You are on page 1of 9

ISSN 2087-3352

Kuliner Sebagai Identitas Budaya:


Perspektif Komunikasi Lintas Budaya

SRI UTAMI

Doktor dari Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya


Universitas Indonesia
E-mail: mieke2807@yahoo.com

Abstrak Istilah «kuliner» didefinisikan sebagai sesuatu yang berkaitan atau berhubungan
dengan memasak. Memasak mengubah makanan dari alam menjadi budaya.
Makanan menopang kehidupan. Pada saat yang sama, kuliner melambangkan
kehidupan sosial dan identitas budaya bagi berbagai kelompok orang di seluruh
dunia. Memang, setiap bangsa memiliki kulinernya sendiri yang telah diterima
secara bertahap dan menjadi ideologi kuliner yang diterima begitu saja . Kuliner
juga merupakan indikator bagaimana budaya berkembang dan berubah seiring
waktu dan ruang. Dengan pemikiran tersebut, artikel ini akan mengeksplorasi
bagaimana kuliner mewakili identitas budaya dalam komunikasi lintas budaya
dengan berbagai cara. Dalam hubungan ini, kuliner diakui sebagai sumber
kekuatan. Kuliner adalah sumber yang relevan dari penandaan dan bentuk
komunikasi yang efektif dari budaya yang khas, dengan karakter nasional yang kuat
dan keragaman fitur. Memahami kuliner dari segi perbedaan dan konotasi budaya
yang mendalam, mengeksplorasi warisan budaya mereka, dan mempromosikan
pertukaran budaya.

Kata kunci: Kuliner, konstruksi sosial, identitas, komunikasi lintas budaya,


multikulturalisme.

Abstract The word "culinary" is defined as something related to, or connected with, cooking.
Cooking transforms food from nature to culture. Food sustains life. At the same
time, it symbolizes social life and cultural identity for various groups of people
throughout the world. Indeed, every nation has its own culinary which has been
gradually accepted and becomes a taken-for-granted culinary ideology. Culinary
is also an indicator of how these develop and alter over time and space. With this
in mind, this paper will explore how culinary represents cultural identity in cross-
cultural communication in various ways. Within these relationships, culinary is
recognized as a source of power. Culinary is both a relevant source of signification
and an effective form of communication of distinctive culture, with strong national
character and diversity of features. Understanding culinary of the differences and
its profound cultural connotation, explore their cultural heritage, and promote
further exchanges of culturre.

CoverAge
: Journal of Keywords: Culinary, social construction, identity, cross-cultural communication,
Strategic multiculturalism
Communication
Vol. 8, No. 2, Hal. 36-44.
Maret 2018
Fakultas Ilmu
Komunikasi, Universitas
Pancasila

Diterima 5 November 2017


Disetujui 6 Februari 2018
Kuliner Sebagai Identitas Budaya: Perspektif Komunikasi Lintas Budaya | 37

PENDAHULUAN dari pola siklus hidup. Makanan dapat dikatakan


sebagai pengikat keterpisahan satu komunitas
Kuliner yang menjadi sorotan dalam artikel ini, dengan komunitas yang lain. Ketika berada jauh
secara etimologis merupakan terjemahan dari kata dari rumah, makanan mempertautkan rasa memiliki
dalam bahasa Inggris ’culinary’. Kata ini berasal dari dalam dunia yang asing. Makanan berfungsi
bahasa Latin ’culinarius’ yang didapat dari kata sebagai kunci untuk mengikat. Kuliner merupakan
’culina’ yang berarti dapur, tempat memasak konsep tentang makanan, dengan demikian kuliner
makanan. Memasak memiliki makna universal, yaitu merupakan elemen dari kebudayaan, yang
transformasi dari alam menuju ke budaya. Selain berkaitan dengan akar historis, kolonialisme, mitos,
itu, memasak juga merupakan ’bahasa’ yang kita agama, dan nilai dalam suatu masyarakat.
gunakan untuk berbicara tentang diri kita dan Dari tinjauan pustaka tentang kuliner terdapat
tempat kita berada di dunia. Mungkin kita bisa bukti adanya proses komunikasi lintas budaya,
memetik ungkapan Descartes dan mengubahnya seturut dengan pengaruh globalisasi. Proses ini
menjadi ”Saya makan, maka saya ada” (Woodward merupakan suatu dialog antar identitas budaya
[ed.], 1999: 31-32). dari masyarakat dengan munculnya suatu identitas
Apa yang kita makan menunjukkan banyak hal multikultural. Kaitan identitas budaya dan kuliner
tentang siapa diri kita, serta tentang budaya dari menyeruak di tengah peradaban global. Menurut
keberadaan kita. Makanan adalah medium dari Tomlison, globalisasi merupakan suatu proses
masyarakat untuk menyatakan tentang dirinya. yang tidak dapat dihindari oleh masyarakat dunia
Ungkapan ” we are what we eat” dan ”we are what secara keseluruhan. Globalisasi adalah proses yang
we don’t eat” menunjukkan suatu identitas dalam multidimensional, yang secara bersamaan mampu
budaya dari satu komunitas, bahkan secara lebih menginduksi bidang ekonomi, politik, lingkungan,
luas dapat menunjukkan identitas suatu bangsa. institusionalisasi teknologi, dan budaya (Tomlinson,
Lebih tajam lagi, ungkapan dari Jean Anthelme 2007: 150).
Brillat-Savarin, “Tell me what you eat, I’ll tell you Dalam masyarakat terjadi interaksi kebudayaan
who you are”. Jean Anthelme Brillat-Savarin (1 April yang berbeda-beda, merupakan suatu keniscayaan
1755-2 February 1826) seorang pengacara Perancis bahwa penyebaran budaya yang tak terpisahkan
dan politisi, namun memperoleh ketenaran sebagai dengan adanya kekuasaan. Bentuk paling mendasar
epicure dan gastronomer. dari kekuasaan pada hakikatnya adalah membentuk
pikiran manusia. Dengan pengaruh pada pikiran
manusia maka akan menentukan cara manusia
bertindak. Menurut Tomlinson budaya secara
instrinsik bersifat constitutive terhadap globalisasi.
Budaya dalam hal ini didefinisikan sebagai
konstruksi secara sosial, yang digambarkan sebagai
representasi, pengalaman hidup dan konteks yang
mengarah pada kehidupan secara individual
maupun kolektif. Kaitan budaya dan globalisasi
adalah ketika bagaimana secara kultural perilaku-
perilaku lokalitas kemudian bisa terglobalkan
sebagai konsekuensi dari interkoneksitas globalisasi.
Penyebaran budaya terjadi lewat komunikasi
antar budaya yang semakin luas membuat budaya-
Edo ergo sum - I eat, therefore I am budaya tertentu kemudian ter-universal-kan bahkan
Gambar 1. Ungkapan terkait diterapkan dalam aspek kehidupan seperti dalam
Kuliner politik dan hukum. Manusia pada masa kini tiada
(Sumber: Diolah oleh penulis) mungkin menghindar dari pengaruh globalisasi
yang menimbulkan kekuatan yang sangat signifikan
Dari ulasan tersebut di atas, makanan walau dalam menciptakan dan mengembangkan identitas
nampak sepele, ternyata memilki peran penting budaya. Permasalahan dalam artikel ini apa dan
dalam semua aspek kehidupan masyarakat. bagaimana pengaruh kuliner sebagai identitas
Makanan adalah faktor motivasi yang mendorong budaya dalam kehidupan manusia didunia, dan
tindakan secara individual pada suatu komunitas
tertentu atau keseluruhan masyarakat. Makanan
adalah bagian
38 | CoverAge, Vol. 8, No. 2, Maret 2018 SRI UTAMI

mengapa komunikasi lintas budaya dapat menjadi bila menyebut selera makan tertentu. Lebih lanjut,
agen perubahan kuliner sebagai identitas budaya. Anna Meigs menunjukkan bahwa kuliner adalah
Adapun tujuan penulisan artikel ini agar dapat lebih hasil konstruksi budaya yang mengeksplorasi
memahami kuliner sebagai identitas budaya yang bagaimana makanan dan makan dipahami sebagai
terus menerus mengalami proses perubahan dan alat yang menyatukan beragam organisme, baik
akan memengaruhi kualitas hidup manusia dalam fisiologis dan mistis, dalam kehidupan tunggal
globalisasi. (Meigs, 1997: 95- 106).
Secara ringkas alur pemikiran dalam paper ini Makanan selain merupakan kebutuhan biologis
dapat dilihat pada gambar 2. agar manusia dapat bertahan hidup, juga
merupakan kebutuhan sosial dan budaya manusia
dalam komunitas atau masyarakat. Pilihan makanan
PEMBAHASAN untuk asupan makanan dibentuk oleh faktor-faktor
sosial dan budaya yang memberi makna simbolis
Pemahaman tentang Kuliner pada makanan. Faktor-faktor budaya merupakan
Kuliner merupakan elemen budaya dari suatu bagian dari pengalaman manusia yang selalu
bangsa yang sangat mudah dikenali sebagai berkembang dan berubah. Dalam artikel ini, penulis
identitas suatu masyarakat. Kuliner merupakan akan membahas bagaimana proses membentuk
salah satu unsur dari budaya dan menunjukkan produksi, distribusi, persiapan, dan konsumsi
adanya hubungan sosial. Apa yang kita makan, makanan lintas budaya dalam banyak cara. Dalam
dengan siapa kita makan, dan bagaimana hubungan ini, kuliner dapat dimaknai sebagai
penyajian makanan menunjukkan peranan yang sumber kekuasaan dalam heterogenitas hubungan
penting dalam memaknai relasi sosial. Makan lintas budaya.
adalah bentuk dasar dari semua transaksi dengan Hasil silang budaya terjadi dalam ‘dialog’
pihak lain dan setiap pertukaran obyek (Woodward antar kuliner dari bangsa-bangsa yang saling
[ed.], 1999:31). Dalam hal ini saya sependapat pada bertemu. Agen dari ‘dialog’ yang dominan adalah
ungkapan bahwa setiap negara, bahkan setiap media komunikasi yang saat ini makin terbuka dan
kelompok masyarakat memiliki kuliner sesuai merasuk dalam kehidupan manusia di seluruh
dengan seleranya masing-masing dan sesuai dengan pelosok dunia. Melalui komunikasi lintas budaya,
kondisi alamnya. Secara spontan pikiran kita akan kuliner berkembang dengan membentuk banyak
mengarah pada suatu makanan spesifik pilihan dengan memperluas inovasi gastronomi,

Gambar 2. Alur Pemikiran Penelitian


Kuliner Sebagai Identitas Budaya: Perspektif Komunikasi Lintas Budaya | 39

memadukan multietnis makanan. Untuk itu term ’identical’, yang memiliki arti penting bahwa
dilakukan banyak penelitian dalam konteks literal kita tidak hanya identik dengan diri sendiri (the
produksi dan konsumsi ke dalam kolosal budaya same being from birth to death), tetapi kita juga
yang melintasi batas antara antropologi, sosiologi, identik dengan yang lain. Dengan demikian kita
seni, dan humaniora. secara umum memiliki identitas sebagai manusia,
Makanan memiliki banyak arti dan bahwa tetapi juga sebagai perempuan atau laki-laki, orang
“persiapan, ritual, bau, kondisi sosial, perubahan Indonesia, ras berkulit coklat, dan sebagainya. Pada
iklim, serta di manamakanan itu ditabur, saat yang bersamaan, terdapat aspek identitas yang
dikumpulkan, disusun, dan dimakan adalah bentuk lain, yang menunjukkan keunikan, perbedaan
ekspresi budaya dan identitas” (Bentley, 2007: 215). dengan yang lain. Singkat kata, tak seorangpun
Sedangkan menurut Brian Street, budaya hanya memiliki satu identitas. Hal ini berarti
merupakan proses aktif dalam pembentukan terdapat kombinasi dari kegandaan ini, tidak
makna, dengan mengemukakan pemikiran bahwa sekedar penambahan jumlah identitas. Berbagai
budaya adalah kata kerja bukan kata benda (culture bentuk identitas dipandang sebagai interaktif dan
is a verb, not a noun) (Street, 1993: 23-43). Bila saling konstitutif, juga bersifat dinamis. Beberapa
budaya adalah hasil konstruksi berarti bisa bentuk identitas dipahami sebagai mutually
didekonstruksi. Berarti budaya bukan sesuatu benda exclusive, sehingga tidak mudah untuk
riil, tetapi sesuatu imaginasi yang kita bentuk agar mengombinasikannya (Lawler, 2008: 3).
dapat diterima dalam dunia di sekitar kita. Dari Semua identitas merupakan suatu bentuk
pengertian ini, budaya bukan sesuatu yang statis, konstruksi sosial, sehingga menjadi sumber makna
melainkan sesuatu yang aktif. Terbukti bisa dan pengalaman manusia. Hal ini dinyatakan oleh
didekonstruksi, yang berarti bisa berkembang dan Calhoun:
berubah. Demikian juga halnya dengan kuliner
”Tiada orang tanpa nama, serta tanpa bahasa
sebagai identitas budaya, terus berkembang dan dan tanpa budaya yang menjadi pembeda
berubah. antara diri dan liyan. Pengetahuan tentang
diri senantiasa merupakan hasil konstruksi
Identitas Budaya dan tidak pernah sama sekali terpisah dari
Eduardo Mendieta mengatakan: klaim bagi cara khas untuk diketahui yang
lain.” (Castel, 1997: 172)
“Our identities are never discovered. They
are always constituted,constructed, invented, Identitas menjadi suatu sumber yang lebih kuat
imagined, imposed, projected, suffered, and bagi pemaknaan diri manusia daripada perannya,
celebrated. Identities are never univocal, yang disebabkan proses konstruksi diri dan
stable, or innocence. They are always an individulisasi yang melibat. Dalam pengertian
accomplished and ceaseless project. For this
sederhana, identitas membentuk makna dan semua
reason, in the process of constituting them
identitas adalah dikonstruksi. Yang menjadi
and negotiating them, we discover that we
were like we never imagined to have been.” pertanyaan penting, yaitu bagaimana, dari apa, oleh
(Alcoff & Mendieta [eds], 2000: 414) siapa, dan untuk apa. Konstruksi identitas
menggunakan materi pembentuk yang dipetik dari
Ungkapan Eduardo Mendieta di atas menjadi sejarah, dari geografi, dari biologi, dari institusi
awalan untuk mengulas masalah identitas, yang produktif dan reproduktif, dari memori kolektif, dari
dalam kekinian marak menjadi topik mengemuka khayalan pribadi, dari perangkat kekuasaan, dan
berkaitan dengan perdebatan berbagai kajian, revelasi religi. Perorangan, kelompok sosial, dan
terutama yang berkaitan dengan pascakolonialisme, masyarakat memproses keseluruhan materi
multikulturalisme, dan globalisasi. Menurut pembentuk, dan menata ulang sesuai dalam
Mendeita, multikuturalisme dan globalisasi secara struktur sosial. Konstruksi sosial atas identitas selalu
kontemporer berkelindan dengan suatu wacana berkaitan dengan kekuasaan. Tak mudah untuk
yang teramat kompleks. menentukan siapa yang membentuk adanya jenis
Pengertian tentang identitas merupakan suatu identitas yang beragam. Ini merupakan term
kombinasi paradoksial antara yang sama dan yang abstrak, dan berhubungan dengan konteks sosial.
lain (sameness and difference). Merunut dari asal Konstruksi identitas, sepanjang menyangkut
kata identitas dari bahasa Latin ”idem’ yang pengalaman kolektif yang berbeda, seperti identitas
mempunyai arti ’sama’. Dari arti etimologis ini, Timur atau Barat, hampir selalu melibatkan
kita mendapat konstruksi antitesis dari liyan yang aktualitasnya
40 | CoverAge, Vol. 8, No. 2, Maret 2018 SRI UTAMI

selalu menjadi obyek interpretasi dan reinterpretasi masa depan. Inilah yang menjadi dasar pokok untuk
yang berlangsung tanpa henti. Kita tidak bisa mengulas kuliner sebagai identitas budaya yang
menghilangkan rasa permusuhan terhadap identitas mempunyai semua faktor yang diuraikan di atas.
liyan ini, karena setiap zaman dan setiap
masyarakat selalu menciptakan kembali liyan dalam Komunikasi Lintas Budaya
wujud dan bentuk yang beraneka ragam. Identitas Dengan pesatnya laju perkembangan teknologi
diri atau liyan tidak berada dalam proses statis, trasportasi dan informasi, memungkinkan manusia
melainkan berlangsung secara historis, sosial, di berbagai penjuru dunia saling mengenal dan
intelektual, dan politis. Proses ini kemudian berhubungan. Faktor penting dalam hal ini adanya
mewujud menjadi persaingan tanpa henti. Dari dialog tentang berbagai hal, terutama untuk saling
persaingan identitas ini, lahir semacam proses memahami budaya dari orang lain. Budaya asing
interpretatif yang berujung pada legitimasi telah menjadi bagian penting bagi penduduk
identitas-identitas liyan, yang berbeda dengan suatu negeri. Edward T. Hall dalam bukunya yang
identitas diri. Konstruksi identitas hampir selalu berjudul The Silent Language (1959) mengatakan,
diiringi dengan upaya untuk mendisposisi kekuatan kebudayaan adalah komunikasi dan komunikasi
dan ketidakberdayaan pada kelompok masyarakat adalah kebudayaan. Pendapat tersebut
tertentu. Identitas manusia tidak dapat hanya menandakan suatu komunitas manusia yang tidak
dilihat sebagai identitas alamiah dan stabil, bisa terbangun tanpa adanya komunikasi. Budaya
melainkan juga dikonstruksi, bahkan tak jarang sendiri tercipta karena komunikasi yang juga
diciptakan secara langsung. Suatu proses terbangun dari komunitas manusia. Alam, tanda,
penciptaan identitas berlangsung tanpa henti. dan berbagai produk konsumsi manusia berawal
Mengurai masalah identitas, dengan dari cara pandang bagaimana sesuatu bisa
mendapatkan suatu proses ‘menjadi’ dan memiliki dikomunikasikan. Dengan kata lain, tak mungkin
suatu kemiripan dengan apa yang kita pikirkan. memikirkan komunikasi tanpa memikirkan konteks
Dalam hal ini antara ‘what we are’ dan ’what we dan makna kulturalnya.
have become’ menjadi faktor lain, yaitu bagaimana Pendapat senada diungkapkan oleh Ngugi wa
kita melihat identitas dan bagaimana kita akan Thiong’o bahwa komunikasi menciptakan budaya
’menjadi’ Identitas memiliki banyak hubungannya dan budaya adalah prasarana dari komunikasi.
dengan kesan (images), khayalan (imaginaries), Bahasa memengaruhi budaya, dan budaya
dan imajinasi (imagination). Dari uraian tersebut memengaruhi keseluruhan nilai-nilai yang kita miliki
di atas, identitas merupakan sesuatu yang secara dan keberadaan kita di dunia (Ngugi, 1986: 15-16).
aktual terbentuk melalui proses tidak sadar yang Sedangkan Brian V Street mengemukakan bahwa
melampaui waktu, bukan kondisi yang terberi culture is a verb, not a noun, kebudayaan
begitu saja dalam kesadaran semenjak lahir. Dalam merupakan proses aktif dalam membentuk
identitas itu, terdapat sesuatu yang bersifat makna (Street, B., 1993, 23-43). Dari pemikiran
’imajiner” atau difantasikan mengenai tentang budaya tersebut, dapat dimaknai bahwa
keutuhannya. Identitas menyisakan budaya merupakan bagian tak terpisahkan daripada
ketidaklengkapan, selalu ’dalam proses sedang eksistensi manusia. Melalui budaya dan apa yang
dibentuk’ (Hall, 1994: 32). ditinggalkannya, kita dapat menguak keberadaan
Saya setuju dengan pendapat bahwa identitas manusia pada masa lampau. Kepemilikan budaya
selalu dalam proses ’menjadi’ dan tidak akan dalam diri manusia sangat berperan dalam
pernah selesai secara tuntas. Ini berarti bahwa pembentukan identitas budaya. Lebih mendalam
identitas merujuk pada suatu titik temu antara dapat kita ketahui bahwa budaya berkenaan
wacana dan praksis yang berupaya pada satu sisi dengan cara manusia hidup. Hal ini disebabkan
untuk memperjelas kedudukan sebagai subyek dari karena budaya muncul dari tindakan- tindakan yang
wacana tertentu, dan pada sisi lain sebagai proses menandakan bahwa mereka itu “hidup”, seperti
yang menentukan subyektivitas. Identitas adalah berpikir, merasa, dan memercayai.
suatu imajinasi yang lahir ketika kita dipandang Larry A. Samovar mengemukakan bahwa
berbeda oleh pihak lainnya. Artinya, identitas hadir budaya adalah suatu konsep yang membangkitkan
ketika diri berhadapan dengan sosok liyan. Sebagai minat. Secara formal, budaya juga di definisikan
sebuah proyek, identitas bermakna apa yang kita sebagai tatanan pengetahuan, pengalaman,
pikirkan sekarang dipandang dari keadaan masa kepercayaan, nilai, sikap, makna, hierarki, agama,
lampau dan masa kini, sejalan dengan pikiran, waktu, peranan, hubungan ruang, konsep alam
hendak menjadi apa, yang merupakan lintasan semesta, objek- objek materi, dan milik yang
antara harapan bagi diperoleh sekelompok
Kuliner Sebagai Identitas Budaya: Perspektif Komunikasi Lintas Budaya | 41

besar orang dari generasi ke generasi melalui usaha dasarnya mengkaji bagaimana budaya berpengaruh
individu atau kelompok. Untuk mengkaji komunikasi terhadap aktivitas komunikasi: apa makna pesan
antarbudaya, Samovar dan Porter menyatakan verbal dan nonverbal menurut budaya-budaya
bahwa perlu ada pemahaman hubungan antara bersangkutan, apa yang layak dikomunikasikan,
kebudayaan dengan komunikasi. Melalui bagaimana cara mengomunikasikannya kapan
kebudayaan, manusia belajar berkomunikasi serta mengomunikasikannya, dan sebagainya (Samovar
memandang dunia mereka melalui kategori- &Porter, 1976: 44).
kategori, konsep-konsep, dan label-label yang
dihasilkan budaya. Kemiripan budaya dalam Kuliner Sebagai Identitas Budaya dalam Globalisasi
perspektif ini memungkinkan pemberian makna Setiap bangsa memiliki budaya kuliner yang
yang mirip terhadap suatu objek sosial atau berbeda yang merupakan karakter nasional
peristiwa. Oleh karena itu, hubungan antar budaya yang kuat dan keragaman wujudnya. Perbedaan
dan komunikasi bersifat timbal balik, di mana dalam budaya kuliner juga memunculkan adanya
keduanya saling memengaruhi (Samovar & Porter, komunikasi lintas budaya. Sebagai contoh dalam
1991: 25-26). memahami perbedaan kuliner China dan kuliner
Dari uraian di atas, dapat dipahami bahwa Eropa menghasilkan konotasi budaya yang
komunikasi lintas budaya terjadi dalam ruang lintas menelisik warisan budaya dan memancarkan
budaya yang berbeda. Dalam hal ini akan muncul perubahan budaya secara complementary and
suatu bentuk komunikasi yang unik di dalamnya. compatible. Pemikiran postmodern memengaruhi
Keunikan ini turut mempertimbangkan peranan dan perkembangan kuliner dalam globalisasi. Dalam
fungsi budaya dalam proses komunikasi. Komunikasi karya Jean François Lyotard “The Postmodern
mutlak dibutuhkan dan dilakukan oleh manusia, Condition,” terdapat penegasan bahwa
namun perbedaan identitas budaya pada setiap pengetahuan dan kebenaran tidak pasti dan bisa
kelompok manusia memunculkan berbagai diubah. Hal ini nyata nampak terjadinya pengaruh
kerumitan. Budaya dan komunikasi berinteraksi pada perubahan kuliner secara global, terutama
secara erat dan dinamis. Intinya budaya adalah dengan dipicu perkembangan teknologi informasi.
komunikasi, karena budaya muncul melalui Budaya postmodern merasuk yang
komunikasi. Akan tetapi pada gilirannya budaya mempertanyakan dunia, mempertimbangkan
yang tercipta pun memengaruhi cara berkomunikasi kebenaran dan realitas yang relatif dan tidak tetap,
anggota budaya bersangkutan. serta menolak adanya pembatasan.
Hubungan antara budaya dan komunikasi Keterkaitan antara budaya dan globalisasi,
bersifat timbal-balik. Budaya tak akan eksis tanpa diperjelas dalam pemikiran Douglass Kellner dalam
komunikasi dan komunikasi pun takkan eksis “Globalization and the Postmodern Turn” dengan
tanpa budaya. Selanjutnya harus diakui bahwa ulasan bahwa dalam globalisasi terjadi pengikisan
budaya menentukan cara kita berkomunikasi: topik budaya dan tradisi lokal melalui budaya global.
pembicaraan, siapa boleh berbicara atau bertemu Selanjutnya Kellner menyatakan bahwa selain
dengan siapa, bagaimana dan kapan, bahasa tubuh, pengembangan ekonomi pasar global baru dan
konsep ruang dan waktu. Jadi dalam negosiasi sistem pergeseran negara-bangsa, kebangkitan
antar budaya, proses komunikasi yang terjadi lebih budaya global. Globalisasi melibatkan penyebaran
rumit daripada dalam negosiasi dengan orang yang teknologi baru yang memiliki dampak luar biasa
berbudaya sama. Kepekaan terhadap perbedaan pada ekonomi, pemerintahan, masyarakat, budaya,
budaya dan kesadaran bagaimana perbedaan dan kehidupan sehari-hari. Kuliner dalam globalisasi
tersebut, menjadi faktor penting dalam komunikasi mudah ditelusuri dari kolonialisme pada masa lalu,
lintas budaya (Mulyana & Rakhmat [ed], 2010: 3- karena secara historis banyak makanan dan praktek
12). makan telah dipertukarkan dalam pemerintahan
kolonial (Kellner, 2004: 23-24).
Menurut Samovar, komunikasi lintas budaya
adalah komunikasi antara orang yang berbeda Makanan merupakan ranah budaya dalam
kebudayaannya, misal pada suku bangsa, etnik, kehidupan sehari-hari yang telah sangat
dan ras atau kelas sosial. Komunikasi ini terjadi dipengaruhi oleh globalisasi. Makanan
di antara produser pesan dan penerima pesan menghubungkan manusia, dan mungkin semua
yang berbeda latar belakang kebudayaannya. makhluk hidup, oleh kebutuhan umum untuk itu
Hal ini berarti, komunikasi lintas budaya adalah semua. Hal ini dalam banyak hal yang biasa, tetapi
proses pertukaran pikiran dan makna antara orang- penting untuk semua. Kenyataan adanya hasil
orang yang berbeda budaya. Lebih lanjut dikatakan konstruksi melalui komunikasi lintas budaya, antara
bahwa komunikasi lintas budaya pada lain dengan tersebarnya resto cepat
42 | CoverAge, Vol. 8, No. 2, Maret 2018 SRI UTAMI

saji McDonald yang dapat ditemukan di lebih dari that is almost the same, but not quite). Peniruan
115 negara di dunia. George Ritzer menciptakan yang dilakukan pribumi atas penjajah Belanda
istilah”McDonaldization” untuk menyebut lebih banyak melalui gaya hidup, yang menurut
masyarakat yang mencerminkan pengaruh restoran Bhabha sebagai hasrat masyarakat terjajah untuk
cepat saji di seluruh dunia. Dengan penyebaran dan menyesuaikan diri dengan tuntutan keadaan untuk
pertukaran makanan, masing-masing pihak dan mencapai kemajuan, dan menempatkan diri setara
budaya diletakkan dalam kontak dengan yang lain, dengan bangsa penjajah. Hasrat dari terjajah untuk
dan saling memengaruhi. mendapat kesejajaran dengan penjajah, menjadi
Makanan saat ini terintegrasi ke dalam dasar konsep mimikri. Dalam konsep mimikri,
globalisasi kapitalis, yang belum pernah terjadi selintas seakan meniru penjajah (colonizer), padahal
sebelumnya. Semua macam makanan, dari daging sebenarnya merupakan sikap perlawanan terjajah
atau buah-buahan tropis merupakan barang (colonized) untuk mendapatkan kesejajaran dengan
mewah yang kini beredar di seluruh dunia, selalu penjajah. Bhabha menyatakan bahwa mimikri
tersedia tanpa memperhatikan musim atau lokasi. merupakan upaya mengukuhkan dan sekaligus
Makanan mencerminkan identitas budaya dan mendistorsi otoritas penjajah. Mimikri
dapat menciptakan batas-batas dan perbedaan menunjukkan ketidaktergantungan terjajah
antara budaya. Makanan menjadi salah satu cara terhadap penjajah. Terjajah menikmati adanya
yang paling dasar dan umum bagi seseorang untuk ambivalensi yang terjadi pada proses mimikri,
membedakan diri dari orang lain atau untuk sebagai strategi menghadapi dominasi penjajah.
masyarakat atau budaya untuk membedakan diri Konsep mimikri dari Homi Bhabha untuk mengulas
dari lain. kuliner Indonesia, yang merupakan suatu
perpaduan yang nyata dalam gaya hidup dan dalam
Kuliner Indonesia Sebagai Identitas
cara berpikir.
Budaya Multikultur.
Secara ringkas kuliner Indonesia sebagai
Dari uraian tentang kuliner yang merupakan identitas budaya multikultur terdapat dalam tabel
identitas budaya multikultur secara global, kuliner
1. Peran kolonialisme dalam perubahan
Indonesia pun tidak luput dari pengaruh komunikasi
lintas budaya tersebut. Kuliner Indonesia memiliki kuliner,
spektrum yang sangat luas, dengan bentangan nyata nampak dalam kuliner Indonesia. Contoh
kepulauan Nusantara dan memiliki lokasi strategis pada masa kolonial, Kartini telah membuat buku
untuk terwujudnya dialog antar bangsa, dan yang masakan yang merupakan bentuk mimikri dari
terpenting memiliki kekayaan hayati yang dapat hidangan Belanda. Penulis memaknai keputusan
ditrasformasikan menjadi bahan makanan. Kuliner Kartini membuat buku resep adalah upaya
Indonesia perlahan mulai mendunia karena mengonstruksikan adat atau kebiasaan bersantap
memiliki citarasa yang beragam dan unik. Penyajian orang Jawa dengan paradigma Eropa. Hal ini sebagai
secara tradisional dengan menggunakan daun bentuk upaya penyejajaran martabat dengan
pisang, janur (daun kelapa yang masih kucup), dan budaya kolonial Belanda. Misalnya resep ‘bestik’
daun pandan menarik perhatian banyak kalangan yang merupakan mimikri dari ‘steak’. Selintas
dari mancanegara. hampir sama, perbedaan ada perubahan sausnya
yang disesuaikan dengan citarasa orang Jawa. Di
Dalam perkembangannya kuliner tradisional
kalangan Mangkunegaran dan Kraton Kasunanan
berubah menjadi kuliner non-tradisional yang
Solo, mimikri dari steak menjadi selat solo. Contoh
terjadi melalui proses komunikasi lintas budaya
yang menarik untuk ditampilkan adalah custard
dalam kolonialisasi dan globalisasi. Dengan
pudding yang bermimikri menjadi klappertart di
melakukan studi pustaka, penulis menemukan
Minahasa, Sulawesi Utara. Juru masak Kraton Yogya
adanya proses mimikri dalam kuliner Indonesia
melakukan mimikri menjadi manuk enom. Manuk
terdapat pada hidangan kalangan bangsawan yang
Enom (artinya burung muda), nama hidangan
memiliki kedekatan dengan kalangan pejabat
penutup dalam jamuan makan di Kraton
kolonial Belanda.
Yogyakarta, dicetak dalam ukuran bulat diameter 5
Konsep mimikri dalam teori pascakolonial cm dan diberi hiasan emping goreng sehingga
dikemukakan oleh Homi K. Bhabha dalam buku menyerupai burung. Bahan pembuatnya: telur,
The Location of Culture. Menurut Bhabha, mimikri susu, santan kelapa, dan tape ketan hijau, sehingga
kolonial adalah suatu hasrat dari subjek yang menghasilkan semacam puding lembut berwarna
berbeda menjadi subjek sang lain yang hampir kuning muda kehijauan. Resep tersebut penulis
sama, tetapi tidak sepenuhnya sama (as subject of dapat dari buku Kekayaan Kuliner Yogyakarta,
a difference, Kersanan Dalem ( 2010).
Kuliner Sebagai Identitas Budaya: Perspektif Komunikasi Lintas Budaya | 43

Tabel 1. Kuliner Indonesia sebagai identitas budaya

Jenis Contoh

Makanan yang menggunakan bahan Makanan dari masyarakat


pangan dari alam sekitar dan cara yang tinggal dipelosok
memasak masih secara tradisional pedesaan dan makanan
yang digunakan dalam ritual
Kuliner adat
Tradisional
Makanan yang menggunakan bahan Soto, rendang, gudeg
pangan dari alam sekitar dan cara yogya, lontong, ketupat,
memasak menggunakan peralatan srabi, lemper, bubur
masak modern sumsum

Makanan hasil proses mimikri (peniruan)


dalam kolonialisasi Selat Solo, Klappertaart,
Manuk Enom
Sate, nasi goreng, gulai, nasi
Kuliner Non- Makanan hasil silang budaya kuning
tradisional KFC dihidangkan dengan
Makanan asing yang telah disesuaikan nasi dan chili sauce, Pizza
dengan selera Indonesia dalam dengan topping rendang
globalisasi daging sapi

Sumber: Diolah oleh penulis

Ketiga hidangan penutup ini menggunakan olahan yang digunakan Belanda. Proses mimikri
bahan dasar sama, yaitu paduan susu, telur, dan tidak hanya berhenti pada peniruan hidangan
gula. Custard Pudding berpadu dengan caramel. Di kolonial Belanda saja, namun pada saat ini, bergeser
Minahasa sentuhan caramel diganti dengan kelapa dengan mimikri pada makanan Barat lainnya,
muda dan kenari, dan diberi aroma kayu manis. termasuk dari Amerika, juga dari Jepang, India,
Sedangkan di Yogyakarta menjadi hidangan Arab, dan negara- negara yang memiliki kekhasan
penutup yang unik dengan tambahan tape ketan dalam kulinernya.
hijau dan santan kelapa, juga tanpa caramel.
Proses peniruan menunjukkan adanya relasi
kuasa dalam komunikasi lintas budaya yang
Gambar 3. Contoh Makanan Tradisional dan
menerpa kuliner di Indonesia. Adanya terpaan
Non- tradisional
media massa yang tiada henti yang secara tak
langsung memunculkan hegemoni budaya dari
negara yang memiliki kekuatan dalam politik dan
ekonomi.
Dampak dari adanya kekuasaan di balik
komunikasi, memacu perubahan dalam kuliner
Indonesia. Misalnya, gado-gado diberi penambahan
sayuran seperti romaine lettuce dan daun basil agar
lebih wangi dan bergaya Barat. Hidangan tradisional
Indonesia disajikan dalam sederet hidangan
yang dikenal sebagai rijstafel. Hal ini merupakan
‘fusion’, sehingga makanan tradisional Indonesia
Custard Pudding Manuk Enom Klapper taart akan semakin kaya variasi, dan mengarah pada
(Sumber: Diolah oleh penulis) modernisasi. Kuliner di Indonesia mulai bergeser
Walau tetap “almost the same, but not quite”, mengikuti perkembangan budaya dalam globalisasi.
hal ini merupakan upaya agar tidak berbeda dengan
Belanda, seraya menunjukkan bahwa bahan SIMPULAN
makanan dari alam pribumi bisa tampil setara
dengan bahan Keterlindanan kuliner sebagai identitas budaya
dalam globalisasi dengan komunikasi lintas budaya
44 | CoverAge, Vol. 8, No. 2, Maret 2018 SRI UTAMI

merupakan proses konstruksi yang terus terjadi DAFTAR PUSTAKA


tanpa henti. Identitas budaya tidak pernah stabil
dan terus berfluktuasi. Penulis memaknainya sesuai
metafor yang diungkapkan Zygmunt Bauman dalam Alcoff, L.M. & Mendieta, E. (Eds). (2000). Identities:
A Shot History of Identity yang menyatakan, “walau Race,Class, Gender, and Nationality.UK:
seolah-olah identitas adalah kata benda, tetapi Blagckwell Publishing.
berperilaku seperti kata kerja. Meski janggal untuk Bentley, A. (2007). Culinary Other. London: Polity
memastikannya, karena terjadi dalam konteks masa Press.
depan.” Metafor ini sejalan dengan pernyataan Bhabha, H.K. (1994). The Location of Culture, London:
Brian Street: culture is not a noun, but a verb. Jadi Routledge.
jelas bahwa kuliner sebagai identitas budaya Castel, M. (1997). The Power of Identity.Oxford:
merupakan keniscayaan yang aktif, bergerak, akan Blackwell Publishing.
selalu mengalami perubahan. Hall, S. (1994). The Question of Cultural Identity. :
Dalam perkembangannya kuliner sebagai London: Sage Publication
identitas budaya menunjukkan adanya lompatan Kellner, D. (2004). Globalization and The Postmodern
orientasi masyarakat dari orientasi harmoni ke Turn’. Los Angeles: UCLA.
orientasi materi. Tiada yang dapat dianggap sepele
Lawler, S. (2008). Identity: Sociological Perspectives.
tentang kuliner yang ada pada saat ini. Kuliner
Maiden, USA: Polity Press
memberi wawasan dalam cakupan perubahan pada
Meigs, A. (1997). Food as a Cultural Construction. In
konteks sosial, budaya, politik, dan ekonomi dalam
Counihan, C., & van Esterik, P. (Eds.), Food and
masyarakat dunia. Kuliner merupakan salah satu
Culture: A Reader. New York: Routledge.
cara paling mudah dan langsung untuk
mempromosikan pemahaman multikultural. Mulyana, D. dan Rakhmat, J. (ed). (2010).
Komunikasi Lintas Budaya. Bandung: PT.
Dikaitkan dengan multikulturalisme, Indonesia
Remaja Rosdakarya.
dapat digambarkan sebagai sebuah mozaik yang
amat luas yang terdiri atas semua peradaban wa Thiong’o, N. (1986). Decolonising the Mind:
dari semua komponen bangsa ini. Dalam hal ini The Politics of Language in African Literature.
London: James Currey.
saya sepakat bahwa perlu adanya kesadaran baru
dalam ‘membaca’ kuliner sebagai identitas budaya, Samovar, L.A. & Porter, R.E. (1991).
yang terus menerus mengalami proses ‘menjadi’ Communications Between Cultures. California:
dalam ruang dan waktu. Kita memang harus Wodsworth Publishing Company.
terus membangun kesadaran kritis ini terhadap Street, B. (1993). Culture is a verb. In Graddol, D.,
multikulturalisme yang berdimensi etis, yang Thompson, L., & Byram, M. (Eds.). Language
menuntut tanggung jawab moral berupa and Culture, Clevedon: BAAL and Multilingual
pengakuan, rasa hormat, dan empati atas kehadiran Matters.
orang lain. Hal ini bukan paksaan, karena yang Tomlinson, J. (2007). Globalization and Cultural
ditekankan adalah suatu kesadaran. Analysis. In Held, D., & MacGrew, A. (Eds.),
Dengan latar keadaan seperti itu, dapat Globalization Theory: Approaches and
dipahami bahwa Indonesia tak dapat menghindar Controversies. Cambridge: Polity.
dari pengaruh peradaban dunia. Peradaban Woodward, K. (1999). Identity and Difference.
Indonesia saat ini menjadi peradaban yang banyak London: Sage Publication.
terwarnai dan mewarnai peradaban dunia.
‘Kekinian dan kesinian’ terus dengan cepat bergulir
dalam semua aspek kehidupan. Termasuk pada
konstruksi sosial terhadap kuliner Indonesia sebagai
identitas budaya bangsa. Hal ini semakin jelas
percepatan prosesnya dengan adanya keterbukaan
media massa yang dipacu kemajuan teknologi
informasi, dan adanya unsur kekuasaan di
dalamnya.

You might also like