You are on page 1of 5

Tugas uas antroplogi

Analisis politik identitas di indonsia

Oleh : ilham jayadi [210603064]

Beberapa tahun trakhir kita menyaksikan maraknya penggunaan politik identitas dalam
proses politik di beberapa Negara .khususnya pada saat pemilu tidak terkecuali Negara
Indonesia karena sperti yang kita ketahui Negara kita mempunyai berbagai suku ,budaya , etnis
bahasa dan ras yang masing –masing mendiami kepulauan – kepulauan yang ada di Indonesia
mulai dari sabang sampai maurauke .yang semua ini dapat menimbulkan munculnya politik
identitas di Negara Indonesia karena sperti yang kita ketahui bahwa politik identitas adalah
sikap atau keputusan politik yang di dasarkan pada kepentingan atau pandangan dari sebuah
kelompok sosial yang di mana seseorang mengasosiasikan dirinya pada kelompok tersebut.

Politik identitas juga menjadi salah satu cara dalam meraih suara di dalam kontestasi
pemilu banyak sekali para politisi kita di Indonesia yang menggunakan politik identitas untuk
mempengaruhi orang untuk memilihnya . karna yang kita ketahui bahwa politik itu adalah
sebuah seni untuk meraih kekuasaan secara konstitusional maupun nonkonstitusional makanya
banyak sekali politisi di Negara ini berkedok untuk mencapai kekuasaan secara instan .salah
satunya adalah menggunakan politisasi agama .mereka menggunakan atau mengatasnamakan
agama dalam memenuhi nafsu yang haus akan kekuasaan .karena dengan memolitisasi agama
jika kalau ada yang menentang mereka seolah olah yang menentang mereka telah menentang
agama . inilah fenomena yang saat ini sering terjadi di Negara kita yang di mana kehidupan
politik Indonesia ini di bumbui politik identitas khusunya agama.

Banyak juga orang – orang berasumsi mengenai penggunaan politik identitas di


Indonesia karena maraknya para politisi lebih mementingkan kelompoknya sendiri ketimbang
mementingkan kebaikan bersama sehingga banyak orang –orang yang merasa terganggu
dengan munculnya politik identitas ini .oleh sebab itu penggunaan politik identitas ini cukup
berbahaya karena dapat memecah belah kesatuan dan persatuan bangsa ini karena di dalam
politik identitas menggunakan isu – isu yang berkaitan dengan identitas salah satu contoh dari
identitas yang sering di gunakan adalah suku ,ras ,dan agama. banyak para politisi yang
menggunakan isu tersebut untuk mempengaruhi calon pemilih agar mau memilihnya.namun
penggunaan politik identitas harus di lakukan dengan bijak berikut ini beberapa sisi positif dan
negative politik identitas .

 Sisi positif politik identitas adalah dapat membuat strategi politik dapat berjalan
lebih efektif .hal ini di sebabkan politik identitas mengangkat isu yang menjadi jati
diri dari sebuah kelompok sosial di masyarakat. Dan dapat mendorong untuk
mengakui dan mengakomodasi adanya perbedaan
 Sisi negative politik identitas adalah dapat memecah persatuan dan kesatuan bangsa
Indonesia .hal ini terjadi karena bangsa Indonesia terdiri dari berbagai macam suku ,
ras ,dan agama .mnggunakan identitas salah satu kelompok di dalam masyarakat
dapat menyebabkan pertentangan antara kelompok satu dengan kelompok lainya.
Sehingga terjadi diskriminasi antara kelompok satu dengan kelompok lainya.dan
dapat mengancam keutuhan NkRI ,menimbulkan adu domba ,menimbulkan
polarisasi dan membawa perselisihan .contoh politik identitas yang negative dan
pernah terjadi di Indonesia adalah = nasionalisme dan agama.

Contoh politik identitas

 politik identitas etnis yang berdasarkan etnis .minsalsalnya saja pemilihan kepala
daerah yang di lakukan di berbagai wilayah Indonesia yang hanya mementingkan
kesamaan etnisnya untuk mendulang kemenangan dan kekuatan.
 Politik identitas agama minsalnya saja dalam terbentuknya partai PAN yang di dasari
atas ketersainganya dengan partai PKB dua system partai politik ini sama –sama
memiliki symbol agama untuk mendulang dan kemenangan .adapun untuk PAN
berbasis MUHAMMADIYAH dan untuk PKB berbasis NU
 POLITIK IDENTITAS GENDER jenis kelamin dan kesetaraan gender muncul sebagai
salah satu politik identita minsalnya adalah kouta khusus yang di lakukan
pemerintah untuk memberikan kesempatan kepada wanita yang berkarir di dunia
politik

Inilah Politik Identitas; gerakan politik yang didasarkan pada kesamaan identitas suatu
kelompok, agama, ras, gender, orientasi seksual, kelas sosial, budaya dan sebagainya. Politik
identitas sejatinya lebih identik dengan minoritas atau mereka yang tertindas; perasaan senasib
sepenanggungan karena ditindas akibat identitas mereka yang berbeda dengan kebanyakan
orang membuat mereka bersatu dan bergerak menuntut hak-hak politik yang setara. Ataupun
fenomena yang lazim di Indonesia, politik identitas menjadi senjata bagi para oposisi yang
melawan petahana. Contohnya Indonesia yang kental dengan kuatnya identitas Islam. Di
tengah pertempuran panggung politik yang panas di lima tahun terakhir ini, kita bisa lihat
bagaimana politik identitas sangat mengakar di masyarakat kita. Isu seputar agama, ras, suku
menjadi alat politik untuk menyerang satu sama lain. Seperti yang terjadi pada insiden Ahok
yang mengutip ayat suci dan Prabowo dalam pidato yang mengatakan ‘tampang Boyolali .Politik
identitas mengandung bahaya. Pertama, cenderung sektarian: ‘kita vs mereka’. Kita
menghadapi musuh yang sama, karena itu kita perlu mencari tahu siapa kawan dan lawan.
Tetapi yang kedua ia juga cenderung oportunis; musuh dari musuhku adalah sahabatku.
Akibatnya adalah bahaya yang ketiga: menuduhkan guilt by association. Kamu musuh saya
karena kamu segolongan, seetnis, seagama dan sejenis dengan musuh saya; kecuali kamu
menyangkal diri. Saat politik identitas dibawa ke gelanggang politik, maka disini akan muncul
tuntutan untuk meluhurkan Kepantasan Politik Setiap orang dituntut untuk berhati-hati dalam
berbicara atau mengeluarkan pernyataan. Bisa jadi ada harga yang harus dibayar, bukan saja
kehilangan suara pemilih, tetapi juga kehilangan kebebasan di balik terali bes.

Namanya juga politik, tidak ada kawan atau lawan yang abadi. Bahkan kebenaran pun
tidak abadi. Maka kepantasan politik juga sangat elative. Dalam hal ini, pihak oposisi atau
minoritas biasanya diuntungkan karena mereka bebas berbicara apa saja mengenai
pemerintahan yang berkuasa. Sebaliknya petahana atau mayoritas harus berhati-hati jika tidak
ingin kehilangan posisi, suara atau bahkan hak politiknya.
2. Contoh dan tanggapan saya dengan para pemimpin yang di kaitan dengan
kekerabatan ,strafikasi sosial dan agama .

Contohnya adalah langkah Gibran Rakabuming Raka dan Boby Nasution keduanya putra
sulung dan menantu Presiden Jokowi, ingin merebut Wali Kota Surakarta dan Wali Kota Medan

Terutama Gibran, sangat menarik perhatian publik lantaran langkahnya cukup kontroversial.
DPC PDIP Surakarta sesuai mekanisme dan kewenangan partai sudah memutuskan mengajukan
pasangan Achmad Purnomo, petahana Wakil Wali Kota, dan Teguh Prakosa anggota DPRD
Surakarta, dua-duanya kader PDIP sebagai bakal calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota.

Lalu tanggapan saya mengenai penomena di atas adalah praktik-praktik politik dinasti atau
politik kekerabatan cenderung memengaruhi proses yang mestinya demokratis, menjadi tidak
demokratis karena campur tangan pihak-pihak yang memiliki kekuasaan, kekuatan, pengaruh
dan infrastruktur politik. Bungkusnya demokrasi tetapi isinya, tidak demokratis. Politik dinasti
atau politik kekerabatan dianggap salah, karena berpotensi kuat menyuburkan budaya koruptif.
Betapa tidak, politik dinasti dapat diartikan sebagai sebuah kekuasaan politik yang dijalankan
oleh sekelompok orang yang masih terkait dalam hubungan keluarga. Politik dinasti lebih
indentik dengan kekerabatan, termasuk kekerabatan secara politik. olitik dinasti jelas
bertentangan dengan budaya demokrasi yang sedang berproses di Indonesia dan akan
melemahkan demokrasi. Kenapa ? Karena politik dinasti, cenderung mengabaikan kompetensi
dan rekam jejak.

Dengan demikian secara politik, ada kecenderungan mempertahankan kekuasaan dengan cara
menyuburkan politik dinasti. Jangan sampai kekuasaan direbut oleh lawan politiknya, atau
kelompok yang berseberanganKesalahan lain tentang politik dinasti, karena jika makin maraknya
praktik ini di berbagai pilkada dan pemilu legislatif, maka proses rekrutmen dan kaderisasi di
partai politik tidak berjalan sebagaimana mestinya, bahkan macet.Seseorang bisa diistimewakan
karena dinasti politik, sementara kader yang jauh dari kekerabatan kesempatannya menjadi
hilang.Dengan politik dinasti membuka peluang orang yang tidak kompeten memiliki kekuasaan.
Sebaliknya, ada orang yang lebih kompeten, lebih memiliki kapasitas bisa tergusur tidak dipakai
karena alasan bukan keluarga atau kerabatnya.
Contoh lain kasus dugaan penodaan agama oleh Gubernur non-aktif DKI Jakarta Basuki Tjahaja
Purnama (Ahok) merupakan bentuk politisasi identitas. Tujuannya yakni untuk menundukkan
Ahok. Akibat politisasi identitas tersebut, Ahok mengalami banyak tekanan. Salah satu dampak
yang terlihat yakni kalahnya dia dan Djarot Saiful Hidayat pada Pilkada DKI Jakarta 2017.

Tanggapan saya mengenai kasus di atas adalah

satu politik identitas yang paling menonjol di Indonesia adalah politik identitas "agama". Dalam
konteks politik di Indonesia, identitas agama yang dijadikan sebagai kekuatan politik seringkali
dimunculkan oleh kelompok agama mayoritas, bukan oleh kelompok agama minoritas. Namun
demikian, terlepas dari apakah identitas politik agama itu dimunculkan oleh kelompok agama
mayoritas ataupun minoritas, praktik politik identitas agama sebagai kekuatan politik ini telah
menunjukkan betapa masih primitifnya bangsa ini dalam berdemokrasi. .: politik identitas agama
di Indonesia yang lainnya adalah agama dijadikan sebagai instrumen politik oleh elit politik
untuk memperoleh kekuasaan dalam pemilu. Elit politik yang berusaha meraih kemenangan
dalam pemilu memanfaatkan agama kelompoknya untuk mengambil simpati masyarakat guna
memperoleh suara mayoritas. Ironisnya, tak jarang dari elit politik tersebut yang menggunakan
isu-isu agama untuk menyebarkan stigma buruk dalam menjatuhkan lawan politiknya.Tanpa
disadari, penggunaan agama sebagai alat politik praktis di atas telah memecah belah umat
beragama yang ada di Indonesia. Semangat nasionalisme para elit politik yang menggunakan
agama sebagai alat kepentingan politiknya seakan sudah tidak ada lagi. Mereka lebih
mementingkaan kepentingan pribadi dan kelompok ketimbang kepentingan bersama yang pada
akhirnya menimbulkan konflik-konflik politik yang berujung pula pada kendornya semangat
nasionalisme kelompok elit politik lain yang mereka pinggirkan atau marginalkan karena alasan
"agama".Jika persetruan antara kelompok mayoritas dan minoritas akibat konflik politik identitas
agama terjadi secara terus menerus, tentu sangat mengancam identitas dan kekuatan bangsa
Indonesia itu sendiri.

You might also like