You are on page 1of 23

MAKALAH SEJARAH PERADABAN ISLAM

PERKEMBANGAN ISLAM PADA MASA BANI UMAYYAH 661-750

DOSEN PENGAMPU: UST. WILDAN ALWI M.PDI

Disusun Oleh:

ANDRE KURNIAWAN 211310148

YUSUF FIRMAN ARAFAT 211310149

AGHISNA 211310231

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH

INSTITUT PERGURUAN TINGGI ILMU AL-QURAN

JAKARTA

2022
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim,

Puji syukur kehadirat Allah SWT Yang Maha Pemurah dan Lagi Maha Penyayang, yang telah
melimpahkan Hidayah, Inayah, dan Rahmat-Nya sehingga kami mampu menyelesaikan
penyusunan makalah pendidikan Sejarah Peradaban Islam dengan judul “Perkembangan Islam
Pada Masa Bani Umayyah (661-750)” tepat pada waktunya.

Penysunan makalah ini telah kami lakukan semaksimal mungkin dengan dukungan dari banyak
pihak, sehingga bisa memudahkan dalam penyusunannya. Untuk itu kami pun tidak lupa
mengucapkan terimakasih dari berbagai pihak yang sudah membantu kami dalam rangka
menyelesaikan makalah ini.

Tetapi tidak lepas dari itu semua kami sadar sepenuhnya dalam makalah ini masih terdapat
banyak kesalahan baik dari segi punyusunan bahasa serta aspek-aspek lainnya. Maka dari itu,
kami membuka pintu seluas-luasnya bagi para pembaca yang ingin memberikan kritik atau pun
sarannya demi perbaikan makalah ini.

Jakarta, 1 September 2022

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................... 1
Latar Belakang................................................................................. 1
Rumusan Masalah............................................................................ 1
Tujuan penulisan.............................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN............................................................................. 3
Pendirian Dinasti Bani Umayyah..................................................... 3
Peradaban pada Masa Dinasti Umayyah.......................................... 6
Kemunduran dan Faktor Kehancuran Dinasti Bani Umayyah......... 15
BAB III PENUTUP....................................................................................... 17
Kesimpulan...................................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 19

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Dengan berakhirnya kekuasaan khalifah Ali bin Abi Thalib, maka lahirlah kekuasan Bani
Umayyah sebagai penerus pemimpin umat islam. Pada periode Ali dan Khalifah sebelumnya,
pola kepemimpinan masih mengikuti keteladanan Nabi. Para khalifah dipilih melalui proses
musyawarah dan kesepakatan bersama. Ketika mereka menghadapi kesulitan-kesulitan, maka
mereka mengambil kebijakan langsung melalui musyawarah dengan para pembesar yang
lainnya. Berbeda dengan pemerintahan Khulafaur Rasyidin, bentuk pemerintahan Bani
Umayyah adalah berbentuk kerajaan, kekuasaan bersifat feudal (penguasaan
tanah/daerah/wilayah, atau turun menurun). Untuk mempertahankan kekuasaan, khilafah berani
bersikap otoriter, adanya unsur kekerasan, diplomasi yang diiringi dengan tipu daya, serta
hilangnya musyawarah dalam pemilihan khilafah.
Dinasti Bani Umayyah merupakan kerajaan Islam pertama yang didirikan oleh
Mu’awiyah bin Abi Sufyan. Perintisan dinasti ini dilakukannya dengan cara menolak pembaiatan
terhadap khalifah Ali bin Abi Thalib, kemudian ia memilih berperang dan melakukan
perdamaian dengan pihak Ali dengan strategi politik yang sangat menguntungkan baginya.
Terlepas dari persoalan sistem pemerintahan yang diterapkan, sejarah telah mencatat bahwa
Dinasti Umayyah adalah Dinasti Arab pertama yang telah memainkan perang penting dalam
perluasan wilayah, ketinggian peradaban dan menyebarkan agama Islam keseluruh penjuru dunia
khususnya Eropa, sampai akhirnya dinasti ini menjadi adikuasa. Melihat pentingnya
pembelajaran mengenai corak pemerintahan Bani Umayyah, maka pada kesempatan kali ini
pemakalah akan membahas tentang Dinasti Umayyah.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana proses berdirimya dinasti Bani Umayyah?


2. Siapa saja Khalifah Dinasti Bani Umayyah?
3. Bagaimana peradaban islam pada masa Dinasti Bani Umayyah?
4. Apa saja kemajuan Islam pada masa Dinasti Bani Umayyah?
5. Apa saja faktor kemunduran dan kehancuran Dinasti Bani Umayyah?

1
C. Tujuan penulisan

1. Untuk mengetahui bagaimana proses berdirinya dinasti Bani Umayyah


2. Untuk mengetahui siapa saja Khalifah Dinasti Bani Umayyah
3. Untuk mengetahui peradaban islam pada masa Dinasti Bani Umayyah
4. Untuk mengetahui apa saja faktor kemunduran serta kehancuran Dinasti Bani
Umayyah

2
BAB II
PEMBAHASAN

1. Pendirian Dinasti Bani Umayyah

1.1 Asal Mula Terbentuknya Dinasti Bani Umayyah


Nama Dinasti Bani Umayah diambil dari Umayyah bin Abdu Syams, kakek Abu
Sufyan. Umayah segenerasi dengan Abdul Muthalib, kakek Nabi Muhammad Saw
dan Ali bin Abi Thalib. Dengan demikian, Ali bin Abi Thalib segenerasi pula dengan
Mu’awiyah bin Abi Sufyan. Ali bin Abi Thalib berasal dari keturunan Bani Hasyim
sedangkan Mu’awiyah berasal dari keturunan Bani Umayah. Kedua keturunan ini
merupakan orang-orang yang berpengaruh dalam suku Quraisy.
Cikal bakal berdirinya dinasti Umayyah dimulai ketika masa khalifah Ali. Pada
saat itu Mu’awiyah yang menjabat sebagai gubernur di Damaskus yang juga masih
kerabat Utsman menuntut atas kematian Ustman. Dengan taktik dan kecerdikannya,
ia mempermainkan emosi umat islam. Mu’awiyah tidak mau menghormati ali, dan
menyudutkannya pada sebuah dilema: menyerahkan para pembunuh Utsman, atau
menerima status sebagi orang yang bertanggung jawab atas pembunuhan itu,
sehingga ia harus diturunkan dari jabatan khalifah.
Dari perselisihan tersebut terjadilah peperangan antara Ali dan Mu’awiyah.
Peperangan tersebut dikenal sebagai perang Siffin, karena terjadi di daerah bernama
Siffin. Dalam pertempuran itu hampir-hampir pasukan Mu’awiyah dikalahkan
pasukan Ali, tapi berkat siasat penasehat Mu’awiyah yaitu Amr bin 'Ash, agar
pasukannya mengangkat mushaf-mushaf Al Qur'an di ujung lembing mereka,
pertanda seruan untuk damai dan melakukan perdamaian (tahkim) dengan pihak Ali
dengan strategi politik yang sangat menguntungkan Mu’awiyah.
Bukan saja perang itu berakhir dengan Tahkim Shiffin yang tidak menguntungkan
Ali, tapi akibat itu pula kubu Ali sendiri terpecah menjadi dua yaitu yang tetap setia
kepada Ali disebut Syiah dan yang keluar disebut Khawarij. Sejak peristiwa itu, Ali
tidak lagi menggerakkan pasukannya untuk menundukkan Mu’awiyah tapi
menggempur habis orang-orang Khawarij, yang terakhir terjadi peristiwa Nahrawan

3
pada 09 Shafar 38 H, dimana dari 1800 orang Khawarij hanya 8 orang yang selamat
jiwanya sehingga dari delapan orang itu menyebar ke Amman, Kannan, Yaman,
Sajisman dan ke Jazirah Arab . Pada Ali terbunuh oleh seorang anggota khawarij.
Kedudukan Ali sebagai khalifah kemudian dijabat oleh anaknya Hasan selama
beberapa bulan. Namun, karena pihak Mu’awiyah semakin kuat, beberapa hari
setelah pengangkatan Hasan, Mu’awiyah mengirim tentara untuk menyerang kota
Irak. Hal ini diketahui oleh Hasan, maka dikirimlah Qois ibnu Saad untuk melawan
pasukan Mu’awiyah. Demi menghindari pertumpahan darah yang lebih besar
dikalangan umat islam maka Hasan ibnu Ali bersedia mengundurkan diri dengan
beberapa syarat kepada Mu’awiyah, diantaranya:
a) Agar Mu’awiyah tidak menaruh dendam terhadap seorangpun dari penduduk
Irak.
b) Agar pajak tanah negeri Ahwaz diberikan kepada Hasan setiap tahun.
c) Mu’awiyah membayar kepada saudaranya yaitu Husain sebanyak 2 juta 6
dirham.
d) Menjamin keamanan dan memaafkan kesalahan penduduk Irak.
e) Pemberian kepada Bani Hasyim haruslah lebih banyak daripada Bani Abdu
Syam.
f) Jabatan khalifah setelah Mu’awiyah harus diputuskan berdasarkan
musyawarah diantara kaum muslimin.
Dengan demikian, Mu’awiyah menjadi penguasa yang sah di seluruh wilayah
kedaulatan pemerintahan Islam. Ini terjadi pada tanggal 25 Robiul Tsani 41 H.
Mu’awiyah sampai di kuffah untuk mengambil baiat dari kaum muslimin yang
disaksikan oleh Hasan dan Husain. Peristiwa ini disebut dengan `Aam al-Jama`ah
yang artinya tahun persatuan.
Dengan meninggalnya Ali (661), pemerintahan yang dapat kita sebut sebagai
periode ke khalifahan republic dimulai sejak kekhalifahan abu Bakar (623)-telah
berakhir. Empat khalifah pada masa ini dikenal oleh para sejarawan Arab sebagai Al
Rasyidin. Pendiri khalifah kedua, Mua’awiyah dari keluarga Umayyah, menunjuk
putranya sendiri, Yazid, sebagai penerusnya sehingga ia menjadi seorang pendiri
sebuah dinasti. Dengan demikian, konsep pewarisan kekuasaan mulai diperkenalkan

4
dalam suksesi kekhalifahan, dan sejak itu tidak pernah sepenuhnya ditinggalkan.
Kekhalifahan Umayyah adalah dinasti (Mulk) pertama dalam sejarah islam.

1.2 Para Khalifah Bani Umayyah


Masa kekuasaan Bani Umayyah yang hampir mencapai satu abad, tepatnya 90
tahun ini telah dipimpin sebanyak 14 orang khalifah. Khalifah yang pertama
menjabat adalah Mu’awiyah bin Abu Sufyan, sedangkan khalifah yang terakhir
adalah Marwan bin Muhammad. Adapun urutan khalifah-khalifah yang menjabat
pada masa pemerintahan Bani Umayyah adalah sebagai berikut:
a) Mu'awiyah I bin Abi Sufyan (41-60H/661-679M)
b) Yazid I bin Mu'awiyah (60-64H/679-683M)
c) Mu'awiyah II bin Yazid (64H/683M)
d) Marwan I bin Hakam (64-65H/683-684M)
e) Abdul Malik bin Marwan (65-86H/684-705M)
f) Al-Walid I bin Abdul Malik (86-96H/705-714M)
g) Sulaiman bin Abdul Malik (96-99H/714-717M)
h) Umar bin Abdul Aziz (99-101H/717-719M)
i) Yazid II bin Abdul Malik (101-105H/719-723M)
j) Hisyam bin Abdul Malik (105-125H/723-742)
k) Al-Walid II bin Yazid II (125 126H/742-743M)
l) Yazid bin Walid bin Malik (126H/743M)
m) Ibrahim bin Alwalid II ( 126-127 H / 743-744 M )
n) Marwan II Bin Muhammad ( 127-132H / 744-750 M )
Di antara 14 orang khalifah Bani Umayyah yang berkuasa sekitar 90 tahun,
terdapat beberapa orang khalifah yang dianggap berhasil dalam menjalankan roda
pemerintahan. Adapun nama-nama khalifah Bani Umayyah yang menonjol karena
prestasinya masing-masing adalah sebagai berikut:
a) Mu'awiyah bin Abi Sufyan
b) Abdul Malik bin Marwan.
c) Umar bin Abdul Aziz
d) Hisyam bin Abdul Malik.

5
2. Peradaban pada Masa Dinasti Umayyah

Terbentuknya Dinasti Umayyah merupakan gambaran awal bahwa umat Islam


ketika itu telah kembali mendapatkan identitasnya sebagai negara yang berdaulat, juga
merupakan fase ketiga kekuasaan Islam yang berlangsung selama lebih kurang satu abad
(661 - 750 M).
Di samping keberhasilan dalam ekspansi wilayah, Bani Umayyah juga banyak
berjasa dalam pembangunan berbagai bidang, baik politik (tata pemerintahan) maupun
sosial kebudayaan. Dalam bidang politik, Bani Umayyah menyusun tata pemerintahan
yang sama sekali baru, untuk memenuhi tuntutan perkembangan wilayah dan
administrasi kenegaraan yang semakin kompleks. Selain mengangkat Majelis Penasihat
sebagai pendamping, khalifah Bani Umayyah dibantu oleh beberapa orang sekretaris
untuk membantu pelaksanaan tugas, yang meliputi:
a) Katib al-Rasail, sekretaris yang bertugas menyelenggarakan administrasi dan
surat-menyurat dengan para pembesar setempat.
b) Katib al-Kharraj, sekretaris yang bertugas menyelenggarakan penerimaan dan
pengeluaran negara.
c) Katib al-Jundi, sekretaris yang bertugas menyelenggarakan berbagai hal yang
berkaitan dengan ketentaraan.
d) Katib al-Syurthah, sekretaris yang bertugas menyelenggarakan pemeliharaan
keamanan dan ketertiban umum.
e) Katib al-Qudat, seretaris yang bertugas menyelenggarakan tertib hukum melalui
badan-badan peradilan dan hakim setempat.
Dalam bidang sosial budaya, Bani Umayyah telah membuka terjadinya kontak
antar bangsa-bangsa Muslim (Arab) dengan negeri-negeri taklukan yang terkenal
memiliki tradisi yang luhur seperti Persia, Mesir, Eropa, dan sebagainya. Hubungan
tersebut lalu melahirkan kreativitas baru yang menakjubkan di bidang seni dan ilmu
pengetahuan. Di bidang seni, terutama seni bangunan (arsitektur), Bani Umayyah
mencatat suatu pencapaian yang gemilang seperti Dome of the Rock (Qubah al-Shakhra)
di Yerusalem menjadi monumen terbaik yang hingga kini tak henti-hentinya dikagumi

6
orang. Perhatian terhadap seni sastra juga meningkat di zaman ini, terbukti dengan
lahirnya tokoh-tokoh besar seperti al-Ahthal, Farazdag, dan lain-lain.

2.1 Kemajuan Islam Pada Masa Dinasti Bani Umayyah


Masa pemerintahan Bani Umayyah terkenal sebagai suatu era agresif, lantaran
perhatian tertumpu pada usaha perluasan wilayah dan penaklukan, yang terhenti
sejak zaman Khulafa ar Rasyidin terakhir. Hanya dalam jangka waktu 90 tahun,
banyak bangsa di empat penjuru mata angin beramai-ramai masuk ke dalam
kekuasaan Islam, yang meliputi tanah Spanyol, seluruh wilayah Afrika Utara, Jazirah
Arab, Syria, Palestina, sebagian daerah Anatolia, Irak, Persia, Afganistan, India, dan
negeri-negeri yang sekarang dinamakan Turkmenistan, Uzbekistan, dan Kirgiztan,
yang termasuk Soviet Rusia.
Sebenarnya, kemajuan yang dicapai oleh Dinasti Umayyah tidak hanya dalam
bidang militer dan kekuasaan, melainkan juga dalam bidang lainnya, seperti sastra,
ilmu pengetahuan, sosial, budaya, politik. dan pemerintahan. Berikut beberapa
kemajuan yang berhasil dicapai oleh Dinasti Umayyah:

a) Bidang Militer dan Kekuasaan


Masa ke-Khilafahan Bani Umayyah hanya berumur 90 tahun yaitu dimulai
pada masa kekuasaan Muawiyah bin Abu Sufyan, yaitu setelah
terbunuhnya Ali bin Abi Thalib, dan kemudian orang-
orang Madinah membaiat Hasan bin Ali namun Hasan bin Ali menyerahkan
posisi kekhalifahan ini untuk Mu’awiyah bin Abu Sufyan dalam rangka
mendamaikan kaum muslimin yang pada masa itu sedang dilanda bermacam
fitnah yang dimulai sejak terbunuhnya Utsman bin Affan, pertempuran
Shiffin, perang Jamal dan penghianatan dari orang-
orang Khawarij dan Syi'ah, dan terakhir terbunuhnya Ali bin Abi Thalib.
Pada masa Muawiyah bin Abu Sufyan perluasan wilayah yang terhenti
pada masa khalifah Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib dilanjutkan
kembali, dimulai dengan menaklukan Tunisia, kemudian ekspansi ke sebelah
timur, dengan menguasai daerah Khurasan sampai Oxus dan Afganistan

7
sampai ke Kabul. Sedangkan angkatan lautnya telah mulai melaksanakan
serangan-serangan ke ibu kota Bizantium, Konstantinopel. Sedangkan
ekspansi ke timur ini kemudian terus dilanjutkan kembali pada masa
khalifah Abdul Malik bin Marwan. Abdul Malik bin Marwan mengirim
tentara menyeberangi sungai Oxus dan berhasil menundukkan
Balkanabad, Bukhara, Khwarezmia, Ferghana dan Samarkand. Ternyata
bahkan sampai ke India dan menguasai Balukhistan, Sind dan daerah Punjab
sampai ke Multan.

Ekspansi ke barat secara besar-besaran dilanjutkan di masa Al-Walid bin


Abdul-Malik. Masa pemerintahan al-Walid yaitu masa ketenteraman,
kemakmuran dan ketertiban. Umat Islam merasa hidup bahagia. Pada masa
pemerintahannya yang berjalan kurang semakin sepuluh tahun itu tercatat
suatu ekspedisi militer dari Afrika Utara menuju wilayah barat daya,
benua Eropa, yaitu pada tahun 711 M. Setelah Aljazair dan Maroko mampu
ditundukan, Tariq bin Ziyad, pimpinan pasukan Islam, dengan pasukannya
menyeberangi selat yang memisahkan selang Maroko (magrib) dengan
benua Eropa, dan mendarat di suatu tempat yang sekarang dikenal dengan
nama Gibraltar (Jabal Thariq). Tentara Spanyol mampu dikalahkan. Dengan
demikian, Spanyol menjadi sasaran ekspansi kemudian. Ibu
kota Spanyol, Cordoba, dengan cepatnya mampu direbut. Menyusul setelah
itu kota-kota lain seperti Seville, Elvira dan Toledo yang menjadi ibu
kota Spanyol yang baru setelah jatuhnya Cordoba.
Pasukan Islam memperoleh kemenangan dengan remeh karena mendapat
dukungan dari rakyat setempat yang sejak lama menderita dampak kekejaman
penguasa.

Di masa Umar bin Abdul-Aziz, serangan dilaksanakan ke Perancis malalui


pegunungan Pirenia. Serangan ini dipimpin oleh Aburrahman bin Abdullah
al-Ghafiqi. Penyerangan dimulai dari Bordeaux, Poitiers. Dari sana kaum
muslimin mencoba menyerang Tours. Namun, dalam peperangan yang terjadi
di luar kota Tours, al-Ghafiqi terbunuh, dan tentaranya mundur kembali

8
ke Spanyol. Disamping daerah-daerah tersebut di atas, pulau-pulau yang
terdapat di Laut Tengah (mediterania) juga jatuh ke tangan Islam pada masa
Umar bin Abdul Aziz.

Dengan kesuksesan ekspansi ke berapa daerah, baik di timur maupun


barat, wilayah kekuasaan Islam masa Bani Umayyah ini benar-benar sangat
luas. Daerah-daerah itu meliputi Spanyol, Afrika Utara, Syiria, Palestin,
Jazirah Arab, Irak, sebagian Asia Kesil, Persia, Afganistan, daerah yang
sekarang disebut Pakistan, Turkmenistan, Ubekistan, dan Kirigistan di Asia
Tengah.

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, dalam bidang militer Dinasti


Umayyah berhasil melebarkan sayap ekspansinya dengan menguasai wilayah
yang hampir setara dengan kekuasaan Alexander Agung. Menurut Ahmad
Syalabi, penaklukan militer pada zaman Bani Umayyah mencakup tiga front
penting.
Pertama, front melawan bangsa Romawi di Asia Kecil, dengan sasaran
utama pengepungan ke ibu kota Konstantinopel, dan penyerangan ke pulau-
pulau di Laut Tengah.
Kedua, front Afrika Utara. Selain menundukkan Afrika, pasukan muslim
juga menyeberangi Selat Gibraltar, lalu masuk ke Spanyol.
Ketiga, front timur menghadapi wilayah yang sangat luas, sehingga
operasi kejalur ini dibagi menjadi dua arah, yang satu menuju utara ke
daerah-daerah di seberang sungai Jihun. Sedangkan yang lainnya kearah
selatan menyusuri Syin, wilayah India bagian barat.
Selain itu, jasa-jasa Bani Umayyah dalam bidang pemerintahan juga
cukup banyak. Mu’awiyah mendirikan dinas pos, menerbitkan angkatan
bersenjata, mencetak uang, dan jabatan qadhi (hakim) mulai berkembang
menjadi profesi sendiri.
Dalam bidang peradaban, Dinasti Umayyah telah menemukan jalan yang
lebih luas ke arah pengembangan dan perluasan berbagai bidang ilmu

9
pengetahuan, dengan bahasa Arab sebagai media utamanya (Amin, 2015:
132).

b) Bidang Sosial dan Budaya


Dalam bidang sosial budaya, Bani Umayyah telah membuka terjadinya
kontak antarbangsa muslim (Arab) dengan negeri-negeri taklukan yang
terkenal memiliki tradisi yang luhur, seperti Persia, Mesir, Eropa, dan lain
sebagainya. Hubungan tersebut melahirkan krea tivitas baru yang
menakjubkan di bidang seni dan ilmu pengetahuan.
Di bidang seni, terutama seni bangunan (arsitektur), Bani Umayyah
mencatat suatu pencapaian yang gemilang, seperti Dome of the Rock (Qubah
ash-Shakira) di Jerusalem menjadi monumen terbaik yang hingga kini tak
henti-hentinya dikagumi orang.
Perhatian terhadap seni sastra juga meningkat pada zaman ini, terbukti
dengan lahirnya tokoh-tokoh sastrawan besar. Di bidang kesastraan, muncul
para penyair terkenal, seperti Umar bin Abi Rabi'ah, Tuwais, Ibnu Suraih, dan
Al-Garidh. Pada masa ini, muncul Sibawaih yang menyusun buku tata bahasa
Arab pertama berjudul Al-Kitab, sehingga ia disebut "Bapak Ilmu Nahwu"
Arab, karena buku itu menjadi standar awal pengembangan ilmu nahwu.
Pada masa ini pula, telah banyak bangunan hasil rekayasa umat Islam
dengan mengambil pola Romawi, Persia, dan Arab. Contohnya adalah
bangunan Masjid Damaskus yang dibangun pada masa pemerintahan Walid
bin Abdul Malik dan Masjid Agung Kordoba yang terbuat dari batu pualam.
Perkembangan seni ukir yang paling menonjol adalah penggunaan khat Arab
sebagai motif ukiran atau pahatan. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya
dinding masjid dan tembok-tembok disana yang diukir dengan khat Arab.
Salah satunya yang masih tertinggal adalah ukiran dinding Qushair Amrah
(Istana Mungil Amrah), istana musim panas di daerah pegunungan yang
terletak sekitar 50 mil sebelah timur Amman.
Dalam bidang pengetahuan, pada masa Dinasti Umayyah, ilmu
pengetahuan terbagi menjadi beberapa bagian, yakni al-adab al-hadith (ilmu-

10
ilmu baru), yang meliputi al ulum al-islamiyah (ilmu al-Qur'an, hadits, fiqh,
al-ulum al-lisaniyah, at-tarikh, dan al-jughrafi); al-ulum ad dakhiliyah (ilmu
yang diperlukan untuk kemajuan Islam), yang meliputi ilmu kedokteran,
filsafat, ilmu pasti, dan ilmu eksakta lainnya yang disalin dari Persia dan
Romawi; serta al-adab al-qadamah (ilmu lama) yaitu ilmu yang telah ada
pasca zaman jahiliah dan ilmu pada masa khalifah yang empat, seperti ilmu
lughah, syair, khitabah, dan amthal.
Menurut Jurji Zaidan, pada masa Dinasti Umayyah terdapat beberapa
kemajuan dalam bidang pengembangan ilmu pengetahuan antara lain sebagai
berikut:
a) Pengembangan Bahasa Arab
Para peguasa Dinasti Umayyah telah menjadikan Islam sebagai daulah
(negara), kemudian dikuatkannya dan dikembangkanlah bahasa
Arab dalam wilayah kerajaan Islam. Upaya tersebut dilakukan dengan
menjadikan bahasa Arab sebagai bahasa resmi dalam tata usaha
negara dan pemerintahan sehingga pembukuan dan surat menyurat
harus menggunakan bahasa Arab, yang sebelumnya menggunakan
bahasa Romawi atau Persia di daerah-daerah bekas jajahan mereka
dan di Persia sendiri.
b) Marbad Kota Pusat Kegiatan Ilmu
Dinasti Umayyah juga mendirikan sebuah kota kecil sebagai pusat
kegiatan ilmu pengetahuan dan kebudayaan. Pusat kegiatan ilmu dan
kebudayan itu dinamakan Marbad, kota satelit dari Damaskus. Di
Kota Marbad inilah berkumpul para pujangga, filsuf, ulama, penyair,
dan cendekiawan lainnya, sehingga kota ini diberi gelar ukadz-nya
Islam.
c) Ilmu Qira'at
Ilmu Qira'at adalah ilmu seni baca Al-Qur’an. Ilmu Qira'at
merupakan ilmu syariat tertua yang telah dibina sejak zaman Khulafa
ar Rasyidin. Kemudian masa Dinasti Umayyah dikembangluaskan
sehingga menjadi cabang ilmu syariat yang sangat penting. Pada masa

11
ini lahir para ahli qira'at ternama seperti Abdullah bin Qusair (w. 120
H) dan Ashim bin Abu Nujud (w. 127 H).
d) Ilmu Tafsir
Untuk memahami Al-Qur’an sebagai kitab suci diperlukan
interpretasi pemahaman secara komprehensif. Minat untuk menafsir
kan Al-Qur’an di kalangan umat Islam bertambah. Pada masa
perintisan ilmu tafsir, ulama yang membukukan ilmu tafsir yaitu
Mujahid (w.104 H).
e) Ilmu Hadits
Ketika kaum muslimin telah berusaha memahami Al-Qur’an
ternyata ada satu hal yang juga sangat mereka butuhkan, yaitu ucapan-
ucapan Nabi Saw yang disebut hadits. Oleh karena itu, timbulah usaha
untuk mengumpulkan hadits, menyelidiki asal usulnya, sehingga
akhirnya menjadi satu ilmu yang berdiri sendiri yang dinamakan ilmu
hadits. Di antara para ahli hadits yang termasyhur pada masa Dinasti
Umayyah adalah Muhammad bin Syihab al-Zuhri (w.124 H), Hasan
Basri (w. 110 H), Ibnu Abu Malikah (w.119 H), dan al-Sya'bi Abu
Amru Amir bin Syurahbil (w. 104 H).
f) Ilmu Fiqih
Setelah Islam menjadi daulah, maka para penguasa sangat
membutuhkan adanya peraturan-peraturan untuk menjadi pedoman
dalam menyelesaikan berbagai masalah. Mereka kembali kepada Al-
Qur’an dan Hadits, dan mengeluarkan syariat dari kedua sumber
tersebut untuk mengatur pemerintahan dan memimpin rakyat, Al-
Qur’an adalah dasar fiqih Islam, dan pada zaman ini ilmu fiqih telah
menjadi satu cabang ilmu syariat yang berdiri sendiri. Di antara ahli
fiqih yang terkenal adalah Qasim Ubaidullah, Urwah dan Kharijah.
g) Ilmu Nahwu
Pada masa Dinasti Umayyah karena wilayahnya berkembang
secara luas, khususnya ke wilayah di luar Arab, maka ilmu Nahwu
sangat diperlukan. Hal tersebut disebabkan pula bertambahnya orang-

12
orang non-Arab yang masuk Islam sehingga keberadaan bahasa Arab
sangat dibutuhkan. Oleh akrena itu dibukukanlah ilmu nahwu dan
berkembanglah satu cabang ilmu yang penting untuk mempelajari
berbagai ilmu agama Islam.
h) Ilmu Geografi dan Tarikh
Geografi pada masa Dinasti Umayyah telah berkembang menjadi
ilmu tersendiri. Demikian pula ilmu tarikh (ilmu sejarah), baik sejarah
umum maupun sejarah Islam pada khususnya. Adanya pengembangan
dakwah Islam ke daerah-daerah baru yang luas dan jauh menimbulkan
ghirah untuk mengarang ilmu geografi, demikian pula ilmu tarikh.
Ilmu geografi dan ilmu tarikh lahir pada masa Dinasti Umayyah
barulah berkembang menjadi suatu ilmu yang benar-benar berdiri
sendiri pada masa itu.
i) Usaha Penerjemahan
Untuk kepentingan pembinaan dakwah Islamiah, pada masa
Dinasti Umayyah, dimulai pula penerjemahan buku-buku
pengetahuan dari bahasa-bahasa lain ke dalam bahasa Arab. Dengan
demikian, jelaslah bahwa gerakan penerjemahan telah dimulai pada
zaman ini, hanya baru berkembang secara pesat pada zaman Dinasti
Abbasiyah. Adapun yang mula-mula melakukan usaha penerjemahan
yaitu Khalid bin Yazid, seorang pangeran yang sangat cerdas dan
ambisius. Ketika gagal memperoleh kursi kekhalifahan, ia
menumpahkan dalam ilmu pengetahuan, antara lain mengusahakan
penerjemahan buku-buku ilmu pengetahuan dari bahasa lain ke dalam
bahasa Arab. Didatangkanlah ke Damaskus para ahli ilmu
pengetahuan yang melakukan penerjemahan dari berbagai bahasa.
Maka diterjemahkan buku-buku tentang ilmu kimia, ilmu astronomi,
ilmu falak, ilmu fisika, kedokteran dan lain-lain. Khalid sendiri adalah
ahli dalam ilmu astronomi (Zaidan, 1970: 236-259).
Kemajuan peradaban pada masa Dinasti Umayyah tidak lepas dari peran para
khalifah di zamannya. Di antara para khalifah yang Kemajuan peradaban

13
pada masa Dinasti Umayyah tidak lepas memberikan dorongan dalam bidang
pendidikan adalah:
1) Umayyah bin Abu Sufyan
Mu’awiyah sangat concern terhadap pendidikan anak. Mereka
diajar membaca, menulis, berhitung, berenang, belajar Al-Qur’an dan
ibadat. Mata pelajaran utama yang diajarkan adalah "adab" hingga
madrasah itu dinamakan Majelis Adab dan gurunya disebut
"muaddib" juga "mu'allim".
2) Abdul Malik bin Marwan
Abdul Malik bin Marwan berpesan kepada para pendidik anaknya,
"Ajarkanlah kepada mereka berkata benar, di samping mengajarkan
Al-Qur’an jauhkanlah mereka dari orang-orang jahat, karena orang-
orang jahat itu tidak mengindahkan perintah dan tidak berlaku sopan.
Ajarkan syair kepada mereka agar mereka mulia dan berani. Serulah
mereka bersuci dan bila mereka meminum air hendaklah dihirup
pelan-pelan. Bila menegurnya hendaklah di tempat tertutup, sehingga
tidak diketahui oleh para pelayan dan para tamu agar dia tidak
dipandangnya rendah oleh para pelayan dna tamu."
3) Hisyam bin Abdul Malik
Hisyam bin Abdul Malik berkata kepada Sulaiman al-Kalbi
(muaddib puteranya), "Puteraku ini adalah sepotong kulit dari bagian
yang di antara dua mataku ini. Engkau telah saya angkat untuk jadi
pendidiknya. Karena itu engkau hendaklah bertakwa kepada Allah swt
dan melaksanakan apa yang telah dipercayakan kepadamu. Pertama
kali yang saya nasehatkan kepadamu agar kamu melatihnya dengan
membaca kitab Allah swt, kemudian riwayatkan kepadanya syair-
syair yang baik dan hendaklah diketahuinya mana yang halal dan yang
haram, begitu juga pidato-pidato dan cerita penyenangan supaya
diajarkan kepadanya.

14
4) Umar bin Abdul Aziz
Umar bin Abdul Aziz adalah khalifah yang shaleh dan sangat
memperhatikan pendidikan khususnya hadits. Dia memerintahkan
agar hadits-hadits dibukukan dan diajarkan di majelis-majelis ilmu.
Dia menulis surat kepada para gubernurnya, "Periksalah hadits Nabi
Muhammad Saw, dan tuliskanlah karena aku khawatir bahwa ilmu
hadits akan lenyap dengan meninggalnya ulama. Hendaklah hadits
disebarkan dan diajarkan dalam majelis majelis sehingga orang-orang
yang tidak mengetahui menjadi mengetahuinya." Atas perintah
khalifah, pengumpulan hadits dilakukan oleh ulama. Di antaranya
adalah Muhammad bin Syihab Al-Zuhri (guru imam Malik). Akan
tetapi, buku hadits yang dikumpulkan oleh imam al-Zuhri tidak
diketahui dan tidak sampai kepada kita. Dalam sejarah tercatat bahwa
ulama yang pertama membukukan hadits adalah imam al-Zuhri
(Ramayulis, 2011:70).

3. Kemunduran dan Faktor Kehancuran Dinasti Bani Umayyah


Ada beberapa faktor yang menyebabkan Dinasti Bani Umayyah lemah dan
membawanya kepada kehancuran. Faktor-faktor itu antara lain:
a) Sistem pergantian khalifah melalui garis keturunan adalah suatu yang baru bagi
tradisi Arab yang lebih menekankan aspek senioritas. Pengaturannya tidak jelas.
Ketidakjelasan sistem pergantian khalifah ini menyebabkan terjadinya
persaingan yang tidak sehat di kalangan anggota keluarga istana.
b) Latar belakang terbentuknya Dinasti Bani Umayyah tidak bisa dipisahkan dari
konflik-konflik politik yang terjadi di masa Ali. Sisa-sisa Syi’ah (pengikut Ali)
dan Khawarij terus menjadi gerakan oposisi, baik secara terbuka seperti di masa
awal dan akhir maupun secara tersembunyi seperti di masa pertengahan
kekuasan Bani Umayyah.
c) Pada masa kekuasaan Bani Umayyah, pertentangan etnis antara suku Arabia
utara (Bani Qays) dan Arabia Selatan (Bani Kalb) yang sudah ada sejak zaman
sebelum Islam, makin meruncing. Perselisihan ini mengakibatkan para penguasa
Bani Umayyah mendapat kesulitan untuk menggalang persatuan dan kesatuan.

15
Di samping itu, sebagian besar golongan Mawali (non-Arab), terutama di Irak
dan bagian Timur lainnya, merasa tidak puas karena status Mawali itu
menggambarkan suatu inferioritas, ditambah dengan keampuhan bangsa Arab
yang diperlihatkan pada masa Bani Umayyah.
d) Lemahnya pemerintahan Daulat Bani Umayyah juga disebabkan oleh sikap
hidup mewah di lingkungan istana sehingga anak-anak khlifah tidak sanggup
memikul beban berat kenegaraan tatkala mereka mewarisi kekuasaan. Di
samping itu, golongan agama banyak yang kecewa karena perhatian penguasa
terhadap perkembangan agama sangat kurang.
e) Penyebab langsung tergulingnya Dinasti Bani Umayyah adalah munculnya
kekuasaan baru yang dipelopori oleh keturunan al-Abbas ibn Abd al Muthalik.
Gerakan ini mendapat dukungan penuh dari Bani Hasyim dan golongan Syi’ah,
dan kaum Mawali yang merasa dikelasduakan oleh pemerintahan Bani
Umayyah.

Akumulasi dari berbagai penyebab tersebut serta gabungan dari faktor faktor
lainnya yang mungkin tidak diuraikan dalam pembahasan ini, mengantar dinasti yang
hampir satu abad berkuasa ini ke jalan keruntuhannya. Dinasti Bani Umayyah
diruntuhkan oleh kekuatan politik Dinasti Bani Abbasiyah pada masa Khalifah Marwan
bin Muhammad pada 127 H (744 M).

16
BAB III
PENUTUP

1. Kesimpulan
Dinasti umayyah diambil dari nama Umayyah Ibn ‘Abdi Syams Ibn ‘Abdi Manaf,
Dinasti ini sebenarnya mulai dirintis semenjak masa kepemimpinan khalifah Utsman bin
Affan namun baru kemudian berhasil dideklarasikan dan mendapatkan pengakuan
kedaulatan oleh seluruh rakyat setelah khalifah Ali terbunuh dan Hasan ibn Ali yang
diangkat oleh kaum muslimin di Irak menyerahkan kekuasaanya pada Mu’awiyah
setelah melakukan perundingan dan perjanjian. 16 Fatah Syukur, Sejarah Peradaban
Islam, Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2002) hal. 78. Bersatunya ummat muslim dalam
satu kepemimpinan pada masa itu disebut dengan tahun jama’ah (‘Am al Jama’ah) tahun
41 H (661 M).
Sistem pemerintahan Dinasti Bani Umayyah diadopsi dari kerangka pemerintahan
Persia dan Bizantium, dimana ia menghapus sistem tradisional yang cenderung pada
kesukuan. Pemilihan khalifah dilakukan dengan sistem turun temurun atau kerajaan, hal
ini dimulai oleh Umayyah ketika menunjuk anaknya Yazid untuk meneruskan
pemerintahan yang dipimpinnya pada tahun 679 M.
Selain semakin luasnya kekuasaan islam, pada masa kekuasaan Umayyah yang hampir
satu abad itu juga mencapai banyak kemajuan lainnya. Dintaranya adalah:
a) Membangun pos-pos serta menyediakan kelengkapan peralatannya.
b) Membangun jalan raya
c) Mencetak mata uang
d) Membangun panti asuhan
e) Membangun gedung pemerintahaN
f) Membangun masjid
g) Membangun rumah sakit
h) Membangun sekolah studi kedokteran
Kemunduran dan kehancuran Dinasti Bani Umayyah disebabkan oleh banyak
faktor, dinataranya adalah: perebutan kekuasaan antara keluarga kerajaan, konflik
berkepanjagan dengan golongan oposisi Syi’ah dan Khawarij, pertentangan etnis suku

17
Arab Utara dan suku Arab Selatan, ketidak cakapan para khalifah dalam memimpin
pemerintahan dan kecenderungan mereka yang hidup mewah, penggulingan oleh Bani
Abbas yang didukung penuh oleh Bani Hasyim, kaum Syi’ah, dan golongan Mawali.
Selain itu pembunuhan yang dilakukan oleh Yazid ibn Muawiyyah terhadap al-Husein,
cucu Rasulullah juga di anggap menjadi salah satu foktor penyebab keruntuhan dinasti
Bani Umayyah.
Akhirnya pada tahun 750 M, daulat Umayyah digulingkan Bani Abbasiyah yang
bersekutu dengan Abu Muslim Al-Khurasani. Marwan bin Muhammad, khalifah terakhir
Bani Umayyah, melarikan diri ke Mesir, ditangkap dan dibunuh di sana. Dan dengan
terbunuhnya Marwan bin Muhammad maka berakhirlah masa kekhalifahan dinasti Bani
Umayyah.

Berikut kronologi Pada Masa Bani Umayyah

661 M- Muawiyah menjadi khalifah dan mendirikan Bani Umayyah


670 M- Perluasan ke Afrika Utara dan Penaklukan Kabul
677 M- Penaklukan Samarkand dan Tirmiz serta Serangan ke Konstatinopel
680 M- Kematian Muawiyah. Yazid I menaiki takhta. Peristiwa pembunuhan Husain
685 M- Khalifah Abdul-Malik menegaskan Bahasa Arab sebagai bahasa resmi
700 M- Kampanye menentang kaum Barbar di Afrika Utara
711 M- Penaklukan Spanyol, Sind, dan Transoxiana
713 M- Penaklukan Multan
716 M- Serangan ke Konstantinopel.
717 M-Umar bin Abdul-Aziz menjadi khalifah. Reformasi besar-besaran dijalankan
725 M- Tentara Islam merebut Nimes di Prancis
749 M- Kekalahan tentara Umayyah di Kufah, Iraq terhadap tentara Abbasiyah
750 M- Damsyik direbut oleh tentara Abbasiyyah. Kejatuhan Kekhalifahan Bani
Umayyaah
756 M- Abdurrahman Ad-Dakhil menjadi khalifah Muslim di Kordoba dan memisahkan
diri dari Abbasiyah

18
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Amin, Husayn. (2001) Seratus Tokoh Dalam Islam. ed. Cucu Juanda. Bandung: Rosda
Karya.

Ahmad Syalabi. (1983). Sejarah Dan Kebydayaan Islam Jilid II. Jakarta: Pustaka al-Husna .

Prof. DR. Abdussyafi Muhammad Abdul Lathif. (2016). Bangkit Dan Runtuhnya Bani Umayyah.
Darussalam. Kairo. Pustaka Al-Kautsar.

Dr. Din Muhammad Zakariya. M.pd.i. (2018). Sejarah Peradaban Islam Prakenabian Hingga
islam di Indonesia. Malang. Madani Media.

Kumaidi, dkk. (2009). Sejarah Kebudayaan Islam. Jakarta: Akik Pusaka.

Yatim, badri. (2000). Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Reizem Aizid, (2021). Sejarah Peradaban Islam Terlengkap Priode Klasik, Pertengahan, dan
Modern. Yogyakarta. DIVA Press.

INTERNET

file:///C:/Users/ASUS/Documents/Downloads/1344-4020-1-SM%20(1).pdF

19
661 M- Muawiyah menjadi khalifah dan mendirikan Bani Umayyah
670 M- Perluasan ke Afrika Utara dan Penaklukan Kabul
677 M- Penaklukan Samarkand dan Tirmiz serta Serangan ke Konstatinopel
680 M- Kematian Muawiyah. Yazid I menaiki takhta. Peristiwa pembunuhan Husain
685 M- Khalifah Abdul-Malik menegaskan Bahasa Arab sebagai bahasa resmi
700 M- Kampanye menentang kaum Barbar di Afrika Utara
711 M- Penaklukan Spanyol, Sind, dan Transoxiana
713 M- Penaklukan Multan
716 M- Serangan ke Konstantinopel.
717 M-Umar bin Abdul-Aziz menjadi khalifah. Reformasi besar-besaran dijalankan
725 M- Tentara Islam merebut Nimes di Prancis
749 M- Kekalahan tentara Umayyah di Kufah, Iraq terhadap tentara Abbasiyah
750 M- Damsyik direbut oleh tentara Abbasiyyah. Kejatuhan Kekhalifahan Bani Umayyaah
756 M- Abdurrahman Ad-Dakhil menjadi khalifah Muslim di Kordoba dan memisahkan diri dari
Abbasiyah

20

You might also like