap terjaga dari permasalahan
rumah tangga. Kualitas yang rendah akan berdampak pada kondisi psikologis, terlebih lagi jika
memulai pernikahan di usia remaja, sehingga ketika persoalan yang terjadi dalam pernikahan
perempuan merasakan tekanan yang sangat berat dan tuntutan dalam pernikahannya. Tujuan penelitian
ini untuk mendiskripsikan kualitas pernikahan dan status kesehatan mental perempuan yang menikah
di usia dini yang berusia 19 tahun kebawah. Metode penelitian dengan pendekatan kualitatif,
partisipan sejumlah tujuh orang yang berusia 19 tahun kebawah. Teknik pengumpulan data dan
informasi diambil menggunakan data primer melalui wawancara (Verbatim) dan data sekunder
didapatkan dari orang tua atau kerabat perempuan dengan analisis deskriptif. Hasil penelitian ini
mendapatkan tema pemahaman pernikahan, pernikahan usia dini, kualitas pernikahan dan dampak
pernikahan usia dini bagi kesehatan mental. Kesimpulannya pernikahan dari sudut pandang
perempuan untuk memiliki keturunan dan membentuk keluarga. Kualitas pernikahan pada aspek
kepuasaan dan kebahagiaan dalam pernikahan ada pada tingkat rendah. Bentuk emosional yang
muncul sebagai dampak pernikahan adalah kecemasan dan stress, sementara sisi yang positif ialah
perubahan sifat yang lebih baik.
ABSTRACT
Early marriage could occur due to economic factors, and educational factors. In this case, the
marriage quality needed more attention because to maintain household problems. Low quality would
have an impact on the psychological condition, especially when starting a marriage in adolescence, so
that when the problems that occur in marriage, women feel very heavy pressure and demands in their
marriage. The purpose of this study was to describes the quality of marriage and mental health status
of women who marry at an early age under 19 years of age. The research method used a qualitative
approach with seven participants age under 19 years of age. Data and information collection
techniques were taken using primary data through interviews (Verbatim) and secondary data sources
obtained from parents or female relatives by descriptive analysis. The Result of this research found
themes related to the understanding of marriage, early age marriage, the quality of marriage, and the
impact of early marriage on mental health. In Conclusion, marriage from a woman's point of view was
to have offspring and form a family. The quality of women's marriages in the aspects of satisfaction
and happiness in marriage was at a low level. Emotional forms that arise as a result of marriage were
anxiety and stress, while the positive side was the change in character for the better.
293
Jurnal Keperawatan Jiwa (JKJ): Persatuan Perawat Nasional Indonesia
Volume 9 No 2 Hal 293 - 310, Mei 2021, e-ISSN 2655-8106, p-ISSN2338-2090
FIKKes Universitas Muhammadiyah Semarang bekerjasama dengan PPNI Jawa Tengah
294
Jurnal Keperawatan Jiwa (JKJ): Persatuan Perawat Nasional Indonesia
Volume 9 No 2 Hal 293 - 310, Mei 2021, e-ISSN 2655-8106, p-ISSN2338-2090
FIKKes Universitas Muhammadiyah Semarang bekerjasama dengan PPNI Jawa Tengah
(Hamzah, 2017). Faktor orang tua, orang pernikahan dapat ditunjukan dari
tua yang khawatir anaknya terjerumus kebahagiaan dan kepuasan pernikahan
pada pergaulan yang bebas menjadi alasan dengan meliputi ekonomi, komunikasi,
keluarga mendukung anak untuk segera kepribadian pasangan, komitmen,
menikah dengan usia yang masih terlalu penyesuaian dan cinta (Tyas & Herawati,
muda. Faktor lain yang dapat 2017). Pada aspek ekonomi dalam kualitas
mengakibatkan pernikahan usia dini yaitu pernikahan menyatakan istri kurang
faktor hamil diluar nikah yang akhirnya bahagia dan sering berdebat dengan
membuat orang tua mengambil keputusan pasangan mengenai alokasi uang. Menurut
untuk menikahkan anaknya (Pierewan, Rahman dan Nasrin (2012) menyatakan
2017). Selain itu, faktor pendidikan juga permasalahan ekonomi meningkatkan
dapat memicu terjadinya pernikahan dini. risiko permusuhan dan berkurangnya
Rendahnya pendidikan yang dimiliki oleh kehangatan dalam pernikahan serta risiko
individu dapat membuat seseorang konflik dalam pernikahan (Tyas &
memiliki pola pikir yang sempit sehingga Herawati, 2017). Dari segi aspek
menikahkan anaknya (Shufiyah, 2018). komunikasi, istri merasa bahagia karena
Istilah-istilah yang seperti inilah yang dapat berkomunikasi dengan baik sama
mempengaruhi struktur berpikir keluarga suami, diperlakukan dengan baik
masyarakat Indonesia yang menganggap sama mertua dan ipar, komunikasi dengan
bahwa pernikahan dibawah umur (usia pasangan juga lancar dan dilihat dari aspek
dibawah 19 tahun) sangat penting untuk komitmen, istri akan selalu menjaga
dilakukan agar dapat menjauhkan diri dari komitmen pernikahan dengan komunikasi
tanggapan miring masyarakat dalam yang lancar dan keterbukaan antara
lingkungan sosial seseorang. Apabila pasangan sehingga dapat menjaga
pernikahan dini terus dilakukan, maka komitmen namun istri juga merasa takut
akan membuat anak tidak mampu dalam suami selingkuh. Mayoritas istri merasa
menghadapi permasalahan–permasalahan puas dengan suami yang mencintainya,
yang akan dihadapi setelah menikah memperlakukannya dengan baik, merasa
(Hamzah, 2017). puas dan indah dengan kehidupannya
(Tyas & Herawati, 2017).
Adapun permasalahan-permasalahan yang
muncul dalam pernikahan diantaranya Penyesuaian dalam pernikahan sangat
adalah ketidaksiapan secara fisik, berpengaruh pada kualitas pernikahan
ketidaksiapan secara psikis dalam dilihat dari rasa puas yang di rasakan
menghadapi persoalan sosial atau pasangan dalam pernikahan. Penyesuaian
ekonomi, ketidakmampuan dalam pernikahan menunjuk pada integritas
membina pernikahan dan masalah pasangan dengan dua kepribadian yang
kekerasan yang terjadi dalam rumah berbeda digabungkan dalam ikatan
tangga. Permasalahan-permasalahan yang pernikahan. Meningkatnya kualitas
tidak dapat diselesaikan dengan baik dalam pernikahan menurut hasil penelitian yang
pernikahan akan mempengaruhi kualitas menyatakan kepuasan istri maupun suami
pernikahan (Setiawati, 2017). dapat dilihat dari hubungan yang dijalani
dalam membagi peran dan penyelesaian
Kualitas Pernikahan menurut konflik (Rahmah dkk, 2017). Pernikahan
Wahyuningsih (2013) berdasarkan teori yang Kualitas pernikahannya menurun
Fowers dan Owenzadalah evaluasi bukan saja menyebabkan ketidakbahagiaan
subjektif terhadap perkawinannya dengan tetapi juga akan berdampak pula terhadap
menggunakan tujuan perkawinan sebagai kesehatan mental individu.
kriteria evaluasi secara objektif. Kualitas
295
Jurnal Keperawatan Jiwa (JKJ): Persatuan Perawat Nasional Indonesia
Volume 9 No 2 Hal 293 - 310, Mei 2021, e-ISSN 2655-8106, p-ISSN2338-2090
FIKKes Universitas Muhammadiyah Semarang bekerjasama dengan PPNI Jawa Tengah
296
Jurnal Keperawatan Jiwa (JKJ): Persatuan Perawat Nasional Indonesia
Volume 9 No 2 Hal 293 - 310, Mei 2021, e-ISSN 2655-8106, p-ISSN2338-2090
FIKKes Universitas Muhammadiyah Semarang bekerjasama dengan PPNI Jawa Tengah
Tabel 1.
Karakteristik Partisipan
Nama Suami Pekerjaan Jumlah Usia
Partisipan Anak Pernikahan
(P1) : 19 thn Tn. B : 17 Suami: Wiraswasta
thn Istri: Wiraswasta 1 2 Thn 10
(JualanOnline) Bln
(P2) : 19 thn Tn. N : 18 Suami: Tidak bekerja 1 1 Tahun 11
thn Istri: Tidak bekerja Bulan
(P3) : 17 thn Tn. A : 19 Suami: Wiraswasta 1 3 Tahun
thn Istri: IRT
(P4) : 18 thn Tn. M : 18 Suami: Wiraswasta 2 Tahun
thn Istri: Berjualan 1
(P5) : 18 thn Tn. S : 18 thn Suami: Wiraswasta (sopir 11 Bulan
angkot) 1
Istri: IRT
(P6) : 18 thn Tn. I : 19 thn Suami: Tukang Parkir 1 Tahun
Istri: IRT 1
(P7) : 19 thn Tn. H : 17 Suami: Wiraswasta 2 Tahun
thn Istri: IRT 1
297
Jurnal Keperawatan Jiwa (JKJ): Persatuan Perawat Nasional Indonesia
Volume 9 No 2 Hal 293 - 310, Mei 2021, e-ISSN 2655-8106, p-ISSN2338-2090
FIKKes Universitas Muhammadiyah Semarang bekerjasama dengan PPNI Jawa Tengah
disatukan. Sementara P3, P4, P5 dan P7 (hamil). Tanggapan awal orang tua ketika
memahami pernikahan itu merupakan mengetahui partisipan hamil sangat marah,
jalan untuk menjadi lebih dewasa, menjadi sedih, kecewa, tidak mau menerima dan
IRT dan kepala keluarga, menjadi satu tidak setuju anaknya untuk menikah tetapi
keluarga dan pernikahan itu sebuah untuk menghindari tanggapan lingkungan
komitmen. Ini berbeda dengan respon P6 luar dan tidak mau jika anaknya lahir tidak
yang tidak mengetahui maupun memahami mempunyai seorang ayah dengan segala
tentang pernikahan. Namun ketika ditanya keputusan yang berat harus menerima
tentang “tujuan menikah itu apa?”, respon semuanya. Selain faktor hamil di luar
mereka semuanya bingung bahkan ada nikah, P3 dan P5 mengemukakan bahwa
yang tidak mengetahui apa tujuan dia terdapat faktor lain yang menjadi penyebab
menikah. Jawaban yang mereka berikan menikah di usia dini yaitu atas kemauan
cukup beragam. Respon dari P1 menikah sendiri dikarenakan faktor ekonomi yang
adalah untuk memperoleh keturunan; rendah yaitu tidak mau menyusahkan
sedangkan P3 sampai P6 menjawab bahwa orang tua, ingin hidup sendiri, mengurus
tujuan menikah adalah untuk dapat rumah tangga dan tidak mau menyusahkan
mengubah hidup, mengurus keluarga, orang tua.
membentuk keluarga, mengurus rumah
tangga. Berbeda dengan P2 Yang Kualitas Pernikahan Perempuan
memahami bahwa seseorang akan tetap Menikah pada usia muda kerap kali
menikah karena manusia diciptakan terdapat perbedaan dalam banyak hal;
berpasang-pasangan; sementara P7 keadaan emosi yang labil juga sangat
memberi jawaban bahwa tujuan menikah berpengaruh pada komunikasi antara
adalah yang sudah disatukan Tuhan tidak pasangan suami istri usia dini tersebut.
dapat dipisahkan. Kebutuhan ekonomi, kepribadian,
komitmen, penyesuaian diri dan cinta,
Pernikahan Usia Dini yang menjadi aspek penentu kebahagiaan
P1, P2 dan P7 mengetahui pernikahan dini dan kepuasan pernikahan, sangat berperan
itu adalah pernikahan di bawah umur, dan penting dalam mengukur kualitas
hanya P4 dan P6 yang tidak mengetahui pernikahan. Jika salah satu tidak terpenuhi
arti dari pernikahan dini. Kebanyakan dengan baik maka dapat juga
partisipan juga sangat mengetahui bahwa mempengaruhi kualitas pernikahan.
menikah di usia dini bukanlah hal yang
mudah dan banyak rintangan yang dialami. Berdasarkan hasil wawancara dapat dilihat
Dalam wawancara dengan salah seorang kualitas pernikahan dari segi komunikasi
partisipan (P2), dia mengungkapkan partisipan dengan suami masih kurang.
pandangannya tentang menikah di usia dini Komunikasinya kebanyakan hanya seperti
ternyata sangat susah apalagi dalam biasa tidak ada komunikasi yang intens
keadaan belum mempunyai pekerjaan dan seperti duduk berdua membicarakan atau
kebutuhan ekonomi yang sulit dipenuhi. membahas kehidupan keluarga selanjutnya
Sebenarnya semua partisipan tidak dan hanya berfokus pada tugas dan fungsi
menginginkan menikah di usia yang sangat masing-masing istri yang mengurus anak
muda melainkan menikah di usia yang dan rumah sedangkan suami bekerja.
ideal 20 tahun keatas. Partisipan P1 misalnya, mengatakan untuk
menjaga komunikasi tetap lancar dan
Berdasarkan hasil wawancara yang hubungan selalu awet, dia memerlukan
diungkapkan oleh P1, P2, P4, P6 dan P7 penyesuaian diri dan mengenal sifat
faktor penyebab partisipan menikah di usia suaminya. Masing-masing partisipan
yang muda ialah faktor „kecelakaan‟ mempunyai cara berbeda-beda dalam
298
Jurnal Keperawatan Jiwa (JKJ): Persatuan Perawat Nasional Indonesia
Volume 9 No 2 Hal 293 - 310, Mei 2021, e-ISSN 2655-8106, p-ISSN2338-2090
FIKKes Universitas Muhammadiyah Semarang bekerjasama dengan PPNI Jawa Tengah
menjaga komunikasi tetap lancar dan menunjukan belum ada kemandirian, dan
hubungannya selalu awet. P2, P3 dan P7 belum mampu memenuhi kebutuhan
memiliki cara komunikasi yang sedikit ekonomi dalam rumah tangga. Kenyataan
berbeda;jika lagi bersama suami, dia dapat ini berbeda dengan yang diungkapkan oleh
membicarakan masa depan keluarga dan partisipan lain. Dari hasil wawancara
saling menasehati dengan mengajak suami diketahui bahwa hanya tiga partisipan yang
berdoa bersama kemudian berdiskusi. memiliki penghasilan ekonomi cukup, dan
dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Upaya dalam menjaga sebuah komitmen Mereka juga memiliki pekerjaan yang
untuk pasangan bukan sesuatu yang lumayan baik dengan hasil atau
mudah. P1, P5 dan P7 menyataan bahwa pendapatan yang lumayan
suami partisipan jika keluar hampir tidak cukup.Walaupun dari ketiga partisipan ini
memberitahu, saat sudah di luar barulah ada yang masih tinggal bersama orang tua
diberitahu, sehingga partisipan merasa mereka, tetap saling membantu untuk
khawatir bila pasangan pergi keluar rumah. menanggungnya bersama. Bahkan P5
Hal ini akibat partisipan khawatir bahwa mengatakan penghasilannya selain cukup
pasangannya tidak dapat menjaga untuk kebutuhan sehari- hari juga bisa
komitmen dengan baik, akan tetapi membayar sewa tempat tinggal (kos).
partisipan selalu berfikir positif bahwa
tidak apa-apa. Selain komunikasi yang Mengenal kepribadian pasangan bukan
lancar sifat keterbukaan juga menjadi sesuatu yang mudah. Dari hasil wawancara
kunci dalam menjaga komitmen. Hasil ditemukan upaya mengenal sifat
wawancara dengan tiga partisipan kepribadian pasangan oleh partisipan
mengungkapkan bahwa mereka selalu ditempuh melalui berbagai cara. Partisipan
saling terbuka kepada pasangan dengan P2 memberikan pernyataan untuk
menceritakan segala perasaan mereka dan mengenal sifat kepribadian pasangannya,
berdiskusi setiap permasalahan yang dia lebih banyak mengamati “apa
terjadi. Berbeda dengan ungkapan empat kemauannya”. Sedangkan P3 dan P7 lebih
partisipan yang lain, yakni P2, P3, P4, dan mudah mengenal kepribadian pasangannya
P6, yang memilih untuk tertutup. Mereka karena mereka sudah saling mengenal satu
akan mengungkapkan perasaannya kepada sama lain sejak lama sebelum menikah.
pasangannya jika memang perlu dibahas Berbeda dengan pernyataan ketiga
selebihnya mereka lebih memilih tertutup. partisipan dalam mengenal kepribadian
pasangan dengan menerima segala
Kebutuhan ekonomi dalam rumah tangga sifatnya, P4 mengungkapkan terdapat
pasangan usia dini masih belum cukup dan perbedaan pada suaminya yang tidak
tidak semua kebutuhan terpenuhi dengan seperti dulu.Ini terbalik dengan P6 yang
baik. Topangan ekonomi yang diterima mengungkapkan dari dulu sampai sekarang
masih bergantung pada orang tua. P1, P2, suaminya tidak pernah berubah, sejak dulu
P3, P4, dan P7 mengaku meskipun mereka sudah kasar.
bekerja untuk menanggung kebutuhan
rumah tangganya akan tetapi itu semua Penyesuaian dalam pernikahan sangat
tidak cukup, sehingga keperluan anak diperlukan untuk dapat menyatukan dua
mereka juga terpaksa ditanggung oleh kepribadian yang berbeda. Dari hasil
orang tua. Bahkan P6 mengatakan dia wawancara di atas dalam mengenal
tidak diberi nafkah; uang yang diberikan kepribadian pasangan nampak partisipan
oleh suami diambil kembali, sehingga berusaha untuk lebih belajar dan menerima
untuk kebutuhan makan sehari-hari kepribadian pasangan. Hal ini berarti
ditanggung oleh orang tua. Hal ini dalam proses menyesuaikan diri partisipan
299
Jurnal Keperawatan Jiwa (JKJ): Persatuan Perawat Nasional Indonesia
Volume 9 No 2 Hal 293 - 310, Mei 2021, e-ISSN 2655-8106, p-ISSN2338-2090
FIKKes Universitas Muhammadiyah Semarang bekerjasama dengan PPNI Jawa Tengah
sudah bisa untuk memposisikan dirinya perasaan mereka dari cara penyesuaian
dengan baik. Mereka dapat menerima sifat mereka dalam mengenal dan menerima
pasangan yang disukai maupun tidak sifat pasangan, serta perbedaan yang
disukai.Walaupun ada banyak hal dalam dirasakan sekarang dan sebelum menikah
pernikahan yang tidak sesuai ekspektasi nampak mereka sudah bisa menerima dan
dan impian yang tidak tercapai tetapi menjalani kehidupan mereka yang
mereka bisa melakukan penyesuaian sekarang. Partisipan P6 memiliki jawaban
dengan baik. Hasil wawancara terhadap yang berbeda, yaitu kebahagiaan dan
tiga partisipan mengungkapkan bahwa kepuasan dalam pernikahan baik itu cinta
mereka menyesuaikan diri dengan sikap maupun yang lainnya tidak dia
cuek karena mereka yang menjalani dan rasakan/alami, bahkan dari aspek ekonomi
mengurus rumah tangga. Jika terdapat pun tidak dinafkahi dan pasangannya
masalah dibicarakan baik-baik dan yang emosional. Akan tetapi partisipan tetap
penting mengurus rumah tangga serta menerimanya dengan sabar dan selalu
membahagiakan keluarga. Menurut P2 berdoa. Sama halnya dengan P4 yang
cara penyesuain tergantung dari diri ketika ditanya perbedaan yang dirasakan
masing-masing dan saling menyadari sebelum dan setelah menikah, partisipan
status. Begitu juga dengan P7 yang menjawab bahwa dia menyesal menikah di
menyesuaikan diri dengan statusnya yang usia sekarang.
sekarang mengikuti alur dan memposisikan
diri dengan baik. Berbeda dengan P4 dan Dampak Pernikahan dini bagi
P6 yang menyadari bahwa pasangannya Kesehatan Mental Perempuan
sudah memiliki sifat kepribadian seperti itu Hasil wawancara ditemukan adanya
dan sedikit menyesal karena impiannya dampak pernikahan dini terhadap
tidak mau menikah usia dini tetapi kesehatan mental partisipan. Adanya
menjalani saja, sehingga menyesuaikan konflik yang mereka hadapi dalam rumah
diri dengan cara lebih banyak diam dan tangga, cara mereka menangani masalah
sabar. dan cara mereka menghadapi tanggapan
lingkungan luar, serta dampak lainnya
Berdasarkan komunikasi, kebutuhan dalam rumah tangga. Selain itu perubahan-
ekonomi, mengenal kepribadian dan dapat perubahan yang mereka alami dalam hidup
menyesuaikan diri merupakan suatu mereka dan pengalaman yang mereka
kepuasan dan kebahagiaan dalam dapatkan setelah menikah, ikut pula
pernikahan yang dapat meningkatkan berpengaruh. Faktor penyebab terjadinya
kualitas pernikahan. Semuanya itu atas konflik pada semua partisipan sangat
dasar dengan jalinan cinta, kasih sayang beragam. Pada P1 penyebabnya perasaan
dan keharmonisan yang saling mendukung, cemburu karena bermain hp, dan dalam
mengelola ekonomi sama-sama, menangani konflik sama-sama saling
menghindari perdebatan dan perlakuan meredakan ego. Begitu juga partisipan lain
yang baik. Dari hasil wawancara partisipan yang penyebab konfliknya adalah P2
mengungkapkan suami mereka bukan suami sering main game sampai lupa
orang yang romantis, biasa saja tetapi waktu, P3 bertengkar karena masalah
dengan perhatian, bertanggung jawab, rajin keuangan dan cara menanganinya P3
dan mengingat setiap hari spesial seperti mengatakan mengatur keuangan dengan
hari ulang tahun sudah membuat mereka baik dan P7 masalah anak dan cara
senang dan menurut mereka itu hal menanganinya P7 sama suami saling
romantisnya. Walaupun partisipan tidak membahasnya dengan baik . Berbeda
menunjukan rasa cinta mereka secara jelas dengan P4 dan P6 yang penyebab konflik
akan tetapi hal ini menggambarkan adalah karena suami selingkuh dan P6
300
Jurnal Keperawatan Jiwa (JKJ): Persatuan Perawat Nasional Indonesia
Volume 9 No 2 Hal 293 - 310, Mei 2021, e-ISSN 2655-8106, p-ISSN2338-2090
FIKKes Universitas Muhammadiyah Semarang bekerjasama dengan PPNI Jawa Tengah
301
Jurnal Keperawatan Jiwa (JKJ): Persatuan Perawat Nasional Indonesia
Volume 9 No 2 Hal 293 - 310, Mei 2021, e-ISSN 2655-8106, p-ISSN2338-2090
FIKKes Universitas Muhammadiyah Semarang bekerjasama dengan PPNI Jawa Tengah
Usia pernikahan partisipan berkisar antara perkawinan secara rasional sebagai proses
11 bulan hingga 3 tahun. Perkerjaan yang dilalui oleh individu atas dasar
partisipan rata-rata tidak bekerja atau ibu pilihannya (Oktarina, Lindha, Mahendra,
rumah tangga (IRT) dan pekerjaan suami & Demartoto, 2015).
dari semua partisipan sebagai wiraswasta
baik itu pedagang, tukang parkir dan sopir Berdasarkan pemahaman di atas dapat
angkot. disimpulkan pemaknaan pernikahan dari
sudut pandang perempuan untuk memiliki
Pemahaman Pernikahan dan Tujuan keturunan dan membentuk keluarga supaya
Pernikahan Perempuan dapat hidup bersama dalam mengurus
Pernikahan adalah sesuatu yang sangat keluarga, oleh karena itu pernikahan
penting bagi semua orang khususnya merupakan sebuah kewajiban yang harus
perempuan karena berhubungan antara dua dilakukan yang mana menurut Duval dan
orang yang memiliki perbedaan disatukan Miller (1985) perkawinan dikenal sebagai
dalam sebuah ikatan dengan tujuan untuk hubungan antara laki-laki dan perempuan
membentuk keluarga yang bahagia. yang memberikan keturunan dan membagi
Membentuk keluarga bukan saja antara peran antara suami-istri (Oktarina dkk,
istri dan suami tetapi membentuk dan 2015). Jadi pernikahan itu menyatukan
menyatukan kedua keluarga. Hal ini dengan tujuan membentuk keluarga dan
berhubungan dengan teori Harianto dan memiliki keturunan. Hal ini juga didukung
Hamidi (2012) yang mengatakan oleh Undang-Undang yang mengatur
pernikahan bukan hanya menyangkut tentang pernikahan dalam Bab 1 Pasal 1
pribadi kedua calon suami maupun istri, Undang-Undang Republik Indonesia
akan tetapi juga menyangkut kedua Nomor 1 Tahun 1974 yang merumuskan
keluarga (Pierewan, 2017). perkawinan adalah ikatan lahir batin antara
seorang pria dan seorang wanita sebagai
Berdasarkan hasil penelitian pemahaman suami istri dengan tujuan membentuk
dan tujuan perempuan dalam pernikahan keluarga yang bahagia dan kekal
bahwa pernikahan itu : berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
a. Dapat disatukan dan memiliki
keturunan Pernikahan yang sah adalah pernikahan
Pemahaman perempuan lebih mengarah yang sudah dilaksanakan sesuai syarat dan
pada pernikahan itu untuk memiliki prosedur yang ditentukan dalam peraturan
keturunan. Hal ini sejalan dengan pernikahan pasal 2 ayat 2 Undang-Undang
penelitian (Setiawati, 2017) yang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974
mengatakan pernikahan suatu kesepakatan yang memberi peraturan tiap perkawinan
antara pria dan wanita untuk membentuk dicatat menurut peraturan perundang-
sebuah keluarga dan meneruskan undangan yang berlaku. Hal ini juga
keturunan. berhubungan dengan pendapat Scholten
yang mengatakan perkawinan merupakan
b. Membentuk Keluarga dan mengurus seseorang yang hidup bersama dan telah
keluarga diakui oleh negara dan agama (Sumarno &
Pernikahan Merupakan perpindahan dari Mh, 2015). Pernikahan adalah suatu ikatan
masa lajang ke masa dimana sudah dan juga status yang akan membedakan
berstatus menikah dan masuk dalam hidup bahwa seseorang itu sudah berstatus
berkeluarga dan membentuk sebuah menikah atau lajang dan dalam
keluarga dengan tujuan menjadi satu menentukan sebuah pilihan yang berhak
keluarga yang bahagia. Hal ini didukung menentukan sebuah status pernikahan
dalam penelitian yang menyatakan makna adalah diri sendiri karena menurut
302
Jurnal Keperawatan Jiwa (JKJ): Persatuan Perawat Nasional Indonesia
Volume 9 No 2 Hal 293 - 310, Mei 2021, e-ISSN 2655-8106, p-ISSN2338-2090
FIKKes Universitas Muhammadiyah Semarang bekerjasama dengan PPNI Jawa Tengah
303
Jurnal Keperawatan Jiwa (JKJ): Persatuan Perawat Nasional Indonesia
Volume 9 No 2 Hal 293 - 310, Mei 2021, e-ISSN 2655-8106, p-ISSN2338-2090
FIKKes Universitas Muhammadiyah Semarang bekerjasama dengan PPNI Jawa Tengah
304
Jurnal Keperawatan Jiwa (JKJ): Persatuan Perawat Nasional Indonesia
Volume 9 No 2 Hal 293 - 310, Mei 2021, e-ISSN 2655-8106, p-ISSN2338-2090
FIKKes Universitas Muhammadiyah Semarang bekerjasama dengan PPNI Jawa Tengah
305
Jurnal Keperawatan Jiwa (JKJ): Persatuan Perawat Nasional Indonesia
Volume 9 No 2 Hal 293 - 310, Mei 2021, e-ISSN 2655-8106, p-ISSN2338-2090
FIKKes Universitas Muhammadiyah Semarang bekerjasama dengan PPNI Jawa Tengah
306
Jurnal Keperawatan Jiwa (JKJ): Persatuan Perawat Nasional Indonesia
Volume 9 No 2 Hal 293 - 310, Mei 2021, e-ISSN 2655-8106, p-ISSN2338-2090
FIKKes Universitas Muhammadiyah Semarang bekerjasama dengan PPNI Jawa Tengah
yang tinggi saat sudah menikah karena kematangan mental merupakan aspek yang
khawatir jika hal itu akan terjadi juga sangat penting untuk menjaga
dalam pernikahannya dan tidak ingin kelangsungan pernikahan karena usia di
anaknya merasakan yang di rasakan juga. bawah umur belum siap secara mental,
Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan masih labil dan belum bisa mengendalikan
oleh Agoes Dariyo (2008: 168- 169) emosi sehingga permasalahan dalam
bahwa salah satu dampak dari broken rumah tangga bisa berujung kekerasan
home adalah traumatis bagi anak-anaknya dalam rumah tangga (KDRT).
seperti pandangan negatif tentang
pernikahan, orang tua dan bayang-bayang Selain itu, ditemukan bahwa penyesalan
kekhawatiran pada pernikahannya kelak yang dirasakan istri karena tidak bisa untuk
(Tri, Ndari, 2016). Hal ini menunjukan mendapatkan pekerjaan karena hanya
kecemasan yang dialami perempuan ijazah SMP dan SMA sehingga membuat
sebagai seorang istri dalam pernikahan dini beban pikiran pada istri dan konflik yang
dapat diartikan sebagai perasaan yang terjadi terkadang mengenai keuangan. Hal
menggambarkan ketakutan dan ini sejalan dengan teori Walgito, (2000:32)
kekhawatiran menghadapi masalah yang kematangan sosial ekonomi dalam
akan terjadi dalam pernikahannya. pernikahan sangat diperlukan karena
merupakan penyangga dalam memenuhi
2. Stres kebutuhan keluarga. Ekonomi merupakan
Pernikahan usia dini merupakan sebuah pegangan untuk bisa melanjutkan
pernikahan dibawah umur yang mana kehidupan dan memenuhi kebutuhan
belum ada kesiapan dalam (Syalis & Nurwati, 2020). Pada hasil
berpikir,emosional dan masih labil, penelitian ditemukan terdapat tekanan
sehingga seringkali masalah yang timbul yang dirasakan perempuan selain suami
dalam hubungan menyelesaikannya yang kasar juga tidak pernah dinafkahi,
dengan cara yang salah. Ketidaksiapan ini sehingga untuk keperluan, seperti makan
yang pada akhirnya memberikan efek sehari-hari bergantung sama orang tua. Hal
dalam hubungan pernikahan. Karena masih ini menunjukan ekonomi memiliki
belum dewasa dalam berpikir dan salah pengaruh yang besar pada kehidupan
satu dampak adalah stress. Menurut pernikahan. Hal ini sejalan dengan
Hawari, (2006) pemicu stres dalam penelitian Tyas (2017) yang menyebutkan
pernikahan biasanya karena sosial ekonomi tingginya tekanan ekonomi dapat
dan tekanan yang dirasakan dalam menyebabkan kehidupan keluarga tidak
pernikahan (Destia, 2016). Berdasarkan membahagiakan dan hal ini juga didukung
penelitian perempuan merasa tertekan oleh teori Hawari, 1997:48 stres yang
dengan sifat suami yang emosian yang dirasakan pada umumnya pada pernikahan
tidak pernah berubah, kadang merasa tidak karena problem keuangan (Syalis &
ada kebebasan karena suami cemburuan Nurwati, 2020).
bahkan sampai mengalami kekerasan
dalam rumah tangga diakibatkan Selain stres yang dirasakan perempuan
perselingkuhan suami yang membuat karena perselingkuhan, KDRT dan tekanan
beban pikiran bagi istri. Keputusan untuk yang dialami dalam pernikahan dini.
bercerai yang selalu terpikiran oleh istri Berdasarkan hasil penelitian perempuan
tetapi tidak dilakukan karena mengingat merasa terganggu, canggung dan stres
anak yang masih kecil dan akhirnya istri memikirkan yang dikatakan lingkungan
hanya bisa bersabar, menerima semuanya luar sehingga membuat perasaan tidak
dan berdoa untuk kehidupan enak keluar rumah karena sering dilihatin
pernikahannya. Hal ini menunjukan dan dibicarain sama orang-orang.
307
Jurnal Keperawatan Jiwa (JKJ): Persatuan Perawat Nasional Indonesia
Volume 9 No 2 Hal 293 - 310, Mei 2021, e-ISSN 2655-8106, p-ISSN2338-2090
FIKKes Universitas Muhammadiyah Semarang bekerjasama dengan PPNI Jawa Tengah
308
Jurnal Keperawatan Jiwa (JKJ): Persatuan Perawat Nasional Indonesia
Volume 9 No 2 Hal 293 - 310, Mei 2021, e-ISSN 2655-8106, p-ISSN2338-2090
FIKKes Universitas Muhammadiyah Semarang bekerjasama dengan PPNI Jawa Tengah
309
Jurnal Keperawatan Jiwa (JKJ): Persatuan Perawat Nasional Indonesia
Volume 9 No 2 Hal 293 - 310, Mei 2021, e-ISSN 2655-8106, p-ISSN2338-2090
FIKKes Universitas Muhammadiyah Semarang bekerjasama dengan PPNI Jawa Tengah
310