Professional Documents
Culture Documents
Berat Badan Anak Susah
Berat Badan Anak Susah
Susah Naik
Perubahan berat badan merupakan indikator yang sangat sensitif untuk memantau pertumbuhan
dan kesehatan anak. Bayi baru lahir hingga anak umur 1 tahun harus ditimbang setiap sebulan
sekali. Anak umur 1-2 tahun harus ditimbang setidaknya setiap 3 bulan sekali. Titik-titik berat
badan pada kurva pertumbuhan akan dihubungkan untuk mendapatkan gambaran pertumbuhan
anak. Oleh sebab itu ibu harus bisa menuliskan, membaca dan menginterpretasi kurva
pertumbuhan anak.
Ada yang masih bingung untuk membaca kurva pertumbuhan anak? Baca disini yaa: Kurva
Pertumbuhan WHO.
Anak yang sehat kurva berat badannya selalu naik setiap bulan. Kurva berat badan ini dibuat
berdasarkan berat badan bayi berbanding dengan umur. Bayi umur 9 bulan ke bawah diharapkan
mengalami peningkatan berat badan minimal 500 gram per bulan. Beberapa bayi memang ada
yang tumbuh lambat, namun biasanya:
1. Tetap naik di kurva pertumbuhannya, misal di garis hijau muda yaa bayi ini akan tetap stabil
bertambah naik di grafik hijau muda.
2. Panjang badan serta lingkar kepala bayi juga tetap bertambah.
3. Bayi aktif, sehat, ceria, tampak bahagia, responsif terhadap lingkungan sosial dan bisa menetek
dengan baik saat masih masa ASI eksklusif atau makan dengan lahap.
4. BAK dan BAB normal seperti bayi/anak lainnya.
Jika anak tumbuh seperti ini maka bisa dikatakan dia memiliki variasi pertumbuhan yang normal.
Jika ibu mendapatkan kurva berat badan bayi naik hanya sedikit atau bayi berada di bawah garis
merah sebaiknya dicari tahu penyebabnya apakah normal, atau kah ada faktor lain yang
menghalangi anak untuk tumbuh. Ibu juga harus waspada ketika kurva berat badan anak
menurun apalagi jika 2 kali penimbangan tidak naik atau turun memotong garis.
Berat badan adalah indikator kesehatan anak sehingga ketika bermasalah ibu harus segera
mencari solusinya supaya jangan sampai terjadi GAGAL TUMBUH (failure to thrive). Failure to
thrive (gagal tumbuh) adalah hambatan pertumbuhan yang menyebabkan kekurangan gizi yang
biasanya terjadi pada tiga tahun pertama kehidupan.
Kesulitan menelan.
Kelainan gigi-geligi dan rongga mulut. Anak yang memakai dot dalam jangka waktu lama
berisiko terganggu perkembangan gigi-geligi sehingga mengganggu kerja mulut saat mengolah
makanan.
Infeksi di rongga mulut seperti sariawan, radang gusi (ginggivitis), radang tonsil (tonsilitis)
sehingga kesulitan mengunyah atau menelan makanan.
Bayi sakit baik akut maupun kronis sehingga mengalami anoreksia, menolak makan karena
penyakit lain akan mengeluarkan zat yang membuat malas makan.
Kelainan persarafan
Penyakit jantung bawaan,
Kelainan endokrin/hormonal: hipotiroid, hipertiroid, gangguan hormon pertumbuhan,
hiperkortisol.
Displasia bronkopulmoner
Demam.
Muntah terus-menerus.
Refluks gastroesofageal.
Ruminasi.
Malabsorbsi misalnya pada kasus kelainan bawaan atau penyakit infeksi.
Kelainan bawaan / kongenital pada saluran pencernaan: atresia esofagus, achalasia, spasme
duodenum.
Kelainan kromosom: sindroma Down
Penyakit kanker/keganasan, kelainan darah.
Komplikasi kehamilan dan kelahiran: pertumbuhan janin terhambat, prematur, keracunan obat
pada kehamilan
Kemiskinan
Pemberian ASI kurang baik
Faktor kejiwaan dan sosial: kekerasan pada anak, deprivasi sosial
Faktor lingkungan sosial yang tidak mendukung
Kesalahan pemberian makan bayi dan anak misalnya MPASI dini tanpa indikasi medis atau
salah memilih metode pemberian MPASI.
Pada bayi yang masih ASI eksklusif jika terjadi kenaikan berat badan yang lambat sebaiknya
segera cek beberapa faktor berikut ini:
Pemberian makanan pendamping ASI yang salah sering mengakibatkan kenaikan berat badan
anak seret, pertumbuhan anak lambat dan anak gagal tumbuh. Ibu sebaiknya memakai MPASI
metode WHO supaya tumbuh kembang anak menjadi optimal. Baca tentang MPASI di MPASI
WHO.
Anemia defisiensi besi juga akan membuat anak malas makan hingga akhirnya mudah sakit dan
imbasnya berat badan jadi sulit naik. Hal ini karena:
Kehilangan nafsu makan dan anak mengalami gangguan di tenggorokan sehingga sulit menelan
makanan.
Terjadi atrofi papilla lidah/taste bud yang bertugas untuk merasakan rasa makanan sehingga
nafsu makan menjadi buruk.
Saluran pencernaan juga mengalami kerusakan sel sehingga kerja mekanik maupun enzimatik
yang dibutuhkan untuk mengolah makanan menjadi terganggu.
Imbasnya penyerapan nutrisi dan zat gizi di saluran pencernaan menjadi terganggu sehingga
anak semakin kurang gizi.
Anak dengan penyakit infeksi berat seperti TBC, malaria, infeksi paru dan penyakit infeksi
lainnya juga akan mengalami gangguan makan. Infeksi cacing akan menyebabkan anak sulit
menyerap nutrisi yang dimakan karena berkompetisi dengan parasit di ususnya.
Anak yang terpapar asap rokok juga berisiko sering sakit, jika sakit lama sembuh, terkena
komplikasi penyakit hingga kurang gizi hingga berat badannya sulit naik. Anak-anak berisiko
menjadi perokok pasif “secondhand smoke” dan “thirdhand smoke” ketika ada orang yang
merokok di lingkungannya. Anak akan menghisap racun yang ada di asap rokok maupun yang
menempel di baju, karpet dan permukaan lain. Anak jadi sering sakit infeksi saluran pernafasan
hingga terkena komplikasi pneumonia, infeksi telinga tengah, asma, alergi lainnya hingga mati
mendadak bahkan kanker. Anak jadi sukar berkonsentrasi, mengalami gangguan belajar dan
memusatkan perhatian bahkan hingga menyebabkan ADHD (attention deficit hyperactive
disorder). Mata menjadi rusak (katarak) dan gigi mudah keropos.
Nikotin dan racun lain dalam rokok akan masuk ke darah ibu juga ke ASI. Bayi jadi sering sakit,
kadar kolesterol baik (HDL) menurun dan rasa ASI juga terpengaruh. Bayi rentan mengalami
kolik juga gangguan pencernaan seperti diare dan mual muntah.
Lebih parahnya lagi terdapat fenomena ketidakmampuan memberi asupan makanan bergizi pada
keluarga miskin acapkali tidak sebanding dengan belanja rokok di dalam keluarga tersebut.
Alokasi belanja rokok justru lebih diprioritaskan dari pada membeli bahan kebutuhan untuk gizi
keluarga. Sifat adiksi rokok ‘memaksa’ keluarga miskin di Indonesia melupakan pemenuhan
kebutuhan gizi. Hasil survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas – 2006) mencatat alokasi belanja
bulanan untuk rokok pada keluarga perokok menempati urutan kedua (9%) setelah beras (12%).
Pengeluaran bulanan untuk rokok ini setara dengan 15 kali biaya pendidikan dan 9 kali biaya
kesehatan. Jika disandingkan dengan kebutuhan makanan bergizi, jumlah alokasi belanja rokok
keluarga perokok setara dengan 17 kali pengeluaran untuk membeli daging, 2 kali lipat untuk
membeli ikan, dan 5 kali lipat biaya untuk membeli telur dan susu. Lebih mencengangkan bila
kelompok keluaga termiskin mempunyai proporsi belanja rokok yang lebih besar (12%) daripada
kelompok keluarga terkaya yang hanya 7 persen.
Sebagai penutup, penyebab berat badan anak kecil sangat banyak. Ibu sebaiknya rajin memantau
berat badan anak karena berat badan adalah indikator yang paling sensitif terhadap kualitas gizi
dan pertumbuha anak. Ibu harus waspada ketika kurva berat badan anak tidak naik, menurun
apalagi jika sudah 2 kali penimbangan tidak naik atau turun memotong garis. Segera ke dokter
atau tenaga medis yang berkompeten untuk penanganan lebih lanjut. Jadi, jangan lari dari