You are on page 1of 18

Jurnal Keperawatan Jiwa (JKJ): Persatuan Perawat Nasional Indonesia

Volume 9 No 2 Hal 293 - 310, Mei 2021, e-ISSN 2655-8106, p-ISSN2338-2090


FIKKes Universitas Muhammadiyah Semarang bekerjasama dengan PPNI Jawa Tengah

KUALITAS PERNIKAHAN DAN STATUS KESEHATAN MENTAL PADA


PEREMPUAN YANG MENIKAH USIA DINI
Jeneri Alfa Sela Mangande1, Desi1*, John R. Lahade2
1
Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Kristen Satya Wacana,
Jl. Kartini No.14 A, Sidorejo, Kota Salatiga, Jawa Tengah 50711, Indonesia
2
Program Studi Ilmu Sosiologi dan Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial Komunikasi, Universitas Kristen Satya
Wacana, Jl. Kartini No.14 A, Sidorejo, Kota Salatiga, Jawa Tengah 50711, Indonesia
*desi.desi@uksw.edu

ABSTRAK
Pernikahan usia dini dapat terjadi karena faktor ekonomi dan faktor pendidikan. Pada kasus
pernikahan ini, diperlukan perhatian lebih agar kualitas pernikahan tetap terjaga dari permasalahan
rumah tangga. Kualitas yang rendah akan berdampak pada kondisi psikologis, terlebih lagi jika
memulai pernikahan di usia remaja, sehingga ketika persoalan yang terjadi dalam pernikahan
perempuan merasakan tekanan yang sangat berat dan tuntutan dalam pernikahannya. Tujuan penelitian
ini untuk mendiskripsikan kualitas pernikahan dan status kesehatan mental perempuan yang menikah
di usia dini yang berusia 19 tahun kebawah. Metode penelitian dengan pendekatan kualitatif,
partisipan sejumlah tujuh orang yang berusia 19 tahun kebawah. Teknik pengumpulan data dan
informasi diambil menggunakan data primer melalui wawancara (Verbatim) dan data sekunder
didapatkan dari orang tua atau kerabat perempuan dengan analisis deskriptif. Hasil penelitian ini
mendapatkan tema pemahaman pernikahan, pernikahan usia dini, kualitas pernikahan dan dampak
pernikahan usia dini bagi kesehatan mental. Kesimpulannya pernikahan dari sudut pandang
perempuan untuk memiliki keturunan dan membentuk keluarga. Kualitas pernikahan pada aspek
kepuasaan dan kebahagiaan dalam pernikahan ada pada tingkat rendah. Bentuk emosional yang
muncul sebagai dampak pernikahan adalah kecemasan dan stress, sementara sisi yang positif ialah
perubahan sifat yang lebih baik.

Kata kunci: kualitas pernikahan; kesehatan mental; pernikahan dini

MARRIAGE QUALITY AND MENTAL HEALTH STATUS OF WOMEN WHO


MARRIED EARLY AGE

ABSTRACT
Early marriage could occur due to economic factors, and educational factors. In this case, the
marriage quality needed more attention because to maintain household problems. Low quality would
have an impact on the psychological condition, especially when starting a marriage in adolescence, so
that when the problems that occur in marriage, women feel very heavy pressure and demands in their
marriage. The purpose of this study was to describes the quality of marriage and mental health status
of women who marry at an early age under 19 years of age. The research method used a qualitative
approach with seven participants age under 19 years of age. Data and information collection
techniques were taken using primary data through interviews (Verbatim) and secondary data sources
obtained from parents or female relatives by descriptive analysis. The Result of this research found
themes related to the understanding of marriage, early age marriage, the quality of marriage, and the
impact of early marriage on mental health. In Conclusion, marriage from a woman's point of view was
to have offspring and form a family. The quality of women's marriages in the aspects of satisfaction
and happiness in marriage was at a low level. Emotional forms that arise as a result of marriage were
anxiety and stress, while the positive side was the change in character for the better.

Keywords: early marriage; marriage quality; mental health

293
Jurnal Keperawatan Jiwa (JKJ): Persatuan Perawat Nasional Indonesia
Volume 9 No 2 Hal 293 - 310, Mei 2021, e-ISSN 2655-8106, p-ISSN2338-2090
FIKKes Universitas Muhammadiyah Semarang bekerjasama dengan PPNI Jawa Tengah

PENDAHULUAN dengan 50.000 per tahun. Hal ini berarti


Pernikahan usia dini merupakan angka pernikahan dini yang terjadi di
pernikahan yang dilakukan pada anak Indonesia sudah menunjukan angka yang
berusia dibawah usia 19 tahun. Dimana tinggi (Badan Pusat Statistik, 2015). Pada
pada usia ini, anak biasanya belum tahun 2008-2012 peringkat provinsi,
memiliki kesiapan dalam peran yang akan Maluku masuk dalam peringkat 22 dengan
dialaminya seperti menjadi seorang rata-rata 22,2% dan rata-rata prevalensi
istri/ibu. Menurut peraturan baru pada UU pernikahan di usia anak sebelum usia 18
No 16 Tahun 2019 tentang perubahan atas tahun. Sedangkan pada prevalensi
UU No 01 Tahun 1974 tentang pernikahan usia 15-19 tahun di tahun 2012,
Perkawinan,ketentuan yang diubah pada Maluku berada pada peringkat ke 27
pasal 7 ayat 1 menyatakan bahwa dengan prevalensi 7,0 dengan jumlah yang
perkawinan hanya diizinkan apabila pria pernah menikah 4.799 (Badan Pusat
dan wanita sudah mencapai usia 19 tahun Statistik, 2016). Data BPS Tahun 2017
(Nur Hikmah, H. Ach. Faisol, 2020). menunjukan persentase perempuan yang
Namun pada kenyataanya, pernikahan dini menikah di bawah usia 18 tahun di
yang terjadi di Indonesia setiap tahunnya provinsi Maluku berada pada urutan ke 16
mengalami peningkatan. Dimana dari sebesar 30,96% (Badan Pusat Statistik,
survei data kependudukan di Indonesia 2017). Hal ini tentu saja bisa menjadi
menunjukkan bahwa jumlah kejadian masalah karena dampak yang akan terjadi
pernikahan dini mengalami peningkatan pada usia menikah dibawah umur
dengan total 50 juta jiwa dengan rata-rata khususnya di Maluku.
menikah berada dibawah usia 19 tahun
(Profil anak, 2018). Pernikahan usia dini terjadi karena
dipengaruhi oleh banyak faktor dan
Laporan United Nations Children's Fund biasanya terkait faktor lingkungan
(UNICEF) tahun 2010, mengemukakan pergaulan, faktor orang tua, faktor budaya
bahwa Indonesia menempati urutan ke 37 yang dianut, faktor ekonomi dan faktor
dunia dan menduduki peringkat kedua pendidikan. Pernikahan dini yang
ASEAN dalam angka kejadian pernikahan disebabkan oleh faktor ekonomi ialah
dini tertinggi setelah Kamboja, yaitu 23% pendapatan ekonomi yang rendah
atau 1 dari 4 perempuan yang sudah kawin, membuat orang tua cenderung menikahkan
menikah sebelum memasuki usia 18 tahun. anaknya lebih dini untuk mengurangi
Data dari Badan Pusat Statistik beban keluarga dan dengan harapan
menunjukan persentase perempuan yang anaknya bisa hidup lebih baik (Shufiyah,
menikah sebelum usia 18 tahun pada tahun 2018). Penelitian Hamzah tentang
2012 sebesar 41 juta penduduk dan tahun pernikahan dini yang terjadi di desa
2013 sebesar 24,17%, atau mencapai 62 Cipacing kabupaten Sumedang dan
juta jiwa (Kumaidi Yuliati, 2014). kabupaten Purworejo, provinsi Jawa
Kemudian pada tahun 2014 menurut status Tengah menemukan bahwa terdapat
perkawinan persentase pemuda yang sudah pernikahan pada usia dibawah 21 tahun
menikah pada umur 16-18 tahun sebesar bahkan ada yang pernah menikah pada usia
31,72% (Badan Pusat Statistik, 2014). 11- 15 tahun dan penyebab utamanya
Angka kejadian pernikahan dini di lima adalah faktor ekonomi, yaitu anggapan
provinsi, yaitu dengan prevalensi tertinggi masyarakat bahwa dengan menikah dini
adalah Sulawesi Barat (34,22%), dapat mengurangi beban orang tua. Selain
Kalimantan Selatan (33,68%), Kalimantan itu ditopang pula oleh faktor kekuatiran
Tengah (33,56%), Kalimantan Barat orang tua bahwa jika anaknya tidak segera
(32,21%) dan Sulawesi Tengah (31,91%) menikah maka akan menjadi perawan tua

294
Jurnal Keperawatan Jiwa (JKJ): Persatuan Perawat Nasional Indonesia
Volume 9 No 2 Hal 293 - 310, Mei 2021, e-ISSN 2655-8106, p-ISSN2338-2090
FIKKes Universitas Muhammadiyah Semarang bekerjasama dengan PPNI Jawa Tengah

(Hamzah, 2017). Faktor orang tua, orang pernikahan dapat ditunjukan dari
tua yang khawatir anaknya terjerumus kebahagiaan dan kepuasan pernikahan
pada pergaulan yang bebas menjadi alasan dengan meliputi ekonomi, komunikasi,
keluarga mendukung anak untuk segera kepribadian pasangan, komitmen,
menikah dengan usia yang masih terlalu penyesuaian dan cinta (Tyas & Herawati,
muda. Faktor lain yang dapat 2017). Pada aspek ekonomi dalam kualitas
mengakibatkan pernikahan usia dini yaitu pernikahan menyatakan istri kurang
faktor hamil diluar nikah yang akhirnya bahagia dan sering berdebat dengan
membuat orang tua mengambil keputusan pasangan mengenai alokasi uang. Menurut
untuk menikahkan anaknya (Pierewan, Rahman dan Nasrin (2012) menyatakan
2017). Selain itu, faktor pendidikan juga permasalahan ekonomi meningkatkan
dapat memicu terjadinya pernikahan dini. risiko permusuhan dan berkurangnya
Rendahnya pendidikan yang dimiliki oleh kehangatan dalam pernikahan serta risiko
individu dapat membuat seseorang konflik dalam pernikahan (Tyas &
memiliki pola pikir yang sempit sehingga Herawati, 2017). Dari segi aspek
menikahkan anaknya (Shufiyah, 2018). komunikasi, istri merasa bahagia karena
Istilah-istilah yang seperti inilah yang dapat berkomunikasi dengan baik sama
mempengaruhi struktur berpikir keluarga suami, diperlakukan dengan baik
masyarakat Indonesia yang menganggap sama mertua dan ipar, komunikasi dengan
bahwa pernikahan dibawah umur (usia pasangan juga lancar dan dilihat dari aspek
dibawah 19 tahun) sangat penting untuk komitmen, istri akan selalu menjaga
dilakukan agar dapat menjauhkan diri dari komitmen pernikahan dengan komunikasi
tanggapan miring masyarakat dalam yang lancar dan keterbukaan antara
lingkungan sosial seseorang. Apabila pasangan sehingga dapat menjaga
pernikahan dini terus dilakukan, maka komitmen namun istri juga merasa takut
akan membuat anak tidak mampu dalam suami selingkuh. Mayoritas istri merasa
menghadapi permasalahan–permasalahan puas dengan suami yang mencintainya,
yang akan dihadapi setelah menikah memperlakukannya dengan baik, merasa
(Hamzah, 2017). puas dan indah dengan kehidupannya
(Tyas & Herawati, 2017).
Adapun permasalahan-permasalahan yang
muncul dalam pernikahan diantaranya Penyesuaian dalam pernikahan sangat
adalah ketidaksiapan secara fisik, berpengaruh pada kualitas pernikahan
ketidaksiapan secara psikis dalam dilihat dari rasa puas yang di rasakan
menghadapi persoalan sosial atau pasangan dalam pernikahan. Penyesuaian
ekonomi, ketidakmampuan dalam pernikahan menunjuk pada integritas
membina pernikahan dan masalah pasangan dengan dua kepribadian yang
kekerasan yang terjadi dalam rumah berbeda digabungkan dalam ikatan
tangga. Permasalahan-permasalahan yang pernikahan. Meningkatnya kualitas
tidak dapat diselesaikan dengan baik dalam pernikahan menurut hasil penelitian yang
pernikahan akan mempengaruhi kualitas menyatakan kepuasan istri maupun suami
pernikahan (Setiawati, 2017). dapat dilihat dari hubungan yang dijalani
dalam membagi peran dan penyelesaian
Kualitas Pernikahan menurut konflik (Rahmah dkk, 2017). Pernikahan
Wahyuningsih (2013) berdasarkan teori yang Kualitas pernikahannya menurun
Fowers dan Owenzadalah evaluasi bukan saja menyebabkan ketidakbahagiaan
subjektif terhadap perkawinannya dengan tetapi juga akan berdampak pula terhadap
menggunakan tujuan perkawinan sebagai kesehatan mental individu.
kriteria evaluasi secara objektif. Kualitas

295
Jurnal Keperawatan Jiwa (JKJ): Persatuan Perawat Nasional Indonesia
Volume 9 No 2 Hal 293 - 310, Mei 2021, e-ISSN 2655-8106, p-ISSN2338-2090
FIKKes Universitas Muhammadiyah Semarang bekerjasama dengan PPNI Jawa Tengah

Menurut WHO (World Health dan tuntutan terhadap dirinya yang


Organization, 2013), kesehatan mental membuat perempuan tidak dapat
merupakan keadaan yang disadari oleh menyelesaikan konflik atau persoalan
individu yang didalamnya dapat mampu dalam pernikahannya, sehingga dapat
mengelola stres dan dapat mengatasi berdampak pada pernikahan dan mental
tekanan kehidupan. Ketika kesehatan pada perempuan, sama halnya dengan
mental terganggu akan membuat penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh
kemampuan untuk menyesuaikan diri Sari dkk (2020) yang mana dalam
dengan lingkungan menjadi sulit. Dampak penelitiannya menjelaskan tingginya angka
pernikahan dini bagi kesehatan mental pernikahan terkhususnya yang dilakukan
menjadi penting untuk diperhatikan oleh oleh perempuan, tentunya banyak sekali
karena kondisi ini sangat identik dengan permasalahan yang akan dihadapi
permasalahan rumah tangga yang muncul dalamnya pernikahan perempuan dan akan
akibat belum adanya kematangan secara berdampak pada perempuan, baik dari segi
fisik, emosional dan sosial. Penguasaan fisik, psikis, ekonomi dan otonomi,
terhadap lingkungan sekitar dan sehingga sehubungan dengan hal ini yang
komunikasi pun menjadi faktor pemicu membuat peneliti tertarik untuk
kemunculan pertengkaran (Rahmawati, menelitinya. Penelitian ini mengkaji
2019). Pertengkaran yang terjadi umumnya bagaimana kualitas pernikahan dan status
memicu kekerasan dalam rumah tangga kesehatan mental pada perempuan yang
(KDRT) yang membuat perasaan tertekan, menikah di usia dini dengan jenis
tidak nyaman dan merasakan penyesalan penelitian kualitatif. Tujuannya untuk
yang berujung sampai ke keputusan untuk mendeskripsikan kualitas pernikahan dan
bercerai (Elok, 2019). Pada lingkungan status kesehatan mental pada perempuan
dengan teman sebaya menjadi berkurang, yang menikah usia dini di Kota Ambon.
merasa canggung dan seringkali enggan
untuk bergaul dengan teman seusianya METODE
sehingga membuat remaja menjauh dari Penelitian ini menggunakan metode
lingkungan sekitar (Shufiyah, 2018). pendekatan kualitatif dengan jenis
penelitian deskriptif. Partisipan yang
Permasalahan yang terjadi selalu persepsi berpartisipasi pada penelitian ini adalah
lingkungan di tujukan ke perempuan baik perempuan yang menikah usia dini yang
itu sebelum perempuan menikah atau berusia 19 tahun kebawah yang bertempat
sudah menikah. bahkan ketika terjadi tinggal di kota Ambon provinsi Maluku
hamil di luar nikah yang disalahkan dan sejumlah tujuh orang yang dipilih secara
dikucilkan, yaitu perempuan dan ketika random sampling dengan kriteria
menikah yang selalu di lihat selalu perempuan yang telah dinyatakan sah
perempuan, persoalan yang terjadi dalam menikah secara hukum, agama, adat dan
pernikahan yang akan disalahkan bersedia menjadi partisipan. Rata-rata
perempuan dengan alasan yang mengarah partisipan pada penelitian ini berusia 17-19
pada perempuan. apalagi dalam konteks tahun, usia pernikahan antara 11 bulan -3
pernikahan usia dini, perempuan secara tahun. Teknik pengumpulan data dan
kematangan emosional dan mental belum informasi diambil menggunakan data
siap, usia dibawah umur yang mana secara primer yang didapatkan melalui
tidak langsung terpaksa untuk menjadi wawancara mendalam dan data sekunder
dewasa sebelum waktunya, sehingga yang didapatkan dari orang tua atau
ketika persoalan yang terjadi dalam kerabat perempuan yang menikah usia
pernikahan perempuan yang menikah usia dini. Instrument yang di gunakan adalah
dini, merasakan tekanan yang sangat berat wawancara semi terstruktur yaitu

296
Jurnal Keperawatan Jiwa (JKJ): Persatuan Perawat Nasional Indonesia
Volume 9 No 2 Hal 293 - 310, Mei 2021, e-ISSN 2655-8106, p-ISSN2338-2090
FIKKes Universitas Muhammadiyah Semarang bekerjasama dengan PPNI Jawa Tengah

wawancara dengan berpedoman pada pernikahan dan status kesehatan mental


daftar pertanyaan yang telah disusun perempuan yang menikah di usia dini.
sebelumnya dan kemudian direkam dengan Tema yang dikemukakan adalah
voice recording. Analisis data yang pemahaman pernikahan, pernikahan usia
digunakan dalam penelitian ini adalah dini, kualitas pernikahan dan dampak
analisis deskriptif kualitatif dengan pernikahan dini bagi kesehatan mental.
pengorganisasian data, melakukan Sebelum penyajian hasil penelitian akan
pengkodean data, menganalisis secara rinci dipaparkan karakteristik partisipan sebagai
dengan melakukan coding kemudian sumber informasi/data dalam penelitian
mendapatkan tema-tema dan ini.
mengelompokan tema-tema. Data-data
yang diperoleh dalam penelitian ini berupa Karakteristik Partisipan
deskripsi dan hasil rekaman wawancara. Partisipan dalam penelitian ini berjumlah 7
Penelitian ini berlangsung pada bulan orang yang berstatus sudah menikah
September-November 2020. dengan usia rata-rata menikah pada usia
dini 17-19 tahun dan semuanya
HASIL mempunyai 1 anak. Usia pernikahan
Hasil penelitian ini meliputi empat tema partisipan berkisar antara 11 bulan hingga
yang dapat memberikan gambaran kualitas 3 tahun.

Tabel 1.
Karakteristik Partisipan
Nama Suami Pekerjaan Jumlah Usia
Partisipan Anak Pernikahan
(P1) : 19 thn Tn. B : 17 Suami: Wiraswasta
thn Istri: Wiraswasta 1 2 Thn 10
(JualanOnline) Bln
(P2) : 19 thn Tn. N : 18 Suami: Tidak bekerja 1 1 Tahun 11
thn Istri: Tidak bekerja Bulan
(P3) : 17 thn Tn. A : 19 Suami: Wiraswasta 1 3 Tahun
thn Istri: IRT
(P4) : 18 thn Tn. M : 18 Suami: Wiraswasta 2 Tahun
thn Istri: Berjualan 1
(P5) : 18 thn Tn. S : 18 thn Suami: Wiraswasta (sopir 11 Bulan
angkot) 1
Istri: IRT
(P6) : 18 thn Tn. I : 19 thn Suami: Tukang Parkir 1 Tahun
Istri: IRT 1
(P7) : 19 thn Tn. H : 17 Suami: Wiraswasta 2 Tahun
thn Istri: IRT 1

Pemahaman Pernikahan dan Tujuan partisipan mengenai pernikahan mereka


Pernikahan perempuan memahami tentang “apa itu pernikahan”.
Pernikahan merupakan ikatan antara pria Hal itu dapat dilihat dari jawaban yang
dan wanita yang telah disatukan dengan diberikan oleh para partisipan. P1 dapat
tujuan membentuk keluarga yang bahagia. disatukan dan memiliki keturunan dan P2
Saat peneliti melakukan wawancara pada memberi jawaban yang memahami
partisipan ditemukan bahwa pemahaman pernikahan itu antara pria dan wanita yang

297
Jurnal Keperawatan Jiwa (JKJ): Persatuan Perawat Nasional Indonesia
Volume 9 No 2 Hal 293 - 310, Mei 2021, e-ISSN 2655-8106, p-ISSN2338-2090
FIKKes Universitas Muhammadiyah Semarang bekerjasama dengan PPNI Jawa Tengah

disatukan. Sementara P3, P4, P5 dan P7 (hamil). Tanggapan awal orang tua ketika
memahami pernikahan itu merupakan mengetahui partisipan hamil sangat marah,
jalan untuk menjadi lebih dewasa, menjadi sedih, kecewa, tidak mau menerima dan
IRT dan kepala keluarga, menjadi satu tidak setuju anaknya untuk menikah tetapi
keluarga dan pernikahan itu sebuah untuk menghindari tanggapan lingkungan
komitmen. Ini berbeda dengan respon P6 luar dan tidak mau jika anaknya lahir tidak
yang tidak mengetahui maupun memahami mempunyai seorang ayah dengan segala
tentang pernikahan. Namun ketika ditanya keputusan yang berat harus menerima
tentang “tujuan menikah itu apa?”, respon semuanya. Selain faktor hamil di luar
mereka semuanya bingung bahkan ada nikah, P3 dan P5 mengemukakan bahwa
yang tidak mengetahui apa tujuan dia terdapat faktor lain yang menjadi penyebab
menikah. Jawaban yang mereka berikan menikah di usia dini yaitu atas kemauan
cukup beragam. Respon dari P1 menikah sendiri dikarenakan faktor ekonomi yang
adalah untuk memperoleh keturunan; rendah yaitu tidak mau menyusahkan
sedangkan P3 sampai P6 menjawab bahwa orang tua, ingin hidup sendiri, mengurus
tujuan menikah adalah untuk dapat rumah tangga dan tidak mau menyusahkan
mengubah hidup, mengurus keluarga, orang tua.
membentuk keluarga, mengurus rumah
tangga. Berbeda dengan P2 Yang Kualitas Pernikahan Perempuan
memahami bahwa seseorang akan tetap Menikah pada usia muda kerap kali
menikah karena manusia diciptakan terdapat perbedaan dalam banyak hal;
berpasang-pasangan; sementara P7 keadaan emosi yang labil juga sangat
memberi jawaban bahwa tujuan menikah berpengaruh pada komunikasi antara
adalah yang sudah disatukan Tuhan tidak pasangan suami istri usia dini tersebut.
dapat dipisahkan. Kebutuhan ekonomi, kepribadian,
komitmen, penyesuaian diri dan cinta,
Pernikahan Usia Dini yang menjadi aspek penentu kebahagiaan
P1, P2 dan P7 mengetahui pernikahan dini dan kepuasan pernikahan, sangat berperan
itu adalah pernikahan di bawah umur, dan penting dalam mengukur kualitas
hanya P4 dan P6 yang tidak mengetahui pernikahan. Jika salah satu tidak terpenuhi
arti dari pernikahan dini. Kebanyakan dengan baik maka dapat juga
partisipan juga sangat mengetahui bahwa mempengaruhi kualitas pernikahan.
menikah di usia dini bukanlah hal yang
mudah dan banyak rintangan yang dialami. Berdasarkan hasil wawancara dapat dilihat
Dalam wawancara dengan salah seorang kualitas pernikahan dari segi komunikasi
partisipan (P2), dia mengungkapkan partisipan dengan suami masih kurang.
pandangannya tentang menikah di usia dini Komunikasinya kebanyakan hanya seperti
ternyata sangat susah apalagi dalam biasa tidak ada komunikasi yang intens
keadaan belum mempunyai pekerjaan dan seperti duduk berdua membicarakan atau
kebutuhan ekonomi yang sulit dipenuhi. membahas kehidupan keluarga selanjutnya
Sebenarnya semua partisipan tidak dan hanya berfokus pada tugas dan fungsi
menginginkan menikah di usia yang sangat masing-masing istri yang mengurus anak
muda melainkan menikah di usia yang dan rumah sedangkan suami bekerja.
ideal 20 tahun keatas. Partisipan P1 misalnya, mengatakan untuk
menjaga komunikasi tetap lancar dan
Berdasarkan hasil wawancara yang hubungan selalu awet, dia memerlukan
diungkapkan oleh P1, P2, P4, P6 dan P7 penyesuaian diri dan mengenal sifat
faktor penyebab partisipan menikah di usia suaminya. Masing-masing partisipan
yang muda ialah faktor „kecelakaan‟ mempunyai cara berbeda-beda dalam

298
Jurnal Keperawatan Jiwa (JKJ): Persatuan Perawat Nasional Indonesia
Volume 9 No 2 Hal 293 - 310, Mei 2021, e-ISSN 2655-8106, p-ISSN2338-2090
FIKKes Universitas Muhammadiyah Semarang bekerjasama dengan PPNI Jawa Tengah

menjaga komunikasi tetap lancar dan menunjukan belum ada kemandirian, dan
hubungannya selalu awet. P2, P3 dan P7 belum mampu memenuhi kebutuhan
memiliki cara komunikasi yang sedikit ekonomi dalam rumah tangga. Kenyataan
berbeda;jika lagi bersama suami, dia dapat ini berbeda dengan yang diungkapkan oleh
membicarakan masa depan keluarga dan partisipan lain. Dari hasil wawancara
saling menasehati dengan mengajak suami diketahui bahwa hanya tiga partisipan yang
berdoa bersama kemudian berdiskusi. memiliki penghasilan ekonomi cukup, dan
dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Upaya dalam menjaga sebuah komitmen Mereka juga memiliki pekerjaan yang
untuk pasangan bukan sesuatu yang lumayan baik dengan hasil atau
mudah. P1, P5 dan P7 menyataan bahwa pendapatan yang lumayan
suami partisipan jika keluar hampir tidak cukup.Walaupun dari ketiga partisipan ini
memberitahu, saat sudah di luar barulah ada yang masih tinggal bersama orang tua
diberitahu, sehingga partisipan merasa mereka, tetap saling membantu untuk
khawatir bila pasangan pergi keluar rumah. menanggungnya bersama. Bahkan P5
Hal ini akibat partisipan khawatir bahwa mengatakan penghasilannya selain cukup
pasangannya tidak dapat menjaga untuk kebutuhan sehari- hari juga bisa
komitmen dengan baik, akan tetapi membayar sewa tempat tinggal (kos).
partisipan selalu berfikir positif bahwa
tidak apa-apa. Selain komunikasi yang Mengenal kepribadian pasangan bukan
lancar sifat keterbukaan juga menjadi sesuatu yang mudah. Dari hasil wawancara
kunci dalam menjaga komitmen. Hasil ditemukan upaya mengenal sifat
wawancara dengan tiga partisipan kepribadian pasangan oleh partisipan
mengungkapkan bahwa mereka selalu ditempuh melalui berbagai cara. Partisipan
saling terbuka kepada pasangan dengan P2 memberikan pernyataan untuk
menceritakan segala perasaan mereka dan mengenal sifat kepribadian pasangannya,
berdiskusi setiap permasalahan yang dia lebih banyak mengamati “apa
terjadi. Berbeda dengan ungkapan empat kemauannya”. Sedangkan P3 dan P7 lebih
partisipan yang lain, yakni P2, P3, P4, dan mudah mengenal kepribadian pasangannya
P6, yang memilih untuk tertutup. Mereka karena mereka sudah saling mengenal satu
akan mengungkapkan perasaannya kepada sama lain sejak lama sebelum menikah.
pasangannya jika memang perlu dibahas Berbeda dengan pernyataan ketiga
selebihnya mereka lebih memilih tertutup. partisipan dalam mengenal kepribadian
pasangan dengan menerima segala
Kebutuhan ekonomi dalam rumah tangga sifatnya, P4 mengungkapkan terdapat
pasangan usia dini masih belum cukup dan perbedaan pada suaminya yang tidak
tidak semua kebutuhan terpenuhi dengan seperti dulu.Ini terbalik dengan P6 yang
baik. Topangan ekonomi yang diterima mengungkapkan dari dulu sampai sekarang
masih bergantung pada orang tua. P1, P2, suaminya tidak pernah berubah, sejak dulu
P3, P4, dan P7 mengaku meskipun mereka sudah kasar.
bekerja untuk menanggung kebutuhan
rumah tangganya akan tetapi itu semua Penyesuaian dalam pernikahan sangat
tidak cukup, sehingga keperluan anak diperlukan untuk dapat menyatukan dua
mereka juga terpaksa ditanggung oleh kepribadian yang berbeda. Dari hasil
orang tua. Bahkan P6 mengatakan dia wawancara di atas dalam mengenal
tidak diberi nafkah; uang yang diberikan kepribadian pasangan nampak partisipan
oleh suami diambil kembali, sehingga berusaha untuk lebih belajar dan menerima
untuk kebutuhan makan sehari-hari kepribadian pasangan. Hal ini berarti
ditanggung oleh orang tua. Hal ini dalam proses menyesuaikan diri partisipan

299
Jurnal Keperawatan Jiwa (JKJ): Persatuan Perawat Nasional Indonesia
Volume 9 No 2 Hal 293 - 310, Mei 2021, e-ISSN 2655-8106, p-ISSN2338-2090
FIKKes Universitas Muhammadiyah Semarang bekerjasama dengan PPNI Jawa Tengah

sudah bisa untuk memposisikan dirinya perasaan mereka dari cara penyesuaian
dengan baik. Mereka dapat menerima sifat mereka dalam mengenal dan menerima
pasangan yang disukai maupun tidak sifat pasangan, serta perbedaan yang
disukai.Walaupun ada banyak hal dalam dirasakan sekarang dan sebelum menikah
pernikahan yang tidak sesuai ekspektasi nampak mereka sudah bisa menerima dan
dan impian yang tidak tercapai tetapi menjalani kehidupan mereka yang
mereka bisa melakukan penyesuaian sekarang. Partisipan P6 memiliki jawaban
dengan baik. Hasil wawancara terhadap yang berbeda, yaitu kebahagiaan dan
tiga partisipan mengungkapkan bahwa kepuasan dalam pernikahan baik itu cinta
mereka menyesuaikan diri dengan sikap maupun yang lainnya tidak dia
cuek karena mereka yang menjalani dan rasakan/alami, bahkan dari aspek ekonomi
mengurus rumah tangga. Jika terdapat pun tidak dinafkahi dan pasangannya
masalah dibicarakan baik-baik dan yang emosional. Akan tetapi partisipan tetap
penting mengurus rumah tangga serta menerimanya dengan sabar dan selalu
membahagiakan keluarga. Menurut P2 berdoa. Sama halnya dengan P4 yang
cara penyesuain tergantung dari diri ketika ditanya perbedaan yang dirasakan
masing-masing dan saling menyadari sebelum dan setelah menikah, partisipan
status. Begitu juga dengan P7 yang menjawab bahwa dia menyesal menikah di
menyesuaikan diri dengan statusnya yang usia sekarang.
sekarang mengikuti alur dan memposisikan
diri dengan baik. Berbeda dengan P4 dan Dampak Pernikahan dini bagi
P6 yang menyadari bahwa pasangannya Kesehatan Mental Perempuan
sudah memiliki sifat kepribadian seperti itu Hasil wawancara ditemukan adanya
dan sedikit menyesal karena impiannya dampak pernikahan dini terhadap
tidak mau menikah usia dini tetapi kesehatan mental partisipan. Adanya
menjalani saja, sehingga menyesuaikan konflik yang mereka hadapi dalam rumah
diri dengan cara lebih banyak diam dan tangga, cara mereka menangani masalah
sabar. dan cara mereka menghadapi tanggapan
lingkungan luar, serta dampak lainnya
Berdasarkan komunikasi, kebutuhan dalam rumah tangga. Selain itu perubahan-
ekonomi, mengenal kepribadian dan dapat perubahan yang mereka alami dalam hidup
menyesuaikan diri merupakan suatu mereka dan pengalaman yang mereka
kepuasan dan kebahagiaan dalam dapatkan setelah menikah, ikut pula
pernikahan yang dapat meningkatkan berpengaruh. Faktor penyebab terjadinya
kualitas pernikahan. Semuanya itu atas konflik pada semua partisipan sangat
dasar dengan jalinan cinta, kasih sayang beragam. Pada P1 penyebabnya perasaan
dan keharmonisan yang saling mendukung, cemburu karena bermain hp, dan dalam
mengelola ekonomi sama-sama, menangani konflik sama-sama saling
menghindari perdebatan dan perlakuan meredakan ego. Begitu juga partisipan lain
yang baik. Dari hasil wawancara partisipan yang penyebab konfliknya adalah P2
mengungkapkan suami mereka bukan suami sering main game sampai lupa
orang yang romantis, biasa saja tetapi waktu, P3 bertengkar karena masalah
dengan perhatian, bertanggung jawab, rajin keuangan dan cara menanganinya P3
dan mengingat setiap hari spesial seperti mengatakan mengatur keuangan dengan
hari ulang tahun sudah membuat mereka baik dan P7 masalah anak dan cara
senang dan menurut mereka itu hal menanganinya P7 sama suami saling
romantisnya. Walaupun partisipan tidak membahasnya dengan baik . Berbeda
menunjukan rasa cinta mereka secara jelas dengan P4 dan P6 yang penyebab konflik
akan tetapi hal ini menggambarkan adalah karena suami selingkuh dan P6

300
Jurnal Keperawatan Jiwa (JKJ): Persatuan Perawat Nasional Indonesia
Volume 9 No 2 Hal 293 - 310, Mei 2021, e-ISSN 2655-8106, p-ISSN2338-2090
FIKKes Universitas Muhammadiyah Semarang bekerjasama dengan PPNI Jawa Tengah

selain diselingkuhin juga tidak dinafkahi. partisipan lebih memilih untuk


Pertengkaran pun terjadi akibat sifat yang menyelesaikan sendiri dan jika sudah
emosional, sering marah- marah dan kasar. terlampau besar baru melibatkan keluarga.
Partisipan sebagai istri hanya mampu
menerima dan sabar, serta lebih berusaha Pernyataan partisipan mereka merasakan
untuk memahami. banyak sekali perubahan setelah menikah
dan perubahan tersebut sangat
Selain konflik yang terjadi, terdapat pula mempengaruhi aspek dalam kehidupan
penyesalan dan tekanan berat yang mereka, terutama aspek sosial. dari hasil
dirasakan partisipan dalam pernikahan wawancara P1 mengatakan mengalami
mereka. P2 menyatakan menyesal menikah perubahan pada sifatnya yang dulunya
di usia dini karena belum mempunyai egois setelah menikah sudah berkurang
pekerjaan dan suami juga belum bekerja dan dulunya suka jalan-jalan sama teman-
juga harus mengurus anak jadi membuat teman setelah menikah sudah sangat jarang
beban pikiran dan sama halnya dengan P3 hal ini karena sudah menikah dan juga
yang merasa menyesal terlanjur menikah punya anak. sama halnya dengan P2, P5,
usia dini dikarenakan susah mencari P4 dan P6 yang memberi pernyataan
pekerjaan dan menyesal harusnya tidak bahwa dalam aspek sosialnya mereka
menikah padahal sudah SMA kelas 2 tetapi sudah tidak seperti dulu yang bergaul dan
P3 mencoba mengiklaskan dan lebih banyak tanggung jawab setelah
menjalaninya. Berbeda dengan P4 dan P6 menikah karena sudah menjadi istri dan
yang merasa menyesal menikah di usia memiliki anak serta P3 juga merasakan
dini dan tekanan hidup yang mereka perubahannya P3 lebih tidak mudah
rasakan karena suami mereka melakukan tersinggung tidak seperti dulu karena
kekerasan dan P6 tidak suka suaminya sudah menikah dan memiliki anak juga P7
pemabuk dan suka judi tetapi P4 dan P6 mengatakan dulunya pelit sering makan
hanya menerimanya dengan sabar. sembunyi-sembunyi tetapi setelah menikah
Walaupun tidak sedikit partisipan yang sudah tidak lagi karena sudah memiliki
merasakan menyesal, merasa tertekan dan keluarga dan anak jadi harus berbagi selain
menghadapi pengalaman hidup negatif, itu P6 juga tidak seperti dulu yang suka
namun ada juga partisipan yang merasa jalan-jalan. Perubahan yang dialami
bahagia dan merasa biasa saja menikah di sebagian partisipan merasa nyaman dan
usia dini. Partisipan P1, P5 dan P7 merasa tiga partisipan tidak merasa nyaman karena
sangat bahagia, tidak ada rasa penyesalan, merasa tidak bebas. Pada lingkungan
dan tidak merasa tertekan maupun semua partisipan tidak terlalu memikirkan
mengalami pengalaman negatif hanya saja yang dikatakan lingkungan luar, tidak
P1 kadang merasa Khawatir jika suaminya merasa canggung saat keluar dan
pergi keluar karena takut suaminya mengatasinya dengan cuek tidak peduli.
melakukan hal yang tidak diinginkan. P4 Namun partisipan P2, P3, P5 dan P6
dan P6 mengungkapkan mereka merasa canggung untuk keluar dan merasa
mengalami KDRT dipukul dan kurang percaya diri; partisipan
diperlakukan kasar; bahkan pernah suami mengatasinya hanya sabar dan cuek saja.
membawa masuk wanita selingkuhannya
ke kamar sehingga pernah berniat ingin PEMBAHASAN
berpisah (cerai) tetapi masih banyak Tabel 1 karakteristik partisipan dalam
pertimbangan. Selain itu, anak dari P6 penelitian ini perempuan yang berstatus
dirawat oleh mama dari keluarga suami sudah menikah secara sah dengan usia
karena tidak dinafkahi. Dalam menangani rata-rata menikah pada usia dini 17-19
permasalahan yang terjadi semua tahun dan semuanya mempunyai 1 anak.

301
Jurnal Keperawatan Jiwa (JKJ): Persatuan Perawat Nasional Indonesia
Volume 9 No 2 Hal 293 - 310, Mei 2021, e-ISSN 2655-8106, p-ISSN2338-2090
FIKKes Universitas Muhammadiyah Semarang bekerjasama dengan PPNI Jawa Tengah

Usia pernikahan partisipan berkisar antara perkawinan secara rasional sebagai proses
11 bulan hingga 3 tahun. Perkerjaan yang dilalui oleh individu atas dasar
partisipan rata-rata tidak bekerja atau ibu pilihannya (Oktarina, Lindha, Mahendra,
rumah tangga (IRT) dan pekerjaan suami & Demartoto, 2015).
dari semua partisipan sebagai wiraswasta
baik itu pedagang, tukang parkir dan sopir Berdasarkan pemahaman di atas dapat
angkot. disimpulkan pemaknaan pernikahan dari
sudut pandang perempuan untuk memiliki
Pemahaman Pernikahan dan Tujuan keturunan dan membentuk keluarga supaya
Pernikahan Perempuan dapat hidup bersama dalam mengurus
Pernikahan adalah sesuatu yang sangat keluarga, oleh karena itu pernikahan
penting bagi semua orang khususnya merupakan sebuah kewajiban yang harus
perempuan karena berhubungan antara dua dilakukan yang mana menurut Duval dan
orang yang memiliki perbedaan disatukan Miller (1985) perkawinan dikenal sebagai
dalam sebuah ikatan dengan tujuan untuk hubungan antara laki-laki dan perempuan
membentuk keluarga yang bahagia. yang memberikan keturunan dan membagi
Membentuk keluarga bukan saja antara peran antara suami-istri (Oktarina dkk,
istri dan suami tetapi membentuk dan 2015). Jadi pernikahan itu menyatukan
menyatukan kedua keluarga. Hal ini dengan tujuan membentuk keluarga dan
berhubungan dengan teori Harianto dan memiliki keturunan. Hal ini juga didukung
Hamidi (2012) yang mengatakan oleh Undang-Undang yang mengatur
pernikahan bukan hanya menyangkut tentang pernikahan dalam Bab 1 Pasal 1
pribadi kedua calon suami maupun istri, Undang-Undang Republik Indonesia
akan tetapi juga menyangkut kedua Nomor 1 Tahun 1974 yang merumuskan
keluarga (Pierewan, 2017). perkawinan adalah ikatan lahir batin antara
seorang pria dan seorang wanita sebagai
Berdasarkan hasil penelitian pemahaman suami istri dengan tujuan membentuk
dan tujuan perempuan dalam pernikahan keluarga yang bahagia dan kekal
bahwa pernikahan itu : berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
a. Dapat disatukan dan memiliki
keturunan Pernikahan yang sah adalah pernikahan
Pemahaman perempuan lebih mengarah yang sudah dilaksanakan sesuai syarat dan
pada pernikahan itu untuk memiliki prosedur yang ditentukan dalam peraturan
keturunan. Hal ini sejalan dengan pernikahan pasal 2 ayat 2 Undang-Undang
penelitian (Setiawati, 2017) yang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974
mengatakan pernikahan suatu kesepakatan yang memberi peraturan tiap perkawinan
antara pria dan wanita untuk membentuk dicatat menurut peraturan perundang-
sebuah keluarga dan meneruskan undangan yang berlaku. Hal ini juga
keturunan. berhubungan dengan pendapat Scholten
yang mengatakan perkawinan merupakan
b. Membentuk Keluarga dan mengurus seseorang yang hidup bersama dan telah
keluarga diakui oleh negara dan agama (Sumarno &
Pernikahan Merupakan perpindahan dari Mh, 2015). Pernikahan adalah suatu ikatan
masa lajang ke masa dimana sudah dan juga status yang akan membedakan
berstatus menikah dan masuk dalam hidup bahwa seseorang itu sudah berstatus
berkeluarga dan membentuk sebuah menikah atau lajang dan dalam
keluarga dengan tujuan menjadi satu menentukan sebuah pilihan yang berhak
keluarga yang bahagia. Hal ini didukung menentukan sebuah status pernikahan
dalam penelitian yang menyatakan makna adalah diri sendiri karena menurut

302
Jurnal Keperawatan Jiwa (JKJ): Persatuan Perawat Nasional Indonesia
Volume 9 No 2 Hal 293 - 310, Mei 2021, e-ISSN 2655-8106, p-ISSN2338-2090
FIKKes Universitas Muhammadiyah Semarang bekerjasama dengan PPNI Jawa Tengah

pandangan perempuan yang akan yang seharusnya dilakukan pada usianya


menjalaninya mereka sendiri. (Nur Hikmah, H. Ach. Faisol, 2020).

Pernikahan Usia Dini Berdasarkan penelitian terdapat faktor


Pernikahan dini merupakan pernikahan di penyebab perempuan menikah di usia dini,
bawah umur yang mana menikah pada usia yaitu: faktor hamil diluar nikah dan faktor
yang masih muda 19 tahun kebawah. Pada kemauan sendiri serta faktor ekonomi.
usia muda yang seharusnya belum ada a. Faktor Hamil di Luar Nikah
kesiapan untuk melaksanakan pernikahan Umur yang masih muda belum ada
dan berdasarkan pengertian dari penelitian kesiapan untuk menikah secara berpikir
(Setiawati, 2017) pernikahan dini adalah belum dewasa, secara mental belum siap
pernikahan yang belum mencapai batas dan dari segi sifat masih labil tetapi harus
usia minimal menurut Undang-Undang menikah di usia yang sangat muda karena
Nomor 16 Tahun 2019 tentang perubahan faktor hamil. Saat anak perempuan telah
atas Undang-Undang No 01 Tahun 1974 dalam keadaan hamil, maka orang tua akan
tentang Perkawinan, ketentuan yang langsung mengurus untuk menikahkan
diubah pada pasal 7 ayat 1 menyatakan anaknya. Berdasarkan penelitian walaupun
bahwa perkawinan hanya diizinkan apabila rasa tidak ingin untuk menikah di usia
pria dan wanita sudah mencapai usia 19 muda tetapi tidak mau membuat orang tua
tahun. malu dan tidak mau anaknya tidak
memiliki ayah jadi harus menikah. Sejalan
Batasan usia yang disebutkan dalam dengan penelitian (Alfina dkk, 2016) yang
Undang-Undang pada prinsipnya supaya mengatakan pada dasarnya orang tua juga
ketika orang yang akan menikah sudah tidak setuju dengan calon menantunya
memiliki kesiapan dalam berpikir, tetapi anak perempuannya sudah terlanjur
kesiapan mental dan fisik serta memiliki hamil, maka dengan terpaksa menikahkan
tujuan yang jelas dalam pernikahan. anaknya. Pacaran anak muda yang terkesan
Berdasarkan penelitian usia ideal yang terlalu dewasa dan tidak terkontrol yang
diinginkan perempuan untuk menikah, kadang membuat mereka masuk pada fase
yaitu usia lebih dari 20 tahun. Hal ini coba-coba sehingga terjadilah kehamilan di
menunjukan bahwa sebenarnya perempuan luar nikah yang kemudian berdampak pada
tidak menginginkan menikah di usia yang masa depannya dan harus mengalami putus
terlalu muda tetapi karena berbagai faktor sekolah. Hal ini juga diperkuat oleh orang
yang terjadi akhirnya mengambil tua perempuan yang mengatakan
keputusan untuk menikah. Menurut menikahkan anaknya bukan karena
pandangan perempuan dalam hasil anaknya ingin hidup sendiri melainkan
penelitian bahwa pernikahan usia dini anaknya sering jalan sama pacarnya
sangat susah menjalaninya dan harus sehingga anaknya hamil jadi orang tua
menjadi orang yang dewasa dalam berpikir menikahkan anaknya. Hal ini menunjukan
serta banyak impian yang ingin dicapai. adanya pengaruh lingkungan dalam
Hal ini didukung oleh penelitian Alfa lingkup pergaulan yang menjadi
(2019:52) yang mengatakan pernikahan pendorong untuk melakukan hubungan
usia dini sangat mempengaruhi masa seksual. Sejalan dengan penelitian (Sari
depan perempuan karena perempuan yang dkk, 2020) yang mengatakan semakin
sudah menikah mempunyai lebih banyak banyak mendengar, melihat dan
tanggung jawab, sehingga membatasi mendengar cerita dari teman mengenai
perempuan dan tidak mempunyai pengalaman seksual maka semakin kuat
kesempatan untuk melakukan berbagai hal stimulasi yang mendorong perilaku seksual
tersebut.

303
Jurnal Keperawatan Jiwa (JKJ): Persatuan Perawat Nasional Indonesia
Volume 9 No 2 Hal 293 - 310, Mei 2021, e-ISSN 2655-8106, p-ISSN2338-2090
FIKKes Universitas Muhammadiyah Semarang bekerjasama dengan PPNI Jawa Tengah

b. Faktor kemauan sendiri berfokus pada tugas dan fungsi masing-


Berdasarkan hasil penelitian selain faktor masing istri yang mengurus anak dan
hamil di luar nikah alasan perempuan rumah sedangkan suami bekerja, jika
menikah di usia dini karena kemauan duduk berdua tidak ada pembicaraan yang
sendiri dengan tujuan tidak mau serius hanya bermain-main dengan anak
membebani orang tua lagi dan masalahnya dan istri yang selalu mengajak duluan
dengan ekonomi. Hasil penelitian ini juga untuk sekedar membahas masalah
diperkuat oleh salah satu kerabat yang kelanjutan kehidupan keluarga suami tidak
mengatakan kemauan menikah atas pernah inisiatif duluan dan kadangkala istri
keinginan sendiri karena tidak mau memerlukan penyesuaian diri dengan baik
membebani orang tua dan masih terdapat sama sifat suami supaya dapat terjalin
adek yang sekolah yang membutuhkan komunikasi dengan suami. Hal ini di
banyak biaya sehingga mengambil dukung oleh Puspitawati & Setioningsih,
keputusan untuk menikah. Tanggapan dari (2011) yang menemukan semakin lemah
orang tua saat itu memberikan persetujuan komunikasi dalam hubungan maka
karena anaknya sudah tidak mau lagi semakin menurun kualitas perkawinan
sekolah. Hal ini menunjukan bahwa yang dirasakan, sejalan dengan teori
penyebab dari pernikahan dini ini juga atas Wuryandari, Indrawati dan Siswati (2010)
dasar faktor ekonomi yang rendah kebahagiaan dan kepuasan pernikahan
sehingga berkeinginan untuk menikah. didominasi oleh komunikasi yang baik dari
Menurut Humaidi dan Amperaningsih masing-masing serta kesepakatan yang
(2014) menyebutkan status ekonomi yang telah dibicarakan bersama (Tyas &
rendah akan berisiko untuk menikah usia Herawati, 2017).
dini (Kumaidi Yuliati, 2014). Hal ini
sejalan dengan penelitian yang mengatakan b. Komitmen
pernikahan diharapkan dapat menjadi Komunikasi yang lancar juga dapat
solusi untuk mengurangi beban ekonomi menjaga sebuah komitmen antara pasangan
(Syalis & Nurwati, 2020). karena dalam sebuah ikatan pernikahan
menjaga komitmen bukan sesuatu yang
Kualitas Pernikahan Perempuan mudah. Seorang anak perempuan yang
Kualitas pernikahan dapat dilihat dari menikah di usia dini, umumnya masih
kebahagiaan dan kepuasan pernikahan ingin menikmati masa mudanya dan
dengan meliputi ekonomi, komunikasi, meluaskan pergaulannya, akan tetapi harus
kepribadian pasangan, komitmen, dikurangi karena sudah berstatus menikah
penyesuaian dan cinta (Tyas & Herawati, dan ingin menjaga komitmen sama
2017). pasangannya. Berdasarkan penelitian
a. Komunikasi dalam menjaga komitmen istri selalu
Komunikasi merupakan sesuatu yang berusaha untuk selalu terbuka dengan
sangat penting dalam sebuah hubungan suami menceritakan dan mengungkapkan
pernikahan karena dengan komunikasi segalanya ke suami tetapi terkadang istri
yang lancar dan saling terbuka satu sama merasa khawatir dengan suami yang tidak
lain akan membuat hubungan selalu dapat menjaga komitmen. Hal ini
harmonis dan awet. Berdasarkan penelitian menunjukan dalam menjaga sebuah
kualitas pernikahan dari segi komunikasi komitmen dengan pasangan sangat tidak
perempuan dengan suaminya masih kurang mudah dan memerlukan komunikasi dan
komunikasinya hanya seperti biasa tidak keterbukaan antara pasangan. Sejalan
ada komunikasi yang intens seperti duduk dengan penelitian Rizkillah, (2014) dan
berdua membicarakan atau membahas Nuraini, (2004) tingkat kebahagiaan yang
kehidupan keluarga selanjutnya dan hanya tertinggi pada komitmen pernikahan istri

304
Jurnal Keperawatan Jiwa (JKJ): Persatuan Perawat Nasional Indonesia
Volume 9 No 2 Hal 293 - 310, Mei 2021, e-ISSN 2655-8106, p-ISSN2338-2090
FIKKes Universitas Muhammadiyah Semarang bekerjasama dengan PPNI Jawa Tengah

menunjukan selalu menjaga komitmen sejak pacaran dan menerima segala


pernikahan dan hal ini tercapai dengan kepribadiannya baik yang disukai maupun
adanya keterbukaan antara pasangan yang tidak disukai sekalipun. Hal ini
sehingga dapat menjaga komitmen didukung oleh penelitian Brehm (2002)
pernikahan (Tyas & Herawati, 2017). dalam (Indriani, 2014) yang mengatakan
kepribadian dapat mempengaruhi
c. Kebutuhan Ekonomi hubungan seseorang dengan pasangannya,
Kebutuhan ekonomi merupakan salah satu karena kepribadian merupakan salah satu
topangan kebutuhan dalam pernikahan. yang paling penting dalam sebuah
Pada aspek ekonomi dalam kualitas hubungan untuk dapat melakukan
pernikahan menyatakan istri sering penyesuain diri dengan pasangan supaya
berdebat dengan pasangan mengenai tercapainya kualitas pernikahan yang baik.
keuangan. Berdasarkan penelitian
kebutuhan ekonomi masih bergantung e. Penyesuaian
pada orang tua karena masih tinggal Penyesuaian dilakukan untuk menyatukan
bersama orang tua, sehingga separuh dua kepribadian yang berbeda, sehingga
kebutuhan ekonomi ditanggung orang tua memerlukan pengenalan kepribadian
sampai ke kebutuhan anak juga ditanggung supaya dapat menjalin hubungan yang
oleh orang tua walaupun suami bekerja baik. Berdasarkan penelitian
tetapi sedikit dari kebutuhan dalam perempuan/istri berusaha untuk
pernikahan mereka di bantu oleh orang tua. menyesuaikan diri dengan pasangan
Hal ini menunjukan rumah tangga dengan menerima, memahami kepribadian
pernikahan dini belum ada kemandirian pasangan walaupun dalam pernikahan
dan masih bergantung sama orang tua terdapat banyak hal yang tidak sesuai
masing-masing keluarga dan secara dengan ekspektasi dan juga banyak impian
kecukupan sebagian kebutuhan bahkan yang sudah dipikirkan tidak tercapai dalam
tidak cukup. Hal ini sejalan dengan pernikahannya, akan tetapi istri berusaha
penelitian Higginbotham dan felix (2009) untuk bisa sabar dan menerimanya dengan
menyatakan permasalahan ekonomi berusaha memposisikan diri dengan baik
membuat berkurangnya kehangatan dalam sebagai seorang istri. Hal ini ditunjang
pernikahan serta risiko konflik dan tekanan oleh penelitian yang mengatakan
dalam pernikahan (Tyas & Herawati, penyesuaian dalam pernikahan yang
2017). Kebutuhan ekonomi dapat menjadi kemampuannya paling tinggi terhadap
konflik dalam rumah tangga dan bisa kualitas pernikahan adalah kepuasan
menurunkan serta mempengaruhi kualitas pernikahan yang dirasakan (Rahmah dkk,
pernikahan, jika tidak terpenuhi dengan 2017). Hal ini menunjukan bahwa
baik. pentingnya penyesuaian pernikahan untuk
mencapai kepuasan dan kebahagiaan
d. Mengenal Kepribadian Pasangan dalam meningkatkan kualitas pernikahan.
Mengenal kepribadian pasangan perlu Hal ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan supaya lebih saling mengenal mengatakan dalam pernikahan perempuan
kepribadian dan sifat masing-masing. lebih banyak mengalami kesulitan untuk
Walaupun dari tahap pacaran sudah saling penyesuaian diri sehingga perempuan
mengenal tetapi ketika saat sudah menikah kadang merasa tidak puas dengan
akan terlihat semua karakternya yang tidak kehidupan pernikahannya (Indriani, 2014).
pernah di tunjukin. Berdasarkan penelitian
dalam mengenal kepribadian pasangan, f. Cinta (kasih sayang)
istri lebih mengamati, menyesuaikan Berdasarkan sekian aspek kepuasan dan
dengan kepribadian yang sudah diketahui kebahagiaan pernikahan dalam

305
Jurnal Keperawatan Jiwa (JKJ): Persatuan Perawat Nasional Indonesia
Volume 9 No 2 Hal 293 - 310, Mei 2021, e-ISSN 2655-8106, p-ISSN2338-2090
FIKKes Universitas Muhammadiyah Semarang bekerjasama dengan PPNI Jawa Tengah

meningkatkan kualitas pernikahan salah menanganinya sangat tidak mudah bagi


satu yang penting jika tidak terpenuhi perempuan yang menikah di usia dini,
maka mempengaruhi kualitas pernikahan, karena dengan sifat, cara berpikir yang
yaitu cinta kasih sayang antara pasangan kurang dewasa dan masih labil emosian
dan perasaan nyaman yang dirasakan. yang kadang dapat berdampak pada
Dapat dilihat yang dirasakan oleh mental. Berdasarkan hasil penelitian untuk
perempuan dari hasil penelitian sebagian menangani konflik perempuan lebih
perempuan dalam penelitian ini merasa belajar untuk sabar, memahami sifat
nyaman dengan perubahan yang sekarang, pasangan jika suaminya marah maka istri
merasa disayang suami dengan perhatian, harus tenang, lebih menerima semuanya
kerja kerasnya, membantu dalam dan merendahkan ego supaya konfliknya
mengurus anak walaupun perhatiannya tidak berkepanjangan. Dari penelitian ini
sekarang lebih ke anak tetapi hal itu yang menemukan dampak dari konflik yang
membuat istri merasa bahagia dan nyaman terjadi dalam pernikahan dini dan juga
dan juga mengingat setiap hari spesial, berdasarkan hasil penelitian selain dampak
seperti hari ulang tahun, walaupun tidak negatif pada psikologis terdapat sisi positif
terlalu menunjukan cintanya tetapi hal pada pernikahan dini.
kecil ini sudah menggambarkan semuanya.
Hal ini didukung oleh teori Lavigne, a. Dampak Psikologis
Karney Bradbury (2014) kepuasaan dan Dampak psikologis yang dirasakan
kebahagiaan pernikahan ditunjukkan perempuan/istri berdasarkan temuan
dengan rasa cinta dan mengekspresikan penelitian:
pada pasangan dengan kasih sayang secara 1. Kecemasan
terus menerus (Tyas & Herawati, 2017). Kecemasan merupakan suatu gejala
psikologis yang dirasakan karena perasaan
Cinta kasih sayang yang dirasakan tidak takut dan khawatir akan sesuatu hal,
semua perempuan dalam penelitian ini sehingga membuatnya menjadi sebuah
merasakan hal itu, berdasarkan hasil tekanan yang berat. Menurut Ardianto
penelitian perempuan tidak merasakan (2013) kecemasan adalah emosi yang tidak
jalinan cinta maupun kasih sayang, menyenangkan, seperti perasaan tidak enak
perempuan merasa tertekan dan merasa dan was-was yang ditandai dengan
tidak nyaman dalam pernikahan ini tetapi kekhawatiran dan rasa takut yang dialami
perempuan hanya bisa sabar dengan dalam situasi yang berbeda-beda (Kumbara
keadaan yang terjadi, akan tetapi menurut dkk, 2019). Hal ini sejalan dengan hasil
penelitian bahwa pencapaian pada aspek penelitian yang menunjukan perempuan
cinta di tunjukan oleh hampir seluruh istri merasa menyesal menikah di usia dini,
merasa puas dengan pasangan yang tertekan dengan kondisi pernikahannya dan
mencintainya (Tyas & Herawati, 2017). perasaan khawatir atau was-was setiap
Hal ini berarti bahwa dalam penelitian ini suaminya pergi keluar. Perasaan khawatir
perempuan kurang merasa puas dalam suami pergi keluar bertemu dengan wanita
pernikahan sehingga mempengaruhi lain. Hal ini juga diperkuat oleh salah satu
kualitas pernikahan karena tidak kerabat dalam penelitian ini yang
merasakan kasih sayang atau cinta dari mengungkapkan kekhawatiran yang
pasangannya. dirasakan perempuan berubah menjadi
sifat yang sangat posesif terhadap
Dampak Pernikahan dini bagi suaminya dikarenakan masa lalu partisipan
Kesehatan Mental Perempuan yang adalah anak broken home, yang mana
Masalah atau konflik yang dihadapi dalam anak dengan latar belakang orang tua yang
sebuah hubungan pernikahan dan cara sudah cerai lebih mempunyai rasa khawatir

306
Jurnal Keperawatan Jiwa (JKJ): Persatuan Perawat Nasional Indonesia
Volume 9 No 2 Hal 293 - 310, Mei 2021, e-ISSN 2655-8106, p-ISSN2338-2090
FIKKes Universitas Muhammadiyah Semarang bekerjasama dengan PPNI Jawa Tengah

yang tinggi saat sudah menikah karena kematangan mental merupakan aspek yang
khawatir jika hal itu akan terjadi juga sangat penting untuk menjaga
dalam pernikahannya dan tidak ingin kelangsungan pernikahan karena usia di
anaknya merasakan yang di rasakan juga. bawah umur belum siap secara mental,
Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan masih labil dan belum bisa mengendalikan
oleh Agoes Dariyo (2008: 168- 169) emosi sehingga permasalahan dalam
bahwa salah satu dampak dari broken rumah tangga bisa berujung kekerasan
home adalah traumatis bagi anak-anaknya dalam rumah tangga (KDRT).
seperti pandangan negatif tentang
pernikahan, orang tua dan bayang-bayang Selain itu, ditemukan bahwa penyesalan
kekhawatiran pada pernikahannya kelak yang dirasakan istri karena tidak bisa untuk
(Tri, Ndari, 2016). Hal ini menunjukan mendapatkan pekerjaan karena hanya
kecemasan yang dialami perempuan ijazah SMP dan SMA sehingga membuat
sebagai seorang istri dalam pernikahan dini beban pikiran pada istri dan konflik yang
dapat diartikan sebagai perasaan yang terjadi terkadang mengenai keuangan. Hal
menggambarkan ketakutan dan ini sejalan dengan teori Walgito, (2000:32)
kekhawatiran menghadapi masalah yang kematangan sosial ekonomi dalam
akan terjadi dalam pernikahannya. pernikahan sangat diperlukan karena
merupakan penyangga dalam memenuhi
2. Stres kebutuhan keluarga. Ekonomi merupakan
Pernikahan usia dini merupakan sebuah pegangan untuk bisa melanjutkan
pernikahan dibawah umur yang mana kehidupan dan memenuhi kebutuhan
belum ada kesiapan dalam (Syalis & Nurwati, 2020). Pada hasil
berpikir,emosional dan masih labil, penelitian ditemukan terdapat tekanan
sehingga seringkali masalah yang timbul yang dirasakan perempuan selain suami
dalam hubungan menyelesaikannya yang kasar juga tidak pernah dinafkahi,
dengan cara yang salah. Ketidaksiapan ini sehingga untuk keperluan, seperti makan
yang pada akhirnya memberikan efek sehari-hari bergantung sama orang tua. Hal
dalam hubungan pernikahan. Karena masih ini menunjukan ekonomi memiliki
belum dewasa dalam berpikir dan salah pengaruh yang besar pada kehidupan
satu dampak adalah stress. Menurut pernikahan. Hal ini sejalan dengan
Hawari, (2006) pemicu stres dalam penelitian Tyas (2017) yang menyebutkan
pernikahan biasanya karena sosial ekonomi tingginya tekanan ekonomi dapat
dan tekanan yang dirasakan dalam menyebabkan kehidupan keluarga tidak
pernikahan (Destia, 2016). Berdasarkan membahagiakan dan hal ini juga didukung
penelitian perempuan merasa tertekan oleh teori Hawari, 1997:48 stres yang
dengan sifat suami yang emosian yang dirasakan pada umumnya pada pernikahan
tidak pernah berubah, kadang merasa tidak karena problem keuangan (Syalis &
ada kebebasan karena suami cemburuan Nurwati, 2020).
bahkan sampai mengalami kekerasan
dalam rumah tangga diakibatkan Selain stres yang dirasakan perempuan
perselingkuhan suami yang membuat karena perselingkuhan, KDRT dan tekanan
beban pikiran bagi istri. Keputusan untuk yang dialami dalam pernikahan dini.
bercerai yang selalu terpikiran oleh istri Berdasarkan hasil penelitian perempuan
tetapi tidak dilakukan karena mengingat merasa terganggu, canggung dan stres
anak yang masih kecil dan akhirnya istri memikirkan yang dikatakan lingkungan
hanya bisa bersabar, menerima semuanya luar sehingga membuat perasaan tidak
dan berdoa untuk kehidupan enak keluar rumah karena sering dilihatin
pernikahannya. Hal ini menunjukan dan dibicarain sama orang-orang.

307
Jurnal Keperawatan Jiwa (JKJ): Persatuan Perawat Nasional Indonesia
Volume 9 No 2 Hal 293 - 310, Mei 2021, e-ISSN 2655-8106, p-ISSN2338-2090
FIKKes Universitas Muhammadiyah Semarang bekerjasama dengan PPNI Jawa Tengah

Perkawinan usia muda dalam menjalin keturunan dan membentuk keluarga


hubungan dengan lingkungan maupun itu Kualitas pernikahan perempuan pada aspek
tetangga atau lingkungan sekelilingnya kepuasaan dan kebahagiaan dalam
belum bisa menyesuaikan atau terjalin pernikahan yang diungkapkan partisipan
secara baik. Hal ini sejalan dengan ada pada tingkat rendah di lihat dari
penelitian Ermawan (2014) mengatakan komunikasi, komitmen, kebutuhan
bahwa perempuan yang menikah usia dini ekonomi, mengenal kepribadian,
memiliki gangguan kesehatan mental, penyesuaian, cinta (kasih sayang),
tidak dapat mengendalikan emosi dan sehingga mempengaruhi kualitas
mengelola stres, sehingga jika tidak dapat pernikahan akibat adanya komunikasi yang
menyesuaikan diri dengan lingkungan dan kurang baik antara istri dengan suaminya,
dengan status yang baru maka dapat komitmen dalam sebuah hubungan masih
mengakibatkan timbulnya stres (Destia, kurang, secara kebutuhan ekonomi belum
2016). mandiri masih dibantu sama orang tua
masing-masing, istri belum terlalu
b. Dampak Positif memahami kepribadian pasangan dan
Selain dampak negatif psikologisnya menerima serta memahami baik- buruk
terdapat dampak positif yang menjadi pasangannya. Bentuk emosional yang
temuan dalam penelitian ini yang muncul sebagai dampak pernikahan adalah
dirasakan perempuan. Dampak positif ini kecemasan dan stress, sementara sisi yang
yang membuat perempuan dapat dianggap positif ialah terjadinya perubahan
menyesuaikan diri dengan baik dan selalu sifat yang lebih baik (Dewasa).
sabar menerima semuanya. Berdasarkan
hasil penelitian perempuan mengalami DAFTAR PUSTAKA
banyak perubahan setelah menikah, yang Alfina, R., Akhyar, Z., & Matnuh, H.
dulunya egois setelah menikah sudah (2016). Implikasi Psikologis
mulai berkurang, suka bergaul dan jalan- Pernikahan Usia Dini Studi Kasus Di
jalan setelah menikah sudah jarang, Kelurahan Karang Taruna
dulunya malas sekarang lebih banyak Kecamatan Pelaihari Kabupaten
tanggung jawab harus bisa mengurus Tanah Laut. Jurnal Pendidikan
rumah, lebih rajin untuk beribadah dan Kewarganegaraan, 6(2), 1021–1032.
lebih penyabar tidak mudah tersinggung. https://ppjp.ulm.ac.id/journal/index.p
Hal ini menunjukan dalam pernikahan dini hp/pkn/article/view/2332/2039
terdapat sisi positifnya dan bukan hanya
hal buruk atau negatifnya saja. Hal ini juga Badan Pusat Statistik, (2015). Perkawinan
sejalan Kumalasari yang mengatakan Usia Anak di Indonesia 2013 dan
pernikahan dini tidak memberikan dampak 2015, Jakarta :Badan Pusat Statistik.
yang buruk, masih ada dampak positifnya https://www.bps.go.id/publication/20
yang bisa dicermati dan juga didukung 17/12/25/b8eb6232361b9d990282ed/
oleh penelitian Beta Sardi 2016 bahwa perkawinan-usia-anak-di-indonesia-
dampak positif pernikahan usia dini dapat 2013-dan-2015-edisi.html
memberikan pengajaran pada anak untuk
mempunyai rasa tanggung jawab dan Badan Pusat Statistik, (2014). Perkawinan
belajar untuk hidup mandiri (Sari dkk, Usia Anak di Indonesia 2013 dan
2020). 2015, Jakarta : Badan Pusat Statistik.
https://media.neliti.com/media/public
SIMPULAN ations/48190-ID-perkawinan-usia-
Pemaknaan pernikahan dari sudut pandang anak-di-indonesia-2013-dan-
perempuan adalah untuk memiliki 2015.pdf

308
Jurnal Keperawatan Jiwa (JKJ): Persatuan Perawat Nasional Indonesia
Volume 9 No 2 Hal 293 - 310, Mei 2021, e-ISSN 2655-8106, p-ISSN2338-2090
FIKKes Universitas Muhammadiyah Semarang bekerjasama dengan PPNI Jawa Tengah

Badan Pusat Statistik, (2016). Perkawinan http://journal.unair.ac.id/download-


Usia Anak di Indonesia 2013 dan fullpapers-jpkk20a774a1b6full.pdf
2015, Jakarta : Badan Pusat Statistik.
https://www.bps.go.id/publication/20 Kumaidi Yuliati, K. A. (2014). Sikap dan
16/01/04/aa6bb91f9368be69e00d036 Status Ekonomi dengan Pernikahan
d/kemajuan-yang-tertunda--analisis- Dini pada Remaja Putri. Jurnal
data-perkawinan-usia-anak-di- Kesehatan, 5(2), 131–136.
indonesia.html https://ejurnal.poltekkes-
tjk.ac.id/index.php/JK/article/view/4
Badan Pusat Statistik, (2017). Perkawinan 4
Usia Anak di Indonesia 2013 dan
2015, Jakarta : Badan Pusat Statistik. Kumbara, H., Metra, Y., & Ilham, Z.
http://www.koalisiperempuan.or.id/w (2019). Analisis Tingkat Kecemasan
p- (Anxiety) dalam Menghadapi
content/uploads/2017/12/Lampiran- Pertandingan Atlet Sepak Bola
I-rilis-perkawinan-anak-18-des-17- Kabupaten Banyuasin Pada Porprov
2.pdf 2017. Jurnal Ilmu Keolahragaan,
17(2), 28–35.
Destia, K. (2016). Tingkat Stress pada https://jurnal.unimed.ac.id/2012/inde
remaja wanita yang menikah dini di x.php/JIK/article/view/12299
kecamatan babakancikao kabupaten
purwakarta. Jurnal Ilmu Nur Hikmah, H. Ach. Faisol, D. R. (2020).
Keperawatan, 4(2), 67-76. Batas Usia Perkawinan Dalam
https://ejournal.bsi.ac.id/ejurnal/inde Perspektif Hukum Islam dan Hukum
x.php/jk/article/view/857 Positif, 2(3), 1–15.
http://riset.unisma.ac.id/index.php/jh/
Elok Nuriyatur Rosyidah, A. L. (2019). article/view/7371
Infografis Dampak Fisik dan
Psikologis Pernikahan Dini bagi Oktarina, Lindha, P., Mahendra, W., &
Remaja Perempuan. Visual Heritage: Demartoto, A. (2015).
Jurnal Kreasi Seni Dan Budaya, PEMAKNAAN PERKAWINAN :
1(03), 191–204. Studi Kasus Pada Perempuan lajang
http://jim.unindra.ac.id/index.php/vh Yang Bekerja Di Kecamatan
dkv/article/view/34 Bulukerto Kabupaten Wonogiri.
Analisa Sosiologi, 4(1), 75-90.
Hamzah. (2017). Pernikahan di Bawah https://media.neliti.com/media/public
Umur (Analisis tentang Konsekuensi ations/227605-pemaknaan-
Pemidanaan). Al Daulah : Jurnal perkawinan-studi-kasus-pada-pe-
Hukum Pidana Dan Ketatanegaraan, ce6bc1ef.pdf
6(1), 86–120. http://journal.uin-
alauddin.ac.id/index.php/al_daulah/a Pierewan, E. W. dan A. C. (2017).
rticle/view/4869 Determinan Pernikahan Usia Dini Di
Indonesia. SOCIA: Jurnal Ilmu-Ilmu
Indriani, R. (2014). Pengaruh kepribadian Sosial, 14(4), 55-70.
terhadap kepuasan perkawinan https://journal.uny.ac.id/index.php/so
wanita dewasa awal pada fase awal sia/article/viewFile/15890/9742
perkawinan ditinjau dari teori trait
kepribadian big five. Jurnal Profil Anak Indonesia. (2018).
Psikologi Klinis Dan Kesehatan Kementerian Pemberdayaan
Mental, 3(1), 33–39. Perempuan dan Perlindungan Anak

309
Jurnal Keperawatan Jiwa (JKJ): Persatuan Perawat Nasional Indonesia
Volume 9 No 2 Hal 293 - 310, Mei 2021, e-ISSN 2655-8106, p-ISSN2338-2090
FIKKes Universitas Muhammadiyah Semarang bekerjasama dengan PPNI Jawa Tengah

(KPPPA), Jakarta : Badan Pusat view/1362


Statistik.
https://www.kemenpppa.go.id/lib/upl Sumarno, H. E., & Mh, S. H. (2015).
oads/list/74d38-buku-pai-2018.pdf Hakekat Perjanjian Kawin Menurut
Hukum Perdata Kaitannya Dengan
Rahmah, A. A., Rahman, A. A., & Fitriah, Undang-Undang Nomor 1 Tahun
E. A. (2017). Prediktor Kualitas 1974 Tentang Perkawinan Di
Pernikahan : Penyesuaian Pernikahan Indonesia, 3(1), 19–28.
dan Nilai Personal Predictors of https://ejournal.upm.ac.id/index.php/
Quality Marriage : Marriage ius/article/view/390
Adjustment and Personal Value,
13(2), 92–97. http://ejournal.uin- Syalis, E. R., & Nurwati, N. N. (2020).
suska.ac.id/index.php/psikologi/articl Analisis Dampak Pernikahan Dini
e/view/4134 Terhadap Psikologis Remaja. Focus :
Jurnal Pekerjaan Sosial, 3(1), 29–
Rahmawati, M. N., Rohaedi, S., & 38.
Sumartini, S. (2019). Tingkat Stres http://jurnal.unpad.ac.id/focus/article
Dan Indikator Stres Pada Remaja /view/28192
Yang Melakukan Pernikahan Dini.
Jurnal Pendidikan Keperawatan Tri, P., Ndari, W., & Konseling, D. (2016).
Indonesia, 5(1), 25-33. Psychological Dynamic Of Student
https://ejournal.upi.edu/index.php/JP Broken Home Victim. E-Journal
KI/article/view/11180 Bimbingan Dan Konseling, 5(11),
476–486.
Sari Desi Aulia; Darmawansyah, http://journal.student.uny.ac.id/ojs/in
Darmawansyah, L. Y. U. (2020). dex.php/fipbk/article/view/4768
Dampak Pernikahan Dini Pada
Kesehatan Reproduksi Dan Mental Tyas, F. P. S., & Herawati, T. (2017).
Perempuan (Studi Kasus Di Kualitas Pernikahan dan
Kecamatan Ilir Talo Kabupaten Kesejahteraan Keluarga Menentukan
Seluma Provinsi Bengkulu). Jurnal Kualitas Lingkungan Pengasuhan
Bidang Ilmu Kesehatan, 10(1), 54- Anak Pada Pasangan yang Menikah
65. Usia Muda. Jurnal Ilmu Keluarga
http://ejournal.urindo.ac.id/index.php Dan Konsumen, 10(1), 1-12.
/kesehatan/article/view/735 https://jurnal.ipb.ac.id/index.php/jikk
/article/view/17175
Setiawati, E. R. (2017). Pengaruh
Pernikahan Dini Terhadap Wahyuningsih, H., Nuryoto, S., Afiatin, T.,
Keharmonisan Pasangan Suami dan & Helmi, A. (2013). The Indonesian
Istri di Desa Bagan Bhakti Moslem Marital Quality Scale:
Kecamatan Balai Jaya Kabupaten Development, Validation, and
Rokan Hilir. Jom Fisip, 4(1), 1–15. Reliability. In The Asian Conference
https://jom.unri.ac.id/index.php/JOM on Psychology & the Behavioral
FSIP/article/view/13868 Sciences 2013.
http://papers.iafor.org/wp-
Shufiyah Fauziatu. (2018). Pernikahan content/uploads/papers/acp2013/AC
Dini Menurut Hadis dan P2013_0410.pdf
Dampaknya. Jurnal LIiving Hadis,
3(1), 47–70. http://ejournal.uin-
suka.ac.id/ushuluddin/Living/article/

310

You might also like