You are on page 1of 9

INSTRUMEN IDENTIFIKASI

PESERTA DIDIK BERKEBUTUHAN KHUSUS (PDBK)


DI SEKOLAH PENYELENGGARA PENDIDIKAN INKLUSIF (SPPI)

A. Rasionalisasi
Pendidikan merupakan salah satu prioritas pembangunan sejak Indonesia merdeka
sebagaimana tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dan diperjelas pada
pasal 31 baik sebelum maupun sesudah amandemen. Negara Indonesia menjamin bahwa
setiap warga negara berhak dan wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib
membiayainya tanpa diskriminasi. Penyelenggaraan pendidikan secara umum dapat diakses
oleh semua warga negara Indonesia. Namun demikian, masih terdapat warga negara Indonesia
yang belum dapat memperoleh kesempatan untuk mengikuti pendidikan secara layak,
khususnya mereka yang masuk dalam kategori anak berkebutuhan khusus.
Selanjutnya, Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional menyebutkan bahwa setiap warga negara berhak memperoleh pendidikan tanpa
diskriminasi. Setiap warga negara tanpa memandang perbedaan termasuk yang mempunyai
kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, berhak memperoleh pendidikan yang bermutu.
Pemerintah wajib menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu dan wajib
memberikan akses kepada semua anak termasuk anak berkebutuhan khusus
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabiltitas yang
menyatakan bahwa setiap warga negara penyandang disabilitas berhak memperoleh
pendidikan yang bermutu pada semua jenjang dan jalur pendidikan melalui pendidikan inklusif
atau pendidikan khusus. Kebijakan zonasi pendidikan merupakan salah satu bentuk perhatian
pemerintah kepada setiap warga negara termasuk penyandang disabilitas untuk memperoleh
akses pendidikan yang bermutu yang berada di wilayahnya. Dengan kata lain penyelenggaraan
pendidikan harus dapat diakses oleh semua warga negara tanpa diskriminasi.
Pada prinsipnya setiap anak usia sekolah berhak dan wajib mengikuti pendidikan yang
bermutu. Namun demikian, anak berkebutuhan khusus memiliki beberapa kendala dalam
mengikuti pendidikan antara lain sifat disabilitasnya dan yang tak kalah pentingnya adalah
penerima masyarakat terhadap kondisinya. Pendidikan bagi peserta didik penyandang
disabilitas dapat dilakukan dalam dua cara, yaitu bergabung dengan anak-anak pada umumnya
di sekolah reguler yang disebut dengan pendidikan inklusif, atau mengikuti pendidikan pada
satuan pendidikan khusus atau sekolah luar biasa.
Pendidikan inklusif merupakan salah satu strategi pemberian akses pendidikan kepada
semua anak, termasuk bagi peserta didik penyandang disabilitas untuk mengikuti pendidikan
bersama-sama dengan anak yang lain. Inklusi merupakan suatu sistem yang menempatkan
semua pemangku kepentingan di bidang pendidikan, termasuk kepala sekolah, guru, pengurus
yayasan, tenaga kependidikan, peserta didik, orang tua, masyarakat dan pembina pendidikan,
secara bersama-sama mengembangkan lingkungan pendidikan yang kondusif bagi semua anak
termasuk peserta didik penyandang disabilitas untuk dapat mengembangkan potensinya
secara optimal.
Secara umum terdapat dua sudut padang dalam melihat disabilitas, yaitu medical
model of disability dan social model of disability. Dalam sudut pandang medis, disabilitas
dipandang sebagai masalah pada seseorang dan membutuhkan penanganan medis (Goering,
2015). Pendekatan ini melihat masalah pada disabilitas berada pada individunya, sehingga
diperlukan pengobatan, perawatan atau layanan yang diberikan untuk memperbaiki
kecatatannya agar mendekati fungsi normalnya (Silvers, 1998). Label/diagnosis dari individu
disabilitas menjadi hal yang utama dalam sudut pandang medis, dikarenkan intervensi yang
diberikan akan didasarkan pada diagnosanya. Social model of disability memandang bahwa
disabilitas adalah kondisi dimana seseorang berada di tempat yang salah. Gagalnya
penyandang disabilitas tidak dapat berperan penuh dalam perpartisipasi penuh di masyarakat
bukan dipandang karena hambatan yang dimiliki oleh individunya, namun karena lingkungan
yang belum bisa memberikan akomodasi. Dalam sudut pandang sosial layanan bagi disabilitas
tidak didasarkan pada labelnya melainkan berdasarkan kebutuhannya.
Istilah special needs atau kebutuhan khsusus pertama kali dicantumkan dalam
dokumen kebijakan internasional yang merupakan hasil konferensi dunia yang diselenggarakan
oleh UNESCO tahun 1994 Salamanca, Spanyol. Pada paragraph 3 pendahuluan kerangka aksi
itu dinyatakan bahwa kebutuhan khusus itu dapat dihadapi oleh anak penyandang disabilitas
dan anak berbakat, anak jalanan dan anak pekerja, anak dari penduduk terpencil ataupun
pengembara, anak dari kelompok linguistik, etnik ataupun kebudayaan minoritas, serta anak
dari daerah atau kelompok lain yang tak beruntung (Hunt,2011). Berdasakan pernyatan ini,
mempertegas bahwa disabilitas hanya salah satu penyebab munculnya munculnya kebutuhan
khsusu, dan kebutuhan khsusus bukanlah sebagai pengganti disabilitas. Dalam konteks
pendidikan, istilah berebutuhan khsusus berarti kodisisi dimana peserta didik membuhkan
layanan pendidikan yang bersifat khusus, baik kebutuhannya bersifat temporer maupun
permanen, dan munculnya kebutuhan tersebut disebabkan karena faktor individu maupun
faktor lingkungannya.
Ketika sekolah dihadapkan dengan peserta didik yang beraagam, maka sekolah harus
mampu menemukanali peserta didik berkebutuhan khusus (PDBK) agar dapat memberikan
layanan berikutnya. Identifikasi PDBK yang dilakukan tujuan utamanya bukanlah untuk
melabeli anak, namun menemunenali peserta didik mana yang membutuhkan layanan
pendidikan yang bersifat khusus dan menemukenali faktor penyab dari adanya kebutuhan
khusus tersebut baik yang dikarenakan karena faktor individu (interinsik dari PDBK) maupun
faktor lingkungannya (ektrinsik dari PDBK). Manfaat Instrumen ini adalah sebagi alat bagi
guru dalam: 1)
mengidentifikasi peserta didik yang diduga membutuhkan layanan yang bersifat khusus di kelas;
2) mengetahui penyebabnya; 3) menetapkan apakah peserta didik tersebut adalah peserta didik
berkebutuhan khsusus

B. Kerangka Rancangan Intrumen Identifikasi PDBK

Screening
Identifikasi

Sumber Hambatan
Ditujukanuntuk
melakukan penjaringan
peserta didik yang
mungkin membutuhkan Menemukenali Kesehatan
layanan pendidikan PDBK di SPPI
yangberseifat khusus Lingkungan

Personal

*International Clasification of Functioning, disability, and health


C. Instrumen Identifikasi

1. Instrumen Screening PDBK

Sekolah : ………………………………
Tgl. Screening : ………………………………
Guru : ………………………………

Tuliskan, nama peserta didik yang diduga membuhkan layanan pendidikan berkebutuhan khusus.
Dugaan dapat didasarkan pada laporan guru kelas, guru mata pelajaran, orang tua, hasil belajar
atau hasil raport siswa.

No Nama Siswa Kelas Umur Keterangan


1
2
3
4
Catatan:

Kolom keterangan dapat diisi dengan alasan mengapa peserta didik tersebut, diduga akan
membutuhkan layanan yang bersifat khsusus. Contoh: Ananda adalah masuk kedalam peringkat 3
terbawah di kelasnya; Berdasarkan lapran guru mata pelajaran matematika, kemampuan
matematika Ananda jauh berada di bawah rata-rata temannya; Perilakunya sangat menggangu di
kelas; Ananda memiliki perkembangan yang jadi tertinggal dibandingkan teman-teman sekelasnya;
Ananda nampak memiliki kecerdasan jauh di atas rata-rata temannya, namun karena ada dalam
masalah perilaku, sehingga prestasinya tidak sejalan dengan tingkat kecerdasannya.
2. Form Instrumen Identifikasi PDBK
a. Area hambatan peserta didik
Nama : ………………………………
Sekolah : ………………………………
Kelas : ………………………………
Guru : ………………………………

Berikanlah tanda ceklist () pada salah satu kolom sesuai dengan tingkat hambatan yang dimiliki
peserta didik, dibandingkan dengan perkembangan dan kemampuan peserta didik seusianya!

*Keterangan diisi dengan penjelasan tambahan yang memperjelas kondisi hambatan yang
dimiliki oleh peserta didik. Contohnya: Ananda sangat kesulitan dalam menggunakan alat tulis,
Ananda masih memegang alat tulis dengan cara menggengam, dan belum bisa mencontoh huruf
yang ditunjukkan.

1) Identifikasi hambatan yang bersumber dari faktor individu

No Hambatan Indikator Kondisi Keterangan


YA TIDAK
A Perkembangan Motorik 1. Adanya
ketidakmampuan yang
berkaitan dengan
fungsi motorik kasar
mulai bangun, duduk,
jongkok, berdiri,
berjalan, berlari, naik-
turun tangga dalam
satu topangan
2. Adanya
ketidakmampuan yang
berkaitan dengan
fungsi motorik halus
meliputi aktivitas yang
berhubungan dengan
mulut (membuka,
menutup, mengunyah,
mengontrol air liur)
3. Adanya
ketidakmampuan yang
berkaitan dengan
fungsi motorik halus
meliputi aktivitas yang
berhubungan dengan
tangan (semua
kegiatan yang
berhubungan dengan
membuka dan
menutup jari tangan,
No Hambatan Indikator Kondisi Keterangan
YA TIDAK
menggerakkan
pergelangan tangan)
Komunikasi dan Adanya
Bahasa ketidakmampuan
dalam memahami apa
yang disampaikan
oleh orang lain
dan/atau
menyampaikan suatu
informasi untuk
dipahami orang lain
Kognitif 1. Adanya
ketidakmampuan
dalam mengingat
dan/atau
mempertahankan
konsentrasi
2. Adanya
ketidakmampuan
dalam persepsi visual,
auditori, kinestetik dan
taktil.
Personal sosial 1. Adanya kesulitan yang
berhubungan dengan
kemampuan
berinteraksi dengan
teman, guru dalam
lingkungan sosial
2. Adanya kesulitan
dalam hal yang
behubungan dengan
keterampilan
mengurus diri dan
kemandirian
B Perilaku Hiperaktivitas 1. Kesulitan dalam
Impulsifitas mempertahankan
Gangguan perhatian yang disertai
Perilaku dengan munculnya
perilaku yang
berlebihan
2. Kesulitan dalam
mengendalikan diri
dalam berperilaku
(menyela
pembicaraan,
menyerobot antrian,
dsb)
3. Adanya *
ketidakmampuan
No Hambatan Indikator Kondisi Keterangan
YA TIDAK
dalam mengikuti
aturan atau norma
yang berlaku sehingga
berdampak negative
pada lingkungan sosial
(disruptive, agresif)
dan dirinya sendiri
(menyakiti diri sendiri)
Perilaku yang 4. Memunculkan perilaku
terbatas dan yang tidak fleksibel
Berulang (stereotype) yang
dilakukan secara
berulang-ulang
C Kemampuan Baca Kesulitan dalam
Akademik membaca dan
memahami isi bacaan

Tulis Kesulitan dalam menulis


secara jelas (penulisan
huruf dan spasi) dan
menuangkan ide atau
gagasan dalam bentuk
tulisan

Hitung Kesulitan dalam


kemampuan yang
berkaitan dengan
berhitung dan konsep
dasar matematika
lainnya.

Mata pelajaran Kesulitan dalam mata


tertentu pelajaran yang spesifik
(misal: Bahasa,
Matematika, dan lain-
lain)
D Sensori Pengelihatan Kesulitan dalam melihat
sesuatu walaupun sudah
dibantu dengan
penggunaan kacamata
Pendengaran Kesulitan dalam
mendengar walaupun
sudah dibantu dengan
penggunaan alat bantu
dengar
No Hambatan Indikator Kondisi Keterangan
YA TIDAK
E Kesehatan Adanya gangguan
kesehatan yang
mengakibatkan
terganggunya proses
pembelajaran

2) Identifikasi hambatan yang bersal dari faktor lingungan

No Dugaan penyebab ada hambatan yang bersal dari faktor lingkungan

* Kolom diisi dengan dugaan adanya faktor lingkungan yang menjadikan hambatan peserta
didik saat ini, baik dari faktor keluarga, guru, dan lain sebagainya.

D. Form Laporan hasil identifikasi

Nama : ………………………………….
Kelas : ………………………………….
Guru : ………………………………….

Laporan Hasil Indetifikasi

Penyebab adanya hambatan yang disebabkan karena faktor personal :


1.
2.
3.

Penyebab adanya hambatan yang disebabkan karena faktor lingkungan:


1.
2.
3.

Penyebab adanya hambatan yang disebabkan karena faktor kesehatan :


1.
2.
3.

Dugaan Hambatan:
Kesimpulan:
Berdasakan hasil identifikasi, peserta didik ini:

Tidak membutuhkan layanan pendidikan yang besifat


khusus Membutuhkan layanan pendidikan yang besifat
khusus

*Pilih salah satu


Rekomedasi:

Disarankan untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut ke:

Orthopedagog
Psikolog
Dokter tumbuh kembang
Dokter umum
Terapis
Tenaga ahli lainnya:

……………….,…………………………

(Nama guru)
Daftar Pustaka

Diagnostic And Statistical Manual Of Mental Disorders DSM-5

Emerson, E., & Einfeld, S. L. (2011). Challenging behaviour. Cambridge University Press.

Goering, S. (2015). Rethinking disability: the social model of disability and chronic disease. Current
reviews in musculoskeletal medicine, 8(2), 134-138.

Hunt, P. F. (2011). Salamanca Statement and IDEA 2004: Possibilities of practice for inclusive education.
International Journal of Inclusive Education, 15(4), 461-476.

Silvers A. (1998) A fatal attraction to normalizing. In: Parens, editor. Enhancing human traits. Washington
DC: Georgetown University Press; p. 95–123.

Silvers, A. (2009). An essay on modeling: The social model of disability. In Philosophical reflections on
disability (pp. 19-36). Springer, Dordrecht.

Weeks, J. D., Dahlhamer, J. M., Madans, J. H., & Maitland, A. (2021). Measuring disability: An examination
of differences between the Washington Group Short Set on Functioning and the American
Community Survey disability questions.

Winter, E., & O’Raw, P. (2010). Literature review of the principles and practices relating to inclusive
education for children with special educational needs. National Council for Special Education. Trim,
Northern Ireland.

Vaughn, S., & Bos, C. S. (2012). Strategies for teaching students with learning and behavior problems.
Upper Saddle River, NJ: Pearson.

You might also like